You are on page 1of 20

SKENARIO 1 BLOK IPT

NAMA NPM

: ELISA ROSANI : 1102012074

SASARAN BELAJAR

LI.1. Memahami dan menjelaskan tentang Demam LO.1.1. Memahami dan menjelaskan tentang Definisi Demam Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas variasi sirkadian yang normal sebagaian akibat dari perubahan pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior. Demam adalah kenaikan suhu tubuh karena adanya perubahan termoregulasi hipotalamus. pada

Demam adalah apabila seseorang mengalami peningkatan pada suhu tubuhnya 37.8 derajat Celsius pada oral, rectal, aksila.

LO.1.2. Memahami dan menjelaskan tentang macam macam Demam Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna. Tabel 2. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik Pola demam Kontinyu Remitten Intermiten Hektik atau septik Quotidian Double quotidian Relapsing atau periodik Demam rekuren Penyakit Demam tifoid, malaria falciparum malignan Sebagian besar penyakit virus dan bakteri Malaria, limfoma, endokarditis Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik Malaria karena P.vivax Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin) Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi: Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu ( Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar. Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari. Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

Gambar 4. Demam quotidian

Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal. Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas. Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel. Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa). Relapsing fever dan demam periodik: o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan 3

bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.) dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung selama 3 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown. o o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis. Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

LO.1.3. Memahami dan menjelaskan tentang Patogenesis Demam Endotoksin Peradangan Rangsangan pirogenik lain

Monosit Makrofag Sel kupffer

Sitokin merupakan polipeptida dan kecil yang memungkinkan sitokin didalam darah dapat menembus otak

Daerah praoptik Hipotalamus

Prostaglandin

Peningkatan titik patokan suhu

Demam

LO.1.4. Memahami dan menjelaskan tentang Etiologi Demam Etiologi demam umumnya akibat dari gangguan hipotalamus. Penyebab lainnya : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Infeksi saluran pernapasan Infeksi virus Infeksi bakteri Pneumonia Gangguan imunologi Penyakit tertentu yang berkaitan dengan paparan panas Beberapa kanker tertentu ada yang mempunyai gejala awal demam, seperti pada leukemia & penyakit Hodgkin. 8. Selain itu, ada beberapa sebab lain yang juga dapat menyebabkan sedikit kenaikan pada suhu tubuh, seperti misalnya sehabis imunisasi (meskipun tidak terjadi pada semua anak) & saat anak tumbuh gigi Etiologi 1. Penyebab Infeksi

v v v v v

Parasit Bakteri Virus Jamur dll

2. Penyebab Non Infeksi


v v v v v

Neoplasma Nekrosis Jaringan Kelainan Kolagen Vaskular Emboli Paru / Trombosis vena dalam Obat , metabolism, dll

1. Demam tanpa penyebab yang jelas (Fever Of Unknown Origin) Demam yang menetap dengan hasil pemeriksaan penunjang awal negatif disebut Demam Tanpa Penyebab Yang Jelas (Fever of Unknown Origin). Definisi klasik dari kelainan ini adalah Demam > 38,3C yang menetap tanpa diagnosis selama 3 minggu termasuk pemeriksaan 1 minggu di rumah sakit INFEKSI Infeksi Piogenik Appendicitis Infeksi bakteri Sistemik Bartonellosis Infeksi Riketsia, Chlamydia, dan Mikoplsama Rickettsial infections

Cat-scratch disease

Brucellosis

Anaplasmosis

Cholangitis Cholecystitis Dental abscess Diverticulitis/abscess Lesser sac abscess Liver abscess Mesenteric lymphadenitis Osteomyelitis Pancreatic abscess Pelvic inflammatory disease Perinephric/intrarenal abscess Prostatic abscess Renal malacoplakia Sinusitis Subphrenic abscess Suppurative thrombophlebitis Tuboovarian abscess

Campylobacter infection Cat-scratch disease/bacillary angiomatosis (B. henselae) Gonococcemia Legionnaires disease Leptospirosis Listeriosis Lyme disease Melioidosis Meningococcemia Rat-bite fever Relapsing fever Salmonellosis Syphilis Tularemia Typhoid fever Vibriosis Yersinia infection Infeksi Jamur Aspergillosis

