Professional Documents
Culture Documents
OLEH:
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG SMF ILMU PENYAKIT KULIT KELAMIN 2013
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Rambut adalah struktur solid yang terdiri atas sel yang mengalami keratinisasi padat. Berasal dari folikel epidermal yang berbentuk seperti kantong yang tumbuh ke dalam dermis. 1,2,3 Alopesia salah satu penyakit kulit yang masih merupakan masalah didalam menentukan penyebab maupun cara mengobatinya. Alopesia dapat memberikan dampak negatif terhadap penderita, baik secara fisik, psikologik maupun kosmetik. 1,4 Menurut mekanisme terjadinya, Alopesia dapat terjadi dengan atau tanpa disertai pembentukan jaringan parut (sikatrikal dan non sikatrikal). Kelompok alopesia non sikatrikal antara lain meliputi alopesia androgenik, alopesia areata, alopesia yang berhubungan dengan proses sistemik, serta alopesia traumatik.1 Diantara alopesia-alopesia tersebut, alopesia areata merupakan jenis yang sering dijumpai.1,4 Alopesia areata pertama kali diketahui sebagai penyakit kulit diterangkan dalam Papyrus Ebers 1500 2500 SM. Sedangkan terminologi alopesia areata pertama kali digunakan oleh Sauvages 1760 didalam Nosologica Medica yang dipublikasikan di Lyons pada tahun 1760.5 Teori-teori tentang terjadinya alopesia areata antara lain berupa teori genetik, sitokin, alergi (stigmata atopi), gangguan neurofisiologik dan emosional,
1
gangguan organ ektodermal, kelainan endokrin, faktor infeksi, faktor neurologi, faktor hormonal / kehamilan dan beberapa teori lain. Pada 30 tahun terakhir, para peneliti banyak mengemukakan teori autoimun, baik berupa gangguan pada sistem imunitas humoral maupun sistem imunitas selular sebagai penyebab alopesia areata.1,4,6-9 Pengobatan terhadap alopesia areata banyak macamnya, baik pengobatan topikal, intralesi, sistemik dan foto kemoterapi ataupun kombinasinya. Setiap peneliti berusaha memberikan pengobatan sesuai dengan teori - teori etiologi yang dianutnya. Peneliti yang menganut teori imunologis memberikan obat yang berfungsi untuk memperbaiki status imunologis penderita, agar tercapai perbaikan klinis. Kortikosteroid paling sering digunakan baik topikal, intralesi atau sistemik. Begitu juga dengan imunomodulator (isoprenosin, siklosporin). Beberapa obat topikal seperti minoxidil solution, anthralin c ream, ultra viotet light therapy dapat digunakan. Pengobatan dengan imunoterapi topikal (bahan sensitiser) seperti diphenilcyclopropen (DCPC), squaric acid dibutyl ester (SADBE) dan dinitrochlorobenze (DNCB). Golongan siklosporin, dapsone, tacrolimus, intederon dan golongan vitamin dan mineral, serta alternatif threrapy, cryosurgery, dermatography (alopesia areata of the eyebrows) akhir-akhir ini banyak diteili.1,4,6-21 .Saat ini belum ada pengobatan yang dapat langsung menyembuhkan. Efikasi pengobatan bersifat individual, sulit untuk
memperkirakan pertumbuhan rambut terjadi secara spontan. Dari semua terapi yang ada, terapi Alopesia areata belum memuaskan.4
2.1 Defenisi
Alopesia areata adalah peradangan yang kronis, berulang dari rambut terminal, yang ditandai oleh timbulnya satu atau lebih bercak kerontokan rambut pada scalp dan atau kulit yang berambut terminal lainnya. Lesi pada umumnya berbentuk bulat atau lonjong dengan batas tegas, permukaan licin tanpa adanya tanda-tanda atropi, skuamasi maupun sikatriks.1-4
2.2 Insidens
Prevalensi pada masyarakat umum di Amerika Serikat 0,1 0,2 %. Pada beberapa laporan perbandingan insidens alopesia areata sama banyak antara pria dan wanita.6,9 Di Unit Penyakit Kulit dan Ketamin RSCM Jakarta, dalam pengamatan selama 3 tahun (1983 1985) penderita rata-rata sebanyak 20 orang pertahun dengan perbandingan pria dan wanita 6 : 4. Umur termuda yang pernah dicatat adalah 6 tahun, dan yang tertua 59 tahun.22) Resiko untuk terkena alopesia areata selama masa hidup adalah 1,7 %.6,9
2.3 Etiopatogenesis
Alopsia areata telah dikenal sejak 20 abad yang lalu, namun sampai saat ini penyebabnya yang pasti belum diketahui meskipun ada dugaan merupakan respon auto imun.1,4,6-9,14,17 Berbagai faktor atau keadaan patologik yang dianggap berasosiasi dengan penyakit ini adalah : a. Genetik Alopesiaa reata dapat diturunkan penetrasi yang variabel. Frekuensi secara dominan autosomal dengan
genetik adalah 10 50 %. Insidens tinggi pada alopesia areata dengan onset dini 37 % pada umur 30 tahun dan 7,1 % pada onset lebih dari 30 tahun. Dilaporkan terjadi pada kembar identik sebesar lebih dari 55 %. Beberapa gen terangkai erat misalnya sistem genetik HLA (Human Leucocyte Antigen) yang berlokasi di lengan pendek kromosom-6 membentuk MHC (Major Histocompatibility Complex).
