You are on page 1of 95

Mengapa Saya Layak Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi

Muhammad Risal5.0Mengapa Saya Layak Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi


. .
Mengapa Saya Layak Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi
Mengapa Saya Layak Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi merupakan sebuah KTI Kepala Sekolah berprestasi yang
banyak dicari oleh para Kepala Sekolah yang mengikuti Lomba Kepala Sekolah Berprestasi. Mengingat salah satu
syarat yang harus dipenuhi oleh Kepala Sekolah adalah membuat Karya Tulis (KTI) tentang Mengapa Saya Layak
Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi. Untuk memudahkan kepala Sekolah untuk mendapatkan referensi berikut ini
salah satu contoh Karya Tulis Ilmiah (KTI) Kepala Sekolah Berprestasi.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu kekuatan efektif dalam pengelolaan sekolah yang berperan dalam hal bertanggung jawab menghadapi
perubahan adalah kepemimpinan kepala sekolah yaitu perilaku kepala sekolah yang mampu memprakarsai
pemikiran baru di dalam proses interaksi di lingkungan sekolah dengan melakukan perubahan atau penyesuaian
tujuan, sasaran, konfigurasi, prosedur, input, proses atau output dari suatu sekolah sesuai dengan tuntutan
perkembangan.

Kepemimpinan merupakan inti dari organisasi dan manajemen yang berperan sebagai penggerak, dinamisator, dan
koordinator, dari segala sumber daya manusia dan sumber daya yang lain yang ada dalam organisasi dan juga
sebagai faktor kunci dalam aspek menejerial untuk mencapai sasaran sasaran tertentu. Disamping itu
kepemimpinan yang dinamis dan efektif merupakan sumber daya yang paling pokok (Wahjosumidjo, 2002:4),
sedangkan menurut Hasibuan (2001, 167) bahwa kepemimpinan seseorang akan mewarnai pola kerja serta cara
mengakomodasikan seluruh fungsi yang ada dalam mendukung terwujudnya tujuan organisasi.

Dalam Panduan Manajemen Sekolah (Depdiknas, 2000:112) disebutkan kepemimpinan kepala sekolah adalah cara
atau usaha kepala sekolah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan
guru, staf, siswa, orang tua siswa, dan pihak lain yang terkait untuk bekerja atau berperan serta guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.

Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan mempunyai peran yang besar dalam mengembangkan mutu
pendidikan sekolah. Tujuan pendidikan menurut Undang Undang Republik Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Bagaimana tindakan kepala sekolah untuk mencapai misi tersebut sangat tergantung pada kemampuan dan peran
kepala sekolah dalam membina guru-guru untuk mencapai tujuan terutama disesuaikan dengan kebutuhan daerah
setempat.

Kedudukan kepala sekolah dalam ha l ini sangat penting, sehingga ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa
penilaian tentang bagaimana sekolah sangat tergantung pada bagaimana kepala sekolahnya. Pendapat ini
memberi makna bahwa nasib sekolah pada dasarnya tergantung pada bagaimana kepala sekolah mengelola
sekolahnya. Dalam hal ini, kepala sekolah hendaknya dipandang sebagai sosok atau tokoh yang memegang tampuk
pimpinan sekolah yang mempunyai kuasa menentukan kehidupan sekolah.

Untuk memenuhi persyaratan mengikuti seleksi Kepala Sekolah Berprestasi Tahun 2012 tingkat Kecamatan Gatak,
maka saya harus membuat makalah tentang Mengapa Saya Layak Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi. Dalam
makalah ini akan saya sampaikan beberapa hal tentang pencapaian saya selama menjadi guru dan kepala sekolah,
baik dalam hal kedinasan, prestasi pribadi, sosial kemasyarakatan, dan keluarga. Bukan berniat menyombongkan diri
atau narsis, tapi demi tuntutanpersyaratan dalam mekaksanakan tugas dinas, maka hal ini harus saya sampaikan.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah dengan judul Mengapa Saya Layak Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi ini, ada beberapa masalah
yang dapat dirumuskan sehubungan dengan tugas tambahan saya sebagai kepala sekolah di SD Negeri Trangsan
04 sebagai berikut :
1. Apa visi dan misi sebagai kepala sekolah di SD Negeri Trangsan 04?
2. Bagaimana menentukan keputusan strategis dan menyusun rencana strategis untuk mencapai visi dan misi sebagai
kepala sekolah SD Negeri Trangsan 04?
3. Apa langkah konkrit yang diambil untuk mewujudkan visi dan misi tersebut?
4. Apa hasil yang dicapai selama 2 (dua) tahun masa kepemimpinannya?
5. Mengapa saya layak menjadi kepala sekolah berprestasi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Tujuan Teoritis : untuk mereview sekaligus mengevaluasi program yang telah disusun dibandingkan dengan hasil
yang dicapai.
2. Tujuan praktis : sebagai pangkal tolak untuk melakukan revisi dan/atau peningkatan pelaksanaan program
berdasarkan hasil yang telah dicapai sehingga akan dapat menjawab mengapa saya layak menjadi kepala sekolah
berprestasi.

BAB II
PEMBAHASAN
Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif harus memiliki sikap mandiri, terutama dalam mengkoordinasikan,
menggerakkan, dan menyelaraskan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kemandirian dan
profesionalisme kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat
mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana
dan bertahap. Selain itu, kepala sekolah harus mampu mengambil keputusan yang bijaksana secara tepat waktu dan
tepat sasaran, tanpa harus menunggu perintah dari pimpinan yang ada di atasnya. Untuk mendukung hal tersebut di
atas, maka sebagai guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah di SD Negeri Trangsan 04 saya memiliki
visi dan misi yang akan memandu saya dalam melaksanakan tugas di SD Negeri Trangsan 04.
Visi dan Misi sebagai kepala sekolah di SD Negeri Trangsan 04
1. Visi
Menjadi Diri Sendiri Untuk Menjadi Yang Terbaik. Menjadi diri sendiri artinya saya akan menjadi seperti yang saya
inginkan, tidak sama dengan seseorang atau mirip seseorang. Banyak tokoh panutan dalam hidup saya, tetapi saya
tidak ingin menjadi seperti tokoh-tokoh panutan saya tersebut, saya hanya mengadopsi hal-hal yang saya pikir positif
dan sesuai dengan karakter saya. Dengan demikian, saya berharap bisa menjadi yang terbaik.
2. Misi
Adapun misi hidup untuk mencapai visi tersebut adalah : Melakukan Yang Terbaik Untuk Menjadi Yang Terbaik
Selalu Dimulai dari Diri Sendiri. Dalam pemikiran saya yang sederhana, ada sebuah rumah kecil dengan lantai satya,
berdinding darma, beratap bakti, dengan pintu ikhlas, dan jendela bina.
Sebuah rumah sederhana yang dibangun dengan :
1. Satya atau janji. Janji kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, janji kepada nusa dan bangsa, janji kepada diri sendiri, janji
kepada masyarakat untuk melaksanakan amanah mencedaskan kehidupan bangsa
2. Darma. Darma adalah norma, aturan. Norma agama, norma negara, norma masyarakat, dan norma keluarga adalah
batasan yang memagari semua perilaku/tindakan, sehingga tidak akan terjerumus ke dalam perilaku yang
menyimpang.
3. Bakti adalah mengabdi/melayani. Mengabdi kepada Allah Subhanahu wa taala, kepada negara, bangsa,
masyarakat, keluarga, dan juga mengabdi pada diri sendiri.
4. Ikhlas artinya tidak mengharapkan imbalan, tanpa pamrih, Sepi ing pamrih rame ing gawe.
5. Bina adalah bimbing, bantu. Segala sesuatu di dunia fana sifatnya, selalu mengalami perubahan dan pasang surut.
Untuk itulah suatu saat perlu dibina agar tetap pada tujuan semula dan berhasil mencapai tujuan dengan sukses.
Untuk mengadakan perubahan atau melaksanakan program, selalu dimulai dari diri sendiri. Dengan lima unsur yang
ada dalam rumah sederhana imajiner saya, langkah pertama harus dilaksanakan sampai finish sebelum
memerintahkan yang lain untuk melangkah. Dengan kata lain, menjadikan diri sendiri sebagi contoh/teladan bagi
rekan-rekan guru yang lain. Diharapkan dengan melihat hasil dari perbuatan/tindakan saya, rekan-rekan yang lain
merasa terpanggil untuk melaksanakan program yang sudah direncanakan. Seperti kata peribahasa : Satu teladan
lebih bermakna daripada sejuta kata.
Mengambil Keputusan Strategis dan Menyusun Rencana Strategis
SD Negeri Trangsan 04 mencanangkan visi dan misi sebagai berikut :
1. Visi : Membentuk manusia Indonesia terampil, cerdas, bertaqwa, dan berbudi pekerti luhur serta mandiri.
2. Misi : Meningkatkan mutu pendidikan agar siswa mampu berkompetisi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan.
Untuk mencapai visi dan misi tersebut, warga sekolah SD Negeri Trangsan 04 menentukan keputusan strategis yang
merupakan cara jitu untuk mengatasi tantangan dan meraih peluang dengan mempertimbangkan faktor kekuatan
dan kelemahan yang dimiliki sekolah dalam mencapai hasil maksimal sesuai dengan tujuan. Keputusan strategis
harus diambil sehingga sekolah memiliki perencanaan yang tepat untuk memperoleh keunggulan kuantitas dan
kualitas (akademik/non-akademik) sesuai keinginan dan tuntutan masyaraka dengan dukungan maksimal dari
sumber daya yang dimiliki. SD Negeri Trangsan 04 menyusun rencana strategis dalam Rencana Kegiatan Anggaran
Sekolah (RKAS) dan dijabarkan dalam Program Kerja Tahunan Sekolah. Dalam menyusun Rencana Kegiatan
Anggaran Sekolah (RKAS) dan Program Kerja Tahunan Sekolah melibatkan berbagai unsur yaitu : Kepala Sekolah,
Guru, Tenaga Kependidikan, Pengawas, Komite, dan Tokoh Masyarakat dalam suatu pertemuan formal yang
difasilitasi oleh kepala sekolah.
Langkah Konkrit Yang Diambil Untuk Mencapai Visi dan Misi
Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka diperlukan kerja yang optimal dalam mewujudkan visi dan misi sebagai
kepala sekolah SD Negeri Trangsan 04. Langkah konkrit yang saya lakukan adalah :
1. Memfungsikan secara maksimal sumber daya yang ada di SD Negeri Trangsan 04, baik sumber daya manusia
maupun sumber daya alam (sarana dan prasarana)
2. Mengoptimalkan waktu dengan cermat.
3. Menciptakan iklim yang kondusif di lingkungan sekolah, baik lingkungan belajar, lingkungan sosial kemasyarakatan,
dan lingkungan wiyata mandala.
4. Menerapkan menejemen konflik, baik antar kelas maupun antar individu sehingga tercipta iklim kompetisi yang
sehat.
5. Memberi kebebasan untuk mengekspresikan diri, untuk siswa maupun untuk pendidik dan tenaga kependidikan.
Hasil yang Dicapai Selama 2 (dua) Tahun masa kepemimpinan.
Sejak tanggal 25 Februari 2010 sampai sekarang, pencapaian /perkembangan SD Negeri Trangsan 04 terlihat
signifikan. Ada beberapa hal yang dapat saya sampaikan sebagai berikut:
Pencapaian di bidang akademis.
1. Ujian Nasional lulus 100% tahun 2009/2010 dan tahun 2010/2011.
2. Masuk/diterima di SMP Negeri Gatak 1, Gatak 2, SMP Negeri Sawit 3.
3. Akreditasi Sekolah dengan predikat A, nilai 89,25 Tahun 2010. Juara I Kreatifitas Siswa, Bahasa Jawa, Mapsi, Seni
Vokal, Seni Lukis, Macapat, Atletik, Tenes Meja, Geguritan, dll.
4. Menjadi barung tergiat dan mewakili Kwartir Ranting Gatak dalam Pesta Siaga Kwarcab Sukoharjo tahun 2010 dan
mendapatkan peringkat 5.
5. Mewakili Jambore Penggalang Ramu Kwarcab Sukoharjo di Kecamatan Bulu.
6. Mewakili Jambore Dokter Kecil Kwarcab Sukohajo di Kecamatan Bendosari (Waduk Mulur)
Pencapaian di bidang peningkatan mutu Sumber Daya Manusia
1. Melanjutkan kuliah Strata 1 PGSD : 5 orang, lulus 1 orang, dalam proses 4 orang.
2. Mengikuti diklat tingkat provinsi dan kabupaten.
3. Sertifikasi Guru : 5 orang PNS, 4 orang tersertifikasi, 1 orang lulus UKA.
4. Penataran Dokter Kecil, 10% dari jumlah siswa setiap tahun. Sudah memiliki 24 dokter kecil bersertifikat.
5. Sosialisasi Gizi untuk orangtua siswa bekerja sama dengan UMS dan Susu Frisian Flag.
6. Pencapaian di bidang sarana dan prasarana.
7. Pengecatan gedung dan bangunan lain dilaksanakan 2 x setahun.
8. Pemeliharaan dan pengadaan meubelair sekolah.
9. Membangun selasar sebagai ruang publik.
10. Penataan halaman dengan memasang paving 235 meter persegi bekerja sama dengan komite sekolah.
11. Membuat titian, bak lompat, lapangan badminton dan basket.
12. Penataan kelas, ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang bimbingan dan konseling, ruang perpustakaan, ruang
ibadah, sanggar pramuka, kantin sekolah, ruang olah raga, ruang UKS, kebun sekolah, taman, kamar mandi/WC,
dapur, dan pagar.
13. Pengadaan alat peraga, buku pelajaran, LKS, dan bahan praktik.
14. Pengadaan IT : 2 unit komputer, 2 unit printer, 1 unit notebook, 1 unit laptop, 1 unit LCD Proyektor, 1 unit Handycam
Sony, 1 unit modem internet.
Mengapa Saya Layak Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi
Dari 4 (empat) point yang saya uraikan di atas, dan didukung dengan portofolio serta prestasi pribadi yang saya
sertakan sebagai bagian tak terpisahkan dari persyaratan seleksi kepala sekolah berprestasi tahun 2012, maka saya
memberanikan diri meminta pendapat kepada rekan-rekan guru tentang mengapa saya layak menjadi kepala
sekolah berprestasi. Berikut ini, saya sampaikan beberapa pendapat tentang mengapa saya layak menjadi kepala
sekolah berprestasi :
1. Sri Wahyuni, S.Pd. guru kelas VI SD Negeri Trangsan 04, guru dengan sertifikat pendidik, Golongan/Ruang IV/a :
Karena pengetahuannya luas dalam hal apapun yang berkaitan dengan pendidikan, dalam setiap melangkah
(mengambil keputusan) selalu hati-hati, apalagi dalam memimpin bawahannya dapat melaksanakan visi misi sekolah
dengan tepat, terbukti dengan meningkatnya prestasi siswa.
2. Yuli Astuti, S.Pd dan Umi Alfiyatun, A.Ma.Pd, Guru Tidak Tetap, Guru Kelas II dan Kelas I, sedang dalam proses
kuliah di Strata 1 PGSD : Karena berpendidikan S-2, pintar, cerdik, cerdas, mandiri, tahan uji, berdedikasi tinggi dan
bertanggungjawab, memiliki keuletan dan kesabaran, kemauan tinggi, tidak gampang mengeluh, serta tahan
banting.
3. Dulchamid, S.Pd, Ketua K3S Kecamatan Gatak , Guru dengan sertifikat pendidik, IV/a : Karena mampu dalam POAC
(Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling) dan unggul dalam kompetensi apapun.
4. Martini, S.Pd, Ketua Gugus Jagung Harjuna, Guru dengan sertifikat pendidik, IV/a : Karena mampu segalanya. Sri
Hartati, S.Pd, Kepala SD Negeri Trangsan 02, Guru dengan sertifikat pendidik, IV/a : Karena pandai, wawasannya
luas di segala bidang. Ayo maju terus! Dari beberapa pendapat rekan-rekan guru di lingkungan Gugus Jagung
Harjuna tersebut, saya jadi merasa yakin bahwa saya layak menjadi kepala sekolah berprestasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang saya sampaikan dalam BAB II, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Visi sebagai kepala sekolah di SD Negeri Trangsan 04 adalah Menjadi Diri Sendiri Untuk Menjadi Yang Terbaik.
2. Misi sebagai kepala sekolah di SD Negeri Trangsan 04 adalah Melakukan Yang Terbaik Untuk Menjadi Yang
Terbaik Selalu Dimulai dari Diri Sendiri.
3. Menentukan keputusan strategis yang disusun dalam rencana strategis sekolah dilaksanakan bersama antara kepala
sekolah, dewan guru, tenaga kependidikan, pengawas, komite sekolah, dan tokoh masyarakat dalam suatu
pertemuan formal yang difasilitasi oleh kepala sekolah.
4. Langkah konkrit untuk mewujudkan visi dan misi adalah :Memfungsikan secara maksimal sumber daya yang ada di
SD Negeri Trangsan 04, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam (sarana dan prasarana),
Mengoptimalkan waktu dengan cermat, Menciptakan iklim yang kondusif di lingkungan sekolah, baik lingkungan
belajar, lingkungan sosial kemasyarakatan, dan lingkungan wiyata mandala, Menerapkan menejemen konflik, baik
antar kelas maupun antar individu sehingga tercipta iklim kompetisi yang sehat, Memberi kebebasan untuk
mengekspresikan diri, untuk siswa maupun untuk pendidik dan tenaga kependidikan.
5. Hasil pencapaian selama 2 (dua) tahun masa kepemimpinan di SD Negeri Trangsan 04 adalah belum signifikan
dibandingkan dengan program yang sudah direncanakan.
6. Saya layak menjadi kepala sekolah berprestasi karena saya memang berprestasi dalam memimpin SD Negeri
Trangsan 04, berprestasi untuk meningkatkan kualitas pribadi dengan lulus Magister Menejemen Pendidikan, dan
berprestasi menjadi contoh bagi anak-anak tetap aktif dalam kepramukaan meskipun sudah tua.
B. Saran
1. Untuk Warga sekolah SD Negeri Trangsan 04 Agar lebih berani menyuarakan aspirasinya demi kemajuan sekolah
dan peningkatan mutu pendidikan di SD Negeri Trangsan 04.
2. Untuk para kepala sekolah dasar. Dalam menyusun keputusan strategis, agar benar-benar diperhatikan dan
diperhitungkan analisis SWOT nya agar prosentase keberhasilaannya tinggi. Selamat berkarya, berjuang dan
beribadah!
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud. 1998. Panduan Menejemen Sekolah, Jakarta : Balai Pustaka.
Depdiknas. 2000. Panduan Manajemen Sekolah. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan
Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Hasibuan, SP. Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jskarta : Bumi Aksara.
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya. Yogyakarta : Media
Wacana
Wahjosumidjo. 1984. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Kata Kunci :
contoh karya ilmiah untuk guru berprestasi,mengapa aku jadi guru prestasi tk,makalah mengapa aku layak jadi guru
berprestasi,Makalah mengapa aku jadi guru berprestasi?,karya ilmiah tentang guru berprestasi,contoh makalah
lomba guru berprestasi tentang pengalaman terbaik menjadi guru,contoh makalah lomba guru berprestasi,contoh
makalah guru berprestasi,contoh kti untuk knp,contoh kti guru berprestasi tingkat sd


Read more: http://www.artikelbagus.com/2012/06/mengapa-saya-layak-menjadi-kepala-sekolah-
berprestasi.html#ixzz30dOP7dW8


Kamis, 18 April 2013
Makalah Administrasi Pendidikan (Kepala
sekolah sebagai Administrator)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah Administrasi Pendidikan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Adapun judul dari makalah yang kami buat adalah Kepala Sekolah Sebagai Administrator. Di
dalam makalah ini kami akan membahas bagaimana fungsi kepala sekolah dahulu dan sekarang, syarat-
syarat minimal kepala sekolah, dan peranan kepala sekolah sebagai administrator.
Penyusunan makalah ini di ambil dari berbagai buku-buku referensi administrasi pendidikan
yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pengguna makalah
ini sehingga makalah dapat bermanfaat bagi pembaca.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Pak Bahar selaku dosen
Administrasi Pendidikan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya mata kuliah
Administrasi Pendidikan.


Makassar, November 2011


Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR. ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN .. 3
A. Latar Belakang. 3
B. Rumusan Masalah 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Fungsi Kepala Sekolah Dahulu dan Sekarang.. 6
B. Syarat-Syarat Minimal Seorang Kepala Sekolah.. 8
C. Kepala Sekolah Sebagai Administrator 10
BAB 111 PENUTUP... 22
A. Kesimpulan.. 22
B. Saran... 23
DAFTAR PUSTAKA 24






BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepala sekolah memegang peranan penting dalam perkembangan sekolah. Oleh karena itu, ia
harus memiliki jiwa kepemimpinan untuk mengatur para guru pegawai tata usaha dan pegawai sekolah
lainnya. Dalam hal ini, kepala sekolah tidak hanya mengatur para guru saja, melainkan juga
ketatausahaan sekolah siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat dan orang tua siswa. Tercapai
tidaknya tujuan sekolah sepenuhnya bergantung pada bijaksana yang terapkan kepala sekolah terhadap
seluruh personal sekolah.
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai pimpinan organisasi pendidikan di sekolah, kepala
sekolah harus memiliki berbagai persyaratan agar ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Masing-
masing persyaratan ini saling berkaitan antar yang satu dengan yang lainnya. Diantaranya adalah
memiliki ijazah, kemampuan mengajar, kepribadian yang baik serta memiliki pengalaman kerja.
Di antara pemimpin-pemimpin pendidikan yang bermacam-macam jenis dan tingkatannya,
kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting. Karena lebih dekat dan langsung
berhubungan dengan pelaksanaan program pendidikan tiap-tiap sekolah. Dapat dilaksanakan atau
tidaknya suatu program pendidikan dan tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan itu, sangat bergantung
pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan.
Mengingat pentingnya peranan dan fungsi kepala sekolah itu, maka di dalam makalah ini akan
di bahas secara detail tentang kepala sekolah, fungsi kepala sekolah dahulu dan sekarang, syarat-syarat
minimal kepala sekolah, serta peranan kepala sekolah sebagai administrator.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana perbedaan fungsi kepala sekolah dahulu dan sekarang?
2) Apa syarat-syarat minimal seorang kepala sekolah?
3) Bagaimana fungsi dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai administrator pendidikan dalam
meningkatkan kinerja guru?












BAB II
PEMBAHASAN
A. Fungsi Kepala Sekolah Dahulu dan Sekarang
Jika kita bandingkan antara tugas kepala sekolah pada masa penjajahan Belanda di Indonesia
dengan tugas kepala sekolah dewasa ini, dapat kita lihat betapa jelas perbedaannya . Kita semua
mengetahui bahwa tujuan pendidikan di masa penjajahan Belanda di sesuaikan dengan tujuan
kolonialisme Belanda.Sedangkan tujuan pendidikan di Indonesia ini harus sesuai dengan dasar dan
tujuan Negara Republik Indonesia (Ngalim Purwanto, 1987; 101).
Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah di masa penjajahan Belanda tidak seluas dan seberat
tugas dan tanggung jawab kepala sekolah di masa sekarang. Pada masa itu kepala sekolah lebih
merupakan seorang kepala(lihat kembali uraian tentang perbedaan kepala dan pemimpin ). Ia telah
dapat dikatakan berhasil sebagai pemimpin sekolah jika ia dapat bertindak memerintah dan mengawasi
anak buah /guru gurunya,menjalankan tugas sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan-peraturan serta
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dan ditetapkan dari atasannya (Ngalim Purwanto, 1987; 101)
Dalam tugasnya sehari-hari,dari bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun,lebih banyak
merupakan tugas-tugas rutin daripada tugas-tugas yang merupakan inisiatif dan kreatif baru bagi
perkembangan dan kemajuan sekolah dan dipimpinya . Betapa tidak! Bukankah segala sesuatu telah
diatur dan disediakan oleh atasan,dalam hal ini oleh pemerintah?Gedung sekolah dan perlengkapannya
telah tersedia;ia tidak perlu terlalu pusing memikirkan kekurangan ruanganatau bangku-bangku
murid,dsb.Alat-alat pelajaran,termasuk buku tulis,buku-buku pelajaran dan perpustakaan untuk guru
maupun murid-murid telah tersedia dan ditetapkan oleh pemerintah. Di samping itu, kepala sekolah
tidak perlu terlalu pusing memikirkan gaji dan kenaikan tingkat guru-gurunya, apalagi honorarium,uang
vakasi, dsb (Ngalim Purwanto, 1987; 102).
Terhadap sekolah pada masa penjajahan Belanda tidak dituntut adanya hubungan dan kerja
sama dengan masyarakat.Bahkan sebaliknya, sekolah merupakan lembaga pendidikan yang terpisah dari
kehidupan masyarakat lingkungannya. Oleh sebab itu, sebagai kepala sekolah pada masa itu, tidak perlu
memikirkan bagaimana membentuk organisasi BP3 (Badan Pembantu Pembinaan Pendidikan) atau
POMG(Persatuan Orang tua Murid dan Guru), bagaimana menyusun anggaran dasar BP3/POMG dan
peraturan/ketentuan-ketentuan yang dapat mengatur hubungan kerja sama yang baik antara sekolah
dan masyarakat, khususnya orang tua murid, dalam membina dan memajukan sekolahnya. Pemikiran
tentang perkembangan atau perubahan kurikulum pun tidak menjadi tanggung jawab kepala sekolah
karena hal itu adalah tanggung jawab pemerintah dan telah ditetapkan oleh pemerintah. Kepala sekolah
dan guru-guru tinggal menjalankan seperti apa adanya saja (Ngalim Purwanto, 1987; 102).
Ini berlainan dengan kepala sekolah sekarang setelah Indonesia merdeka. Tugas dan tanggung
jawab kepala sekolah mengalami perkembangan dan perubahan, baik dalam sifat maupun luasnya.
Sesuai dengan pendidikan di Negara kita Indonesia yang bersifat nasional-demokratis, maka sikap dan
sifat kepemimpinan kepala sekolah pun harus berubah dan mengarah kepada kepemimpinan
pendidikan yang demokratis. Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah makin luas dan makin banyak
bidangnya. Kepala sekolah tidak hanya bertanggung jawab atas kelancaran jalannya sekolah secara
teknis-akademis saja.Benar bahwa hal itu adalah tugas dan tanggung jawab yang pokok bagi seorang
kepala sekolah. Akan tetapi, mengingat situasi dan kondisi serta pertumbuhan persekolahan di Negara
kita dewasa ini, banyak masalah baru yang timbul yang harus menjadi tanggung jawab kepala sekolah
untuk di pecahkan dan dilaksanakannya. Kekurangan ruang belajar, gedung sekolah yang sudah rusak ,
perlengkapan gedung yang sangat kurang dan tidak memenuhi syarat, tidak adanya alat-alat pelajaran,
buku-buku pelajaran yang hampir setiap tahun berubah, cara penampungan murid baru yang setiap
tahun bertambah, kekurangan tenaga guru dan kesulitan pengangkatannya, dsb.,dsb.,semua ini
memerlukan pemikiran dan menambah tugas serta tanggung jawab kepala sekolah (Ngalim Purwanto,
1987; 102).
Memang benar, masalah-masalah pendidikan seperti dikemukakan di atas pada umumnya
merupakan masalah nasional sehingga pemecahannya pun harus secara nasional:oleh pemerintah,
aparat pendidikan, bersama-sama dengan masyarakat. Akan tetapi, sebagai kepala sekolah yang justru
langsung terlibat dan berkecimpung di dalam arus masalah-masalah tersebut, dia tidak boleh sama
sekali lepas tangan dan menyerahkannya semata-mata kepada pemerintah.Inisiatif dan kreativitas yang
mengarah kepada perkembangan dan kemajuan sekolah terhadap sekolah yang dipimpinnya (Ngalim
Purwanto, 1987; 103).
Dalam usaha memajukan sekolah dan menanggulangi kesulitan-kesulitan yang dialami
sekolah, baik yang bersifat material seperti: perbaikan gedung sekolah, penambahan ruang, alat-alat
perlengkapan, dsb.maupun yang bersangkutan dengan pendidikan anak-anak, kepala sekolah tidak
dapat bekerja sendiri hanya dengan guru-gurunya saja. Hubungan dan kerja sama yang baik dan
produktif antara sekolah dan masyarakat perlu dibina. Misalnya pembentukan BP3/POMG yang benar-
benar di manfaatkan untuk kemajuan dan pembinaan sekolah, mengadakan hubungan kerja sama dan
instansi-instansi lain yang erat hubungannya dengan pendidikan anak-anak, baik negeri maupun swasta
(Ngalim Purwanto, 1987; 103).