Ehrlichiosis Murine typhus Q fever Rickettsialpox Rocky Mountain spotted fever Chlamydial infections Lymphogranuloma venereum Psittacosis TWAR( C. pneumoniae) infection Mycoplasmal infections

Infeksi Virus Colorado tick fever

Infeksi parasit Parasitic infections

Coxsackievirus group B infection Blastomycosis Cytomegalovirus infection Dengue Epstein-Barr virus infection Candidiasis Coccidioidomycosis Cryptococcosis

Amebiasis Babesiosis Chagas disease Leishmaniasis

Hepatitis A, B, C, D, and E Human herpesvirus 6 infection

Histoplasmosis Mucormycosis

Malaria Pneumocystis infection Strongyloidiasis Toxocariasis Toxoplasmosis

Human immunodeficiency virus Paracoccidioidomycosis infection Sporotrichosis Lymphocytic choriomeningitis Parvovirus B19 infection Infeksi Intravaskular Bacterial aortitis

Trichinosis Infeksi Micobacterium Lain-lain M. avium/M. Actinomycosis intracellulareinfections

Bacterial endocarditis Vascular catheter infection Other atypical infections Tuberculosis mycobacterial

Bacillary angiomatosis Nocardiosis Whipples disease Kawasakis (mucocutaneous lymph node syndrome) Kikuchis lymphadenitis necrotizing disease

NON INFEKSI Neoplasma Ganas Collagen Vascular/Hypersensitivity Penyakit Metabolik Diseases Bawaan Adult Stills disease Adrenal insufficiency Dan

Colon cancer Gall bladder carcinoma Hepatoma Hodgkins lymphoma Imunoblastic T-cell lymphoma Leukemia

Behcets disease Erythema multiforme Erythema nodosum

Cyclic neutropenia Deafness, urticaria, amyloidosis Fabrys disease and

Giant cell arteritis/polymyalgia Familial cold urticaria rheumatica Familial Mediterranean fever Hypersensitivity pneumonitis Hyperimmunoglobulinemia D 8

Lymphomatoid granulomatosis Hypersensitivity vasculitis Malignant histiocytosis Non-Hodgkins lymphoma Pancreatic cancer Renal cell carcinoma Sarcoma Jinak Atrial myxoma Castlemans disease Renal angiomyolipoma Mixed connective-tissue disease Polyarteritis nodosa Relapsing polychondritis Rheumatic fever

and periodic fever Muckle-Wells syndrome Tumor receptor necrosis factor

associated periodic syndrome Rheumatoid arthritis Type V hypertriglyceridemia Schnitzlers syndrome Systemic lupus erythematosus Takayasus aortitis Weber-Christian disease Wegeners granulomatosis Gangguan Termoregulator Central

Granulomatous Diseases Crohns disease

Lain-Lain Aortic dissection

Granulomatous hepatitis Midline granuloma Sarcoidosis

Brain tumor Cerebrovascular accident Encephalitis Hypothalamic dysfunction Peripheral Hyperthyroidism Pheochromocytoma

Drug fever Gout Hematomas Hemoglobinopathies Laennecs cirrhosis PFPA syndrome: fever, adenitis, pharyngitis, aphthae Postmyocardial syndrome infarction periodic

