Professional Documents
Culture Documents
Pemberlakuan UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menuntut cara pandang yang
berbeda tentang pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Dulu, pengembangan kurikulum dilakukan oleh
pusat dalam hal ini Pusat Kurikulum sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh satuan pendidikan.
Pengembangan kurikulum yang dilakukan langsung oleh satuan pendidikan memberikan harapan tidak ada
lagi permasalahan berkenaan dengan pelaksanaannya. Hal ini karena penyusunan kurikulum satuan
pendidikan seharusnya telah mempertimbangkan segala potensi dan keterbatasan yang ada.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengacu pada Standar Nasional Pendidikan
(SNP) terutama Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Standar isi adalah ruang lingkup
materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi
bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu. Hingga saat ini belum ditetapkan Standar Nasonal Pendidikan untuk satuan
Pendidikan Anak Usia Dini. Oleh sebab itu, kajian kebijakan kurikulum PAUD dilakukan terhadap Standar
Kompetensi TK/RA 2004 dan Menu Pembelajaran Generik 2002 serta permasalahannya baik dokumen
maupun implementasinya. Di samping itu juga dilakukan kajian pustaka (kajian teoritik) yang menjadi
landasan PAUD.
Salah satu tugas Pusat Kurikulum adalah melakukan kajian terhadap kebijakan pemerintah berkaitan dengan
kurikulum termasuk implentasinya di lapangan serta kajian teoritik sebagai bahan pertimbangan bagi BSNP
dalam menetapkan atau menyempurnakan Standar Nasional Pendidikan.
Hasil kajian kebijakan kurikulum berupa naskah akademik, meliputi:
1. Kajian Kebijakan Kurikulum PAUD
2. Kajian Kebijakan Kurikulum SD
3. Kajian Kebijakan Kurikulum SMP
4. Kajian Kebijakan Kurikulum Kesetaraan Dikdas
5. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Agama
6. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Kewarganegaraan
7. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa
8. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika
9. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA
10. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPS
11. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Keterampilan
12. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Kesenian
13. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran TIK
14. Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani
Salah satu hasil kajian tersebut di atas adalah Naskah Akademik Kebijakan Kurikulum PAUD. Hasil
kajian ini memberikan gambaran tentang muatan kurikululum PAUD yang berlaku saat ini dan
pelaksanaannya serta permasalahannya. Naskah ini juga memberikan informasi tentang kajian teoritik yang
berkaitan dengan PAUD yang dapat dijadikan landasan PAUD yang penting untuk diperhatikan bagi
perumus kebijakan PAUD lebih lanjut.
Pusat Kurikulum menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada para pakar yang berasal dari
berbagai Perguruan Tinggi, Direktorat di lingkungan Depdiknas, kepala sekolah, pengawas, guru, dan
praktisi pendidikan, serta Depag. Berkat bantuan dan kerja sama yang baik dari mereka, naskah akademik ini
dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat.
Diah Harianti
Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar sepanjang rentang
pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia. Pada masa usia dini, semua potensi
anak berkembang sangat cepat. Fakta yang ditemukan oleh ahli-ahli neurologi,
menyatakan bahwa sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 4
tahun dan 80% telah terjadi ketika berusia 8 tahun. Pertumbuhan fungsional sel-sel syaraf
tersebut membutuhkan berbagai situasi pendidikan yang mendukung, baik situasi
pendidikan keluarga, masyarakat maupun sekolah.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pendidikan anak usia dini, pemerintah sudah
mengembangkan Kurikulum PAUD dan perangkatnya yang dijadikan acuan bagi
penyelenggaraan PAUD. Kurikulum PAUD hendaknya disusun berdasarkan landasan
teoritik, yuridis, dan empiric. Hingga saat ini belum ditetapkan Standar Nasional
Pendidikan untuk PAUD sebagai acuan penyusunan KTSP. Untuk itu perlu disusun
naskah akademik kajian kebijakan kurikulum PAUD.
Penyusunan naskah akademik kajian kebijakan kurikulum PAUD bertujuan untuk
memberikan landasan teoritik (keilmuan) dan empirik bagi perumus kebijakan dan
penyelenggara PAUD pada berbagai kelembagaan. Hasil kajian ini diharapkan dapat
menjadi kerangka acuan secara konseptual akademik dalam mengembangkan Standar
Nasional Pendidikan (SNP) terutama Standar Kompetensi Lulusan (untuk PAUD disebut
Standar Kompetensi Akhir Usia) dan Standar Isi Perkembangan (SIP).
Kajian Kebijakan Kurikulum PAUD meliputi kajian dokumen dan kajian pelaksanaan
kurikulum PAUD serta permasalahannya. Selain itu juga dilakukan kajian pustaka (kajian
teoritis) berbagai landasan keilmuan yang dapat mendasari atau menjadi pijakan PAUD.
Peserta yang terlibat dalam kajian ini terdiri atas ahli PAUD dari perguruan tinggi, Guru
dan Kepala Sekolah TPA/KB/TK/RA. Kajian ini dilakukan melalui serangkaian kegiatan,
meliputi: penyusunan desain, seminar, studi dokumen, workshop dan presentasi. Dari hasil
kajian dokumen dan kajian pelaksanaan kurikulum PAUD ditemukan banyak masalah
yang meliputi semua dokumen kurikulum dan pelaksanaannya.
Dari hasil kajian dapat disimpulkan bahwa Standar Kompetensi TK/RA dan Menu Pembel
Generik belum sesuai dengan landasan teoritis (landasan psikologis), terutama dalam hal
penyusunan gradasi perkembangan dan lingkup perkembangan. Kajian ini menghasilkan
beberapa rekomendasi, yaitu perlu dilakukan riset perkembangan anak usia dini Indonesia
sebagai acuan empirik dalam menyusun SKAU (Standar Kompetensi Akhir Usia) dan SIP
(Standar Isi Perkembangan), perlu disusun tahapan perkembangan anak mulai dari lahir
sampai usia delapan tahun sebagai dasar penentuan SK dan KD sehingga ada
kesinambungan kompetensi dari TB/KB, TK/RA, hingga SD kelas awal; dan perlu
dikembangkan Standar Nasional Pendidikan untuk anak usia dini yang didasarkan pada
naskah akademik.
Hal
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Landasan Yuridis 2
C. Tujuan 3
DAFTAR PUSTAKA
A. Latar Belakang
Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar dalam sepanjang
rentang pertumbuhan serta perkembangan kehidupan manusia. Pada masa ini ditandai
oleh berbagai periode penting yang fundamen dalam kehidupan anak selanjutnya
sampai periode akhir perkembangannya. Salah satu periode yang menjadi penciri masa
usia dini adalah the Golden Ages atau periode keemasan. Banyak konsep dan fakta
yang ditemukan memberikan penjelasan periode keemasan pada masa usia dini, di
mana semua potensi anak berkembang paling cepat. Beberapa konsep yang
disandingkan untuk masa anak usia dini adalah masa eksplorasi, masa
identifikasi/imitasi, masa peka, masa bermain dan masa trozt alter 1 (masa
membangkang tahap 1).
Konsep tersebut diperkuat oleh fakta yang ditemukan oleh ahli-ahli neurologi yang
menyatakan bahwa pada saat lahir otak bayi mengandung 100 sampai 200 milyar
neuron atau sel syaraf yang siap melakukan sambungan antar sel. Sekitar 50%
kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika usia 4 tahun, 80% telah terjadi ketika
berusia 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi 100% ketika anak berusia 8 sampai 18
tahun. Pertumbuhan fungsional sel-sel syaraf tersebut membutuhkan berbagai situasi
pendidikan yang mendukung, baik dalam situasi pendidikan keluarga, masyarakat
maupun sekolah. Para ahli pendidikan sepakat bahwa periode keemasan tersebut
hanya berlangsung satu kali sepanjang rentang kehidupan manusia. Hal ini
menunjukkan bahwa betapa meruginya suatu keluarga, masyarakat dan bangsa jika
mengabaikan masa-masa penting yang berlangsung pada anak usia dini.