4
Tiap gen pada sistem genetik HLA memiliki banyak varian (alel) yang berbeda satu dengan yang lain. Kompleks HLA pada penderita alopesia areata diteliti karena banyaknya hubungan penyakit-penyakit autoimun dengan peningkatan frekwensi antigen HLA. Pernah diteliti hubungan alopesia areata kelas I (HLA-A, -B, -C0) dan HLA kelas ll (HLA-DR, -DQ, -DP). Penelitian terbaru, ada hubungan alopesia areata dengan beberapa antigen kelas I (HLA-A9, -B7, -B8, -B13, -B27) tapi belum dipastikan. Beberapa tahun ini banyak terbukti hubungan alopesia areata dengan HLA kelas ll (HLA-DR4, -DR5 subtipe DR4 dan DR11, -DQ3 subtipe DQ7 dan DQ8) alopesia areata HLA-DRS berhubungan dengan bentuk alopesia areata onset dini dan alopesia areata dengan hilangnya rambut yang luas. Pada alopesia areata terjadi peningkatan alel HLA- DQB1*0301 (DQ7), HLA-DQB*03 (DQ3 dan HLADRB1*110 4 (DR11). HLA-DBR1*03 (DQ3) tampaknya merupakan marker HLA untuk semua bentuk alopesia areata. Alel HLA-DRB1*0401 (DR4) dan HLADRB1*0301 (DQ7) adalah marker untuk alopesia areata totalis/universalis yang lebih berat. Pada Sindroma Down insiden alopesia areata sebanyak 60
dibandingkan dengan 1 pada populasi normal. Diduga ada keterlibatan gen pada kromosom 21 yang menentukan kerentanan terhadap alopesia areata.1,4,6,8,9,13,14 b. Stigmata atopi (faktor alergi) Beberapa penelitian adanya hubungan antara alopesia areata dengan atopi, terutama alopesia areata berat. Frekuensi penderita alopesia areata yang mempunyai stigmata atopis ebesar 10 52 %. Kelainan yang sering dijumpai berupa asma bronkhial, rhinitis dan atau dermatitis atopik.6,8,9,13,14
c. Gangguan neurofisiologik dan emosional. Pada alopesia areata telah dibuktikan dapat terjadi vasokonstriksi yang disebabkan oleh gangguan saraf autonom, atau setelah tindakan ortodontik. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa stres mungkin merupakan faktor presipikasi pada beberapa kasus pada alopesia areata. Pernah dilaporkan sebelum onset alopesia areata terjadi psikotrauma, stres karena suatu peristiwa 6 bulan sebelum rambut gugur, prevalensi yang tinggi terjadinya kelainan psikiatrif,a ktor psikologis, faktor situasi dalam rumah tangga. Sebaliknya ada laporan bahwa stres tidak memegang peranan penting dalam patogenesis alopesia areata.1,8,9,14 d. Gangguan organ ektodermal Kerusakan kuku distropik dianggap berasosiasi dengan alopesia areata, demikian pula timbulnya katarak tipe subkapsular posterior. 8,9,12 e. Kelainan endokrin Beberapa penyakit endokrin antara lain gangguan fungsi kelenjar dan diabetes melitus banyak dihubungan dengan alopesia areata. Tiroid, kelenjar yang paling sering dijumpai kelainannya pada penderita alopesia areata, memberikan gambaran penyakit goiter. Gangguan endokrin lainnya dapat berupa vitiligo dan kelainan gonad.8,9,13,14 f. Faktor infeksi Adanya laporan mengenai kemungkinan adanya infeksi Cytomegato virus (CMV) pada alopesia areata. Infeksi HIV juga berpotensi sebagai faktor pencetus
terjadinya alopesia areata. Tapi ada penyelidikan lain yang menyebutkan tidak ada hubungan bukti keterlibatan virus / bakteri belum dapat disimpulkan.1,6,8,9,13,14 g. Faktor nuerologi Perubahan lokal pada sistem saraf perifer pada level papila dermis mungkin memegang peranan pada evolusi alopesia areata karena sistem saraf perifer dapat menyalurkan neuropeptida yang memodulasi proses inflamasi dan proliferasi. Teori ini didukung oleh Hlordinsk dkk : ada penurunan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP) dan Substansi P (SP) pada pasien alopesia areata. Neuro CGRP bekerja sebagai antiinflamasi poten. Neuropeptida SP mampu menginduksi pertumbuhan rambut pada tikus. Pemberian Capsaicin (yang dapat menyebabkan inflamasi neurogenik dan pelepasan SP) pada seluruh kulit kepala pada 2 pasien alopesia areata dapat velus.6,8,9,14 h. Faktor hormonal / kehamilan Ketidakseimbangan hormonal pada kehamilan kadang-kadang dapat mencetuskan terjadi alopesia areata (Sabaroud 1896, Sabaroud 1913). Banyak dilaporkan kasus alopesia areata terjadi selama masa kehamilan. Alopesia areata pada keadaan ini pada umumnya besifat sementara. Masa pubertas dan menopause juga berpotensi untuk kembalinya alopesia areata.6,14 i. Bahan kimia Bahan-bahan kimia yang berpotensi untuk terjadinya alopesia areata meningkatkan adanya SP pada saraf
j. Perubahan musim Tercatat beberapa orang dijumpai tumbuh kembali dalam musim summer.14 k. Trauma fisik.14 l. Local skin injury.14 m. Kelainan Imunologis (Lihat berbagai aspek imunologis) alopesia areata selama terjadi
perubahan musim yaitu selama musim winter dan bersifat sementara dan akan
rambut yang
alopesia areata. Bentuk lain berupa rambut kurus, pendek dan berpigmen yang disebut black dots.1,4,23 Lesi yang telah lama tidak mengakibatkan pengurangan jumlah folikel. Folikel anagen terdapat di semua tempat walaupun terjadi perubahan rasio anagen : telogen. Folikel anagen akan mengecil dengan sarung akar yang meruncing tetapi tetap terjadi diferensiasi korteks, walaupun tanpa tanda keratinisasi. Rambut yang tumbuh lagi pada lesi biasanya didahului oleh rambut velus yang kurang berpigmen.1,4,23
meluas ke anterior dan bilateral 1 2 inci di atas telinga, dan prognosisnya buruk. Gejala subjektif biasanya pasien mengeluh gatal, nyeri, rasa terbakar atau parastesi seiring timbulnya lesi.1,4,6-9,13,14,17 Ikeda (1965), setelah meneliti 1989 kasus, mengemukakan klasifikasi alopesia areata sebagai berikut : 1. Tipe umum, meliput 83 % kasus diantara umur 20 40 tahun, dengan gambaran lesi berupa bercak bercak bulat selama masa perjalanan penyakit. Penderita tidak mempunyai riwayat stigmata atopi ataupun
penyakit endokrin autonomik, lama sakit biasanya kurang dari 3 tahun. 2. Tipe atopik, meliputi 10 % kasus, yang umumnya mempunyai stigmata atopi, atau penyakitnya telah berlangsung lebih dari 10 tahun. Tipe ini dapat menetap atau mengalami rekurensi pada musim-musim tertentu (perubahan musim). 3. Tipe kombinasi, meliput 5 % kasus, pada umur > 40 tahun dengan gambaran lesi-lesi bulat, atau retikular. Penyakit endokrin autonomik yang terdapat pada penderita antara lain berupa diabetes melitus dan kelainan tiroid. 4. Tipe prehipertensif, meliputi 4 % kasus, dengan riwayat hipertensi pada penderita maupun keluarganya. Bentuk lesi biasanya retikular.1 Klasifikasi tersebut sangat berguna untuk menjelaskan patogenesis dan meramalkan prognosis penyakit.1 Pada beberapa penderita terjadi perubahan pigmentasi pada rambut di daerah yang akan berkembang menjadi lesi, atau terjadi pertumbuhan rambut baru pada lesi atau pada rambut terminal di sekitar lesi. Hal ini disebabkan oleh kerusakan
