You are on page 1of 92

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam lingkup mikro, pendidikan diwujudkan melalui proses belajar

mengajar di dalam kelas maupun di luar kelas . Proses ini berlangsung melalui

interaksi antara guru dengan peserta didik dalam situasi intruksional edukatif.

Melalui proses belajar mengajar inilah peserta didik akan mengalami proses

perkembangan kearah yang lebih baik dan bermakna . Agar hal tersebut dapat

terwujud maka diperlukan suasana proses belajar mengajar yang kondusif bagi

peserta didik dalam melampaui tahapan-tahapan belajar secara bermakna dan

efektif sehingga menjadi pribadi yang percaya diri, inovatif dan kreatif.

(Surya,1992 : 179)

Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) merupakan salah satu disiplin ilmu yang

berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga

IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-

konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan,

sehingga dapat membantu peserta didik memperoleh pengalaman langsung dan

pemahaman untuk mengembangkan kompetensinya agar dapat menjelajahi dan

memahami alam sekitar secara ilmiah.

Berdasarkan observasi dilapangan adanya temuan bahwa kedudukan dan

fungsi guru dalam kegiatan pembelajaran saat ini cenderung masih dominan.

Aktifitas guru masih sangat besar dibandingkan dengan aktifitas siswa yang masih

1
2

rendah kadarnya. Ketika proses belajar mengajar hendaknya terjalin hubungan

yang sifatnya mendidik dan mengembangkan. Guru tidak hanya menyampaikan

materi akan tetapi sebagai figur yang dapat merangsang perkembangan siswa.

Sebagaimana yang tertuang dalam kurikulum 2006 ( KTSP ) mata pelajaran IPA

di SD/MI pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (

scientific inquiry ) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan

bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan

hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian

pengalaman langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan

proses dan sikap ilmiah, dalam hal ini seorang guru harus memiliki kompetensi

yang cukup sebagai pengelola pembelajaran. Seorang guru yang memiliki

kompetensi diharapkan akan lebih baik dan mampu menciptakan suasana dan

lingkungan belajar yang efektif, sehingga hasil belajar siswa akan optimal.

Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana upaya guru menciptakan

pembelajaran yang optimal dengan komunikasi multi arah, meningkatkan

aktifitas, meningkatkan penguasan konsep, meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah, dan meningkatkan prestasi belajar siswa?

Sehubungan dengan hal diatas metode mengajar yang digunakan oleh guru

hendaknya sedemikian rupa bervariasi sesuai dengan tujuan dan materi yang

diajarkan. Dengan metode yang variatif inilah siswa akan bergairah dalam belajar

secara inovatif dan kreatif. Metode mengajar yang digunakan guru dalam

interaksi belajar mengajar merupakan salah satu faktor yang menentukan

keberhasilan dan kelancaran proses pembelajaran.


3

Pembelajaran IPA pada pelaksanaannya haruslah diupayakan dalam

kondisi pembelajaran yanga kondusif dalam arti pembelajaran itu harus bersifat

aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan maka dari itu peranan dan

fungsi guru dalam pembelajaran harus dapat memberikan warna dan bentuk

terhadap proses pembelajaran dan dapat menciptakan situasi kelas yang kondusif,

sehingga tujuan penmbelajaran dapat dicapai dengan optimal. Sebagaimana

dikemukakan oleh Uzer Usman (2000: 31) bahwa “Belajar yang efektif harus

mulai dengan pengalaman langsung atau pengalaman konkret dan menuju kepada

pengalaman yang lebih abstrak .

Galton & Harlen (Yasbiati, 2005: 27) mengemukakan bahwa “Secara

global dimensi yang hendak dicapai oleh serangkaian tujuan kurikuler pendidikan

sains (IPA) dalam kurikulum pendidikan dasar adalah mendidik anak agar

memahami konsep sains, memiliki keterampilan ilmiah, dan religius. Keilmiahan

dan tujuan pendidikan IPA sebagimana dipaparkan di atas sudah tentu tidak serta

merta dapat dicapai oleh materi pelajaran IPA, melainkan dengan melibatkan

siswa ke dalam kegiatan didalamnya.” Dengan melibatkan siswa dalam

pembelajaran, siswa dilatih melakukan kegiatan yang dilakukan para ilmuwan

dalam memperoleh ilmu pengetahuan untuk menemukan konsep-konsep serta

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Siswa akan lebih mudah memahami suatu konsep jika belajar

menemukan sendiri dan siswa terlibat langsung dalam pembelajaran tersebut

sehingga terjadi suasana belajar yang menyenangkan, sebagaimana dikemukakan

oleh Uzer Usman (2000: 31) bahwa “Pengajaran yang menggunakan banyak
4

verbalisme tentu akan cepat membosankan; sebaliknya pengajaran akan lebih

menarik bila siswa gembira belajar karena merasa tertarik dan mengerti pelajaran

yang diterimanya.”

Dengan demikian banyak hal yang bisa siswa dapatkan melalui metode

pengajaran inkuiri yang akan menggiring siswa lebih aktif dalam proses

pembelajaran dan lebih jauhnya dapat mempengaruhi peningkatan hasil belajar

IPA, untuk itu penelitian ini diberi judul “Penerapan Metode Inkuiri dalam

Pembelajaran IPA di SD untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep

Cahaya”

B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan deskripsi latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan metode inkuiri

dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA khususnya pada

konsep cahaya ?”

Dari rumusan masalah diatas dapat diperjelas dalam bentuk pertanyaan

sebagai berikut :

1. Bagaimana pemahaman awal siswa terhadap konsep cahaya sebelum guru

menggunakan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA ?

2. Bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri ?

3. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa setelah guru menerapkan

metode inkuiri dalam pembelajaran ?


5

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan

untuk:

1. Untuk mengetahui pemahaman awal siswa terhadap konsep cahaya

sebelum guru menggunakan metode inkuiri dalam pembelajaran.

2. Untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan

metode inkuiri

3. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan hasil belajar siswa setelah guru

menggunakan metode inkuiri dalam pembelajaran.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat

kepada semua pihak yang terkait,secara khusus manfaat penelitian ini yaitu:

1. Bagi siswa

a. Adanya kebebasan bagi siswa untuk menemukan hal-hal baru bagi

dirinya didalam pembelajaran IPA.

b. Dapat menghilangkan rasa jenuh pada saat pembelajaran berlangsung.

c. dapat mempermudah penguasaan konsep, memberikan pengalaman

nyata, memberikan dasar-dasar berfikir konkret sehingga memgurangi

verbalisme, meningkatkan minat belajar dan meningkatkan hasil

belajar.

2. Bagi guru

a. Untuk meningkatkan profesionalisme guru


6

b. Meningkatkan tingkat kepercayaan diri bagi seorang guru.

c. Memberikan pengalaman, menambah wawasan, pengetahuan dan

keterampilan dalam merancang metode yang tepat dan menarik serta

mempermudah proses pembelajaran melalui metode inkuiri.

3. Bagi sekolah

a. Memberikan sumbangan yang positif terhadap kemajuan sekolah serta

kondusifnya iklim pendidikan di sekolah, khususnya pembelajaran IPA

dan umumnya seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah

b. Dapat memberikan masukan dalam mengefektifkan pembianaan dan

pengelolaan proses belajar mengajar dalam pelaksanaan pendidkan.

4. Bagi peneliti, memberi gambaran yang jelas tentang efektifitas

pembelajaran IPA dengan menggunakan metode inkuiri sehingga dapat

meningkatkan hasil belajar siswa

E. Klarifikasi Konsep

Untuk menghindari verbalisme atau kesalahan penafsiran istilah dan

memudahkan pemahaman permasalahan penelitian maka perlu kiranya

didefinisikan beberapa istilah penting sebagai berikut:

1. Metode Inkuiri

“Metode inkuiri adalah cara penyajian pelajaran yang memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa

bantuan guru. Metode ini melibatkan peserta didik dalam proses-proses mental

dalam rangka penemuannya “ (Sumantri, 1998/1999:164).


7

Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa metode inkuiri merupakan

metode pembelajaran yang menekankan aktivitas siswa menemukan sendiri

konsep-konsep ilmu pengetahuan dengan cara melakukan percobaan.

2. Pembelajaran IPA di SD

Pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar

secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan

sikap ilmiah. Sebagaimana dalam kurikulum 2006 (KTSP), tujuan mata pelajaran

IPA terutama pada konsep Cahaya di kelas V (Lima) semester 2 diantaranya

untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsp-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan

rasa ingin tahu , sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling

mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, serta

mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan.

Metode inkuiri merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada

siswa unruk menemukan sejumlah informasi dengan atau tanpa bantuan guru.

Penerapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini menekankan pada kegiatan

pengamatan, eksperimen dan diskusi terhadap sifat-sifat cahaya dengan maksud

agar siswa dapat belajar lebih aktif dan lebih bermakna.

3. Hasil belajar

Hasil belajar biasanya dapat terlihat dari perubahan tingkah laku siswa

setelah melalui proses belajar, karena belajar meupakan proses perubahan tingkah

laku pada seseorang dengan adanya interaksi dengan lingkungannya. Hasil belajar
8

merupakan pembuktian dari kecakapan dan kemampuan yang dimiliki seseorang

yang dapat dilihat dari perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan,

keterampilan berfikir maupum keterampilan motorik. (Winataputra,2007)

Berdasarkan pengertian diatas hasil belajar merupakan pembuktian

perubahan tingkah laku melalui proses belajar yang dapat terlihat dari penguasaan

pengetahuan serta ketererampilan motorik.


BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Penerapan Metode Inkuiri

Metode pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan

prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para

perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan

melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Metode mengajar merupakan salah satu komponen yang harus ada dalam

kegiatan pembelajaran. Pada dasarnya metode mengajar ini merupakan cara atau

teknik yang digunakan oleh guru dalam melakukan interaksi dengan siswa pada

saat proses pembelajaran berlangsung.

Prinsip-prinsip yang berkaitan dengan faktor perkembangan kemampuan

siswa, diantaranya :

1. Metode mengajar harus memungkinkan dapat membangkitkan rasa ingin tahu

siswa lebih jauh terhadap materi pelajaran (curriosity)

2. Metode mengajar harus memungkinkan dapat memberikan peluang i\untuk

berekspresi yang kreatif dalam aspek seni.

3. Metode mengajar harus memungkinkan siswa belajar melalui pemecahan

masalah.

4. Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk selalu ingin menguji

kebenaran sesuatu (Sikap skeptis).

9
10

5. Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk melakukan penemuan

(Berinkuiry) terhadap sesuatu topik permasalahan.

6. Metode mengajar harus memungkinkan siswa mampu menyimak.

7. Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri

(Independent study).

8. Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk belajar secara bekerja

sama (cooperative learning).

9. Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk lebih termotivasi dalam

belajarnya.

Metode inkuiri merupakan salah satu metode mengajar. Istilah metode

penemuan/ inkuiri (discovery methode) didefinisikan sebagai suatu prosedur yang

menekankan belajar secara individual, manipulasi objek atau pengaturan /

pengkondisian objek, dan eksperimentasi lain oleh siswa sebelum generalisasi

atau penarikan kesimpulan dibuat (Gilstrop, 1975:63)

Inkuiri adalah suatu metode yang digunakan dalam pembelajaran

(fisika/Sains) dan mengacu pada salah satu cara untuk mempertanyakan, mencari

pengetahuan atau informasi atau mempelajari suatu gejala. (Koes, 2003:12)

Gage & Barliner (1984 : 490) mengutarakan bahwa dalam metode

penemuan, para siswa memerlukan penemuan konsep, prinsip dan pemecahan

masalah untuk menjadi miliknya lebih daripada sekedar menerimanya atau

pendapatnya dari seorang guru atau sebuah buku.

Metode inkuiri menurut Mudjito (1998:85) adalah metode yang

mengarahkan murid untuk melakukan kegiatan penelitian dan pemecahan masalah


11

yang kreatif. Peranan guru dalam metode ini adalah adalah membantu murid

untuk memilih topik, mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan topik,

mengalokasikan sumber-sumber, menarik kesimpulan, dan meneliti kesimpulan

secara kritis. Murid dalam pelaksanaan metode ini harus belajran mengajukan

pertanyaan, menemukan sumber-sumber, mengumpulkan informasi, menyusun

jawaban atau kesimpulan, menyatakan pendapat, dan menganalisa pendapat

sendiri secara kritis.

Metode inkuiri adalah cara penyajian pelajaran yang memberi kesempatan

kepada peserta didik untuk menemukan informasi dengan atau tanpa bantuan

guru. Metode ini melibatkan peserta didik dalam proses-proses mental dalam

rangka penemuannya. Metode inkuiri memungkinkan para peserta didik

menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk tujuan belajarnya.

(Sumantri,1998/1999:164)

Inkuiri berasal dari kata inquire yang berarti menanyakan, meminta

keterangan, atau penyelidikan, dan inkuiri berarti penyelidikan (Ahmadi,

1997:76). Siswa diprogramkan agar selalu aktif secara mental maupun fisik.

Materi yang disajikan guru bukan begitu saja diberikan dan diterima oleh siswa,

tetapi siswa diusahakan sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh berbagai

pengalaman dalam rangka “menemukan sendiri” konsep-konsep yang

direncanakan oleh guru (Ahmadi, 1997: 79).

Dari berbagai pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa metode

inkuiri merupakan prosedur pengajaran yang menekankan kegiatan siswa secara

mandiri untuk menemukan konsep-konsep keilmuan terutama pada mata pelajaran


12

IPA yang membutuhkan penguasaan berfikir secara ilmiah. Metode ini akan

menggiring siswa lebih aktif melakukan penelitian di dalam maupun di luar kelas

dengan bimbingan guru.

Jenis-jenis metode inkuiri menurut Muhammad Ali (2004:87) diataranya :

1. Inkuiri terpimpin

Pada inkuiri terpimpin pelaksanaan dilakukan oleh siswa berdasarkan

petunjuk-petunjuk guru. Petunjuk diberikan pada umumnya berbentuk pertanyaan

membimbing.

2. Inkuiri bebas

Dalam inkuiri bebas siswa melakukan penelitian bebas sebagaimana

seorang scientist. Masalah dirumuskan sendiri, eksperimen dan penyelidikan

dilakukan sendiri dan kesimpulan konsep dilakukan sendiri.

3. Inkuiri bebas yang dimodifikasi

Berdasarkan masalah yang diajukan guru, dengan konsep atai teori yang

sudah difahami siswa melakukan penyelidikan untuk membuktikan kebenaran.

Menurut Gulo (2002:86-87), peranan utama guru dalam menciptakan

kondisi pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut.

a. Motivator, yang memberikan rangsangan supaya siswa aktif dan gairah

berpikir.

b. Fasilitator, yang menunjukkan jalan keluar jika ada hambatan dalam proses

berpikir siswa.

c. Penanya, untuk menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka perbuat dan

memberikan keyakinan pada diri sendiri.


13

d. Administrator, yang bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di dalam

kelas.

e. Pengarah, yang memimpin arus kegiatan berpikir siswa pada tujuan yang

diharapkan.

f. Manager, yang mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.

g. Rewarder, yang memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai dalam rangka

peningkatan semangat heuristik pada siswa.

