You are on page 1of 5

Etiologi Alopesia areata telah dikenal sejak 20 abad yang lalu, namun sampai saat ini penyebab yang

pasti belum diketahui meskipun ada dugaan merupakan respon autoimun. Faktor- faktor yang berasosiasi dengan penyakit ini antara lain genetik, sitokin, alergi (stigmata atopi), gangguan neurofisiologik dan emosional, gangguan organ ektodermal, kelaianan endokrin, factor infeksi, factor neurologi, factor hormonal/kehamilan dan beberapa teori lain.1,2 Alopesia areata dapat diturunkan secara dominan autosomal dengan penetrasi yang variable. Frekuensi yang diturunkan secara genetic yaitu 10-50%. Insiden tinggi pada alopesia areata dengan onset dini 37% pada umur 30 tahun. Dilaporkan terjadi lebih dari 55% pada kembar identik. Pada Sindroma Down insiden alopesia areata sebanyak 60 dibandingkan dengan 1 pada populasi normal. Diduga ada keterlibatan gen pada kromosom 21 yang menentukan kerentanan terhadap alopesia areata. Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara alopesia areata dengan atopi, terutama alopesia areata berat. Frekuensinya sebesar 10-52%. Kelainan yang sering dijumpai berupa asma bronchial, rhinitis dan atau dermatitis atopic. Pernah dilaporkan juga bahwa sebelum onset alopesia areata terjadi psikotrauma, stress karena suatu peristiwa 6 bulan sebelum rambut rontok, prevalensi tinggi terjadi pada kelainan psikiatri factor psikologis, factor situasi dalam rumah tangga. Kerusakan kuku distropik dianggap berasosiasi dengan alopesia areata, demikian pula timbulnya katarak tipe subkapsular posterior. Beberapa penyakit endokrin antara lain gangguan fungsi kelenjar seperti tiroid dan gonad serta diabetes mellitus banyak dihubungkan dengan alopesia areata. Adanya laporan mengenai kemungkinan Cytomegato Virus(CMV) pada alopesia areata. Infeksi HIV jua berpotensi sebagai faktor pencetus terjadinya alopesia areata.

Perubahan lokal pada sistem saraf perifer pada level papila dermis memegang peranan penting pada evolusi alopesia areata karena sistem saraf perifer dapat menyalurkan neuropeptida yang memodulasi proses inflamasi dan proliferasi. Ketidakseimbangan hormonal pada kehamilan kadang-kadang dapat mencetuskan terjadi alopesia areata. Banyak dilaporkan kasus terjadi alopesia areata selama masa kehamilan, dan umumnya bersifat sementara. Bahan kimia yang berpotensi untuk terjadinya alopesia areata adalah acrylamide, formaldehid, dan beberapa pestisida. Tercatat beberapa orang dijumpai alopesia areata selama terjadi perubahan musim yaitu selama musim dingin dan bersifat sementara yang akan tumbuh kembali dalam musim panas. Pengobatan Beberapa kasus dapat sembuh spontan. Pada umumnya sulit untuk mengobati alopesia areata yang berat sehingga masih tetap dicari jenis dan sistem pengobatan baru yang diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik. Penyuntikan intralesi dengan triamsinolon asetonid, juga aplikasi topical dengan kortikosteroid dapat diberikan.1,2,3 Pengobatan alopesia areata terdiri dari pengobatan topical,intralesi, sistemik danm foto kemoterapi ataupun kombinasinya. Setiap peneliti berusaha memberikan pengobatan sesuai teori-teori etiologi yang dianutnya. Peneliti yang menganut teori imunologis berusaha memberikan obat yang memperbaiki status imunologis penderita, agar tercapainya perbaikan klinis. Kortikosteroid sering digunakan baik topical, intralesi atau sistemik. Begitu juga dengan imunomodulator (isoprenosin, siklosporin). Beberapa obat topical seperti minoxidil solution, anthralin cream, ultraviotet light therapy dapat digunakan. Pengobatan dengan imunoterap topical( bahan sensitizer) seperti diphenilcyclopropen (DCPC). Golongan siklosporin, dapsone, tacrolimus, intederon dan golongan vitamin dan mineral, serta alternative terapi, cryosurgery, dermatography (alopecia areata of the eyebrows).