B. Syarat-syarat minimal seorang kepala sekolah
Untuk menjalankan tugas sebagai kepala sekolah yang baik diperlukan seseorang yang
memiliki syarat-syarat tertentu. Di samping syarat-syarat ijazah ( yang merupakan syarat formal ), juga
pengalaman kerja dan kepribadian yang baik perlu di perhatikan . Dalam peraturan yang berlaku di
Departemen P dan K, untuk setiap tingkatan dan jenis sekolah sudah di tetapkan syarat-syarat yang
diperlukan untuk pengangkatan seorang kepala sekolah. Seperti telah kita ketahui bahwa untuk kepala
sekolah taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD) serendah-rendahnya berijazah SGA/SPG atau
SGTK (SPG jurusan B). Maka ijazah yang diperlukan bagi seorang kepala sekolah pun hendaknya sesuai
dengan jurusan atau jenis sekolah yang di pimpinnya (Ngalim Purwanto, 1987; 103-104).
Syarat-syarat lain di samping ijazah dan pengalaman bekerja adalah kepribadian dan kecakapan
yang dimilikinya. Seorang kepala sekolah hendaknya memiliki kepribadian yang baik dan sesuai dengan
kepemimpinan yang akan dipegangnya. Seorang kepala sekolah hendaknya memiliki sifat-sifat jujur,adil
dan dapat di percaya,suka menolong dan membantu guru dalam menjalankan tugas dan mengatasi
kesulitan-kesulitannya ,bersifat sabar dan memiliki kestabilan emosi,percaya kepada diri sendiri dan
dapat mempercayai guru-guru atau pegawai-pegawainya,bersifat luwes dan ramah,mempunyai sifat
tegas dan konsekuen yang tidat kaku,dan lain sebagainya (Ngalim Purwanto, 1987; 105).
Jika kita simpulkan apa yang telah diuraikan, maka menurut Ngalim Purwanto (1987; 106)
bahwa syarat-syarat minimal bagi seorang kepala sekolah adalah sebagai berikut:
1) Memiliki ijazah yang sesuai dengan ketentuan/peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
2) Mempunyai pengalaman bekerja yang cukup, terutama di sekolah yang sejenis dengan sekolah yang
dipimpinnya.
3) Memiliki kepribadian yang baik, terutama sikap dan sifat-sifat kepribadian yang diperlukan bagi
kepentingan pendidikan.
4) Mempunyai keahlian dan berpengetahuan luas, terutama mengenai bidang-bidang pengetahuan dan
pekerjaan yang diperlukan bagi sekolah yang dipimpinnya.
5) Mempunyai ide dan inisiatif yang baik untuk kemajuan dan pengembangan sekolahnya.

C. Kepala sekolah sebagai administrator
Kepala sekolah sebagai administrator pendidikan bertanggung jawab terhadap kelancaran
pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolahnya. Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik, kepala sekolah hendaknya memahami, menguasai, dan mampu melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan fungsinya sebagai administrator pendidikan (Ngalim
Purwanto, 1987; 106).
Telah diketahui sebelumnya bahwa dalam setiap kegiatan administrasi mengandung di
dalamnya fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengordinasian, pengawasan, pegawaian, dan
pembiayaan. Kepala sekolah sebagai administrator hendaknya mampu mengaplikasikan fungsi-fungsi
tersebut ke dalam pengelolaan sekolah yang dipimpinnya (Ngalim Purwanto, 1987; 106).

Fungsi Kepala Sekolah sebagai Administrator
Menurut Ngalim Purwanto (1987; 106-112) kepala sekolah sebagai administrator harus mampu
mengaplikasikan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Membuat perencanaan
Salah satu fungsi utama dan pertama yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah adalah
membuat atau menyusun perencanaan. Perencanaan merupakan salah satu syarat mutlak bagi setiap
organisasi atau lembaga dan bagi setiap kegiatan, baik perseorangan maupun kelompok. Tanpa
perencanaan atau planning, pelaksanaan suatu kegiatan akan mengalami kesulitan dan bahkan juga
kegagalan (Ngalim Purwanto, 1987; 106-107).
Oleh karena itu, setiap kepala sekolah paling tidak harus membuat rencana tahunan.Setiap
tahun, menjelang dimulainya tahun ajaran baru, kepala sekolah hendaknya sudah siap menyusun
rencana yang akan dilaksanakan untuk tahun ajaran berikutnya (Ngalim Purwanto, 1987; 107).
Menurut Ngalim Purwanto (1987;107), maka rencana atau program tahunan hendaknya
mencakup bidang-bidang seperti berikut:
1) Program pengajaran, seperti antara lain kebutuhan tenaga guru sehubungan dengan kepindahan dll.;
pembagian tugas mengajar; pengadaan buku-buku pelajaran, alat-alat pelajaran, dan alat peraga;
pengadaan atau pengembangan laboratorium sekolah; pengadaan atau pengembangan perpustakaan
sekolah;system penilaian hasil belajar; kegiatan-kegiatan kokurikuler; dan lain-lain.
2) Kesiswaan atau kemuridan, antara lain syarat-syarat dan prosedur penerimaan murid baru,
pengelompokan siswa atau murid dan pembagian kelas, bimbingan atau konseling murid, pelayanan
kesehatan murid (UKS), dan sebagainya.
3) Kepegawaian, seperti penerimaan dan penempatan guru atau pegawai baru, pembagian
tugas/pekerjaan guru dan pegawai sekolah, usaha kesejahteraan guru dan pegawai sekolah, mutasi dan
atau promosi guru dan pegawai sekolah, dan sebagainya.
4) Keuangan, yang mencakup pengadaan dan pengelolaan keuangan untuk berbagai kegiatan yang telah
direncanakan, baik uang yang berasal dari pemerintah, atau dari POMG atau BP3, ataupun sumber
lainnya. Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan
kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran
peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para gurunya.
Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya
peningkatan kompetensi guru (http://ortujcis.wordpress.com/2008/07/20/tujuh-peran-kepala-sekolah).
5) Perlengkapan, yang meliputi perbaikan atau rehabilitasi gedung sekolah, penambahan ruang kelas,
perbaikan atau pembuatan pagar pekarangan sekolah, perbaikan atau pembuatan lapangan olah raga,
perbaikan atau pengadaan bangku murid, dan sebagainya.
Perlu diperhatikan, bahwa dalam penyusunan rencana tahun ini, guru-guru dan pegawai
sekolah hendaknya diikutsertakan. Ikut sertanya guru-guru dan pegawai sekolah dapat membantu
pemikiran dan ide-ide serta pemecahan masalah yang mungkin tidak terpikirkan atau tidak dapat
dipecahkan sendiri oleh kepala sekolah. Di samping itu, dengan diikutsertakannya guru-guru dan
pegawai sekolah, mereka akan merasa bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
telah mereka rencanakan dan mereka sepakati bersama (Ngalim Purwanto, 1987; 107).
b. Menyusun organisasi sekolah
Organisasi merupakan fungsi administrasi dan manajemen yang penting pula di samping
perencanaan. Di samping sebagai alat, organisasi dapat pula dipandang sebagai wadah atau struktur dan
sebagai proses (Ngalim Purwanto, 1987; 108).
Penyusunan organisasi merupakan tanggungjawab kepala sekolah sebagai administrator
pendidikan. Sebelumnya ditetapkan, penyusunan organisasi itu sebaiknya dibahas bersama-sama
dengan seluruh anggota agar hasil yang diperoleh benar-benar merupakan kesepakatan bersama.Selain
menyusun struktur organisasi, kepala sekolah juga bertugas untuk mendelegasikan tugas-tugas dan
wewenang kepada setiap anggota administrasi sekolah sesuai dengan struktur organisasi yang ada.
Sebagai wadah, organisasi merupakan tempat kegiatan-kegiatan administrasi itu dilaksanakan.
Dan jika dipandang sebagai proses, maka organisasi merupakan kegiatan-kegiatan atau menyusun dan
menetapkan hubungan-hubungan kerja antarpersonel. Kewajiban-kewajiban, wewenang, dan tanggung
jawab masing-masing bagian atau personel yang termasuk di dalam organisasi itu disusun da ditetapkan
menjadi pola-pola kegiatan yang tertuju kepada tercapainya tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
(Ngalim Purwanto, 1987; 108).
Kepala sekolah sebagai administrator pendidikan perlu menyusun organisasi sekolah yang
dipimpinnya, dan melaksanakan pembagian tugas serta wewenangnya kepada guru-guru dan pegawai
sekolah sesuai dengan struktur organisasi sekolah yang telah disusun dan disepakati bersama (Ngalim
Purwanto, 1987; 108).
Menurut Ngalim Purwanto (1987; 108-109) untuk menyusun organisasi sekolah yang baik
perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Mempunyai tujuan yang jelas.
2) Para anggota menerima dan memahami tujuan tersebut.
3) Adanya kesatuan arah sehingga dapat menimbulkan kesatuan tindakan, kesatuan pikiran, dsb.
4) Adanya kesatuan perintah (unity of command); para bawahan/anggota hanya mempunyai seorang
atasan langsung, dan daripadanya ia menerima perintah atau bimbingan, serta kepadanya ia harus
mempertanggungjawabkan pekerjaannya.
5) Adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab seseorang di dalam organisasi itu,. Sebab,
tidak adanya keseimbangan tersebut akan memudahkan timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan seperti:
- jika wewenang lebih besar daripada tanggung jawab, mudah menimbulkan penyalahgunaan
wewenang;
- jika tanggung jawab lebih besar daripada wewenang, mudah menimbulkan banyak kemacetan, merasa
tidak aman atau ragu-ragu dalam tindakan.
6) Adanya pembagian tugas pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan, keahlian, dan atau bakat masing-
masing.
7) Struktur organisasi hendaknya disusun sesederhana mungkin, sesuai dengan kebutuhan koordinasi,
pengawasan, dan pengendalian.
8) Pola organisasi hendaknya permanen. Artinya, meskipun struktur organisasi dapat dan memang harus
diubah sesuai dengan tuntutan perkembangan, fleksibilitas dalam penyesuaian itu jangan bersifat
prinsip. oleh karena itu, pola dasar struktur organisasi perlu dibuat sedemikian rupa sehiingga sedapat
mungkin permanen.
9) adanya jaminan keamanan dalam bekerja (security of tenure); bawahan atau anggota tidak merasa
gelisah karena takut dipecat, ditindak sewenang-wenang, dsb.
10) garis-garis kekuasaan dan tanggung jawab serta hierarki tata kerjanya jelas tergambar di dalam struktur
atau bahan organisasi.




struktur organisasi sekolah
Menurut Ngalim Purwanto (1987; 109) diberikan dua contoh struktur organisasi sekolah sekadar untuk
memperjelas pemahaman anda.

Contoh 1 :

STRUKTUR ORGANISASI SMAX

POMG/BP3
Kepala (pem.sekolah)




TU sekolah




Wk.KS urusan kur. & peng
Wk.KS urs. Sarana/prasarana & humas
Wk.KS urusan kesiswaan

O S I S
Siswa/siswi
Koordinator perpustakaan
Koordinator BP / BK
Wali kelas & guru-guru










Contoh 2 : STRUKTUR ORGANISASI SEKOLAH Y
POMG/BP3
Kep.sekolah
Wk. Kep. Sek
Dewan Guru
TU Sekolah
Urusan BP / BK
Urusan Kur. /Peng
Urusan Gedung/Perl.
Urusan Kes.Sosial
Wali Kelas
S I S W A













Keterangan:
Garis komando dan staf
Garis koordinasi
- Tiap-tiap bagian, kecuali wali kelas dan guru, mempunyai staf masing-masing.
- Struktur Organisasi ini diambil dari salah satu SMA di Jakarta dengan sedikit modifikasi.

Dengan membandingkan kedua contoh tersebut di atas, menurut Ngalim Purwanto (1987; 110) jelas
kiranya bahwa bentuk kompleksitas organisasi sekolah bergantung pada berbagai factor, antara lain:
Tingkat dan jenis sekolah yang bersangkutan
Besar-kecilnya sekolah dan banyak-sedikitnya siswa
Alat perlengkapan dan alat-alat belajar-mengajar yang tersedia
Kegiatan-kegiatan belajar atau kurikulum yang hndak dicapai. Sistem \kredit semester atau system
internasional
Anggaran biaya yang tersedia, termasuk sumber-sumber dana yang dapat diusahakan.
c. Bertindak Sebagai Koordinator dan Pengarah
Adanya bermacam-macam tugas dan pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang, seperti
tergambar di dalam struktur organisasi sekolah, memerlukan adanya koordinasi serta pengarahan yang
baik dan berkelanjutan dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya persaingan yang tidak sehat antar
personal sekolah. Dengan kata lain, adanya pengoordinasian yang baik memungkinkan semua bagian
atau personal bekerja sama saling membantu kearah satu tujuan yang telah ditetapkan seperti kerja
sama antara urusan antara urusan kurikulum dan pengajaran dengan guru-guru, kerja sama antara
urusan bimbingan dan konseling dengan para wali kelas, kerja sama antara bagian tata usaha dengan
wali kelas dan guru-guru, dan sebagainya (Ngalim Purwanto, 1987; 111).
d. Melaksanakan Pengelolaan Kepegawaian
Pengelolaan kepegawaian mencakup didalamnya penerimaan dan penempatan guru atau
pegawai sekolah, pembagian tugas pekerjaan guru dan pegawai sekolah, usaha kesejahteraan guru dan
pegawai sekolah, mutasi dan atau promosi guru dan pegawai sekolah, dsb. Tugas-tugas yang
menyangkut pengelolaan kepegawaian ini sebagian besar dikerjakan oleh bagian tata usaha sekolah
seperti pengusulan guru dan atau pegawai guru, kenaikan pangkat guru-guru dan pegawai sekolah, dan
sebagainya (Ngalim Purwanto, 1987; 111).
Agar pekerjaan sekolah dapat dilakukan dengan senang, bergairah, dan berhasil baik, maka
dalam memberikan atau membagi tugas pekerjaan personal, kepala sekolah hendaknya memperhatikan
kesesuaian antara beban dan jenis tugas dengan kondisi serta kemampuan pelaksanaannya seperti
antara lain:
Jenis kelamin (pria atau wanita)
Kesehatan fisik (kuat-tidaknya melakukan pekerjaan itu)
Latar belakang pendidikan atau ijazah yang dimiliki
Kemampuan dan pengalaman kerja
Bakat, minat, dan hobi
Hal lain yang termasuk kegiatan pengelolaan kepegawaian ialah masalah kesejahteraan personel. Yang
dmaksud dengan kesejahteraan personel bukan hanya kesejahteraan yang berupa materi atau uang,
tetapi juga kesejahteraan yang bersifat rohani dan jasmani, yang dapat mendorong para personel
sekolah bekerja lebih giat dan bergairah. Menurut Ngalim Purwanto (1987; 112) banyak cara yang
dilakukan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan personel sekolah, seperti:
Membentuk semacam ikatan keluarga sekolah yang bersifat social
Membentuk koperasi keluarga personel sekolah
Mengadakan kegiatan-kegiatan seperti olahraga, diskusi-diskusi yang berhubungan dengan
pengembangan profesi guru-guru atau pegawai sekolah
Member kesempatan dan bantuan dalam rangka pengembangan karier, seperti kesempatan
melanjutkan plajaran, kesempatan mengikuti penataran-penataran, Selma tidak menganggu atau
merugikan jalannya sekolah
Mengusulkan dan mengurus kenaikan gaji atau pangkat guru-guru dan pegawai tepat pada waktunya
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dan semuanya memerlukan kepemimpinan kepala sekolah yang baik dan sebagainya disertai
pengawasan dan pembinaan yang tepat dan berkelanjutan.
Peran kepala sekolah sebagai administrator
Peranan kepala sekolah sebagai administrator memiliki dua tugas utama. Pertama, sebagai pengendali
struktur organisasi, yaitu mengendalikan bagaimana cara pelaporan, dengan siapa tugas tersebut harus
dikerjakan dandengan siapa beriteraksi dalam megerjakan tugas tersebut.Kedua,melaksanakan
administrasi substansi yang mencakup administrasi kurikulum,kesiswaan, personalia, keuangan, sarana
hubungan dengan masyarakat, dan administrasi umum.
(http://etd.eprints.ums.ac.id/6767/1/Q100030096.pdf ).

Peranan Kepala Sekolah dalam Pengembangan Program Pelayanan Murid
Walaupun kepemimpinan kepala sekolah penting di bidang-bidang lain, bagi program pelayanan ia
sering sangat menentukan. Menurut Oteng Sutisna (1989, 82) factor-faktor tersebut antara lain:
1) Pelayanan murid adalah bidang yang sensitive, menyentuh masalah-masalah yang bisa membangkitkan
perasaan-perasaan yang kuat
2) Ada banyak salah tafsir dan ketaksetujuan yang jujur tentang isyu-isyu tertentu
3) Bidang pelayanan murid melibat banyak kegiatan, dan masalah perumusan dan koordinasi sulit
Dalam hubungan dengan fungsi pelayanan murid ini, masalah-masalah yang dihadapi oleh semua kepala
sekolah menurut Oteng Sutisna (1989, 82) antara lain:
1) Disiplin
2) Menyediakan bimbingan dan penyuluhan
3) Putus sekolah
4) Absensi
5) Hubungan guru-murid
6) Hubungan sekolah-orang tua
7) Kegiatan murid
8) Murid lamban
9) Melaporkan kemajuan murid
10) Melanjutkkan studi ke pendidikan yang lebih tinggi
Bagi kepala sekolah yang ingin memecahkan masalah ini adalah suatu permulaan yang baik nampaknya
terletak pada cara kepala sekolah sendiri memandang program pelayanan murid itu. Kepala sekolah
harus menerima dan mengkomunikasikan melalui kepemimpinannya suatu titik pandangan bahwa
sekolah hadir untuk kepentingan anak didik, sama seperti Negara hadir untuk kepentingan warganya
(Oteng Sutisno, 1989; 83).
Tanggung Jawab Kepala Sekolah Dalam Memlihara Disiplin Yang Efektif
1) Memajukan pendekatan positif terhadap disiplin
Kepala sekolah selaku pemimpin sekolahnnya, harus mengambil pimpinan dalam memajukan
pendekatan positif terhadap disiplin.
Menurut Oteng Sutisno (1989; 114) bahwa factor-faktor dan praktek-praktek yang menolong dalam
pengembangan pola-pola perilaku yang baik di sekolah adalah:
a) Harus ada pemahaman dan pengakuan oleh guru dan murid tentang maksud dan nilai dari norma-
norma dan aturan-aturan yang berlaku.
b) Tekanan hendaknya diletakkan pada disiplin-diri oleh guru dan murid.
c) Guru dan muridnya hendaknya bekerja sama dalam membangun, memelihara, dan memperbaiki aturan-
aturan dan norma-norma.


2) Memelihara Tata Tertib
Sekolah-sekolah tentu harus berusaha untuk mencari sebab-sebab kelakuan murid yang
melanggar tata tertib dan mengobati sebab-sebab kelakuan serupa itu dan bukan gejalanya.
Kebijaksanaan untuk menangani perkara-perkara ini hendaknya tegas, dan tanggung jawab para guru
dan anggota staf lain dibidang ini hendaknya dipahami. Guru yang cakap bisa dan hendaknya melakuka
control terhadap muridnya (Oteng Sutisna, 1989; 116-117).
Peranan Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Potensi Pengajaran dan Belajar yang Terdapat di
Perpustakaan Sekolah
Menurut Oteng Sutisna (1989; 156) bahwa kepala sekolah mempunyai tanggung jawab yang penting
dalam mengembangkan potensi pengajaran dan belajar ang terdapat di perpustakaan sekolah adalah
sebagai berikut:
1) Untuk bertindak selaku penganjur penambahan bantuan keuangan bagi pengembangan fasilitas
perpustakaan.
2) Untuk memupuk pemahaman diantara para guru dan personil perpustakaan tentang maksud-maksud
perpustakaan sebagai sumber belajar primer maupun suplementer.
3) untuk menggalangkan penggunaan sumber-sumber perpustakaan yang optimum melalui penggunaan
fasilitas-fasilitas dengan tanpa bayar.
4) Untuk menyediakan dana-dana yang diperlukan buat pengadaan tempat penyimpanan, perlengkapan,
fasilitas, dan perbekalan bagi pengelolaan perpustakaan, dan buat penambahan dan perbaikan buku-
buku
5) Untuk menoordinasi penggunaan bahan dan fasilitas perpustakaan, laboratorium belajar, dan alat
pengajaran diri pribadi untuk menjamin manfaat yang maksimum bagi semua guru dan murid.
Peranan Kepala Sekolah Tentang Penggunaan dan Pemeliharaan Gedung Sekolah
Peranan kepala sekolah dalam hal ini adalah menetapkan jadwal kegiatan didalam gedung,
merencanakan penggunaan seluruh gedung, dan mengatur pemeliharaannya. Kepala sekolah sudah
tentu tidak bisa melakukan sendiri semua pekerjaan ini. Selain personil pemeliharaan gedung ada
anggota-anggota staf lain yang bisa dilibatkan oleh kepala sekolah dalam kegiatan pemeliharaan gedung
sekolah. Salah satu masalah yang dihadapi oleh kepala sekolah dari hari kehari adalah penggunaan
gedung oleh murid. Tanggung jawab pokok kepala sekolah dalam hal ini adalah untuk membantu murid-
murid memiliki perasaan bangga itu yang bisa datang dari suatu gedung yang bersih, rapi, dan menarik
(Oteng Sutisna, 1989; 157-158).
Menurut 0teng Sutisna (1989; 158) ada lima hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh para
kepala sekolah dalam manajemen gedung sekolah adalah sebagai berikut:
1) Memajukan iklim belajar
2) Memajukan kesehatan dan keamanan
3) Memelihara gedung secara ekonomis
4) Melindungi barang-barang milik sekolah
5) Memajukan citra masyarakat yang sesuai
Peranan Kepala Sekolah dalam Pelayanan Kesehatan dan Keamanan
Kepala sekolah berurusan dengan kesehatan sekolah disebabkan semua murid berada dalam tanggung
jawabnya. Logis bahwa hal jatuh sakit dan kecelakaan bisa terjadi. Kepala sekolah harus memahami
bagaimana masalah-masalah ini hendaknya ditangani.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami uraikan adalah sebagai berikut :
1) Terhadap sekolah pada masa penjajahan Belanda tidak dituntut adanya hubungan dan kerja sama
dengan masyarakat, bahkan sebaliknya sekolah merupakan lembaga pendidikan yang terpisah dari
kehidupan masyarakat lingkungannya. Oleh sebab itu kepala sekolah pada masa itu tidak perlu
memikirkan bagaimana membentuk organisasi BP3, dan sebagainya. Sedangkan kepala sekolah sekarang
setelah Indonesia merdeka tugas dan tanggung jawab kepala sekolah makin luas dan makin banyak
bidangnya.
2) Syarat-syarat minimal dari seorang kepala sekolah adalah ijazah (yang merupakan syarat forma),
pengalaman bekerja, dan kepribadian yang baik, mempunyai keahlian dan berpengetahuan luas, dan
sebagainya.
3) Sebagai administrasi pendidikan, kepala sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab melaksanakan
fungsi-fungsi administrasi yang diterapkan ke dalam kegiatan-kegiatan sekolah yang dipimpinnya seperti
membuat rencana atau program tahunan, menyusun organisasi sekolah, melaksankan pengoordinasian
dan pengarahan, dan melaksanakan pengelolaan kepegawaian.
4) Bidang-bidang yang tercakup di dalam program tahunan yang dibuat ole kepala sekolah meliputi
program pengajaran, kesiswaan atau kemuridan, kepegawaian, keuangan, dan perlengkapan atau
sarana dan prasarana sekolah.
5) Dalam menyusun organisasi sekolah perlu diperhatikan prinsip-prinsip pengorganisasian yang baik, dan
di dalam pelaksanaannya, diperlukan pengoordinasian serta pengarahan yang kontinyu dan pimpinan
sekolah.
6) Pengelolaan kepegawaianyang dalam ilmu administrasi biasa disebut manajemenmerupakan tugas dan
tanggung jawab kepala sekolah yang sangat penting karena manajemen merupakan inti keseluruhan
kegiatan administrasi. Pengelolaan kepegawaian yang menjadi tugas dan tanggung jawab kepala sekolah
meliputi penerimaan, penempatan, dan pemberiantugas guru dan pegawai sekolah; usaha dan
peningkatan kesejahteraan guru-guru dan pegawai sekolah, baik yang bersifat material, jasmani, rohani;
dan peningkatan mutu professional serta pengembangan karier mereka.

