You are on page 1of 7

PETUNJUK PRAKTIS PENCATATAN PERKAWINAN DI INDONESIA

DASAR HUKUM

Undang-undang no. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan


Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentaang Pelaksanaan Undang -undang No. 1
Tahub 1974.

A. PENGERTIAN

1) Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk Keluarga (Rumah
Tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
(Pasal 57 Undang-undang No. 1 Tahun 1974)

2) Perkawinan Campuran ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia


tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan
dan salah satu pihak yang berkewarganegaraan Indonesia. (Pasal 57
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974)

B. KETENTUAN - KETENTUAN

1. Perkawinan yang telah dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama


dan kepercaayaannya harus dicatatkan. Bagi mereka yang beragama di luar
Islam dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil, sedangkan yang beragama Islam
dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA).

2. Perkawinan (menurut agama di luar Islam) yang pencatatannya melebihi


jangka waktu 1 bulan dikenakan denda.

3. Perkawinan Luar Negeri yang pelaporannya melebihi jangka waktu 1 (satu)


tahun setelah kembalinya ke Indonesia harus mendapat penetapan
Pengadilan Negeri.

C. PERSYARATAN PENCATATAN PERKAWINAN

Jika anda Warga Negara Indonesia, agar menyiapkan antara lain:


1. Surat Bukti Pemberkatan (pengesahan perkawinan agama)
2. Akta Kelahiran
3. Surat Keterangan dari Kelurahan
4. Kartu Tanda Penduduk (KTP)
5. Kartu Keluarga (KK)
6. Surat Keterangan Kewaaarganegaraan Republik Indonesia (SKBRI)

PETUNJUK PRAKTIS PENCATATAN PERKAWINAN DI INDONESIA 1


7. Surat Penetapan Ganti Nama
8. Akta Cerai/Mati bagi yang pernah kawin
9. Pas photo berdampingan ukuran 4 x 6 sebanyak 4 lembar
10. Surat Keterangan Pelaporan WNI
11. Akta perjanjian pemisahan harta Jika anda Warga Negara Asing, agar
menyiapkan antara lain:

 Surat Bukti Pemberkatan (pengesahan perkawinan agama)


 Akta Kelahiran
 Surat Keterangan dari Kelurahan, kecuali penduduk sementara
 Kartu Tanda Penduduk (KTP), kecuali penduduk sementara
 Kartu Keluarga (KK), kecuali penduduk sementara
 Izin Kedutaan atau rekomendasi daru Departemen Luar Negeri
 SKK dari Imigrasi
 Pajak Bangsa Akhir
 S T M D (dari Kepolisian)
 Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT) bagi penduduk sementara
 Akta cerai/mati bagi yang pernah kawin
 Pas photo berdampingan ukuran 4 x 6 sebanyak 4 lembar

Hal-Hal Lain Yang Perlu Diperhatikan :


Kantor Catatan sipil melayani Pencatatan Perkawinan bagi mereka yang telah
melangsungkan perkawinan menurut hukum dan tata cara Agama selain Agama
Islam, atau tanda telah mendapat pemberkatan atas perkawinan menurut agama
yang dianut. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan adalah usia 19 tahun bagi pria dan usia 16 tahun bagi
wanita.

Apabila Anda melangsungkan perkawinan dalam usia di bawah 21 tahun harus


sendapat ijin dari orang tua. Dan apabila masih di bawah 19 tahun bagi pria dan
di bawh 16 tahun bagi wanita, maka harus mendapat Dispensasi dari Pengadilan
Negeri.

PERSYARATAN PENGAJUAN PENCATATAN PERCERAIAN DI KANTOR


URUSAN AGAMA DAN KANTOR CATATAN SIPIL

Persyaratan :
1. Keputusan Pengadilan Negeri yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
2. Foto copy kutipan akta perkawinan dari Kantor Catatan Sipil dengan
membawa aslinya.
3. Foto copy Kartu Keluarga dan KTP dengan membawa aslinya.
4. Foto copy kutipan akta kelahiran dengan membawa aslinya
5. Bagi WNI Keturunan agar melampirkan foto copy dokumen orang tua yang
diperlukan dengan membawa aslinya antara lain :
PETUNJUK PRAKTIS PENCATATAN PERKAWINAN DI INDONESIA 2
a. Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia
b. Surat Bukti Ganti Nama ( bila sudah ganti nama )

6. Bagi WNA melampirkan foto copy dokumen orang tua yang diperlukan
dengan membawa aslinya antara lain :
a. Paspor
b. Dokumen Imigrasi
c. Surat Tanda Melapor Diri ( STMD ) dari Kepolisian

Hal-Hal Lain Yang Perlu Diperhatikan :

1. Setiap permohonan gugatan perceraian antara WNI atau antar WNI dengan
WNA atau antar WNA dengan WNI dan antar WNA sebelum mendapatkan
keputusan Pengadilan Negeri terlebih dahulu harus ada surat keterangan dari
Kantor Catatan Sipil.