1) Prosedur penggunaan metode inkuiri

Menurut Suryosubroto (2002 : 119) menjelaskan langkah-langkah

pemakaian metode inkuiri sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi kebutuhan siswa


2. Pemilihan pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep,
dan generalisasi yang akan dipelajari.
3. Pemilihan bahan dan masalah atau tugas-tugas yang akan dipelajari.
4. Membantu memperjelas mengenai tugas/ masalah yang akan
dipelajari dan peranan masing-masing siswa.
5. Mempersiapkan tempat dan alat-alat untuk proses penemuan.
6. Mengecek pemahaman tentang masalah yang akan dipecahkan dan
tugas-tugasnya dalam pelaksanaan inkuiri.
7. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melaksanakan inkuiri
dengan melakukan pengumpulan data dan pengolahan data.
8. Membantu siswa dengan informasi/data yang diperlukan oleh siswa
untuk kelangsungan kerja mereka.
9. Membimbing para siswa menganalisis sendiri dengan pertanyaan
mengarah dan mengidentifikasikan proses yang digunakan.
10. Membesarkan hati dan memuji siswa yang ikut serta dalam proses
inkuiri.
11. Membantu siswa merumuskan kaidah, prinsip, ide, atau konsep
berdasarkan hasil penemuannya.
14

2) Kelabihan dan kekurangan metode inkuiri

Menurut Moedjiono dan Moh.Dimyati dalam bukunya Strategi Belajar

Mengajar ( Jakarta : 1991/1992) setiap metode dalam pembelajaran tidak lepas

dari kelebihan dan kekurangan , seperti halnya metode inkuiri, yang menjadi

keunggulan atau kelebihan metode inkuiri adalah sebagai berikut:

1. Kemungkinan yang besar untuk membantu memperbaiki atau


memperluas persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses
kognitif siswa.
2. Memungkinkan pengetahuan yang melekat erat pada diri siswa.
3. Menimbulkan gairah belajar pada siswa.
4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk maju berkelanjutan.
5. Menyebabkan siswa termotivasi untuk belajar.
6. Membantu memperkuat konsep diri siswa.
7. Berpusat pada siswa, berperan sebagai fasilitator dan pendinamisator
dari penemuan.
8. Membantu perkembangan siswa.
9. Tidak menjadikan guru satu-satunya sumber belajar.

Sedangkan kekurangan metode inkuiri diantaranya adalah :

1. Mempersyaratkan suatu proses persiapan kemampuan berfikir yang

dapat dipercaya.

2. Kurang efektif untuk mengajar siswa dengan jumlah yang banyak.

3. Memerlukan fasilitas yang memadai.

4. Kebebasan yang diberikan kepada peserta didik tidak selamanya dapat

dimanfaatkan secara optimal.

3) Tujuan penggunaan metode inkuiri pada proses pembelajaran

Metode inkuiri memiliki tujuan diantaranya :

1. Memberi pengalaman belajar seumur hidup.

2. Melatih peserta didik menggali dan memanfaatkan lingkungan.

3. Mengurangi ketergantungan peserta didik kepada guru.


15

4. Meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam menemukan dan

memproses bahan palajaran.

Metode inkuiri digunakan dengan alasan sebagai berikut :

1. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat.

2. Belajar tidak hanya diperoleh dari sekolah tetapi juga dari lingkungan

sekitar.

3. Melatih peserta didik untuk memiliki kesadaran sendiri.

4. Penanaman kebiasaan untuk belajar berlangsung seumur hidup.

Metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya

menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses

pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas

dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang

belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan metode inquiry adalah sebagai

pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu

disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa

masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah

menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah.

Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap

kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi (Sagala, 2004).

Walaupun dalam prakteknya aplikasi metode pembelajaran inquiry sangat

beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan

bahwa pembelajaran dengan metode inquiry memiliki 5 komponen yang umum


16

yaitu Question, Student Engangement, Cooperative Interaction, Performance

Evaluation, dan Variety of Resources (Garton, 2005).

Question. Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan

pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan

suatu fenomena. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan

sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa.

Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang harus

dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab pertanyaan ini - sesuai dengan

Taxonomy Bloom - siswa dituntut untuk melakukan beberapa langkah seperti

evaluasi, sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat

ditemukan misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau

dikonstruksi.

Student Engangement. Dalam metode inquiry, keterlibatan aktif siswa

merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator.

Siswa bukan secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau

menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat

dalam menciptakan sebuah produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap

konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah investigasi.

Cooperative Interaction. Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja

berpasangan atau dalam kelompok, dan mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam

hal ini, siswa bukan sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang
17

diajukan guru dapat muncul dalam berbagai bentuk, dan mungkin saja semua

jawaban benar.

Performance Evaluation. Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa

diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan

pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan. Bentuk produk

ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster, karangan, dan lain-lain. Melalui

produk-produk ini guru melakukan evaluasi.

Variety of Resources. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam

sumber belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara

dengan ahli, dan lain sebagainya.

Menurut aliran progresivisme pendidikan yang dikemukakan oleh Dinn

Wahyudin (2008:4.13) peserta didik dipandang sebagai organisme (subjek) yang

memiliki kemampuan untuk berfikir, mampu menjelajahi kebutuhan, masalah, dan

minatnya sendiri maka guru seharusnya berperan sebagai penyedia berbagai

pengalaman yang akan memunculkan motivasi belajar, pemandu (a guide) bagi

murid-murid dalam merumuskan masalah, kegiatan-kegiatan penyelesaian

masalah dan proyek-proyek mereka; merencanakan tujuan-tujuan individual dan

kelompok dalam kelas untuk digunakan dalam memecahkan masalah; membenatu

para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah; dan

bersama-sama anggota kelas mengevaluasi mengenai apa yang telah dipelajari;

bagaimana mempelajarinya; informasi baru apa setiap siswa peroleh; apa yang

setiap siswa temukan oleh dirinya.


18

Maka dalam hal pembelajaran guru berperan untuk memimpin dan

membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan

kebutuhan peserta didik, sedangkan peserta didik berperan sebagai organisme

yang rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh.

Metode pendidikan yang diutamakan progresivisme adalah metode

pemecahan maslalah (Problem Solving Methode) serta metode penyelidikan atau

penemuan (Inquiry and Discovery Methode) yang pada pelaksanaannya

dibutuhkan guru yang memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Permissive (Pemberi kesempatan)

2. Friendly (Bersahabat)

3. A guide (Seseorang pembimbing)

4. Open minded (Berpandangan terbuka)

5. Creative (Kreatif)

6. Sosial aware (Sadar bermasyarakat)

7. Entusiastic (Antusias)

8. Cooperative and sincere (Bekerja sama dan sungguh-sungguh)

B. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antar peserta didik

dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arahyang lebih

baik (Mulyasa, 2003:100). Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses

interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan
19

tatap muka maupun kegiatan tidak langsung yaitu dengan cara menggunakan

berbagai media. (Rusman, 2008:159)

Prakteknya, pembelajaran sangat terkait dengan metode mengajar. Dalam

proses perkembangan pendidikan di Indonesia bahwa salah satu hambatan yang

paling menonjol dalam pelaksanaannya adalah metode mengajar. Metode

mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang digunakan

oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah teknik penyajian yang dikuasai

guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam

kelas, baik secara individu ataupun kelompok, agar pelajaran dapat diserap,

dipahami, dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik. Makin baik metode

mengajar makin efektif pula pencapaian tujuan (Ahmadi, 1997:52). Dalam

pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan

agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Umumnya

pelaksanaan pembelajaran mencakup tiga hal yaitu pretest, proses belajar

mengajar, dan postest.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai disiplin ilmu yang berhubungan

dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan

hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, atau prinsip saja

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran IPA diharapkan

dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam

sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam

kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan


20

memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan

secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan

berfikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek

penting kecakapan hidup.

Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian

pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan

keterampilan proses dan sikap ilmiah. Sebagaimana dalam kurikulum 2006

(KTSP), tujuan mata pelajaran IPA diantaranya untuk mengembangkan

pengetahuan dan pemahaman konsp-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan rasa ingin tahu , sikap

positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara

IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, serta mengembangkan keterampilan

proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat

keputusan.

IPA sebagai hasil kegiatan manusia yang berupa pengetahuan, gagasan

dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar melalui penyelidikan,

penyusunan, dan pengujian gagasan. Melalui pembelajaran IPA, kerja ilmiah

seperti melalakukan pengamatan, memprediksi dan keterampilan IPA lainnya

serta keterampilan berpikir dapat dilatihkan kepada pesrta didik dalam usaha

memberi bekal pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang diperlukan untuk

melanjutkan pendidikan maupun untuk dapat menyesuaikan diri dengan

perubahan-perubahan di sekelilingnya. Oleh karena itu pengembangan kurikulum

IPA beralih dari pengembangan kurikulum berbasis materi (content-based) atau


21

siswa belajar sejumlah fakta ke pengembangan kurikulum berbasis kompetensi

(competensy-based), dimana ada keseimbangan peningkatan kemampuan

konseptual dan prosedural.

Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman secara

langsung. Pada prinsipnya IPA di Sekolah Dasar membekali siswa untuk

mengembangkan kemampuan berbagai cara “mengetahui” dan suatu cara

“mengerjakan” yang dapat membantu siswa untuk memahami alam sekitar secara

mendalam, dan menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan dunia yang

sangat cepat.

Pembelajarn Ilmu Pengetahuan Alam sebagai inkuiri adalah suatu

pendekatan yang menggunakan cara bagaimana atau jalan apa yang harus

ditempuh oleh murid dengan bimbingan guru untuk sampai pada penemuan-

penemuan dan bukan penemuan itu sendiri. Dalam pendekatan inkuiri Ilmu

Pengetahuan alam, yaitu pertama membuat perumusan hipitesis, kedua menguji

hipotesis itu.(Nasution. 2007 : 5.9).

C. Hasil Belajar Siswa

Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan

yang fositif pada diri seseorang baik dari segi keterampilan, kebiasaan,

pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, kecakapan, dan kemampuan yang

dihasilkan dari pengalaman dan pelatihan. Sejalan dengan pendapat Witherington

(Nana Syaodih Sukmadinata, 2004:155) menyatakan bahwa “Belajar merupakan

perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon


22

yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan

kecakapan”.

Menurut Crow and Crow dan Hilgard (Nana Sukmadinata, 2005:155)

“Belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru”

dan menurut Hilgard “Belajar adalah suatu proses dimana suatu perilaku muncul

atau berubah karena adanya respons terhadap sesuatu situasi”.

“Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku pada diri

individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan

lingkungannya” (Uzer Usman,2000:5).

Menurut Anita E Wool Folk (Sunarvo Kartadinata, dkk, 1999:57)

“Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil dari

pengalaman, pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara individu dengan

lingkungannya” sedangkan menurut Garry & Kingsley (Sunarvo K, dkk, 1999:57)

menyatakan bahwa “belajar adalah proses tingkah laku (dalam arti luas)

ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan”.

“Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

pengalaman learning is defined as the modification or strengthening of behavior

through experiencing)” (Oemar Hamalik, 2005:27). Menurut pengertian ini,

belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil satu tujuan.

Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian

pengertian,sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan ketrampilan. Hasil belajar bukan

hanya suatu penguasaan hasil latihan saja, melainkan mengubah perilaku. Bukti
23

yang nyata jika seseorang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku

pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti

menjadi mengerti.

Hasil belajar merupakan segala perilaku yang dimiliki seseorang sebagai

akibat proses belajar yang telah ditempuhnya.Belajar diarahkan pada pencapaian

sasaran atau tujuan belajar, baik yang berjangka panjang (tujuan institusional,

kurikuler) maupun tujuan jangka pendek (tujuan pembelajaran).Bloom dkk,

membagi tujuan-tujuan pembelajaran menjadi tiga ranah , yaitu kognitif, afektif,

psikomotor, masing-masing ranah tersebut, terbagi atas beberapa sub ranah yang

bersifat hierarkis, mulai dari yang rendah sampai yang tertinggi. Hasil belajar

bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan. Hasil

bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya

dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah

laku memiliki unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur

rohaniah sedangkan unsur motorik adalah unsur jasmaniah. Menurut Oemar

Hamalik (2005:30) menyatakan bahwa “Tingkah Laku manusia terdiri dari

sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek-

aspek tersebut, adapun aspek-aspek itu adalah:

1. Pengetahuan

2. Kebiasaan

3. Keterampilan

4. Apresiasi

5. Emosional
24

6. Hubungan sosial

7. Jasmani

8. Etis atau budi pekerti, dan

9. Sikap

Seseorang yang telah melakukan perbuatan belajar maka akan terlihat

terjadinya perubahan dalam salah satu aspek atau beberapa aspek tingkah laku

tersebut.

Hasil belajar yang dicapai oleh siswa sangat erat kaitannya dengan

rumusan tujuan instruksional yang direncanakan guru sebelumnya. Hal ini

dipengaruhi pula oleh kemampuan guru sebagai perancang (Designer) belajar

mengajar. Untuk itu guru dituntut menguasai taksonomi hasil belajar yang selama

ini dijadikan pedoman dalam perumusan tujuan instruksional. (Usman,2002:34)

Tujuan instruksional pada umumnya dikelompokkan kedalam tiga

kategori, yakni :

1. Domain Kognitif, mencakup tujuan yang berhubungan dengan ingatan

(recall), pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.

2. Domain Afektif, mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan

penerimaan, pemberian respon, penilaian, pengorganisasian, dan

karakterisasi.

3. Domain Psikomotor, mencakup tujuan yang berhubungan dengan peniruan,

manipulasi, ketetapan, artikulasi, dan pengalamiahan.

Dari uraian diatas William Burton (Oemar Hamalik, 2005:31)

menyimpulkan prinsip-prinsip belajar sebagai berikut:


25

1. Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui (under


going).
2. Proses itu melalui bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaran
yang terpusat pada suatu tujuan tertentu.
3. Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan murid.
4. Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri yang
mendorong motivasi yang kontinyu.
5. Proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh hereditas dan lingkungan.
6. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara materil dipengaruhi oleh
perbedaan-perbedaan individual di kalangan murid.
7. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila pengalaman-pengalaman
dan hasil-hasil yang diinginkan disesuaikan dengan kematangan murid.
8. Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui status dan kemajuan.
9. Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai prosedur.
10. Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain, tetapi dapat
didiskusikan secara terpisah.
11. Proses belajar berlangsung secara efektif di bawah bimbingan yang
merangsang dan membimbing tanpa tekanan dan paksaan.
12. Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas, dan kemampuan.
13. Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila memberi kepuasan pada
kebutuhannya dan berguna serta bermakna baginya.
14. Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalaman-
pengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik.
15. Hasil-hasil belajar itu lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan
kecepatan yang berbeda-beda.
16. Hasil-hasil belajar yang telah dicapai adalah bersifat kompleks dan dapat
berubah-ubah (adaptable), jadi tidak sederhana dan statis.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Menurut Kamus Bahasa Indonesia lengkap (Daryanto,1997) Metode

adalah cara yang tersusun dan teratur untuk mencapai tujuan khususnya dalam hal

ilmu pengetahuan.

Metode penelitian terdiri dari kata “methodology” yang berarti ilmu

tentang jalan yang ditempuh untuk memperoleh pemahaman tentang sasaran yang

telah ditetapkan sebelumnya. (Hatimah. 2007 :83).

Adapun metode penelitian menurut Furchan (2004) adalah strategi umum

yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna

menjawab persoalan yang dihadapi.

Metodologi mengandung makna yang lebih luas menyangkut prosedur dan

cara melakukan verifikasi data yang diperlukan untuk memecahkan atau

menjawab masalah penelitian, termasuk untuk menguji hipotesis. Beberapa aspek

yang termasuk didalamnya meliputi metode dan disain penelitian, instrumen

penelitian, sempel penelitian dan teknik pengolahan data serta analisis data.

Metode disain penelitian dalam pendidikan dapat dibedakan menjadi beberapa

kategori, antara lain metode eksperimen dengan beberapa macam disainnya,

metode penelitian ex post facto, metode penelitian deskriptif dengan berbagai

jenisnya, metode penelitian historis dan lain-lain. Peranan metodologi penelitian

sangat menentukan dalam upaya menghimpun data yang diperlukan dalam

26
27

penelitian. Dengan kata lain metodologi penelitian akan memberikan petunjuk

bagaimana penelitian itu dilaksanakan, bagaimana prosedurnya, jenis data mana

yang harus dukumpulkan, alat apa yang digunakan untuk memperoleh data dan

lain sebagainya. (Sujana, 2004 :16)

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa metodologi

penelitian merupakan prosedur atau cara yang digunakan peneliti untuk membuat

rencana pengumpulan, analisis hingga pengolahan data dalam pemecahan suatu

permasalahan yang tersusun secara sistemaits dan terarah guna mencapai tujuan

penelitian.

Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan

efisiensi dan efektivitas pembelajaran melalui metode penemuan pada mata

pelajaran IPA. Ini berarti behwa penelitian ini dilaksanakan untuk memecahkan

permasalahan dikelas. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bersifat

penelitian tindakan kelas ( (Action Research Classroom) yakni suatu bentuk

penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu

agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di

kelas secara lebih profesional, dan digunakan pendekatan kualitatif, yaitu

penelitian yang berdasarkan kepada fakta dan analisis perbandingan, dengan

model Kemmis dan Mc Taggart, yang menggunakan sistem spiral refleksi diri

yang dimulai dengan rencana, tindakan pengamatan, refleksi, perencanaan

kembali untuk siklus berikutnya (Wiriatmaja, 2006:65)

Kemmis dan Carr (Kasbolah, 1998/1999 : 13) mengemukakan bahwa :

Penelitian tindakan merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat


reflektif yang dilakukan oleh pelaku dalam masyarakat sosial (termsuk
28

pendidikan) dan bertujuan untukm memperbaiki pekerjaannya, termasuk


memahami pekerjaaan ini serta diaman pekerjaaan ini dilakukan.

Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di

dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki

kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi

meningkat.(Wardhani, 2008:1.4)

“Penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk inkuiri pendidikan di

dalam pelaksanaannya gagasan atau permasalahan guru/dosen diuji dan

dikembangkan dalam bentuk tindakan “.(Wiriaatmaja, 2007:42)

McCuthceon dan Jung (Iskandar, 2006 ) mengemukakan pandangan

bahwa penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan oleh guru

untuk memahami dan memperbaiki pekerjaannya.

Dari berbagai pandangan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

penelitian tindakan kelas merupakan penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan

yang dilakukan oleh guru dalam lingkup kelas sebagai upaya memperbaiki atau

peningkatan kualitas pembelajaran. Sehingga proses pembelajaran tidak hanya

sebagai rutinitas kegiatan yang berlangsung pada saat itu saja tanpa adanya tindak

lanjut sebagai perbaikan tetapi guru sebagai tenaga profesional memikirkan

berbagai upaya perbaikan sebagai refleksi demi pencapaian tujuan pembelajaran.

Malalui penelitian tindakan kelas, guru dapat melakukan pengamatan pada

setiap proses pembelajaran yang dilanjutkan pada tahap perenungan untuk

menelaah dan mengkaji berbagai kelemahan dan kekurangan pada pembelajaran

sehingga pelaksanaan pembelajaran pada tahap berikutnya terjadi perubahan

kearah perbaikan yang terus meningkat.


29

Menurut IGAK Wardhani (2007) dalam melaksanakan PTK seorang guru

harus memperhatiakan konsisi-kondisi diantaranya :

1. Sekolah harus memberikan kebebasan yang memadai bagi guru untuk

melakukan PTK, berkolaborasi dengan teman guru lainnya untuk menjadi

pengamat dan berdiskusi guna kemajuan kelasnya.

2. Birokrasi dan hierarki organisasi di sekolah hendaknya diminimalkan. Dan

harus ditumbuhkannya kolaborasi atau kerja sama yang saling menguntungkan.

3. Sekolah semestinya selalu mempertanyakan apa yang diinginkan bagi

sekolahnya. PTK sebagia satu bentuk inovasi di sekolah akan dapat tumbuh

subur.

4. PTK mempersyaratkan keterbukaan dari staf sekolah untuk membahas masalah

tanpa rasa khawatir akan dicemoohkan.

5. Sikap Kepala sekolah dan staf administrasi harus menunjang terjadinya

pembaruan.

6. Guru dan siswa harus mempunyai rasa percaya diri yang tinggi bahwa mereka

sedang melakukan pembaruan yang didukung oleh Kepala sekolah dan orang

tua.

7. Guru harus siap menghadapi berbagai konflik karena yang baru biasanya

mendapat perhatian lebih. Hal ini perlu untuk menghindari munculnya

kecemburuan sosial.

Penelitian tindakan kelas pada hakikatnya bertujuan untuk memperbaiki

dan meningktkan profesional guru dalam pembelajaran di kelas. Hal ini dilakukan

karena adanya tuntutan masyarakat terhadap masalah pendidikan dewasa ini


30

begitu tinggi, sebagai akibat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta terjadinya perubahan masyarakat begitu komplek dan cepat.

Seluruh persoalan tersebut berdampak langsung terhadap guru itu sendiri agar

dapat bekerja keras dan lebih profesional dalam menghadapi semua persoalan

tersebut.

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur,

yang, terdiri dari 4 tahap, yaitu merencanakan, melakukan tindakan, mengamati

dan melakukan refleksi seperti tampak pada gambar 1.1. hasil refleksi terhadap

tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk merevisi rencana jika

ternyata tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk merevisi rencana

jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memperbaiki praktik atau

belum memecahkan masalah yang menjadi kerisauan guru. (Wardhani, 2007 : 2.3)

Model siklus yang digunakan berbentuk spiral sebagai mana

dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart (Kasbollah,1998/1999 : 14) meliputi

tahapan-tahapan : perencanaan (plan), tindkan (act), pengamatan (observe), dan

refleksi (reflect). Kemudian pada siklus yang kedua dan seterusnya jenis kegiatan

yang dilakukan peneliti pada dasarnya sama, tetapi ada modifikasi pada tahap

perencanaan. Siklus tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1 .


31

PRA PENELITIAN :
• Menentukan permasalahan
• Mengumpulkan data awal tentang hasil belajar kognitif
dan psikomotorik siswa sebagai studi awal

Rencana Tindakan
Refleksi
Siklus I

Pelaksanaan
Tindakan
Observasi

Refleksi Rencana Tindakan


Siklus II

Pelaksanaan
Tindakan
Observasi

Rencana Tindakan
Refleksi
Siklus III

Pelaksanaan
Tindakan
Observasi

Indikator
tercapai
Selesai

Gambar 3.1 Siklus PTK (Kasbollah, 1998/1999 : 70)


32

Secara operasional tahap-tahap kegiatan penelitian dalam setiap siklus dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1. Rencana

a. Refleksi Awal

Berdasarkan observasi dilapangan bahwa kedudukan dan fungsi guru

dalam kegiatan pembelajaran saat ini cenderung masih dominan. Aktifitas guru

masih sangat besar dibandingkan dengan aktifitas siswa yang masih rendah

kadarnya. Ketika proses belajar mengajar hendaknya terjalin hubungan yang

sifatnya mendidik dan mengembangkan. Guru tidak hanya menyampaikan materi

akan tetapi sebagai figur yang dapat merangsang perkembangan siswa. Ini berarti

harus ada tindakan perbaikan agar terjadi perubahan sesuai tujuan yang

diharapkan. Tindakan yang dilakukan sangat penting sebagai upaya peneliti dalam

meninjau efektifitas tindakan yang telah diakukan.

Kegiatan perencanaan diawali dengan merencnakan ide penelitian

kemudian ditindak lanjuti dengan observasi pelaksanaan pembelajaran di dalam

kelas. Hal ini dilakukan sebagai pendahuluan yang tujuannya untuk

mengidentifikasi masalah dan menemukan fakta yang terjadi di kelas. Langkah-

langkah atau tindakan yang telah dilakukan perlu direncanakan secara rinci agar

menjadi pegangan dalam melaksanakan tindakan.

b. Rancangan tindakan

Berdsarkan uraian diatas tindakan dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut :
33

1) Mengadakan koordinasi dengan Guru serta Kepala sekolah SD Negeri 2

Cibogogirang mengenai maslah yang akan menjadi fokus dalam

penelitian.

2) Membuat Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) yang akan digunakan

oleh guru sebagai peneliti yang mencakup kegiatan yang harus dilakukan

guru dan siswa dalam proses pelaksanaan tindakan sesuai perencanaan.

3) Menyiapkan sarana dan fasilitas yang akan digunakan dalam proses

tindakan di kelas.

4) Menentukan instrumen yang digunakan dalam proses penelitian.

5) Menyiapkan lembar pedoman observasi terhadap hasil yang dicapai pada

setiap tindakan.

2. Tindakan

Pada tahap ini peneliti melaksankan tindakan sesuai dengan perencanaan

yang telah dirumuskan. Tujuan utama pada proses tindakan adalah mengupayakan

adanya inovasi dalam proses pembelajaran yang diusahakan kemanfaatannya oleh

peneliti dan para siswa.

Peneliti dalam hal ini guru harus mampu membuat metodologi penelitian

agar tidak mengganggu komitmen guru dalam mengajar, sehingga penelitian tetap

dapat dilakukan tanpa mengorbankan siswa dalam proses pembelajaran.

Tambahna guru sebagai peneliti harus harus disikapi sebagai nuansa profesional

yang semestinya memberi nilai tambah bagi guru dan bagi pembelajaran yang

dikelolanya. (Wardhani, 2007 : 2.13)


34

3. Observasi

Kegiatan observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi

yaitu instrumen-instrumen yang telah ditentukan sebelumnya dalam perencanaan.

Hal ini dilakukan untuk melihat hasil atau dampak dari tindakan yang

dilaksanakan. Hasil observasi merupakan bahan pertimbangan untuk melakukan

refleksi dan revisi terhadap rencana dan tindakan yang telah dilakukan untuk

menyusun rencana dan tindakan selanjutnya yang diharapkan lebih baik dari

tindakan yang telah dilakukan.

Fungsi observasi menurut Kasbolah (1999:91) dapat dibedakan menjadi :

a. Untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan tindakan dengan rencana tindakan

yang telah disusun sebelumnya.

b. Untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan tindakan yang sedang

berlangsung dapat diharapkan akan menghasilkan perubahan yang

diinginkan.

4. Refleksi

Dengan bantuan hasil analisis data yang diperoleh, peneliti mencoba

merenungkan kembali pelaksanaan tindakan yang telah tercatat melalui observasi.

Melalui refleksi peneliti akan dapat menentukan apa yang telah dicapai, apa yang

belum dicapai, serta apa yang perlu diperbaiki lagi dalam pembelajaran

selanjutnya.

Pada dasarnya refleksi merupakan kegiatan analisis sintesis, interpretasi

dan penjelasan terhadap semua informasi yang diperoleh dari pelaksanaan

tindakan. Refleksi merupakan tahap paling penting untuk memehami dan


35

memberikan makna tehadap proses dan hasil yang terjadi akibat adanya tindakan

yang dilakukan.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 2 Cibogogirang, kecamatan Plered,

kabupaten Purwakarta. Alasan peneliti memilih sekolah tersebut karena beberapa

pertimbangan diantaranya :

1. Peneliti bertugas di sekolah tersebut sehingga merasa bertanggung jawab

secara moril untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA khususnya.

2. Memiliki fasilitas yang cukup memadai untuk dijadikan lokasi penelitian

dalam hal ini penelitian penerapan metode inkuiri yang membutuhkan sarana

dan fasilitas yang cukup guna pelaksanaan eksperimen.

Adapun sampel penelitian dalam pelaksanaan PTK meliputi peserta didik

yang duduk di kelas V (lima) Sekolah Dasar dengan jumlah siswa 39 orang dan

guru kelas V (Lima), serta proses pembelajaran di kelas V (Lima) SD Negeri 2

Cibogogirang sebagai objek penelitian.

C. Data Penelitian

Data penelitian diperoleh setelah melakukan penelitian tindakan kelas

(PTK). Data-data tersebut dikumpulkan melalui beberapa teknik pengumpulan

data diantaranya observasi, wawancara, angket, dan tes hasil belajar. Sumber data

penelitian adalah siswa kelas V (Lima) SD Negeri 2 Cibogogirang Tahun


36

Pelajaran 2008/2009 dan guru serta lingkungan yang mendukung pelaksanaan

kegiatan pembelajaran.

D. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mendapatkan data, sehingga

data yang didapatkan lebih baik dengan pertimbangkan jenis data, tingkat akurasi

data, kelangkapan data, sistematika dalam pengolahan, standar waktu yang

diperlukan serta biaya. (Awangga,2007 : 138) .

Dalam pelaksanaan pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas

perlu catatan yang dituangkan dalam instrumen sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat

menentukan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Observasi berarti

pengamatan dengan tujuan tertentu.

Nasution(1988) menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu

pengetahuan. Sedangkan Marshall (1995) menyatakan bahwa “Through

observation the reasercher learn about behavior and teh meaning attached to

those behavior” melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna

dari perilaku tersebut. (Sugiyono, 2007 : 64)

Lembar observasi digunakan untuk mengobservasi aktivitas siswa dan

guru selama proses pembelajaran inkuiri berlangsung. Aktivitas siswa yang

diamati dengan menggunakan lembar observasi minat dan psikomotorik,

sedangkan aktivitas guru berupa lembar observasi kelas untuk kegiatan guru
37

Observasi dilakukan secara langsung pada saat pembelajaran di kelas guna

mengumpulkan data secara kualitatif mengenai aktivitas guru, dan siswa.

Tujuannya untuk mencatat masalah yang terjadi pada saat tindakan yang

kemudian akan menjadi refleksi sebagai tindak lanjut.

2. Wawancara

Menurut Esterberg (Sugiyono, 2007: 72) wawancara merupakan

pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,

sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Dengan wawancara peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam

tentang partisipan dalam menginterpretasikannya situasi dan fenomena yang

terjadi, dimana hal ini tidak ditemukan melalui observasi.

Wawancara dilakukan terhadap siswa setelah proses tindakan dilakukan

dengan tujuan untuk mengetahui pendapat mereka tentang kendala atau kesulitan

serta motivasi belajar yang mereka dapat dari penerapan metode inkuiri dalam

pembelajaran IPA. Selai itu wawancara juga dilakukan terhadap guru untuk

mengumpulkan informasi tentang kebaikan dan kekurangan serta kendala yang

ditemukan pada saat menggunakan metode inkuiri.

3. Angket

Angket penelitian ini digunakan untuk mengetahui nilai afektif (sikap)

siswa terhadap pembelajaran inkuiri. Angket disebar dan diisi oleh siswa dengan

runtunan pertanyaan yang berhubungan dengan kesan dan tanggapan siswa

terhadap metode yang digunakan dalam pembelajaran IPA yaitu metode inkuiri.
38

4. Tes Hasil Belajar

Tes hasil belajar diperlukan untuk mengukur tingkat ketercapaian

penerapan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA selain itu tes hasil belajar

digunakan untuk mengukur pemahaman materi serta peningkatan hasil belajar

siswa setelah tindakan dilakukan.

E. Tektik Analisis Data

Metode analisis data penelitian ini adalah deskriptif persentase. Data hasil

penelitian yang dianalisis meliputi rata-rata kelas, ketuntasan belajar individu, dan

ketuntasan belajar secara klasikal. Selanjutnya hasil analisis data diperolah baik

kualitataf maupun kuantitatif. Hasil ini diinterpetasi dan disimpulkan yang

digunakan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

Metode analisis data penelitian ini adalah deskriptif persentase. Data hasil

penelitian yang dianalisis meliputi rata-rata kelas, ketuntasan belajar individu, dan

ketuntasan belajar secara klasikal. Selanjutnya hasil analisis data diperolah baik

kualitataf maupun kuantitatif. Hasil ini diinterpetasi dan disimpulkan yang

digunakan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

1). Rata-rata kelas.

Untuk menghitung rata-rata kelas pada masing-masing siklus digunakan

rumus :
X = ΣX
N (Sudjana, 1989 : 109)
Keterangan :

X = Rata-rata kelas

ΣX = jumlah seluruh skor

N = Banyak siswa
39

3). Ketuntasan belajar secara klasikal

Nilai post test diperoleh setelah dilakukan tindakan kelas, kemudian

sianalisis untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar.