Sebagai komitmen dan keseriusan antar bangsa terhadap pendidikan anak usia dini
telah dicapai berbagai momentum dan kesepakatan penting yang telah digalang secara
internasional. Salah satunya adalah Deklarasi Dakkar yang diantaranya menyepakati
bahwa perlunya upaya memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan
pendidikan anak usia dini, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang
beruntung. Adapun komitmen antara bangsa secara internasional lainnya adalah
kesepakatan antar negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
menyepakati ”Dunia yang layak bagi anak 2002” atau dikenal dengan ”world fit for
children 2002”. Beberapa kesepakatan yang diperoleh adalah (1) mencanangkan
kehidupan yang sehat, (2) memberikan pendidikan yang berkualitas, (3) memberikan
perlindungan terhadap penganiayaan, eksploitasi dan kekerasan.
Walapun berbagai upaya secara konseptual maupun praktis telah diupayakan dalam
membangun anak usia dini namun masih banyak anak usia dini di Indonesia yang
belum terlayani kebutuhannya pada bidang pendidikan (sensus BPS terbaru 2005
mencapai 26 juta). Pada sisi lain, kelembagaan pendidikan anak usia dini yang ada
baru dapat menampung sebesar 27% Angka Partisipasi Kasar (APK). Hal ini
diperburuk dengan masih rendahnya kualitas penyelenggaraan lembaga pendidikan
anak usia dini yang dilihat dari aspek standar program yang diberikan, proses
pembelajaran yang belum mengakomodasi kebutuhan anak dan kualitas serta
kualifikasi tenaga pendidik anak usia dini yang masih tergolong rendah.
B. Landasan Yuridis
1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 ditegaskan beberapa hal penting
sebagai berikut.
a. Pasal 4 mengungkapkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diksriminasi.
b. Pasal 9 mengungkapkan dua hal pokok yaitu;
1). Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya.
2). Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak
yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa,
sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan
pendidikan khusus.
C. Tujuan
Kajian kurikulum PAUD ini disusun untuk memberikan landasan keilmuan dalam
menyelenggarakan pendidikan anak usia dini pada berbagai kelembagaan. Kajian ini
juga dimaksudkan memberikan pemahaman tentang pentingnya penguasaan konsep
keilmuan yang membangun dan mendukung penyelenggaraan pendidikan anak usia
dini. Upaya ini sekaligus dapat membangun kebiasaan berpikir dan bertindak praksis
dalam menjalankan profesi tenaga pendidik anak usia dini. Adapun tujuan khusus
kajian ini diarahkan pada :
1. Memberikan analisis konsep dasar filosofis dan keilmuan pendidikan serta ilmu
bantu lainnya sebagai dasar pengembangan seluruh komponen kurikulum.
2. Memberikan acuan (guideline) secara konseptual akademik dalam menyusun
standar kompetensi lulusan (SKL) dan standar isi (SI) sebagai bagian intergral
kurikulum.
3. Memberikan guideline secara konseptual akademik dalam menyusun standar
proses pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan (Developmentally
Appropriate) dan berbagai kebutuhan anak usia dini.
4. Memberikan guideline secara konseptual akademik dalam menyusun standar
penilaian yang dapat dijadikan alternatif untuk melakukan asesmen dan
pemantauan tumbuh kembang anak.
5. Memberikan guideline secara konseptual akademik dalam menyusun standar
pengelolaan pembelajaran pada anak usia dini dengan berbagai seting dan situasi.
6. Memberikan guideline secara konseptual akademik dalam menyusun standar
pendidik yang dipersyaratkan untuk dapat menyelenggarakan pendidikan pada
anak usia dini secara profesional.
a. Idealisme.
Idealisme adalah aliran filsafat yang berpandangan bahwa alam semesta ini adalah
perwujudan intelegensi dan kemauan, hal zat atau substansi yang kekal dan abadi
dalam dunia ini bersifat keijiwaan, spiritual atau rohaniah. Dan hal-hal yang bersifat
materil bersumber kepada hal-hal yang bersifat kejiwaan. Tokoh aliran ini antara lain
Plato, David Hume, dan Hegel.
Pandangannya tentang hakikat pengetahuan menyatakan bahwa pengetahuan yang
benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali. Pengetahuan yang diperoleh
melalui indera tidak pasti, tidak lengkap, karena dunia materi hanyalah tipuan belaka,
sifatnya maya, dan menyimpang dari keadaan lingkungan yang lebih sempurna.
Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal
pikiran cemerlang, dan sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat pendapat.
Sehubungan dengan teori pengetahuannya, intelek dan akal memegang peranan yang
sangat penting atau menentukan proses belajar mengajar, karena menurut aliran ini
manusia akan dapat memperoleh pengetahuan dan kebenaran sejati. Dengan demikian
pengetahuan yang diajarkan di sekolah harus bersifat intelektual.
Hakikat nilai menurut pandangan idealisme bersifat absolut. Standar tingkah laku
manusia diatur oleh kewajiban moral yang diturunkan dari kenyataan sebenarnya atau
metafisik. Hanya satu kebenaran, yaitu kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta.
Pendidikan menurut idealisme diartikan sebagai upaya terencana untuk mewujudkan
manusia ideal yaitu manusia yang dapat mencapai keselarasan individual yang terpadu
dalam keselarasan alam semesta. Upaya pendidikan harus ditujukan pada
pembentukan karakter, watak, menusia yang berbudi luhur, pengembangan bakat
insani dan kebajikan sosial
c. Naturalisme Romantik
Tokoh aliran filsafat ini adalah Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Dia dilahirkan
di Switzerland, tetapi sebagian besar hidupnya dihabiskan di Perancis dimana dia
menjadi filsuf terpimpin pada masanya. Rousseau diakui sebagai bapak romantisisme,
yaitu suatu gerakan di mana para seniman dan para penulis menekankan tema-tema
yang sentimentil, kealamiahan/kewajaran, dan kemurnian. Gagasan ini mempengaruhi
konsepsi Rousseau tentang anak.
Pandangan Rousseau tentang perkembangan anak disajikan dalam novelnya Emile
(1762). Emile adalah teori pendidikan yang ditujukan kepada bangsawan kaya pada
zamannya yang biasanya hidup artifisial dipenuhi dengan segala macam tata cara
hidup ningrat. Dalam karyanya yang tersohor ini, Rousseau menggambarkan
perawatan dan pemantauan seorang anak laki-laki bernama Emile dari masa bayi
hingga dewasa muda.
Ajaran filsafat naturalisme romantik Rousseau dalam Emile antara lain berisi
gagasan sebagai berikut: “Segala sesuatu yang berasal dari Sang Pencipta adalah baik,
tetapi segala sesuatu menjadi rusak karena tangan manusia. Pendidikan Emile adalah
pendidikan naturalistik atau alami dalam arti: (1) pendidikan yang mengembangkan
kemampuan-kemampuan alami atau bakat/pembawaan anak, (2) pendidikan yang
berlangsung dalam alam, dan (3) pendidikan negatif. Dengan menggunakan sarana
berupa sastra, Rousseau mampu menggambarkan pandangan teoritisnya tentang
perkembangan anak dan memberikan saran-saran mengenai metode yang paling tepat
tentang cara merawat dan mendidik anak.