10
keratinosit pada korteks yang menimbulkan perubahan pada rambut fase anagen lll/IV dengan akibat kerusakan mekanisme pigmentasi pada bulbus rambut.1,4 Berbagai Aspek lmunologis Alopesia Areata Ada laporan hubungan alopesia areata dengan kelainan autoimun yang klasik terutama pada penyakit tiroid dan vitiligo. Penyakit tiroid pada alopesia areata 811,8%. Pada populasi normal, hanya 2% ada peningkatan prevalensi antitiroid dan antibodi mikrosomal tiroid pada pasien alopesia areata. Penderita alopesia areata memiliki insidens vitiligo 4 kali lebih besar. Ada peningkatan antibodi sel parietal gastrik, antibodi antinuklear dan antibodi anti otot polos pada serum penderita alopesia areata. Ada hubungan alopesia areata dengan Anemia pernisiosa, Diabetes mellitus, Lupus ertitematosus, Myastenia gravis, Reumatoid artritis, Rheumatik polimialgia, Kolitisu lseratif, Liken planus, Sindroma endokrinopati Candida.1,4,6,8,9,13,14,17 1. Aspek imunitas humoral Penelitian terdahulu, gagal menunjukkan adanya antibodi khusus terhadap sel epidermal atau folikel rambut pada pasien alopesia areata. Penelitian tranfer pasif serum penderita alopesia areata tikus gagal menginhibisi pertumbuhan rambut graft. Tobin dkk melaporkan bisa mendeteksi antibodi terhadap folikel rambut berpigmen melalui cara Western blot pada serum seluruh penderita alopesia areata (100 %) dibanding hanya 44 % pada kontrol. Juga terdapat level autoantibodi yang tinggi terhadap struktur folikel rambut anagen penderita alopesia areata.
11
Respon antibodi terhadap folikel rambut pada alopesia areata terlihat heterogen karena pasien yang berbeda akan membentuk pola pengembangan antibodi yang berbeda pula. Struktur target yang paling sering adalah; lapisan luar akar rambut, matriks, lapisan dalam akar rambut dan batang rambut.8,14 Pada alopesia areata, dengan perkecualian terdapatnya autoantibodi organ spesifik di dalam sirkulasi, tampaknya kelainan pada respons imunitas humoral tidak terlalu menonjol. Nilai imunoglobulin (Ig) pada umumnya normal walaupun ada yang menjumpai sedikit di bawah normal. Tetapi Safai dkk (1979) melaporkan peningkatan kadar IgM disertai penurunan jumlah nilai komplemen hemolitit total. Peneliti lainnya menjumpai nilai komponen-komponen komplemen (C3 dan C4) dalam batas-batas normal. Pemeriksaan imunofluoreseni langsung pada lesi-lesi scalp yang dilakukan oleh Bystryn dkk (1979) menunjukkan endapan C3 dan kadang kadang lgG dan lgM sepanjang zona membran basalis folikel rambut pada 92 % kasus alopesia areata, dibandingkan hanya 21 % pada kasus male pattern alopecia. Pada 66,6 % kasus, endapan - endapan lgM dan C3 dijumpai pada ruang interselular sarung akar luar. Peneliti lain menjumpai endapan endapan IgC, IgM dan C3 baik di zona membran basalis maupun di ruang interselular sarung akar dalam. Data-data di atas menunjang peranan faktor imun di dalam patogenesis alopesia areata. Tetapi beberapa peneliti tidak berhasil menjumpai endapan-endapan komplemen maupun imunoglobulin.24 Autoantibodi terhadap organ spesifik di dalam sirkulasi, dijumpai
meningkat fekuensinya pada 5 25 % penderita alopesia areata. Antibodiantibodi tersebut adalah terhadap tiroid, sel parietal gaster dan otot polos serta
12
antara alopesia areata dengan autoantibodi organ spesifik. Freidmen (1981) mengemukan tentang pentingnya umur, jenis kelamin dan beratnya penyakit di dalam mengevaluasi frekuensi autoantibodi. Prevalensi antibodi antitiroid di jumpai lebih tinggi pada wanita muda, dan wanita dengan antitiroid. Antibodi terhadap sel parietal gaster meningkat bermakna hanya pada pria.1 2. Aspek imunilas selular (Cell Mediated Irnunity) Beberapa penelitian masih memberikan hasil yang di perdebatkan. Pada alopesia areata jumlah T limfositnya berkurang atau normal, menurut Friedman : jumlah sel T berkurang pada alopesia areata (dimana penurunnya berhubungan dengan keparahan penyakit), terjadi kegagalan fungsi sel T helper dan perubahan jumlah sel T supresor. Sedikit peningkatan sel T helper (CD4) dan penurunan jumlah sel supresor (CD8) menyebabkan peningkatan rasio sel helper / sel supresor berhubungan dengan jumlah rambut yang gugur.(1) Terapi yang
berhasil dengan bahan-bahan imunomodulator seperti siklosporin oral dan steroid sistemik juga mendukung patogenesis imun-mediated pada alopesia areata. Gilhar dkk ; alopesia areata dapat diinduksi pada kulit kepala manusia yang ditransplantasi dari tikus yang menderita imunodefisiensi kombinasi yang berat melalui transfer autologus T limfosit terjadi gugurnya rambut, infiltrasi sel T perifolikuler serta ekspresi HLA-DR dan ICAM-1 (lnter Cellular Adhesion Molecule1) pada epitelium folikular. Sel T yang tidak pernah dikultur dengan homogen folikular, tidak akan pernah menginduksi alopesia areata. Induksi alopesia areata terjadi setelah diinjeksi dengan sel CD8+ yang dikultur dengan homogen folikular,
13
bukan oleh sel CD4+. Bukti yang mendukung hipotesis bahwa alopesia areata merupakan penyakit autoimun organ spesifik adalah bahwa alopesia areata ; memiliki kerentanan herediter, meningkatkan antibodi organ spesifik,
meningkatkan antibodi terhadap folikel rambut berpigmen, tingginya level autoantibodi terhadap struktur multipel folikel rambut anagen pada pasien alopesia areata, peningkatan rasio T helper / sel supresor, induksi alopesia areata melalui transfer T Iimfosit terkultur dengan homogenitas folikuler.1,4,6-9,13,14 Folikel rambut memiliki sistem imun yang berbeda dengan kulit sekitarnya yaitu sistem imunnya terdiri dari T limfosit intrafolikular dan sel Langerhans dilapisan luar akar bagian distal dan sel mast perifolikuler dan makrofag. Juga khas adanya ekspresi MHC folikuler kelas Ia / Ib dan ICAM-1. Folikel rambut manusia bahkan bisa jadi reservoir sel Langerhans. Epitel folikel rambut anagen proksimal memiliki kemampuan imun karena lapisan dalam akar rambut dan matriks rambu tidak mengekspresikan molekul MHC kelas l yaitu imun ini bisa hilang pada penderita alopesi areata. Teori Paus ; ada keterlibatan regulasi antigen MHC yang meningkat dan atau yang menurun dari imunosupresan yang diproduksi secara lokal (hormon melanosit stimulating, adenocorticotropin dan transforming growth factor) akan menyebabkan sistem imun dapat mengenali antigen di folikel rambut yang menyebabkan terjadinya onset alopesia areata.1,8 Pengukuran sub populasi limfosit di dalam sirkulasi dilakukan melalui 2 tehnik yang berbeda. Dengan menghitung proporsi sel T yang mempunyai reseptor Fc untuk lgG (sel Tg) dan untuk lgM (sel Tm), Gu dkk (1981) melaporkan peningkatan prosentase sel T suppressor (sel Tg) pada penderita alopesia areata.