Ketuntasan secara klasikal dihitung dengan menggunakan rumus :

Ketuntasan klasikal = Jumlah siswa mendapat nilai > 65


x 100 %
Jumlah siswa yang mengikuti

(Mulyasa, 2003 : 102)

1. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Sumber data

Sumber data penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri 2 Cibogogirang

Tahun Pelajaran 2008/2009 dan guru serta lingkungan yang mendukung

pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

2. Jenis data

a. Data tentang kondisi awal, untuk metode pengajaran guru berdasarkan

hasil wawancara dengan guru kelas, nilai laporan ulangan harian siswa.

b. Data tentang peningkatan aktivitas siswa diperoleh dari hasil pengamatan

langsung melalui lembar observasi dan nilai laporan LKS.

c. Peningkatan hasil belajar kognitif berdasarkan dari jawaban tiap soal

mengerjakan soal evaluasi (pretest dan postest).


40

d. Data tentang keterkaitan antara perencanaan dan pelaksanaan dalam

penelitian diperoleh dari Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), LKS,

dan lembar observasi guru.

e. Data hasil belajar afektif (sikap) diperoleh melalui lembar angket sebagai

pendapat atau tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran inkuiri

terbimbing.

2. Validasi Data

Teknik validasi yang digunakan dalam penelitian adalah dengan

menggunakan triangulasi, member-check, audit trial, dan expert opinion.

a. Triangulasi Data, yaitu teknik yang dilakukan untuk memeriksa keabsahan /

kebenaran data dengan menggunakan sumber lain serta membandingkan

kebenaran data yang diperoleh dari sumber lain yakni guru dan siswa. Teknik

triangulasi data digunakan dalam rangka memperoleh kepercayaan data yang

maksimal. Teknik ini digunakan melalui kegiatan reflektif kolaboratif antara

guru dan peneliti. Selain itu dalam dilakukan juga wawancara dengan siswa

untuk mendapatkan gambaran tentang persepsi siswa terhadap penggunaan

metode inkuiri dalam pembelajaran IPA terutama dalam konsep cahaya. Hasil

triangulasi kemudian dijabarkan melalui laporan naratif deskriptif.

b. Member-Check, teknik ini dilakukan untuk meninjau kembali kebenaran dan

kesahihan data penelitian dengan mengkonfirmasikan pada sumber data.

Dalam kegiatan ini peneliti menginformasikan data temuan yang diperoleh

baik kepada guru maupun siswa melalui kegiatan reflektif kolaboratif pada

setiap akhir kegiatan pembelajaran. Pada kegiatan ini dijaring pula


41

tanggapan, sanggahan atau informasi tambahan baik dari guru maupun siswa

sehingga menghasilkan derajat validitas yang tinggi.

c. Audit Trial, dilakukan dengan cara mendiskusikan kebenaran data beserta

prosedur pengumpulannya dengan teman sejawat, pembimbing, atau peneliti

senior guna memperoleh kritik, tanggapan dan masukan sehingga bisa

mempertajam analisis serta validasi yang tinggi.

d. Expert opinion, teknik ini dilakukan dengan cara mengkonsultasikan hasil

temuan peneliti kepada para ahli untuk memperoleh arahan dan masukan

sehingga validasi temuan penelitian dapat dipertanggung jawabkan.

3. Interpretasi

Data yang diperoleh dalam penelitian diinterpretasikan dengan merujuk

pada acuan teoritik, norma-norma praktis yang diprakarsai atau berdasarkan

intuisi guru mengenai situasi pembelajaran yang baik dan efektif tentang

penerapan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA di SD untuk meningkatkan

hasil belajar siswa pada konsep cahaya.


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan disajikan mengenai deskripsi hasil penelitian serta

pembahasannya. Secara umum temuan hasil penelitian akan disajikan beberapa

poin, diantaranya: (A) Deskripisi data lokasi penelitian dan data awal

pembelajaran IPA . (B) Deskripsi pelaksanaan tindakan serta tanggapan dari siswa

serta guru mengenai implementasi penggunaan metode inkuiri dalam

pembelajaran IPA.

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Lokasi Penelitian

a. Identitas Sekolah

Sekolah yang menjadi pusat penelitian adalah sekolah negeri dengan nama

SD Negeri 2 Cibogogirang dengan NSS.1010 22 002 029 yang beralamat di

Kp.Cibogogirang Peuntas Ds. Cibogogirang Plered-Purwakarta. Sekolah ini

berdiri sejak tahun 1980.

b. Sarana dan Prasarana

SD Negeri 2 Cibogogirang memiliki sarana dan prasarana penunjang

kegiatan belajar yang memadai, diantaranya: luas tanah 4800 m2, yang terdiri dari

Lapangan Upacara, Bangunan 2 Unit dengan Ruang Kelas 6 Unit, Ruang Kantor

1 Unit, Ruang Perpusakaan/UKS 1 Unit, Mushola 1 Unit, WC/Kamar Mandi 2

Unit. Selain itu terdapat pula arena olahraga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

dari denah lokasi sekolah sebagai berikut :

42
43

Gambar 4.1
DENAH LOKASI U
SD NEGERI 2 CIBOGOGIRANG T
A
R
A
2 3 4 5 6

TAMAN SEKOLAH

1
7

Keterangan:
1. Ruang Kantor 6. R. Komputer
Ruang Guru Ruang UKS
Ruang Kepala Sekolah Ruang Perpustakaan
2. Toilet dan Sekretariat Pramuka & Olahraga
Dapur Sekolah 7. Ruang Kelas 4
3. Ruang Kelas 1 8. Ruang Kelas 5 (Lokasi Penelitian
4. Ruang Kelas 2 Pembelajaran Inkuri)
5. Ruang Kelas 3 9. Ruang Kelas 6
44

Fasilitas belajar yang ada di SDN 2 Cibogogirang berupa bangunan sekolah

yang terdiri dari dua unit bangunan permanen yang cukup baik, berada di tengah

perumahan warga dan lingkungan yang cukup kondusif dengan udara yang cukup

bersih karena tidak terlalu dekat dengan jalan raya namun terjangkau oleh

kendaraan bermotor roda dua.

Kondisi fisik bangunan cukup baik dan layak dipergunakan oleh warga

sekolah terutama siswa untuk belajar. Unit pertama terdiri dari tiga lokal

digunakan oleh siswa / siswi kelas I, II dan III. Luas kelas masing-masing adalah

4 x 6 meter². Unit kedua terdiri dari tiga lokal digunakan oleh siswa / siswi kelas

IV,V dan VI dengan luas kelas yang sama yaitu 4 x 6 meter². Selain itu terdapat

juga ruang guru yang cukup luas dengan ukuran 5 x 10 Meter², dengan berbagai

fasilitas seperti meja dan kursi kerja, satu set meja tamu, rak penyimpanan piala,

rak buku, satu unit komputer, dan perangkat lain yang mendukung.

Dalam Proses belajar mengajar siswa / siswi SDN Cibogogirang dibagi

menjadi 9 rombongan belajar, yaitu kelas I A, Kelas I B, Kelas II A, Kelas II B,

Kelas III A, Kelas III B, Kelas IV, Kelas V, Kelas VI. Yang didukung dengan

sarana kegiatan lainnya seperti perangkat belajar, mebeuler, perlengkapan

olahraga, pramuka, serta perlengkapan dan perangkat kegiatan belajar lainnya.

Berikut ini tabel daftar maubeler di SD Negeri 2 Ciibogogirang :


45

Tabel 4.1

Daftar Mebeuler SDN 2 Cibogogirang

Kondisi
No Perkakas Jumlah
Baik Sedang Rusak
1 Bangku 13 - 13 -
2 Meja Murid 110 90 20 -
3 Kursi murid 158 148 10 -
4 Lemari 8 7 1 -
5 Meja Guru 17 14 3 -
6 Kursi Guru 15 12 3 -
7 Papan Tulis 6 6 - -
8 Kursi Tamu 1 1 Set - -
9 Rak Buku 2 2 - -

Dari tabel diatas dapat terlihat keadaan perkakas atau mebeuler yang

dimiliki SDN 2 Cibogogirang yang cukup layak digunakan dalam proses belajar

mengajar di sekolah. Di setiap kelas tertata rapi meja dan kursi murid serta meja

dan kursi guru, serta hiasan dengan aneka hasil kreasi siswa yang diletakkan di

dinding dan didepan kelas. Selain itu, di depan kelas di lengkapi pula dengan pot

bunga dengan berbagai jenis bunga yang ditanam. Selain itu SDN 2 Cibogogirang

dilengkapi pula oleh peralatan olahraga.

2. Karakteristik Siswa

SD Negeri 2 Cibogogirang memiliki 277 siswa terdiri dari siswa berjenis

kelamin laki-laki sejumlah 136 dan siswi berjenis kelamin perempuan berjumlah

141 orang. Dari 277 siswa , 39 orang adalah siswa kelas V (Lima) yang akan

menjadi sampel dalam penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

berikut ini :
46

Tabel 4.2

Keadaan siswa kelas V (Lima) SD Negeri 2 Cobogogirang

Berdasarkan jenis kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%)


1 Laki-laki 15 38,47
2 Perempuan 24 61,53
Jumlah 39 100

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah siswa perempuan lebih

banyak daripada jumlah laki-laki , yaitu 24 orang siswa perempuan dengan

prosentase 61,53 % sedangkan jumlah laki-laki 15 orang siswa dengan prosentase

38,47 % .

Dari jumlah siswa sebanyak 39 orang, siswa kelas lima dapat

diklasifikasikan menurut tingkat kemampuan dalam belajar, lebih jelasnya dapat

dilahat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.3

Tingkat Kemampuan Siswa dalam Belajar

No Kemampuan Jumlah Prosentase (%)


1 Pandai 10 25,65
2 Sedang 23 58,97
3 Kurang 6 15,38
Jumlah 39 100

Dari tabel diatas dapat dijabarkan kualifikasi tingkat kemampuan belajar

siswa kelas V (Lima) SDN 2 Cibogogirang sebagai sempel penelitian, terdapat 10

siswa dengan prosentase 25,65 % memiliki tingkat kemampuan belajar yang

tergolong pandai, 23 siswa dengan prosentase 58,97 % tergolong sedang dan 6

siswa dengan prosentase 15,38 % dengan tingkat kemampuan kurang.


47

3. Karakteristik Guru

Alat pendidikan berikutnya adalah tenaga pengajar atau selanjutnya

disebut guru yang merupakan aspek penting yang akan menjadi fasilitator dan

subjek yang berperan dalam perkembangan peserta didik. Di SD Negeri 2

Cibogogirang terdapat 13 orang guru dan 1 orang penjaga sekolah yang terdiri

dari 9 orang berjenis kelamin laki-laki dan 5 orang berjenis kelamin perempuan.

Data lebih jelas dapat terlihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4

Data Personil SD Negeri 2 Cibogogirang Tahun Pelajaran 2008/2009

Ijazah
Nama/ Tempat Tgl Mengajar Gol/
No NIP Agama / Jabatan
Lahir Kelas Ruang
Tahun
D II
HASANUDIN 1958 07 27 Islam PGSD Kep.Sek I-VI IV/A
1 BANDUNG, 27-07-1958 1978 03 1 1999
003
HUSEN 1964 12 11 D II
2 PGSD Guru VI IV/A
PURWAKARTA, 11-12 1964 1986 10 1 001 Islam
2000
WAHYUDIN D II
3 1966 06 01 PGSD IV IV/A
PURWAKARTA, 01-06-1966 Islam Guru
1989 04 1 001 2000
DEDEN PITRIANTINI SI
4 480184135 UNWIR V III/A
PURWAKARTA, 07-11-1972 Islam Guru
2002
ELIS IMAS HAYATI D II
5 480184190 PGSD I/A II/B
PURWAKARTA, 17-10-1980 Islam Guru
2002
NENENG MULYANINGSIH D II
6 PGSD III/A II/A
PURWAKARTA, 21-06-1972 480194075 Islam Guru
2008
LINDA MARLIANI D II
7 PGSD III/B II/B
PURWAKARTA, 16-12-1982 480193938 Islam Guru
2004
MAMAN SAEPUROHMAN D II PAI I-VI II/B
8 480184291 Islam Guru
PURWAKARTA, 14 - 4 - 1980 2002

9 FUADUL MUNIR D II PAI I-VI II/B


PURWAKARTA, 10-12-1971
480194110 Islam 2002
Guru

10 NENENG ROBIATUL A - MA II/A -


Islam Guru
PURWAKARTA, 29-12-1986 2005
IWAN HASANUDIN - D II
11 UNWIR I/B -
PURWAKARTA, 14-01-1982 Islam Guru
2007
48

EKA L KONCARA - D II
12 UNWIR I-VI -
PURWAKARTA, 16-06-1984 Islam Guru
2006
13 HAMDANI - SMK Guru II/B -
Islam
PURWAKARTA, 10-03-1986 2005
14 DADANG - SMP Penjaga - -
Islam
GARUT, 03-04-1966 1987

Dari tabel diatas dapat dilihat kualifikasi guru yang mengajar cukup

memadai. Terdapat 10 orang guru dengan tingkat pendidikan D2 baik dari jurusan

umum maupun dari agama. Dengan demikian banyak sekali tenaga profesional

yang dapat mengembangkan kualitas pendidikan di sekolah tersebut.

4. Sumber Belajar

Sumber belajar merupakan asal mula ilmu yang akan membentuk

kepandaian pada diri peserta didik. Berdasarkan penelitian sumber belajar yang

terdapat di SD Negeri 2 Cibogogirang terdiri dari sumber belajar utama sebagai

pedoman atau acuan pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah yaitu

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006), dan sumber belajar kedua

yaitu buku paket yang bersumber dan dikelurkan oleh pemerintan yang

disesuaikan dengan kurikulum KTSP 2006. Berdasarkan penelitian buku paket

yang digunakan dipandang cukup antara lain ; Buku B.Indonesia, Buku

Matematika, Buku PKn, Buku IPA, Buku IPS, Buku SBK, dan buku lainnya yang

mendukung.

Berdasarkan hasil penelitian buku paket yang digunakan khusus mata

pelajaran IPA cukup bervariatif dari berbagai penerbit. Hal tersebut menunjukkan

guru-guru SDN 2 Cibogogirang menggunakan berbagai sumber dalam

pembelajaran sehingga tidak tefokus pada salah satu buku sumber saja. Dengan
49

demikian dapat memperkaya wawasan serta bahan palajaran yang akan

disampaikan kepada siswa tetapi tetap berpedoman pada kurikulum yang berlaku

yaitu KTSP 2006.

Buku paket yang digunakan dalam proses pembelajaran khususnya mata

pelajaran IPA diantaranya :

1. Belajar Sains Untuk SD Kelas 5 dengan orientsi keterampilan dan

eksperimen, Pengarang Dadang rachman Munandar. Tahun 2004. Penerbit

PT.Sarana Panca Karya Nusa. Bandung

2. Ilmu Pengetahuan Alam Untuk Kelas V SD/MI. Pengarang Dwi Suhartanti,

dkk. Tahun 2008. Penerbit Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan

Nasional. Jakarta.

3. SAINS Untuk Siswa Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Kelas 5.

Pengarang Sumiati Sa’adah. Tahun 2004. Penerbit Titian Ilmu. Bandung.

4. Seri Kegiatan Sains. PengarangTom Jackson. Tahun 2006. Penerbit Pakar

Raya (Pakarnya Pustaka). Bandung.

Dari berbagai data yang dihasilkan mengenai sarana dan prasarana serta

fasilitas yang ada di SDN 2 Cibogogirang yang cukup memadai, maka sangatlah

mungkin diterapkannya berbagai metode pembelajaran termasuk metode inkuiri

dalam pembelajaran IPA khususnya guna mencari dan menggali efektifitas

metode pembelajaran yang akan merangsang siswa untuk berkembang sehingga

mereka mempunyai bekal hidup dimasyarakat dimasa yang akan datang.


50

5. Deskripsi awal pembelajaran

Kegiatan awal penelitian yaitu melakukan observasi terhadap proses

pembelajaran IPA di kelas V SDN 2 Cobogogirang yang menjadi objek

penelitian. Observasi pertama dilakukan pada tanggal 30 Maret 2009 pada jam ke-

1 pelajaran yaitu pukul 07.30- 08.40 WIB dengan pokok bahasan cahaya.

Dalam pelaksanaan penelitian, observer mengamati, mencatat kemudian

mendokumentasikan berbagai temuan dan informasi yang didapat pada saat

kegiatan pembelajaran pra siklus.