B. Saran
Adapun saran yang disampaikan penulis yaitu diharapkan kepada pembaca agar
mempergunakan makalah ini sebagai bahan kajian dalam memahami administrasi pendidikan khususnya
masalah fungsi dan tanggungjawab kepala sekolah sebagai administrator. Selain itu kami sangat
mengharapkan kritik demi kesempurnaan makalah kami.







DAFTAR PUSTAKA
Http://etd.eprints.ums.ac.id/6767/1/Q100030096.pdf
Http://ortujcis.wordpress.com/2008/07/20/tujuh-peran-kepala-sekolah
Purwanto, Ngalim, 1987. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Purwanto, Ngalim, 1979. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Mutiara
Sutisna, Oteng, 1989. Administrasi Pendidikan. Bandung: Angkasa


Tujuh Peran Kepala Sekolah
Selengkapnya lihat:http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/21/kompetensi-guru-dan-peran-
kepala-sekolah-2/


Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama
kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4)
supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan;

Merujuk kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan oleh Depdiknas di atas,
di bawah ini akan diuraikan secara ringkas hubungan antara peran kepala sekolah dengan
peningkatan kompetensi guru.

1. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan
pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan
komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar
di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya,
sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat
secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat
berjalan efektif dan efisien.

2. Kepala sekolah sebagai manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah
adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal
ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas
kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai
kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti : MGMP/MGP
tingkat sekolah, in house training, diskusi profesional dan sebagainya, atau melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti : kesempatan melanjutkan pendidikan atau
mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.

3. Kepala sekolah sebagai administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan
kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan
anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat
kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan
anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.

4. Kepala sekolah sebagai supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala
kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan
kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam
pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran (E. Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan
sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan
kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak
lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus
mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.

Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa
menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi,
metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran
dan bimbingan dari kepala sekolah mereka. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa
kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang
kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri
tidak menguasainya dengan baik.

5. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuh-suburkan
kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru ? Dalam teori
kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka
meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya
kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
yang ada. Kendati demikian menarik untuk dipertimbangkan dari hasil studi yang dilakukan
Bambang Budi Wiyono (2000) terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru Sekolah Dasar di Bantul
terungkap bahwa ethos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala sekolah dengan gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada manusia.

Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala sekolah
sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya diri;
(3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi
yang stabil, dan (7) teladan (E. Mulyasa, 2003).

6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk
menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan
kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang
kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para
guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan,
(2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru
sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam
penyusunan tujuan tersebut, (3) para guru harus selalu diberitahu tentang dari setiap
pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman
juga diperlukan, (5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru, sehingga
memperoleh kepuasan (modifikasi dari pemikiran E. Mulayasa tentang Kepala Sekolah sebagai
Motivator, E. Mulyasa, 2003).

7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan
Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan kompetensi
guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan
komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap
kewirauhasaan yang kuat akan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di
sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses
pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.

Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara langsung maupun
tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, yang
pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.


Kompetensi Guru dan Peran
Kepala Sekolah
Posted on 21 Januari 2008 by AKHMAD SUDRAJAT 64 Komentar
Peran Kepala Sekolah dalam Mengembangkan Kompetensi Guru
Oleh : Akhmad Sudrajat*))
Abstrak : Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan, kompetensi guru merupakan salah satu faktor
yang amat penting. Kompetensi guru tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi personal,
kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dapat dilakukan
melalui optimalisasi peran kepala sekolah, sebagai: educator, manajer, administrator, supervisor, leader,
pencipta iklim kerja dan wirausahawan.
Kata kunci : kompetensi guru, peran kepala sekolah

A. Pendahuluan
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya melalui Depdiknas terus
menerus berupaya melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah satu upaya
yang sudah dan sedang dilakukan, yaitu berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang didalamnya memuat usaha pemerintah
untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan
Djihad Hisyam (2000) mengemukakan bahwa educational change depends on what teachers do and think.
Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung
pada what teachers do and think . atau dengan kata lain bergantung pada penguasaan kompetensi guru.
Jika kita amati lebih jauh tentang realita kompetensi guru saat ini agaknya masih beragam. Sudarwan Danim
(2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu
menunjukkan kinerja (work performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru belum
sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh karena itu perlu adanya upaya
yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi guru.
Tulisan ini akan memaparkan tentang apa itu kompetensi guru dan bagaimana upaya-upaya untuk
meningkatkan kompetensi guru dilihat dari peran kepala sekolah. Dengan harapan kiranya tulisan ini dapat
dijadikan sebagai bahan refleksi bagi para guru maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan
pendidikan.
B. Hakikat Kompetensi Guru
Apa yang dimaksud dengan kompetensi itu ? Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa competency has
been defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu, dari
Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa : A competence is a
description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a
description of an action, behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.
Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan
gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan,
berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan.
Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki
kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang
sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dapat dimaknai sebagai
gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya,
baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan..
Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis
kompetensi guru, yaitu :
1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih
dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama guru, maupun
masyarakat luas.
3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian,
seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada,
ing madya mangun karsa, tut wuri handayani
Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis
kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, yaitu :
1. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a)
pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c)
pengembangan kurikulum/silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c)
dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik
dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.
3. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk : (a)
berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;
(c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali
peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang
menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan
konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari;
dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya
nasional.
Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching Skill (2002) telah merumuskan standar
kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan
rumusan What Teachers Should Know and Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu:
1. Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup: (a) penghargaan guru terhadap
perbedaan individual siswa, (b) pemahaman guru tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru
terhadap seluruh siswa secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa.
2. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to Studentsmencakup : (a)
apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan
dengan mata pelajaran lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran (c)
mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path).
3. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning mencakup: (a) penggunaan
berbagai metode dalam pencapaian tujuan pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam
berbagai setting kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas
keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d) kesadaran akan tujuan utama
pembelajaran.
4. Teachers Think Systematically About Their Practice and Learn from Experiencemencakup: (a) Guru
secara terus menerus menguji diri untuk memilih keputusan-keputusan terbaik, (b) guru meminta saran
dari pihak lain dan melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek
pembelajaran.
5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru memberikan kontribusi terhadap
efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan
tua orang siswa, (c) guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.
Secara esensial, ketiga pendapat di atas tidak menunjukkan adanya perbedaan yang prinsipil. Letak
perbedaannya hanya pada cara pengelompokkannya. Isi rincian kompetensi pedagodik yang disampaikan oleh
Depdiknas, menurut Raka Joni sudah teramu dalam kompetensi profesional. Sementara dari NBPTS tidak
mengenal adanya pengelompokan jenis kompetensi, tetapi langsung memaparkan tentang aspek-aspek
kemampuan yang seyogyanya dikuasai guru.
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan
semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan
penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan
proses pembelajaran siswa. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well
informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan berinteraksi dengan
manusia di jagat raya ini. Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah
siswanya. Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan
terpuruk secara profesional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari siswa, orang tua
maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru perlu berfikir secara
antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya
secara terus menerus.
Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap efektivitas pembelajaran
yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru tidak terjebak pada praktek
pembelajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namum kenyataannya justru mematikan kreativitas
para siswanya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir memungkinkan guru untuk
melakukan pembelajaran yang bervariasi dari tahun ke tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
C. Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kompetensi Guru
Agar proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai,
baik dari segi jenis maupun isinya. Namun, jika kita selami lebih dalam lagi tentang isi yang terkandung dari
setiap jenis kompetensi, sebagaimana disampaikan oleh para ahli maupun dalam perspektif kebijakan
pemerintah-, kiranya untuk menjadi guru yang kompeten bukan sesuatu yang sederhana, untuk mewujudkan
dan meningkatkan kompetensi guru diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan komprehensif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi peran kepala sekolah. Idochi Anwar dan
Yayat Hidayat Amir (2000) mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas
mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi profesional guru. Perlu digarisbawahi
bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional di sini, tidak hanya berkaitan dengan penguasaan materi
semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan isi kandungan kompetensi sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah
yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manajer; (3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader
(pemimpin); (6) pencipta iklim kerja; dan (7) wirausahawan;
Merujuk kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan oleh Depdiknas di atas, di bawah ini
akan diuraikan secara ringkas hubungan antara peran kepala sekolah dengan peningkatan kompetensi guru.
1. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan
pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus
terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat
memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha
memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya,
sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.
2. Kepala sekolah sebagai manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah
melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah
seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat
melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang
dilaksanakan di sekolah, seperti : MGMP/MGP tingkat sekolah, in house training, diskusi profesional dan
sebagainya, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti : kesempatan melanjutkan
pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.
3. Kepala sekolah sebagai administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru
tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi
guru tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah
seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru.
4. Kepala sekolah sebagai supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu
melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati
proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang
digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran (E. Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi ini,
dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat
penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut
tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya
dalam melaksanakan pembelajaran.
Jones dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan bahwa menghadapi
kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi
pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah
mereka. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang
kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru,
sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik
5. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuh-suburkan kreativitas sekaligus
dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru ? Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita
mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang
berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat
menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan yang ada. Kendati demikian menarik untuk dipertimbangkan dari hasil studi yang dilakukan
Bambang Budi Wiyono (2000) terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru Sekolah Dasar di Bantul terungkap
bahwa ethos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada manusia.
Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala sekolah sebagai
pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai barikut : (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4)
berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan (E. Mulyasa,
2003).
6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja
Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk menunjukkan
kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam
upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-
prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan
menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru
sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan
tersebut, (3) para guru harus selalu diberitahu tentang dari setiap pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih
baik dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, (5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan
sosio-psiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan (modifikasi dari pemikiran E. Mulayasa tentang Kepala
Sekolah sebagai Motivator, E. Mulyasa, 2003)
7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan
Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan kompetensi guru, maka
kepala sekolah seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan komparatif, serta memanfaatkan
berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap kewirauhasaan yang kuat akan berani melakukan perubahan-
perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses
pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.
Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara langsung maupun tidak langsung
dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya dapat membawa
efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kompetensi guru merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru
dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat
ditunjukkan..
2. Kompetensi guru terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional.
3. Sejalan dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan
semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan
penyesuaian penguasaan kompetensinya.
4. Kepala sekolah memiliki peranan yang strategis dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, baik
sebagai educator (pendidik), manajer, administrator, supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim kerja
maupun sebagai wirausahawan.
5. Seberapa jauh kepala sekolah dapat mengoptimalkan segenap peran yang diembannya, secara langsung
maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, dan pada
gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Sumber Bacaan :
Bambang Budi Wiyono. 2000. Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Semangat Kerja Guru
dalam Melaksanakan Tugas Jabatan di Sekolah Dasar. (abstrak) Ilmu Pendidikan: Jurnal
Filsafat, Teori, dan Praktik Kependidikan. Universitas Negeri Malang. (Accessed, 31 Oct
2002).
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi Kepala Sekolah TK,SD, SMP, SMA, SMK & SLB, Jakarta
: BP. Cipta Karya
. 2006. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. depdiknas.go.id. (accessed 9 Feb 2003).
Louise Moqvist. 2003. The Competency Dimension of Leadership: Findings from a Study of Self-
Image among Top Managers in the Changing Swedish Public Administration. Centre for
Studies of Humans, Technology and Organisation, Linkping University.
Mary E. Dilworth & David G. Imig. Professional Teacher Development and the Reform Agenda.
ERIC Digest. 1995. . (Accessed 31 Oct 2002 ).
National Board for Professional Teaching Standards. 2002 . Five Core Propositions. NBPTS
HomePage. (Accessed, 31 Oct 2002).
Sudarwan Danim. 2002. Inovasi Pendidikan : Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme
Tenaga Kependidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan Indonesia Memasuki
Millenium III. Yogyakarta : Adi Cita.
*))Akhmad Sudrajat adalah staf pengajar di Pendidikan Ekonomi FKIP-UNIKU dan Pengawas
Sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan
============
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/21/kompetensi-guru-dan-peran-kepala-sekolah/

FUNGSI DAN TANGGUNGJAWAB KEPALA SEKOLAH SEBAGAI ADMINISTRATOR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepala sekolah memegang peranan penting dalam perkembangan sekolah. Oleh karena itu, ia
harus memiliki jiwa kepemimpinan untuk mengatur para guru pegawai tata usaha dan pegawai
sekolah lainnya. Dalam hal ini, kepala sekolah tidak hanya mengatur para guru saja, melainkan juga
ketatausahaan sekolah siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat dan orang tua siswa. Tercapai
tidaknya tujuan sekolah sepenuhnya bergantung pada bijaksana yang terapkan kepala sekolah
terhadap seluruh personal sekolah.
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai pimpinan organisasi pendidikan di sekolah, kepala sekolah
harus memiliki berbagai persyaratan agar ia dapat menjalankan tugasnya dengan baik. masing-
masing persyaratan ini saling berkaitan antar yang satu dengan yang lainnya. Diantaranya adalah
memiliki ijazah, kemampuan mengajar, kepribadian yang baik serta memiliki pengalaman kerja.
B. Rumusan Masalah
Apakah fungsi dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai administrator pendidikan
Apakah fungsi dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan
C. Tujuan Peulisan
1. Menjelaskan Fungsi dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai administrator pendidikan.
2. Menjelaskan Fungsi dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepala Sekolah sebagai Administrator
Dalam menjalankan fungsinya sebagai administrator, kepala sekolah harus mampu menguasai
tugas-tugasnya dan melaksanakan tugasnya dengan baik.
Untuk itu kepala sekolah harus kreatif mampu memiliki ide-ide dan inisiatif yang menunjang
perkembangan sekolah. Berbagai tugas yang harus dilakukan kepala sekolah
1. Membuat perencanaan
Perencanaan yang perlu dilakukan oleh kepala sekolah, diantaranya adalah menyusun program
tahunan sekolah, yang mencakup program pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan, dan
penyediaan fasilitas-fasilitas yang diperlukan. Perencanaan ini selanjutnya dituangkan dalam
rencana tahunan sekolah yang dijabarkan dalam dua program semester.
Program pengajaran
Kesiswaan
Kepegawaian
Keuangan
Sarana dan prasarana
2. Kepala sekolah bertugas menyusun struktur organisasi sekolah
Organisasi memainkan peranan penting dalam fungsi administrasi karena merupakan tempat
pelaksanaan semua kegiatan administrasi. Selain itu, dilihat dari fungsinya organisasi juga
menetapkan dan menyusun hubungan kerja seluruh anggota organisasi agar tidak terjadi tumpang
tindih dalam melakukan tugasnya masing-masing.
Penyusunan organisasi merupakan tanggungjawab kepala sekolah sebagai administrator
pendidikan. Sebelumnya ditetapkan, penyusunan organisasi itu sebaiknya dibahas bersama-sama
dengan seluruh anggota agar hasil yang diperoleh benar-benar merupakan kesepakatan bersama.
Selain menyusun struktur organisasi, kepala sekolah juga bertugas untuk mendelegasikan tugas-
tugas dan wewenang kepada setiap anggota administrasi sekolah sesuai dengan struktur organisasi
yang ada.
3. Kepala sekolah sebagai koordinator dalam organisasi sekolah
Pengoordinasian organisasi sekolah ini merupakan wewenang dari kepala sekolah. Dalam
melakukan pengoordinasian ini sebaiknya juga kepala sekolah kerja sama dengan berbagai bagian
dalam organisasi agar pengoordinasian yang dilakukan dapat menyelesaikan semua hambatan dan
halangan yang ada.
4. Kepala sekolah mengatur kepegawaian dalam organisasi sekolah
Berbagai tugas yang berkenaan dengan kepegawaian sepenuhnya merupakan wewenang kepala
sekolah. Dia memiliki wewenang untuk mengangkat pegawai, mempromosikannya, menempatkan,
atau menerima pegawai baru.
Pengelolaan kepegawaian ini akan berjalan dengan baik bila kepala sekolah memperhatikan
kesinambungan antara pemberian tugas dan dengan kondisi dan kemampuan pelaksanaannya.
B. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Sepervisi adalah salah satu tugas pokok dalam administrasi pendidikan bukan hanya merupakan
tugas pekerjaan para inspektur maupun pengawas saja melainkan juga tugas pekerjaan kepala
sekolah terhadap pegawai-pegawai sekolahnya.
1. Supervisi
Untuk menjawab pertanyaan apakah yang dilakukan seorang kepala sekolah sebagai supervisor,
kita perlu kembali mengingat pengertian supervisi. Supervisi adalah aktivitas menentukan
kondisi/syarat-syarat yang esensial yang akan menjamin tercapainya tujuan pendidikan.Melihat
pengertian tersebut, maka tugas kepala sekolah sebagai supervisor berarti bahwa ia harus meneliti,
mencari dan menentukan syarat-syarat mana saja yang diperlukan bagi kemajuan sekolahnya.
Kepala sekolah harus dapat meneliti syarat-syarat mana yang telah ada dan tercukupi, dan mana
yang belum ada atau kurang secara maksimal.
2. Prinsip Supervisi
Dari uraian di atas kita ketahui betapa banyak dan besar tanggung jawab kepala sekolah sebagai
supervisor. Oleh karena itu, seperti yang dikatakan oleh Moh. Rifai, MA. untuk menjalankan
tindakan-tindakan supervisi sebaik-baiknya, kepala sekolah hendaknya memperhatikan prinsip-
prinsip sebagai berikut:
1. Supervisi hendaknya bersifat konstruktif, yaitu pada yang dibimbing dan diawasi harus
menimbulkan dorongan untuk bekerja.
2. Supervisi harus didasarkan atas keadaan dan kenyataan yang sebenarnya (realistis, mudah
dilaksanakan).
3. Supervisi harus dapat memberi perasaan aman pada guru-guru/pegawai sekolah yang
disupervisi.
4. Supervisi harus sederhana dan informal dalam pelaksanaannya.
5. Supervisi harus didasarkan pada hubungan profesional, bukan atas dasar hubungan pribadi.
6. Supervisi harus selalu memperhitungkan kesanggupan, sikap dan mungkin prasangka guru-
guru/pegawai sekolah.
7. Supervisi tidak bersifat mendesa (otoriter), karena dapat menimbulkan perasaan gelisah atau
antisipasi dari guru-guru/pegawai.
8. Supervisi tidak boleh didasaran atas kekuasaan pangkat, kedudukan atau kekuasaan pribadi.
9. Supervisi tidak boleh bersifat mencari kesalahan dan kekurangan (ingat bahwa supervisi tidak
sama dengan inspeksi).
10. Supervisi tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil dan tidak boleh lekas merasa kecewa.
11. Supervisi hendaknya juga bersifat preventif, korektif dan kooperatif.
Preventif berarti berusaha jangan sampai timbul/terjadi hal-hal yang negatif, mengusahakan
memenuhi syarat-syarat sebelum terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Korektif berarti mencari-cari
kesalahan-kesalahan atau kekurangan-kekurangan dan usaha memperbaiki dilakukan bersama-
sama oleh supervisor dan orang-orang yang disupervis
3. Faktor-Faktor yang Mempunyai Keberhasilan Supervisi
Apabila prinsip-prinsip supervisi di atas diperhatikan dan benar-benar dilakukan oleh kepala
sekolah, kiranya dapat diharapkan setiap sekolah akan berangsur-angsur maju dan berkembang
sebagai alat yang benar-benar memenuhi syarat untuk mencapai tujuan pendidikan. Akan tetapi
kesanggupan dan kemampuan seorang kepala sekolah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya supervisi atau cepat lambatnya hasil
supervisi itu antara lain:
1. Lingkungan masyarakat di mana sekolah berada.
2. Besar kecilnya sekolah yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah.
3. Tingkatan dan jenis sekolah.
4. Keadaan guru-guru dan pegawai-pegawai yang tersedia.
5. Kecakapan dan keahlian kepala sekolah itu sendiri.
4. Pembinaan Kurikulum
Tugas lain dari seorang kepala sekolah sebagai supervisor yang perlu dibicarakan tersendiri adalah
masalah pembinaan kurikulum sekolah. Sebenarnya apa pembinaan kurikulum, tidak terlepas dari
keseluruhan fungsi supervisi yang dijalankan oleh kepala sekolah. Dapat dikatakan bahwa semua
tugas kepala sekolah sebagai supervisor harus selalu berlandaskan pada kurikulum sekolah.
Bukankah merupakan pedoman segala kegiatan sekolah dalam usaha mencapai tujuan pendidikan
di sekolah.
Beberapa hal yang merupakan tugas kepala sekolah yang juga merupakan teknik supervisi kepala
sekolah sebagai supervisor dalam rangka pembinaan kurikulum sekolah antara lain dapat
dikemukakan di sini:
- Kepala sekolah hendaknya dapat membimbing para guru untuk dapat meneliti dan memilih bahan-
bahan mana yang baik yang sesuai dengan perkembangan anak dan tuntutan kehidupan dalam
masyarakat. Dapat dilakukan misal percakapan pribadi (individu conference).
- Membimbing dan mengawasi guru-guru agar mereka pandai memilih metode-metode mengajar
yang baik, dan melaksanakan metode itu sesuai dengan bahan pelajaran dan kemampuan anak.
Dapat diadakan kegiatan observasi kelas (class room observation).
- Menyelenggarakan rapat-rapat dewan guru secara insidentil maupun periodik, yang khusus untuk
membicarakan kurikulum, metode mengajar, dan sebagainya.
- Mengadakan kunjungan kelas (class visit) yang teratur: mengunjungi guru sedang mengajar untuk
meneliti bagaimana metode mengajarnya, kemudian mengadakan diskusi dengan guru yang
bersangkutan (dilakukan seinformal mungkin).
- Mengadakan saling kunjungan kelas antara guru (inter class visit). Hal ini harus direncanakan
sebelumnya dengan sebaik-baiknya sehingga guru yang akan diserahi mengajar dan dilihat oleh
guru-guru lain itu benar-benar dapat mempersiapkan diri.
- Setiap permulaan tahun ajaran guru diwajibkan menyusun suatu silabus mata pelajaran yang akan
diajarkan, dengan berpedoman pada rencana pelajaran/kurikulum yang berlaku di sekolah itu.
- Setiap akhir tahun ajaran masing-masing guru mengadakan penilaian cara dan hasil, kerjanya
dengan meneliti kembali hal-hal yang pernah diajarkan (sesuai dengan silabus), untuk selanjutnya
mengadakan perbaikan-perbaikan dalam tahun ajaran berikutnya.
- Setiap akhir tahun ajaran mengadakan penelitian bersama guru-guru mengenai situasi dan kondisi
sekolah pada umumnya dan usaha memperbaikinya. (Sebagai pedoman untuk membuat program
sekolah untuk tahun berikutnya).
C. Syarat-Syarat Kepala Sekolah
Telah kita maklumi bahwa tugas kepala sekolah itu sedemikian banyak dan tanggung jawanya
sedemikian besar. Maka tidak sembarang orang patut menjadi kepala sekolah. Untuk dapat menjadi
kepala sekolah harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Di samping syarat yang berupa ijazah (yang
merupakan syarat formal) persyaratan pengalaman kerja dan kepribadian harus dipenuhi pula.
Disamping ijazah dan pengalaman kerja, ada syarat lain yang tidak kurang pentingnya, yaitu
persyaratan kepribadian dan kecakapan yang dimilikinya. Seorang kepala sekolah hendaknya
memiliki kepribadian yang baik sesuai dengan kepemimpinan yang akan dipegangnya. Ia
hendaknya memiliki sifat-sifat jujur, adil dan dapat dipercaya, suka menolong dan membantu guru
dalam menjalankan tugas dan mengatasi kesulitan-kesulitan, bersifat supel dan ramah mempunyai
sifat tegas dan konsekuen yang tidak kaku. Seorang kepala sekolah harus berjiwa nasional dan
memiliki falsafah hidup yang sesuai dengan falsafah dan dasar negara kita.
Jika kita simpulkan apa yang telah diuraikan di atas, maka syarat seorang kepala sekolah adalah
sebagai berikut:
a. Memiliki ijazah yang sesuai dengan ketentuan/peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
b. Mempunyai pengalaman kerja yang cukup, terutama di sekolah yang sejenis dengan sekolah
yang dipimpinnya.
c. Mempunyai sifat kepribadian yang baik, terutama sikap dan sifat-sifat kepribadian yang diperlukan
bagi kepentingan pendidikan.
d. Mempunyai keahlian dan pengetahuan yang luas, terutama mengenai bidang-bidang
pengetahuan pekerjaan yang diperlukan bagi sekolah yang dipimpinnya.
e. Mempunyai ide dan inisiatif yang baik untuk kemajuan dan pengembangan sekolahnya
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tugas kepala sekolah sebagai administrator yaitu sebagai berikut : Membuat perencanaan,
Menyusun struktur organisasi sekolah , Mengatur kepegawaian dalam organisasi sekolah, Sebagai
koordinator dalam organisasi sekolah
Tugas kepala sekolah sebagai supervisi : Pembinaan kurikulum sekolah dan Pembagian tugas
kepada guru
Saran
Adapun saran yang disampaikan penulis yaitu diharapkan kepada pembaca agar mempergunakan
makalah ini sebagai bahan kajian dalam memahami administrasi pendidikan khususnya masalah
fungsi dan tanggungjawab kepala sekolah sebagai administrator dan superior pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
1. Baharuddin, Yusak, 1998, Administrasi Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia
2. Drs. M. Ngalim Purwanto dkk. 1981. Adiministrasi Pendidikan, Jakarta:
Mutiara
Like Share
Top Comments
35 people like this.
5 shares



Yen Puspita Benar banget banget bangettt
Like Reply 2 6 December 2013 at 20:35

Bcl-leniiy'iingin Slallubersamanya Clapclap'bumbum mantap
Like Reply 1 27 November 2013 at 10:15

Adi Saputra tank you
Like Reply 1 22 November 2013 at 20:17

Sareequed Hambuerg thank..........
Like Reply 1 15 November 2013 at 22:30

Ceepaezhaa Adtjach tingkiyu
Like Reply 1 12 November 2013 at 19:31

Usman Sirojudin Kepala sekolah adalah guru yg diberi tugas tambahan, berati tugas pokoknya sebagai guru ya ?
Bila jam tatap muka guru wajib 24 jam , maka kepala sekola sekolah berapa 24 jam dikurangi tugas tambahan
sebagai kepala sekolah, maka berapa jam kepala sekolah masuk kelas ?
Like Reply 2 1 December 2013 at 23:45

Ayong Cie Manjah Trima kasih banuak infonya yan semoga selalu mendapzt perlindungan Allah Swt. Amin
Like Reply 27 April at 08:58