14
Sebaliknya, peneliti lain menjumpai penurunan sel Tg itu. Hasil hasil yang berheda ini tergantung kepada perbedaan aktivitas penyakit, sebab terbukti bahwa penuruan fungsi sel T suppressor hanya terjadi pada penderota yang secara klinis penyakitnya masih aktif.1,4,8 Dengan mempergunakan tekhnik antibodi monoklonal, aktivitas T suppressor pada alopesis areata dapat dijumpai meningkat, menurun, atau normal. Untuk memperbandingkan penelitian-penelitian dengan mempergunakan antibodi
monoklonal dengan yang mempergunakan perhitungan reseptor Fc ternyata sulit, karena terdapat disosiasi antara subset-subset sel T yang dijelaskan oleh kedua metode di atas. Usaha untuk membuktikan adanya respons limfosit terhadap antigen yang berkaitan dengan rambut juga belum berhasil.1,8 Bukti lain yang menunjang peranan sistem imunitas selular terhadap patogenesis alopesia areata, yaitu penemuan histopatologik berupa infiltrat limfositik (sel T) di sekeliling folikel rambut penderita.9,14,25
telogen distrofik tidak mengandung batang rambut atau hanya berupa rambut distrofik yang kecil. Folikel rambut akan berpindah ke dermis bagian atas. Kelenjar sebasea dapat tetap normal atau mengalami atrofi. Terjadi infiltrasi limfosit pada dermis di sekeliling struktu rambut miniatur. Pada kasus kronik jumlah infiltrat peradangan berkurang, dapat terjadi invasi sel radang ke matriks bulbus dan sarung akar luar fase awal rambut anagen. Infiltrat peradangan tampak tersusun longgar menyerupai gambaran sarang lebah.9,14,25,26
2.7 Diagnosis
Diagnosis Alopesia areata berdasarkan gambaran insfeksi klinis atas pola mosaik alopesia atau alopesia yang secara klinis berkembang progresisf. Didukung adanya trikodistrofi, efluvium anagen, atau telogen yang luas, dan perubahan pada gambaran histopatologi. Pada stadium akut ditemukan distrofi rambut anagen yang disertai rambut tanda seru (exclamation mark hair) pada bagian proksimal, sedangkan pada stadium kronik akan didapatkan peningkatan jumlah rambut telogen. Perubahan lain meliputi berkurangnya diameter serabut rambut, miniaturisasi, pigmentasi yang tidak teratur. Tes menarik rambut pada bagian tepi lesi yang positif menunjukkan keaktifan penyakit.1,8
16
Gambar. Akar rambut yang bentuknya seperti tanda seru (exclamation point hair)
Biopsi pada tempat yang terserang menunjukkan peradangan limfostik peribulbar pada sekitar folikel anagen atau katagen disertai meningkatnya eosinofil atau sel mast.9,25,26
atau sifilis stadium ll, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Masa awitan alopesia areata yang cepat dan difus sulit dibedakan secara klinis dari alopesia pasca febris dan gangguan siklus rambut lainnya, kecuali bila dijumpai rambut distrofik. Sikatriks pada lesi alopesia areata yang kronik dapat pula terjadi oleh karena berbagai manipulasi sehingga perlu dilakukan pemeriksaan biopsi kulit.1,7,9,13
2.9 Pengobatan
Perjalanan penyakit alopesia areata dan rekurensi tidak dapat diramalkan yang mengalamri emisis pontan sebelumnya, sehingga evaluasi pengobatan menjadi sulit. Pada umumnya sulit untuk mengobati alopesia areata yang berat, sehingga masih tetap dicari jenis dan sistem pengobatan baru yang diharapkan memberi hasil yang lebih baik.