Pada proses pembelajaran di kelas kegiatan yang dilakukan adalah

kegiatan rutin seperti berdo’a bersama, guru mengabsen siswa, mencatat meteri

pelajaran dengan materi cahaya, melakukan tanya jawab dan diakhiri dengan

pemberian tes tertulis sebagai alat penilaian.

Proses pembelajaran pada kegiatan inti diantaranya, guru sebagai objek

penelitian dengan inisial “D” menyuruh siswa “anak-anak coba buka buku IPA

halaman 105 !” pada waktu itu buku yang digunakan adalah buku Belajar Sains

yang diterbitkan oleh PT. SPKN. Kemudian siswa di suruh mendengarkan

penjelasan dari “D”. Setelah penjelasan selesai, “D” menulis rangkuman materi

cahaya pada papan tulis sebagai catatan untuk siswa. Pada akhir kegiatan “D”

memberikan soal-soal sebagai latihan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa

terhadap materi yang sudah dijelaskan. Dan siswa diberikan pekerjaan rumah.

Dari langkah-langkah pembelajaran yang tersebut diatas dapat terlihat

masih adanya domonasi guru dalam kegiatan belajar dikelas, dan siswa tidak

diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berfikirnya. Hasil belajar


51

dari kondisi awal pembelajaran IPA di SD 2 Cibogogirang dapat terlihat dari

tabel berikut ini :

Tabel 4.5
Nilai Hasil Belajar Siswa Pra Siklus

No Nama Nilai No Nama Nilai


1 Ai Lela 40 21 Ikbal Maulana 50
2 Amirudin 40 22 Ila Nurlaela 40
3 Arip Hidayah 40 23 Ila Nurmilah 45
4 Arip Hidayat 60 24 Intan Nurajijah 55
5 Arip Munandar 65 25 Iyan Sopian 50
6 Asep Ahmad R 60 26 Kiki Jakiah 70
7 Dede M Rahman 60 27 Lia Yulianti 55
8 Deni Saprudin 65 28 Liah Sopiah 50
9 Desi Oktaviani 70 29 Mia Kusmiati 60
10 Dina Andriana 65 30 M Jaidan 60
11 Dudung Ismail 60 31 Mulyadi 55
12 Eli Nurjanah 45 32 Novi Alinda 60
13 Elim Halimah 40 33 Nurhalimah 60
14 Eneng Nurliani 55 34 Pani Julianti 65
15 Enjen Jaenal M 60 35 Putri Herawati 60
16 Fitri Nurjanah 65 36 Siti Jenab 55
17 Hasan Mubarok 60 37 Sri Nuraeni 50
18 Hasanudin 50 38 Yeni Rohaeni 50
19 Hoerunnisa 75 39 Rani Sopiah 65
20 Hoho Siti J 65
Jumlah 2.195
Rata-rata 56,28

Berdasarkan tabel diatas hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2

Cibogogirang sebelum menggunakan metode inkuiri dalam proses pembelajaran

kurang baik. Hal tersebut dapat terlihat dari kemampuan rata-rata kelas yang

hanya mencapai 56,28. Jumlah siswa yang masih mendapat nilai dibawah KKM

sebanyak 29 orang, 7 orang dengan nilai yang cukup baik dan hanya 3 orang
52

mendapat nilai baik diatas rata-rata KKM. Grafik nilai hasil belajar siswa pada pra

siklus dapat terlihat pada gambar berikut :

Gambar 4.2
Grafik Nilai Hasil Belajar Siswa Pada Pra Siklus

Grafik diatas menunjukkan masih banyak siswa yang mendapat nilai

dibawah rata-rata KKM. Hal tersebut menjadi refleksi bagi guru kelas khususnya

dan tentunya peneliti yang ingin memaksimalkan hasil belajar. Metode

pembelajaran yang efektif akan mempengaruhi hasil belajar siswa.

Gambaran tabel serta grafik diatas menunjukkan bahwa kegiatan

pembelajaran IPA di SDN 2 Cibogogirang tidak memberikan pengalaman

langsung terhadap siswa akan materi IPA khususnya pokok bahasan cahaya.

Terlebih jika dikaitkan dengan tujuan kurikulum KTSP pada mata pelajaran IPA

yaitu Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat

menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
53

sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam

kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan

memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri

dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh

pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Maka atas dasar itulah perlu dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap

metode pembelajaran yang digunakan oleh guru demi mencapai perubahan yang

diinginkan.

6. Analisis dan refleksi terhadap gambaran awal pembelajaran.

a. Analisis

Hasil observasi di lapangan didapatkan temuan-temuan seperti berikut :

Pertama, Pada awal pembelajaran pra siklus guru memasuki ruang kelas,

kemudian mengabsen siswa.

Kedua, Proses pembelajaran dilaksanakan tanpa mengadakan apersepsi

sebagai median rangsang bagi siswa terhadap materi yang akan di berikan.

Ketiga, Kegiatan inti pembelajaran yaitu guru menjelaskan materi cahaya,

kemudian menulis rangkuman dan soal-soal latihan.

Keempat, Murid diberikan rangkuman materi untuk dicatat pada buku

tulis.

Kelima, Siswa diberikan tes akhir berupa pertanyaan- pertanyaan yang

berhubungan dengan materi cahaya.


54

Keenam, Kegiatan akhir guru memberikan tugas pekerjaan rumah pada

siswa.

b. Refleksi

Dari beberapa data di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa proses

pembelajaran yang dilakukan oleh guru SDN 2 Cibogogirang pada kelas V khusus

nya pokok bahasan cahaya belum memberikan pengalaman langsung atau

eksperimen melalui metode inkuiri atau disebut juga metode penemuan terpimpin

yang akan memberikan keleluasaan pada murid untuk dengan sendirinya

menemukan konsep-konsep suatu materi dalam hal ini konsep sifat-sifat cahaya.

Maka dari itu penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan adalah

penelitian penerapan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA pada pokok bahasan

cahaya.

B. Pelaksanaan dan Hasil Penelitian tindakan Kelas

1. Tindakan Pertama

a. Perencanaan

1) Perencanaan diawali dengan menyusun rencana pembelajaran pokok

bahasan cahaya yang berpedoman pada kompetensi dasar kurikulum

(KTSP 2006).

2) Melakukan koordinasi dengan teman sejawat sehubungan dengan

penelitian yang akan dilaksanakan.

3) Menyiapkan ruang kelas serta alat dan bahan eksperimen yang akan

digunakan dalam proses pembelajaran.


55

Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran menggunakan alokasi

waktu 2 jam pelajaran yaitu 70 menit dengan prosentase pembagian waktu

sebagai berikut :

Tabel 4.6

Rincian pembagian waktu pembelajaran IPA

No Jenis Kegiatan Waktu Prosentase (%)


1 Kegiatan Awal 5 Menit 7,15
2 Kegiatan Inti 50 Menit 71,42
a. Menjelaskan Langkah
Kegiatan
b. Melakukan Percobaan
c. Mengerjakan LKS
d. Melakukan Tanya Jawab
3 Kegiatan Akhir 15 Menit 21,43
Jumlah 70 Menit 100

b. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi

1) Kegiatan Awal

Pelaksanaan tindakan pertama dilaksanakan pada hari senin tanggal 6

April 2009. Pada pelaksanaan tindakan pertama materi yang dibahas adalah “sifat

cahaya yang menembus beda bening”.

Proses pembelajaran seperti biasa diawali dengan berdo’a bersama

kemudian disusul dengan pemberian salam dari siswa untuk guru. Setelah

rutinitas tersebut dilaksanakan, guru mengabsen siswa. Pada waktu itu seluruh

siswa hadir. Setelah mengabsen, guru mengkondisikan siswa pada situasi

pembelajaran yang kondusif kemudian melakukan apersepsi terhadap materi sifat

cahaya yang dapat menembus benda bening, adapun kegiatan apersepsi pada

pembelajaran siklus pertama sebagai berikut :


56

Guru :“ Anak-anak coba perhatikan kegiatan ibu didepan !”


Siswa :”mengapa ibu menyalakan lilin?”. “apakah ada yang ulang tahun
hari ini?”
Guru :”Kebetulan tidak ada yang berulang tahun, tapi ketika aliran listrik
dirumah mati/padam maka benda yang biasa digunakan adalah?”
Siswa :“Lilin bu…”.

Setelah itu guru menghubungkan lilin dengan penjelasan materi cahaya.

“kalian masih ingat salah satu sumber cahaya adalah lilin?”. “Nah hari ini kita

akan mencari tahu sifat-sifat dari cahaya tersebut apa saja” .

2) Kegiatan Inti

Pada awal proses kegiatan inti, guru mengelompokkan siswa dengan

jumlah 39 orang menjadi 8 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang

siswa. Kemudian siswa denga gesit mengatur bangku dan meja mereka sesuai

dengan kelompok yang telah dibuat. Kondidi ruang kelas cukup gaduh dengan

suara meja dan kursi yang digeser-geser oleh siswa. Pada situasi seperti ini guru

belum bisa menenagkan siswa. Setelah semua selesai mengatur tempat duduk

guru menjelaskan langkah-langkah kegiatan “anak-anak tunjuk salah satu teman

di kelompok kalian sebagai ketua ! ”. siswa gaduh kembali karena sibuk

menunjuk teman yang mereka anggap lebih pintar untuk menjadi ketua. “

sekarang perwakilan dari masing-masing kelompok ambilah benda-benda yang

ada di meja ibu ”. siswa secara spontan berhambur mendekati meja guru.

Sebagai proses penemuan, setiap siswa diberi kesempatan menggunakan

alat-alat peraga sebagai media eksperimen. Guru menjelaskan langkah-langkah

kegiatan penemuan. Sebelumnya guru membagikan lembar kerja siswa (LKS)

untuk di isi berdasarkan hasil penelitian.


57

Kondisi pembelajaran masih kurang kondusif karena siswa masih

kebingungan. Sebagian diantara mereka masih hanya bermain-main dengan alat-

alat penemuan yang diberikan guru. Dan yang lainnya mencoba

mengamankannya, yang akhirnya banyak kegiatan yang diluar perencanaan. Guru

masih kewalahan memberikan pengertian akan langkah-langkah penemuan karena

siswa tidak tertib dan kurang perhatian serta konsentrasi.

Proses inkuiri pada tahap awal adalah siswa membaca LKS yang diterima

dari guru. Kemudian siswa mulai mengerjakan langkah-langkah menemukan sifat

cahaya yang dapat menembus benda bening. “anak-anak coba perhatikan LKS

yang ada di kelompok masing-masing kemudian isi dengan jawaban yang benar

!”. sebagian anak kebingungan sehingga banyak muncul pertanyaan yang sama

“bu bagaimana cara mengisinya?”. “lakukan kegiatan-kegiatan yang ada pada

LKS, kemudian lihat kolom isian dan isilah kkolom tersebut sesuai dengan hasil

penemuan !”. serentak mereka menjawab “O…. baik bu..”.

Masing-masing kelompok bekerja menyelesaikan tugas yang diberikan.

Namun ada sebagian yang hanya mengganggu teman lainnya saja. Waktu yang

diberikan kurang lebih 20 menit. Selama proses inkuiri, guru berkeliling

memberikan bimbingan pada setiap kelompok. Kadang kala guru memberikan

penjelasan karena siswa masih belum total melakukan inkuiri.

3) Kegiatan Akhir

Setelah selasai, siswa secara bergilir melaporkan hasil temuan mereka di

depan kelas. Dan pada akhir kegiatan guru mengajukan pertanyaan sebagai acuan

mereka menemukan kesimpulan atas materi pelajaran. “Anak-anak berdasarkan


58

hasil temuan kalian dapat di ketahui bahwa benda apa yang dapat ditembus

cahaya? ” sebagian dari mereka menjawab “Benda bening bu….” . maka

pembelajaran selesai dengan kesimpulan tersebut.

Kegiatan akhir guru memberikan beberapa soal latihan kepada siswa secara

individu. “anak-anak tulis dan jawablah pertanyaan-pertanyaan dari ibu secara

individu”. Waktu yang di berikan kurang lebih 15 menit untuk siswa menjawab

pertanyaan-pertanyaan mengenai sifat cahaya yang dapat menembus benda

bening. Setelah selesai siswa mengumpulkan hasil pekerjaan mereka dan guru

menilainya.

Hasil observasi dari tindakan pertama terhadap guru sesuai dengan

perencanaan dapat terlihat dari tabel berikut :

Tabel 4.7
HASIL PENGAMATAN TERHADAP GURU PADA SIKLUS 1

Segi Tingkah Laku yang Hasil Pengamatan


Keterangan
Diamati Baik Cukup Kurang
1. Rencana Pelaksanaan 
Pembelajaran
2. Menyiapkan alat-alat yang 
diperlukan.
3. Menggunakan metode 
inkuiri dalam proses
pembelajaran
4. Menggunakan alat peraga 
dalam pembelajaran
5. Menjelaskan langkah - 
langkah tugas yang harus
dikerjakan oleh siswa
6. Memberi kesempatan pada 
siswa melakukan inkuiri
melalui eksperimen
7. Membeimbing kelompok / 
individual
8. Memberi pertanyaan yang 
mengarah pada pemecahan
59

masalah
9. Memberikan penguatan 
pada siswa
10. Membimbing siswa 
membuat kesimpulan
tentang materi yang
diajarkan

Dari data yang dihasilkan melalui tabel diatas aktivitas guru dalam

pembelajaran sudah cukup baik, tetapi ada komponen-komponen yang harusnya

diterapkan dalam pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang

sering terabaikan , seperti menyusun kegiatan inti dan pemberian tes pada akhir

pembelajaran masih belum tertata dengan benar. Kegiatan pembelajaran masih di

dominasi oleh guru.