Sahril Sidik Stju
Like Reply 16 April at 21:16

Sigit Hadi Subroto Seandainya kepala sekolah seperti diatas , damai rasanya bekerja. Tdak ada rasa takut dan
tertekan....
Like Reply 13 March at 09:24

Makhal Udin super sekali
Like Reply 7 March at 07:48

Nasar Mild trims penjelasannya.....
Like Reply 3 March at 03:51

Matt Rahmat mendingan jadi guru aja lah...jadi kepsek hanya akan menambah dosa..tentunya dosa2 yg tdk terasa...
Like Reply 26 February at 15:38

Matt Rahmat mendingan jadi guru aja lah...jadi kepsek hanya akan menambah dosa..tentunya dosa2 yg tdk terasa...
Like Reply 26 February at 15:38

Angins Barata makasih
Like Reply 21 February at 15:56

Suparno Ino mhon maaf numpang txa apakah peran fungsi dan tanggung jawab bsa dijadikan satu variabel dalam
penelitian
Like Reply 13 February at 16:04

Latif Dwi
terimakasih
Like Reply 28 January at 18:44

Patimah Barkat Mantap
Like Reply 1 January at 14:36


WAJAH SEKOLAH ADA PADA
KEPALA SEKOLAH
Posted on Maret 23, 2007 by Endang Kandar Standar
Biasanya di awal tahun ajaran baru para orang tua menjadi pusing memikirkan kelanjutan pendidikan
putera-puteri mereka. Berhadapan dengan biaya sekolah yang mahal dan beban ekonomis yang berat
rasanya tak kuat lagi hidup di dunia ini. Alhasil, mereka cenderung memilih sekolah negeri.
Kalau pun ada sekolah swasta maka lebih sering putera-puterinya diarahkan kepada sekolah-sekolah
swasta yang gencar promosinya, walaupun belum mengetahui apa yang sebenarnya yang ada dan
akan terjadi. Ada juga orang tua yang sering mengklarifikasi eksistensi sekolah dan kemajuannya
sehingga melihat prospek sekolah sebagai wacana utama sebelum menjatuhkan pilihan.
Namun sedemikian urgennya wacana mengenai kemajuan sekolah tidaklah lebih urgen bila orang
memberikan atensinya pada kiprah kepala sekolah. Eksplorasi argumen dapat diberikan pada
pernyataan ini.
Pertama, kepala sekolah adalah pelaksana suatu tugas yang sarat dengan harapan dan pembaharuan.
Kemasan cita-cita mulia pendidikan kita secara tidak langsung diserahkan kepada kepala sekolah.
Optimisme orang tua yang terkondisikan pada kepercayaan menyekolahkan putera-puterinya pada
sekolah tertentu tidak lain berupa fenomen menggantungkan cita-citanya pada kepala sekolah.
Peserta didik dapat belajar dan membelajarkan dirinya hanya karena fasilitasi kepala sekolah.
Seonggokan aturan dan kurikulum yang selanjutnya direalisasiakan oleh para pendidik sudah pasti
atas koordinasi dan otokrasi dari kepala sekolah. Singkatnya, kepala sekolah merupakan tokoh
sentral pendidikan.
Kedua, sekolah sebagai suatu komunitas pendidikan membutuhkan seorang figur pemimpin yang
dapat mendayagunakan semua potensi yang ada dalam sekolah untuk suatu visi dan misi sekolah.
Pada level ini, kepala sekolah sering dianggap satu atau identik, bahkan secara begitu saja dikatakan
bahwa wajah sekolah ada pada kepala sekolahnya. Di sini tampak peranan kepala sekolah bukan
hanya seorang akumulator yang mengumpulkan aneka ragam potensi penata usaha, guru, karyawan
dan peserta didik; melainkan konseptor managerial yang bertanggungjawab pada kontribusi masing-
masingnya demi efektivitas dan efiseiensi kelangsungan pendidikan. Akhirnya, kepala sekolah
berperanan sebagai manager yang mengelola sekolah. Sayang sekali kalau kedua peran itu yakni
sebagai tokoh sentral dan manajer dalam sekolah diharubirukan oleh ketakmampuan mengatasi aneka
krisis yang ada dalam sekolah.
Manajer di Sekolah
Mengimbangi krisis yang ada, kepala sekolah tidak hanya dituntut sebagai educator dan
administrator, melainkan juga harus berperanan sebagai manajer dan supervisor yang mampu
menerapkan manajemen bermutu. Indikasinya ada pada iklim kerja dan proses pembelajaran yang
konstruktif, berkreasi serta berprestasi.
Manajemen sekolah tidak lain berarti pendayagunaan dan penggunaan sumber daya yang ada dan
yang dapat diadakan secara efisien dan efektif untuk mencapai visi dan misi sekolah. Kepala sekolah
bertanggung jawab atas jalannya lembaga sekolah dan kegiatannya. Kepala sekolah berada di garda
terdepan dan dapat diukur keberhasilannya.
Pada prinsipnya manajemen sekolah itu sama dengan manajemen yang diterapkan di perusahaan.
Perbedaannya terdapat pada produk akhir yang dihasilkan. Yang dihasilkan oleh manajemen sekolah
adalah manusia yang berubah. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak berpengalaman
menjadi berpengalaman, dari yang tak bisa menjadi bisa. Sedangkan sasaran manajemen perusahaan
itu pada kualitas produksi benda-benda mati. Jadi, manajemen sekolah berandil kuat pada
pembentukan kualitas manusia yang merupakan generasi penerus bangsa. Atensi masyarakat yang
telah teralienasikan akibat propaganda wacana teknologi dalam pembelajaran harus segera diobati
dengan mengedepankan wacana kualitas kepala sekolah. Realitas sekolah itu dimanage oleh kepala
sekolah bukan pada kata-kata para marketer yang mengejar target siswa demi perolehan bonus.
Para ahli manajemen seperti Michael A. Hitt & R. Duane Ireland & Robert E. Hoslisson (1997,18)
melihat bahwa salah satu input strategis bagi langkah maju perusahaan adalah membentuk konsep
yang berbasiskan sumber daya manusia demi suatu profitabilitas yang tinggi. Tak ada salahnya
konsep ini dipakai di sekolah. Secara sederhana dapat diterjemahkan bahwa keberhasilan sekolah
tergantung pada teknik mengelola manusia-manusia yang ada di sekolah untuk suatu keberhasilan
yang tak terukur nilainya yaitu pemanusiaan manusia dalam diri peserta didik dan penghargaan bagi
rekan-rekan pendidik sebagai insan yang kreatif dan peduli akan nasib generasi penerus bangsa.
Tujuh kegiatan pokok yang harus diemban kepala sekolah yakni merencanakan, mengorganisasi,
mengadakan staf, mengarahkan/orientasi sasaran, mengkoordinasi, memantau serta menilai/evaluasi.
Melalui kegiatan perencanaan terjawablah beberapa pertanyaan: Apa yang akan, apa yang
seharusnya dan apa yang sebaiknya? Hal ini tentu berkaitan dengan perencanaan reguler, teknis-
opersional dan perencanaan strategis (jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang). Kepala
sekolah mulai menggarap bidang sasaran yang mungkin sebelumnya sudah dikaji secara bersama-
sama.
Dalam kegiatan perencanaan, garapan bidang sasaran itu dibagi, dipilah, dikelompokkan serta
diprioritaskan. Pusat perhatian dan pemikiran tertuju kepada pertanyaan: Bagaimana membagi,
memilah dan mengelompokkan sasaran itu sehingga dapat diselesaikan? Tentu saja atas hasil
pertimbangan partisipatif yang menghengkangkan persepsi keliru mengenai meeting sama dengan
pemberitahuan.
Pada kegiatan selanjutnya yaitu pengadaan staf, yang dilakukan adalah berpikir tentang siapa yang
diperlukan dan dipercayakan dalam bidang garapan itu masing-masingnya setelah dipilah-pilah dan
diprioritaskan. Adakah dan siapakah orangnya dan bagaimana mengikutsertakannya?
Pertanyaan mengenai kejelasan siapa yang harus mengarahkan dan dari siapa pengarahan/petunjuk
itu didapatkan dilakukan pada tahap pengarahan/orientasi sasaran. Apa yang harus diberitahukan?
Bagaimana mengerjakannya? Kapan mulai dan kapan selesai?
Kemudian dalam tahap pengkoordinasian yang harus dilakukan adalah menjadwalkan waktu
pengerjaannya agar masing-masing bagian dapat mulai dan selesai pada waktunya. Di sini ada
keharusan bagi yang diserahi tugas menggarap bagian-bagian tertentu kembali mempertanyakan
kapan harus mulai dan kapan harus mempertanggungjawabkannya. Mereka harus memperhitungkan
secara matang dan tepat mengenai waktu yang harus digunakan selama proses garapan berlangsung.
Hal ini bukan berarti kalau terkejar deadline maka pekerjaan harus urak-urakkan.
Kepala sekolah dapat mengetahui bagaimana proses pengerjaan itu terlaksana sesuai rencana, cara,
hasil dan waktu penyelesaian. Kegiatan ini dapat dipantau agar memperoleh informasi perkembangan
yang aktual. Antisipasi pun bisa dilakukan terhadap hal-hal yang tak sesuai dengan rencana.
Untuk penilaian atau evaluasi, kepala sekolah dapat memperoleh kesesuaian rencana dengan realitas
melalui eksplorasi pertanyaan-pertanyaan. Apakah hasil yang diperoleh sesuai dengan yang
direncanakan? Adakah perbaikan yang dapat dilakukan? Pada tahap ini kepala sekolah dapat
memberikan penghargaan kepada mereka yang berprestasi dan pembinaan bagi mereka yang gagal
atau kurang berprestasi. Sangat lucu kalau supervisi kepala sekolah hanyalah kewajiban dari Diknas
dan hasilnya digunakan sebagai alasan pemecatan bagi rekan-rekannya.
Seorang manajer sekolah bertanggung jawab dan yakin bahwa kegiatan-kegiatan yang terjadi di
sekolah adalah menggarap rencana dengan benar lalu mengerjakannya dengan benar pula. Oleh
karena itu visi dan misi sekolah harus dipahami terlebih dahulu sebelum menjadi titik tolak prediksi
dan sebelum disosialisasikan. Hanya dengan itu kepala sekolah dapat membuat prediksi dan
merancang langkah antisipasi yang tepat sasaran. Selain itu diperlukan suatu unjuk profesional yang
kelihatan sepele tetapi begitu urgen seperti kemahiran menggunakan filsafat pendidikan, psikologi,
ilmu kepemimpinan serta antroplogi dan sosiologi.
Guru dan Siwa adalah Mitra Kepala Sekolah
Penggunaan School Based Management (Manajemen Berbasis Sekolah) oleh Pemerintah Indonesia
dalam kerangka meminimalisasi sentralisme pendidikan mempunyai implikasi yang signifikan bagi
otonomi sekolah. Hal itu berarti sekolah diberikan keleluasaan untuk mendayagunakan sumber daya
yang ada secara efektif. Oleh karena implikasi itu maka sekali lagi peran kepala sekolah sangat
dibutuhkan untuk mengelola manusia-manusia yang ada dalam organisasi sekolah, termasuk
memiliki strategi yang tepat untuk mengelola konflik. Kepala sekolah akan berhadapan dengan
pribadi-pribadi yang berbeda karakter.
Yang penting baginya adalah mempunyai pemahaman yang tangguh akan hakikat manusia.
McGregor (1960) berasumsi bahwa manusia tidak memiliki sifat bawaan yang tidak menyukai
pekerjaan. Di bawah kondisi tertentu manusia bersedia mencapai tujuan tanpa harus dipaksa dan ia
mampu diserahi tanggung jawab. Urgensitasnya bagi kepala sekolah adalah menerapkan gaya
kepemimpinan yang partisipatif demokratik dan memperhatikan perkembangan profesional sebagai
salah satu cara untuk memotivasi guru-guru dan para siswa.
Selain itu berlandaskan teori Maslow (1943), kepala sekolah juga disentil dengan persepsi bahwa
guru dan siswa berkemungkinan memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda. Yang pasti mereka
akan mengejar kebutuhan yang lebih tinggi yakni interaksi, afiliasi sosial, aktualisasi diri dan
kesempatan berkembang. Oleh karena itu, mereka bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih
keras. Kiat kepala sekolah adalah memikirkan fleksibilitas peran dan kesempatan, bukannya otoriter
dan semau gue. Demi kelancaran semua kegiatan itu kepala sekolah harus mengubah gaya
pertemuan yang sifatnya pemberitahuan kepada pertemuan yang sesungguhnya yakni mendengarkan
apa kata mereka dan bagaimana seharusnya mereka menindaklanjutinya.
Sekolah dan Wajah Kepala Sekolah
Dalam hal kekurangberhasilan wajah sekolah mungkin tepat dilekatkan pada kepala sekolah. Bahkan
bukan sekedar melekatkan melainkan suatu konsekuensi kiprah regulasi kepala sekolah. Ibarat
nahkoda yang menjalankan sebuah kapal mengarungi samudera, kepala sekolah mengatur dan
memanajemeni segala sesuatu yang ada di sekolah. Dengan demikian, yang harus bertanggung jawab
atas kandasnya sebuah sekolah dan gagalnya peserta didik adalah kepala sekolah.
Apabila sekolah menuai keberhasilan maka kinerja kepala sekolah telah terukur. Semakin banyak
orang yang menikmati kepuasan batin, yakni dihargai, diberdayakan dan prestatif adalah tanda-tanda
kemajuan bagi kepala sekolah. Nahkoda sekolah telah mendekatkan keberhasilan para penumpang
pada wilayah tujuan yang ingin diraihnya. Peserta didik merasa enjoy dan betah bila berada di
sekolah. Proses pembelajarannya telah menjadikan peserta didik lebih manusiawi dan semakin
menemukan diri mereka sendiri. Para guru mempunyai sense of belonging yang tinggi akan sekolah.
Kualitas sekolah dirajut dan dipertahankan. Bukan tidak mungkin hal-hal itu secara tidak langsung
memikat para pengembara idealis untuk memasukkan anak-anaknya pada sekolah yang bermutu itu.
Namun keberhasilan itu bukan semata keberhasilan kepala sekolah melainkan keberhasilan semua
orang yang terlibat dalam kegiatan manajemen sekolah. Sebagai satu kesatuan, para penggarap
manajemen telah mampu menunjukkan kerja yang kualitatif dan kooperatif. Keberhasilan masing-
masingnya adalah juga keberhasilan kepala sekolah. Wajah sekolah ada pada kepala sekolah.
Bab 1- Pendahuluan
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Proses pendidikan merupakan sebuah proses yang dengan sengaja dilaksanakan semata
semata bertujuan untuk mencerdaskan. Melalui proses pendidikan akan terbentuk sosoksosok
individu sebagai sumber daya manusia yang akan berperan besar dalam proses pembangunan bangsa
dan negara. Oleh karena itu peran pendidikan demikian sangat penting sebab pendidikan merupakan
kunci utama untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.[1]
Hubungan antar proses pendidikan dengan terciptanya sumber daya manusia merupakan
suatu hubungan logis yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini sesuai dengan pengertian pendidikan itu
sendiri. Mc. Donald memberikan rumusan tentang pendidikan : is a process or an activity which
is directed at producing desirable in the behavior of human beings.[2] Pendidikan
adalah suatu proses atau kegiatan yang bertujuan menghasilkan perubahan
tingkah laku manusia.Secara sederhana,
perubahan tingkah laku yang terjadi disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tiga unsur meliputi
unsur kognitif, afektif dan psikomotor ( Taksonomi Bloom ).
Pendapat lainnya, yaitu pendapat Mc. Donald yang didalammnya sejalan dengan pendapat Winarno
Surakhmad yang mengemukakan bahwa:
Pendididkan atau dipersempit dalam pengertian pengajaran, adalah satu usaha yang bersifat
sadar tujuan, dengan sistematis terarah pada perubahan tingkah laku. Menuju ke kedewasaan
anak didik. Perubahan itu menunjuk pada suatu proses yang harus dilalui. Tanpa proses itu
perubahan tidak mungkin terjadi, tanpa proses itu tujuan tak dapat dicapai. Dan proses yang
dimaksud di sini adalah proses pendidikan.[3]
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989, menyebutkan bahwa :
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. [4]
Dari beberapa pengertian tentang pendidikan sebagaimana dikutif tersebut di atas sangat jelas
bahwa pendidikan suatu kegiatan dalam upaya untuk mengubah tingkah laku objek didik ke arah
positif. Pendidikan merangkum segi-segi intelektual, afektif dan psikomotorik manusia, juga
menyentuh cipta rasa dan karsa. Pendidikan juga merangsang pikiran-pikiran, perasaan dan kehendak
manusia untuk bertindak secara bijaksana dengan mempertimbangkan lingkungan.
Pada dewasa ini, upaya-upaya pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan telah menjadi
bahan wacana dan pemikiran para pakar pendidikan di
Indonesia sehubungan dengan masih sangat rendahnya mutu pendidikan pada saat ini. Mutu
pendidikan yang diharapkan pada setiap jenjang sekolah, mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK),
Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Menengah
Umum/Kejuruan (SMU/SMK), sampai dengan Perguruan Tinggi (PT), minimal dapat mencapai
tingkat ketercapaian tujuan pendidikan berdasarkan pada standar-standar tertentu.
Penetapan standar kompetensi siswa sebagai standar pencapaian minimal dari hasil proses
pendidikan dilatarbelakangi oleh suatu harapan agar dapat tercipta pemerataan mutu minimal sebagai
hasil proses pendidikan pada sekolah menengah umum. Hal ini menunjukkan satu
kenyataan bahwa hasil pendidikan diIndonesia
setelah lebih setengah abad kemerdekaannya, masih belum mencapai hasil yang
diharapkan. Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional sangat menyadari tentang
kenyataan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, seperti pernyataan berikut ini :
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu
pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan., khususnya pendidikan dasar dan menengah.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, . . . Namun
demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata.
Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup
menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan.[5]
Kondisi pendidikan di Indonesia sebagaimana disebutkan di atas, apabila dihubungkan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Abdul Manan Akhmad mengenai : Proyeksi Pergeseran Mutu
Sekolah Menengah Umum Tahun 1999/2000 2003/2004 dengan indikator pengukuran
berdasarkan Nilai Ebtanas Murni, menyimpulkan bahwa :
Menjelang berakhirnya Repelita VI masih banyak jumlah SMU yang rata-rata NEM-
nya tergolong dalam klasifikasi sangat kurang dan kurang. Ini menjadi pertanda masih
adanya kesenjangan antara mutu yang hendak dicapai dengan mutu yang dapat dicapai
sampai saat ini.[6]
Berbicara mengenai keterpurukan mutu pendidikan di Indonesia dengan berbagai indikatornya,
memang tidak akan habis-habisnya. Tetapi yang lebih penting dari pada itu adalah bagaimana cara
mengatasinya.
Konfrensi yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 23-24 Pebruari 1999 yang dihadiri
Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia dengan tema :Pendidikan Indonesia Mengatasi Krisis-
Menuju Pembaharuan, melahirkan beberapa
rangkuman diskusi dalam hubungannya dengan persoalan pendidikan di Indonesia antara lain
mengenai perlunya pemahaman dan pengkajian tentang visi, misi dan tujuan pendidikan nasional.[7]
Visi pendidikan nasional secara makro adalah terwujudnya masyarakat madani sebagai bangsa dan
masyarakat Indonesia baru dengan tatanan kehidupan yang sesuai dengan amanat Proklamasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia melalui proses pendidikan. Masyarakat Indonesia baru tersebut
memiliki sikap dan
wawasan keimanan dan akhlak tinggi, kemerdekaan dan demokrasi, toleransi dan menjunjung hak
azasi manusia, dan punya pemahaman serta berwawasan global, sedangkan visi mikro pendidikan
nasional adalah terwujudnya individu manusia Indonesia baru yang memiliki sikap dan
wawasan keimanan dan akhlak tinggi, kemerdekaan dan demokrasi, toleransi dan menjunjung hak
azasi manusia, saling pengertian dan berwawasan global. Untuk mencapai visi pendidikan nasional
tersebut, dijabarkan misi pendidikan nasional yang menjangkau rentang waktu jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang.[8]
Pertanyaan penting yang harus dicari jawabannya adalah : Apa dan bagian mana yang salah
dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia selama ini ?
Berdasarkan pengamatan dan anilisis yang dilakukan, Departemen Pendidikan Nasional
menyimpulkan sebagai berikut :
.sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami
peningkatan secara merata. Faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan
nasional menggunakan pendekatan education production function atau input-output
analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen Faktor kedua, penyelenggaraan
pendidikan nasional dilakukan secara sentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi Faktor ketiga ,
peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan
selama ini sangat minim.[9]
Untuk meningkatkan mutu pada bidang pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
mutu masukan pendidikan, mutu sumber daya pendidikan, mutu guru dan pengelola pendidikan,
mutu proses pembelajaran, sistem ujian dan pengendalian mutu, serta kemampuan pengelola
pendidikan untuk mengantisipasi dan menangani berbagai pengaruh lingkungan pendidikan.[10]
Tanpa mengabaikan peranan faktor penting lainnya, mutu guru telah ditemukan
oleh berbagai studi sebagai faktor yang paling konsisten dan kuat
dalam mempengaruhi mutu pendidikan.[11] Bahkan salah satu poin dari hasil Konfrensi Khusus
Antar Pemerintah mengenai status guru yang diselenggerakan Oleh UNESCO/ILO pada tahun 1966
di Paris menyebutkan bahwa :
Harus diakui bahwa kemajuan dalam pendidikan dan sebagian besar bergantung kepada
kewenangan dan kemampuan staff pendidikan pada umumnya dan kepada mutu paedagogis
serta teknis insani dari guru-guru seorang demi seorang. [12]
Guru yang bermutu adalah mereka yang mampu membelajarkan murid secara efektif, sesuai dengan
kendala, sumber daya, dan lingkungannya. Di lain pihak, upaya menghasilkan guru yang bermutu
juga merupakan tugas yang tidak mudah. Mutu guru juga berarti
tenaga pengajar yang mampu melahirkan lulusan yangbermutu, sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan berbagai jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Di lain
pihak, mutu guru sangat berkaitan dengan pengakuan
masyarakat akan status guru sebagai jabatan profesional.
Sikap keragu-raguan terhadap mutu profesi guru dewasa ini sering terlontar dikalangan masyarakat,
merupakan akibat dari persiapan tenaga guru yang belum memadai. Banyak pihak yang
mengungkapkan bahwa mutu profesi guru cenderung belum didasarkan pada konsep yang jelas dan
konsisten agar memperoleh pengakuan khusus dari masyarakat. Untuk menjawab tantangan ini,
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
dalam kongresnya yang ke XIII diJakarta telah menghasilkan keputusan penting bagi peningkatan
citra dan mutu guru, yaitu Kode Etik Guru. Kode Etik Guru merupakan pedoman dasar bagi guru
dalam melaksanakan tugas profesinya. Uraian Kode Etik Guru sebagai berikut :
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya
yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuruan profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid masyarakat disekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu martabat
profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan.[13]
Dari pengalaman selama ini dalam meningkatkan kemampuan guru diperoleh kesimpulan
bahwa guru yang bermutu ialah mereka yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai
kapasitasnya sebagai pendidik. Dalam studi tersebut ditemukan bahwa guru yang bermutu diukur
dengan empat faktor utama yaitu : (1) kemampuan profesional; (2) upaya profesional; (3) waktu yang
dicurahkan untuk kegiatan profesional; dan (4) kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya.[14]
Dalam hubungannya dengan permasalahan yang diangkat sebagai
bahanpenelitian, yaitu permasalahan yang berhubungan dengan unsur personil sekolah,
yaitu guru. Guru sebagai tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan
kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan atau memberikan pelayanan
teknis dalam bidang pendidikan.[15] Guru harus secara efektif memberikan dorongan dan bantuan
pencarian informasi pendukung tesis moralitas global. Belajar informasi oleh guru, dimaksudkan
bukan sebatas penyediaan bahan pengajaran bagi pemenuhan kebutuhan emosi dan kesadaran siswa,
tetapi juga membentuk sikap mandiri dan mempengaruhi perilaku kehidupan serta disiplin sekolah
mereka.[16]
Guru merupakan unsur penting dan berpengaruh dalam proses pendidikan dan pengajaran. Tenaga
guru merupakan tenaga yang penting yang tidak boleh, tidak ada. Bagaiamanapun baiknya
unsur lain, tetapi bila tidak didukung oleh unsur guruyang profesional maka pelaksanaan program
pendidikan tidak akan berjalansebagaimana mestinya. Kunci keberhasilan pelaksanaan program
pendidikan dan pengajaran sangat ditentukan oleh guru yang melaksanakan proses pembelajaran
secara profesional.
Guru yang memiliki profesionalisme tinggi akan tercermin dalam sikap mental sarta komitmennya
terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui berbagai cara dan strategi. Guru
akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga
keberadaannya senantiasa memberikan makna profesional.[17]
Kata profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diberi arti bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keakhlian (keterampilan, kejuruan, dsb.) tertentu.[18] Profesionalisme adalah
sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi
untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan profesionalnya.[19]
Sikap profesional dan perilaku guru akan mewarnai bentuk-bentuk proses pembelajaran yang
terjadi. Guru sebagai pengemban tugas langsung bertatap muka dengan siswa dapat membimbing
aktivitas belajar siswa, dan harus mampu menciptakan suasana belajar yang dapat mendorong siswa
belajar dengan baik.
Sikap guru pada proses pembelajaran cenderung mempengaruhi perilaku guru dalam mengajar,
sedangkan perilaku guru dalam mengajar akan mempengaruhi siswa dalam belajar. Tingkah laku
guru akan mempengaruhi tingkah laku siswa. Siswa secara terus menerus mereaksi sikap, nilai dan
kepribadian guru. Bila sikap guru terhadap pengajaran negatif, guru cenderung melakukan tugas
mengajar menjadi sekedarnya dan tidak serius. Hal ini akan mempengaruhi pula kepada suasana
belajar siswa di kelas. Siswa menjadi kehilangan motivasi untuk belajar. Akibatnya hasil belajar
siswa menjadi tidak memuaskan. Lain halnya dengan keadaan sikap positif pada proses
pembelajaran, guru akan cenderung melakukan tugas mengajar dengan baik sesuai dengan tugas dan
tanggung jawab yang diembannya. Dampaknya sangat positif bagi situasi belajar siswa sehingga
diharapkan akan berdampak positif bagi hasil belajarnya.
Hubungan guru-siswa merupakan hal yang tidak dapat dihindari dari kegiatan pengajaran.
Keduanya berada pada satu situasi dan kondisi yang sama dengan tujuan mengubah (guru) dan
berubah (siswa). Antara guru dengan siswa harus terjadi interaktif yang harmonis dan serasi.
Sikap guru terhadap pelaksanaan tugas profesional dalam kegiatan pengajaran dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor, baik faktor dari dalam maupun faktor dari luar. Faktor dari luar yang dapat
mempengaruhi dan membentuk sikap guru pada proses pembelajaran, diantaranya adalah bagaimana
persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah. Unsur
tersebut berkemungkinan sangat besarpengaruhnya terhadap pelaksanaan tugas profesional dalam
kegiatan pembelajaran sebab kepala sekolah merupakan pimpinan sekolah dan atasan langsung daru
guru-guru.
Hal inilah yang mendorong untuk dilakukan penelitian dengan harapan pengetahuan tentang hal
tersebut dapat mendorong terciptanya sikap positif guru terhadap proses pembelajaran. Dengan
demikian diharapkan sikap positif guru terhadap proses pembelajaran dapat mendorong pula
terciptanya iklim proses pendidikan dan pengajaran di kelas yang dapat memperlacar pencapaian
tujuan yang diharapkan, yaitu out put yang bermutu.
A. Identifikasi Masalah
Sikap guru terhadap proses pembelajaran, akan mewarnai perilaku guru dalam melaksanakan tugas
mengajar. Sedangkan mengajar merupakan tugas utama seorang guru yang wajib berdampak positif
untuk dirinya dan siswa, baik guru berperan sebagai fasilitator, pembimbing maupun sebagai
pencipta lingkungan belajar. Proses pembelajaran itu merupakan proses interaksi akademis antara
guru dan siswa ditempat, pada waktu dengan isi yang diatur sedemikian rupa oleh sekolah dengan
aspek-aspek pokok yang terddiri dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Kelancaran proses pendidikan dan pengajaran di sekolah banyak ditentukan oleh sikap dan perilaku
guru dalam melaksanakan tugas mengajar. Persepsi guru terhadap kepemimpinan sekolah
diperkirakan berpengaruh pula terhadap bagaimana perilaku kepala sekolah dalam memimpin guru-
guru dan pegawai lainnya di sekolah, misalnya apakah guru merasa bahwa kepala sekolahnya dalam
memberikan tugas-tugas tertentu kepadanya diikuti dengan arahan-arahan yang jelas dan konsisten;
apakah guru-guru merasa bahwa kepala sekolahnya cukup memberikan bimbingan kepada guru-guru
dalam melaksanakan tugas; apakah guru merasa bahwa kepala sekolahnya bertindak cukup baik
dalam mengawasi guru-guru dalam bertugas.
Kondisi sebagaimana disebutkan di atas, memang memungkinkan menjadi bahan wacana
sehubungan dengan adanya beberapa tipe kepemimpinan. Tipe-tipe kepemimpinan menurut Manley
Jones seperti dikutif oleh Lindung Hutagalung terdiri atas tiga tipe kepemimpinan, yaitu :
1. Otokratik, pemimpin yang betindak keras, kekuasaan terpusat dan bawahan dianggap harus
mengikuti kemauannya atau hanya sebagai pengikut yang melaksanakan apa yang
diperintahkan.
2. Demokratik, yaitu pemimpin yang mengikut sertakan bawahan didalam pengambilan
keputusan (terutama sebagai sumber informasi) dan kesepakatan merupakan dasar
kepemimpinannya.
3. Lepas tangan (leisse fair), yaitu pemimpin yang menyerahkan hampir seluruh
kepemimpinannya pada bawahannya. Di sini paling berperan adalah bawahan.[20]
Berdasarkan uraian tersebut di atas timbul pertanyaan, benarkah persepsi guru terhadap
kepemimpinan kepala sekolah mempunyai hubungan yang berarti dengan sikap guru pada proses
pembelajaran. Kepemimpinan kepala sekolahyang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi kegiatan
kepala sekolah dalam mengarahkan, membimbing, memotivasi dan mengawasi guru-guru dalam
bertugas.
Dari uraian di atas maka masalah-masalah yang timbul dapat diidentifikasikan sebagai
berikut :
1. Tipe dan gaya kepemimpinan yang bagaimanakah yang dapat mendorong terbentuknya
sikap positif guru pada proses pembelajaran ?
2. Mengapa kepemimpinan Kepala Sekolah dapat mempengaruhi sikap guru pada proses
pembelajaran ?
3. Apakah kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan faktor dominan yang menyebabkan
baik atau buruknya sikap guru pada proses pembelajaran ?
4. Mengapa faktor kepemimpinan Kepala Sekolah dan guru dapat menentukan kualitas
pendidikan ?
5. Seberapa besarkah pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap pembentukan
sikap guru pada proses pembelajaran ?
6. Apakah sikap guru pada proses pembelajaran sebagai penyebab langsung baik atau
buruknya pencapaian hasil pembelajaran ?
7. Benarkah terbentuknya sikap guru pada proses pembelajaran dipengaruhi oleh faktor
kepemimpinan Kepala Sekolah dan lingkungan kerja ?
8. Benarkah kondisi rendahnya kualitas pendidikan pada saat ini, salah satu diantaranya
disebabkan oleh buruknya sikap guru pada proses pembelajaran ?
C. Pembatasan Masalah
Melaksanakan proses pembelajaran yang ditandai dengan terjadinya proses
kegiatan belajar-mengajar di sekolah merupakan salah satu kegiatan utama dari tugas
profesional seseorang yang berprofesi sebagai guru. Dua tugas lainnya menurut Dr. Nana
Sudjana adalah sebagai pembimbing dan administrator kelas.[21]
Sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan
melaksanakan pengajaran. Dalam tugas ini guru dituntut memiliki seperangkat
pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, disamping menguasai iolmu atau bahan
yang akan diajarkannya. Sebagai pembimbing memberi tekanan kepada tugas dalam
memberikan bantuan kepada siswa dalam pemecahan masalah yang dihadapinya. Tugas
ini merupakan tugas mendidik sebab tidak hanya berkenaan dengan
penyampaian ilmu pengetahuan tetapi juga menyangkut pengembangan
kepribadian dan pembentukan nilai nilai para siswa. Sebagai administrator kelas, pada
hakikatnya merupakan jalinan antara ketatalaksanaan bidang pengajaran dan
ketatalaksanaan pada umumnya. Tetapi ketatalaksanaan bagi seorang guru lebih
mengutamakan ketatalaksanaan bidang pengajaran.[22]
D. Sudjana S. menjelaskan bahwa secara ideal, pendidik diantaranya guru,
pembimbing, pelatih, penyuluh, tutor, pamong praja berperan sebagai fasilitator bagi
peserta didik dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan
pembelajaran pada program-program pendidikan sekolah. Keterlibatan itulah yang
membedakan antara satu dengan lainnya. Sedangkan guru dalam pendidikan pada
umumnya berperan utama dalam kegiatan mengajar, karena program dan materi pelajaran
sering disusun dan ditentukan oleh pihak luar.[23]
Walaupun kegiatan pengajaran merupakan tugas pokok profesi guru, ternyata dalam
pelaksanaannya tidak luput dari banyak faktor yang mempengaruhi sehingga tingkat
kelancaran dalam mencapai tujuan yang diharapkanpun terpengaruh pula. Faktor yang
mungkin mempengaruhinya adalah faktor sikap guru itu sendiri. Sikap guru pada proses
pembelajaran mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
faktor intern maupun faktor ekstern, seperti kebutuhanindividu,
kepribadian, informasi yang diperoleh mengenai objek sikap, kelompok tempat individu
berafiliasi, kepemimpinan kepala sekolah dan lingkungan kerja.
Penelitian terhadap semua aspek yang mempengaruhi sikap guru pada proses
pembelajaran sulit dilakukan sekaligus karena banyak faktor yang mungkin
mempengaruhinya. Penelitian ini dibatasi pada dua faktor yang mungkin berpengaruh
sekali terhadap sikap guru pada proses pembelajaran, yakni persepsi guru terhadap
kepemimpinan kepala sekolah dan persepsi guru terhadaplingkungan kerja sekolah.
Dengan kata lain, penelitian ini mencakup tiga variabel, yaitu : Pertama, persepsi guru
terhadap kepemimpinan kepala sekolah (X1) sebagai variabel bebas; Kedua, sikap guru
pada proses pembelajaran (Y) sebagai variabel terikat.
Aspek-aspek yang diteliti berkenaan dengan kepemimpinan kepala sekolah dibatasi
pada kegiatan kepala sekolah dalam mengarahkan, membimbing, memotivasi, dan
mengawasi guru-guru dalam bertugas.
Penelitian dilaksanakan di SMU Negeri di Kabupaten Kuningan. Meskipun di
Kabupaten Kuningan terdapat beberapa SMU Swasta, peneliti berpendapat bahwa
perbedaan pengelolaan SMU Negeri dengan SMU Swasta akan berpengaruh terhadap
sikap dan perilaku guru-guru yang diangkat oleh yayasan penyelenggara SMU Swasta.
Untuk menghindari perbedaan-perbedaan tersebut, penelitian ini hanya dilaksanakan di
SMU Negeri.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan
masalah, maka persoalan yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut : Apakah terdapat hubungan antara persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala
sekolah dengan sikap guru pada proses pembelajaran di SMU Negeri Kabupaten
Kuningan.
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap seluas-luasnya tentang sebagian dari faktor yang
erat kaitannya dengan sikap guru pada proses pembelajaran. Hasil penelitian yang dapat terungkap
diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam mengatasi persoalan rendahnya kualitas
pendidikan, khususnya untuk :
1. Dinas Pendidikan, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan yang membawahi
seluruh persekolahan, dalam penyusunan berbagai program terutama program yang
erat kaitannya secara langsung dengan peningkatan kualitas pendidikan menjadi lebih
terarah dan tepat sasaran.
2. Kepala Sekolah, diharapkan dapat menciptakan iklim kepemimpinan yang dapat
menunjang terhadap kelancaran proses pendidikan dan pembelajaran yang dapat
memberikan kontribusi terhadap upaya pencapaian tujuan yang diharapkan.
3. Bagi guru-guru, diharapkan dapat dijadikan sebagai motivasi untuk dapat menghasilkan
out put yang bermutu melalui proses pembelajaran bermutu pula.
4. Hasil penelitian ini pun diharapkan dapat merangsang peneliti-peneliti lain untuk
mencoba mengungkapkan lebih jauh mengenai aspek-aspek lain yang berhubungan
dengan sikap guru pada proses pembelajaran.
5. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan dan masukan kepada
semua pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan.

