You are on page 1of 14

COPIE RESEP (SALINAN RESEP) Copie resep ialah salinan tertulis dari suatu resep yang dibuat oleh

apotik. Istilah lain dari copie resep (salina resep) ialah apograph, Exemplum, afschrift, Selain memuat semua keterangan yang termuat dalam resep asli, copie resep harus memuat pula: 1. Nama dan alamat apotik 2. Nama dan Nomor SIK APA 3. Tanda tangan atau paraf APA 4. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan, atau tanda nedet (ne detur) untuk obat yang belum diserahkan. 5. Nomor resep dan tanggal pembuatan. Copie resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Copie resep diberikan jika : - Pasien memintanya atau menginginkannya - Pasien baru mengambil sebagian obatnya, atau dokter menuliskan petunjuk da in dimidio/d.i.d atau da in duplo/d.i.2.pl - Dalam resep tercantum iter yang artinya pasien tersebut harus mengulangi penembusan obat setelah resep pertama habis dikonsumsi Contoh copie resep dapat dilihat dibawah ini. Opium Resep Opium Resep ialah resep dimana salah satu obat/bahan obatnya tergolong narkotika. Resep yang mengandung obat narkotika tidak boleh diulangi penyerahan obatnya atas dasar resep yang sama, kecuali dengan resep baru dari dokter, dan setiap resep yang mengandung narkotika alat penderita harus diketahui dengan jelas. Untuk menghindari kekeliruan, resep ini diberi tanda khusus. Cito Resep Cito resep ialah resep dimana dokter menginginkan pengobatan dengan segera, karena keadaan penderita. Resep semacam ini harus didahulukan penyelenggaraannya dari resep lain. Tanda-tanda yang biasa digunakan dan ditulis pada bagian kanan sebelah atas blanko resep yang terdiri dari: (1) Cito = segera (2) Urgent = penting (3) Statim = penting (4) P.I.M = Periculum in mora = berbahaya bila ditunda Cito resep juga termasuk oba-obat tertentu yang penggunaannya segera dilakukan yaitu obat yang digunakan untuk antidotum penawar racun dan obat untuk luka

bakar. ETIKET Setelah obatnya selesai dibuat dan telah diperiksa kembali kemudian dimasukkan kedalam wadah yang telah ditempeli etiket sesuai dengan aturanpemakaian yang tertera dalam resep. Etiket obat berdasarkan resep dokter terdiri dari: a. Etiket berwarna putih; untuk obat yang digunakan sebagai obat dalam (peroral) b. Etiket warna biru; untuk obat yang digunakan sebagai obat luar. Pada sebuah etiket obat berdasarkan resep dokter harus memuat hal hal sbb: a. Nama,alamat,dan No.SIA apotik b. Nama/SIPA apoteker pengelola apotik. c. No.resep, nama kota, tanggal pembuatan obat. d. Nama penderita e. Aturan pakai yang jelas f. Paraf pembuatan obat A. Apotek 1. Definisi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/Per/X/1993, Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (4). Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas dasar resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Sediaan farmasi meliputi obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika (1,4). 2. Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam : a. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. c. Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. d. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

e. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1965 mengenai Apotek. f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.889/Menkes/ Per/V/2011 tentang Registrasi Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian . g. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/ Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. h. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/ SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. i. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/ SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/Per/X/1993. 3. Tugas dan Fungsi Apotek Tugas dan fungsi apotek berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 adalah sebagai berikut : a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata (6). (KFN) (Ka DinKes Kabupaten/Kota) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002, personil apotek terdiri dari : 1) Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek (SIA). 2) Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping APA dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotek. 3) Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di Apotek lain. 4) Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker. Pengelolaan Apotek Pengelolaan apotek merupakan segala upaya dan kegiatan yang dilakukan oleh seorang apoteker dalam rangka memenuhi tugas dan fungsi apotek.

Pengelolaan apotek sepenuhnya berada ditangan apoteker, oleh karena itu apoteker harus mengelola secara efektif sehingga obat yang disalurkan kepada masyarakat akan lebih dapat dipertanggung jawabkan, karena kualitas dan keamanannya selalu terjaga. Pengelolaan apotek dibedakan atas:16 a. Pengelolaan teknis farmasi Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/2002, Bab VI pasal 10, dibidang kefarmasian pengelolaan apotek meliputi: 1) Pembuatan, pengelolaan, peracikan, perubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat 2) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya 3) Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi: a) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat b) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya, mutu obat dan perbekalan lainnya.