Recurrent pulmonary emboli Subacute thyroiditis (de

Quervains) Tissue infarction/necrosis Demam buatan LI. 2. Memahami dan menjelaskan tentang Salmonella Enterica LI. 2.1. Memahami dan menjelaskan tentang Definisi Salmonella Enterica Salmonella bersifat host-adapted pada hewan dan infeksi pada manusia biasanya mengenai usus. Infeksi muncul dala m bentuk diare akut yang sembuh sendiri. Pada beberapa kesempatan organisme ini dapat menyebabkan penyakit yang invasif, meliputi bakteremia dan septikemia yang mengancam. Organisme ini ditemukan pada hewan dosmetik. Transmisinya melalui fekal-oral, biasanya dari mengingesti makanan yang terkontaminasi. LI. 2.2. Memahami dan menjelaskan tentang Struktur Salmonella Enterica Salmonella enterica mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik. (Soedarmo,dkk, 2010) Panjang salmonella bervariasi. Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrika ( peritrichous flagella), serta tidak membentuk spora, batang gram negatif. Salmonella mudah tumbuh pada medium sederhana, tetapi hampir tidak pernah memfermentasikan laktosa atau sukrosa. Organisme ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa. Salmonella biasanya menghasilkan H2S. Bakteri ini dapat hidup dalam air yang membeku untuk waktu yang lama. Salmonella resistan terhadap bahan kimia tertentu (misalnya hijau brilian, natrium tetrationat, natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri entertik lain, oleh karena itu senyawasenyawa tersebut berguna untuk inklusi isolat salmonella dari feses pada medium. (Soebandrio, 2008) Organisme Salmonella tumbuh secara aerobic dan anaerobic fakultatif. Serta resisten terhadap banyak agen fisik tetapi dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 130F (54.4C) selama 1 jam atau 140F (60C) selama 15 menit. (Aan M. Arvin, 2000)

10

Struktur Antigen Enterobacteri memiliki struktur antigenik yang kompleks. Enterobakteri digolongkan berdasarkan lebih dari 150 antigen somatik O (liposakarida) yang tahan panas, lebih dari 100 antigen K (kapsular) yang tidak tahan panas dan lebih dari antigen H (flagela). Pada Salmonella thypi antigen kapsular disebut antigen vi. (Jawetz, 2008) Antigen O bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik. Antigen O resisten terhadap panas, alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri. Antibodi pada antigen O terutama adalah IgM. Antigen K terletak diluar antigen O pada beberapa enterobakteri tetapi tidak semuanya. Beberapa antigen K merupakan polisakarida termasuk antigen K pada E.coli dan yang lain merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan antiserum O dan dapat berhubungan dengan virulensi (contoh; strain E.coli yang menghasilkan anti gen K1 sering ditemui pada meningitis neonatal dan antigen K pada E.coli menyebabkan peletakan bakteri pada sel epitel sebelum invasi ke saluran pencernaan / saluran kemih.) Antigen H terdapat di flagela dan didenaturasi atau dirusak oleh panas atau alkohol. Antigen ini dipertahankan dengan memberikan formalin pada varian bakteri yang motil. Antigen H seperti ini beraglutinasi dengan antibodi anti-H terutama IgG. Penentu dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino pada protein flagella (flagelin). Didalam satu seriotip, antigen flagel terdapat dalam satu / dua bentuk disebut fase 1 dan fase 2. Organisme ini cenderung berganti dari satu fase ke fase lain yang disebut variasi fase. Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu aglutinasi dengan antibodi O. ( Jawetz, 2008) LI. 2.3. Memahami dan menjelaskan tentang Siklus Hidup Salmonella Enterica Siklus Hidup Salmonella typhi 1. Infeksi terjadi dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Salmonella typhi dari organisme pembawa (host). 2. Setelah masuk dalam saluran pencernaan, maka S. typhi menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan. 3. Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain, seperti hati, limpa, paru-paru, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembus sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, serta menyerang membran yang menyelubungi otak. 4. Substansi racun dapat diproduksi oleh bakteri dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh. 5. Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi, pada fesesnya terdapat kumpulan S. typhi yang dapat bertahan sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan. 6. Bakteri tersebut tahan terhadap range temperatur yang luas sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air. LI. 2.4. Memahami dan menjelaskan tentang Sifat Salmonella Enterica Salmonella sering bersifat pathogen untuk manusia atau hewan bila masuk melalui mulut. Bakteri ini ditularkan dari hewan atau produk hewan kepada manusia, dan menyebabkan enteritis, infeksi sistemik, dan demam enteric. Panjang salmonella bervariasi. Kebanyakan spesies, kecuali Salmonella pullorum-gallinarum dapat bergerak dengan flagel petritrika. Bakteri ini mudah tumbuh pada perbenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan laktosa atau 11