[1] Sintong Silaban (ed.). 1993. Pendidikan Indonesia Dalam Pandangan Lima Belas Tokoh
Pendidikan Swasta, Bagian IV, Jakarta: Dasamedia Utama, h., 65
[2] Mc. Donald. 1995. Education Psychology, San Francisco: Wadsworth Publising Company,
Inc.h.4-6
[3] Winarno Surakhmad. 1979. Metodologi pengajaran Nasional, Bandung: Jemmars, h. 13
[4] Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pasal 1
[5] Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, h. 3
[6] Abdul Manan Akhmad. 1999. Proyeksi Pergeseran Mutu Sekolah Menengah Umum Tahun
1999/2000- 2004/2004, Jurnal Pendididkan dan Kebudayaan, Tahun ke-5, No. 020, Badan Peneliti
dan Pengembangan, Depdiknas, Jakarta, h. 105
[7] A. Azis Wahab. 1993. Pokok-pokok Pikiran Tentang Model Alternatif Implementasi Pendidikan
Dalam Rangka Desentralisasi dan Otonomi DaerahProyek Peningkatan MutuSMU Jawa Barat,
h., 3
[8] A. Azis Wahab, loc. cit.
[9] Depdiknas. 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
[10] Wardiman Djojonegoro, op. cit., h. 374
[11] Wardiman Djojonegoro, op. cit., h. 375; Depdikbud. 1999. Pembinaan Profesi Guru dan
Psikologi Pembinaan Personalia.. Materi Pelatihan Calon Kepala Sekolah, Jakarta, h. 8; Badan
Penelitaian dan Pengembangan, Depdiknas.. 1999. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, h. 6;
Program Pasca Sarjana, UHAMKA. 2000. Matahari, Jurnal Pendidikan & Manajemen PPs
UHAMKA, Vol. I, No. 4, h. 17
[12] Hasil Konferensi Khusus Antar Pemerintah Mengenai Status Guru, UNESCO/ILO, 21
September s.d. 5 Oktober 1966 di Paris
[13] Keputusan Kongres PGRI ke-XII, 21 s.d. 25 Nopember 1973 di Jakarta. Disempurnakan pada
Kongres PGRI ke-XVI, Tahun 1989 di Jakarta.
[14] Wardiman Djojonegoro, op. cit., h. 375
[15] Undang-Undang Republik Indonesia, op. cit., pasal 27
[16] Idochi Anwar. 2000. Adminiatrasi Pendidikan, Teori, Konsep & Issu, Program
Pascasarjana UPI, h., 10 11
[17] Materi Latihan Calon Kepala Sekolah, op. cit., h., 5
[18] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 3001, h. 877
[19] Materi Latihan Calon Kepala Sekolah, loc. cit.
[20] Lindung Hutagalung, Lili Ruslia. 1990. Dasar-dasar Manajemen, STHB, Bandung, h. 79
[21] Nana Sudjana. 1987. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, h. 14
[22] Ibid., h. 15


Bab 1- Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan global dan era informasi memacu bangsa Indonesia untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, karena dengan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan
modal utama dalam pembangunan di segala bidang sehingga diharapkan bangsa Indonesia
dengan sumber daya manusianya dapat bersaing dengan bangsa lain yang lebih maju.
Dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pendidikan
memiliki peranan yang sangat penting, yang diperlukan bagi pembangunan di segala bidang
kehidupan bangsa, terutama mempersiapkan peserta didik menjadi aktor IPTEK yang mampu
menampilkan kemampuan dirinya, sebagai sosok manusia Indonesia yang tangguh, kreatif,
mandiri, dan profesional di bidangnya, sebagaimana tujuan pendidikan nasional, dalam GBHN
adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju,
tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab,
produktif, sehat jasmani dan rohani.[1]
Dengan ketahan dan kemandirian seseorang diharapkan bangsa Indonesia mampu
menghadapi tantangan global di segala bidang. Mereka diharapkan bisa (1) meningkatkan nilai
tambah, (2) dapat mengarahkan perubahan struktur masyarakat ke arah yang positif, (3) bisa
bersaing dalam era globalisasi, dan (4) dapat menghindari penjajahan dalam penguasaan
Iptek.[2] Kesiapan tersebut merupakan salah satu wujud harapan yang ditekankan oleh para
menteri pendidikan 9 negara berependuduk terbesar di New Delhi yang memuat enam peran
pendidikan, yaitu : (1) ikut menggalang perdamaian dan ketertiban dunia, (2) mempersiapkan
pribadi sebagai warga negara dan masyarakat, (3) pendidikan yang merata dan menyeluruh, (4)
menanamkan dasar-dasar pembangunan yang berkelanjutan dan pelestarian lingkungan, (5)
mempersiapkan tenaga kerja untuk pembangunan ekonomi, sehingga pendidikan perlu dikaitkan
dengan kebutuhan dunia kerja, dan (6) berorientasi pada penguasaan dan pengembangan Iptek.[3]
Selanjutnya output dari setiap sekolah atau lembaga pendidikan yang ada diharapkan bisa
memasuki dunia kerja yang nyata sesuai dengan kemampuan dan keterampilan hidup yang
dimiliki, sehingga tidak menyebabkan banyak pengangguran di mana-mana. Hal ini merupakan
tuntutan bagi kompetensi seseorang yang harus mereka kuasai. Negara-negara maju, seperti
Amerika, Inggris, Australia, dan Selandia Baru telah merumuskan tujuh kompetensi yang
diperlukan oleh dunia kerja. Kompetensi tersebut berupa : (1) kemampuan untuk mengumpulkan,
menganalisa, dan menyusun informasi, (2) kemampuan untuk berkomunikasi, (3) kemampuan
untuk merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan, (4) kemampuan untuk bekerja sama
dengan orang lain dalam suatu tim kerja, (5) kemampuan untuk mempergunakan teknik dan
logika matematika, (6) kemampuan untuk memecahkan masalah, dan (7) kemampuan untuk
memanfaatkan teknologi.[4]
Menyaksikan kenyataan tersebut telah tergambar betapa pentingnya suatu pendidikan yang
harus dimiliki seseorang, sehingga tidak terpuruk pada keadaan dunia yang semakin berat dan
penuh tantangan. Sebagaimana kita ketahui pendidikan pada hakekatnya proses interaksi antara
pendidik dengan peserta didik, yang bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Hal ini menuntut upaya pelaksanaan pendidikan yang berkualitas dari semua
jenis dan jenjang pendidikan.
Prioritas upaya peningkatan mutu pendidikan, pada dasarnya dititikberatkan pada tiga faktor
utama :
1. Mutu dan jumlah sumber daya pendidikan untuk mendukung proses belajar mengajar.
2. Mutu proses belajar mengajar dalam konteks pelaksanaan kurikulum dan pembelajaran
peserta didik.
3. Mutu keluaran pendidikan, dalam artian pengetahuan, sikap dan keterampilan para peserta
didik.
Mutu pendidikan yang telah dikaji secara makro, menunjukkan bahwa masih terdapat
kesenjangan, ditinjau dari segi pengelolaan sumber-sumber pendidikan, baik yang berasal dari
dalam sekolah maupun dari luar sekolah, sehingga diharapkan budaya mutu tertanam di
sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme.[5]
Titik picu mutu pendidikan dapat ditinjau dari konsep pendidikan sebagai sistem, yaitu
pendidikan yang bermutu muncul karena output yang bermutu, output yang bermutu hanya bisa
dihasilkan melalui proses yang bermutu, proses yang bermutu dipengaruhi oleh faktor mutu input
baik instrumen input, environmental input, maupun input kemampuan dasar siswa,
kepemimpinan dan kinerja guru.
Pada era mutu ini, manajemen pendidikan sudah saatnya menyediakan suatu kondisi yang
dapat menumbuhkembangkan kreativitas dan inovasi pada satuan pendidikan sebagai gugus yang
terdepan tempat terjadinya pengalaman pembelajaran. Pembinaan kualitas pendidikan harus
terjadi pada tingkat manajemen persekolahan (mikro). Karena itu sistem pembinaan harus
dimulai pada manajemen ditingkat mikro yang dapat mengembangkan partisipasi tenaga
kependidikan di sekolah, serta dapat menciptakan iklim organisasi yang kondusif.
Manajemen pendidikan yang bermutu tidak terlepas dari kemampuan kepala sekolah.
Kepala Sekolah sebagai pimpinan di unit kerjanya harus disertai dengan beberapa kualifikasi
yang melekat pada tugas dan fungsinya, yaitu profesiosnalisasi dalam pekerjaannya, sebagaimana
dikemukakan Sanusi, bahwa usaha peningkatan kemampuan manajerial sekolah harus
didukung oleh profesionalisasi pekerjaan administrasi sekolah yang membuat para pejabatnya
benar-benar menjadi administrator karir.[6]
Dalam kedudukannya sebagai pemimpin, kepala sekolah bukan sekedar pelaksana atas
berbagai kebijakan, melainkan sebagai penanggung jawab penuh secara profesional dalam
manajemen sekolah, demi tercapainya prestasi sekolah yang diharapkan, karena sekolah yang
efektif, bermutu, dan favorit , tidak lepas dari peran seorang kepala sekolahnya. Pada umumnya
sekolah tersebut dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang efektif.[7]Sehingga kepemimpinan
kepala sekolah mengarah kepada kepemimpinan situasional.
Selanjutnya perilaku tugas dan hubungan yang merupakan titik pusat konsep kepemimpinan
situasional menurut Miftah Thoha :
- Perilaku Tugas ialah suatu perilaku seorang pemimpin untuk mengatur dan
merumuskan peran-peran dari anggota-anggota kelompok atau para pengikut;
menerangkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh masing-masing anggota, kapan
dilakukan, dimana melaksanakannya, dan bagaimana tugas-tugas itu harus
dicapai. Selanjutnya disipati oleh usaha-usaha menciptakan pola organisasi yang
mantap, jalur komunikasi yang jelas, dan cara-cara melakukan jenis pekerjaan
yang harus dicapai.
- Perilaku hubungan ialah suatu perilaku seorang pemimpin yang ingin memelihara
hubungan-hubungan antar pribadi di antara dirinya dengan anggota-anggota
kelompok atau para pengikut dengan cara membuka lebar-lebar jalur-jalur
komunikasi, mendelegasikan tanggung jawab, dan memberikan kesempatan pada
para bawahan untuk menggunakan potensinya. Hal semacam ini disifati oleh
dukungan sosioemosional, kesetiakawanan, dan kepercayaan bersama.[8]
Apabila peran kepala sekolah sebagai pemimpin tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya dan dengan dukungan profesionalitas yang tinggi, serta iklim organisasi sekolah yang
kondusif, maka diharapkan terwujudnya peningkatan kinerja guru, sehingga perjalanan organisasi
dapat sinergis, yaitu guru menjalankan tugas profesi secara benar, bertanggung jawab dan sadar
kualitas, personil lainnya melayani kepentingan stakeholders dengan penuh tanggung jawab dan
disiplin serta berorientasi mutu, fasilitas yang dibutuhkan tersedia secara lengkap dan layak
pakai, iklim organisasi sekolah kondusif dan mendukung keberhasilan proses belajar mengajar
serta siswa dapat belajar dengan tenang, tekun, penuh kejujuran dan keikhlasan serta tanggung
jawab. Apabila gambaran tersebut terjadi, maka pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
prestasi belajar siswa dan peningkatan mutu pendidikan.
Keberhasilan proses belajar mengajar dapat berhasil, dipengaruhi pula oleh hubungan antar
manusia di dalam organisasi atau sekolah, seperti halnya hubungan kepala sekolah dengan guru,
guru dengan guru serta para siswa yang harmonis. Sehingga dengan hubungan yang harmonis
tersebut dapat mewujudkan iklim organisasi sekolah yang mendukung terhadap keberhasilan
proses belajar mengajar dan pencapaian tujuan pendidikan.
Dalam dunia pendidikan, guru mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat tinggi,
yaitu sebagai komponen terdepan yang berperan langsung dalam kegiatan belajar mengajar,
sehingga perlu memiliki semangat kerja dan kemampuan profesional. Kemampuan guru dapat
terlihat dalam cara pengelolaan kelas, penguasaan kurikulu, penggunaan metode dan teknik
pembelajaran, pembuatan administrasi dan evaluasi.
Prestasi kerja guru dalam organisasi pendidikan perlu mendapat perhatian dan perlu
mendapat dukungan oleh semua komponen, seperti kemampuan organisasi, iklim organisasi,
serta perilaku dan gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Kinerja guru yang efektif dipengaruhi oleh beberapa sumber :
1. Sumber individu itu sendiri, diantaranya intelektual, psikologis, fisiologis, demotivasi,
faktor-faktor personalitas, keusangan/ketakutan, prefarasi posisi, orientasi nilai.
2. Sumber dari dalam organisasi diantaranya sistem organisasi, peranan organisasi,
kelompok dalam organisasi, perilaku yang berhubungan dengan pengawasan , iklim
organisasi.
3. Sumber dari lingkungan eksternal organisasi, diantaranya keluarga, kondisi ekonomi,
kondisi hukum, nilai-nilai sosial, peranan kerja, perubahan teknologi, dan
perkumpulan-perkumpulan.[9]
Efektif atau tidaknya kinerja guru perlu mendapat perhatian semua pihak, terutama kepala
sekolah sebagai pengelola pendidikan hendaknya berupaya untuk meningkatkan prestasi kerja
guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah adalah salah seorang penentu keberhasilan mutu
pendidikan. Sebagaimana dikemukakan Dr. Kartini Kartono, Pemimpin selalu menjadi fokus
dari semua gerakan aktivitas usaha dan perubahan menuju pada kemajuan organisasi. Pemimpin
merupakan agen primer untuk menentukan struktur kelompok/organisasi yang dibinanya.
Pemimpin merupakan inisiator, motivator, stimulator, dinamistor dan inovator dalam
organisasinya.[10] Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat tergantung kepada kualitas
kepemimpinan kepala sekolah yang memegang peranan penting dalam berbagai kegiatan di
sekolah.
Kualitas kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah akan mewarnai kualitas kinerja
guru dan tenaga kependidikan lainnya. Kualitas kepemimpinan kepala sekolah dapat dilihat dari
keberhasilan melakukan pengelolaan semua aspek yang berada di sekolah serta memberdayakan
masyarakat untuk mendukung tercapainya tujuan sekolah.
Dalam hubungannya dengan potensi di sekolah yang beragam, kepemimpinan kepala
sekolah cenderung bersifat situasional. Kepala sekolah perlu membaca situasi yang dihadapi dan
menyesuaikan gaya kepemimpinannya sehingga berjalan secara efektif. Kepala sekolah perlu
juga memperhatikan faktor kondisi, waktu dan ruang untuk menentukan gaya kepemimpinan
yang tepat, karena gaya kepemimpinan di suatu sekolah mungkin berbeda dengan di sekolah lain.
Sejalan dengan uraian di atas, maka kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan perlu
berupaya mengelola sekolah sebaik mungkin agar terwujud iklim organisasi yang kondusif,
sehingga pada akhirnya berdampak positif kepada kinerja guru.
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana kepemimpinan kepala sekolah dan iklim organisasi sekolah dalam hubungannya
dengan kinerja guru.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan terdahulu, maka dapat diidentifikasikan
masalah dalam penelitian ini :
1. Bagaimanakah peranan kepemimpinan kepala sekolah dalam menunjang keberhasilan proses
pembelajaran ?
2. Bagaimanakah peranan kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru ?
3. Bagaimanakah peranan kepala sekolah yang kondusif ?
4. Bagaimanakah peranan kinerja guru dalam keberhasilan proses pembelajaran?
5. Apakah kepemimpinan kepala sekolah memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja
guru ?
6. Seberapa besar kepemimpinan kepala sekolah dan iklim organisasi sekolah memberikan
kontribusi terhadap kinerja guru ?
7. Apakah iklim organisasi sekolah memberikan kontribusi terhadap kinerja guru ?
8. Iklim organisasi yang bagaimana yang bisa membangkitkan kinerja guru ?
9. Bagaimana cara membentuk iklim organisasi yang kondusif, yang diinginkan oleh semua
komponen organisasi ?
10. Mampukah kepemimpinan kepala sekolah menciptakan iklim organisasi yang diharapkan ?
11. Kemampuan khusus apakah yang harus dimiliki seorang pemimpin, kepala sekolah, untuk
menciptakan kondisi seperti itu ?
C. Pembatasan Masalah
Sebagaimana diuraikan terdahulu, bahwa kinerja guru dipengaruhi oleh berbagai faktor ,
baik yang bersifat internal maupun eksternal (instrumental input dan environmental input),
namun pada penelitian ini dibatasi pada masalah hubungan kepemimpinan kepala sekolah dan
iklim organisasi sekolah dengan kinerja guru.
Kepemimpinan kepala sekolah dan iklim organisasi sekolah juga merupakan variabel yang
turut serta mempengaruhi kinerja guru, karena kepemimpinan kepala sekolah dengan berbagai
fungsinya yang kompleks akan memberikan arah dan warna tersendiri terhadap iklim organisasi
sekolah.
Dengan kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dan iklim organisasi sekolah yang baik,
yaitu iklim yang mendukung berjalannya organisasi sekolah dengan baik, maka diharapkan
meningkatnya kinerja guru.
Dengan uraian di atas, maka penelitian tentang kepemimpinan kepala sekolah dan iklim
organisasi sekolah, serta hubungannya dengan kinerja guru penting dilakukan dalam rangka
membantu peningkatan mutu pendidikan.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah iklim organisasi yang baik yang dapat menunjang terhadap kinerja guru ?
2. Apakah terdapat hubungan antara iklim organisasi sekolah dengan kinerja guru ?
E. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para kepala sekolah atau pengelola pendidikan dalam
melaksanakan tugas serta upaya meningkatkan kinerja dalam rangka peningkatan kualitas
pendidikan. Selain itu diharapkan pula dapat menambah ilmu pengetahuan, khususnya masalah
kepemimpinan kepala sekolah, iklim organisasi sekolah serta hubungannya denagn kinerja guru.
Selanjutnya diharapkan menjadi bahan masukan bagi para kepala sekolah beserta guru-guru dalam
rangka menciptakan iklim organisasi sekolah yang kondusif, sehingga terciptanya kinerja yang baik
dalam mencapai tujuan pendidikan.
Selain itu kegunaan penelitian ini dapat memberikan gambaran yang nyata akan kepemimpinan
seorang kepala sekolah dengan segenap kelebihan dan kekurangannya dalam memimpin sebuah
organisasi ; gambaran iklim organisasi yang ada sebagai suatu kajian dan pembandingan dengan
situasi dan keadaan yang lain yang ada di organisasi yang lain ; dan bagaimana sesungguhnya kinerja
guru yang diharapkan guna meningkatkan mutu pendidikan. dari gambaran tersebut bisa dijadikan
acuan yang riil dalam upaya mencapai sutu tujuan yang diharapkan dalam suatu organisasi.