Tindakan pertama pada siklus 1 yang dilakukan disertai dengan pemberian

postest. Sasaran yang ingin dicapai melalui postest ini yaitu, untuk mengetahui

tingkat kemampuan siswa terhadap materi yang akan diajarkan serta mengukur

tingkat keberhasilan belajar siswa dlama aspek pemahaman sifat-sifat cahaya

dengan menggunakan pendekatan inkuiri. Hasil postest dapat dilihat pada tabel

berikut ini:
60

Tabel 4.8
Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus 1
No Nama Nilai No Nama Nilai
1 Ai Lela 50 21 Ikbal Maulana 55
2 Amirudin 50 22 Ila Nurlaela 55
3 Arip Hidayah 50 23 Ila Nurmilah 50
4 Arip Hidayat 70 24 Intan Nurajijah 60
5 Arip Munandar 70 25 Iyan Sopian 60
6 Asep Ahmad R 70 26 Kiki Jakiah 75
7 Dede M Rahman 70 27 Lia Yulianti 60
8 Deni Saprudin 75 28 Liah Sopiah 60
9 Desi Oktaviani 75 29 Mia Kusmiati 60
10 Dina Andriana 75 30 M Jaidan 65
11 Dudung Ismail 70 31 Mulyadi 65
12 Eli Nurjanah 60 32 Novi Alinda 65
13 Elim Halimah 60 33 Nurhalimah 65
14 Eneng Nurliani 70 34 Pani Julianti 75
15 Enjen Jaenal M 70 35 Putri Herawati 70
16 Fitri Nurjanah 70 36 Siti Jenab 65
17 Hasan Mubarok 70 37 Sri Nuraeni 65
18 Hasanudin 65 38 Yeni Rohaeni 70
19 Hoerunnisa 75 39 Rani Sopiah 70
20 Hoho Siti J 70
Jumlah 2.545
Rata-rata 65,25

Keterangan :

Batas Lulus (Sesuai dengan penetapan KKM) adalah 65

Dari tabel 4.9 daftar nilai hasil belajar pada siklus pertama dapat terlihat

bahwa siswa yang dianggap berhasil memperoleh nilai > 65 sebanyak 26 orang

dengan prosentase 66,66 %, sedangkan yang mendapatkan nilai dibawah 65

sebanyak 13 orang dengan prosentase 33,34 %. Nilai rata-rata yang diperoleh dari

tindakan pertama adalah 65,25. Hasil belajar siswa pada siklus pertama dapat

dilihat dari grafik berikut ini:


61

Gambar 4.3
Grafik Hasil Belajar Siswa pada Siklus I

Selain tes hasil belajar, penelitian dilakukan pula pada aspek kegiatan

siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Untuk melihat hasil penilaian

aktivitas siswa dapat dijabarkan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.9
PENILAIAN KEGIATAN SISWA

Aspek observasi
No Nama Siswa Tanggung Keterangan
Keaktifan Ketelitian
jawab
1 Ai Lela K K K
2 Amirudin K K C
3 Arip Hidayah K C C
4 Arip Hidayat C C B
5 Arip Munandar B B B
6 Asep Ahmad R C C K
7 Dede M Rahman C C K B = Baik
8 Deni Saprudin B B C
9 Desi Oktaviani B C C C = Cukup
10 Dina Andriana B C C
11 Dudung Ismail K C C K = Kurang
12 Eli Nurjanah K K K
13 Elim Halimah K K K
14 Eneng Nurliani K C C
15 Enjen Jaenal M C B C
16 Fitri Nurjanah C C C
17 Hasan Mubarok K C C
18 Hasanudin K K K
19 Hoerunnisa B B B
62

20 Hoho Siti J C C C
21 Ikbal Maulana C C C
22 Ila Nurlaela K K K
23 Ila Nurmilah K K K
24 Intan Nurajijah C C K
25 Iyan Sopian K K K
26 Kiki Jakiah C C C
27 Lia Yulianti K K K
27 Liah Sopiah K K K
28 Mia Kusmiati K K K
29 M Jaidan K K K
31 Mulyadi C C K
32 Novi Alinda C C C
33 Nurhalimah K K C
34 Pani Julianti C C C
35 Putri Herawati K K C
36 Siti Jenab K K K
37 Sri Nuraeni K K K
38 Yeni Rohaeni C C C
39 Rani Sopiah K C C
Jumlah K 21 16 17
Jumlah C 13 19 19
Jumlah B 5 4 3

Berdasarkan tabel diatas, pada siklus pertama aktivitas siswa pada saat

proses pembelajaran berlangsung masih belum terlalu baik, hal tersebut dapat

terlihat dari prosentase keaktifan siswa yang hanya mencapai 12,82 % yang

tergolong baik,hanya 5 dari 39 siswa yang aktif menyumbangkan pandapat dan

sering mengajukan pertanyaan. sedangkan yang lainnya masih terbilang kurang

atau bisa dikatakan hanya menjadi pendengar saja.

C. Analisis dan Refleksi

1) Analisis

Dari hasil pengamatan terhadap penerapan metode inkuiri pada siklus 1

yang dilakukan oleh mitra peneliti, strategi guru dalam penggunaan metode
63

pembelajaran belum sepenuhnya berorientasi pada konsep penemuan sendiri.

Ketika siswa melakukan percobaan, guru sering memberikan penjelasan yang

mengarah pada pemberitahuan konsep yang seharusnya dicari sendiri oleh siswa,

sehingga guru terlihat lebih mendominasi dan lebih aktif dalam proses

pembelajaran.

2) Refleksi

Pertama, dalam proses pembelajaran guru belum sepenuhnya mengacu

pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat sehingga masih terdapat

poin-poin kegiatan yang tidak dilaksanakan sesuai perencanaan.

Kedua, penerapan metode inkuiri dalam proses pembelajaran IPA pada

pokok bahasan sifat-sifat cahaya belum dilaksanakan secara maksimal sesuai

dengan perencanaan. Dalam proses pembelajaran guru masih memanjakan siswa

dengan penjelasan materi yang seharusnya ditemukan sendiri oleh siswa.

Ketiga, siswa terlihat antusias dan sangat bersemangat dalam belajar

artinya pembelajaran sudah mulai berpusat pada siswa, namun dalam kondisi

tersebut masih banyak siswa yang tak mengerti makna pembelajaran yang sedang

berlangsung. Banyak diantara mereka yang hanya bermain dan tidak melakukan

tugas mereka seharusnya.

Keempat, guru masih dihadapkan pada masalah kooordinasi antara

kelompok agar mereka saling bekerjasama karena siswa selalu berebut

menggunakan alat peraga dalam pelaksanaan inkuiri.


64

Kelima, proses pembelajaran lebih interaktif dibandingkan sebelum

menggunakan metode inkuiri. Guru dan siswa mulai aktif berkomunikasi multi

arah mengemukakan pendapat dan pertanyaan mengenai materi pelajaran.

Berdasarkan refleksi dari kegiatan pada siklus I masih banyak kekurangan

serta kelemahan yang terjadi saat proses pembelajaran berlangsung, maka dari itu

harus dibuat perencanaan kegiatan berikutnya pada siklus 2. Perencanaan

diataranya adalah perbaikan rencana pelaksanaan pembelajaran yang lebih rinci

dan berfokus pada siswa dengan menyusun kegiatan yang lebih bermakna pada

saat proses pembelajaran berlangsung.

2. Tindakan Kedua

a. Perencanaan ulang

Dalam pembuatan perencanaan pada tindakan kedua atau siklus 2 tidak

terlalu berbeda dengan perencanaan tindakan pertama siklus pertama yaitu :

1) Perencanaan diawali dengan menyusun rencana pembelajaran pokok bahasan

cahaya yang berpedoman pada kompetensi dasar kurikulum (KTSP 2006).

2) Melakukan koordinasi dengan teman sejawat sehubungan dengan penelitian

yang akan dilaksanakan.

3) Menyiapkan ruang kelas serta alat dan bahan eksperimen yang akan

digunakan dalam proses pembelajaran.

Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran menggunakan alokasi

waktu 2 jam pelajaran yaitu 70 menit dengan prosentase pembagian waktu

sebagai berikut :
65

Tabel 4.10

Rincian pembagian waktu pembelajaran IPA

No Jenis Kegiatan Waktu Prosentase (%)


1 Kegiatan Awal 5 Menit 7,15
2 Kegiatan Inti 50 Menit 71,42
a. Menjelaskan Langkah
Kegiatan
b. Melakukan Percobaan
c. Mengerjakan LKS
d. Melakukan Tanya Jawab
3 Kegiatan Akhir 15 Menit 21,43
Jumlah 70 Menit 100

b. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi

1) Kegiatan Awal

Siswa membaca do’a bersama, kemudian guru mengabsen siswa. Guru

mengadakan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan

sifat-sifat cahaya yang sudah siswa ketahui sebelumnya.kegiatan apersepsi

diantaranya sebagai berikut :

Guru :”Anak-anak pernahkah kalian bermain di dekat kolam ikan?”.


Siswa :“Pernah”.
Guru :“Jika air nya bersih apakah kalian dapat melihat ikan yang
ada di dalamnya? .
Siswa :“Iya…”.
Guru :“Kalian masih ingat bagaimana cahaya merambat ?”.
Siswa :“Cahaya merambat lurus bu..”.
Guru : “Benda apa yang dapat ditembus oleh cahaya?”.
Siswa :“Benda bening bu..”.
Guru :“Nah air termasuk benda apa?”.
Siswa : “Benda bening bu..”.

Setelah tanya jawab tentang materi yang dibahas minggu sebelumnya,

guru menghubungkannya dengan materi yang akan dibahas.


66

2) Kegiatan Inti

Kegiatan inti dimulai dengan menyuruh siswa kembali berkumpul dengan

masing-masing kelompoknya. Siswa dengan sigap berhambur dan sibuk mencari

teman satu kelompoknya.

Selanjutnya guru membagikan LKS pada masing-masing kelompok.

“anak-anak seperti minggu lalu, coba perhatikan lembar kerja yang sudah ibu

bagikan !”. “iya bu.”. selain LKS, siswa juga disuruh mengambil benda-benda

yang dibutuhkan untuk kegiatan inkuiri. guru menjelaskan langkah-langkah

inkuiri dengan susunan yang sesuai. Siswa aktif bekerja dengan masing-masing

kelompoknya. Ada yang memegang LKS, ada pula yang menggunakan benda-

benda yang ada untuk melakukan praktek.

Pada saat kegiatan inkuri guru mengisi formulir observasi aktivitas siswa

untuk menilai proses kerja siswa dengan berkeliling kesetiap kelompok. Hal

tersebut dapat pula meningkatkan motivasi siswa dalam bekerja bersungguh-

sungguh serta tidak main-main.

Kegiatan guru berkeliling ke setiap kelompok juga diginakan sebagai

aktivitas membimbing siswa dalam mengisi LKS. Tak lepas dari pengawasan

siswa juga selalu diingatkan untuk berhati-hati menggunakan alat-alat eksperimen

“anak-anak kalian harus berhati-hati menggunakan benda-benda tersebut dalam

melakukan percobaan, terlebih lagi bahan pecah belahnya !”. anak-anak

mengagguk setuju.
67

Pada siklus kedua siswa disuruh membandingkan keadaan pensil yang

disimpan di dalam gelas kosong dengan pensil yang di simpan ke dalam gelas

berisi air. “Nah.. sekarang adakah parbedaan bentuk pensil pada gelas pertama

dan gelas kedua?”. salah satu siswa bertanya “ko.. pensil yang dicelupkan

kedalam gelas yang kedua terlihat patah bu…”. “mengapa bisa terjadi hal

semacam itu?”. Siswa mulai mencari tahu tentang konsep pembiasan yang terjadi.

Setelah selesai mengisi LKS, seperti biasa siswa melaporkan hasil

percobaan mereka secara bergilir. Kelompok yang lainnya memberikan

tanggapan. Pada kegiatan ini siswa belum sepenuhnya dapat memberikan

tanggapan yang sesuai dengan kebutuhan.

Pembelajaran sudah berlangsung kurang lebih 45 menit. Siswa terlihat

antusias dan tidak ada satu orang pun yang beranjak dari ruang kelas sebelum

waktu istirahat. Kegiatan tanya jawab pun berlangsung secara spontan antara

guru dengan siswa maupu siswa dengan siswa. Materi pembiasan cahaya cukup

membuat siswa terkagum-kagum karena menurut mereka cukup aneh melihat

pensil yang seperti patah karena air. Dan uang logam terlihat dangkal bila dilihat

di atas permukaan air. Guru pun memberi penjelasan dan penyamaan konsep

dengan siswa “jika pensil tersebut dimasukkan kedalam gelas kosong, maka

bentuknya masih sama, tetapi jika dalam gelas itu berisi air maka pensil terlihat

seperti patah”. “Mengapa demikian?”. “apakah udara dan air sama?”. Siswa

menjawab “beda bu”. “karena perbedaan zat tersebutlah maka bagian pensil yang

terlihat patah itu mengalami pembiasan cahaya”. Ungkap guru.

3) Kegiatan Akhir
68

Setelah rangkaian kegiatan inti dilaksanakan, guru mengumpulkan hasil

pekerjaan setiap kelompok. “anak-anak LKS nya akan ibu periksa, minggu depan

akan ibu bagikan kembali dengan nilainya”. Di akhir kegiatan guru mengulang

ringkasan materi pembiasan cahaya untuk dijadikan catatan siswa.

Rangkaian kegiatan pada siklus kedua, diperoleh data hasil tes yang

diberikan pada siswa serta hasil observasi terhadap penampilan guru dalam proses

pembelajaran yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.11
HASIL PENGAMATAN TERHADAP GURU PADA SIKLUS 2

Hasil Pengamatan
Segi Tingkah Laku yang Diamati Keterangan
Baik Cukup Kurang
11. Rencana Pelaksanaan 
Pembelajaran
12. Menyiapkan alat-alat yang 
diperlukan.
13. Menggunakan metode inkuiri 
dalam proses pembelajaran
14. Menggunakan alat peraga 
dalam pembelajaran
15. Menjelaskan langkah - 
langkah tugas yang harus
dikerjakan oleh siswa
16. Memberi kesempatan pada 
siswa melakukan inkuiri
melalui eksperimen
17. Membeimbing kelompok / 
individual
18. Memberi pertanyaan yang 
mengarah pada pemecahan
masalah
19. Memberikan penguatan pada 
siswa
20. Membimbing siswa membuat 
kesimpulan tentang materi
yang diajarkan
69

Berdasarkan tabel diatas kegiatan guru sudah mulai mengacu pada rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pada siklus kedua ini Guru sudah mulai dapat

mengkondisikan siswa dalam pelaksanaan percobaan serta diskusi kelompok

dengan menjelaskan langkah-langkah percobaan secara sistematis pada siswa,

sehingga siswa dapat memahami dan melakukan percobaan dengan tertib dan

disiplin.

Setelah kegiatan inti selesai, siswa diberikan tes hasil belajar untuk

mengukur tingkat pemahaman mereka setelah melakukan percobaan. Hasil belajar

siswa pada siklus kedua dapat terlihat pada tabela berikut ini :

Tabel 4.12

Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus 2

No Nama Nilai No Nama Nilai


1 Ai Lela 50 21 Ikbal Maulana 60
2 Amirudin 60 22 Ila Nurlaela 60
3 Arip Hidayah 60 23 Ila Nurmilah 55
4 Arip Hidayat 75 24 Intan Nurajijah 65
5 Arip Munandar 80 25 Iyan Sopian 60
6 Asep Ahmad R 70 26 Kiki Jakiah 80
7 Dede M Rahman 75 27 Lia Yulianti 75
8 Deni Saprudin 80 28 Liah Sopiah 60
9 Desi Oktaviani 85 29 Mia Kusmiati 70
10 Dina Andriana 80 30 M Jaidan 75
11 Dudung Ismail 75 31 Mulyadi 70
12 Eli Nurjanah 60 32 Novi Alinda 75
13 Elim Halimah 65 33 Nurhalimah 75
14 Eneng Nurliani 75 34 Pani Julianti 80
15 Enjen Jaenal M 70 35 Putri Herawati 75
16 Fitri Nurjanah 80 36 Siti Jenab 65
17 Hasan Mubarok 75 37 Sri Nuraeni 70
18 Hasanudin 65 38 Yeni Rohaeni 75
19 Hoerunnisa 85 39 Rani Sopiah 75
20 Hoho Siti J 70
Jumlah 2.755
Rata-rata 70,64
70

Dari tabel daftar nilai tes pada tindakan kedua diatas dapat terlihat mulai

ada peningkatan nilai dibandingkan dengan nilai hasil belajar pada siklus pertama.

Siswa yang dianggap berhasil memperoleh nilai > 65 sebanyak 29 orang dengan

prosentase 74,36 %, sedangkan yang mendapatkan nilai dibawah 65 sebanyak 10

orang dengan prosentase 25,64 %. Nilai rata-rata yang diperoleh dari tindakan

kedua adalah 70,64. Hasil belajar siswa pada siklus kedua dapat juga dilihat pada

grafik berikut ini:

Gambar 4.4
Grafik Hasil Belajar Siswa pada Siklus 2

Grafik diatas menunjukkan adanya peningkatan nilai hasil belajar siswa

dari siklus sebelumnya sebanyak 2,73 %. Dengan penerapan metode inkuiri yang

benar, hasil belajar terlihat banyak perkembangan.