Yang mendasar bagi teori Rousseau adalah kembalinya kepada pandangan
Descartes bahwa anak-anak dilahirkan dengan membawa pengetahuan dan ide, yang
berkembang secara alamiah dengan usianya. Perkembangan dalam pandangan ini,
dihasilkan melalui suatu rangkaian tahapan yang dibimbing oleh suatu proses sejak
dilahirkan. Pengetahuan itu diperoleh secara bertahap melalui interaksi dengan
lingkungannya yang diarahkan oleh minat dan perkembangannya sendiri. Pengetahuan
bawaan anak meliputi hal-hal seperti prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran, dan yang
berada di atas semuanya yaitu rasa kesadaran. “Rouseau juga memandang bahwa anak
d. Pragmatisme
Aliran filsafat ini disebut juga instrumentalisme atau eksperimentalisme. Disebut
instrumentalisme karena memandang bahwa tujuan pendidikan bukanlah terminal,
akan tetapi alat atau instrumen untuk mencapai tujuan berikutnya. Dan dikatakan
eksperimentalisme karena untuk membuktikan kebenaran digunakan metode
eksperimen. Tokoh aliran filsafat ini antara lain John Dewey dan Williams James.
Pragmatisme adalah salah satu aliran filsafat yang anti metafisika. Kenyataan yang
sebenarnya adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan kehidupan ini
berubah (becoming), hakikat segala sesuatu adalah perubahan itu sendiri. Manusia
adalah hasil evolusi biologis, psikis dan sosial. Manusia dilahirkan dalam keadaan
tidak dewasa dan tak berdaya, tanpa dibekali dengan bahasa, keyakinan-keyakinan,
gagasan-gagasan atau norma-norma sosial. Hal ini mengandung arti bahwa setiap
manusia tumbuh secara berangsur-angsur mencapai kemampuan-kemampuan biologis,
psikologis, dan sosial. Sesuai dengan pandangannya tentang hakikat realitas, manusia
dipandang sebagai mahluk yang dinamis, tumbuh dan berkembang. Anak dipandang
sebagai individu yang aktif.
Hakikat pengetahuan menurut pragmatisme terus berkembang. Pengetahuan
bersifat hipotetis dan relatif yang kebenarannya tergantung pada kegunaannya dalam
kehidupan dan praktek. Pengetahuan adalah instrumen untuk bertindak sedangkan
dalam membahas hakikat nilai pragmatisme menyatakan bahwa tidak ada nilai yang
berlaku secara universal atau absolut. Etika tidak diturunkan dari hukum tertinggi yang
bersumber dari zat supernatural. Standar tingkah laku perseorangan dan sosial
ditentukan secara eksperimental dalam pengalaman hidup. Etika pragmatisme
memiliki karakteristik: empiris, relatif, partikular (khusus), dan ada dalam proses.
e. Eksistensialisme
Pokok pemikiran filsafat eksistensialisme dicurahkan kepada pemecahan yang
kongkrit terhadap persoalan “berada” mengenai manusia. Eksistensialisme adalah
aliran filsafat yang memandang segala gejala berpangkal pada eksistensi. Eksistensi
adalah cara manusia berada. Caranya manusia berada di dunia ini berbeda dengan
caranya benda-benda lain di dunia. Karena keberadaan benda-benda tersebut tidak
sadar akan dirinya sendiri, sedangkan manusia adalah makhluk yang sadar akan
dirinya dan apa yang akan diperbuatnya. Manusia hidup di dunia ini berlangsung
dalam keberadaan yang tidak sebenarnya (tidak autentik) dan dalam keberadaan
yang sebenarnya. Dalam keberadaan yang tidak sebenarnya, manusia memperlakukan
dirinya sebagai obyek, tertuju kepada mempertahankan diri dan mencari kepuasan,
merasakan ketiadaan dan keputusasaan. Dalam keberadaan yang sebenarnya manusia
memperlakukan dirinya sebagai subyek, menciptakan gagasan, dan mewujudkannya
dalam bentuk kebudayaan, kesenian, moral, dan sebagainya, bertransendensi ke atas,
dan mendekatkan dirinya kepada Tuhan.
Prinsip-prinsip umum filsafat eksistensialisme dapat dikemukakan sebagai berikut.
Hakikat realitas adalah sesuatu yang independen, dunia fisik ada dan ini dapat
merupakan ancaman bagi realisasi dari tujuan personal. Realitas spiritual dapat atau
tidak untuk ada. Hakikat manusia adalah dualisme tubuh dan jiwa dengan perhatian
utama kepada jiwa. Manusia bukan semata-mata objek tetapi juga subjek yang dapat
memberikan arti pada dirinya sendiri serta terhadap benda-benda lain karena manusia
dapat memperlakukan obyek yang ada di luar dirinya sendiri. Hakikat pengetahuan
cenderung kepada skeptisisme. Tetapi tetap mengakui kemungkinan mencapai
kebenaran sedangkan hakikat nilai menyatakan bahwa standar moral bersifat
majemuk, seseorang bebas memilih standar moral, tetapi ada beberapa standar moral
yang imperatif.
Menurut pandangan eksistensialisme kebebasan adalah sahabat terbaik manusia,
namun kebebasan dalam konteks eksistensialisme adalah kebebasan yang dapat
dipertanggungjawabkan baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
Eksistensialisme memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan, karena keduanya
membahas manusia. masalah hidup, hubungan antar manusia, hakikat kepribadian,
dan kemerdekaan. Pendidikan diartikan sebagai upaya mewujudkan diri sendiri
melalui proses penghayatan dan belajar sendiri.
Berdasarkan pandangan filsafat pendidikan yang digambarkan di atas terdapat dua
aliran filsafat yang dapat dijadikan landasan filosofis yang relatif dominan dalam
pengembangan kurikulum PAUD, yaitu (1) aliran realisme yang memandang
pendidikan sebagai proses perkembangan intelegensi, daya kreatif dan sosial individu
yang mendorong kepada terciptanya kesejahteraan umum, dan (2) aliran pragmatisme
yang memandang pendidikan sebagai proses reorganisasi dan rekonstruksi pengalaman
individu sehingga dapat menambah efisiensi individu dalam interaksi dengan
lingkungan dan dengan demikian mempunyai nilai sosial untuk memajukan kehidupan
masyarakat.
b. Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan individu, yaitu pendekatan
pentahapan (stage approach), pendekatan diferensial (differential approach) dan
pendekatan ipsatif (ipsative approach). Menurut pendekatan pentahapan,
perkembangan individu berjalan melalui tahap-tahap perkembangan. Setiap tahap
perkembangan mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan tahap yang
lainnya. Pendekatan diferensial melihat bahwa individu memiliki kesamaan dan
perbedaan.
Atas dasar persamaan dan perbedaan tersebut, individu dikatagorikan atas
kelompok-kelompok yang berbeda, seperti kelompok individu berdasarkan jenis
kelamin, ras, agama, status sosial-ekonomi dan sebagainya. Selain itu, pendekatan
ipsatif adalah suatu pendekatan yang berusaha melihat individu berdasarkan
karakteristiknya. Dari ketiga pendekatan itu yang banyak dianut oleh para ahli
psikologi perkembangan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan ini lebih
disenangi karena lebih jelas menggambarkan proses urutan perkembangan dan
kemajuan individu.
Dalam pendekatan pentahapan, dikenal dua variasi, pertama, pendekatan yang
bersifat menyeluruh mencakup segala segi perkembangan, seperti perkembangan
fisik dan gerakan motorik, sosial, intelektual, moral, emosional, religi dan
sebagainya. Kedua, pendekatan yang bersifat khusus, yang mendeskripsikan salah
satu segi atau aspek perkembangan saja. Dalam pentahapan yang bersifat
menyeluruh dikenal tahap-tahap perkembangan dari Jean Jacques Rousseau, G.