kemungkinan rambut tumbuh kembali. Namun data-data dari penelitian mengenai formula ini tidak lengkap.20 Pilo Genic's Biotin Products Berupa krim yang menurut Dr. Settel berisi bahan yang unik (secret ingredient) yang dapat membuat krim berpenetrasi kedalam sel sel dari folikel rambut secara langsung sehingga dapat mengurangi kerontokan. Anita Young, presiden dari Pilo-Genic Research Associafes lnc , menyatakan bahwa produk- produk ini diformulasi untuk mengontrol kerontokan rambut yang berlebihan dan merangsang rambut yang tumbuh yang folikelnya mengalami miniaturisasi ke mbali. Data-data penelitian berkaitan dengan ini masih dipertanyakan.20 Larutan berisi progesteron Menurut Dr. Orentreich progesteron dalam bentuk larutan dengan kadar 2 4 %. Pada pria hanya 1 cc 2 x sehari pada daerah kebotakan, untuk menghindari efek feminisasi. Bagi wanita diberi dosis yang lebih kecil (< 2 %) untuk mencegah gangguan menstruasi. Pemakaian progesteron bagi kerontokan rambut selain secara topikal dapat juga dilakukan dengan suntikan ke dalam kulit kepala. Terdapat kemungkinan progesteron bersaing dengan 5-alfareduktase, yang dapat menurunkan kadar rontok.20 dihidrotestosteron (DHT) dan mengubah keseimbangan
19
Kortikosteroid topikaI Merupakan imunosupresor yang nonspesifik yaitu kortikosteroid kelas ll (Clobatasol propionate) dalam bentuk larutan dengan cara pemakaian: 2 x 1 ml/hari dioles pada seluruh kepala. Lama pengobatan 3 4 bulan. Terapi dikurangi secara bertahap bila alopesia membaik. Pada Triple therapy digunakan kortikosteroid potensi tinggi dalam bentuk krim, yang dipakai 30 menit sesudah pengolesan dengan larutan minoxidil, disertai dengan penyuntikan kortikosteroid 1 x sebulan. Bila tidak ada perbaikan maka dapat dialihkan pada Shorf contact anthralin therapy. Dalam suatu penelitian digunakan flucinolone acetonide cream 0,2 % dua kali sehari, 61 % menunjukkan hasil adanya respon. Pada penelitian selanjutnya dengan menggunakan topikal desoximetasone (Topicort) cream dua kali sehari selama 12 minggu, secara statistik pertumbuhan rambut tidak bermakna dibandingkan dengan placebo. Pada penggunaan topikal korticosteroid potensi tinggi selama 3 bulan berlurut-turut memberikan hasil yang lebih baik. Topikal betametasone dipropionactere cream 0,05 % dua kali sehari dapat digunakan.7,9,10 Oleh karena alopesia areata, salah satu diantara penyebab kerontokan rambut dianggap diperantarai oleh reaksi imun, maka secara khusus kita dapat memakai steroid secara topikal maupun intralesi. Kortikosteroiid ini dapat juga dikombinasi dengan antralin atau minoxidil. Kontra indikasi adalah
hipersensitivitas bahan tersebut, infeksi kulit oleh virus atau jamur. Efek samping dari obat ini adalah untuk terapi jangka panjang akan menekan fungsi adrenal,
20
folikulitis, telangiektasi dan atropi lokal, pruritus, kulit kering dan rasa terbakar. Tidak pernah dilaporkan efek sistemik.7,9,10,20
dengan pengolesan larutan minoxidil 5 % 2 x sehari. Efektivitas minoxidil bisa dipercepat dengan antralin.9,10,20 Antralin secara topikal dapat merangsang pertumbuhan kembali rambut oleh sifat sifat iritannya. Terdapat kemungkinan bahwa berbagai mediator yang berlainan dapat memegang peranan dominan pada dermatitis yang dicetuskan oleh folikuler langsung oleh ada bukti mengenai efek stimulasi menyebabkan suatu dermatitis iritatif yang ringan mengubah fungsi imun kulit setempat yang terlibat. Terapi kombinasi dengan antralin 0.5 % dan minoxidil 5 % memberi respons kosmetik sebesar 11 % dalam waktu 6 bulan. Respons ini dipertahankan setelah terapi diteruskan selama 84 minggu. Pertumbuhan kembali rambut terjadi pada minggu ke-12. Hasil yang diperoleh dengan terapi kombinasi lebih baik daripada pemakaian obat secara tunggal. Jadi terapi kombinasi dengan memakai obat-obat dengan mekanisme kerja yang berlainan dapat menghasilkan suatu efek sinergistik dan dengan demikian menghasilkan efektivitas kosmetik yang lebih tinggi.6,7,9,10,13,14,19 Obat topikal yang bekerja langsung pada folikel rambut. Minoxidil (2,4-diamino 6 piperidinopyrimidine-3-oxide) Mekanisme kerja minoxidil untuk merangsang pertumbuhan rambut tidak diketahui, meskipun bukti-bukti yang muncul menunjukkan adanya kemungkinan efek folikuler yang langsung (mitogenic effect) dan periferal vasolidator yang poten. Minoxidil mempunyai efek mitosis secara langsung pada sel epidermis dan memperpanjang kemampuan hidup keratinosid. Juga diduga bahwa mekanisme kerja dihubungkan dengan hambatan masuknya kalsium ke dalam sel. Masuknya kalsium dalam sel
22
secara normal dapat meningkatkan faktor pertumbuhan epidermis (EGFs), yang menghambat pertumbuhan rambut. Alergi terhadap minoxidil dapat dipastikan dengan melakukan uji tempel dengan larutan minoxidil komersil dan propilen glikol yang diencerkan. Apabila hasil kedua uji tempel adalah positif (+), maka propilen glikol merupakan
penyebab utama dermatitis kontak alergika (DKA) ini. Dengan demikian dapat dipakai campuran larutan minoxidil yang bebas propilen glikol, dengan efektivitas sebaik larutan terdahulu. Minoxidil 5 % harus dioleskan 2 x sehari untuk jangka waktu 2-3 bulan sebelum terjadi peningkatan jumlah rambut. Apabila obat dihentikan maka rambut kembali hilang dalam waktu 6 bulan. Pertumbuhan rambut dapat dilihat paling cepat 2 bulan sampai 1 tahun sesudah terapi dengan 5 % minoxidil. Pemberian topikal tidak efektif pada alopesia totalis tau alopesia universalis. Kombinasi minoxidil 5 % dengan antralin dioleskan dua kali sehari dapat mempercepat efektifitasnya. Beberapa peneliti berpendapat bahwa kombinasi minoxidil dengan asam retinoat topikal dapat meningkatkan absorpsi minoxidil perkutan sehingga jumlah minoxidil yang mencapai folikel juga meningkat, dapat meningkatkan diferensiasi folikel dan pembentukan dermal vessel, meningkatkan kecepatan pertumbuhan rambut, memperpanjang fase anagen, merubah rambut velus menjadi rambut terminal, dengan cara bekerja secara sinergis dengan minoxidil. Iritasi pada pemakaian tretinoin secara topikal merupakan efek samping yang dapat dikontrol pada banyak subyek dan suatu true contact alergy terhadap tertinoin topikal jarang terjadi. Kebanyakan pasien tidak menganggap masalah.
