You are on page 1of 54

Masa demokrasi terpimpin (1957-1965) dimulai dengan tumbangnya demokrasi parlementer atau demokrasi liberal yang ditandai pengunduran

Ali Sastroamidjojo sebagai perdana mentri. Namun begitu, penegasan pemberlakuan demokrasi terpimpin dimulai setelah dibubarkannya badan konstituante dan dikeluarkannya dekrit presiden 5 Juli 1959. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh sila keempat Pancasila. Namun oleh Presiden Soekarno diartikan terpimpin mutlak oleh presiden (penguasa).Hal yang paling mendasari pembentukan demokrasi terpimpin adalah kepribadian Soekarno dan militer yang dituangkan dalam suatu konsepsi. Konsepsi tentang suatu sistem yang asli Indonesia. Namun sistem ini ditolak oleh Hatta karena dikawatirkan bahwa hal ini akan kembali pada sistem tradisional yang feodal, otokratis, dan hanya dipakai demi kepentingan raja. Pada bulan 5Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Presiden Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden. Soekarno juga membubarkan Konstituante yang ditugasi untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang baru, dan sebaliknya menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan "Kembali ke UUD' 45". Soekarno memperkuat tangan Angkatan Bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme, agama (Islam) dan komunisme yang dinamakan NASAKOM.

Dominasi presiden, Presiden Soekarno berperan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan. 2) Terbatasnya peran partai politik.
1)

3) Meluasnya peran militer sebagai unsur politik.

4) Berkembangnya pengaruh Partai Komunis Indonesia

Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan. Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara. Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.

Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka. Kebebasan partai dibatasi

Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.
Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.

Kebijakan Pemerintah Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 A. Pembentukan MPRS B. Pembentukan DPAS C. Pembentukan Kabinet Kerja D. Pembentukan Front Nasional E. Penataan Organisasi Pertahanan dan Keamanan F. Penyederhanaan Partai-partai Politik G. Penyederhanaan Ekonomi

Sesuai dengan diktum dekrit, maka Presiden Soekarno membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara berdasarkan Penpres no.2 tahun 1959. Seluruh anggota MPRS tidak diangkat melalui pemilihan umum, tetapi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan 3 syarat, yaitu : Setuju kembali kepada UUD 1945 Setia kepada perjuangan RI Setuju kepada manifesto politik Dalam siding-sidangnya, MPRS telah mengeluarkan beberapa kebijakan penting seperti : 1. Penetapan manifesto politik RI sebagai bagian dari GBHN 2. Penetapan Garis-garis Besar Pembangunan Nasional Berencana tahap 1 (1961-1969) 3. Menetapkan Presidan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup

DPAS dibentuk oleh Presiden Soekarno, dan diketuai langsung oleh Presiden sendiri, dan yang menjadi wakil ketua adalah Ruslan Abdul Gani

Kabinet kerja dipimpin oleh Presiden Soekarno sebagai Perdana Menteri dan Ir. Juanda sebagai menteri pertama

Front Nasional merupakan lembaga ekstra parlementer yang dibentuk dengan tujuan : Menyelesaikan revolusi nasional Indonesia Melaksanakan pembangunan semesta nasional Mengembalikan Irian Jaya ke wilayah RI

Penataan ini meliputi digabungkannya TNI dan Polri kedalam satu wadah yaitu ABRI, sehingga dengan demikian ABRI terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian

Penyederhanaan yang dimaksud adalah pembubaran partai-partai politik yang tidak sesuai dengan Penpres no.7 tahun 1959

Pembentukan Depernas Melakukan Devaluasi mata uang rupiah Mengeluarkan peraturan dibidang eksporimpor (peraturan 26 mei) Mengeluarkan Deklarasi Ekonomi (Dekon) Membentuk Badan Musyawarah Pengusaha Swasta Nasional (Bamunas)

Kedudukan Presiden Pembentukan MPRS Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR-GR Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara Pembentukan Front Nasional Pembentukan Kabinet Kerja Keterlibatan PKI dalam Ajaran Nasakom Adanya ajaran RESOPIM Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Pentaan Kehidupan Partai Politik Arah Politik Luar Negeri

Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.

Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partaipartai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR. Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat : Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik. Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil golongan. Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden selanjutnya menyatakan pembubaran DPR dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Dimana semua anggotanya ditunjuk oleh presiden. Peraturan DPRGR juga ditentukan oleh presiden. Sehingga DPRGR harus mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR. Tugas DPR GR adalah sebagai berikut. Melaksanakan manifesto politik Mewujudkan amanat penderitaan rakyat Melaksanakan Demokrasi Terpimpin

Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.3 tahun 1959. Lembaga ini diketuai oleh Presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri atas satu orang wakil ketua, 12 orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah. Pelaksanaannya kedudukan DPAS juga berada dibawah pemerintah/presiden sebab presiden adalah ketuanya. Hal ini disebabkan karena DPAS yang mengusulkan dengan suara bulat agar pidato presiden pada hari kemerdekaan RI 17 AGUSTUS 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No.1 tahun 1960. Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.

Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuannya adalah menyatukan segala bentuk potensi nasional menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh Presiden Sukarno sendiri. Tugas front nasional adalah sebagai berikut. Menyelesaikan Revolusi Nasional Melaksanakan Pembangunan Mengembalikan Irian Barat

Tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk kabinet Kerja. Sebagai wakil presiden diangkatlah Ir. Juanda. Hingga tahun 1964 Kabinet Kerja mengalami tiga kali perombakan (reshuffle). Program kabinet ini adalah sebagai berikut. Mencukupi kebutuhan sandang pangan Menciptakan keamanan negara Mengembalikan Irian Barat.

Perbedaan ideologi dari partai-partai yang berkembang masa demokrasi parlementer menimbulkan perbedaan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdampak pada terancamnya persatuan di Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin pemerintah mengambil langkah untuk menyamakan pemahaman mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menyampaikan ajaran NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis). Tujuannya untuk menggalang persatuan bangsa. Bagi presiden NASAKOM merupakan cerminan paham berbagai golongan dalam masyarakat. Presiden yakin bahwa dengan menerima dan melaksanakan Nasakom maka persatuan Indonesia akan terwujud. Ajaran Nasakom mulai disebarkan pada masyarakat. Dikeluarkan ajaran Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan Presiden sebab jika menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden. Kelompok yang kritis terhadap ajaran Nasakom adalah kalangan cendekiawan dan ABRI. Upaya penyebarluasan ajaran Nasakom dimanfaatkan oleh PKI dengan mengemukakan bahwa PKI merupakan barisan terdepan pembela NASAKOM. Keterlibatan PKI tersebut menyebabkan ajaran Nasakom menyimpang dari ajaran kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis. Selain itu PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. PKI berhasil meyakinkan presiden bahwa Presiden Sukarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.

Tujuan adanya ajaran RESOPIM (Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan Pimpinan Nasional) adalah untuk memperkuat kedudukan Presiden Sukarno. Ajaran Resopim diumumkan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16. Inti dari ajaran ini adalah bahwa seluruh unsur kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, dijiwai oleh sosialisme, dan dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden Sukarno. Dampak dari sosialisasi Resopim ini maka kedudukan lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara ditetapkan dibawah presiden. Hal ini terlihat dengan adanya pemberian pangkat menteri kepada pimpinan lembaga tersebut, padahal kedudukan menteri seharusnya sebagai pembantu presiden.

TNI dan Polri disatukan menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas 4 angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Masingmasing angkatan dipimpin oleh Menteri Panglima Angkatanyang kedudukannya langsung berada di bawah presiden. ABRI menjadi salah satu golongan fungsional dan kekuatan sosial politik Indonesia.

Pada masa demokrasi Parlementer, partai dapat melakukan kegiatan politik secara leluasa. Sedangkan pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan partai dibatasi oleh penetapan presiden No. 7 tahun 1959. Partai yang tidak memenuhi syarat, misalnya jumlah anggota yang terlalu sedikit akan dibubarkan sehingga dari 28 partai yang ada hanya tinggal 11 partai. Tindakan pemerintah ini dikenal dengan penyederhanaan kepartaian. Pembatasan gerak-gerik partai semakin memperkuat kedudukan pemerintah terutama presiden. Kedudukan presiden yang kuat tersebut tampak dengan tindakannya untuk membubarkan 2 partai politik yang pernah berjaya masa demokrasi Parlementer yaitu Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Alasan pembubaran partai tersebuat adalah karena sejumlah anggota dari kedua partai tersebut terlibat dalam pemberontakan PRRI dan Permesta. Kedua Partai tersebut resmi dibubarkan pada tanggal 17 Agustus 1960.

Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces) Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negaranegara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme. Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negaranegara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim). Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom PenhHanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke negara-negara komunis.

Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo. Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut. Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia. Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris. Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.

Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyekproyek besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing. Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur. Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin. Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju. GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945 baik dalam skala nasional dan internasional.

Presiden Soekarno yang mengeluarkan dekrit presiden 5 Juli 1959 yang dimaksudkan untuk melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan baik di Indonesia malah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD 1945. Menurut kami demokrasi terpimpin tidak cocok diterapkan di Indonesia, karena sebagian besar kebijakan yang dikeluarkan presiden (dekrit presiden 5 Juli 1959) banyak yang bertentangan dengan UUD 1945. Di Indonesia semua masyarakat menggunakan UUD 1945 sebagai peraturan mereka di Indonesia. Jika demokrasi terpimpin diterapkan akan sangat bertentangan dengan peraturan UUD 1945 yang dipatuhi oleh seluruh masyarakat Indonesia. Kehidupan partai pun menjadi terbatas akibat demokrasi terpimpin yang menyerahkan semua keputusan-keputusan kepada Kepala Negara / Presiden saja. Masyarakat pun tidak dapat berpartisipasi dalam kegiatan politik dan tidak bisa menyatakan pendapat secara bebas karena semua diputuskan secara langsung oleh presiden. Masyarakat bisa saja merasa tidak adil terhadap keputusan presiden dan dapat menimbulkan konflik antara presiden dan masyarakat

Demokrasi adalah Dimana kekuasaan eksekutif diserahkan kepada suatu badan yang disebut cabinet( dewan Menteri ). Sedangkan menterimenteri bertanggung jawab kepada parlemen (badan legislatif). Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil susah dicapai. Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undangundang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum islam. Demokrasi Parlementer, adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.

Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala negara dikepalai oleh presiden/raja. Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi berdasarkan undang-unadang. Perdana menteri memiliki hak prerogratif(hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif. Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif. Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.

Kepala pemerintahan dipilih oleh parlemen Sebagian besar dari anggota pemerintah adalah juga anggota parlemen Rakyat dapat menjalankan fungsi pengawasan dan peranannya dalam penyelenggaraan pemerintah Negara.

Kedudukan badan eksekutif tidak stabil,dimungkinkan karena penghentian di tengah jalan oleh lembaga legislatif setiap saat sehingga dapat menimbulkan krisi cabinet dan pemerintah tidak dapat menyelesaikan program-programnya. mengarah ke pemerintahan yang kurang stabil

Pada sistem ini bentuk negara berubah menjadi RIS dan UUD 1945 berubah menjadi Konstitusi RIS, hal ini berlangsung tanggal 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950 saat berlakunya UUDS. . Penerapan UUDS 1950 tidak bertahan lama, hal ini ditandai dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kita kembali ke UUD 1945. Dengan kita melaksanakan UUD 1945 tersebut, maka berakhirlah Demokrasi Parlementer.

Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Presiden pun hanya sebagai simbol dari sebuah Negara. parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Mosi tidak percaya adalah sebuah prosedur parlemen yang digunakan kepada parlemen oleh parlemen oposisi dengan harapan mengalahkan atau mempermalukan sebuah pemerintahan. Berbeda dengan sistem presidensil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Demokrasi parlementer ini tidak cocok digunakan di Indonesia karena tidak adanya kerja sama antara presiden dan perdana menteri. Indonesia lebih cocok dalam sistem Presidensial di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan. Presiden pun hanya sebagai symbol padahal seharusnya tugas dari seorang presiden adalah mengatur seluruh masyarakat di Negaranya.