Stanley Hall, Havighurst, dan lain-lain. Rousseau membagi seluruh masa
perkembangan anak atas empat tahap perkembangan, yaitu masa bayi (infancy),
usia 0-2 tahun merupakan tahap perkembangan fisik, masa anak (childhood), usia
2-12 tahun, masa perkembangan sebagai manusia primitif. Masa remaja awal
(pubercence), usia 12-15 tahun, masa bertualang yang ditandai dengan
perkembangan intelektual dan kemampuan nalar yang pesat. Masa remaja
(adolescence), usia 15-25 tahun, masa hidup sebagai manusia yang beradab, masa
pertumbuhan seksual, sosial, moral dan kata hati.
Stanley Hall adalah salah seorang ahli psikologi Perkembangan penganut teori
evolusi. Hall menerapkan teori rekapitulasi, salah satu konsep dalam teori evolusi,
pada perkembangan anak. Menurut teori rekapitulasi, perkembangan individu
merupakan rekapitulasi dari perkembangan spesiesnya (ontogeny recapitulates
phylogeny). Hall membagi keseluruhan masa perkembangan anak atas empat
tahap. Masa kanak-kanak (infancy), usia 0-4 tahun, yang merupakan masa
kehidupan sebagai binatang melata dan berjalan. Masa anak (childhood), usia 4-8
tahun, masa manusia pemburu. Masa puer (youth), usia 8-12 tahun, masa manusia
belum beradab. Masa remaja (adolescence), usia 12/13 tahun sampai dewasa,
merupakan masa manusia beradab. Robert J. Havighurst menyusun fase-fase
perkembangan atas dasar problema-problema yang harus dipecahkannya dalam
setiap fase. Tuntutan akan kemampuan memecahkan problema dalam setiap fase
perkembangan ini oleh Havighurst disebutnya sebagai tugas-tugas perkembangan
(developmental tasks). Havighurst membagi seluruh masa perkembangan anak atas
lima fase, yaitu masa bayi (infancy), dari 0-1/2 tahun, masa anak awal (early
childhood) 2/3 – 5/7 tahun masa anak (late childhood) dari 5/7 – masa pubersen,
masa adolesen awal (early adolescence) dari pubersen ke pubertas, dan masa
Kajian Kebijakan Kurikulum PAUD – Tahun 2007 12
adolesen (late adolescence) dari masa pubertas sampai dewasa. Untuk setiap fase
perkembangan, Havighurst menghimpun sejumlah tugas-tugas perkembangan yang
harus dikuasai anak. Dikuasai atau tidaknya tugas-tugas perkembangan pada suatu
fase berpengaruh bagi penguasaan tugas pada fase-fase berikutnya.
Dalam pendekatan pentahapan yang bersifat khusus, dikenal pentahapan dari
Piaget, Erikson, dan sebagainya. Jean Piaget mengemukakan tahap-tahap perkem-
bangan dari kemampuan kognitif anak. Dalam perkembangan kognitif menurut
Piaget, yang terpenting adalah penguasaan dan kategori konsep-konsep. Melalui
penguasaan konsep-konsep itu, anak mengenal lingkungan dan memecahkan
berbagai problema yang dihadapi dalam kehidupannya. Ada empat tahap
perkembangan kognitif anak menurut konsep Piaget, yaitu sebagai berikut.
♦ Tahap sensorimotor, usia 0-2 tahun;
♦ Tahap praoperasional, usia 2-4 tahun;
♦ Tahap konkret operasional, usia 7-11 tahun;
♦ Tahap formal operasional, usia 11-15 tahun.
Tahap sensorimotor disebut juga sebagai masa descriminating and labeling.
Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks, bahasa awal,
waktu sekarang dan ruang yang dekat saja. Masa praoperasional atau masa
prakonseptual disebut juga sebagai masa intuitif dengan kemampuan menerima
perangsang yang terbatas. Anak mulai berkembang kemampuan bahasanya,
walaupun pemikirannya masih statis dan belum dapat berpikir abstrak, persepsi
waktu dan tempat masih terbatas. Masa konkret operasional disebut juga masa
performing operation. Pada tahap ini anak sudah mampu menyelesaikan tugas-
tugas menggabungkan, memisahkan, meyusun, menderetkan, melipat dan
membagi. Masa formal operasional disebut juga sebagai masa proportional
thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi. Mereka sudah
mampu berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis, menyintesis, mampu
berpikir abstrak dan berpikir reflektif serta memecahkan berbagai persoalan.
Erick Homburger Erikson merupakan salah seorang tokoh psikoanalisis
pengikut Sigmund Freud. Ia memusatkan studinya terhadap perkembangan
psikososial. Ada delapan tahap perkembangan psikososial, yaitu :
♦ Tahap I : Basic Trust vs Mistrust (0 – 1 tahun)
Anak mendapat rangsangan dari lingkungan. Bila dalam merespon rangsangan
anak mendapat pengalaman yang menyenangkan akan tumbuh rasa percaya
diri, sebaliknya menimbulkan rasa curiga
♦ Tahap 2 : Autonomy vs Shame & Doubt (2 – 3 tahun)
Anak sudah harus mampu menguasai kegiatan meregang atau melemaskan
seluruh otot-otot tubuhnya. Bila sudah merasa mampu menguasai anggota
tubuh bias menimbulkan rasa otonomi, sebaliknya bila lingkungan tidak
memberi kepercayaan atau terlalu banyak bertindak untuk anak akan
menumbuhkan rasa malu dan ragu-ragu.
♦ Tahap 3 : Initiative vs Guilt (4 – 5 tahun)
Pada masa ini anak harus dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari ikatan
orang tua, anak harus dapat bergerak bebas dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua menimbulkan rasa untuk
berinisiatif, sebaliknya menimbulkan rasa bersalah.
Berbagai perkembangan yang terjadi pada anak usia dini diperoleh melalui
kematangan dan belajar. Perkembangan karena faktor belajar dapat terjadi dalam
berbagai situasi lingkungan dimana terjadi interaksi anak dengan manusia (orang
dewasa, teman dan adik) dan dengan lingkungan alam sekitar. Pemahaman konsep
tentang bagaimana anak belajar pada berbagai kondisi lingkungan tersebut dapat
ditelaah dan digambarkan melalui psikologi belajar. Belajar pada dasarnya
merupakan proses perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen sebagai
hasil interaksi individu (anak) dengan lingkungannya. Dalam proses interaksi
dengan lingkungan, banyak konsep psikologi belajar memberikan penjelasan dari
berbagai perspektif sesuai kajian para ahli, termasuk tentang bagaimana cara anak
usia dini melakukan aktivitas yang dinamakan belajar tersebut. Menurut Morris L.
Bigge dan Murice P Hunt (1980 : 226-227) ada tiga rumpun teori belajar yang
memberikan penjelasan tentang bagaimana belajar itu terjadi, yaitu teori disiplin
mental, behaviorisme dan cognitive gestalt field.
Kajian Kebijakan Kurikulum PAUD – Tahun 2007 14
1) Menurut rumpun teori disiplin mental, dari kelahirannya atau secara herediter,
anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Belajar merupakan upaya untuk
mengembangkan potensi-potensi tersebut. Ada beberapa teori yang termasuk
rumpun disiplin mental yaitu : disiplin mental theistic, disiplin mental
humanistic, naturalisme dan apersepsi.
Teori disiplin mental theistic berasal dari psikologi daya. Menurut teori ini,
individu atau anak mempunyai sejumlah daya mental seperti untuk mengamati,
menanggap, mengingat, berpikir, memecahkan masalah, dan sebagainya.
Belajar merupakan proses melatih daya-daya tersebut. Bila daya-daya tersebut
terlatih maka dengan mudah dapat digunakan untuk menghadapi atau
memecahkan berbagai masalah. Teori disiplin mental humanistic bersumber
pada psikologi humanisme klasik dari Plato dan Aristoteles. Teori ini hampir
sama dengan teori pertama bahwa anak memiliki potensi-potensi. Potensi-
potensi perlu dilatih agar berkembang. Perbedaannya dengan teori disiplin
mental theistic, teori ini menekankan bagian-bagian, latihan bagian atau aspek
tertentu. Teori disiplin mental humanistic lebih menekankan keseluruhan,
keutuhan. Pendidikannya menekankan pendidikan umum (general eduation).