Hal lainnya yang harus diperhatikan dalam pengelolaan apotek adalah: 1) Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin 2) Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena suatu hal tidak dapat digunakan atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang telah ditetapkan oleh BPOM. b. Pengelolaan non teknis farmasi Pengelolaan ini meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, personalia, kegiatan material (arus barang) dan bidang lainnya yang berhubungan dengan apotek (5,7). 9. Pelayanan Apotek Pelayanan dapat diartikan sebagai kegiatan atau keuntungan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat tidak kasat mata dan tidak berujung pada kepemilikan. Dengan semakin meningkatnya persaingan pasar banyak perusahaan mengembangkan strategi jitu dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, salah satunyaadalah dengan memberikan pelayanan prima yaitu jika perlakuan yang diterima oleh pelanggan lebih baik daripada yang diharapkan, maka hal tersebut dianggap merupakan pelayanan

yang bermutu tinggi. Supaya pelayanan prima dapat selalu diwujudkan suatu perusahaan dalam hal ini adalah apotek, maka perlu ditetapkan standar pelayanan farmasi di apotek. Tujuan dari standar pelayanan ini adalah: a. Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional b. Melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar c. Pedoman dalam pengawasan praktek apoteker d. Pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/ SK/2004 pelayanan kesehatan meliputi : a. Pelayanan resep 1) Skrining resep a) Persyaratan administratif, seperti : nama, SIK, dan alamat dokter; tanggal penulisan resep, nama, alamat, umut, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian serta informasi lainnya. b) Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. c) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lainlain) 2) Penyiapan obat a) Peracikan yang merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. b) Etiket harus jelas dan dapat dibaca c) Kemasan obat yang diserahkan harus rapi dan cocok sehingga terjaga kualitasnya. d) Penyerahan obat pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep dan penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. e) Apoteker harus memenuhi informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

f) Apoteker harus memberikan konseling kepada pasien sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien. Konseling terutama ditujukan untuk pasien penyakit kronis (hipertensi, diabetes melitus, TBC, asma dan lain-lain) g) Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat. b. Promosi dan edukasi Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang ingin melakukan upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit yang ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan ini. c. Pelayanan residensial (home care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan penyakit kronis. Untuk kegiatan ini, apoteker harus membuat catatan pengobatan pasien (medication record) (2). Obat Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dalam Bab I pasal 1 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan (6). e. Obat Psikotropika Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, dalam Bab I pasal 1 Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.925/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No.1 ,yang termasuk dalam Obat Wajib Apotek Golongan 1 sebagai berikut : 1. Aminophylline 2. Benzoxonium 3. Benzocain 4. Bromhexin 5. Centrimide 6. Chlorhexidin 7. Cholinetheophyllinate 8. Dexbromoheniramine maleate 9. Dipheenhydramine 10. Docusate Sodium 11. Hexetidine 12. Ibuprofen

13. Lidocain 14. Mebendazol 15. Oxymetazoline 16. Theophylline 17. Tolnaftate 18. Triprolidine Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.924/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib No.2 yang termasuk dalam Obat Wajib Apotek Golongan 2 sebagai berikut : 1. Albendazol 2. Bacitracin 3. Benorilate 4. Bismuthsubcitrate 5. Carbinoxamin 6. Clindamicin 7. Dexametason 8. Dexpanthenol 9. Diclofenac 10. Diponium 11. Fenoterol 12. Flumetason 13. Hydrocortison Butyrat 14. Ibuprofen 15. Isoconazol 16. Ketokonazole 17. Levamizole 18. Methylprednisolon 19. Niclosamide 20. Omeprazole Dalam rangka mempermudah pengawasan penggunaan Narkotika di wilayah Indonesia maka Pemerintah menetapkan PT. Kimia Farma sebagai satu-satunya perusahaan yang diizinkan untuk memproduksi, mengimpor dan mendistribusikan narkotika di Indonesia. Pengelolaan narkotika meliputi kegiatan: a. Pemesanan narkotika Pemesanan narkotika hanya dapat dilakukan oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma. Pesanan narkotika bagi apotek ditandatangani oleh APA dengan menggunakan surat pesanan rangkap empat, dimana tiap jenis pemesanan narkotika menggunakan satu surat pesanan yang dilengkapi dengan nomor SIK apoteker dan stempel apotek b. Penyimpanan narkotika Narkotika yang berada di apotek wajib disimpan secara khusus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam UU No. 35 tahun 2009 pasal 14 ayat (1). Adapun tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/per/1978 pasal 5 yaitu apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat khusus tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Harus seluruhnya terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat 2) Harus mempunyai kunci ganda yang kuat 3) Dibagi menjadi 2 bagian, masing-masing bagian dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garamgaramnya serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari 4) Apabila tempat tersebut berukuran 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat pada tembok dan lantai. 1) Apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/1978 dan harus dikunci dengan baik. 2) Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan 3) Anak kunci lemari khusus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang diberi kuasa 4) Lemari khusus diletakkan di tempat yang aman dan tidak boleh terlihat oleh umum c. Pelayanan resep mengandung narkotika pasal 6 Peraturan Menteri Kesehatan RI No.28/Menkes/Per/I/1978 Apotek hanya melayani pembelian narkotika berdasarkan resep dokter dengan ketentuan berdasarkan surat edaran BPOM No.336/EE/SE/1977 antara lain dinyatakan: 1) Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat (2) undang-undang no. 9 tahun 1976 tentang narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali 2) Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep aslinya 3) Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika d. Pelaporan narkotika Berdasarkan Undang-Undang No. 35 tahun 2009 Pasal 14 ayat (2) dinyatakan bahwa industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah,

apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran arkotika yang berada dalam penguasaannya. Laporan tersebut meliputi laporan pemakaian narkotika dan laporan pemakaian morfin dan petidin. Laporan harus di tandatangani oleh apoteker pengelola apotek dengan mencantumkan SIK, SIA, nama jelas dan stempel apotek, kemudian dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Republik Indonesia Propinsi setempat dengan tembusan kepada: 1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 2) Balai POM setempat 3) Penanggung jawab narkotika PT. Kimia Farma Tbk 4) Arsip Laporan yang ditandatangani oleh APA meliputi: 1) Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika 2) Laporan penggunaan bahan baku narkotika 3) Laporan khusus penggunaan morfin dan petidin Laporan narkotika tersebut dibuat setiap bulannya dan harus dikirim selambatlambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. e. Pemusnahan narkotika Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 Pasal 9 disebutkan bahwa pemegang izin khusus dan atau APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat. Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika disebutkan bahwa pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal: 1) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi 2) Kadaluarsa 3) Tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan 4) Berkaitan dengan tindak pidana Berdasarkan Pasal 61 Undang-Undang No. 22 Tahun 1997, pemusnahan narkotika dilaksanakan oleh pemerintah, orang atau badan usaha yang bertanggung jawab atas produksi dan atau peredaran narkotika, sarana kesehatan tertentu serta lembaga ilmu

pengetahuan dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Pelaksanaan pemusnahan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi persyaratan pada apotek adalah sebagai berikut: 1) Bagi apotek di tingkat propinsi, pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh petugas dari Balai POM setempat. 2) Bagi apotek di tingkat Kabupaten/Kota pemusnahan disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II. Pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan paling sedikit 3 rangkap. Berita acara pemusnahan tersebut memuat: 1) Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan 2) Nama pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek 3) Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut 4) Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan 5) Cara pemusnahan 6) Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi f. Pelanggaran terhadap ketentuan pengelolaan narkotika Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan pelaporan narkotika dapat dikenai sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan, yang berupa: teguran, peringatan, denda administratif, penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin(8,9). Pengelolaan Psikotropika Psikotropika menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1997 merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan : a. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. b. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berhasiat pengobatan digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. c. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.

d. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan untuk terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Ruang lingkup pengaturan psikotropik dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 adalah segala yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi yang mengakibatkan ketergantungan. Tujuan dari pengaturan psikotropika ini sama dengan narkotika, yaitu: a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika c. Memberantas peredaran gelap psikotropika. kegiatan2 psikotropikan meliputi a. pemesanan Tata cara pemesanan obat-obat psikotropika sama dengan pemesanan obat lainnya yakni dengan surat pemesanan yang sudah ditandatangani oleh APA yang dikirim ke pedagang besar farmasi (PBF). Pemesanan psikotropika tidak memerlukan surat pemesanan khusus dan dapat dipesan apotek dari PBF atau pabrik obat. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 pasal 12 ayat (2) dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pelayanan resep. Satu lembar surat pesanan psikotropika dapat terdiri dari satu jenis obat psikotropika. b. Penyimpanan psikotropika Sampai ini penyimpanan untuk obat-obatan golongan psikotropika belum diatur dengan suatu perundang-undangan. Namun karena obat-obatan psikotropika ini cenderung untuk disalahgunakan, maka disarankan agar menyimpan obat-obatan psikotropika tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus yang terpisah dengan obat-obat lain, tidak harus dikunci dan membuat kartu stok psikotropika. c. Penyerahan psikotropika Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pasien berdasarkan resep dokter. d. Pelaporan psikotropika apotek yang bersangkutan, disaksikan oleh petugas yang ditunjuk Kepala POM setempat. Pada pemusnahan tersebut wajib dibuat berita acara

pemusnahan dengan menggunakan formulir model APT 8, sedangkan pemusnahan obatobatan golongan narkotik dan psikotropika wajib mengikuti ketentuan perundangundangan yang berlaku. b. Pemusnahan obat dan resep Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993 pasal 17 ayat 2 menyebutkan bahwa resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 280 tahun 1981 tentang ketentuan dan tata cara pengelolaan apotek pada pasal 7 ayat 3 dan 4 menyebutkan bahwa resep yang telah disimpan lebih dari 3 tahun tersebut dapat dimusnahkan dengan cara di bakar atau dengan cara lain yang lebih memadai. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek atau apoteker pengganti dibantu oleh sekurang-kurangnya seorang karyawan apotek yang bersangkutan dan harus dibuat berita acara pemusnahan sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam empat rangkap serta ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek dan petugas apotek yang melakukan pemusnahan resep tersebut. 17. Pelanggaran Apotek Berdasarkan berat ringannya pelanggaran, maka pelanggaran di apotek dapat dikategorikan dalam 2 macam. Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat di apotek meliputi : a. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi b. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpanan obat palsu atau gelap c. Pindah alamat apotek tanpa izin d. Menjual narkotika tanpa resep dokter e. Kerjasama dengan PBF dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar f. Tidak menunjuk apoteker pendamping atau apoteker pengganti pada waktu APA keluar daerah. Kegiatan yang termasuk pelanggaran ringan apotek meliputi : a. Tidak menunjuk Apoteker pendamping pada waktu APA tidak bisa hadir pada jam buka apotek (apotek yang buka 24 jam) b. Mengubah denah apotek tanpa izin c. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak d. Melayani resep yang tidak jelas dokternya e. Menyimpan obat rusak, tidak mepunyai penandaan atau belum dimusnahkan f. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada

g. Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh apoteker h. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain i. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat j. Resep narkotika tidak dipisahkan k. Buku narkotika tidak diisi atau tidak dapat dilihat atau diperiksa l. Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal usul obat tersebut. Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 dan Permenkes No.922/MENKES/PER/X/1993 adalah : a. Peringatan secara tertulis kepada APA secara 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan SIA disampaikan lagsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat. c. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah dipenuhi (5). Tugas dan Tanggung Jawab Personil Apotek a. Pemimpin Apotek Pemimpin Apotek Kimia Farma No. 202 adalah seorang Apoteker Pengelola Apotek yang telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Apotek (SIA). APA bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan apotek dan bertindak sebagai MAP yang memiliki kemampuan untuk merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengawasi jalannya apotek. Tugas dan Fungsi Apoteker Pengelola Apotek : 1) Melaksanakan visi, misi, dan tujuan 2) Melaksanakan business plan dan strategic plan 3) Mengarahkan dan mengelola kegiatan penjualan apotek untuk mencapai target yang telah ditetapkan. 4) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program kerja pada setiap fungsi yang ada di apotek. Wewenang dan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek:

Menentukan arah/kebijakan terhadap seluruh kegiatan yang ada di apotek. 2) Memutuskan pemecahan masalah yang dihadapi bawahan untuk memastikan adanya peningkatan kemampuan dan kompetensi bawahan. 3) Mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan di apotek. b. Asisten Apoteker Tugas Asisten Apoteker adalah sebagai berikut: 1) Mengatur, mengontrol dan menyusun penyimpanan obat dan perbekalan farmasi lainnya sesuai dengan bentuk dan jenis barang yang disusun secara alfabetis. 2) Menerima resep dan memeriksa keabsahan dan kelengkapan resep sesuai dengan peraturan kefarmasian. 3) Memeriksa ketersediaan obat dan perbekalan farmasi lainnya berdasarkan resep yang diterima. 4) Memberikan harga pada setiap resep dokter yang masuk. 5) Melayani dan meracik obat sesuai dengan resep dokter antara lain menghitung dosis obat untuk racikan, menimbang bahan, meracik, mengemas obat dan memberikan etiket. 6) Membuat kuitansi atau salinan resep untuk obat yang hanya diambil sebagian atau bila diperlukan oleh pasien. 7) Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan, jumlah obat, nama, nomor resep dan cara pemakaian. 8) Melakukan pemeriksaan akhir terhadap hasil penyiapan obat. 9) Menyerahkan obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada pasien dan memberikan penjelasan tentang penggunaan obat atau informasi lain yang dibutuhkan. 10) Mencatat masuk dan keluarnya obat pada kartu stok barang. 11) Melakukan pelayanan informasi mengenai cara pemakaian obat melalui penyerahan obat dari asisten apoteker kepada pelanggan. c. Bagian Kasir Tugas dan fungsi bagian kasir : 1) Menerima dan mengeluarkan uang sesuai dengan fisiknya. 2) Memelihara dan menjaga keamanan dari resiko kehilangan, kerusakan uang. 3) Melaporkan semua hasil penjualan harian baik tunai ataupun kredit. 4) Menyerahkan uang hasil penjualan tunai kepada kasir besar disertai bukti penyetoran.

1)

4. Kegiatan Apotek Kegiatan utama yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma No. 202 meliputi kegiatan teknis kefarmasian maupun kegiatan non teknis kefarmasian. a. Kegiatan Teknis Kefarmasian Kegiatan Teknis Kefarmasian yang dilakukan di apotek meliputi pengadaan, penyimpanan, peracikan, penjualan obat dan perbekalan farmasi lainnya serta pengelolaan psikotropika dan narkotika. 1) Pengadaan barang Pengadaan barang baik berupa obat dan perbekalan farmasi dilakukan oleh seorang asisten apoteker yang bertanggung jawab kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA). Pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 202 dilakukan melalui Bisnis Manajer. Permintaan barang dilakukan dari masing-masing apotek di bawah Bisnis Manajer dengan cara mengisi lembar Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) kemudian dikirim secara online dan akan terbaca secara otomatis di komputer Bisnis Manajer. Kemudian bagian pembelian melakukan pemesanan kepada PBF. Barang yang dipesan oleh apotek akan diantar langsung oleh PBF yang bersangkutan ke apotek pemesan. Apotek pelayanan dapat melakukan pembelian mendesak jika obat atau perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera tetapi tidak ada persediaan. Akan tetapi hal ini tetap harus dikomunikasikan dengan bagian pembelian di BM. Khusus untuk pengadaan narkotika, pengadaan dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan melalui surat pesanan. Pembelian obat dan perbekalan farmasi lainnya tidak saja berasal dari PBF Kimia Farma tetapi juga dari PBF atau distributor resmi/berizin lainnya. Adapun dasar pemilihan PBF atau distributor adalah sebagai berikut: a) Ketersediaan barang. b) Kualitas barang yang dikirim dapat dipertanggungjawabkan. c) Besarnya potongan harga (diskon) yang diberikan. d) Kecepatan pengiriman barang yang tepat waktu. e) Cara pembayaran tunai atau kredit. Prosedur pembelian barang melalui BM:

