You are on page 1of 10

SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI JAWA Pendahuluan Islam telah dikenal ke Nusantara atau Indonesia pada abad pertama Hijriyah

(abad 7 Masehi) meskipun dalam frekuensi yang tidak terlalu besar melalui jalur perdagangan para pedagang muslim yang berlayar ke kawasan ini dan singgah untuk beberapa waktu. Pengenalan Islam lebih intensif, khususnya di Semenanjung Melayu dan Nusantara berlangsung beberapa abad kemudian. Setelah itu, terjadilah interaksi yang cukup "kental" antara para pedagang Arab dan masyarakat Indonesia dalam akulturasi Bangsa Arab dengan bangsa Indonesia, melalui pendekatan ekonomi (transaksi perdagangan), penghapusan kasta-kasta dan menggantikannya ke dalam derajat yang sama, pendekatan dakwah, ikatan perkawinan dan ajaran- ajaran tasawuf. A. Bukti Pertama Islam di Jawa Rekonstruksi Sejarah Islam Di Indonesia Banyak bantahan soal masuknya Islam ke Indonesia. Mayoritas sejarawan mengungkapkan. Islam masuk di bumi Nusantara ini sejak abad ke-13 M. Pembawanya adalah para pedagang dari Gujarat, India. Sambil berdagang, mereka menyebarkan Islam ke penduduk yang mereka singgahi. Adapun, wilayah yang pertama kali disebut-sebut menerima Islam di Indonesia adalah Samudra Pasai dan Perlak di Aceh. Benarkah demikian? Pada tahun 1961, Prof Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah, yang akrab dipanggil dengan Buya Hamka, pernah menggugat masalah ini. Menurut Buya Hamka, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang dari Makkah (Arab Saudi) pada abad ke-7 Masehi atau permulaan Hijriah, yang kemudian diikuti oleh pedagang Gujarat (India) abad ke-13 M, maupun Cina pada abad ke-10 M. Mereka (Arab, Gujarat, Persia, maupun pedagang Cina). Mereka bukanlah anggota misi penyebaran Islam, namun mempunyai kewajiban untuk mengenalkan Islam pada wilayah yang mereka datangi, termasuk Indonesia. Ahmad Mansur Suryanegara, dalam bukunya Menemukan Sejarah; Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, menyatakan, pendapat Hamka tersebut lebih menekankan pada peranan utama dari para penyebar Islam di Indonesia. Pendapat Hamka ini, sejalan dengan pernyataan TW Arnold dalam The Preaching of Islam A History of the Propagantion of the Muslim Faith, dan JC van Lew dalam Indonesian Trade and Society, serta Bernard HM Vlekke dalam Nusantara A History of Indonesia, serta sejarawan dan tokoh Muslim lainnya seperti Crawfurd, Niemann, de Holander, Fazlur Rahman, dan Alwi Shihab. Menurut Hamka, masuknya Islam ke Pulau Jawa bersamaan dengan masuknya Islam ke Sumatra, pada abad ke-7 M. Pandangan ini didasarkan pada berita Cina