Kalau seseorang menguasai hal-hal yang bersifat umum akan mudah ditransfer
atau diaplikasikan kepada hal-hal lain yang bersifat khusus.
Teori naturalisme atau natural unfoldment atau self actualization. Teori ini
berpangkal dari psikologi naturalisme romantic dengan tokoh utamanya Jean
Jecques Rousseau. Sama dengan kedua teori sebelumnya bahwa anak
mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan. Kelebihan dari teori ini adalah
mereka berasumsi bahwa individu bukan saja mempunyai potensi atau
kemampuan untuk berbuat atau melakukan berbagai tugas, tetapi juga memiliki
kemauan dan kemampuan untuk belajar dan berkembang sendiri. Agar anak
dapat berkembang dan mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya,
pendidik atau guru perlu menciptakan situasi yang permisif, yang jelas. Melalui
situasi demikian, ia dapat belajar sendiri dan mencapai perkembangan secara
optimal.
Teori belajar yang keempat adalah teori apersepsi, disebut juga Herbartisme,
bersumber pada psikologi strukturalisme dengan tokoh utamanya Herbart.
Menurut aliran ini belajar adalah membentuk masa apersepsi. Anak
mempunyai kemampuan untuk mempelajari sesuatu. Hasil dari suatu perbuatan
belajar disimpan dan membentuk suatu masa apersepsi dan masa apersepsi ini
digunakan untuk mempelajari atau mengasai pengetahuan selanjutnya.
Demikian seterusnya, semakin tinggi perkembangan anak, semakin tinggi pula
masa apersepsinya.
2) Rumpun atau kelompok teori belajar yang kedua adalah Behaviorisme, yang
biasa disebut S-R Stimulus-Respon. Kelompok ini mencakup tiga teori yaitu S-
R Bond, Conditioning, Reinforcement. Kelompok teori ini berangkat dari
asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki atau membawa potensi apa-
apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang
berasal dari lingkungan. Lingkungan, apakah lingkungan keluarga, sekolah
atau masyarakat, lingkungan manusia, alam, budaya, religi yang
3) Rumpun yang ketiga adalah cognitive gestalt field. Teori belajar dari rumpun
ini adalah teori insight. Aliran ini bersumber dari psikologi gestalt field.
Menurut teori ini belajar adalah proses mengembangkan insight atau
pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi apabila
individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada
dalam lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt field melihat
bahwa belajar itu merupakan perbuatan yang bertujuan, eksploratif, imajinatif,
4. Landasan Sosio-Antropologi
Perkembangan anak pada berbagai dimensi perkembangan tidak pernah terlepas
dasi konteks kehidupan sosial dan kultural yang melatar belakanginya. Lingkungan
kehidupan sosial dan kultur yang ada di sekitar anak akan memberikan pengaruh pada
proses belajar anak dan perubahan potensi sebagai hasil dari proses belajar itu sendiri.
Kehidupan sosio-kultural yang paling dekat dengan anak adalah lingkungan keluarga,
a. Kurikulum PAUD
Kurikulum PAUD bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak (the
whole child) agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh seuai kultur,
budaya, dan falsafah suatu bangsa. Anak dapat dipandang sebagai individu yang baru
mulai mengenal dunia. Ia belum mengetahui tatakrama, sopan-santun, aturan, norma,
etika, dan berbagai hal tentang dunia. Ia juga sedang belajar berkomunikasi dengan
orang lain dan belajar memahami orang lain. Anak perlu dibimbing agar mampu
memahami berbagai hal tentang dunia dan isinya. Ia juga perlu dibimbing agar
memahami berbagai fenomena alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan
yang dibutuhkan untuk hidup di masyarakat. Interaksi anak dengan benda dan dengan
orang lain diperlukan untuk belajar agar anak mampu mengembangkan kepribadian,
watak, dan akhlak yang mulia. Usia dini merupakan saat yang amat berharga untuk
menenamkan nilai-nilai nasionalisme, kebangsaan, agama, etika, moral, dan sosial
yang berguna untuk kehidupannya dan strategis bagi pengembangan suatu bangsa.
b. Pembelajaran PAUD
Pembelajaran bersifat holistik dan terpadu. Pembelajaran mengembangkan semua
aspek perkembangan, meliputi (1) moral dan nilai-nilai agama, (2) sosial- emosional,
(3) kognitif (intelektual), (4) bahasa, (5) Fisik-motorik, (6) Seni. Pembelajaran bersifat
terpadu yaitu tidak mengajarkan bidang studi secara terpisah. Satu kegiatan dapat
menjadi wahana belajar berbagai hal bagi anak. Bermain sambil belajar, dimana esensi
bermain menjiwai setiap kegiatan pembelajaran amat penting bagi PAUD. Esensi
bermain meliputi perasaan senang, demokratis, aktif, tidak terpaksa, dan merdeka
menjadi jiwa setiap kegiatan. Pembelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa
sehingga menyenangkan, membuat anak tertarik untuk ikut serta, dan tidak terpaksa.
Guru memasukkan unsur-unsur edukatif dalam kegiatan bermain tersebut, sehingga
anak secara tidak sadar telah belajar berbagai hal.
Materi pembelajaran PAUD juga amat variatif. Ada pendapat yang menyatakan
bahwa PAUD hanya mengembangkan logika berpikir, berperilaku, dan berkreasi.
Adapula yang menyatakan bahwa PAUD juga mempersiapkan anak untuk siap belajar
(ready to learn); yaitu siap belajar berhitung, membaca, menulis. Ada pula yang
menyatakan bahwa materi pembelajaran bebas, yang penting PAUD mengembangkan
aspek moral-agama, emosional, sosial, fisik-motorik, kemampuan berbahasa, seni, dan
intelektual. PAUD membimbing anak yang premoral agar berkembang ke arah moral
realism dan moral relativism. Pembelajaran membimbing anak dari yang bersifat
egosentris-individual, ke arah prososial, dan sosial-komunal. Pembelajaran juga
melatih anak menganal jati dirinya (self identity), menghargai dirinya (self esteem),
dan kemampuan akan dirinya (self efficacy). Banyak pertanyaan dari guru dan
orangtua tentang bolehkan mengajarkan anak berhitung, membaca, dan menulis.
Bukannya tidak boleh mengajarkan semua itu, tetapi yang penting ialah anak sudah
siap dan guru menggunakan cara-cara yang sesuai untuk belajar anak.
d. Asesmen Otentik
Untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan belajar anak usia dini digunakan
Asesmen Otentik. Melalui pemantauan secara terus menerus, dalam berbagai konteks,
dan berdasarkan apa yang dapat dikerjakan dan dihasilkan anak, guru dan orangtua
dapat memberi bantuan belajar yang pas sehingga anak dapat belajar secara optimal.
Oleh karena itu asesmen otentik dilakukan secara terus menerus bersamaan dengan
kegiatan pembelajaran. Hasil karya anak, hasil pengamatan guru, dan informasi dari
orangtua diperlukan untuk memotret perkembangan belajar anak. Berbagai teknik dan
instrumen asesmen, seperti catatan anekdot (anecdotal record), catatan narative
(narrative record), catatan cepat (running record), sample kegiatan (event sampling),
dan dengan portofolio digunakan untuk memantau perkembangan anak.
e. Pemanfaatan Teknologi
Pemanfaatan teknologi untuk optimalisasi pembelajaran anak di era global juga
disertakan untuk membekali para calon guru bagaimana menggunakan teknologi
canggih untuk membelajarkan anak. Salah satu ciri masyarakat modern ialah melek
teknologi. Untuk itu sejak anak-anak mereka perlu diperkenalkan dengan produk
teknologi agar dapat beradaptasi secara aman dan ketertarikan untuk
mengembangkannya kelas. TV, Video, Radio, Kalkulator, Kulkas, Kompor gas,
Kamera, Dispenser, Mobil, Motor, dan Komputer merupakan barang keseharian yang
dijumpai anak. Untuk mengenalkan teknologi kepada anak, sekolah perlu bekerjasama
dengan orangtua dan masyarakat di sekitar sekolah. Pengenalan teknologi diharapkan
akan memberi wawasan dan juga menarik anak untuk mengembangkan cita-cita
(learning to be) untuk menjadi ahli dalam teknologi atau ahli dalam bidang tertentu.