Istilah Orde Baru yang memisahkan dari Orde Lama muncul pada waktu diselenggarakan Seminar II TNI / AD di SESKOAD Bandung pada tanggal 23 31 April 1966. Orde Baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat., bangsa, dan negara yang diletakkan kembali kepada kemurnian Pancasila dan UUD 1945.

Dalam pidato kenegaaraan tahun 1976 dikatakan bahwa Orde Baru lahir dengan tekad untuk meluruskan kembali sejarah bangsa dan negara dengan berlandaskan pada falsafah dan moral Pancasila serta melalui jalan yang selurus-lurusnya seperti yang ditunjukkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Digaris bawahi, Orde Baru merupakan koreksi total terhadap segala macam penyimpangan sejarah bangsa Indonesia di masa lampai sejak tahun 1945 sampai 1965. Selain itu, ditekadkan juga bahwa Orde Baru memelihara dan memperkuat hal-hal yang benar dan lurus dari pengalaman dan hasil sejarah kita dalam masa yang lampau.

a. Stabilitas ekonomi Pada permulaan orde baru, program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.

Pelaksanaan pembangunan orde baru bertumpu kepada program yang dikenal dengan sebutan Trilogi Pembangunan Yaitu sebagai berikut : Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

b. Stabilitas Politik Tahun 1971 pemerintah melemparkan gagasan penyederhanaan Parpol dengan melakukan pengelompokkan parpol. Hasilnya, parpol Islam seperti NU, Parmusi, PSII, dan Perti tergabung dalam kelompok Persatuan Pembangunan. Partaipartai nasionalis seperti Partai Katolik, Parkindo, PNI, dan IPKI tergabung dalam kelompok Demokrasi Pembangunan. Selain kedua kelompok tersebut ada pula kelompok Golongan Karya (Golkar) yang semula bernama Sekber Golkar. Pengelompokkan tersebut secara formal berlaku pula di lingkungan DPR dan MPR

Memasuki tahun 1973 parpol-parpol melakukan fusi kelompok Persatuan Pembangunan sejak 5 Januari 1973 berganti nama menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kelompok demokrasi pembangunan pada tanggal 10 Januari 1973 berganti nama menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Disamping melakukan penyederhanaan partai politik, pemerintah Orba melaksanakan indoktrinasi idiologi. Penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 telah melahirkan tragedi G 30 S. Upaya lain ditempuh oleh Orba untuk menciptakan stabilitas politik adalah dengan menempatkan peran ganda ABRI atau yang dikenal dengan Dwifungsi ABRI. Peran ganda itu adalah peran hankam dan sosial.

Orde Baru memberikan kemajuan yang pesat di Indonesia dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Menurut kami cocok diterapkan di Indonesia karena dapat mensejahterakan rakyat.

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang dihayati oleh bangsa dan negara Indonesia yang dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila.

Kedaulatan ada di tangan rakyat. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban. Menghargai hak asasi manusia.

Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak. Tidak menganut sistem monopartai. Pemilu dilaksanakan secara luber. Mengandung sistem mengambang. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.

Krisis moneter. Akibat menggunungnya hutang luar negeri Indonesia dalam bentuk dollar, mayoritas pinjamannya berbentuk komersial, dan berjangka pendek ( short term ) serta jatuh temponya hampir bersamaan, maka permintaan dollar sangat tinggi. Hukum ekonomi berlaku bahwa bila permintaan ( demand ) naik, maka harga ( price ) juga mengalami kenaikan. Periode tahun 1997-1998 dollar bahkan pernah mencapai Rp 20.000,00 per US$.

Pengunduran Diri Presiden Soeharto Hari Kamis, tanggal 21 mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan secara resmi pengunduran dirinya. Wakil Presiden B. J. Habibie diambil sumpahnya untuk menggantikan posisi kepemimpinan nasional di Indonesia di hadapan Ketua MA dan Ketua serta Wakil ketua DPR / MPR.

Orde Reformasi juga sama bagusnya dengan Orde Baru, hanya amat disayangkan dengan adanya hutang yang sangat besar yang menyebabkan pengunduran diri Presiden Soeharto dari jabatannya. Semenjak peristiwa itu, Indonesia hingga saat ini terus mengalami kemunduran.

You might also like