yang mengisahkan kedatangan utusan Raja Ta Cheh kepada Ratu Sima. Adapun Raja Ta Cheh ini, menurut Hamka, adalah Raja Arab dan khalifah saat itu adalah Muawiyah bin Abu Sufyan. Peristiwa ini terjadi pada saat Muawiyah bin Abu Sufyan melaksanakan pembangunan kembali al-mada Islam. Ruban Levy dalam Social Structure of Islam memberikan jumlah angka kapal yang dimiliki Muawiyah pada tahun 34 Hijriah atau 654/655 M sebanyak 5.000 kapal. Sedangkan bukti terbaru yang bisa dilacak dari masuknya Islam ke Indonesia adalah ditemukannya sejumlah harta kanan di perairan Cirebon oleh PT Paradigma Putera Sejahetara (PPS) sebanyak 200 ribu benda bersejarah dari badan muatan kapal tenggelam (BKMT). Dari beberapa artefak yang ditemukan tersebut, terdapat sejumlah simbol keislaman berupa cetakan teks Arab bertuliskan khat Naskhi (model Mushaf Usmani) dan lainnya. "Bukti dari Cirebon ini akan mengoreksi waktu kedatangan Islam hingga 300 tahun ke belakang." jelas Kurt Tauchman. profesor emeritus dari Departemen Antropologi Universitas Cologne, Jerman. Disebutkan, kapal yang tenggelam di perairan Cirebon ini diperkirakan terjadi pada 920-960 M. Karena itu, bukti sejarah ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang jelas tentang sejarah Islam di Indonesia. Dalam bentuk artefak kita dapatkan bukti-bukti itu dalam bentuk makam (batu nisan), masjid, ragam hias, dan tata kota. a. Makam Bukti tertua kehadiran huruf Arab pada fase awal Islam di Nusantara ditemukan di sebuah makam di desa Leran, 8 Km utara kota Gersik Jawa Timur. Huruf itu terdapat pada Nisan Fatimah binti Maimun bin Hibatullah. Dia wafat pada hari Jumat 7 Rajab 475 Hijriyah / 1082 Masehi bertepatan dengan tanggal 1 Desember 1082 M, yang berarti masih jaman Kediri (1042-1222).1 Penanggalan itu menunjukkan nisan dipusara anak perempuan Maimun ini merupakan bukti tertua penggunaan tulisan Arab di Asia Tenggara. 2 Inskripsi nisan Fatimah terdiri atas tujuh baris, di tulis dengan huruf Arab dengan gaya Kufi, salah satu ragam kaligrafi, dengan tata bahasa Arab yang baik. Nisan ini juga memuat ayat Al-Quran, antara lain surat Al-Rahman ayat 28-27 dan surat Ali Imron ayat 185. Sementara itu, Ricklefs3 dalam uraiannya mengatakan bahwa serangkaian batu
1 ) Dr.R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, Pn.Kanisius, Yogyakarta, 1994, hlm. 57. 2 ) Demikian di tuliskan pada buku panduan pameran Budaya Islam di Aula Institut Agama Islam Negeri (IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta), pada tanggal 11-17 September 1995. 3 ) M.C Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern. Terj. Drs. Darmono Hardjowijono, Gajah Mada University Press, cet 3. Yogyakarta, 1993. hlm.5

nisan yang sangat penting ditemukan di kuburan-kuburan di Jawa Timur yaitu di Trowulan dan Troloyo, didekat situs istana Majapahityang bersifat Hindu Budha. Batu batu itu menunjukkan makam orang-orang muslim, tetapi lebih banyak menggunakan angka tahun Saka India dengan angka-angka Jawa Kuno daripada tahun Hijriyah Islam dengan angka-angka Arab. Batu nisan yang pertama ditemukan di Trowulan memuat angka tahun Saka 1290 (1368-1369 M). Di Troloyo ada beberapa batu nisan yang angka tahunnya berkisar antara 1298 Saka sampai 1533 Saka (1376-1611 M). Batu-batu itu memuat kutipan-kutipan al-Quran dan formula-formula yang saleh. Berdasarkan rumitnya hiasan yang terdapat pada beberapa batu nisan dan lokasinya yang dekat dengan situs inukota Majapahit, maka Damais seperti dikutip Ricklefs menarik kesimoulan bahwa batu-batu nisan itu mungkin untuk menandai kuburab-kuburan orang Jawa yang terhormat, bahkan ada kemungkinan anggota keluarga raja.4 Oleh karena itu, batu-batu Jawa Timur tersebut memberi kesan bahwa beberapa anggota kaum elite Jawa memeluk agama Islam pada masa kerajaan Majapahit yang beragama Hindu Budha sedang berada dipuncak kejayaannya. Selain itu, batu-batu nisan tersebut merupakan bukti paling kuno yang masih ada tentang penduduk Jawa yang beragama Islam.5 b. Masjid Sumber sejarah dalam bentuk arkeologi yang berupa bangunan masjid juga banyak ditemukan di Jawa. Berdirinya sebuah masjid si suatu wilayah akan memberikan patunjuk adanya komunitas muslim di wilayah tersebut. Untuk menyebut masjidmasjid di Jawa yang awal memang membutuhkan penelitian tersendiri (mungkin masjid Demak bisa menjadi contoh). Namun, kalau kita lihat dari corak arsitekturnya, masjid-masjid di Jawa ada garis besarnya beratap tumpang, berdenah persegi, berukuran relatif besar, terdiri atas ruang utama, pawestren serambi, mempunyai ruang mihrab, tempat mengambil air wudhu, ada kolam di depan serambi, dan mempunyai pagar keliling. Selain itu, di dalam bangunan masjid terdapat beberapa kelengkapan tergantung pada jenis masjidnya, antara lain: mimbar, maquro, bedug, kentongan. Tentang menara, masjid kuno di Jawa kebanyakan justru tidak memilikinya. Masjid-masjid kuno di Jawa tidak banyak mempunyai ornamentasi, kecuali pada mimbarnya.6 G.F. Pijper menjelaskan bahwa ciri khas masjid di Jawa ialah dibangun disebelah barat alun-alun, sebuah lapangan persegi yang ditanami rumput, dan terdapat hampir disemua kota kabupaten dan kecamatan.7
4 ) M.C Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern. Terj. Drs. Darmono Hardjowijono, Gajah Mada University Press, cet 3. 1993. hlm.5 5 ) Ibid 6 ) Inayati Romli, Ibid, hlm.6 7 ) G.F. Pijper, Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950, Tudjimah, UIPress, 1985, hlm.16