Sesuai dengan bakat dan minatnya kelak anak ada yang menjadi ahli pertanian, ahli
komputer, ahli radio, ahli motor bakar, dan sebagainya. Produk teknologi, di samping
segi positifnya, juga memiliki segi negatif bila tidak digunakan dengan benar. Banyak
acara TV, program tayangan dalam bentuk VCD, DVD program dan internat yang
tidak baik untuk anak usia dini. Untuk itu guru dan orangtua perlu memahami
Kajian Kebijakan Kurikulum PAUD – Tahun 2007 22
bagaimana cara menggunakan produk teknologi dengan benar agar tidak memberi efek
negatif pada anak.
f. Kerjasama Sekolah-Masyarakat
Institusi dan Guru PAUD tidak bias bekerja sendiri, tetapi harus menjalin
kerjasama yang baik dengan berbagai elemen, baik dengan kelompok profesional
PAUD, dengan orangtua anak, dengan doketer atau Puskesmas, Posyandu, dan dengan
masyarakat. Sekolah amat terbatas dalam memberikan layanan pendidikan kepada
anak. Peranan orangtua dan masyarakat di sekitar sekolah maupun secara luas amat
diperlukan. Untuk itu kerjasama antar guru di dalam satu sekolah, dalam profesi, dan
kerjasama dengan orangtua dan masyarakat sangat diperlukan. Berbagai fasilitas yang
ada di masyarakat, seperti kebun, perikanan, pertanian, bengkel, perpustakaan, bank,
stasiun kereta api, dan instansi lainnya sangat penting untuk PAUD. PAUD sebaiknya
memberi kaya pengalaman belajar pada anak dengan multikonteks seperti tersebut.
Trilogi pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan
merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Oleh
karena itu kerjasama yang baik ketiga unsur tersebut dalam PAUD sangat diperlukan
a) Komponen Administratif
Lingkungan ruangan diperhitungkan pada pusat perhatian anak serta menghindari
hal-hal yang akan mengganggunya. Daerah antara ruangan dibatasi secara jelas yang
seringkali dengan pembatas yang tinggi. Perlengkapan ruangan ditata berdasarkan
penajaman pada beberapa pusat perhatian serta terdiri bahan-bahan unidimensional
model yang menyajikan program tersendiri sesuai sasaran dan melayani satu bentuk
kegiatan ekspresi tertentu (misalnya bahasa).
Staf berkedudukan sebagai perencana dan pengendali berbagai situasi lingkungan.
Berbagai aktivitas yang dilakukan orang dewasa hampir seluruhnya digambarkan
sebagai miniatur tingkah laku. Pengajaran dilakukan langsung secara ekspositori pada
sejumlah unit kecil dari bahan-bahan materi yang diperoleh dari tugas-tugas besar dan
berjenjang (sequensial).
b) Aktivitas Pendidikan
Berbagai aktivitas yang berorientasi pada tujuan dirancang untuk mencapai
pembelajaran budaya secara khusus (biasanya budaya akademik yang alamiah). Materi
pembelajaran yang sama seringkali menjadi harapan untuk dikuasai oleh seluruh
murid. Berbagai aktivitas dihasilkan oleh bentuk pengajaran langsung yang dilakukan
guru, misalnya melalui latihan atau drill. Strategi pemberian motivasi dilakukan
dengan menggunakan sistem insentif. Pengelompokan anak disusun berdasarkan
kelompok homogen dari segi kemampuan yang dimiliki anak. Pengelompokan anak
disusun berdasarkan kelompok homogen dari segi kemampuan yang dimiliki anak.
c) Evaluasi Program
Program dianggap berhasil jika anak-anak memiliki prestasi belajar secara khusus
yang seringkali bersifat akademik seperti persipan untuk mengikuti sekolah
selanjutnya.
3) Model Interaksi
Model pengembangan kurikulum ini didasarkan pada konsep teori Piaget. Model
ini beranggapan bahwa perkembangan anak merupakan hasil perpaduan antara
heriditas dan pengaruh lingkungan. Perkembangan akan terjadi pada seseorang ketika
orang melakukan pengorganisasian diri yang dicapai pada tahap optimal oleh peristiwa
yang dieksperientasikan.
a) Komponen Administratif
Lingkungan ruangan dirancang untuk memberikan keuntungan pada anak-anak
dalam mencapai berbagai aktivitas. Pusat-pusat pembelajaran lebih dibatasi
dibandingkan dengan model pematangan tetapi anak-anak dapat berinteraksi antara
berbagai pusat pembelajaran. Perlengkapan pada setiap ruangan terdiri atas berbagai
bahan multi dimensi yang dapat dipergunakan anak melakukan eksplorasi,
memecahkan persoalan serta menemukan berbagai cara mengembangkan gagasan
Pasal 30
(1) Pendidik pada TK/RA sekurang-kurangnya terdiri atas guru kelas yang
penugasannya ditetapkan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai
dengan keperluan.
Pasal 38
(1) Kriteria untuk menjadi kepala TK/RA meliputi:
a. Berstatus sebagai guru TK/RA;
b. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di
TK/RA; dan
d. Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang
pendidikan.
C. Landasan Empirik
Anak-anak memiliki berbagai kebutuhan mulai dari kebutuhan dasar sampai
kebutuhan lanjut, sebagaimana diungkapkan dalam teori Maslow. Anak-anak yang
berangkat ke sekolah dalam kondisi kenyang, cukup tidur dan istirahat, serta batin
yang senang menunjukkan motivasi belajar yang tinggi, aktif, dan ceria. Sebaliknya
anak-anak yang ke sekolah dalam kondisi lapar, kurang tidur, atau sedang galau
batinnya menunjukkan motivasi yang rendah, tidak aktif, dan pemurung. Oleh karena
itu orangtua, satuan PAUD, dan Pemerintah perlu memperhatikan dan memastikan
bahwa kebutuhan dasar anak terpenuhi. Di satuan PAUD yang memberi jaminan anak-
anak memperoleh makanan dan minuman yang cukup dan bergizi menunjuk-kan anak-
anak tampak lebih sehat, aktif, dan motivasi belajarnya tinggi.
Berbagai penelitian PAUD telah dilakukan untuk mengungkap bagaimana
pendidikan yang baik bagi anak usia dini. Penelitian Erikson mengungkapkan bahwa
perlakuan terhadap anak usia dini memiliki efek jangka panjang. Perlakuan yang baik
yang sesuai keinginan anak pada usia satu tahun akan menyebabkan anak berkembang
Kajian Kebijakan Kurikulum PAUD – Tahun 2007 28
menjadi orang yang mampu mempercayai orang lain, dan sebaliknya jika perlakuan
tidak menyenangkan akan menyebabkan anak tidak mempercayai orang lain. Banyak
kasus di TK di mana anak-anak yang dicaci hasil karyanya di depan kelas
menyebabkan anak-anak tersebut ngambek tidak mau masuk kelas atau mau masuk
kelas tetapi harus ditunggui oleh orangtuanya. Untuk itu pada tahap awal, guru harus
mampu menyakinkan setiap anak bahwa ia diterima, disayangi, dan dilindungi
sehingga ia merasa aman dan nyaman agar anak dapat mengaktualisasikan potensinya
dengan baik.