Bagian pembelian di BM mengumpulkan data barang yang harus dipesan berdasarkan permintaan dari masing-masing apotek. Pemesanan dilakukan oleh BM setiap hari kecuali hari Minggu. b) Bagian pembelian BM membuat surat pesanan yang berisi nama distributor, nama barang, kemasan, jumlah barang, dan potongan harga yang kemudian ditandatangani oleh bagian pembelian dan Apoteker Pengelola Apotek. Surat pesan dibuat rangkap dua untuk dikirim ke distributor dan arsip bagian pembelian. c) Setelah membuat surat pesanan, bagian pembelian langsung memesan barang ke distributor. Apabila pesanan dilakukan mendadak maka bagian pembelian akan melakukan pemesanan dengan langsung mengambil barang ke tempat distributor d) PBF akan mengantar langsung barang yang dipesan oleh apotek yang bersangkutan dan setelah barang yang dipesan datang dilakukan penerimaan dan pemeriksaan nama, kemasan, jumlah dan kondisi barang serta dilakukan pencocokan antara faktur dan salinan faktur dengan surat pesanan yang meliputi nama, kemasan, jumlah, harga barang serta nama distributor. Kemudian faktur ditandatangani dan diberi stempel apotek. Faktur asli diserahkan kembali kepada petugas pengantar barang atau distributor untuk kemudian dijadikan bukti pada waktu pembayaran. Salinan faktur umumnya berjumlah 3 lembar, 1 lembar disimpan oleh apotek sebagai arsip, sedangkan 2 lembar disimpan untuk kepentingan administrasi dan pembayaran hutang dagang. 2) Penyimpanan barang

a)

Apotek Kimia Farma No. 202 melakukan penyimpanan barang di ruang peracikan dan di tempat penjualan bebas. Untuk obat-obat yang dapat dibeli bebas diletakkan di swalayan farmasi ataupun dibelakang kasir. a) Penyimpanan di ruang peracikan Penyimpanan obat atau perbekalan farmasi di ruang peracikan dilakukan oleh asisten apoteker. Setiap pemasukan dan penggunaan obat/barang harus diinput ke dalam komputer dan untuk ketelitian sebaiknya dicatat pada kartu stok yang meliputi tanggal pengisian/pengambilan, nomor dokumennya, jumlah barang yang diisi/diambil, sisa barang

dan paraf petugas yang melakukan pengisian/pengambilan barang. Kartu stok ini diletakkan di masing-masing obat/barang. Setiap asisten apoteker bertanggung jawab terhadap stok barang yang ada di lemari. Penyimpanan barang disusun berdasarkan kelas terapi, jenis sediaan, bentuk sediaan dan alfabetis. Penyimpanan obat/barang di ruang peracikan disusun sebagai berikut: (1) Lemari penyimpanan obat ethical. (2) Lemari penyimpanan obat psikotropika. (3) Lemari penyimpanan obat generik. (4) Lemari penyimpanan bahan baku. (5) Obat narkotika disimpan dalam lemari khusus yang terkunci. (6) Lemari penyimpanan sediaan sirup atau suspensi. (7) Lemari penyimpanan obat tetes/drops, salep dan tetes mata. (8) Lemari penyimpanan ampul, syringe dan infus. (9) Lemari es untuk penyimpanan obat yang termolabil seperti suppositoria, serum dan vaksin. b) Penyimpanan obat/barang yang dapat dibeli bebas Obat/barang yang dapat dibeli secara bebas disimpan di rak-rak penjualan obat bebas swalayan farmasi disamping ruang tunggu pasien ataupun dibelakang kasir. Pengaturan penyimpanannya didasarkan pada bentuk dan jenis sediaan serta kegunaannya agar memudahkan petugas dalam mengambil obat/barang yang diinginkan oleh pembeli 3) Penjualan Penjualan yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma No. 202 meliputi: a) Penjualan obat tunai dengan resep dokter Penjualan obat dengan resep tunai dilakukan terhadap pelanggan yang langsung datang ke apotek untuk menebus obat yang dibutuhkan dan dibayar secara tunai. Prosedur pelayanan resep tunai adalah sebagai berikut: (1) Asisten apoteker pada bagian penerimaan resep menerima resep dari pasien, lalu memeriksa kelengkapan dan keabsahan resep tersebut.