[1] GBHN, TAP Nomor : II/MPR/1993
[2] Wardiman Djojonegoro, 1995, Visi dan Strategi Pembangunan Pendidikan untuk Tahun 2020
Tuntutan terhadap Kualitas, Bandung : Mimbar Pendidikan IKIP Bandung.
[3] UNESCO, 1995.
[4] Wardiman Djojonegoro, 1995, Visi dan Strategi Pembangunan Pendidikan untuk Tahun 2020
Tuntutan terhadap Kualitas, Bandung : Mimbar Pendidikan IKIP Bandung.
[5] Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, 2002. Pedoman Implementasi Manajemen Berbasis
Sekolah di Jawa Barat. Bandung.h.37
[6] Sanusi, 1990. Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan.PPS
IKIP Bbandung.h.118.
[7] Soebagioatmodiwiryo, 2000.Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta : PT. Ardadizya-Jaya,
h.145.
[8] Miftah Thoha, 1999. Kepemimpinan dalam Manajemen Suatu Pendekatan
Prilaku.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, h.77
[9] William B. Castetter, 1981. The Personnel Function In Educational Administration. New York :
Mac Milan Publishing Co,h.23
[10] Kartini Kartono, 1998.Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Grafindo Persada.h.12
Bab 2- Deskripsi
A. Deskripsi Teori


1. Kinerja Guru
Kata Kinerja berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan
dariperformance yang berarti pekerjaan, perbuatan, pertunjukan.[11] Menurut kamus Bahasa
Indonesia istilah kinerja dapat diartikan sebagai 1) sesuatu yang dicapai, 2) prestasi yang
diperlihatkan; 3) kemampuan kerja.[12]
Selanjutnya dalam Webster New World Dictionary istilah Performancediartikan sebagai 1)
pertunjukan, 2) prestasi.[13]
Para ahli dalam merumuskan pengertian kinerja mempunyai kesamaan bahwa kinerja adalah
proses pencapaian suatu hasil. Kinerja merupakan tindakan untuk melakukan suatu pekerjaan.[14]
Bateman mengungkapkan kinerja adalah proses kinerja dari seseorang individu untuk
mencapai hasil-hasil tertentu. Dengan demikian, istilah kinerja dapat diartikan sebagai suatu
perbuatan yang ditampilkan oleh seseorang selama atau dalam melakukan aktivitas. Kinerja
merupakan prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau penampilan kerja.
Kinerja sebagai bentuk kemampuan kerja yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap
dalam menghasilkan sesuatu.
Menurut Mondy dan Noe bahwa kinerja dipandang sebagai perpaduan dari (1) hasil kerja (apa
yang yahus dicapai oleh seseorang) dan (2) kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya).[15]
Selain itu Levinson memberikan definisi tentang kinerja yang berupa pencapaian/prestasi
seseorang berkenaan dengan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.[16]
Uraian di atas sedikit banyaknya telah menjelaskan bagaimana yang dimaksud dengan kinerja.
Disebutkan bahwa kinerja merupakan hasil yang dicapai seseorang dengan segenap daya upayanya
berkenaan dengan segala macam tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam mencapai
tujuan yang diharapkan oleh organisasinya.
Dengan sintesa di atas telah memberikan gambaran yang jelas tentang sebuah kinerja.
Berkenaan dengan hal itu kinerja dihubungkan dengan keberadaan seorang guru yang menjadi ujung
tombak pendidikan. Alhasil kinerja seorang guru banyak sekali hubungannya dengan proses belajar
yang terjadi di dalam maupun di luar kelas pada suatu lembaga pendidikan.
Oleh karena itu yang dimaksud dengan kinerja guru adalah hasil yang dicapai seorang guru
dalam mengelola proses belajar mengajar dan usaha-usaha yang dilakukannya dalam menjalankan
tugas dan kewajibannya. Kinerja guru merupakan suatu wujud aplikasi dari segala potensi yang
dimiliki oleh seorang guru. kinerja guru dapat diketahui dari kemampuannya dalam merencanakan,
melaksanakan, mengevaluasi dan melakukan tindak lanjut dalam kegiatan belajar mengajar. Kinerja
guru menunjukkan kemampuan dalam mengintegrasikan tujuan, materi, metode, sarana dan
prasarana, sumber belajar, dan unsur-unsur lainnya yang dapat mendukung dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar.
Kinerja guru dapat dilihat dari kemampuan dalam melaksanakan tugas. Tugas utama seorang
guru adalah mengajar, mendidik dan melatih. Menurut Gordon, guru mempunyai tugas dan pekerjaan
sebagai pekerja kelompok yang menciptakan suasana belajar di kelas dan diluar kelas, sebagai
konselor yang membantu siswa agar mampu mengarahkan dan menyesuaikan diri pada lingkungan
hidupnya, dan sebagai pelaksana penelitian yang berfungsi meningkatkan pelayanan pendidikan dan
pengajaran. George B. Redfern mengemukakan tugas yang harus dilaksanakan oleh guru adalah : 1)
Merencanakan dan mengorganisasikan tugas mengajar; 2) Memotivasi murid; 3) Menggunakan
sumber yang tersedia; 4) Melaksanakan teknik instruksional; 5) Bertanggung jawab terhadap
pertumbuhan proresional; dan 6) Melakukan hubungan dengan orang tua siswa. Sementara itu Gagne
berpendapat bahwa dalam kegiatan belajar mengajar terdapat tiga kemampuan pokok yang dituntut
dari guru yaitu : 1) Merencanakan kegaitan belajar mengajar; 2) Mengelola kegiatan belajar
mengajar; dan 3) Menilai kegiatan belajar mengajar. Sejalan dengan hal tersebut di atas, Uzer Usman
mengemukakan, bahwa guru memiliki banyak tugas, baik tugas yang terikat oleh dinas maupun
tugas di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas-tugas tersebut dikelompokkan dalam tiga jenis
yaitu : 1) Tugas dalam bidang profesi; 2) Mengelola dalam bidang kemanusiaan; 3) Tugas dalam
bidang kemasyarakatan.[17]
Secara umum tugas dapat dibedakan atas tugas personal, tugas sosial, dan tugas profesional.
Tugas profesional berkaitan dengan pribadi guru yang dapat menunjang penampilan sebagai seorang
pemimpin kelas yang berwibawa. Tugas sosial yang berkaitan dengan misi kemanusiaan yang dapat
menunjang hubungan dengan sesama baik hubungan horizontal maupun hubungan vertical. Tugas
profesional berkaitan dengan pelaksanaan peran profesi yang menunjang keberhasilan dalam
interaksi belajar mengajar.
Sejalan dengan tugas di atas, Johnson sebagaimana dikutip
Sanusi dkk mengemukakan tiga aspek performance guru :
1) Kemampuan profesional, mencakup : a) penggunaan pelajaran yang konsep-konsep
dasar keilmuan dari bahan yang diajarkan, b) penguasaan dan penghayatan atas
landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, c) penguasaan proses-proses
kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
2) Kemampuan social, mencakup : kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan
kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.
3) Kemampuan personal guru, mencakup : a) penampilan sikap yang positif terhadap
keseluruhan tugasnya sebagai guru terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta
unsur-unsurnya; b) pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang
seyogyanya dianut oleh guru; c) penampilan upaya untuk menjadikan dirinya
sebagaimana panutan dan teladan bagi para siswanya.[18]
Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, seorang guru harus memiliki kemampuan yang
memadai. Kemampuan tersebut menurut M. Rivai meliputi :
1) Kemampuan pribadi, terdiri dari berbagai pengetahuan /pengertian, keterampilan dan sikap
menjadikannya kepribadian yang untuk yang diperlukan warga negara dan guru yang
baik.
2) Kemampuan khusus/kejuruan, yaitu penguasaan-penguasaan bidang studi tertentu.
3) Kemampuan profesional, mengetahui dan dapat menerapkan dasar-dasar pendidikan dan
teori-teori belajar sehubungan dengan perkembangan dan tingkah laku anak.[19]
Syah dalam Idochi membagi kompetensi guru yang profesional kedalam tiga aspek, yaitu
1) Kompetensi kognitif, meliputi penguasaan terhadap pengetahuan kependidikan, pengetahuan
materi yang diajarkan, dan kemampuan menstranfer pengetahuan kepada para siswa agar dapat
belajar secara efisien dan efektif; 2) Kompetensi afektif, meliputi sikap dan perasaan diri yang
berkaitan dengan profesi keguruan dan pandangan seorang guru terhadap kualitas dirinya; 3)
Kompetensi psikomotorik, meliputi kecakapan fisik umum dan khusus seperti ekspresi verbal dan
non verbal.[20]
Kompetensi tersebut di atas sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai sebagaimana
dikemukakan oleh Bloom. Sasaran yang dimaksud dibagi dalam tiga ranah yang menunjukkan
perilaku ingin dicapai dalam setiap pembelajaran. Secara garis besar dapat dirinci sebagai berikut :
1) Ranah kognitif, terdiri dari : pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sistesis , evaluasi; 2)
Ranah afektif, terdiri dari kemampuan menerima, kemampuan menanggapi, berkeyakinan, penerapan
karya, ketelitian, 3) Ranah psikomotor, terdiri dari : gerak tubuh, koordinasi gerak, komunikasi non
verbal, dan perilaku bicara.[21]
P3G Depdikbud merumuskan sepuluh kompetisi dasar yang harus dimiliki yaitu : (1)
Menguasai bahan ajar, (2) Mengelola program belajar mengajar, (3) Mengelola kelas, (4)
Menggunakan media dan sumber pengajaran (5) Menguasai landasar kependidikan, (6) Mengelola
interaksi belajar mengajar, (7) Menilai prestasi belajar siswa, (8) Mengenal fungsi dan program BP,
(9) Mengenal dan ikut menyelenggaran administrasi sekolah, dan (10) Memahami prinsip-prinsip
penelitian pendidikan dan menafsirkannya untuk pengajaran.
Pada umumnya kinerja guru diukur dari kemampuannya dalam mengajar. Mengajar bukan
sekedar menyampaikan pengetahuan melainkan suatu upaya untuk menciptakan kondisi atau sistem
lingkungan yang mendukung berlangsungnya proses belajar hingga tujuan dapat tercapai.
Engkoswara memberi batasan sebagat berikut :
a. Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan atau ilmu pengetahuan dari seorang guru
kepada murid-muridnya.
b. Mengajar adalah menanamkan sikap dan nilai-nilai, pengetahuan, dan keterampilan
dasar dari seseorang yang telah mengetahui/menguasai kepada orang lain.
c. Mengajar ialah membimbing seseorang atau sekelompok orang supaya belajar
berhasil.[22]
Selanjutnya pendapat lain menurut William H. Buston dalam Mohammad Ali, mengajar
adalah upaya dalam memberi perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada
siswa agar terjadi proses belajar.[23]
Sesuai dengan pandangan di atas, maka pekerjaan mengajar merupakan pekerjaan profesi ,
yang perlu dilakukan oleh seseorang yagn memiliki kemampuan profesional. Lierberman
berpendapat bahwa unsur profesional antara lain :
a. Unsur layanan sosial yang unik, spesifik , dan esensial;
b. Aspek kecakapan intelektual yang ditekankan dalam memberikan layanan ;
c. Persyaratan pelatihan jangka panjang bagi setiap anggota kelompok ;
d. Tanggung jawab yang luas bagi masing-masing praktisi untuk membuat pertimbangan
dan menampilkan perilaku yang selaras dengan batas-batas kompetensinya ;
e. Adanya pengakuan masyarakat terhadap otonomi yang dimiliki ;
f. Penempatan unsur layanan sebagai landasan dalam mengelola dan memikirkan kualitas
kelompok ; dan
g. Masing-masing partisi menjadi anggota suatu organisasi yang luas, mandiri, dan
berhak untuk mengatur dirinya sendiri.[24]
Berhubungan dengan penjelasan tentang mengajar, Nasution, memberikan pengertian bahwa,
mengajar adalah aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak sehingga menjadi proses belajar mengajar.[25]
Proses belajar mengajar yang dilakukan guru harus dapat mengubah situasi menjadi suatu
upaya pertemuan berupa interaksi guru dan siswa, sehingga mewujudkan perasaan yang mendorong
untuk belajar berhasil. Sebagaimana dikemukakan oleh Bobbi de Porter dan Mike Hernacki,
sebelum suatu program dimulai, staf masuk ke dalam masing-masing kelas dan mengubahnya
menjadi suatu tempat, dimana siswa-siswa akan merasa nyaman , terdorong dan mendapat
dukungan.[26]
Untuk mendorong peningkatan kinerja guru, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan,
antara lain : 1) Lokasi kerja yang menarik; 2) Sikap manajer terhadap karyawan; 3) Adanya
pengakuan harga diri; 4) Terjadinya keamanan dan keselamatan kerja; 5) Sikap lembaga terhadap
kompensasi kerja; 6) Adanya komunikasi dan kerja sama yang harmonis; dan 7) Adannya
penghargaan terhadap prestasi dan hasil kerja.
Guru sebagai pendidik dan pengajar mempunyai tanggung jawab moral yang tinggi,
diharapkan memilih komitmen terhadap visi, misi dan tujuan pendidikan, sebagaimana disampaikan
oleh Fasli Jalal dan Deden Supriadi, bahwa dewasa ini harapan masyarakat terhadap pendidikan
yang bermutu semakin meningkat, sejalan dengan semakin luasnya akses pendidikan. Dilihat
dari sudut pandang pemerintah dan yayasan penyelenggara pendidikan, peningkatan harapan
masyarakat tersebut memberikan tantangan baru terhadap dunia pendidikan. pendidikan tidak bisa
lagi hanya didasari niat asal berjalan melainkan harus lebih bermutu dan akuntabel.[27]
Guru sebagai pendidik dan pengajar perlu menyadari bahwa yang dihadapi adalah anak bangsa
yang memiliki perbedaan karakter dan latar belakang, serta perlu memperhatikan perkembangan
siswa baik secara individual maupun secara klasikal, serta perlu menciptakan hubungan yang
harmonis sehingga guru dapat mengelola proses belajar mengajar dan mengelola kelas secara efektif
dan efisien. Hal ini ditegaskan pula dengan pendapat I.G.A.K. Wardani, Keterampilan mengelola
kelas adalah keterampilan dalam menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal guna
terjadinya proses pembelajaran yang selalu serasi dan efektif.[28]
Dalam proses pembelajaran, guru harus dapat mengaplikasikan strategi pembelajaran yang
efektif. Newman dan Logan dalam A. Tabrani Ruslan mengemukakan tentang penyusunan strategi
pembelajaran sebagai berikut : (1) menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan peruilaku
peserta didik, (2) memilih sistem pendekatan belajar mengajar utama yang dipandang paling efektif
guna mencapai sasaran, sehingga dapat digunakan oleh guru sebagai acuan pengembangan; (3)
memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dipandang efektif dan
efisien; (4) menetapkan norma-norma dan batas minimum keberhasilan dalam melaksanakan
pengukuran dan evaluasi hasil belajar siswa.[29]
Kompetensi pokok mengajar guru menurut P3G Depdikbud yaitu : (1) kemampuan
merencanakan pengajaran; (2) kemampuan melaksanakan prosedur mengajar; dan (3) kemampuan
melaksanakan hubungan pribadi.[30]
Ketiga kemampuan atau kompetensi mengajar guru yang diuraikan di atas dijabarkan lebih
spesifik dan operasional sebagai berikut :
1. Kemampuan merencanakan pengajaran : (a) menentukan bahan pembelajaran dan merumuskan
tujuan, (b) memilih dan mengorganisasikan materi, alat bantu, dan sumber , (c) merancang
skenario pembelajaran, (d) merancang pengelolaan kelas, dan (e) merancang prosedur dan
mempersiapkan alat evaluasi.
2. Kemampuan melaksanakan prosedur mengajar : (a) mengelola ruang, waktu, dan fasilitas belajar,
(b) menggunakan strategi pembelajaran, (c) mengelola interaksi kelas, (d) mendemonstrasikan
kemampuan khusus dalam pembelajaran mata pelajaran terterntu, (e) melaksanakan evaluasi
proses dan hasil belajar.
3. Kemampuan melaksanakan hubungan pribadi, di samping kemampuan yang dinilai, turut
menjamin kinerja guru secara optimal adalah hubungan yang harmonis dengan sesama, baik di
sekolah maupun di luar sekolah.
Guru dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai sasaran secara umum yaitu peserta didik agar
menguasai pengetahuan, keterampilan, kepribadian dan tanggung jawab sehingga diperlukan
kemampuan merencanakan pembelajaran, memimpin dan mengelola pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran serta menyempurnakan dan menindaklanjuti hasil penilaian. Sebagaimana Davies
mengidentifikasikan fungsi umum berupa ciri pekerjaan guru sebagai manajer yaitu : (1)
merencanakan pembelajaran, (2) mengorganisasikan untuk mengatur dan menghubungkan sumber-
sumber belajar sehingga dapat mewujudkan pencapaian tujuan secara efisien dan efektif, (3)
memimpin, berkaitan dengan tugas guru untuk memotivasi dabn menstimulasikan murid-muridnya,
(4) mengawasi, berkaitan dengan pekerjaan guru untuk menentukan apakah fungsi dalam organisasi
dan memimpin telah berhasil.[31]
Proses belajar mengajar merupakan proses inti yang terjadi di sekolah sebagai lembaga
pendidikan. belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang
dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
Unsur yang terdapat dalam belajar adalah motif untuk belajar, tujuan yang hendak dicapai dan
situasi yanag mempengaruhi. Sedangkan faktor yang menunjang efisiensi hasil belajar adalah
kesiapan (rediness), minat dan konsentrasi dalam belajar, serta keteraturan waktu dalam belajar.
a. Kesiapan (readiness) merupakan kapasitas (kemampuan potensial) fisik maupun mental untuk
belajar disertai harapan keterampilan yang dimiliki dan latar belakang untuk mengerjakan
sesuatu.
b. Minat dan konsentrasi dalam belajar merupakan dua faktor yan saling berkaitan. Konsentrasi
adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan menyampaikan semua hal lain yang tidak
berhubungan. Minat adalah menunjukkan kesungguhan dalam mengerjakan sesuatu dengan
sungguh-sungguh.
c. Keteraturan waktu; belajar secara teratur dan mengikuti pengaturan waktu yang sudah ditetapkan
secara disiplin sebenarnya dapat mendatangkan keuntungan bagi diri sendiri. Baik dalam hal
akademis maupun fisik dan mental. Secara akademis keteraturan dapat memperbanyak
pembendaharaan ilmu pengetahuan.
Mengajar merupakan aktivitas guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa yang
didasarkan pada kemampuan/kompetemsi mengajar guru yang telah ditentukan.
Kemampuan dasar guru mencakup semua ilmu pengetahuan, keterampilan serta sikap yang
harus dan dapat dilakukan guru dalam penyelenggaraan KBM. Kemampuan dasar merupakan modal
dasar untuk dapat mengajar yang diperoleh selama menjalani pendidikan di LPTK, dan perlu
dikembangkan terus menerus agar menghasilkan kualitas pengajaran terbaik.
Kemampuan dasar tersebut meliputi sepuluh kemampuan dasasr guru sebagai berikut :
a. Penguasaan materi
b. Pengelolaan PBM
c. Penggunaan media dan sumber
d. Pengelolaan kelas
e. Menguasai landasan-landasan kependidikan
f. Mengelola interaksi belajar mengajar
g. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
h. Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan
i. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi
j. Memahami prinsip dan mampu memberikan hasil-hasil penelitian pendidikan untuk keperluan
pengajaran.
Selain hal di atas diperlukan adanya pembinaan dari kepala sekolah sebagai pemimpin
sekaligus supervisor. Sebagaimana tujuan supervisi dalam kurikulum yaitu mengembangkan situasi
belajar mengajar yang lebih baik melalui pembinaan dan pneingkatan potensi mengajar.
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis sintesiskan bahwa, kinerja guru merupakan
kemampuan yang dimiliki seorang guru dalam mengelola proses belajar mengajar dan upaya yang
dilakukan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional.
Bila menelaah penejelasan di atas secara garis besar kinerja guru merupakan hasil yang dicapai
seorang guru dengan segenap daya dan upayanya agar proses pembelajaran yang terjadi di dalam
maupun di luar kelas berjalan dengan baik sehingga diharapkan dapat memenuhi tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
2. Konsep Administrasi Pendidikan
Setiap organisasi menuntut adanya keteraturan pada wadah dan proses yang diwujudkan
melalui administrasi. Di dalam bidang pendidikan, keteraturan itu terwujud melalui administrasi
pendidikan, yang rumusan definisinya menurut para ahli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang.
Administrasi pendidikan menurut Hadari Nawawi adalah, Rangkaian kegiatan atau
keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan
secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama berupa
lembaga pendidikan formal.[32]
Selanjutnya Sutjipto dan Basori Mukti mengemukakan, Administrasi pendidikan mengandung
pengertian proses untuk mencapai tujuan pendidikan. proses itu dimulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pemantauan, dan penilaian.[33]
Dengan pengertian di atas, maka administrasi pendidikan penekanan pada penciptaan proses
kerjasama dalam kegiatan manajerial menuju tercapainya tujuan organisasi yang telah di tetapkan,
sehingga organisasi mampu menciptakan proses kerjasama yang harmonis.
Selanjutnya Engkoswara mendefinisikan Administrasi Pendidikan sebagai berikut :
Administrasi pendidikan ialah ilmu yang mempelajari penataan sumber daya manusia,
kurikulum atau sumber belajar dan fasilitas untuk mencapai tujuan pendidikan secara
optimal dan menciptakan suasana yang baik bagi manusia, yang turut serta dalam
pencapaian tujuan pendidikan yang disepakati. Administrasi pendidikan dasarnya adalah
suatu media belaka untuk mencapai tujuan pendidikan secara produktif, yaitu efektif dan
efisien.[34]
Dalam pencapaian produktivitas pendidikan, diperlukan suatu proses terutama berkenaan
dengan perilaku manusia dalam berorganisasi, karena administrasi pendidikan pada dasarnya alat
untuk menyatukan ide-ide, personal, material dalam pendidikan, baik dilingkungan sekolah maupun
suatu kantor yang mengelola pendidikan di setiap tingkat pendidikan.
Berikut ini Engkoswara memformulasikan Konsepsi Administrasi Pendidikan sebagai berikut :
Garapan PR PL Png
Fungsi M S F M S F M S F
P

Perencanaan
Pelaksanaan
Pembinaan

IDIOGRAFIS

Gambar 1. Konsepsi Administrasi Pendidikan
Keterangan :
PR = Perencanaan M = Manusia
PL = Pelaksanaan S = Sumber Belajar
Png = Pembinaan F = Fasilitas
P = Tujuan Pendidikan
Dalam proses administrasi/Manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh
seorang Manager / Pimpinan. Menurut Nanang Fatah fungsi tersebut :
Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organization), Pemimpin (Leading), dan Pengawasan
(Controling). Oleh karena itu , manajement diartikan sebagai proses merancana, mengorganisasi,
memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi
tercapai secara efektif dan efisien.
Fungsi perencanaan antara lain menentukan tujuan atau kerangka tindakan yang diperlukan untuk
pencapaian tujuan tertentu. Ini dilakukan dengan mengkaji kekuatan dan kelemahan organisasi,
menentukan kesempatan dan ancaman, menentukan strategi, kebijakan taktik dan program. Semua ini
dilakukan berdasarkan proses pengambilan keputusan secara ilmiah.