Stimulasi yang tepat atau sesuai dengan perkembangan anak akan merangsang
anak untuk belajar, menumbuhkan rasa ingin tahu, dan mengaktifkan fungsi-fungsi
otaknya. Di satuan PAUD yang senantiasa menghadirkan obyek belajar yang menarik,
seperti anak ayam, anak kucing, menanam biji dan mengamati bagaimana ia tumbuh
menjadikan anak-anak bersemangat melakukan kegiatan, banyak bertanya, dan
menimbulkan rasa ingin tahu. Sebaliknya jika kegiatan yang sama dan diulang-ulang
akan membuat anak cepat bosan dan ingin keluar dari kegiatan yang dilakukan. Oleh
karena itu kegiatan yang konkret, hands on, menarik dan menantang akan
menstimulasi anak untuk aktif berpikir dan terlibat.
Bantuan orangtua, terutama ibu dalam kegiatan belajar anak sangat penting bagi
pendidikan anak usia dini. Rene Spitz membandingkan dua kelompok anak yang
diasuh di taman pengasuhan anak di penjara dan taman pengasuhan anak hilang dan
yatim piatu. Kedua kelompok mendapat makanan, pakaian, dan pemeriksaan
kesehatan. Perbedaan antara keduanya adalah pada sentuhan kasih sayang ibu. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak-anak di panti asuhan yatim piatu dan anak hilang
memperlihatkan perkembangan fisik, emosi, dan mentalnya kalah jauh dengan anak
panti asuhan penjara. Mereka belum bisa berjalan dan berbicara dengan baik pada usia
tiga tahun. Hal ini menunjukkan bahwa asuhan, kasih sayang, dan stimulasi amat
penting bagi perkembangan anak.
Anak-anak dapat belajar kecakapan hidup menuju kemandirian jika dilatih dengan
baik. Anak-anak TK Montessori di Amerika Serikat dilatih dengan baik kecakapan
hidup yang diperlukan untuk hidup sehari-hari. Anak-anak belajar memakai dan
menali sepatu, memakai celana dan baju dengan memasang kancing dan menutup
resleting (zipper). Mereka juga dilatih makan dan minum, membersihkan dan
merapikan diri serta memakai berbagai peralatan sederhana. Ternyata hasilnya anak-
anak cepat mandiri dan mampu menolong dirinya sendiri.
A. Kajian Dokumen
Dokumen yang dikaji dalam kegiatan ini mencakup :
1. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi PAUD TK/RA (Puskur, 2004)
2. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi TK/RA (Direktorat TK/SD, 2005).
3. Acuan Menu Pembelajaran Generik (Direktorat PAUD, 2002).
4. Standar Perkembangan Dasar PAUD (Draft PAUD 2006)
5. Standar Perkembangan Anak Lahir s/d 6 Tahun (Draft 17 Nop 2006).
6. Kerangka Dasar Kurikulum PAUD (Draft 17 Nop 2006)
7. Pedoman Pengembangan Silabus di TK/RA (2005).
8. Pedoman Pembelajaran di TK/RA (2005)
9. Pedoman Penilaian di TK (2005).
10. Dokumen PKB TK (1994)
Kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator juga sama, hanya ada sedikit perbedaan
pada rumusan indikator dan peristilahan dalam mengelompokkan aspek
perkembangan. Aspek perkembangan dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pada
dokumen No.1, aspek perkembangan Moral dan nilai-nilai Agama; Sosial, Emosional
dan Kemandirian dikelompokkan ke dalam pembentukan perilaku dan pembiasaan;
pada dokumen No.2 kedua aspek tersebut dikelompokkan ke dalam bidang
pengembangan pembiasaan. Sedangkan aspek perkembangan berbahasa, kognitif,
B. KAJIAN LAPANGAN
Komponen-komponen yang terkait dengan kajian lapangan adalah hal-hal yang terkait
dengan Kurikulum 2004 Standar Kompetensi, Pedoman Pengembangan Silabus,
Pedoman Pembelajaran, dan Pedoman Penialian termasuk alat dan cara penilaian,
tema, SKM, SKH, program pembelajaran di taman penitipan anak, dan penanganan
Kajian Kebijakan Kurikulum PAUD – Tahun 2007 33
anak berkebutuhan khusus. Berikut ini digambarkan hasil kajian pelaksanaan di
lapangan berbagai dokumen.
2. Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran terbagi dalam dua aspek, pertama bidang pengembangan
pembiasaan dan kedua pengembangan kemampuan dasar yang terdiri atas
kemampuan berbahasa, kognitif, sain, fisik-motorik, dan seni
4. Tema
Dalam pengembangan tema-tema pembelajaran, masih ditemukan kurangnya
pemahaman guru dalam mengembangkan subtema yang sesuai dengan kondisi
sekolah masing-masing. Disamping itu, para guru juga mengalami kesulitan
menghubungkan tema dengan indikator (dari Hasil Belajar dan Kompetensi Dasar)
bidang pengembangan. Terlebih lagi jika acuan yang dipergunakan dalam
mengembangkan tema adalah acuan menu pembelajaran yang belum memberikan
ilustrasi pengembangan silabusnya.
C. PEMBAHASAN
Dokumen PAUD yang berkaitan dengan Kurikulum 2004 Standar Kompetensi,
Pedoman Pengembangan Silabus, Pedoman Pembelajaran dan Pedoman Penilaian
banyak digunakan di lembaga PAUD formal (TK/RA) sedangkan Menu Pembelajaran
Generik digunakan di lembaga PAUD non formal (Kelompok Bermain dan Taman
Penitipan Anak). Persoalan dasarnya dokumen tersebut dibuat oleh banyak Tim dari
berbagai otoritas seperti Puskur, Direktorat TK-SD serta Direktorat PAUD. Sebagai
akibatnya banyak hal yang berbeda dari berbagai dokumen tersebut untuk aspek yang
sama. Perbedaan tesebut terjadi karena belum adanya ”blueprint” yang sama yang
menjadi acuan bersama pengembangan PAUD di Indonesia. Untuk itu diperlukan
suatu kerjasama antar otoritas tersebut (Puskur, Direktorat PAUD, Direktorat TK-SD,
Direktorat Dikti, serta Direktorat Mapenda) untuk menyusun suatu dokumen
”INDUK” pengembangan PAUD di Indonesia yang menjadi dasar bersama seluruh
institusi pengembangan PAUD dan Pendidikan Guru-PAUD. Buku ”INDUK” tersebut
tentu dilandasi oleh berbagai acuan dasar seperti filosofi pengembangan manusia
Indonesia seutuhnya sebagaimana termaktub dalam GBHN, hasil-hasil penelitian
tentang perkembangan anak Indonesia di berbagai aspek perkembangan, serta analisis
kondisional PAUD di Indonesia.
Dokumen PAUD yang banyak jumlahnya tersebut berbeda-beda karena mangacu pada
referensi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu ada keseragaman acuan,
khususnya tentang bidang pengembangan anak usia dini di Indonesia. Diperlukan
penelitian tentang perkembangan anak Indonesia pada umumnya dan tiap daerah dan
suku khususnya agar PAUD memiliki acuan yang lebih sesuai dengan perkembangan
anak Indonesia. Kesalahan dalam penentuan perkembangan anak Indonesia
menyebabkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang disusun tidak valid
karena tidak sesuai dengan kondisi riil anak Indonesia.