(2) Asisten apoteker akan memeriksa ada atau tidaknya obat dalam persediaan. Bila obat yang dibutuhkan tersedia, selanjutnya dilakukan pemberian harga dan diberitahukan kepada pasien. Setelah pasien setuju segera dilakukan pembayaran atas obat pada bagian counter yang dijaga oleh asisten apoteker. Bila obat hanya diambil sebagian maka petugas membuat salinan resep untuk pengambilan sisanya. Bagi pasien yang memerlukan kuitansi dapat pula dibuatkan kuitansi dan salinan resep di belakang kuitansi tersebut. (3) Resep diberi nomor urut resep. Selanjutnya nomor resep tersebut diserahkan kepada pasien untuk mengambil obat pada bagian penyerahan obat. (4) Kasir mencatat jumlah obat dalam resep dan harganya pada lembar laporan penjualan harian, kemudian resep asli diserahkan ke bagian peracikan atau penyiapan obat. Asisten apoteker pada bagian peracikan atau penyiapan obat akan meracik atau menyiapkan obat sesuai dengan resep dibantu oleh juru resep. (5) Setelah obat selesai disiapkan maka obat diberi etiket dan dikemas. (6) Sebelum obat diberikan, dilakukan pemeriksaan kembali meliputi nomor resep, nama pasien, kebenaran obat, jumlah dan etiketnya serta dilakukan pemeriksaan salinan resep sesuai resep aslinya dan kebenaran kwitansi. (7) Obat diserahkan kepada pasien sesuai dengan nomor resep. Alamat dan nomor telepon pasien dicatat, lalu pasien diberikan informasi tentang cara pemakaian obat dan informasi lain yang diperlukan pasien. (8) Lembaran resep asli dikumpulkan menurut nomor urut dan tanggal resep dan disimpan sekurangkurangnya tiga tahun. b) Penjualan obat dengan resep kredit Penjualan obat dengan resep kredit berdasarkan perjanjian kerjasama yang telah disepakati oleh suatu perusahaan/instansi dengan apotek yang pembayarannya dilakukan secara kredit melalui penagihan kepada perusahaan secara berkala. Prosedur pelayanan resep kredit pada dasarnya sama dengan pelayanan resep tunai, hanya saja pada pelayanan resep kredit terdapat beberapa perbedaan seperti: (1) Setelah resep kredit diterima dan diperiksa kelengkapannya maka tidak dilakukan penetapan harga dan pembayaran oleh pasien tetapi langsung dikerjakan oleh petugas apotek. (2) Penomoran resep kredit dibedakan dengan resep tunai. (3) Resep disusun dan disimpan terpisah dari resep tunai kemudian dikumpulkan dan dijumlahkan nilai rupiahnya berdasarkan masing-masing instansi atau perusahaan

untuk dilakukan penagihan pada saat jatuh tempo pembayaran yang telah disepakati bersama. c) Penjualan bebas Penjualan bebas yang dimaksud adalah penjualan obat dan perbekalan farmasi lainnya yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter seperti obat OTC (over the counter) baik obat bebas maupun bebas terbatas. Penjualan ini dikenal sebagai pelayanan HV (Hand Verkoop). Prosedur penjualan bebas yang dilakukan adalah sebagi berikut: (1) Petugas HV menerima permintaan barang dari pasien dan langsung menginformasikan harga. (2) Setelah disetujui oleh pembeli, pembeli langsung membayar ke kasir kecil (3) Bagian kasir menerima uang pembayaran dan membuat bukti penyerahan nota penjualan bebas. (4) Barang beserta bukti pembayaran penjualan bebas diserahkan kepada pasien (setiap pengambilan obat jadi untuk pelayanan HV maka jumlah obat yang tertera pada kartu stok harus dipotong). b. Kegiatan Non Teknis Kefarmasian Kegiatan non teknis kefarmasian yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma No. 202 hanya berupa administrasi harian dalam bentuk pembuatan laporan harian baik penjualan tunai maupun kredit, penyerahan BPBA ke BM serta memasukkan data resep tunai dan kredit. Kegiatan non teknis kefarmasian dimulai dari kegiatan pencatatan. Kegiatan pencatatan dilakukan oleh bagian administrasi dan keuangan di Bussiness Manager (BM). Kegiatan pencatatan yang dilakukan meliputi kegiatan administrasi dan keuangan. Kegiatan administrasi ditangani oleh beberapa staf administrasi dan keuangan yang bertanggung jawab kepada supervisor administrasi dan keuangan Sedangkan kegiatan keuangan ditngani oleh kasir besar. 1) Kegiatan administrasi Pembelian dilakukan oleh BM sehingga dokumen dari bagian pembelian akan dibukukan oleh tata usaha di kartu utang sebagai utang apotek. Untuk penjualan tunai maupun kredit, hasil penjualan tunai dari kasir kecil

masing-masing apotek pelayanan diserahkan ke kasir besar di BM untuk dibukukan pada buku kas. Sedangkan untuk penjualan kredit, dari masingmasing apotek pelayanan hanya menyerahkan copy kwitansi kepada bagian administrasi dan dibukukan di kartu piutang. Dalam melaksanakan tugasnya, supervisor administrasi dan keuangan dibantu oleh beberapa staf bagian: a) Administrasi Pembelian Setiap transaksi pembelian tunai maupun kredit akan dicatat oleh bagian administrasi pembelian ke dalam buku pembelian apotek setiap hari, yang kemudian di-entry datanya ke komputer. Dalam pencatatan dicantumkan nama distributor, nama faktur, nama dan jumlah barang, harga barang, tanggal pembelian dan besarnya potongan harga. b) Administrasi Penjualan Setiap penjualan tunai maupun kredit dicatat oleh bagian administrasi penjualan setiap hari berdasarkan Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH). Penjualan tunai dicatat ke dalam buku kas (jurnal umum), sedangkan penjualan kredit dicatat ke dalam laporan piutang dagang. c. admisitrasi personalia sumber daya manusia 2) Kegiatan keuangan Kegiatan keuangan ditangani oleh seorang kasir besar yang betanggungjawab langsung setiap hari, termasuk penerimaan dan pengeluaran uang. Kasir besar bekerjasama dengan bagian Tata Usaha dalam hal administrasi, pembukuan dan laporan. 5. Pengelolaan Narkotika Pengelolaan narkotika diatur secara khusus mulai dari pengadaan sampai pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat tersebut. Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 202 meliputi: a. Pemesanan narkotika Pemesanan sediaan narkotika dilakukan secara tertulis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kemudian surat pesanan narkotika yang sudah ditandatangani oleh APA dikirim ke BM. Pemesanan dilakukan ke PBF Kimia Farma selaku distributor tunggal dengan membuat surat pesanan khusus narkotika yang dibuat rangkap empat, yang masing-masing