2. Setiap peristiwa perceraian antar WNI atau antar WNI dengan WNA atau
antar WNA dengan WNI dan antar WNA yang telah mendapatkan keputusan
Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dicatatkan
pada Kantor Catatan Sipil.

PERNIKAHAN DI LUAR NEGERI

KBRI dalam hal ini, Bidang Konsuler dapat melaksanakan acara pernikahan,
apabila kedua calon penganten berkewarganegaraan Indonesia, beragama Islam
dan memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditentukan oleh Undang-
Undang Perkawinan No. 1/1974. Untuk pernikahan yang dilangsungkan oleh
KBRI, maka Bidang Konsuler akan memberikan Buku Nikah kepada kedua
penganten sebagaimana Buku Nikah yang diberikan oleh Kantor Urusan Agama
(KUA) dalam setiap perkawinan yang dilaksanakan di Indonesia.

Untuk dapat dilangsungkannya pernikahan oleh Bidang Konsuler, yang


berkepentingan harus mengajukan surat permohonan kepada Duta Besar RI,
Untuk Perhatian/UP Pejabat Fungsi Konsuler, dengan melampirkan dokumen-
dokumen sebagai berikut:

· Surat Keterangan untuk Nikah ( N 1 )


· Surat Keterangan Asal Usul ( N 2 )
· Surat Keterangan Orang Tua ( N 4 )
· Surat Izin Orang Tua ( N 5 )
· Akte Cerai / Talak bagi calon pengantin yang berstatus janda / duda.
· Akte Kelahiran asli, masing-masing dari kedua calon penganten berikut foto
copynya
· Foto copy paspor dan ijin tinggal

PETUNJUK PRAKTIS PENCATATAN PERKAWINAN DI INDONESIA 3


· Surat tanda Persetujuan dari Pihak Sponsor (bagi pemegang Residency
Permite Article No. 20)
· Izin Pengadilan bagi pengantin di bawah umur
· Izin Poligami dari Pengadilan bagi WNI yang telah beristri lebih dari seorang
· Surat Keterangan Model K 1 bagi WNI keturunan asing
Setelah yang bersangkutan kembali ke Indonesia, pernikahan harus dilaporkan
ke Kantor Urusan Agama (KUA) dimana kedua penganten bertempat tinggal.
Laporan ke KUA tidak boleh melebihi jangka waktu 1(satu) tahun sejak
kedatangan di Indonesia.

Untuk diketahui, pernikahan sesama WNI ataupun WNI campuran (dengan


WNA) yang dilangsungkan pernikahannya menurut hukum yang berlaku di
Negara dimana pernikahan itu dilangsungkan dan bagi WNI tidak melanggar
ketentuan (UU RI No 1 / 1974 Tentang Perkawinan), maka pernikahan tersebut
dianggap sah. Bagi WNI beragama Islam, setelah kembali ke tanah air, sesuai
ketentuan maka dalam kurun waktu setahun, Akte Pernikahan mereka harus
segera di daftarkan ke Kantor Urusan Agama wilayah tempat kediamannya. (UU
RI No 1 / 1974 Tentang Perkawinan Pasal 56 ayat 1 & 2, di perjelas dengan
PERMEN Agama RI Nomor 1 Tahun 1994 Tentang Pendaftaran Surat Bukti
Perkawinan Warga Negara Indonesia yang Dilangsungkan di Luar Negeri).

PERKAWINAN ORANG ASING DI INDONESIA

Pernikahan yang dilakukan oleh orang asing di Indonesia , harus memenuhi


persyaratan sebagai berikut:
· Bagi yang beragama Islam, dilakukan di KUA
· Bagi yang beragama bukan Islam, pernikahan dilakukan di Kantor Catatan
Sipil, dengan catatan: Pernikahan yang dapat dicatat adalah pernikahan yang
telah dilangsungkan sesuai ketentuan hukum agama masing-masing (pasal 2 UU
No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan)
· Mempunyai izin dari Kedutaan Besar/Konsulat Negara asalnya di Indonesia
· Mempunyai surat keterangan mengenai status yang bersangkutan (single, duda
atau janda) dari pemerintah negaranya atau dari Kantor Perwakilan WNA
tersebut di Indonesia.
· Mempunyai akte kelahiran
Mempunyai paspor yang masih berlaku

SEPUTAR PERCERAIAN

PERSYARATAN PENGAJUAN PENCATATAN PERCERAIAN DI KANTOR


URUSAN AGAMA DAN KANTOR CATATAN SIPIL

Persyaratan :
1. Keputusan Pengadilan Negeri yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