c. Ragam Hias Dengan diterimanya agama islam sebagai penuntun hidup yang baru di Jawa, lahirlah beberapa ragam hias baru seperti kaligrafi dan setiliran. Prasasti berhuruf arab pada makam fatimah binti Maimun yang jauh lebih tua menampakan segi keindahannya, dan dapat digolongkan dalam huruf Arab gaya Kufi. Selain munculnya ornamentasi dengan menggunakan huruf-huruf arab, muncul pula ragam hias baru, yaitu siliran atau penggayaan terhadap ragam hias binatang. d. Tata Kota Dalam masa islam di Jawa muncul kota-kota baru di wilayah pantai dan pedalaman seperti Demak, Cirebon, Banten, Pajang, dan Kota Gede. Dari data arkeologi yang terkumpul dapat diketahui komponen utama kota-kota tersebut yaitu keraton, alunalun, masjid agung, pasar, pemukiman penduduk, pemakaman serta sarana pertahanan keamanan. Semuanya di atur dalam tata ruang tertentu yang secara garis besar menunjukan kesamaan. B. Tokoh-Tokoh Pembawa Islam Di Jawa. Kisah cempa berhubungan dengan orang-orang suci yang telah menyebarkan agama islam di Surabaya dan Gresik. Konon mereka berasal dari Cempa. Dalam sejarah dalem nama-nama mereka adalah Sayid Ngali Murtala dan Sayid Ngali Rahmad,dan kedua orang ini mempunyai saudara sepupu yang bernama Abu Hurairah. Istri kartawijaya Cempa yang bernama Ratu Darwati beragama islam mempunyai saudara yang bernama Raden Rahmat kemudian Raden Rahmat di ijinkan untuk mendirikan pesantren di desa Ampel. Kemudian dia dijuluki Sunan Ampel. Sunan Ampel mempunyai 4 putri yaitu Nyai Ageng Maloka, menjadi istri Raden Fatah, Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Masih Munat (Sunan Drajat) dan putrinya yang bernama Siti Khafsoh menjadi isteri Sunan Kalijaga. Ini hasil pernikahannya dengan putri Tuban, Nyai Ageng Manila, yang merupakan anak dari Arya Teja Bupati Tuban. Jadi penyebaran islam di jawa yang kemudian dapat mendirikan kerajaan Bintara adalah di pimpin oleh para bangsawan Tuban dan Ampel. C. Saluran Islam Di Jawa. 1. Melalui Pedagang muslim dari Arab, Persia, dan India Ini menjadikan petinggi Majapahit, pemilik kapal, dan banyak bupati masuk islam. Namun karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang muslim dan perkembangan selanjutnya mereka mengambil perdagangan dan kekuasaan di tempat tinggalnya. 2. Saluran tasawuf