23
Kombinasi minoxidil 5 %, asam azelaik dan betametason (Xandrox) dikenal dengan formulasi Dr. Lee. Pasien-pasien yang memakai Xandrox dianjurkan diperiksa secara periodik bagi kemungkinan adanya HPA (Hipotalamus Pituitary Adrenal axis) axis suppression dengan urinary free cortisol test dan ACTH StimuIarion test .1 ,4 ,6 ,8 -10 ,13 ,14 ,19 ,20,23,27
dermatitis kontak alergi pada daerah kebotakan untuk merangsang pertumbuhan rambut rambut kembali. Perubahan dalam respon imun setempat berperan besar. Alergi kontak sensitisasi akan merubah perbandingan peribulbar T4 : T8 dari 4 : 1 menjadi 1 : 1 (kompetisi antigenik yang menghambat reaksi auto imun).6 Pada awalnya dipakai dinitroklorobenzen (DNCB), terapi kemudian
dihentikan setelah diketahui bahwa bahan ini bersifat mutagenik dalam test Ames. Squaric acid dibutyl esfer (SADBE) yang negatif pada test Ames (non mutagenic tetapi larutannya tidak stabil). Sensitiser yang kini paling banyak
24
dipakai adalah diphencyprone (DCPC) yang non-mutagenik, tetapi sensitif terhadap degradasi sinar ultra ungu. Sensitiser topikal ini dipakai pada terapi atopesia areata. Diphencyprone dioleskan1 x seminggu selama 20 24 minggu. Apabila tidak ada respons hingga 24 minggu maka imunoterapi topikal ini dihentikan. Aplikasi berulang - ulang bahan sensitisers secara topikal dapat mencetuskan pertumbuhan kembali rambut di kepala pada 50 % - 90 % pasien yang diterapi. Sensitisasi kontak alergik dapat menyebabkan persaingan antigenik yang menghambat berbagai reaksi auto-imun. Terapi dengan allergic contactants memerlukan waktu yang lama (berbulan bulan) menyebabkan efek samping seperti pruritis, adenopati, eritema multiforme, vitiligo, dan kemungkinan terjadinya reaksi autosensitisasi yang dapat membahayakan pasien.1,4,6,8,9,10,11,13,14-16,19,20,23,27 Kontra indikasi pada yang hipersensitivitas, anafilaksis, ibu hamil dan menyusui. Sedangkan efek samping dapat limfadenopati servikal, perubahan-perubahan pigmentasi, erupsi mirip eritema multiforme dan urtikaria.1,4,6,9-11,13-16,19,20,23
membatasi cara pemakaian ini. Pada suatu penelitian digunakan siklosporin 5 % dan 10 % solution 2 kali seharis elama 4 12 bulan tidak menunjukkan pertumbuhan (24 pasien) sedangkan 3 pasien menunjukkan pertumbuhan rambut velus dengan larutan 10 %. 10
25
Siklosporin menghambat aktivasi sel T penolong (T4 limfosit) yang dapat patogenik pada alopesia areata. Suatu percobaan dengan siklosporin 6
mg/kg/hari peroral selama 3 bulan menyebabkan pertumbuhan rambut kembali pada 50 % pasien, namun kerontokan rambut terjadi lagi setelah obat dihentikan. Tidak terdapat respons yang menguntungkan dengan pemakaian siklosporin topikal.6,9,10,20 Kontra indikasi hipersensitivitas, hipertensi, karsinoma. Jangan diberikan bersama PUVA atau UVB pada psoriasis karena akan dapat rneningkatkan
karsinoma. Rifampicin, fenobarbital, isoniasid, karbamasepin, fenitoin dapat menurunkan konsentrasi siklosporin. Azithromycin, itraconazole, ketoconazole, fluconazole, erithromycin, acyclovir, amphotericin B dan grape fruit juice dapat meningkatkan toksisitas siklosporin.6,9,10,13,20,23
26
Photochemotherapy (PUVA) dalam jangka waktu lama dapat mencetuskan pertumbuhan rambut kepala dan tubuh pada 70 % pasien yang diterapi. Pertumbuhan kembali nampaknya berkaitan dengan jumlah energi yang dihasilkan. Respons awal dilihat setelah pemakaian 85 120 J/m2/hari.20 Khusus bagi pasien pasien dengan alopesia areata, University of British Columbia Hair Research and Treatment Centre, 1998, membuat protokol
pengobatan pada orang dewasa, sebagai berikut : - Kerontokan rambut < 50 % a. Tanpa terapi b. Penyuntikan triamisinolon asetonid intralesi c. Larutan minoxidil 5 % d. Kombinasi larutan minoxidil 5 % dengan kortikosteroid topikal potensi tinggi. e. Kombinasi larutan minoxidin 5 % dan antralin. f. lmunoterapsie cara topikal apabila berbagai cara tersebut di atas tidak menolong. - Kerontokan rambut 50 % a. Lmunoterapi secara topikal dengan diphencyprone (DPCP) b. Larutan minoxidil 5 % dan kortikosteroid topikal potensi tinggi. c. Larutan minoxidil 5 % dan antralin.
27
Pengobatan alternatif
Aloe vera Punya daya menyejukkan dan anti peradangan Daun seledri (apium graviolen-L) Kelapa hijau (cocos nucifera-L) Poison Ivy Suatu potentcontact sensitizing chemical. Melatonin Suatu neuro-hormon yang bersifat imunosupresif. Sinar ,atahari Menurunkan sel sel imun didalam kulit Heat treatment Asprin poultice Mustard seed (capsicum poutice) Dimethyl sulfoxide (DMSO) Evening primrose oil (EPO), omega 6 essential fatty acid (EFA) Flax seed oil, lin seed oil, fish oil (omega 3 fatty acid) 6,14,20 Aroma therapy 6 Massase dengan minyak esensial setiap hari untuk waktu 7 bulan.