Selain pemberian postest, untuk mengukur keberhasilan penerapan metode

inkuiri, penelitian ini dilengkapi pula dengan penilaian aspek kegiatan siswa

selama proses pembelajaran berlangsung. Untuk melihat hasil penilaian aktivitas

siswa dapat dijabarkan pada tabel berikut ini :


71

Tabel 4.12
PENILAIAN KEGIATAN SISWA

Aspek observasi
No Nama Siswa Tanggung Keterangan
Keaktifan Ketelitian
jawab
1 Ai Lela C K K
2 Amirudin K K C
3 Arip Hidayah K C C
4 Arip Hidayat C C B
5 Arip Munandar B B B
6 Asep Ahmad R B C K
7 Dede M Rahman B C K B = Baik
8 Deni Saprudin B B C
9 Desi Oktaviani B C B C = Cukup
10 Dina Andriana B B B
11 Dudung Ismail B C C K = Kurang
12 Eli Nurjanah K K K
13 Elim Halimah B K K
14 Eneng Nurliani B C B
15 Enjen Jaenal M B B B
16 Fitri Nurjanah B B C
17 Hasan Mubarok B B B
18 Hasanudin B C K
19 Hoerunnisa B B B
20 Hoho Siti J B C C
21 Ikbal Maulana B C C
22 Ila Nurlaela C B C
23 Ila Nurmilah K K C
24 Intan Nurajijah B C B
25 Iyan Sopian K C K
26 Kiki Jakiah B C C
27 Lia Yulianti C K C
27 Liah Sopiah K K C
28 Mia Kusmiati K K C
29 M Jaidan K K C
31 Mulyadi B B K
32 Novi Alinda B C B
33 Nurhalimah K K C
34 Pani Julianti B B B
35 Putri Herawati B K C
36 Siti Jenab K K K
37 Sri Nuraeni C K K
38 Yeni Rohaeni B B B
39 Rani Sopiah B B C
72

Jumlah K 10 13 10
Jumlah C 5 14 17
Jumlah B 24 12 12
Dengan menyimak data dari tabel di atas, pada silkus kedua tingkat

keaktifan siswa meningkat dibanding siklus sebelumnya. Pada siklus kedua, siswa

yang aktif dalam proses belajar mencapai 61,53 %. Siswa mulai mengerti alur

pembelajaran yang mengharuskan mereka bekerja keras dan teliti dalam

melakukan inkuiri terhadap konsep yang ingin mereka ketahui.

c. Analisis dan Refleksi

1) Analisis

Pada siklus kedua mulai ada peningkatan nilai, baik individu maupun rata-

rata kelas. Namun nilai yang diperoleh belum merupakan nilai maksimal. Guru

dalam pelaksanaan penerapan metode inkuiri sudah cukup mengarah pada

aktifitas siswa. Guru hanya sebagai pembimbing agar siswa tetap belajar sesuai

alur langkah-langkah pembelajaran inkuiri. Kelemahan yang masih terasa pada

siklus kedua ini adalah siswa masih belum bisa secara lugas dan menggunakan

kalimat yang baik dalam melaporkan hasil penemuan mereka. Masih banyak

diantara mereka yang kurang memiliki kemampuan berbahasa.

2) Refleksi

Pertama, guru sudah mulai mengacu dan mengikuti alur kegiatan rencana

pelaksanaan pembelajaran yang telah dibuat sehingga proses pembelajaran mulai

sistematis dan terarah.

Kedua, penerapan metode inkuiri dalam proses pembelajaran IPA pada

pokok bahasan sifat-sifat cahaya dapat dilaksanakan secara maksimal sesuai


73

dengan perencanaan. Dalam proses pembelajaran guru sudah memberikan

motivasi untuk merangsang siswa melakukan penemuan.

Ketiga, siswa terlihat antusias dan sangat bersemangat dalam belajar.

Mereka mulai senang mengemukakan pendapat dan mengajukan pertanyaan.

Keempat, siswa mulai dapat bekerjasama dengan kelompoknya. Mereka

bahu membahu mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.

Kelima, Guru dan siswa aktif berkomunikasi multi arah mengemukakan

pendapat dan pertanyaan mengenai materi pelajaran.

Berdasarkan refleksi dari kegiatan pada siklus kedua hasil yang dicapai

sudah cukup baik yang ditandai dengan adanya peningkatan hasil belajar, namun

demi memaksimalkan kualitas pembelajaran, maka dibuat kembali perencanaan

kegiatan berikutnya pada siklus ketiga. Perencanaan diataranya adalah

memaksimalkan kegiatan yang lebih rinci dan bermakna serta berfokus pada

siswa.

3. Tindakan Ketiga

a. Perencanaan Ulang

Perencanaan ulang dibuat setelah melakukan analisi dan refleksi terhadap

siklus sebelumnya. Pada siklus ketiga perencanaan dibuat dengan

mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pokok bahasan

dalam siklus ketiga adalah mengenai jenis bayangan pada macam-macam cermin.

Perencanaan dimulai dengan membuat RPP yang lebih matang, kemudian

dikonsultasikan dengan teman sejawat. Kemudian guru menyiapkan alat-alat yang

dibutuhkan untuk melakukan percobaan.


74

Perencanaan juga dilengkapi dengan pembuatan LKS, lembar observasi

guru dan siswa serta alat penilaian akhir (tercantum dalam lampiran RPP).

Tabel 4.13

Rincian pembagian waktu pembelajaran IPA

No Jenis Kegiatan Waktu Prosentase (%)


1 Kegiatan Awal 5 Menit 7,15
2 Kegiatan Inti 50Menit 71,42
a. Menjelaskan Langkah
Kegiatan
b. Melakukan Percobaan
c. Mengerjakan LKS
d. Melakukan Tanya Jawab
3 Kegiatan Akhir 15 Menit 21,43
Jumlah 70 Menit 100

b. Pelaksanaan Tindakan dan observasi

1) Kegiatan Awal

Kegiatan awal masih seperti biasa yaitu siswa membaca do’a bersama,

kemudian guru mengabsen siswa. Guru mengadakan apersepsi dengan

mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan sifat-sifat cahaya yang sudah

siswa ketahui sebelumnya. Kegiatan apersepsi diantaranya sebagai berikut:

Guru :”anak-anak scoba sebutkan sifat-sifat cahaya yang sudah kalian


ketahui !”.
Siswa :”cahaya merambat lurus bu, cahaya dapat menembus benda
bening, cahaya dapat mengalami pembiasan..”.
Guru :”Iya , betul sekali.. nah, bagaimana bila cahaya mengenai benda,
misalnya cermin?”

Setelah kegiatan apersepsi seperti diatas, langkah selanjutnya adalah

menghubungkannya dengan materi yang akan diajarkan yaitu jenis-jenis cermin.

2) Kegiatan Inti
75

Kegiatan inti dimulai dengan membagi kelompok seperti biasanya. Mereka

kembali berkumpul dengan rekan kelompok masing-masing. Ketua kelompok

mengambil benda-benda sebagai alat percobaan. Guru menjelaskan langkah-

langkah pernemuan. Pada siklus ketiga siswa mulai terbiasa dengan tugas dan

tanggung jawab dalam melakukan percobaan. Mereka sudah terlihat tertib dan

tidak ada yang bermain-main. “anak-anak kalian isi LKS nya berdasarkan hasil

percobaan yang kalian lakukan !”. dengan hanya petunjuk sederhana saja siswa

mengerti apa yang harus mereka lakukan.

Soal-soal dalam LKS pada siklus ketiga berupa pertanyaan-pertanyaan

yang memerlukan daya nalar siswa. Untuk menemukan konsep jawaban siswa

harus mengumpulkan informasi dari hipotesis yang menjadi jawaban sementara.

Siswa dengan teliti mencari tahu dan menemukan jenis-jenis bayangan pada

cermin datar, cermin cekung dan cermin cembung. Mereka mengidentifikasi

dengan cermat perbedaan pada ketiga macam cermin tersebut.

Pada siklus ketiga alat yang digunakan diantaranya : cermin datar, sendok

makan, dan kaca spion. Siswa mengamati bayangan yang dibentuk pada macam-

macam cermin tersebut. “bu..ternyata bayangan yang muncul pada tiga macam

cermin ini berbeda ya..”. Guru memberikan arahan “iya.. Nah tuliskan perbedaan

yang ada pada lembar kerja kalian !”.

Selain aktivitas siswa seperti diatas, kegiatan inkuri disertai dengan

aktivitas guru mengisi lembar observasi terhadap siswa. Guru berkeliling

memberikan bimbingan serta arahan dalam pelaksanaan percobaan.

3) Kegiatan Akhir
76

Setelah kegiatan inti selesai, guru menyuruh siswa melaporkan hasil

percobaan secara bergilir. Pada kegiatan akhir kali ini guru memilih siswa terbaik

dalam mengemukakan pendapat serta penyampaian laporan. Hasil yang diperoleh

ternyata kelompok dua dengan ketua kepompok Hoerunisa menjadi kelompok

teraktif dan ketuanya sebagai siswa terbaik dalam menyampaikan laporan.

Di akhir pembelajaran guru dan siswa merumuskan kesimpulan yang

berasal dari tanya jawab sebelumnya. Kemudian guru memberikan soal-soal

latihan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa.

Hasil observasi terhadap penampilan guru dalam proses pembelajaran

pada siklus ketiga dapat terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.14
HASIL PENGAMATAN TERHADAP GURU PADA SIKLUS 3

Hasil Pengamatan
Segi Tingkah Laku yang Diamati Keterangan
Baik Cukup Kurang
21. Rencana Pelaksanaan 
Pembelajaran
22. Menyiapkan alat-alat yang 
diperlukan.
23. Menggunakan metode inkuiri 
dalam proses pembelajaran
24. Menggunakan alat peraga 
dalam pembelajaran
25. Menjelaskan langkah - langkah 
tugas yang harus dikerjakan
oleh siswa
26. Memberi kesempatan pada 
siswa melakukan inkuiri
melalui eksperimen
27. Membeimbing kelompok / 
individual
28. Memberi pertanyaan yang 
mengarah pada pemecahan
masalah
29. Memberikan penguatan pada 
siswa
77

30. Membimbing siswa membuat 


kesimpulan tentang materi
yang diajarkan

Berdasarkan tabel diatas, aktivitas guru dalam penerapan metode inkuiri

sudah sangat baik dan sesuai dengan langkah-langkah yang direncanakan.

Selain aktivitas guru, yang menjadi sasaran penelitian adalah hasil belajar

siswa. Pada siklus ketiga, hasil belajar siswa menjadi lebih baik lagi. Hal tersebut

dapat terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.15
Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus 3

No Nama Nilai No Nama Nilai


1 Ai Lela 65 21 Ikbal Maulana 75
2 Amirudin 70 22 Ila Nurlaela 80
3 Arip Hidayah 70 23 Ila Nurmilah 70
4 Arip Hidayat 80 24 Intan Nurajijah 90
5 Arip Munandar 90 25 Iyan Sopian 70
6 Asep Ahmad R 80 26 Kiki Jakiah 95
7 Dede M Rahman 85 27 Lia Yulianti 80
8 Deni Saprudin 100 28 Liah Sopiah 70
9 Desi Oktaviani 90 29 Mia Kusmiati 80
10 Dina Andriana 90 30 M Jaidan 85
11 Dudung Ismail 80 31 Mulyadi 80
12 Eli Nurjanah 70 32 Novi Alinda 85
13 Elim Halimah 75 33 Nurhalimah 85
14 Eneng Nurliani 85 34 Pani Julianti 100
15 Enjen Jaenal M 95 35 Putri Herawati 85
16 Fitri Nurjanah 85 36 Siti Jenab 70
17 Hasan Mubarok 85 37 Sri Nuraeni 75
18 Hasanudin 6 38 Yeni Rohaeni 90
19 Hoerunnisa 100 39 Rani Sopiah 85
20 Hoho Siti J 85
Jumlah 3.136
Rata-rata 80,41
78

Dari tabel daftar nilai tes pada tindakan ketiga diatas dapat terlihat adanya

peningkatan yang cukup signifikan. Siswa yang dianggap berhasil memperoleh

nilai > 65 sebanyak 38 orang dengan prosentase 97,44 %, sedangkan hanya 1

orang yang mendapatkan nilai 65 dengan prosentase 2,56 %. Nilai rata-rata yang

diperoleh dari tindakan ketiga adalah 80,41.

Hasil belajar yang baik yang tergambar pada siklus ketiga ini adalah buah

dari respon siswa terhadap metode inkuiri yang diterapkan khususnya pada mata

pelajaran IPA pokok bahasan cahaya. Respon baik siswa terhadap pembelajaran

pada siklus ketiga dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut :

Tabel 4.16
PENILAIAN KEGIATAN SISWA

Aspek observasi
No Nama Siswa Tanggung Keterangan
Keaktifan Ketelitian
jawab
1 Ai Lela C C K
2 Amirudin C C C
3 Arip Hidayah C C C
4 Arip Hidayat B B B
5 Arip Munandar B B B
6 Asep Ahmad R B B C
7 Dede M Rahman B B C B = Baik
8 Deni Saprudin B B B
9 Desi Oktaviani B C B C = Cukup
10 Dina Andriana B B B
11 Dudung Ismail B C C K = Kurang
12 Eli Nurjanah C C C
13 Elim Halimah B C C
14 Eneng Nurliani B B B
15 Enjen Jaenal M B B B
16 Fitri Nurjanah B B B
17 Hasan Mubarok B B B
18 Hasanudin B B C
19 Hoerunnisa B B B
20 Hoho Siti J B C C
21 Ikbal Maulana B C B
22 Ila Nurlaela B B C
79

23 Ila Nurmilah C C B
24 Intan Nurajijah B C B
25 Iyan Sopian B C B
26 Kiki Jakiah B B B
27 Lia Yulianti B C C
27 Liah Sopiah C C C
28 Mia Kusmiati B C C
29 M Jaidan B C B
31 Mulyadi B B C
32 Novi Alinda B C B
33 Nurhalimah B B B
34 Pani Julianti B B B
35 Putri Herawati B B C
36 Siti Jenab C B C
37 Sri Nuraeni B B C
38 Yeni Rohaeni B B B
39 Rani Sopiah B B B
Jumlah K - - 1
Jumlah C 7 17 17
Jumlah B 32 22 21
Dengan menyimak data dari tabel di atas, pada siklus ketiga tingkat

keaktifan siswa meningkat dibanding siklus sebelumnya. Pada siklus ketiga, siswa

yang aktif dalam proses belajar mencapai 82,05 %. Hal tersebut menunjukkan

tingkat keaktifan siswa yang sangat meningkat tajam.

b. Analisis dan Refleksi

3) Analisis

Pada siklus ketiga terlihat banyak peningkatan hasil belajar. Hal tersebut

dapat terlihat dari perolehan nilai posttes baik individu maupun rata-rata kelas

yang cukup memuaskan. Hal tersebut menunjukkan kinerja guru dalam proses

pembelajaran sudah cukup baik. Selain itu proses pembelajaran di kelas sudah

mulai terlihat kondusif. Siswa pun sangat bersemangat mengikuti pelajaran.

Mereka aktif melakukan percobaan mencari dan menemukan sendiri konsep-

konsep IPA khususnya pada pokok bahasan sifat-sifat cahaya.


80

4) Refleksi

Pada tindakan ketiga ini, terdapat banyak sekali peningkatan hasil belajar .

Keaktifan siswa serta kinerja guru dalam mengajar pun mengalami perubahan

yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan metode inkuiri pada

pembelajaran IPA khususnya pokok bahasan cahaya sangat efisien dan efektif

guna meningkatkan hasil belajar siswa.

Dari data yang dihasilkan pada tindakan ketiga diperoleh temuan-temuan

sebagai berikut :

Pertama, metode inkuiri dapat diterapkan pada pembelajaran IPA pokok

bahasan cahaya dengan alur kegiatan yang berpusat pada siswa.

Kedua, penerapan metode inkuiri dalam proses pembelajaran IPA pada

pokok bahasan sifat-sifat cahaya dilaksanakan sesuai dengan perencanaan.

Dengan bimbingan guru, siswa melakukan penemuan sendiri konsep sifat-sifat

cahaya.

Ketiga, siswa terlihat menyukai metode pembelajaran inkuiri yang

mendorong mereka aktif mencari dan menemukan konsep materi pelajaran dengan

melakukan percobaan-percobaan.

Keempat, munculnya rasa kebersamaan dan kekeluargaan dalam proses

pembelajaran.

Kelima, dengan metode yang variatif, hasil yang dicapai lebih maksimal.

Nilai yang diperoleh siswa sangat memuaskan. Hal tersebut menunjukkan adanya

perubahan makna pembelajaran dari hanya sekedar mendengarkan, menghafal dan


81

mengerjakan soal-soal menjadi proses pembelajaran yang lebih bermakna yang

akan melekat lebih lama pada diri siswa.