diserahkan ke PBF yang bersangkutan (SP asli dan 2 lembar copy SP), dan satu lembar sebagai arsip apotek. b. Penerimaan narkotika Penerimaan narkotika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan c. Penyimpanan narkotika Obat-obat yang termasuk golongan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 202 disimpan dalam lemari khusus yang terkunci. d. Pelayanan narkotika Apotek Kimia Farma No. 202 hanya melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan resep yang dibuat oleh Apotek Kimia Farma No. 202 sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian obat narkotika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain. e. Pelaporan narkotika Pelaporan penggunaan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 202 dibuat setiap bulan yang meliputi laporan penggunaan sediaan jadi narkotika dan laporan penggunaan bahan baku narkotika. Laporan dibuat rangkap lima dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, alamat apotek, dan stempel apotek yang kemudian dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Kota Bogor, dengan tembusan kepada: 1) Kepala Balai Besar POM Propinsi Jawab Barat. 2) Penanggung Jawab Obat Narkotika PT. Kimia Farma Tbk. 3) Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. 4) Arsip apotek. f. Pemusnahan narkotika Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut: 1) Apoteker pengelola apotek membuat dan mendatangani surat permohonan untuk pemusnahan narkotika yang berisi antara lain jenis dan jumlah narkotika yang rusak dan atau tidak memenuhi syarat. 2) Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke Balai POM Jawa Barat. Balai POM akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan.

3) Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari Apoteker Pengelola Apotek, Asisten Apoteker, Petugas Balai POM dan Kepala Kantor Dinkes Kota Bogor. 4) Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, maka dibuat Berita Acara Pemusnahan yang berisi : a) Hari, tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya pemusnahan. b) Nama, jenis dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. c) Cara pemusnahan. d) Petugas yang melakukan pemusnahan. e) Nama dan tanda tangan Apoteker pengelola Apotek

Berita acara tersebut dikirimkan kepada: a) Kepala Balai Besar POM Propinsi Jawab Barat. b) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. c) Arsip apotek. 6. Pengelolaan Psikotropika Pengelolaan psikotropika di Apotek Kimia Farma No. 202 meliputi: a. Pemesanan psikotropika Pemesanan psikotropika di apotek Kimia Farma No. 202 dilakukan dengan pemesanan secara langsung ke PBF. Kemudian surat pesanan psikotropika di tanda tangani oleh APA setelah itu di kirim ke BM. Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang boleh berisi lebih dari satu jenis psikotropika. Surat pemesanan dibuat rangkap 2, yang masingmasing diserahkan ke PBF yang bersangkutan dan sebagai arsip di apotek b. Penyimpanan psikotropika Pemyimpanan psikotropika dilakukan dilemari khusus yang terpisah dari sediaan yang lain. c. Pelayanan psikotropika Apotek Kimia Farma No. 202 melayani resep psikotropika dari resep asli atau salinan resep yang dibuat oleh Apotek Kimia Farma No. 202 sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian psikotropika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain. d. Pelaporan psikotropika Laporan penggunaan psikotropika dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan setiap bulan. Laporan psikotropika memuat nama apotek,

nama obat, nama distributor, jumlah penerimaan, jumlah pengeluaran, tujuan pemakaian dan stok akhir. Laporan ditandatangani dilengkapi dengan nama APA dan nomor SIK, serta stempel apotek dengan tembusan kepada: 1) Kepala Balai Besar POM Propinsi Jawa Barat. 2) Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. 3) Arsip Apotek. e. Pemusnahan psikotropika Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan tata cara pemusnahan narkotika. Dalam pelaksanaannya pemusnahan psikotropika dapat dilakukan bersamaan dengan pemusnahan narkotika. Laporan : Laporan ada 3 macam yaitu Laporan Standar, Statistik / Analisa Trend dan Laporan Dengan Data Detail, Laporan Standar terdiri dari 25 macam laporan yaitu : 1. Penjualan (informasi produk produk yang dijual di group per hari), 2. Penjualan / Kategori 3. Pembelian, 4. Kredit Jatuh Tempo (untuk pembelian produk secara kredit), 5. Keuntungan, 6. Hutang, 7. Piutang, 8. Stok Reorder (untuk informasi produk produk yang harus di order ulang), 9. Stok Opname (informasi produk produk yang dikurangi atau ditambahi secara manual saat stok opname), 10. Produk Expired, 11. Data Instansi, 12. Data Dokter, 13. Komisi Per Dokter, 14. Komisi Per Obat (untuk komisi akan ada data bila di data produk diisikan persentase komisi yang harus diberikan kepada dokter yang memberikan resep produk tersebut), 15. Pasien Per Dokter, 16. Data Pelanggan, 17. Data Supplier 18. Data Produk 19. Data Racikan 20. Data Obat Sejenis 21. Retur Penjualan 22. Retur Pembelian 23. Data Nilai Produk 24. Penjualan Resep Tunai Dengan Data Nomor Resep 25. Penjualan Resep Kredit Dengan Data Nomor Resep Laporan laporan diatas bisa dibuat berdasar rentang waktu yang flexible yaitu hari ini, antara 2 tanggal atau keseluruhan data yang ada di buat laporannya.