Pengobatan experimental
- Tacrolimus (FK 506) Suatu imunosupressive agen untuk menstimullasi pertumbuhan rambut pada CD1.6,9,10,20,27
28
Kekambuhan terjadi pada sebagian pasien, waktunya antara 3 -12 bulan seteIah
29
lsoprinosin lsoprinosin berfungsi meningkatkan jumlah dan fungsi limfosit T, serta meningkatkan fungsi fagositosis, juga menurunkan kadar autoantibody yang sering didapatkan pada alopesia areata, alopesia totalis atau alopesia universalis, yaitu nuclear antibody, smooth muscle antibody, striated muscle antibody, serta epidermal dan atau gastric parietal cell antibody. Dosis yang digunakan adalah 50 mg/kgBB/hari, dengan dosis maksimal antara 3 - 5 g sehari. Lama pemberian bervariasi, berkisar antara 20 minggu sampai 6 bulan. Dosis yang diberikan biasanya tidak menetap, tetapi diturunkan setelah minggu ke 3 sampai minggu ke- 8. Tidak semua pasien memberi respon memuaskan dan pada alopesia totalis dan universalis kekambuhan terjadi antara 2 minggu sampai 5 bulan setelah obat dihentikan, sementara pada alopesia areata lebih dari 1 tahun. Sabardi, dkk melaporkan kasus alopesia areata pada anak yang diobati isoprinosin dengan dosis masing- masing 2 x 400 mg/hari dan 4 x 250 mg/hari. Dosis diturunkan setelah 2 bulan menjadi 2 kali / minggu dan dilanjutkan sampai 6 bulan. Efek samping penggunaan isoprinosin yang paling sering adalah peningkatan ringan asam urat serum, nausea, dan skin rash. Sedangkan kontra indikasinya adalah penderita gout, urolitiasis, dan disfungi ginjal. 10,21 Siklosporin Siklosporin memiliki efek menghambat infiltrasi imunitas ke dalam dan sekitar folikel rambut, menghambat ekspresi HLA DR di epitel folikel, ekspresi ICAM-1, sel T CD4, CD8, dan sel Langerhans di folikel rambut, serta menurunkan rasio CD4/CD8. Gupta,dkk (melaporkan pemberian siklosporin dengan dosis 6
30
mg/kg/hari selama12 minggu. Pertumbuhan rambut mulai terjadi antara minggu ke 2 - 4, sedangkan kesembuhan didapatkan tiga bulan setelah obat dihentikan. Penulis lain melaporkan pemberian siklosporin dengan dosis 5 mg/kgBB/hari dan prednison 5 mg/hari. Dosis siklosporin diturunkan 1mg/gBB/hari setelah 10 minggu dan setelah itu 0,5 mg/kgBB/hari tiap 6 minggu. Total lama pemberian siklosporin 24 minggu dan prednison dihentikan 1 bulan sesudah siklosporin dihentikan. Efek samping sillosporin adalah sakit kepala, fatigue, diare, hiperplasia ginggiva, flushing dan myalgia serta peningkatan ureum dan kreatinin serum.6,7,9,10,21 Golongan fototerapi PUVA dan Psoralen Foto terapi untuk alopesia areata, totalis, dan universalis dengan menggunakan psoralen + UVA (PUVA). PUVA dapat mempengaruhi populasi limfosit di kulit dan dalam sirkulasi. Pada alopesia areata diduga menyebabkan perubahan respon imun melalui mekanisme yang kompleks yang menyebabkan bulbus rambut terbebas dari serangan reaksi imun. Secara umum, PUVA mempunyai peran sebagai imunosupresif pada kulit. PUVA dapat menunkan jumlah sel - T, kebanyakan seI CD3+, CD4+ dan CD8+. Juga menurunkan jumlah reseptor interleukin (IL-2). Walaupun tidak menurunkan jumlah sel Langerhans, PUVA menurunkan ekspresi pembentukan imumnojistokemia, jadi dapat menurunkan presentasi antigen. Claudy,dkk melaporkan pemberian metoksalen dengan dosis 10 mg untuk yang berat badannya 25 kg sampai 60 mg untuk yang berat badannya > 90 kg, diberikan 2 jam sebelum radiasi PUVA ke seluruh badan. Frekuensi radiasi 3 x/minggu dengan energi 8- 8,5 J/cm2 setiap beberapa kali
31
penyinaran5. Dosis radiasi ditingkatkan 1 J/cm2 setiap beberapa kali penyinaran dan rerata radiasi keseluruhan adalah 505 J/cm2. Kekambuhan terjadi antara 8 bulan sampai 2 tahun setelah penghentian terjadi. Para peneliti lain menggunakan dosis metosalen yang bervariasi, misalnya 10 mg/hari untuk yang berberat badan < 30 kg sampai 60 mg/haru intuk yang berat badannya > 90 kg atau 0,6m g/kgBB, semua diberikan 2 jam sebelum radiasi. Dosis awal radiasi 1J/cm2 dan ditingkatkan sampai dengan 9 J/cm2.1,6,7,9,10,21 Golongan vitamin dan mineral Vitamin terutama digunakan pada keadaan defisiensi vitamin yang bersangkutan. Kerontokan r mbut dan alopesia dapat merupakan salah satu gejala defisiensi beberapa jenis vitamin, misalnya B-12, biotin, dan vitamin D. untuk keadaan tersebut suplemen vitamin yang bersangkutan dapat
menghilangkan semua gejala defisiensi, termasuk gejala kerontokan rambut dan alopesia. Vitamin B12 diberikan dengan dosis1 mg/minggu lM pada bulan
pertama, yang dilanjutkan dengan 1 mg/bulan, perbaikan terjadi setelah1 tahun. Sedangkan biotin diberikan dengan dosis 150 mg/hari yang memberikan
perbaikan setelah 1 minggu, dan vitamin D dengan dosis 00 400 lU/hari. Vitamin B6 yang diberikan secara lM setiap hari selama 20-30 hari memberikan perbaikan pada wanita dengan alopesia difusa atau efluvium telogen, dosis pemberian tersebut dapat diulangi dengan interval 6 bulan. Pemberian vitamin E dosis tinggi rambut pada pasien- asien tersebut.2l
32
Beberapa analisa dilaporkan konsentrasi Zinc pada serum darah pasien alopesia areata menurun. Zinc sulfat dapat digunakan pada beberapa pengobatan alopesia areata.7,14 lnterferon Interferon 2 (1,5 million lU) 3 kali seminggu selama 3 minggu.9,10 Dapsone Dosis 50 mg 2 kali sehari digunakan selama 6 bulan.7,9
33
2.10 Prognosis
Progresivitas alopesia areata tidak dapat diprediksi. Beberapa pasien hanya menderita kehilangan rambut sedikit, tetapi ada juga yang banyak. Umumnya pertumbuhan akan normal kembali dalam 1 tahun tanpa pengobatan, tetapi bila tidak terjadi perbaikan dapat terjadi kebotakan yang lebih luas.