sukrosa. Bakteri ini membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa, dan biasanya membentuk H2S. Bakteri ini dapat hidup dalam air beku untuk jangka waktu yang cukup lama. Salmonella resisten terhadap zat-zat kimia tertentu (misalnya hijau brilian, natrium tetrationat, dan natrium deoksikolat)yang menghambat bakteri enteric lainnya; karena itu senyawa ini bermanfaat untuk dimasukkan dalam perbenihan yang dipakai untuk mengisolasi salmonella dari tinja. Klasifikasi salmonella sangat rumit karena organisme tersebut merupakan rangkaian kesatuan dan bukan tertentu. Anggota genus Salmonella awalnya diklasifikasikan berdasarkan epidemiologi, jangkauan pejamu, reaksi biokimia, dan struktur antigen O, H, dan Vi. Terdapat lebih dari 2500 serotip Salmonella, termasuk lebih dari 1400 dalam kelompok hibridasi DNA grup I yang dapat menginfeksi manusia. Hampir semua Salmonella yang menyebabkan penyakit pada manusia dapat diidentifikasikan di laboraturium klinis melalui pemeriksaan biokimia dan serologik. Serotip tersebut adalah sebagai berikut: Salmonella paratyphi A (serogrup A) Salmonella paratyphi B (serogrup B) Salmonella cholerasuis (serogrup C1) Salmonella typhi (serogrup D)

Penentuan serotipe didasarkan atas reaktivitas antigen O dan antigen H bifasik. Berdasarkan penelitian hibridisasi DNA, klasifikasi taksonomik resmi meliputi genus Salmonella dengan subspecies dan genus Arizona dengan subspesies. LI. 2.5. Memahami dan menjelaskan tentang Transmisi Salmonella Enterica a. Salmonella typhi, Salmonella choleraesuis, dan mungkin juga Salmonella paratyphi A dan Salmonella paratiphy B bersifat infeksius untuk manusia, dan infeksi oleh organism tersebut didapatkan dari manusia. Namun, sebagian besar salmonella bersifat patogen terutama bagi hewan-hewan yang menjadi reservoir untuk infeksi manusia : unggas , babi, hewan ternak, binatang peliharaan (dari kura-kura hingga burung kakatua), dan banyak lainnya. b. Organisme ini hampir selalu masuk melalui rute oral, biasanya bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi. Dosis infektif rata-rata untuk menimbulkan infeksi klinis atau subklinis pada manusia adalah 105-108 bakteri. Beberapa faktor pejamu yang menimbulkan resistansi terhadap infeksi salmonella adalah keasaman lambung, flora mikroba normal usus, dan kekebalan usus setempat. Salmonella menyebabkan tiga macam penyakit utama pada manusia, tetapi sering juga ditemukan bentuk campuran. (Ann M.Arvin, 1999) Sumber infeksi adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh salmonella. Berikut adalah sumber-sumber infeksi yang penting Air, kontaminasi dengan feses sering menimbulkan epidemik yang luas Susu dan produk susu lainnya (es krim, keju, puding), kontaminasi dengan feses dan pasteurisasi yang tidak adekuat atau penanganan yang salah. Beberapa wabah dapat ditelusuri sampai sumber kumannya Kerang, dari air yang terkontaminasi Telur beku atau dikeringkan, dari unggas yang terinfeksi atau kontaminasi saat pemrosesan Daging dan produk daging, dari hewan yang terinfeksi (hewan ternak) atau kontaminasi oleh feses melalui hewan pengerat atau manusia 12

Obat rekreasi, mariyuana dan obat lainnya Pewarnaan hewan, pewarnaan (misal, carmine) digunakan untuk obat, makanan, dan kosmetik Hewan peliharaan, kura-kura, anjing, kucing, dll Penyakit klinis yang disebabkan oleh Salmonella Periode inkubasi Awitan Demam Demam enterik 7-20 hari Perlahan Bertahap, kemudian plateau, tinggi Septikemia Bervariasi Mendadak Meningkat cepat, kemudian temperatur menukik spt sepsis Beberapa minggu Bervariasi Awalnya sering Sering tidak ada konstipasi, selanjutnya diare berdarah Positif pada minggu 1 Positif pada saat hingga minggu 5 demam tinggi penyakit Positif pada minggu 2, Jarang positif negatif pada awal penyakit Enterokolitis 8-48 jam Mendadak Biasanya ringan