Tawasuf yang diajarkan mempunyai persamaan dengan aliran pikiran penduduk pribumi yang sebelumnya menganut agama hindu seperti yang dilakukan Sunan Bonang. 3. Saluran pendidikan Ini dilakukan baik melalui pesantren maupun pondok yang diselenggarakan guruguru agama dan ulama-ulama serta kyai-kyai. 4. Saluran politik Di Jawa demi menambah orang-orang yang memeluk agama islam, banyak kerajaan islam yang memerangi kerajaan Hindu Budha seperti yang dilakukan kerajaan demak. 5. Saluran kesenian Saluran yang paling terkenal adalah kesenian wayang. Sebagian di ambil dari Mahabarata dan Ramayana karena wayang sangat kuat pengaruhnya dalam kehidupan rakyat jawa. Karena didalamnya terdapat unsur hiburan dan tuntunan, dan ini juga diperlihatkan orang jawa meniati untuk menyediakan tempat khusus untuk pagelaran jawa. 6. Saluran pernikahan Jika pedagang luar cukup lama tinggal di suatu temapt sering terjadi hubungan perkawinan antara orang asing yang dihormati serta berguna itu dengan puteri atau saudara perempuan setempat. Hukum perkawinan islam memungkinkan untuk itu. F. Peran Walisongo Dalam Penyebaran Dan Perkembangan Islam Di Pulau Jawa 1. Syekh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) Syekh Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) datang ke Jawa pada tahun 1404 M. Jauh sebelum beliau datang islam sudah ada walaupun sedikit ini dibuktikan dengan makam Fatimah binti Maemun yang nisannya bertuliskan tahun 1082 M. Agama dan istiadat tidak langsung ditentangnya dengan frontal dan penuh kekerasan oleh agama islam. Beliau langsung memperkenalkan kemuliaan dan ketinggian akhlak yang diajarkan oleh agama islam. Beliau langsung memberi contoh sendiri dalam bermasyarakat, tutur bahasanya sopan, lemah lembut, santun kepada fakir miskin, hormat kepada orang tua dan menyayangi yang muda. Dengan cara seperti ini ternyata sedikit demi sedikit banyak juga orang Jawa yang mulai tertarik pada agama islam dan pada akhirnya mereka menganut agama islam. Beliau berdakwah di Gresik, dan untuk mempersiapkan kader umat yang nantinya dapat menyebarkan islam, beliau mendirikan pesantren yang merupakan perguruan islam, tempat mendidik dan menggembleng para santri sebagai calon mubaligh.

2. Raden Rahmat (Sunan Ampel) Raden rahmat ke tanah Jawa langsung ke Majapahit karena bibinya Dewi Dar Wati diperistri Raja Brawijaya, dan istri yang paling disukainya. Beliau berhenti di Tuban, di tempat itu beliau berkenalan dengan dua tokoh masyarakat yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, yang kemudian bersama kedua orang bersama keluarganya masuk islam. Dengan adanya dua oran ini Raden Rahmat semakin mudah mengadakan pendekatan dengan masyarakat sekitarnya. Beliau menetap di Ampel Denta dan kemudian disebut Sunan Ampel. Selanjutnya beliau mendirikan pesant ren tempat putra bangsawanan dan pangeran Majaphit serta siapa saja yang mau berguru kepadanya. . Dia-lah yang mengenalkan istilah "Mo Limo" (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk "tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina." Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya. 3. Syekh Maulana Ishak (Sunan Giri) Di awal abad ke-14 kerajaan Blambang sedang dilanda wabah penyakit, dan putri prabu juga terserang penyakit beberapa bulan. Banyak tabib yang mengobati tapi tidak juga sembuh.lalu prabu Menak mengutus patih Bajul Senggoro ke gunung Gresik.Patih Bajul dapat bertemu dengan Syekh Maulana Ishak (Sunan Giri) yang sedang bertafakkur di sebuah gua. Setelah terjadi negosiasasi bahwa raja dan rakyat mau diajak masuk islam maka syeh Maulana Ishak bersedia datang ke Blambangan. Akhirnya puteri Dewi Sekardadu sembuh setelah di obati beliau dan wabah penyakit lenyap dari wilayah Blambangan. Sesuai janji sunan Giri dikawinkan dengan puteri dewi Sekardadu dan diberi kekuasaan sebagai Adipati Blambangan. Setelah banyak sekali orang yang berobat dan belajar agama islam, beliau pindah ke Singapura dan wafat dis 4. Sunan Bonang Nama aslinya adalah Raden Makdum Ibrahim. Beliau putera Sunan Ampel. Sunan Bonang terkenal sebagai ahli ilmu kalam dan tauhid. Sekembali dari Persia untuk berguru kepada Syekh Maulana Ishak ke tanah Jawa, beliau berdakwah di daerah Tuban. Caranya berdakwah cukup unik dan bijaksana, beliau menciptakan gending dan tembang yang disukai rakyat. Dan beliau ahli dalam membunyikan gending yang disebut Bonang, sehingga rakyat Tuban dapat diambil hatinya untuk masuk masjid. Beliau membunyikan bonang rakyat yang mendengar seperti terhipnotis terus melangkah ke masjid karena ingin mendengar langsung dari dekat. Dengan cara ini sedikit demi sedikit dapat merebut simpati rakyat, lalu baru menanamkan pengertian sebenarnya tentang islam. Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru.

Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang "Tombo Ati" adalah salah satu karya Sunan Bonang. 5. Sunan Drajat Nama aslinya Raden Qasim, beliau adalah putera Sunan Ampel dari Dewi Candra Wati. Beliau berdakwah di daerah Drajad sehingga dikenal dengan nama Sunan Drajad. Cara menyebarkan agama islam dilakukan dengan cara menabuh seperangkat gamelan, gending dan tembang macapat setelah itu baru diberi ceramah islam. Dan beliau mendirikan pesantren untuk menyiarkan islam. Di antara ajaran beliau yang terkenal adalah : Menehono teken marang wong wuro (berilah tongkat pada si buta) Menehono mangan marang wong kang luwe (beri makan pada yang lapar) Menehono busono marang wong kang mudo (beri pakaian pada yang telanjang) Menehono nginyup marang wong kang kudanan (berilah pertolongan pada yang membutuhkan) Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin. Beliau wafat pada tahun 1462 M, dan dimakamkan di desa Drajad Kecamatan Paciran kabupaten Lamongan. 6. Sunan Kali Jaga Nama aslinya adalah Raden Sahid, beliau Putera Raden Sahur Putera Temanggung Wilatikta Adipati Tuban. Raden Sahid sebenarnya anak muda yang patuh dan kuat kepada agama dan orang tua, tapi tidak bisa menerima keadaan sekelilingnya yang terjadi banyak ketimpangan, hingga dia mencari makanan dari gudang kadipaten dan dibagikan kepada rakyatnya. Tapi ketahuan ayahnya, hingga dihukum yaitu tangannya dicambuk 100 kali sampai banyak mengeluarkan darah dan kemudian diusir. Setelah itu beliau mengembara dan bertemu dengan Sunan Bonang, lalu Raden Sahid di angkat menjadi murid, lalu disuruhnya menunggui tongkatnya di depan kali sampai berbulan-bulan sampai seluruh tubuhnya berlumut. Maka Raden Sahid disebut Sunan Kali Jaga.

Beliau dikenal sebagai seorang yang dapat bergaul dengan segala lapisan masyarakat. Beliau adalah mubaligh keliling. Dengan memanfaatkan kesenian rakyat yang ada beliau dapat mengumpulkan rakyat untuk kemudian diajak mengenal agama islam. Beliau adalah penabuh gamelan, dalang, menciptakan tembang yang ahli. Kesemuanya itu untuk kepentingan dakwah dan beliau tidak secara langsung menentang adat istiadat rakyat, agar mereka tidak lari dari Islam dan enggan mempelajari Islam. Diantara tembang yang dikarang oleh sunan Kali Jaga adalah Sluku-sluku Batok dan Ilir-ilir. 7. Sunan Kudus Menurut salah satu sumber beliau adalah putera Raden Usman yang bergelar Sunan Ngudang dari Jipang Panolan. Nama aslinya Raden Jafar Shadiq. Cara-cara berdakwah beliau adalah sebagai berikut : a. Strategi pendekatan kepada massa dengan jalan : 1. Membiarkan adat istiadat lama yang sulit diubah. 2. Menghindarkan konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama islam. 3. Tut Wuri Handayani. 4. Merangkul masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih sapi karena dalam agama Hindu sapi adalah binatang suci dan keramat. 5. Merangkul masyarakat Budha, Setelah masjid, kemudian Sunan Kudus mendirikan padasan tempat wudhu dengan pancuran yang berjumlah delapan. Di atas pancuran diberi arca kepala Kebo Gumarang, hal ini disesuaikan dengan ajaran Budha Jalan berlipat delapan atau asta sunghika marga. 6. Selamatan Mitoni 8. Sunan Muria Beliau adalah putera dari Sunan Kali Jaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden Umar Said, dalam berdakwah ia seperti ayahnya yaitu menggunakan cara halus, ibarat mengambil ikan tidak sampai keruh airnya. Itulah cara yang digunakannya di sekitar gunung Muria dalam menyebarkan agama islam. Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan dan rakyat jelata. Beliau adalah satu-satunya wali yang mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah dan beliau pulalah yang menciptakan tembang Sinom. Beliau banyak mengisi tradisi jawa dengan nuansa islami seperti nelung dino, mitung dino, nyatus dino dan sebagainya. 9. Sunan Gunung Jati Orang sepakat bahwa penyebar agama Islam di Jawa Barat terutama Cirebon