Dengan demikian, berdasarkan hasil observasi, analisis, refleksi dan revisi

pembelajaran pada tindakan ketiga ini dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Pengkondisian siswa pada saat pembelajaran berlangsung hasrus benar-benar

terarah, dengan mengatur secara baik pengelompokkan siswa agar seimbang

dan semua bisa mengikuti pembelajaran dengan aktif.

2. Keinginan serta upaya yang keras dari seorang guru untuk mencari metode dan

pendekatan pembelajaran yang sesuai akan sangat berpengaruh tingkat

keberhasilan belajar siswa. Metode inkuiri sangat efektif bila diterapkan

dengan benar pada proses pembelajaran IPA khususnya pokok bahasan cahaya.

3. Perlu membuat skensrio pembelajaran yang dapat mengarahkan siswa pada

proses inkuiri agar mendapat hasil belajar yang lebih bermakna.

4. Guru perlu mendalami penyusunan langkah-langkah pembelajaran dengan

metode inkuiri, agar dalam pelaksanaannya siswa belajar aktif dan terarah

tanpa didominasi oleh guru.

Setelah diterapkannya metode inkuiri pada proses pembelajaran IPA

khususnya pokok bahasan sifat-sifat cahaya, terlihat adanya peningkatan hasil

belajar pada siswa. Grafik perolehan hasil belajar pun meningkat dari siklus

pertama ke siklus berikutnya. Hal tersebut menandakan bahwa metode inkuri

adalh metode yang tetap digunakan pada pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.

Data perolehan nilai hasil belajar dari ketiga siklus dapat terlihat pada tabel

berikut :
82

Tabel 4.17
Rekap Post Tes Hasil Belajar Siswa

Nilai yang diperoleh


No Nama Siswa Ket
Pra siklus Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
1 Ai Lela 40 40 50 65
2 Amirudin 40 50 60 70
3 Arip Hidayah 40 50 60 70
4 Arip Hidayat 60 70 75 80
5 Arip Munandar 65 70 80 90
6 Asep Ahmad R 60 65 70 80
7 Dede M Rahman 60 70 75 85
8 Deni Saprudin 65 75 80 100
9 Desi Oktaviani 70 75 85 90
10 Dina Andriana 65 75 80 90
11 Dudung Ismail 60 70 75 80
12 Eli Nurjanah 45 50 60 70
13 Elim Halimah 40 50 65 75
14 Eneng Nurliani 55 60 75 85
15 Enjen Jaenal M 60 70 70 95
16 Fitri Nurjanah 65 65 80 85
17 Hasan Mubarok 60 60 75 85
18 Hasanudin 50 50 65 60
19 Hoerunnisa 75 75 85 100
20 Hoho Siti J 65 65 70 85
21 Ikbal Maulana 50 55 60 75
22 Ila Nurlaela 40 55 60 80
23 Ila Nurmilah 45 50 55 70
24 Intan Nurajijah 55 60 65 90
25 Iyan Sopian 50 55 60 70
26 Kiki Jakiah 70 75 80 95
27 Lia Yulianti 55 60 75 80
28 Liah Sopiah 50 55 60 70
29 Mia Kusmiati 60 60 70 80
30 M Jaidan 60 60 75 85
31 Mulyadi 55 65 70 80
32 Novi Alinda 60 65 75 85
33 Nurhalimah 60 65 75 85
34 Pani Julianti 65 70 80 100
35 Putri Herawati 60 65 75 85
36 Siti Jenab 55 60 65 70
37 Sri Nuraeni 50 65 70 75
38 Yeni Rohaeni 50 65 75 90
39 Rani Sopiah 65 65 75 85
Jumlah 2.195 2.425 2.755 3.190
Rata-rata 56,28 62,17 70,64 80,79
83

Selain tabel nilai hasil belajar siswa, observasi penampilan guru dalam

pembelajaran dan penilaian aktivitas terhadap siswa, penelitian dilengkapai

dengan penyebaran angket serta wawancara terhadap siswa guna mengukur

efektivitas metode inkuiri dalam pembelajaran IPA di SD khususnya pada pokok

bahasan cahaya. Berikut ini adalah tabel hasil pengolahan angket setelah di isi

oleh siswa sehubungan dengan penerapan metode inkuiri pada pembelajaran IPA

pokok bahasan cahaya.

Tabel 4.18

REKAP HASIL ANGKET SISWA

Jumlah Responden : 39 orang (Siswa Kelas V SDN 2 Cibogogirang)

No Aspek pertanyaan Pilihan %

1 Apakah kamu menyenangi pelajaran a. Ya 80,05


IPA ? b. Biasa-biasa saja 12,82
c. Tidak 5,13
2 Apakah menurutmu pelajaran IPA a. Ya 76,93
itu mudah ? b. Biasa-biasa saja 15,38
c. Tidak 7,69
3 Apakah materi cahaya pada pelajaran a. Ya 84,62
IPA dapat cepat dipahami dan b. Biasa-biasa saja 15,38
dimengerti melalui metode inkuiri ? c. Tidak -

4 Apakah waktu yang disediakan a. Ya 76,94


cukup untuk menyelesaikan tugas – b. Biasa-biasa saja 17,94
tugas dari guru? c. Tidak 5,12

5 Apakah menurutmu metode inkuiri a. Ya 87,18


yang diterapkan pada konsep cahaya b. Biasa-biasa saja 12,82
membuat kamu lebih bersemangat c. Tidak -
dalam belajar IPA ?
84

Berdasarkan hasil pengolahan angket yang disebar pada siswa yang

menjadi sempel penelitian yaitu siswa kelas V (Lima) SD Negeri 2 Cibogogirang

sebanyak 39 responden menunjukkan besarnya minat siswa terhadap mata

pelajaran IPA yang mencapai 80,05 %. Penerapan metode inkuiri pada mata

pelajaran IPA pokok bahasan cahaya sangat menarik perhatian siswa sehingga

mereka lebih cepat memahami konsep-konsep yang mereka temukan sendiri

melalui percobaan. Tingkat efektifitas cepatnya siswa memahami materi atau

konsep cahaya melalui metode inkuiri ini mencapai mencapai 76,93 %. Selain itu

metode inkuiri juga memacu semangat siswa dalam belajar, hal ini dapat dilihat

dari prosentase minat dan semangat siswa di dalam proses pembelajaran yang

mencapai 87,18 %. Hampir lebih dari sebagian jumlah siswa memiliki semangat

belajar yang tinggi, sehingga hasil belajar semakin meningkat.

Selain angket, instrumen penelitian juga dilengkapi dengan melakukan

wawancara terhadap siswa dan guru guna melihat seberapa besar respon mereka

terhadap penerapan metode pembelajaran inkuiri yang dilakukan di kelas V SD

pada pokok bahasan cahaya. Hasil wawancara yang dilakukan terhadap siswa

setelah pembelajaran menggunakan metode inkuri menunjukkan respon positif.

Menurut sebagian besar siswa yang menjadi responden, melakukan eksperimen

dalam kegiatan pembelajaran adalah hal yang menyenangkan. Bereksperimen

dalam melakukan inkuiri mudah tetapi harus dikerjakan dengan sungguh-

sungguh. Belajar IPA menjadi lebih menyenangkan, terlebih lagi ketika mereka

disuruh oleh guru untuk menggunakan alat-alat sendiri dalam melakukan

percobaan. Siswa merasa cukup mempunyai waktu dan merasa sangat dihargai
85

karena guru memberikan kesempatan luas kepada siswa dalam kegiatan

percobaan.

Wawancara juga dilakukan terhadap guru kelas V. Hasil wawancara

terlihat adanya kepuasan mengajar menggunakan metode inkuiri, karena guru

merasa inilah metode yang sangat tapat dalam pembelajaran IPA. Siswa memang

seharusnya terbiasa melakukan percobaan sendiri untuk menemukan konsep ilmu

pengetahuan terutama dalam mata pelajaran IPA. Namun ada kendala yang

ditemukan ketika metode inkuiri diterapkan pada sekolah yang kurang memiliki

peralatan yang cukup. Tetapi itu semua bisa diakali dengan kreatifitas dan daya

imajinatif guru dalam mengganti alat-alat percobaan dengan media sederhana.

c. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan data dari tabel diatas terlihat peningkatan hasil belajar siswa

pada setiap siklusnya. Perolehan nilai dari pra siklus adalah 56,28. ini

menunjukkan bahwa prestasi hasil belajar siswa sebelum menggunakan metode

inkuiri dapat diketegorikan rendah atau kurang, karena berada dibawah rata-rata

nilai KKM yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu 62.

Dengan perencanaan serta tindakan yang dirancang sedemikian rupa pada

siklus 1 hasil belajar yang diperoleh cukup baik melebihi batas nilai KKM dengan

nilai rata-rata kelas 65,25. Hasil belajar tersebut terus ditingkatkan dengan

memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada pada saat tindakan dilakukan

melalui refleksi. Hasil yang diperoleh pada siklus 2 cukup meningkat dengan nilai

rata-rata kelas 70,64. Perbaikan terus dilakdanakan hingga mencapai nilai


86

maksimal yang diperoleh pada siklus 3 dengan nilai rata-rata kelas 80,79. Hasil

belajar ini merupakan nilai rata-rata kelas yang cukup memuaskan karena sudah

jauh melebihi batas nilai KKM yang ditetapkan sebelumnya. Maka dapat

disimpulkan bahwa dengan penerapam metode belajar yang variatif, efektif dan

efisien pembelajaran IPA di SD dapat mencapai nilai yang memuaskan.

Penerapan metode inkuiri dianggap sangat efisien dalam pembelajaran IPA

khususnya pokok bahasan cahaya.

Dari tiga siklus yang dilakukan pada saat penelitian, hasil belajar yang

diperoleh cukup mengalami peningkatan. Rekap hasil belajar tersebut dapat

terlihat dari grafik berikut ini:

Gambar 4.5
Garfik Nilai Hasil Belajar Siswa

Jumlah Siswa
87

Selain nilai hasil belajar yang meningkat naik, penerapan metode inkuiri

mempengaruhi aktivitas siswa. Aktifitas siswa dari ketiga siklus dapat terlihat dari

grafik berikut:

Gambar 4.6
Grafik Rekap Aktivitas Siswa pada Proses Pembelajaran dengan
Menggunakan Metode Inkuiri

Jumlah Siswa
BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

B. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama kurang lebih 2 bulan

dengan menggunakan 3 siklus PTK sehubungan dengan penerapan metode inkuiri

dalam pembelajaran IPA di SD pokok bahasan cahaya, dapat dikemukakan

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebelum menggunakan metode inkuiri dalam pembelajaran IPA di SD, hasil

belajar yang diperoleh siswa kurang baik, masih dibawah rata-rata KKM. Hal

tersebut disebabkan karena guru hanya menggunakan metode ceramah, yang

hanya menerangkan materi, kemudian siswa diperintahkan untuk menghafal

catatan yang diberikan oleh guru tanpa adanya interaksi maupun percobaan

untuk mencari sendiri konsep-konsep IPA yang akan membuat siswa labih

termotivasi dan pembelajaran lebih bermakna.

2. Proses pembelajaran IPA ketika menggunakan metode inkuiri lebih

menunjukkan suasana pembelajaran yang kondusif. Hal tersebut dapat terlihat

pada aktivitas atau kegiatan pembelajaran yang lebih terfokus pada siswa

dalam mencari konsep-konsep materi , sehingga mereka lebih aktif dalam

belajar. Dalam kondisi ini guru berperan sebagai pembimbing, fasilitator serta

motivator saja. Guru membimbing siswa dalam mencari dan menyimpulkan

materi.

88
89

3. Hasil belajar siswa setelah menggunakan metode inkuiri mengalami

kemajuan serta meningkat cukup baik. Khususnya pada pokok bahasan

cahaya, siswa lebih termotivasi untuk belajar lebih baik dan aktif serta

komikatif baik dengan guru maupun teman sendiri.

4. Tanggapan siswa terhadap penerapan metode inkuiri cukup baik. Mereka

menjadi termotivasi melakukan percobaan untuk menemukan konsep-onsep

ilmu pengetahuan sehingga bermanfaat bagi mereka guna meningkatkan daya

krestifitas dalam menciptakan gagasan dan ide-ide baru dalam kontek yang

lebih luas.

C. Rekomendasi

Hasil belajar siswa yang diperoleh setelah menggunakan metode inkuiri

dalam pembelajaran IPA di SD pada pokok bahasan cahaya cukup baik. Oleh

karena itu metode tersebut dirasakan sangat efektif bagi guru dalam meningkatkan

tingkat profesionalisme nya dalam bekerja. Rekomendasi dari penelitian

penerapan metode inkuiri pada pembelajaran IPA di SD ini diantaranya :

1. Bagi guru yang ingin menggunakan metode inkuri dalam proses pembelajaran

harus mampu mencerna latar belakang kemampuan intelektual siswa dan

kondisi sekolah.

2. Guru harus mampu mengkoordinir dan mengefektifkan alat-alat yang ada

sebagai media pembelajaran yang diperlukan dalam proses percobaan atau

eksperimen.
90

3. Guru harus membuat rencana pembelajaran dengan memberikan pengalaman

belajar langsung pada siswa melului percobaan.

4. Guru harus mampu mengatur waktu seefisien mungkin pada saat inkuiri

dilakukan, sehingga siswa tidak banyak membuang waktu untuk hal-hal yang

tidak berhubungan dengan pembelajaran.

5. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memacu tenaga pendidik

untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menggunakan metode pembelajaran

sehingga hasil belajar siswa akan lebih baik. Penelitian dapat digunakan pada

waktu dan tempat yang berbeda demi mamaksimalkan hasil penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia

Ali, M. (2004). Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru
Algensindo

Awangga, S. (2007). Proposal Penelitian. Yogyakarta : Pyramid Publisher.

Daryanto (1997). Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya : PT. Apollo

Dimyati, dan Mudjiono. 1992. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : Proyek


Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Depdikbud.

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana.

Hamalik, Oemar. 2005. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Hatimah, at al. 2007. Penelitian Pendidikan. Bandung : UPI Press.

Iskandar, S (2006). “Penelitian Tindakan Kelas”,Motodik Didaktik, 1, (1), 1-16.

Kasbolah, K. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Depertemen


Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan
Menengah, Bagian Proyek Penataran Guru SLTP setara D III

Koes H, Supriyono. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Bandung : JICA

Mudjito.(1998) Manajemen Sekolah Dasar. Bandung: : Remaja Rosda Karya.

Mulyasa, E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan


Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosda Karya

Nasution, N. et al. (2005). Pendidikan IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

_______. (2007). Pendidikan IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Pusat Kurikulum-Badan Penelitian & Pengembangan Depdiknas. (2006).


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mata Pelajaran IPA SD. Jakarta:
Depdikbud.

Sujana, N. Dkk. (2004). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar


Baru Algensindo.

_______. 1989. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

91
91

Sumantri, M. Syaodih, N (2006/2007). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta :


Universitas Terbuka.

Sumatri, M. dan Permana, J (1998/1999). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :


Depdikbud.

Surya, M. (1992). Pesikologi Pendidikan . Bandung. CV.Idola Of Indonesia.

Suryosubroto, B. 1996. Proses belajar mengajar di sekolah. Jakarta : PT Rineka


Cipta

_______. 2002. Proses belajar mengajar di sekolah. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Syaodih, N. (2004). Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Pusat Perbukuan


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Rineka Cipta.

UPI. (2007). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : UPI Press

UPI@ digilib . upi.edu .tersedia :http:// www.google.co.id/gwt/n? eosr= on q = %

Usman, Uzer. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung :


Rosda Karya

_______. (2000). Menjadi Guru Profesional. (edisi kedua). Bandung: PT.Remaja


Rosdakarya.

Wahyudin, D, dkk. (2008). Pengantar Pendidkan. Jakarta : Universitas Terbuka

Wardhani, I et al. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. (edisi kesatu). Jakarta:


Universitas Terbuka.

Winatraputra, S Udin.dkk. (2007). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :


Universitas Terbuka.

Wiriatmaja, R. (2006). Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

www.idtesis.blogspot.com

Yasbiati. (2005). “Jurnal Pendidikan Dasar”. Pengembangan Keterampilan


Proses Sains. 2, (4), 27-30.

You might also like