NOMOTETIS





Fungsi pengorganisasian meliputi penentuan fungsi, hubungan dan struktur. Fungsi berupa tugas-
tugas yang dibagikan kedalam fungsi garis, staf, dan fungsional. Hubungan terdiri atas tanggung
jawab dan wewenang. Sedangkan strukturnya dapat horizontal dan vertikal. Semuanya itu
memperlancar alokasi sumber daya dengan kombinasi yang tepat untuk mengimplementasikan
rencana.
Fungsi pemimpin menggambarkan bagaimana manajement mengarahkan dan mempengaruhi para
bawahan, bagaimana orang lain melaksanakan tugas yang esensial dengan menciptakan suasana yang
menyenangkan untuk bekerja sama.
Fungsi pengawasan meliputi penentu standar, supervisi, dan mengukur penampilan / pelaksanaan
terhadap standar dan memberikan keyakinan bahwa tujuan organisasi tercapai. Pengawasan sangat
erat kaitannya dengan perencanaan , karena melalui pengawasan efektifitas manajement dapat
diukur.[35]
Dengan definisi administrasi pendidikan di atas mengandung pengertian yang hampir sama,
oleh karena itu dapat dikemukakan secara umum yakni suatu cabang ilmu yang mempelajari
penataan sumber daya manusia, kurikulum atau sumber belajar yang telah disepakati, sehingga dapat
mencapai tujuan secara optimal dan tercipta suasana yang harmonis dalam proses pencapaiannya,
dengan upaya yang efektif dan efisien.
Pekerjaan yang efektif menurut Made Pidarta, ialah kalau pekerjaan itu memberi hasil yang
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan semula, dengan kata lain suatu pekerjaan dikatakan efektif,
kalau suatu pekerjaan sudah mempu merealisasikan tujuan organisasi dalam aspek yang dikerjakan
tersebut.[36]Secara lebih khusus Engkoswara mengemukakan bahwa, keberhasilan pendidikan
adalah roduktivitas pendidikan yang dapat dilihat pada prestasi atau efektivitas dan pada
efisiensi.[37]
Sedangkan efisiensi pendidikan atau sekolah dapat dilihat dari (1) kegairahan atau motivasi
belajar yang tinggi, (2) semangat kerja yang besar, (3) kepercayaan berbagai pihak, dan (4)
pembiayaan, waktu dan tenaga yang sekecil mungkin, tetapi hasil yang besar.
Dengan demikian maka proses kegiatan bidang pendidikan dengan melibatkan berbagai potensi
yang diperlukan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan berupa keberhasilan pendidikan peserta
didik. Sebagaimana di kemukakan oleh R. Iyeng Wiraputra.
Disamping guru, murid dan kurikulum, di sekolah biasanya terdapat sejumlah orang
laintermasuk di dalamnya Kepala Sekolah. Apapun kedudukan dan tugasnya akhirnya
kepentingan dalam pengembangan anak didik dan pada dasarnya berkewajiban untuk meningkatkan
proses belajar mengajar tujuan akhir yang harus di kejarnya sama dengan tujuan guru dan tujuan
terhadap keberhasilannya ialah kemajuan anak didik.[38]
Dengan gambaran di atas dalam konteks administrasi pendidikan, di arahkan dalam usaha
merancang, membina, meningkatkan keteraturan dalam organisasi, sehingga iklminya kondusif dan
menunjang kerja sama serta produktivitas yang tinggi dalam mencapai tujuan pendidikan.
3. Kepemimpinan Pendidikan
Dalam ilmu administrasi di perlukan konsep kepemimpinan sebagai suatu bidang kajian ilmu
administrasi yang meninjau tentang kedudukan seseorang yang memberi pengaruh terhadap
organisasi termasuk personil lainnya dalam mencapai tujuan.
Kepemimpinan merupakan ujung tombak organisasi yang mengarahkan orang-orang yang
memberdayakan sumber-sumber lain demi kepentingan organisasi. Untuk memahami kepemimpinan,
berikut ini dikemukakan konsep tentang kepemimpinan.
a. Pengertian Kepemimpinan
Pengertian kepemimpinan menurut George R. Terry, Kepemimpinan adalah kegiatan
mempengaruhi orang-orang, agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok.[39]
Lebih lanjut Wahjosumodjo menyajikan beberapa definisi yang dikutip dari Fred E. Fieldter
dan Martin M. Chemers, sebagai berikut :
1) Leadership is the exercises of authority and the making of decisions(Kepemimpinan adalah
aktivitas para pemegang kekuasaan dan membuat keputusan)[40].
2) Leadership is the initiation of acts that results in a consistent pattern of group interction directed
toward the solution of mutual problems (Kepemimpinan adalah langkah pertama yang hasilnya
berupa pola interaksi kelompok yang konsisten dan bertujuan menyelesaikan problem-problem
yang saling berkaitan)[41]
3) Leadership is the process of influencing group activities toard setting and goal
achievement (Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam
rangka perumusan dan pencapaian tujuan).[42]
Sedangkan menurut Kartini Kartono pengertian pemimpin sebagai berikut : Pemimpin adalah
seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu
mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi
pencapaian satu atau beberapa tujuan.[43]
Mengenai kepemimpinan menurut Howard H. Hoyt, dalam bukunya Aspect of Modern Public
Administration, Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,
kemampuan untuk membimbing orang. Ordway Tead mengatakan kepemimpinan adalah kegiatan
mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.[44]
Menurut Lipham, pengertian kepemimpinan sebagai berikut: leadership as tha behavior of an
individual that initiates a new structure interacion within a social system by changing the goals,
objectives, configurations procedures, inputs, process, or output of the system. (Kepemimpinan
adalah sebagai suatu perilaku individu yang berinisiatif membuat struktur interaktif di antara suatu
sistem sosial dengan melakukan perubahan-perubahan tujuan, objek, prosedur kofigurasi, masukan,
proses, atau keluaran dari sistem)[45]
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan merupakan wujud tingkah laku
individu dalam interaksi dengan system social untuk mencapai suatu tujuan. Tercapai tidaknya tujuan
organisasi sangat tergantung pada kepemimpinan yang diperankan oleh seorang pemimpin.
Agus Dharma mendefinisikan, Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas
seseorang dan sekelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.[46]
Dari berbagai batasan kepemimpinan di atas, para ahli manajemen berpendapat bahwa
kepemimpinan sebagai suatu konsep manajemen didalam kehidupan organisasi mempunyai
kedudukan strategis dan merupakan gejala sosial yang selalu diperlukan dalam kehidupan kelompok.
Suatu kenyataan bahwa dalam kehidupan organisasi, seorang pemimpin memiliki dan
memainkan peranan yang sangat penting dan menentukan sebagaimana dikemukakan Sondang
P.Siagian :
Bahwa pimpinan memainkan peranan yang amat penting, bahkan dapat dikatakan amat
menentukan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Memang
benar bahwa pimpinan, baik secara individual maupun sebagai kelompok, tidak mungkin
dapat bekerja sendirian. Pimpinan membutuhkan sekelompok orang lain, yang dengan istilah
populer dikenal sebagai bawahan, yang digerakkan sedemikian rupa sehingga para bawahan
itu memberikan pengabdian dan sumbangsihnya kepada organisasi, terutama dalam cara
bekerja yang efisien, efektif , ekonomis dan produktif.[47]
Dengan demikian dalam kepemimpinan terdapat faktor-faktor pemimpin, yang dipimpin,
tujuan, aktivitas, komunikasi/interaksi, situasi dan kekuasaan yang dapat ditumbuhkembangkan.
Efektivitas kepemimpinan itu tidak semata-mata tertuju kepada bawahan, namun juga secara vertikal
dan horizontal.
b. Pendekatan dalam Kepemimpinan
Dalam teori kepemimpinan terdapat beberapa pendekatan yaitu:
1) Pendekatan Sifat pada Kepemimpinan (trait approch)
Dalam pendekatan sifat dibahas tentang sifat-sifat yang perlu dimiliki seorang pemimpin atau
dengan kata lain bahwa untuk memahami kepemimpinan adalah dengan mengidentifikasikan sifat-
sifat pemimpin, sifat-sifat ini dimiliki seorang pemimpin yang membedakannya dengan bukan
pemimpin.
Sifat-sifat seperti pemimpin dilahirkan, bukan dibuat, kemudian dikaitkan dengan sifat-sifat
cendikiawan, ketergantungan, pertanggungjawabanm ditambah dengan faktor fisik, kesehatan , dan
sebagainya tidak lagi seluruhnya dapat memperkuat teori sifat, terutama karena macam perilaku yang
membedakan pemimpin yang sukses dengan yang tidak sukses dapat dipelajari dan diperoleh melalui
pengalaman. Sifat-sifat tersebut antara lain :kecerdasan, kedewasaan, dan keleluasaan hubungan
sosial, motivasi diri dan dorongan berprestasi , serta sikap hubungan kemanusiaan.
Terdapat keterbatasan dalam pendekatan sifat-sifat kepemimpinan ini, karena dalam diri
pemimpin terdapat sifat-sifat yang berbeda, tidak dapat diambil generalisasi sifat-sifat yang
diperuntukan bagi semua pemimpin, tetapi hadir berdasarkan situasi, kondisi, dan pribadi masing-
masing pemimpin, sehingga pendekatan ini tidak dapat menjelaskan apa yang menyebabkan
kepemimpinan efektif.
2) Pendekatan Tingkah Laku pada Kepemimpinan
Pendekatan ini mencoba untuk menentukan apa yang dilakukan oleh para pemimpin
efektif, bagaimana mereka mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi dengan
bawahan dan memotivasi bawahan, serta bagaimana mereka menjalankan tugas-tugas dan
sebagainya.
Penelitian-penelitian yang bersumber pada pandangan gaya kepemimpinan (stylisttic approach)
pada umumnya memusatkan perhatiannya pada dua aspek perilaku kepemimpinan, yaitu fungsi-
fungsi dan gaya-gaya kepemimpinan.
Perilaku gaya kepemimpinan biasanya membandingkan antara gaya demokratik dan gaya
perilaku otokratik, tetapi gaya tersebut tidak cukup memuaskan, sehingga kini banyak ahli melirik
pada gaya situasional dalam penerapannya.
c. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Aspek pertama pendekatan perilaku kepemimpinan menekankan pada fungsi-fungsi yang
dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Agar kelompok berjalan dengan efektif, seseorang harus
melakukan dua fungsi utama, yaitu : (1) fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (taskrelated)
atau pemecahan masalah, dan (2) fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (group maintenance) atau
sosial. Funsi pertama menyangkut masukan-masukan berupa saran, pendapat dan informasi bagi
suatu penyelesaian yang tepat, sedangkan fungsi kedua menekankan pada kelancaran tugas kelompok
dan membantu kelompok berjalan lebih lancar melalui persetujuan/kompromi, pencegahan
perbedaan pendapat, konflik dan sebagainya.
Menurut Sondang P.Siagian tingkat penerimaan bawahan terhadap dan pengakuan bagi
kepemimpinan seseorang akan semakin tinggi apabila pemimpin tersebut :
1) Memiliki daya pikat karena pengetahuan, keterampilan, sikap dan tindak tanduk.
2) Tergolong sebagai pemimpin yang pada dasarnya demokratik tetapi sekaligus mampu
melakukan penyesuaian tertentu tergantung pada situasi yang dihadapinya.
3) Menyadari benar makna dan hakikat kebenarannya dalam organisasi yang tercermin pada
kemampuannya menyelenggarakan berbagai fungsi kepemimpinan yang ahrus
diselenggarakannya.
4) Dalam hubungan atasan dan bawahan menseimbangkan struktur tugas yang harus dilakukan
oleh para bawahannya dengan perhatian yang wajar pada kepentingan dan kebutuhan para
bawahan tersebut.
5) Menerima kenyataan bahwa setiap bawahan-seperti juga diri sendiri mempunyai jati diri
yang khas dengan kelebihan dan kekurangannya serta kekuatan dan kelemahannya.
6) Mampu menggabungkan bakat, pengetahuan teoritikal dan kesempatan memimpin dengan
terus berusaha memiliki sebanyak mungkin ciri-ciri kepemimpinan yang ideal.
7) Dengan tetap menggunakan paradigma yang holistik dan integralistik mampu menentukan
skala prioritas organisasi sesuai dengan sifat, bentuk dan jenis tujuan dan berbagai sasaran
yang ingin dicapai.
8) Memperhitungkan situasi lingkungan yang berpengaruh, baik secara positif maupun secara
negatif, terhadap organisasi.
9) Memanfaatkan perkembangan yang terjadi dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa
berinjak dan orientasi manusia sebagai unsur terpenting dalam organisasi.
10) Menemptkan kepentingan organisasi di atas kepentingan diri sendiri seperti tercermin
dalam satunya ucapan darn perbuatan.[48]
d. Gaya-gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan yang ditekankan adalah gaya pimpinan yang berorientasi tugas (task
oriented) dan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada bawahan (employee-oriented).
Pimpinan yang berorientasi tugas menginginkan pekerjaan berjalan lancar tanpa
memperhatikan segi-segi lain dari perasaan dan keterbatasan karyawan, mereka senantiasa
menekankan pada target yang ditetapkan, mengawasi kerja bawahan dan mengabaikan pertumbuhan
dan pembinaan karyawan.
Pemimpin yang berorientasi pada kemanusiaan atau pada karyawan adalah manajer yang
senantiasa memberi motivasi kepada karyawan tentang kerja dan pekerjaannya, memperhatikan segi-
segi kemanusiaan karyawan, menumbuhkan persahabatan dan saling percaya serta mendorong
karyawan berkarir secara baik.
e. Pendekatan Situasional Kontingensi pada Kepemimpinan
Dalam pendekatan situasional (situasional approach) ditemukan bahwa faktor-faktor
determinan yang dapat membuat efektif suatu gaya kepemimpinan sangat bervariasi, tergantung pada
situasi dimana pemimpin berada, karyawan, tugas, organisasi, lingkungan dan pada kepribadian
pemimpin itu sendiri.
f. Pendekatan Jalur Sasaran pada Kepemimpinan
Seperti pendekatan kontingensi yang lain, kepemimpinan model jalur sasaran mencoba
membantu kita untuk memahami dan meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam situasi yang
berbeda.
Pendekatan jalur sasaran didasarkan pada motivasi model harapan, yang menyatakan bahwa
motivasi seseorang tergantung pada harapannya akan imbalan dan valensi, atau daya tarik imbalan
itu, walaupun manajer mempunyai sejumlah cara untuk mempengaruhi bawahan.
Gaya kepemimpinan mempengaruhi imbalan yang tersedia bagi karyawan mengenai jalur
untuk memperolehnya. Seorang pemimpin yang berorientasi karyawan, dan menawarkan bukan
hanya gaji dan promosi, tetapi juga dukungan, dorongan, rasa aman dan rasa hormat.
Teori jalur-sasaran dengan mengidentifikasi dua variabel yang membantu menentukan gaya
kepemimpinan yagn paling efektif : karakteristik pribadi karyawan dan tekanan lingkungan serta
tuntutan di tempat kerja yang harus dihadapi karyawan.
Karakteristik pribadi karyawan : Gaya kepemimpinan yang disukai karyawan sebagian akan
ditentukan oleh karakteristik pribadi mereka. Mereka yang yakin bahwa pribadinya mempengaruhi
organisasi, menyukai gaya kepemimpinan partisipatif, sedangkan apabila mereka yakin bahwa
keberhasilan organisasi tidak ditentukan karakteristik pribadi karyawan lebih suka dengan gaya
otoriter.
Evaluasi karyawan mengenai kemampuan mereka sendiri juga akan mempengaruhi gaya yang
mereka sukai. Karyawan yang memiliki kemampuan senang dengan kebebasan yang diberikan atasan
dan tidak senang diawasi. Sebaliknya karyawan yang kurang memiliki keterampilan mungkin
menyukai pemimpin yang lebih banyak memberikan pengarahan.
Tekanan lingkungan serta tuntutan ditempat kerja; faktor-faktor lingkungan juga banyak
mempengaruhi gaya kepemimpinan yang disukai karyawan. Salah satu faktor tersebut adalah sifat
tugas karyawan. Misalnya, gaya yang terlalu mengarahkan tampaknya berlebihan dan bahkan
menghina untuk tugas yang sangat berstruktur. Akan tetapi bila sifat suatu tugas tidak
menyenangkan, perhatian pimpinan mungkin menambah kepuasan dan motivasi karyawan. Faktor
lain adalah sistem wewenang formal organisasi, yang menjelaskan tindakan mana akan mendapat
persetujuan (misalnya, lebih rendah dari anggaran) dan mana yang tidak akan mendapat persetujuan
(misalnya lebih tinggi dari anggaran). Faktor lingkungan ketiga adalah kelompok kerja karyawan.
Kelompok yang kurang kompak biasanya memperoleh manfaat dari gaya yang mendukung, penuh
pengertian. Sebagai pedoman umum, gaya pemimpin akan memotivasi karyawan sejauh gaya itu
memberikan kompensasi atas apa yang mereka pandang sebagai kekuarangan dalam tugas, sistem
wewenang , atau kelompok kerja.
Menurut para ahli, tipe dasar kepemimpinan adalah a) Otoriter, b) demokrasi, dan c) laissez-
faire. Kepemimpinan otoriter mempunyai karakter sebagai berikut : pemimpin berdasarkan diri pada
kekuatan, kekuasaan, dan wewenang untuk melaksanakan rencana dan disiplin kepada bawahan.
Semua kebijakan ditetapkan oleh pemimpin tanpa dimusyawarahkan dulu sehingga pertanggung
jawabannya pun ada pada pemimpin. Bawahan harus patuh dan setia kepada atasan secara mutlak.
Pemimpin membatasi hubungan dengan bawahan agar tetap mempertahankan suasana hubungan
majikan dan pekerja. pemimpin memperlakukan bawahan sama dengan alat atau mesin. Ia tidak
menghargai harkat dan martabat manusia. Disiplin didasarkan kepada ketakutan dan ancaman.
Pemimpin bertindak sebagai diktator.
Kepemimpinan Demokratis memiliki ciri-ciri sebagai berikut : segala kebijakan merupakan
hasil musyawarah dengan pertanggung jawaban organisasi berada ditangan seluruh anggota.
Penindakan kepada bawahan yang tidak disiplin dan melanggar peraturan dilakukan secara korektif
dan eduktif. Keseluruhan nilai-nilai yang dianut berangkat dari falsafah hidup yang menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia. Mendorong bawahan untuk dapat mengembangkan daya inovasi
dan kreatifitas. Pemimpin cenderung disegani bukan ditakuti.
Kepemimpinan Laissez-faire mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : pengambilan keputusan
diserahkan kepada bawahan sehingga pertanggung jawabannya didistribusikan kepada setiap
anggota. Setiap orang boleh berbuat sekehendak hati, bawahan diberi kebebasan untuk mengerjakan
apa yang mereka inginkan. Aturan yang berlaku tidak jelas, sehingga kontrol sosialpun hampir tidak
ada. Prakarsa dalam menyusun struktur kerja / tugas bawahan sangat minim Kepemimpinan ini
berpandangan bahwa organisasi akan berjalan dengan sendirinya, kaerna anggota organisasi
dianggap sudah mengetahui dan cukup dewasa.
Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, Temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang
unik dan khas. Tingkah laku dan gaya seseorang akan berbeda dengan orang lain. Gaya dan Style
hidupnya ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya.
Sehingga muncullah beberpa tipe kepemimpinan. Misalnya tipe-tipe karismatik, paternalistik,
militeristis, otokratis, laissez faire, populistis, administrative, demokratis.
Pada umumnya perilaku kepemimpinan seseorang cenderung berorientasi kepada pemenuhan
tujuan organisasi (initiating structure) dan atau cenderung berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan
manusia anggota organisasi (consideration) dengan mempertimbangkan bobot kedua kecenderungan
tersebut. Jersey dan Blanchard mengklasifikasikan empat daya kepemimpinan yaitu : 1) Gaya
kepemimpinan instruksi, 2) Gaya kepemimpinan konsultasi, 3) Gaya kepemimpinan partisipasi, 4)
Gaya kepemimpinan delegasi.
Gaya kepemimpinan instruksi ditandai dengan perilaku initiating strukturyang tinggi,
sedangkan perilaku konsiderasi relatif rendah. Pemimpinan yang bergaya instruksi banyak
memberikan pengarahan dan sedikit memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berpartisipasi.
Instruksi yang diberikan terinci secara spesifik dan pengawasannya dilakukan secara ketat. Proses
komunikasi bersifat searah yaitu daria tasan ke bawahan.
Gaya kepemimpinan konsultasi ditandai dengan perilaku initiating structuremaupun
perilaku Considerasi relatif tinggi. Pemimpin banyak memberikan kesempatan kepada bawwahan
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Ia mendengarkan pendapat bawahan dalam
mempertimbangkan keputusan. Pendapat dan keperluan bawahan serta tujuan organisasi menajdi
pusat perhatian.
Gaya kepemimpinan partisipasi ditandai dengan initiating structure relatif rendah
sedangkan perilaku konsiderasi relatif tinggi. Pengawasan dan pengarahan relatif berkurang,
sebaliknya pemimpin lebih banyak mendengar dan memperhatikan saran serta pendapat dari
bawahan. Ia memberikan kesempatan kepada bawahan dalam pengambilan keputusan dan
mendorong bawahan dalam penyelesaian tugas sesuai dengan kemampuannya. Bila perlu pemimpin
ikut berpartisipasi menyelesaikan tugas bawahan mengingat yang bersangkutan belum mampu
melakukannya.
Gaya kepemimpinan delegasi ditandai dengan perilaku initiating structure dan prilaku
konsiderasi relatif rendah. Pemimpin dengan gaya ini banyak mendelegasikan tugasnya kepada
bawahan. Pengambilan keputusan dan tanggung jawab pelaksanaan tugas diserahkan kepada
bawahan. Pemimpin menaruh kepercayaan penuh kepada bawahannya.
Berdasarkan pendekatannya dikenal beberapa jenis pendekatan kepemimpinam, antara
lain pendekatan psikologis, pendekatan sosiologis, danpendekatan tingkah laku. Pendekatan
psikologis menggambarkan bahwa manusia memiliki ciri-ciri keperibadian yang unik. Keunikan
tersebut memungkinkan seseorang memiliki kecenderungan tersebut disetujui orang lain untuk
menjadi pemimpin. Dengan perkataan lain, bahwa orang seperti ini memang ditakdirkan untuk
menjadi pemimpin, menjadi manusia yang benar.
Pendekatan sosiologis mencoba membandingkan secara ekstensif diantara kelompok untuk
mencari perbedaan yang besar dengan mengukur akibat-akibat yang ditimbulkan oleh pemimpin
terhadap kelompok. Dimensi itu diidentifikasikan sebagai ukuran kelompok, homogenitas kelompok,
dan keintiman anggota dalam hubungannya dengan kelompok. Hempil menemukan dua dimensi
yaitu riscidity (Perasaan keterpautan kelompok) dan edonic (perasaan kepuasan anggota). Pendekatan
sosiologis melahirkan konsep-konsep kepemimpinan potensial. Kepemimpinan permisif,
kepemimpinan persuasive, dan kepemimpinan darurat.Pendekatan tingkah laku memandang bahwa
kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat pemimpin.
Menurut Gross dalam Idochi Anwar, ada sembilan fungsi kepemimpinan yaitu menentukan
tujuan, menjelaskan, memilih cara yang tepat, memberikan dan mengkoordinasikan tugas,
memotivasi, menciptakan kesetiaan, mewakili kelompok serta merangsang para anggota untuk
bekerja. Kartini Kartono menyebutkan fungsi kepemimpinan adalah memadu, menuntun,
membimbing, memberi atau membangun motivasi-motivasi kerja mengemudikan organisasi,
menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi yang efisien dan membawa
para pengikutnya kepada yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanan.[49]
Dalam bidang pendidikan, Burhannudin mengklasifikasikan fungsi kepemimpinan pendidikan
menjadi tiga yaitu sebagai berikut :
1) Fungsi yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Artinya pemimpin berusaha
membantu kelompok untuk merumuskan tujuan pendidikan yang memenuhi syarat agar
dapat dijadikan pedoman dan menentukan kegiatan-kegiatan pendidikan.
2) Fungsi yang berkaitan dengan pengarahan pelaksanaan dalam rangka mencapai tujuan
organisasi. Artinya bagaimana pemimpin mampu menggerakan bawahan agar
serangkaian kegiatan pendidikan dapat terlaksana dengan baik. Teknik yang digunakan
meliputi actuating, leading, directing, motivating, staffting;
3) Fungsi yang berhubungan dengan penciptaan suasana kerja yagn mendukung proses
kegiatan administrasi berjalan dengan lancar, penuh semangat, sehat dan kreativitas
yang tinggi. Artinya pemimpin harus menciptakan iklim organisasi yang mampu
mendorong peningkatan produktifitas pendidikan yang tinggi dan kepuasan kerja yang
maksimal.[50]
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kepemimpina itu mencakup pengembangan
kemampuan menyatakan pendapat, pengakuan terhadap kemampuan orang yang dipimpin,
menumbuhkan sikap saling menghargai serta memberikan petunjuk-petunjuk dalam menyelesaikan
masalah.
Secara umum, fungsi kepemimpinan meliputi kegiatan memandu, menuntun, membimbing,
membangun memberi motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan
komunikasi yang baik, memberikan supervisi/ pengawasan yang efisien, dan membawa para
pengikutnya kepda sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan.
Dalam tugas-tugas kepemimpinan, tercakup pula pemberian insentif sebagai motivasi untuk
bekerja lebih giat. Insentif materiil dapat berupa uang, sekuritas fisik, jaminan social, jaminan
kesehatan, presmi, bonus, kondisi kerja yang baik, pensiun, fasilitas tempat tinggal yang
menyenangkan , dan lain-lain. juga bisa diwujudkan dalam bentuk insentif social , berupa promosi
jabatan, status social tinggi, martabat diri, prestise social, respek, dan lain-lain. insentif social disebut
pula sebagai insentif inmateriil.
g. Dimensi-dimensi Kepemimpinan Kepala Sekolah
Antara kepemimpinan dan manajerial tidak dapat dipisahkan. kepemimpinan akan tercermin
dan menjiwai manajer dalam melaksanakan tugasnya. Begitu pula seorang manajer akan lebih efektif
dalam melaksanakan tugasnya bila ditunjang dengan jiwa kepemimpinan yang positif. Pemimpin
dalam memanaje atau mengelola sekolah adalah .. mengatur, agar seluruh potensi sekolah berfungsi
secara optimal dalam mendukung tercapaindya tujuan sekolah. Jadi kepala sekolah mengatur agar
guru dan staf lain bekerja secara optimal, dengan mendayagunakan sarana/prasarana yang dimiliki
serta potensi masyarakat demi mendukung ketercapaian tujuan sekolah.[51]
Dalam satuan pendidikan, Kepala Sekolah menduduki dua jabatan penting untuk dapat
menjamin kelangsungan proses pendidikan sebagaimana yang telah digariskan oleh peraturan
perundang-undangan. Pertama, Kepala Sekolah adalah pengelola pendidikan di sekolah secara
keseluruhan. Kedua, Kepala Sekolah adalah pemimpin formal pendidikan di sekolahnya.
Sebagai pengelola pendidikan, Kepala sekolah bertanggung jawab terhadap keberhasilan
penyelenggaraan kegiatan pendidikan dengan cara melaksanakan administrasi sekolah dengan
seluruh substansinya. Disamping itu Kepala Sekolah bertanggung jawab terhadap kualitas sumber
daya manusia yang ada agar mereka mampu menjalankan tugas-tugas pendidikan. oleh karena itu,
kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas mengembangkan kinerja para personil, teutama
meningkatkan kompetensi profesional para guru.
1) Visi
Visi mutlak harus dimiliki seorang pemimpin yang memiliki kesadaran besar terhadap kualitas.
Pemimpin yang memiliki visi senantiasa ada yang diperbuat padas setiap waktunya. Tidak ada waktu
yang terbuang percuma, begitupun tidak ada kesempatan yang berlalu begitu saja. Pemimpin yang
memiliki visi adalah pemimpin yang hidup bukan untuk saat ini tetapi untuk meraih sesuatu di masa
depan yaitu kualitas pendidikan yang diidamkan. Pemimpin yang memiliki visi adalah pemimpin
yang memiliki wawasan jauh ke depan, berpikiran jernih, dan senang dengan inovasi-inovasi.
Lebih lanjut , Mulyadi menyampaikan bahwa :
Visi adalah kondisi yang akan diwujudkan di masa yang akan datang, menjanjikan
kesejahteraan bagi organisasi melalui penyediaan produk / jasa berkualitas bagi masyarakat.
visi pada dasarnya merupakan perubahan yang akan diwujudkan di masa depan. Visi
memerlukan energi yang luar biasa besarnya untuk mewujudkannya. Oleh karena itu,
perwujudan visi memerlukan perumusan misi, agar pemfokusan energi yang berasal dari
seluruh sumber daya organisasi menghasilkan kekuatan luar biasa uantuk mewujudkan visi.[52]
Masa depan adalah masa kini yang sedang diarahkan oleh manusia itu sendiri. Namun
demikian visi masa depan ini harus dimiliki oleh setiap pendidik terutama kepada sekolah karena
pada sekolahlah masa depan itu diperjelas dan diwujudkan setidak-tidaknya visi masa depan yang
kita kembangkan akan menjadi referensi mngontrol kekuatan-kekuatan yang dapat dijadikan sebagai
benchmark untuk menentukan posisi kita dalam arus globalisasi.
Dalam kaitan ini visi masa depan yang jelas akan memberikan kepad kita wawasan global
(global mindset) yang dapat dijadikan sebagai dasar bertindak bagi kita dalam era globalisasi ini.
Visi merupakan masa datang yang ideal, bisa berupa retensi budaya dan kegiatan yang sedang
berjalan atau bisa pula yang berupa perubahan. Dengan demikian mungkin saja memerlukan
perubahan yang radikal dari organisasi yang sedang berjalan seperti misalnya perubahan dalam
budaya organisasi.
Visi adalah idealisasi pemikiran tentang masa depan organiasi yang merupakan kekuatan
kunci bagi perubahan organisasi yang menciptakan budaya dan perilaku organisasi yang maju dan
antisipatif terhadap persaingan global sebagai tantangan zaman.
Chriss Lee menegaskan tugas kepemimpinan adalah
menjelaskan dan menerjemahkan visi organiasai untuk masa yang akan datang. Memimpin
sekolah pada hakekatnya adalah menciptakan lingkungan sekolah yang kreatif, memberdayakan
guru, dan merekayasa mereka menjadi tugas yang berkualitas. Pimpinan hendaknya dapat
menyadari bahwa keberhasilan pimpinan turut ditentukan oleh tingkat kinerja yang ditunjukkan
oleh seluruh guru yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya.[53]
2) Motivasi
Pemimpin yang dmemiliki motivasi adalah pemimpin yang setiap saat senang dengan
pekerjaannya. Motivasi bisa timbul dari dalam diri pemimpin itu sendiri atau dapat ditimbulkan dari
luar dirinya. Motivasi yang timbul dari dalam diri pimpinan merupakan dorongan kuat yang harus
selalu dimiliki dan hal ini merupakan utama bila dibanding dengan motivasi yang ditimbulkan dari
luar dirinya.
Menurut R. Iyeng Wiraputra,Manajement hanya dapat dijalankan melalui motivasi orang-
orang untuk bekerja mengejar tujuan organisasi. Akan tetapi tidak memungkinkan untuk memahami
motivasi tanpa memperhatikan apa yang diinginkan dan diharapkan orang dari pekerjaannya.[54]
3) Komunikasi dan Negosiasi
Merupakan dua istilah yang sangat dekat. Seorang pemimpin harus menjalin komunikasi
dengan pengikutnya, harus mau dan bisa berkomunikasi. Di samping itu ada hal-hal dalam
komunikasi yang isinya dapat dinegosiasikan yang menyangkut suatu kesepakatan antara pemimpin
dan pengikut. Seni negosiasi adalah seni dan ilmu komunikasi yang dapat mengarahkan pemimpin
untuk menjadi seorang negosiator yang ulung. Kemampuan negosiasi perlu dimiliki agar substansi
yang dikomunikasikan mencapai sasaran yang diinginkan.
4) Tim dan Kerja Sama Kelompok
Tidak ada pemimpin tanpa pengikut. Pengikut bisa berupa individu dan bisa juga kelompok.
Seorang pemimpin harus bisa menciptakan kesatuan dalam kelompok, kerjasama diantara tim, dan
menggalang kekuatan tim. Kemampuan-kemampuan pribadi apabila dikemas dalam bentuk tim yang
kompak dan prosedur kerja yang tepat akan terwujud kemenangan tim.
Menurut Sondang P.Siagian prosedur kerja apabila ditaati oleh semua orang dalam organisasi
akan membawa berbagai akibat positif. Wujud berbagai akibat positif itu , antara lain adalah:
a) Lancarnya koordinasi,
b) Tidak terjadi tumpang tindih atau duplikasi,
c) Terbinanya hubungan kerja yang serasi,
d) Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap orang,
e) Terhindarnya organisasi dari berbagai jenis pemborosan,
f) Lancarnya proses pengambilan keputusan,
g) Terjaminnya keseimbangan antara hak dan kewajiban para anggota organisasi.
Jelaskan bahwa prosedur kerja adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya. Berarti bermakna
tidaknya prosedur kerja itu sangat ditentukan oleh manusia yang menggunakannya. Untuk itu,
manfaat prosedur kerja harus dilihat tidak hanya dan bahkan tidak terutama untuk kepentingan
yang mekanistik dan retualistik, melainkan untuk hal-hal yang bersifat psikologis dan
mental.[55]
5) Komitmen
Nilai komitmen terhadap organisasi adalah menjiwai kerja pimpinan, disamping itu komitmen
tidak hanya diarahkan pada organisasi tapi juga pada perangkat lainnya, seperti komitmen terhadap
tugas, pengikut, kualitas dan sebagainya.
6) Akuntabilitas
Pengejawantahan akan komitmen adalah adanya akuntabilitas dari pimpinan. Akuntabilitas
harus diarahkan konstituensi yang dilandasi prestasi organisasi.
Sebagai pemimpin formal, Kepala Sekolah bertanggung jawab atas tercapainya tujuan
pendidikan melalui upaya penggerakkan bawahan kearah pencapaian tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini Kepala Sekolah bertugas melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, baik
fungsi yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan maupun penciptaan iklim sekolah
yang kondusif bagi terlaksananya proses belajar mengajar secara efektif dan efisien.
Usaha untuk memperdayakan para personal dapat dilakukan melalui pembagian tugas secara
proporsional. Agar kerjasama dan tugas-tugas yang dimaksudkan dapat berjalan secara efektif dan
efisien, diperlukan upaya dari Kepala Sekolah selaku pemimpin untuk mempengaruhi, mengarahkan
dan mengendalikan perilaku bawahan kearah pencapaian tujuan-tujuan pendidikan. di sinilah
letaknya fungsi kepemimpinan dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah.
Menurut Sanusi dalam Idochi kepemimpinan dan pengelolaan (Manajement) sekolah tersebut
menurut Kepala Sekolah memiliki: (1) Kemampuan dan pengetahuan tentang tujuan, proses dan
teknologi yang melandasi pendidikan di setiap jenjang sekolah, (2) Komitmen kepada perbaikan
propesional secara terus menerus. Selanjutnya, Gafar memberi rambu-rambu agar keseluruhan
kegiatan manajement sekolah yang dipimpin Kepala Sekolah digiring untuk menciptakan situasi
dimana anak dapat belajar dengan lebih baik, dan merasa bahwa sekolah adalah tempat yang baik
untuk belajar. Untuk mewujudkan tujuan ini Kepala Sekolah perlu mengubah orientasinya dengan
menggiring keseluruhan fungsi berbagai unsur sekolah menuju satu titik yaitu learning anak
didik.[56]
Mr. William menyatakan bahwa atasan hendaknya mengetahui kekuatan atau kelebihan yang
dimiliki oleh bawahannya dan dapat dimanfaatkannya seoftimal mungkin. Sebaliknya bawahan
hendaknya sadar akan berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam bekerja, dan berupaya untuk
menganalisis sebab-sebab keberhasilan dan kegagalan dan belajar dari keduanya untuk meningkatkan
kinerja supaya menjadi lebih baik. Atasan hendaknya memberi petunjuk tentang bagian-bagian mana
dari kinerja yang harus dikembangkan. Atasan hendaknya menegaskan kembali perannya dalam
melaksanakan bimbingan kepada bawahan sehingga dapat menghasilkan kinerja tinggi.[57]
Dari uraian di atas, maka penulisan sintesiskan bahwa yang dimaksud dengan kepemimpinan
Kepala Sekolah adalah pola yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dalam mempengaruhi, membina
dan membimbing guru-guru di sekolahnya untuk bekerjasama mencapai tujuan bersama, yaitu tujuan
pendidikan di sekolah.
4. Iklim Organisasi Sekolah
Setiap kegiatan di sekolah adalah tanggung jawab para pelaksana yang akan mengarah pada
kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, untuk perluasan dan
pengembangan kegiatan tersebut diperlukan adanya suatu wadah yang lazim disebut organisasi.
Organisasi menurut Chester Bernard, yang dikemukakan Miftah Thoha, Organisasi itu adalah
suatu sistem kegiatan-kegiatan yang terkoordinir secara sadar, atau suatu kekuatan dari dua manusia
atau lebih.[58]
Dengan demikian, setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam suatu organisasi tidak lain
merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan, dan tentunya tujuan ini
dicapai secara efektif dan efisien.
Menurut Nanang Fatah istilah Organisasi mempunyai dua pengertian, yaitu:
Pertama diartikan suatu lembaga atau kelompok fungsional, misalnya, sebuah perusahaan,
sebuah sekolah, sebuah perkumpulan, badan-badan pemerintahan. Kedua, merujuk kepada proses
pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan diantara para anggota, sehingga
tujuan organisasi itu dapat tercapai secara efektif. Sedangkan organisasi itu sendiri diartikan sebagai
kumpulan orang dengan sistem kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam sistem kerja sama
secara jelas diatur siapa menjalankan apa, siapa bertanggung jawab atas siapa, arus komunikasi, dan
memfokuskan sumber daya pada tujuan. Karakteristik sistem bekerja sama dapat dilihat antara lain 1)
ada komunikasi antara orang yang bekerja sama, 2) individu dalam organisasi tersebut mempunyai
kemampuan untuk bekerja sama, dan 3) kerja sama itu ditunjukan untuk mencapai tujuan. Menurut
Chester I. Barnard organisasi mengandung tiga elemen, yaitu 1) kemampuan untuk bekerjasama, 2)
tujuan yang dingin dicapai, dan 3) komunikasi.[59]
Secara fungsional, organisasi merupakan sekolompok manusia yang dipersatukan dalam suatu
kerja sama yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.
Jadi organisasi sebagai proses menetapkan dan mengelompokkan pekerjaan yang akan
dilakukan, merumuskan dan melimpahkan tanggung jawab dan wewenang serta menyusun
hubungan-hubungan dengan maksud memungkinkan orang-orang bekerja sama secara efektif dalam
mencapai tujuan-tujuan. Organisasi merupakan kelompok orang melakukan berbagai aktivitas kearah
suatu tujuan bersama dibawah komando suatu kepemimpinan.
Beberapa pengertian di atas menggambarkan bahwa terdapat beberapa unsur yang mendukung
jalannya suatu organisasi. Diantara unsur-unsur lain adalah : adanya sekompok orang, adanya
aktivitas, adanya tujuan serta sarana dan prasarana lainnya. Unsur-unsur tersebut berfungsi secara
baik dan sinerjis, sehingga terwujud iklim organisasi yang baik.
Keith Davis mengemukakan pengertian iklim organisasi sebagai berikut:
Organization climate is affected by almost everything that ocurs in an organization. The human
enviroument with in an organizations employes do their with (Iklim organisasi dipengaruhi oleh
hampir segala sesuatu yang berhubungan dengan suatu organisasi. Lingkungan kehidupan manusia
yang di dalamnya ada para anggota (pegawai) organisasi yang bekerja untuknya).[60]
Dengan pengertian di atas yang dimaksud iklim organisasi adalah menyangkut iklim yang ada
atau yang dihadapi manusia yang berada dalam suatu organisasi yang mempengaruhi seseorang
dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Lebih lanjut dikemukakan Keith Davis, mengenai
unsur-unsur yang mengkontribusi tercapainya kondisi yang Favourable adalah:
(1) Quality of leadership, (2) amount of trust, (3) communication up ward and down ward, (4)
Feeling of useful work, (5) responsibility, (6) fair reward, (7) reasonable job pressures, (8)
opportuinity (9) reasonable controls, structur and beuraucracy, 10) employee involvement
participation.(1. Kualitas kepemimpinan, 2. Adanya kepercayaan, 3. Komunikasi yang baik
terhadap atasan maupun bawahan, 4. Penjiwaan bekerja, 5. Tanggung jawab, 6. Penghargaan
yang layak, 7. Penekanan kerja yang beralasan, 8. Kesempatan, 9. Birokrasi, struktur, dan
kontrol yang beralasan, 10. Partisifasi keterlibatan pegawai). [61]
Sekolah adalah suatu organisasi yang terdiri dari beberapa unsur yang saling mempengaruhi dan
berkaitan satu sama lain. dalam organisasi yang disebut sekolah, melakukan berbagai macam
aktivitas sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan tersebut melekat pada tujuan sekolah
sebagai organisasi dan juga tujuan yang melekat pada orang-orang yang menjadi anggota atau
penggerak organisasi itu.
Aktivitas atau usaha pencapaian tujuan yang dilakukan oleh sekolah, akan turur dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti masalah kepemimpinan yang terjadi dalam sekolah tersebut, sehingga
juga menentukan bagaimana kondisi atau iklim dari pada organisasinya. Sebagaimana dikemukakan
oleh Milton, bahwa untuk menciptakan iklim organisasi yang efektif salah satu faktor yang
mempengaruhinya adalah kepemimpinan.[62]
Selain itu lingkungan juga mempengaruhi kepada proses pembelajaran di sekolah termasuk
kinerja guru, karena banyak masalah yang berarti bagi lingkungan tersebut. Sebagaimana
dikemukakan oleh H. Udin S. Winataputra bahwa, begitu banyaknya manfaat yang dapat diraih
dari lingkungan sebagai sumber belajar, dan sebenarnya hampir semua isi bidang studi dapat
dipelajari dari lingkungan.[63]
Jadi organisasi sekolah sebagai suatu sistem yang terstruktur, saling berhubungan dan adanya
koordinasi dari pada anggota kelompok akan mempengaruhi terhadap iklim organisasi.
Konsep tentang iklim organisasi telah banyak dikemukakan, dalam hubungannya dengan usaha
menganalisis iklim organisasi sekolah, terutama dalam kaitannya dengan kinerja guru dan pola
perilaku belajar siswa.
Seperti halnya menurut Newel, Iklim itu mencakup keseluruhan sistem kejiwaan dari kelompok
manusia atau organisasi yang meliputi perasaan dan sikap terhadap sistem, subsistem, supra sistem
atau sistem lain dari perorangan, tugas-tugas, prosedur dan konseptuaslisasi. Iklim menunjukkan
kepada hubungan dalam segala situasi, sebagaimana hubungan tersebut dialami oleh orang-orang
dalam situasi itu. Kekhususan dan keunikan inilah yang membedakan iklim suatu organisasi dengan
organisasi lainnya.
Iklim erat kaitannya dengan ciri yang ada pada setiap organisasi, dengan kegiatan organisasi,
dengan perilaku pemimpinnya, dan perilaku para pekerjanya. Umumnya ciri-ciri yang dimiliki oleh
setiap komponen organisasi sangat menentukan bentuk atau jenis iklim yang tercipta.
Dengan uraian di atas, maka dapat penulis sintesiskan bahwa iklim organisasi sekolah,
maksudnya adalah suasana yang tercipta pada suatu sekolah, berupa hubungan personal antara
Kepala Sekolah dengan guru, guru dengan guru serta kepala sekolah, guru dengan murid, lingkungan
sekolah baik fisik maupun non fisik.
B. Kerangka Berfikir
Hubungan Iklim Organisasi Sekolah dengan Kinerja Guru
Hubungan sebagai sistem sosial dalam kehidupan lembaga pendidikan/sekolah meruapakan salah
satu faktor penentu upaya pencapaian tujuan sekolah, khususnya meningkatkan mutu pendidikan
melalui iklim organisasi sekolah yang kondusif dan kinerja yang baik.
Hubungan manusiawi antara personal di sekolah, apakah Kepala Sekolah guru, personal lain dan
murid akan membentuk iklim organisasi sekolah. Hubungan yang baik dan harmonis dan kondusif
antara personal di sekolah akan menambah semangat atau memotivasi setiap orang dalam
melaksanakan tugas, kewajiban atau kegiatannya. Serta menimbulkan ketenangan, rasa aman,
kekeluargaan serta kesadaran akan tugas dan tanggung jawab masing-masing seperti halnya : Kepala
Sekolah melaksanakan tugas kepemimpinan dengan tenang dan baik, guru melaksanakan kewajiban
mendidik dan mengajar sesuai dengan ketentuan, serta karyawan lain bekerja sesuai aturan, juga
siswa belajar dengan baik, bergairah dengan semangat tinggi.
Dengan iklim organisasi sekolah yang kondusif akan memotivasi setiap personal sekolah dan siswa
dalam mencapai tujuan, khususnya peningkatan kinerja guru dan akhirnya prestasi belajar siswa yang
lebih baik, maka dengan demikian diduga terdapat hubungan positif antara iklim organisasi sekolah
dengan peningkatan kinerja guru.
Seperti terlihat pada gambar di bawah ini :