Banyak guru dan lembaga PAUD formal (TK/RA) dan PAUD non formal(TPA dan
KB) tidak menerima dan mempelajari berkas Kurikulum secara utuh. Ada yang hanya
memperoleh Kurikulum (Standar Kompetensi) saja, Pedoman Pengembangan Silabus
saja, atau Pedoman Penilaian saja. Sebagai akibatnya pemahaman akan kurikulum
bersifat parsial. Di samping itu naskah dan perubahan kurikulum beserta perangkat
untuk implementasinya memerlukan penjelasan lebih lanjut melalui sosialisasi kepada
lembaga dan guru PAUD. Sebagai akibatnya, banyaknya naskah PAUD menimbulkan
kebingungan bagi para guru. Untuk itu, naskah yang ada perlu disertai penjelasan dan
contoh yang konkrit di samping adanya program sosialisasi.
A. Kesimpulan
1. Pada ketiga dokumen, yaitu Kurikulum 2004 Standar Kompetensi TK/RA versi
Puskur dan versi Direktorat TK/SD serta Menu Pembelajaran Generik terdapat 6
(enam) aspek perkembangan yang sama substansinya, yaitu Moral dan Nilai-nilai
Agama; Sosial, Emosional dan Kemandirian; Berbahasa; Kognitif; Fisik/ motorik;
dan Seni. Namun ada sedikit perbedaan pada pengelompokan aspek
perkembangan.
¾ Aspek perkembangan dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pada dokumen
versi Puskur, aspek perkembangan Moral dan Nilai-nilai Agama; Sosial,
Emosional dan Kemandirian dikelompokkan ke dalam Pembentukan Perilaku
dan Pembiasaan. Sedangkan versi Direktorat TK/SD kedua aspek
perkembangan tersebut dikelompokkan ke dalam Bidang Pengembangan
Pembiasaan. Aspek perkembangan berbahasa, kognitif, fisik/motorik, dan seni
pada kedua dokumen (versi Puskur dan Direktorat) dikelompokkan ke dalam
Kemampuan Dasar.
¾ Secara substansi aspek perkembangan pada Menu Pembelajaran Generik sama
dengan aspek perkembangan pada Kurikulum 2004 Standar Kompetensi
(dokumen versi Puskur dan versi Direktorat TK/SD), tetapi ada perbedaan
dalam perumusan kemampuan, yaitu pada Menu Pembelajaran Generik hanya
ada indikator kemampuan yang sudah disusun secara bergradasi sesuai dengan
usia perkembangan anak (lahir s.d. 6 tahun) pada masing-masing bidang
pengembangan. Sedangkan pada Kurikulum 2004 terdapat kompetensi dasar,
hasil belajar, dan indikator. Di samping itu, pada menu pembelajaran generik
juga memuat program layanan kesehatan dan gizi anak dini usia (lahir – 6
tahun) yang mencakup Gizi Seimbang dan Deteksi Dini Pertumbuhan Anak.
2. Urutan kompetensi pada Kurikulum 2004 Standar Kompetensi TK/RA belum
tersusun secara gradual (berurutan) sesuai tahapan perkembangan anak khususnya
dalam bidang kognitif, sains, matematika dan seni. Disamping itu juga belum
sesuai dengan landasan teoritis (landasan psikologis), terutama dalam hal
penyusunan gradasi perkembangan dan lingkup perkembangan.
3. Dalam Standar Kompetensi TK/RA terdapat tumpang tindih (overlapping) antara
kompetensi pada bidang pengembangan fisik motorik dengan bidang
pengembangan seni.
4. Kompetensi (indikator) anak usia dini pada dokumen Menu Pembelajaran Generik
dari Direktorat PAUD sudah tersusun secara gradual berdasarkan usia anak.
Namun belum tersusun sesuai dengan aspek perkembangan dan tahapan
perkembangan pada setiap bidang pengembangan.
5. Dokumen Kurikulum 2004 Standar Kompetensi dari direktorat TK SD, belum
diungkapkan konsep yang lengkap tentang bidang pengembangan yang mencakup
pengertian, tujuan, ruang lingkup dan struktur kompetensi pada masing-masing
bidang pengembangan. Demikian juga yang dikeluarkan oleh Puskur dan
direktorat PAUD.
B. Rekomendasi
1. Jangka Pendek
a. Naskah akademik PAUD seharusnya disusun dalam naskah tersendiri sehingga
menjadi landasan yang kuat untuk pengembangan 8 (delapan) Standar Nasional
Pendidikan untuk PAUD.
b. Perlu segera dituntaskan naskah SKAU (SKL PAUD) dan SIP (SI PAUD) yang
didasarkan pada landasan akademik (landasan teoritis) & hasil kajian lapangan.
c. Perlu dilakukannya riset perkembangan anak usia dini Indonesia sebagai acuan
empirik dalam menyusun SKAU dan SIP.
d. Perlu dilakukan revisi terhadap kerangka dasar kurikulum PAUD dan judulnya
sebaiknya diubah menjadi Panduan/Pedoman Penyelenggaraan PAUD sesuai
dengan isinya.
e. Dokumen Standar Perkembangan Anak Lahir – 6 Tahun PAUD perlu
diperbaikai secara menyeluruh dan disesuaikan dengan naskah akademik
(tinjauan teoritik).
f. Dokumen pedoman pengembangan silabus untuk PAUD seharusnya menjadi
bagian dari dokumen standar proses pembelajaran yang mencakup (1)
perencanaan proses pembelajaran, yang meliputi pengembangan tema dan
jaringannya, penyusunan silabus pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan tematik, dan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, (2)
pelaksanaan proses pembelajaran yang disesuaikan dengan acuan
pengembangan proses pengembangan yang dilakukan masing-masing satuan
pendidikan anak usia dini, (3) Standar proses pembelajaran TK dapat
mengakomodasi dokumen pembelajaran di TK dan dokumen perencanaan dan
proses pembelajaran di TK.
2. Jangka Panjang
a. Perlu adanya buku “INDUK” yang merupakan “blueprint” pengembangan
pendidikan anak usia dini di Indonesia. Buku ini menjadi acuan bagi semua
instansi terkait seperti Direktorat TK SD, Direktorat PAUD, dan Puskur serta
Perguruan Tinggi dalam merancang dan mengembangkan PAUD.
Bodrova, E. & Leong, L. J. (1996). Tools of the Mind: A Vygotskian approach to early
childhood education. Englewood Cliffs, NJ: Merrill Publishing Company.
Black, J. et all. (1995). The Young child: Development from Birth through Age Eight. New
York: Merrill Publishing Co.
Brazelton, T. Berry. (199). How the brain and mind develop in the first five years. New
York, NY: Batam Books.
Buzan, T. (1989). Use both sides of your brain. New York, NY: Penguin Book.
Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (2002). Acuan Menu Pembelajaran Pada
Pendidikan Anak Dini Usia. Jakarta: Diektorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah
Dan Pemuda.
Gallagher, J.M. & Reid, D.K. (1981). The Learning Theory of Piaget and Inhelder.
Monterey, CA: Brooks/Cole.
Isenberg, J.P. & Jalongo, M.R. (1993). Creative Expression and Play in The Early
childhood Curriculum. New York: Macmillan Publishing Co.
Meliala, A. (2004). Anak ajaib: temukan dan kembangkan keajaiban anak anda melalui
kecerdasan majemuk. Yogyakarta: PT Andi.
Piaget, J. (1970). The Science of Education and the Psychology of the Child. NY:
Grossman.
Puckett, M. B & Black, J. K. (1994). Authentic Assessment of The Young Child. New
York: Macmillan College Publishing Company.
Semiawan, C. R. Dan Alim, Dj. (2002). Petunjuk layanan dan pembinaan kecedersan
anak. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Slamet Suyanto (2005). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi.
Slamet Suyanto (2005). Pembelajaran Untuk Anak TK. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.
Sugeng Santoso (2002). Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Yayasan Citra Pendidikan
Indonesia.
Wolfinger, D.M. (1994). Science and Mathematics in Early Childhood Education. New
York: Harper Collins College Publisher.