PETUNJUK PRAKTIS PENCATATAN PERKAWINAN DI INDONESIA 4


2. Foto copy kutipan akta perkawinan dari Kantor Catatan Sipil dengan
membawa aslinya.
3. Foto copy Kartu Keluarga dan KTP dengan membawa aslinya.
4. Foto copy kutipan akta kelahiran dengan membawa aslinya
5. Bagi WNI Keturunan agar melampirkan foto copy dokumen orang tua yang
diperlukan dengan membawa aslinya antara lain :
a. Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia
b. Surat Bukti Ganti Nama ( bila sudah ganti nama )
6. Bagi WNA melampirkan foto copy dokumen orang tua yang diperlukan
dengan membawa aslinya antara lain :
a. Paspor
b. Dokumen Imigrasi
c. Surat Tanda Melapor Diri ( STMD ) dari Kepolisian

Hal-Hal Lain Yang Perlu Diperhatikan :


1. Setiap permohonan gugatan perceraian antara WNI atau antar WNI dengan
WNA atau antar WNA dengan WNI dan antar WNA sebelum mendapatkan
keputusan Pengadilan Negeri terlebih dahulu harus ada surat keterangan dari
Kantor Catatan Sipil.
2. Setiap peristiwa perceraian antar WNI atau antar WNI dengan WNA atau
antar WNA dengan WNI dan antar WNA yang telah mendapatkan keputusan
Pengadilan Negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dicatatkan
pada Kantor Catatan Sipil.

PERTANYAAN YANG SERING DIAJUKAN SEPUTAR PERCERAIAN


:
Pertanyaan :
Bagaimana tata cara utk mengajukan gugat cerai menurut UU Perkawinan No. 1
thn 1974 pasal 40 ayat 2 ?
Seandainya gugatan yang diajukan gugur / ditolak, apakah alasan yg sama
masih bisa dipakai sebagai gugatan berikutnya ?

Jawaban :

Pasal 40 mengatur tentang gugatan perceraian mengenai putusnya perkawinan


serta akibatnya sedangkan tata cara untuk mengajukan gugat cerai akan
diuraikan lebih lanjut dibawah ini.

Menurut Pasal 14 UU Perkawinan seorang suami yang telah melangsungkan


perkawinan menurut agama Islam, yang akan menceraikan isterinya,
mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi
pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai alasan-
alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk
keperluan itu. Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat tersebut dan

PETUNJUK PRAKTIS PENCATATAN PERKAWINAN DI INDONESIA 5


dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari memanggil pengirim surat
dan juga isterinya untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan maksud perceraian tersebut.

Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk


menyaksikan perceraian apabila memang terdapat alasan-alasan (Pasal 19
disebutkan dibawah) dan Pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri
yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam
rumah tangga. Sesaat setelah dilakukan sidang untuk menyaksikan perceraian
yang dimaksud maka Ketua Pengadilan membuat surat keterangan tentang
terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan kepada pegawai
Pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.

Disamping itu pasal 19 menyebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena


alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok; pemadat,


penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah karena
hal lain di luar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.

Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. Dalam
hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak
mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada
Pengadilan di tempat kediaman penggugat.

Dalam hal tergugat bertempat kediaman di luar negeri, gugatan perceraian


diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan
menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan
Republik Indonesia setempat (Pasal 20 (1), (2), (3) UU Perkawinan).

Jika gugatan perceraian karena alasan salah satu pihak meninggalkan pihak lain
selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang
sah karena hal lain di luar kemampuannya maka diajukan kepada Pengadilan di
tempat kediaman penggugat. Gugatan tersebut dapat diajukan setelah lampau 2

PETUNJUK PRAKTIS PENCATATAN PERKAWINAN DI INDONESIA 6


(dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah. Gugatan dapat
diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi
kembali ke rumah kediaman bersama (Pasal 21).

Dalam hal gugatan karena alasan antara suami dan isteri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi
dalam rumah tangga maka gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat
kediaman tergugat. Gugatan dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi
Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan
setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami
isteri itu (Pasal 22).

Menurut Pasal 23 UU Perkawinan gugatan perceraian karena alasan salah


seorang dari suami isteri mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat, maka untuk mendapatkan putusan perceraian,
sebagai bukti penggugatan cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan
yang memutus perkara disertai keterangan yang mengatakan bahwa putusan itu
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau


tergugat berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan,
Pengadilan dapat mengizinkan suami isteri tersebut tidak tinggal dalam satu
rumah. Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan
penggugat atau tergugat, Pengadilan dapat:

1. Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami;


2. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan
anak;
3. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-
barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang-barang yang
menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri.

Mengenai gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri meninggal


sebelum adanya putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian itu.
Gugatan diajukan dengan alasan yang sama maka tidak akan diterima oleh
Pengadilan.

Jika gugatan akan diajukan kembali maka harus dengan alasan-alasan yang
berbeda dengan alasan yang sebelumnya.

PETUNJUK PRAKTIS PENCATATAN PERKAWINAN DI INDONESIA 7

You might also like