Pengobatan dengan kortison yang di injeksikan langsung pada daerah yang kehilangan rambut dapat mempercepat pertumbuhan rambut baru. Pengobatan ini diberi nama intralesional steroid injection. Pertumbuhan rambut baru hanya terjadi pada daerah yang di injeksikan.2,3 Khusus bagi pasien-pasien dengan alopesia areata, University of British Columbia Hair Research and treatment center membuat protocol pengobatan pada orang dewasa sebagai berikut2,3 : 1. Kerontokan rambut <50% a. Tanpa terapi b. Penyuntikan triamisinolon asetonid intralesi c. Larutan minoxidil 5% dengan kortikosteroid topical potensi tinggi d. Kombinasi larutan minoxidil 5% dan antralin e. Imunoterapi cara topical apabila berbagai cara tersebut diatas tidak menolong 2. Kerontokan rambut 50% a. Imunoterapi secara topical dengan diphencyprone(DPCP) b. Larutan minoxidil 5% dengan kortikosteroid topical potensi tinggi c. Kombinasi larutan minoxidil 5% dan antralin d. PUVA e. Kortikosteroid sistemik

Kortikosteroid

topical

merupakan

imunosupresor

yang

nonspesifik

yaitu

kortikosteroid kelas II (Clobatasol propionate) dalam bentuk larutan dengan cara pemakaian 2x1 ml/hari dioles pada seluruh kepala, lama pengobatan 3-4bulan. Terapi dikurangi secara bertahap bila alopesia membaik. Pada triple therapy digunakan kortikosteroid potensi tinggi dalam bentuk krim, yang dipakai 30menit sesudah pengolesan dengan larutan minoxidil disertai dengan penyuntikan kortikosteroid 1x sebulan. Kontraindikasi adalah hipersensitivitas bahan tersebut, infeksi kulit oleh virus dan jamur. Efek samping obat ini dalam jangka panjang akan menekan fungsi adrenal, folikulitis, telangiektasis, dan atrofi local, pruritus, kulit kering dan rasa terbakar. Bila tidak ada perbaikan maka dapat dialihkan pada short contact anthralin therapy. Antralin merupakan bahan topical yang paling banyak dipakai diantara bahan-bahan iritan lainnya untuk pengobatan alopesia areata. Antralin merangsang pertumbuhan rambut kembali dengan sifat-sifat iritannya. Sitokin yang terlibat pada perbaikan dari pertumbuhan rambut adalah IL-1b yang menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa sesudah pengobatan antralin dan TNF Interferon akan menurun. Dengan short contact anthralin therapy digunakan krim antralin 1-3%, dioleskan pada daerah kebotakan hanya untuk beberapa jam sampai terjadi iritasi kulit kemudian dicuci dengan air dan sabun, pemakaian ini dilakukan selama 6 bulan./ dikombinasi dengan pengolesan larutan minoxidil 5% 2x sehari. Efektifitas minoxidil dapat dipercepat dengan antralin. Hasil yang diperoleh dengan terapi kombinasi lebih baik daripada pemakaian obat secara tunggal. Jadi terapi kombinasi dengan memakai obat-obatan dengan mekanisme kerja berlainan dapat menghasilkan suatu efek sinergistik dan dengan demikian menghasilkan efekltifitas kosmetik yang lebih tinggi. Imunoterapi topikal berkaitan dengan induksi dan maintenance pada dermatitis kontak alergi pada daerah kebotakan untuk merangsang pertumbuhan rambut kembali. Sensitizer yang kini banyak dipakai adalah diphenilcyclopropen (DCPC) yang non-mutagenik tetapi sensitive terhadap degradasi sinar ultra ungu.

1. Ilmu Penyakit Kulit 2. Alopesia Areata. Putra, Imam Budi.2008


3. 2003 British Association of Dermatologists, British Journal of Dermatology, 149, 692699

Chang KH, Rojhirunsakool S, Goldberg LJ. Treatment of severe alopecia areata with intralesional steroid injections. J Drugs Dermatol. Oct 2009;8(10):909-12. Tosti A, Piraccini BM, Pazzaglia M, Vincenzi C. Clobetasol propionate 0.05% under occlusion in the treatment of alopecia totalis/universalis. J Am Acad Dermatol. Jul 2003;49(1):96-8. El-Zawahry BM, Bassiouny DA, Khella A, Zaki NS. Five-year experience in the treatment of alopecia areata with DPC. J Eur Acad Dermatol Venereol. Mar 2010;24(3):264-9. Joly P. The use of methotrexate alone or in combination with low doses of oral corticosteroids in the treatment of alopecia totalis or universalis. J Am Acad Dermatol. Oct 2006;55(4):632-6.

van den Biggelaar FJ, Smolders J, Jansen JF. Complementary and alternative medicine in alopecia areata. Am J Clin Dermatol. 2010;11(1):11-20. Willemsen R, Haentjens P, Roseeuw D, Vanderlinden J. Hypnosis in refractory alopecia areata significantly improves depression, anxiety, and life quality but not hair regrowth. J Am Acad Dermatol. Mar 2010;62(3):517-8.

You might also like