Laporan Statistik digunakan untuk mengamati pada periode periode yang dipilih, produk produk mana saja yang jumlah jual atau nilai jualnya yang paling baik, sehingga keputusan yang tidak merugikan untuk pengadaan suatu produk bisa dilakukan dengan mempertimbangkan minat masyarakat terhadap produk berdasarkan statistik yang dihasilkan tersebut, Sedangkan Analisa Trend digunakan untuk mengamati naik turunnya jumlah atau nilai jual dari setiap produk berdasar rentang waktu yang dipilih, baik secara per minggu (pengamatan per hari), per bulan (pengamatan tiap 10 hari ) dan per tahun (pengamatan per kuartal atau per bulan) Laporan Dengan Data Detail digunakan untuk melihat data pasien/pelanggan yang di kelompokkan per Dokter atau per Instansi, berguna untuk melihat berapa banyak pasien yang di tangani seorang dokter yang praktek di apotek atau untuk klaim biaya pada instansi yang bekerja sama dengan apotek. . Stok Opname Proses Stok Opname Apotek Kimia Farma Diponegoro Samarinda Dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali, untuk semua obat, alkes dan barang-barang yang berada di swalayan Apotek. Menyesuaikan jumlah fisik barang dan jumlah pengeluaran obat berdasarkan laporan penjualan perbulan. Hasil dari stok opname diperiksa oleh pimpinan Apotek. Jika hasil stok opname sesuai maka dapat disetujui, jika tidak sesuai maka doperiksa kembali dimana letak ketidaksamaannya. Hasil stok opname yang telah disetujui. akan dikirimkan ke bisnis manager. g. Pencatatan dan Pelaporan Pada Apotek Kimia Farma Diponegoro resep yang masuk diarsipkan berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun. khusus untuk resep-resep yang mengandung narkotika atau psikotropika diarsipkan tersendiri secara terpisah dan diberi garis merah untuk narkotika dan garis biru untuk psikotropika. Pencatatan dilakukan setiap hari atas obat yang keluar atau obat yang persediaannya sudah tidak ada. Pencatatan setiap obat yang keluar dicatat di kartu stok tiap jenis obat sedangkan untuk obat yang telah habis dicatat di buku defekta.

Pelaporan di Apotek Kimia Farma Diponegoro dibagi menjadi dua, yaitu : a) Laporan harian, yaitu mencakup pendapatan harian apotek (pendapatan waktu pagi, siang, malam dibedakan) serta pengeluaran apotek yang setiap harinya Apotek Kimia Farma Diponegoro malakuka setor hasil penjualan ke BM samarinda. b) Laporan bulanan, yaitu mencakup laporan hasil penjualan, pembeliaan, stok opname serta laporan narkotika dan psikotropika. ahap pengelolaan di Apotek 1. proses penerimaan dan pencatatan 2. proses penempatan obat secara administratif dan teknis 3. proses penyimpanan di gudang 4. proses pendistribusian

Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek


Written by admin Posted July 23, 2008 at 1:28 pm

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, Ditjen Yanfar dan Alkes, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek. Hal ini sesuai dengan standar kompetensi apoteker di apotek untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Tujuan Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek disusun: 1. Sebagai pedoman praktek apoteker dalam menjalankan profesi. 2. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional 3. Melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian Pengertian 1. Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. 2. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker. 3. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika

4. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. 5. Alat kesehatan adalah bahan, instrumen aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. 6. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 7. Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek. 8. Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. 9. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien. 10. Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. 11. Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. 12. Pelayanan residensial (Home Care) adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya. PENGELOLAAN SUMBER DAYA 1. Sumber Daya Manusia Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. 2. Sarana dan Prasarana 1. Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal

ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. 2. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. 3. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. 4. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki: 1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. 2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/ materi informasi. 3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. 4. Ruang racikan. 5. Tempat pencucian alat. 6. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. 3. Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan lainnya. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out) 1. Perencanaan.Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan: 1. Pola penyakit 2. Kemampuan masyarakat. 3. Budaya masyarakat. 2. Pengadaan.Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan pediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. 3. Penyimpanan. 1. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah 2. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. 3. Wadah baru, wadah sekurang kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa. 4. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.

4. Administrasi.Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi: 1. Administrasi Umum: pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Administrasi Pelayanan: pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.

You might also like