demam

Lama penyakit Gejala gastrointestinal

2-5 hari Mual muntah diare saat awitan Negatif

Biakan darah

Biakan feses

Positif segera setelah awitan

LI.3. Memahami dan menjelaskan tentang Typhoid LO.3.1. Memahami dan menjelaskan tentang Definisi Demam Typhoid Demam thypoid ( enteric fever ) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran ( Nursalam dkk, 2005 : 152 LO.3.2. Memahami dan menjelaskan tentang Etiologi Demam Typhoid

LO.3.3. Memahami dan menjelaskan tentang Epidemiologi Demam Typhoid

LO.3.4. Memahami dan menjelaskan tentang Patogenesis Demam Typhoid

LO.3.5. Memahami dan menjelaskan tentang Manifestasi Klinik Demam Typhoi LO.3.6. Memahami dan menjelaskan tentang Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Demam Typhoid Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung relative lambat (bradikardi), lidah kotor, pembesaran hati dan limpa (hepatomegali dan splenomegali), kembung 13

(meteorismus), radang paru (pneumonia), dan kadang-kadang dapat timbul gangguan jiwa, pendarahan usus, dinding usus bocor (perforasi), radang selaput perut (peritonitis), serta gagal ginjal. Pemeriksaan penunjang/ pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik, imunoreologi, mikrobiologi,dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk menegakkan diagnosis (bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit, dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit. 1. Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi pendarahan usus atau perforasi Hitung leukosit rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi Hitung jenis leukosit: neutropenia dengan limfositosis relatif LED (laju endap darah): meningkat Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia) 2. Urinalis Protein: bervariasi dari negatif sampai yang positif (akibat demam) Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi gejala lainnya 3. Kimia klinik Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan adanya gambaran peradangan samapai hepatitis akut. 4. Imunorologi Uji Widal Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody (didalam darah) terhadap antigen kuman Salmonella typhi/paratyphi. Sebagai uji cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibody jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil postif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara lainpernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestic (pernah sakit), dan adanya faktorrheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oelh karena antara lain penderita sudah mendapatkan antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya jamur imunologik lain. Diagnosis demam tifoid/paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O setelah akhir minggu. Elisa Salmonella typhi/paratyphi IgG dan IgM Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan uji Widal untuk mendeteksi demam tifoid/paratifoiddiagnosis demam tifoid/paratifoid dinyatakan 1/ bila igM positif menandakan infeksi akut, 2/ jika igG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.

14

5. Mikrobiologi Kultur (Gall culture/ biakan empedu) Uji ini merupaka baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demam tifoid/paratifoid. Interprtasi hasil: jika hasil positif maka diagnosis positif untuk demam tifoid/paratifoid. Sebaliknya jika hasil negatif, belum tentu demam tifoid /paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara llain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 mL, darah tidak segera dimasukkan kedalam media Gall (darah dibiarkan membeku dalam spult sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu pertama sakit,sudah mendapatkan antibiotika, dan sudah mendapatkan vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan specimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja. 6. Biologi molekular PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan.pada cara ini dilakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasikan dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) sertas kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsy.

LO.3.7. Memahami dan menjelaskan tentang Pencegahan Demam Typhoid

LO.3.8. Memahami dan menjelaskan tentang Tata Laksana Demam Typhoid Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu: Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman. Istirahat dan perawatan. Tirah baring dan perawatan professional bertujuan mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah decubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga. Diet dan terapi penunjang. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dari gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat 15

kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditunjukkan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat nahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid. Pemeberian antimokroba. Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut: Kloramfenikol. Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari. Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hamper sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastic lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4x 500 mg, demam rata-rata ,enurun pada hari ke-5 sampai ke-6. Kotrimoksazol. Efektivitas obat ini dilaporkan hamper sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetropin) diberikan selama 2 minggu. Ampisislin dan amoksisilin. Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu. Sefalosporin Generasi Ketiga. Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-3 yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama setengah jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 minggu 5 hari. Golongan Fluorokuinolon. Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan sturan pemberiannya: Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari Ofloksasin dosis 2 x 400 mg mg/hari selama 7 hari Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4. Hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik fluorokuinolon yang dikembangkan kemudian. Azitromisin. Tinjauan yang dilakukan oleh Eeva EW dan Bukirwa H pada tahun 2008 terhadap 7 penelitian yang membandingkan penggunaan azitromisin (dosis 2 x 500 mg) menunjukkan bahwa penggunaan obat ini jika dibandingkan dengan fluorokuinolon, azitromisin secara signifikan mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama jika penelitian mengikutsertakan pula strain MDR (multi drug resistance) maupum NARST (Nalidixic Acid Resistant S. typhi). Jika dibandingkan dengan ceftriakson, penggunaan azitromisin dapat mengurangi angka relaps. Azitromisin mampu menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun 16

konsentrasi dalam darah cenderung rendah. Antibiotika ini menjadi ideal untuk digunakan dalam pengobatan infeksi oleh S. typhi yang merupakan kuman intraselular. Keuntungan lain adalah azitromisin tersedia dalam bentuk sediaan oral maupun suntikan intravena. LO.3.9. Memahami dan menjelaskan tentang Prognosis Demam Typhoid Penyembuhan sempurna adalah peran pada anak sehat yang berkembang gastroenteritis Salmonella. Bayi muda dan penderita dengan gangguan imun sering mempunyai keterlibatan sistemik, dalam perjalanan penyakit yang lama, dan komplikasi. Prognosis jelek pada anak dengan meningitis Salmonella (angka mortalitas 50%) atau endokarditis.

LO.3.10. Memahami dan menjelaskan tentang Komplikasi Demam Typhoid

LI.4. Memahami dan menjelaskan tentang Antibiotik untuk Salmonella Entirica LI.4.1. Memahami dan menjelaskan tentang macam- macam LI.4.1.1. Memahami dan menjelaskan tentang Farmakodinamik, Farmakokinetik, terapi, dan Efek samping

CIPROFLOXACIN
A.Farmakodinamik Siprofloksasin merupakan salah satu obat sintetik derivat kuinolon. Mekanisme kerjanya adalah menghambat aktivitas DNA gyrasi bakteri, bersifat bakterisidal dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif maupun negatif. B.Farmakokinetik Siprofloksasin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna, biovailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. Metabolismenya di hati dan dieksresi terutama melalui urin. C.Indikasi Untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh kuman patogen yang peka terhadap siprofloksasin, antara lain pada: 1.Saluran kemih termasuk prostatitis 2.Uretritis dan servisitis gonore 3.Saluran cerna, termasuk demam tifoid dan paratifoid 4.Saluran napas, kecuali pneumonia dan steptokokus 5.Kulit dan jaringan lunak 6.Tulang dan sendi D.Kontra Indikasi 1.Penderita yang hipersensitif terhadap siprofloksasin dan derivat kuinolon lainnya 2.Tidak dianjurkan pada wanita hamil atau menyusui, anak-anak selama pertumbuhan, karena pemberian dalam jangka waktu yang lama dapat menghambat pertumbuhan tulang rawan 17

3.Hati-hati bila digunakan pada penderita usia lanjut 4.Pada penderita epilepsi dan penderita yang pernah mendapat gangguan SSP hanya digunakan bila manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan resiko efek sampingnya E.Dosis Untuk infeksi saluran kemih 1.Ringan sampai sedang: 2 x 250 mg sehari 2.Berat: 2 x 500 mg sehari 3.Untuk gonore akut cukup pemberian dosis tunggal 250 mg sehari