adalah Sunan Gunung Jati yang aslinya adalah Syarif Hidayatullah. Di Makkah, Syarifah Mudain melahirkan anak pertamanya yaitu anak laki-laki yang kemudian diberi nama Syarif Hidayatullah. Setelah selesai menuntut ilmu pada tahun 1470 M. Dia berangkat ke tanah jawa untuk mengamalkan ilmunya. Disana beliau bersama ibunya disambut gembira oleh Pangeran Cakra Buana. Syarifah Mudain minta agar diizinkan tinggal di Pasumbangan Gunung Jati dan disana mereka membangun pesantren untuk meneruskan usahanya Syekh Datuk Latif gurunya pangeran Cakra Buana. Oleh karena itu Syarif Hidayartullah dipanggil Sunan Gunung Jati. Lalu ia dikawinkan dengan puteri cakara Buana Nyi Pakung Wati kemudian diangkat menjadi pangeran Cakra Buana pada tahun 1979 M. Dengan diangkatnya ia sebagai pangeran, dakwah islam dilakukannya melalui diplomasi dengan kerajaan lain.

IV. KESIMPULAN Masuknya islam di Jawa dapat diketahui dengan beberapa bukti dalam bentuk artefak yaitu :

1. Makam, 2. Masjid, 3. Ragam Hias, 4. Tata Kota..

Saluran Islam Di Jawa yaitu meliputi : 1. Melalui Pedagang muslim dari Arab,Persia dan India 2. Saluran tasawuf 3. Saluran pendidikan 4. Saluran kesenian 5. Saluran pernikahan

6. Saluran politik. Para wali / ulama yang dikenal dengan sebutan walisongo di Pulau Jawa terdiri dari :

V. PENUTUP Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Apabila ada kesalahan dari segi isi maupun dalam penulisan, itu merupakan kelemahan serta kekurangan kami sebagai insan biasa Kesimpulan Menurut Buya Hamka, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang dari Makkah (Arab Saudi) pada abad ke-7 Masehi atau permulaan Hijriah, yang kemudian diikuti oleh pedagang Gujarat (India) abad ke-13 M, maupun Cina pada abad ke-10 M. Mereka bukanlah anggota misi penyebaran Islam, namun mempunyai kewajiban untuk mengenalkan Islam pada wilayah yang mereka datangi, termasuk Indonesia. Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, menyatakan, pendapat Hamka tersebut lebih menekankan pada peranan utama dari para penyebar Islam di Indonesia. Pendapat Hamka ini, sejalan dengan pernyataan TW Arnold dalam The Preaching of Islam A History of the Propagantion of the Muslim Faith, dan JC van Lew dalam Indonesian Trade and Society, serta Bernard HM Vlekke dalam Nusantara A History of Indonesia, serta sejarawan dan tokoh Muslim lainnya seperti Crawfurd, Niemann, de Holander, Fazlur Rahman, dan Alwi Shihab. Menurut Hamka, masuknya Islam ke Pulau Jawa bersamaan dengan masuknya Islam ke Sumatra, pada abad ke-7 M. Ref http://www.sufiz.com/jejak-wali/fatimah-binti-maimun-muballigh-pertama-tanahjawa.html

You might also like