34
neurofisiologik
emosional,gangguan
organ
ectodermal,kelainan
endokrin,faktor infeksi,faktor nuerologi,faktor hormonal / kehamilan,bahan kimia,perubahan musim,trauma fisik,local skin injury,kelainan imunologis. Ciri khas alopesia areata dapat dijumpai, misalnya berupa batang rambut tidak berpigmen dengan diameter bervariasi, dan kadang-kadang tumbuh lebih menonjol ke atas disebut exclamation-mark. Bentuk lain berupa rambut kurus, pendek dan berpigmen yang disebut black dots. Lesi alopesia areata stadium awal, paling sering ditandai oleh bercak kebotakan yang bulat atau lonjong, berbatas tegas Pada umumnya sulit untuk mengobati alopesia areata yang berat, sehingga masih tetap dicari jenis dan sistem pengobatan baru yang diharapkan memberi hasil yang lebih baik.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Dawber RPR, Berker, D,Wojnarowska. F, Disorders of Hair, In Champion RH et al eds. Rook, Wilkinsons, Ebling Textbook of Dermatology : in form volumes 6th ed oxford, Black Well Science Ltd,1998, 2869- 931. 2. Sawaya ME, Biochemistry and Control of Hair Growth, ln Arndt KA et al eds, Cutaneus Medicine and Surgery an Integrated Program in Dermatology ; in two volumes, Philadelphia ; WB Saunders Company, 1996, 1245 - 67. 3. Skin and Hair Biology ; www.keratin.com 4. Olgen A.E. Hair Disorders. in. Fitzpatrick TB, et al eds. Dermatology in General Medicine 5th ed. New York : MC Graw Hill lnc,' l999 : 729 46 5. Velden EM et als : Dermatography as new treatment for alopecia areata of the eyebrows. In International Journal of Dermatology, vol 37, Blacwell Science Ltd, 1998 ; 617 21 6. Anrdt l(A, Bowers KE;Alopecia areata, in Manual of Derrnatologic) 7. 'flrerapeutics witlrE ssentialosf Diagnosis6,t he d. PliilacJelphLiaip, pincott William&s Wilt<in,2s0 02: 21- S. 8. FiedlerV C ; Alopeciaa reataa nd othersn onscarrinagl opeciasi,n Arndt KA et al eds. CutaneusM eicJicinaen d Surgerya lr lrrtegratedp rogrami rr Dermatologiyn twov olumesP, hilarjelphiWa,B SaunclerCs ornpany1, 9g6, 1269 - 79 9. MadaniS , Sfralliro- l ;Alopecia areatau pclatei n JournalA mericarr Academyo f Dermatologyv,c tl.4 2.2000.5 49_ _6 6. 10. BolducC , et als; Alopeciaa reatain eMecjicinJeo urnavl ol.2 , No.1 1,N ov 2OO.1 11. BolducC , ShapiroJ. ; The treatmenot f alopeciaa reata,l rrD ermatolocric therapyv,o l. 14 Blackwesllc ienceI nc,2001.3 06- 16. 12. Tang L, et als ; Restoratioonf hairg rowthw itht opicald iphencyprottine mousea nd reatm odelso f alopeciaa reatai,n JournaAl mericanA cademy of Dermatologvyo, l4 9,N o.6 . 2003
36
13. PapaclopouluAsJ , SchwartzR A, JannigerC K ; Alopecia areata : ernerging conceptsI,n Actad errnatovenerologicAal,p irraP, annonicae,t Adriaticavo l.9 , No.3 , 2000. 14. Alopeciaa reata; www.K eratin.conr 15. SchuttelaaMr L et als ; DPCPi s a beneficatlh erapeutiacg enti n children with severea lopeciaa reatat otalisa nd alopeciaa reatal ocalis,I n British JournaDl errnatolog1y9 96O ct; 135( 4): 581- 5. 16. Gordon PM et als. Alopeciaa realtaw ere sensitizeda nd treatedw itlr topicadl iphencypronIen, B ritishJ ournaDl ermatolog1y.9 96M ay;13a (5) : 8 6 9- 7 1 . 17. tvlaibachl- -llE, lsnerP . ; Alopeciaa reata,l n CosrneceuticaDlsr ugsV S CosmeticsN, ewY ork- Basel,M arceDl ekkerI,n c2000; 66 - Bg. 18. Price VH ; Treatrnenot f [-{airL oss, In The New EnglandJournalo f Medicin1e999S eptv, ol.3 41,N o.1 3; 964- 73. 19. SchroecleTrL , LevyM L ; Treatrnenotf hairlossc Jisorderins clrilclre:n I n Derrnatologic 'f herapyv, ol 2, Munksgaarc'11,g gf , 84 - gZ. 20. Diana Nst ; Penatalaksanaan Kerontokan Rambut secara Topikal, WasitaatmadjSa M dkk. eds, dalam Kumpulan Makalah llmiah Dari Simposium Kesehatan dan l(keindahan Rambut Penerbit Kelompok studi Dermatologi (kosmetik Indonesia Jakarta,2002,2 9 38. 21. Handayani|.;Pengobatanl(kerontokan Rambut Secara Sistemik WasitaatmadjSa M dkk. eds, dalam Kumpulan Makalah llmiah Dari Simposium Kesehatan dan l(keindahan Rambut Penerbit Kelompok studi Dermatologi (kosmetik Indonesia Jakarta 2002,39 - 50. 22. Data Catatan MedikR S.D r.Cipto Mangunkusurn Jakarta1, 983- 1985 23. Odorns RD, James WD, Gerber TG ; Andrew's Diseases of Skin Clinical Derntatologgy the d,W B SauncJeCr sompany Philadelphi 2000,: g43- 6 24. Nakajima S, Oryn F : lmunohystology of alopecia areata using 25. immunofluorescenctee chnique. Dalam Kumpulan Makalah llmiah Simposium masalah Kerontokan Rambut c Jan Penanggulangann year,1 . wasitaatmadjsaM dkk,J akartas,i emo ffset,1 gB7. 74 - s.
37
26. MurplryG. F, Dermatophatoloogfy F lair,I n Derrnatophatoloagy Practical Guidet o CornmorDt isorcJerPsh, iadelphiWa,B . SaundersC ompany1, g95 ; 3 8 0 7 27. Lever WF, Schaumberg Lever G ; l-'listc-rpatholo9gf yt he skin Philadelphi;a J B. lippirrcoctot mJrany1,g B3. 202- 3. zz ProstY. D,B odmerC ;AlopeciaA reata; in HarperJ , OranyeA , proseN , ecls. l-extbooko f PediatricD ermatolclgyin, two volurne Oxforcl.B lackwell ScierrcLet d,2 000.1 B2T- 32.
38
39