KLORAMFENIKOL
Pendahuluan Diproduksi oleh Streptomuces venezuelae. Pertama kali diisolasi oleh David Gottlieb dari sampel tanah di Venezuela padatahun 1947. Diperkenalkan dalam pengobatan klinis pada tahun 1949. Penggunaannya cepat meluas setelah diketahui obat ini efektif untuk berbagai jenis infeksi. Golongan Obat Berspektrum luas. Kloramfenikol termasuk ke dalam golongan antibiotik penghambat sintesis proteinbakteri . Dosis dan Aturan pakai Dewasa: 50 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Anak: 50-75 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Bayi < 2 minggu: 25 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi tiap 6 jam. Setelah umur 2minggu bayi dapat menerima dosis sampai 50 mg/kgBB/ hari dalam 4 dosis tiap 6 jam. Farmakokinetik A. Absorbsi Diabsorbsi secara cepat di GIT, bioavailability 75% sampai 90%. Kloramfenikol oral : bentuk aktif dan inaktif prodrug, Mudah berpenetrasi melewati membran luar sel bakteri. Pada sel eukariotik menghambat sintesa protein mitokondria sehingga menghambatperkembangan sel hewan & manusia. Sediaan kloramfenikol untuk penggunaan parenteral (IV) adalah water-soluble. B. Distribusi Kloramfenikol berdifusi secara cepat dan dapat menembus plasenta. Konsentrasi tertinggi : hati dan ginjal 18

Konsentrasi terendah : otak dan CSF (Cerebrospinal fluid). Dapat juga ditemukan di pleura dan cairan ascites, saliva, air susu, dan aqueousdan vitreous humors. C. Metabolisme Metabolisme : hati dan ginjal Half-life kloramfenikol berhubungan dengan konsentrasi bilirubin. Kloramfenikol terikat dengan plasma protein 50%; pasien sirosis dan pada bayi. D. Eliminasi Rute utama dari eliminasi kloramfenikol adalah pada metabolisme hepar ke inaktif glukuronida. Farmakodinamik Mekanisme:menghambat sintesis protein kuman. Masuk ke sel bakteri melalui diffusi terfasilitasi. Mekanisme resistensi : inaktivasi obat oleh asetil trensferase yang diperantarai olehfactor R. Resistensi terhadap P. aeruginosa, Proteus dan Klebsielaterjadi karenaperubahan permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat ke dalamsel bakteri Penggunaan Klinis 1. Demam Tifoid Dosis: 4 kali 500mg /hari sampai 2 minggu bebas demam. Bila terjadi relaps,biasanya dapat diatasi dengan me mberikan terapi ulang Anak:dosis 50-100 mg/kgBB sehari dibagi dalam beberapa dosis selama 10 hari 2.Meningitis Purulenta Kloramfenikol+ampisilin 3. Ricketsiosis Dapat digunakan jika pengobatan dengan tetrasiklin tidak berhasil

Hal-hal yang perlu diperhatikan: Hanya digunakan untuk infeksi yang sudah jelas penyebabnya kecuali infeksiberat. Pemeriksaan hematologik berkala pada pemakaian lama Keamanan pada wanita hamil dan menyusui belum diketahui dengan pasti. Penderita dengan gangguan ginjal, bayi prematur dan bayi baru lahir (< 2 minggu).

19

Drugs interaction: obatobatan dimetabolisme enzim mikrosom hati sepertidikumarol, fenitoin, tolbutamid dan fe nobarbital.

Efek Samping 1. Reaksi Hematologik Terdapat dua bentuk reaksi: Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Berhubungan dengan dosis,pro gresif dan pulih bila pengobatan dihentikan. Prognosisnya sangat buruk karena anemia yang timbul bersifat ireversibel. Timbulnyatidak tergantung dari besarnya dosis atau lama pengobatan. 2. Reaksi Alergi Kemerahan pada kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demamtyph oid. 3. Reaksi Saluran Cerna Mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis. 4. Syndrom Gray Pada neonatus, terutama bayi prematur yang mendapat dosis tinggi (200 mg/kgBB). 5. Reaksi Neurologis Depresi, bingung, delirium dan sakit kepala. Neuritis perifer atau neuropati optikdapat juga timbul terutama setelah pengobatan lama.

6. Interaksi dengan Obat Lain Kloramfenikol menghambat enzim sitokrom P450 irreversibel memperpanjang T (dicumarol, phenytoin, chlorpopamide, dan tolbutamide). Mengendapkan berbagai obat lain dari larutannya, merupakan antagonis kerjabakterisidal penisilin dan aminoglikosida. Phenobarbital dan rifampin mempercepat eliminasi dari kloramfenikol.

20

You might also like