Iklim Organisasi Sekolah Kinerja Guru
Gambar 3. Hubungan antara Iklim Organisasi Sekolah dengan
Kinerja Guru
C. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan deskripsi toritis dan kerangka berfikir yang dikemukakan maka diajukan hipotesis
yaitu terdapat hubungan positif antara Iklim Organisasi Sekolah dengan Kinerja Guru.

[11] WJS. Purwadarminta.1980. Kamus Lengkap.Bandung : angkasa Offset.h.144
[12] Depdikbud. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka. H.503.
[13] Peter Salim. 1993. Websters New World Dictionary for Indonesia Users English
Indonesian. Jakarta : Modern English Press. H.420.
[14] Virgil. K. Rowlan. 1960 Manajerial Profesional Standars. New York The Hadon Craftsmen.
Inc.h.38
[15] Mondy dan Noe, 1991, HumanResource Management, Massachusetts : Allyn & Bacon.
[16] Levinson dalam Cascio, 1992.
[17] Moch. Uzer Usman, 2000, Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya.h.6
[18] Anwar Yasin. 1998. Standar Kemampuan Profesional Guru SD. IKIP Malang.h.204.
[19] M. Rivai. 1982. Aneka Kapita Pendidikan dan Keguruan. IKIP Bandung.h.35.
[20]Of.cit.h.38.
[21] Sugeng Santoso, 2000, Problematik Pendidikan dan Cara Pemecahannya.Jakarta Kreasi Pena
Gading, h.41.
[22] Engkoswara, 1984, Dasar-dasar Metodologi Pengajaran, Jakarta: Bina Aksara,h.1.
[23] Mohamad Ali. 1984. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar.Bandung: Sinar Baru.h.3
[24] Lierberman. 1987. Education as a Profesion.New Jersey : Prentice Hall.h.340.
[25] Nasution, 1977, Didaktik : Azas-azas Mengajar, IKIP Bandung, h.7
[26] Bobbi De Porter dan Mike Hernacki. 2001. Quantum Learning. Membiasakan Belajar Nyaman
dan Menyenangkan. Bandung : Penerbit Kaifa.h.66.
[27] Fasli Jalal dan Dedi Supriadi. 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi
Daerah. Jakarta : Depdiknas-Bapenas-Adicitakaryanusa.h.74.
[28] I.G.A.K. Wardani. 1998. Pemantapan Kemampuan Mengajar.Jakarta : Depdikbud.h.25
[29] A. Tabrani Rusyan. 1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar.Bandung: Remaja
Karya.h.32
[30] Ali Imran. 1995. Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta : Pustaka Jaya.h.169
[31] Ivor.K.Davies 1991. Pengelolaan Belajar. Jakarta : CV. Rajawali.h.35-36
[32] Hadari Nawawi. 1992. Administrasi Personel untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Jakarta :
Masagung, h.245
[33] Sutjipto dan Basori Mukti. 1993. Administrasi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud Dirjen Dikti.h.10
[34] Engkoswara. 1987. Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan.Jakarta: Depdikbud.h.1
[35] Nanang Fatah. 2001. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung .: PT. Remaja Rosda
karya.h.1-2
[36] Made Pidarta. 1988. Manajemen Pendidikan. Jakarta : PT. Bina Aksara.h.21
[37] Engkoswara. 1998. Membina Indonesia Merdeka Melalui pendidikan.Bandung: Yayasan Amal
Keluarga.h.29
[38] R. Iyeng Wiraputra. 1980.Administrasi Pendidikan, Teori, praktek, dan Aspek-aspek
Manusiawi. IKIP Bandung.h.9
[39] Siti Aminah Ansoriah. 1999. Kualitas Kinerja Kepala Sekolah. Tesis PPS IKIP Bandung.h.25
[40] Dubin, 1951.
[41] Humphill, 1954.
[42] Stogdil, 1984, dalam Wahjosumidjo. 1994. Kepemimpinan dan Motivasi.Jakarta :Ghalia
Indonesia.h.21
[43] Kartini Kartono. 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan .Jakarta:PT. Grafindo Persada.h.33
[44] Ibid.h.49
[45] Terry G.R. Principle Of Management.(New York: Richard.D. Irwin,Inc.1977).h.410
[46] Dharma Agus.1992.Organisasi, Perilaku, Struktur dan proses (Terjemahan).
Jakarta:Erlangga.h.99
[47] Sondang P.Siagian.1992.Organisasi Kepemimpinan dan perilaku Administrasi,Jakarta:Gunung
Agung.h.20
[48] Sondang P.Siagian.1994. Teori dan Praktek Kepemimpinan .Jakarta:Penerbit Rhineka
Cipta.h.192
[49] Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir. 2000.Administrasi Pendidikan, Teori, Konsep dan
Isu.UPI Bandung, h.38
[50] Ibid.h.31
[51] Departemen Pendidikan Nasional, 2000, Panduan Manajemen Sekolah,Proyek Peningkatan
mutu Guru Kelas SD Setara D.II Jakarta, h.3
[52] Mulyadi. 1998. Perumusan Misi, Visi , core Biliefss dan Core Values Organisasi.Majalah
Manajemen Usahawan Indonesia. NO. 01/Th.XXVII/Jam98.h.12
[53] Chriss Lee, Edisi June 1990. Beyound Team Work. Training, The Magazine of Human Resource
Development.h.30
[54] R. Iyeng Wiraputra. 1982. Aneka Masalah Pendidikan dan KepemimpinanFakultas Ilmu
Pendidikan . IKIP Bandung.h.111.
[55] Sondang P.Siagian. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara.h.12.
[56] Op.Cit. h. 33
[57] Mr. William. London Heineman. 1972. Performance Appraisal in Management,h. 6
[58] Miftah Thoha. 1983. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya.Jakarta. CV. Rajawali.
H. 111.
[59] Nanang Fattah, 2001. Landasan Pendidikan. Bandung PT. Remaja Karya. H. 71
[60] Keith Davis. Human Behaviour at Work Organijational Behaviour 9Six th Education). Newyork
Mc. Grew-bil Graw-Hil, Inc.
[61] Ibid.
[62] Milton R. Charles. 1981. Human Behaviour in Organizatiaons, three levels of Behaviour New
Jersey, Prentice Inc. 5.
[63] Udin. S. Winataputra, 1998. Strategi Belajar Mengajar, Depdikbud. Jakarta h. 549.
Memuat...

Bab 3- Metodologi Penelitian
A. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk mengungkapkan atau mendapatkan gambaran tentang
hubungan atau pengaruh Iklim Organisasi Sekolah dengan Kinerja Guru.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri di wilayah Kecamatan Lebakwangi, Kabupaten
Kuningan, Propinsi Jawa Barat. Adapun SD yang akan menjadi tempat penelitian dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 1. Daftar Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Lebakwangi
Kabupaten Kuningan
NO NAMA SD KEPALA SEKOLAH JUMLAH GURU
1 Lebakwangi I 1 5
2
Lebakwangi
II 1 5
3
Mekarwangi
I 1 5
4
Mekarwangi
II 0 5
5 Cipetir 1 5
6
Cineumbeuy
I 1 6
7
Cineumbeuy
II 1 6
8 Cinagara I 1 6
9 Cinagara II 1 5
10 Langseb I 1 6
11 Langseb II 1 5
12 Mancagar 1 3
13 Bendungan I 1 4
14 Bendungan II 1 3
15 Sindang I 1 6
16 Sindang II 1 4
17 Pasayangan 1 5
18 Pagundan I 1 7
19 Pagundan II 1 7
20 Manggari 1 4
21
Pajawan
Kidul 0 5
22
Mandala Jaya
I 0 5
23
Mandala Jaya
II 1 4
24 Ciporang I 1 4
25 Ciporang II 1 5
26 Kutaraja 1 5
27
Kuta
Mandarakan 1 5
28 Maleber I 1 5
29 Maleber II 0 5
30 Parakan 1 5
31 Karangtengah 1 5
32
Dukuh
Tengah 1 4
33 Buniasih 1 4
34 Cikahuripan I 0 4
35
Cikahuripan
II 1 3
36 Padamulya I 1 2
37 Padamulya II 1 3
38 Mekarsari 1 4
39 Galaherang I 1 5
40 Galaherang II 0 3
41 Garahaji 1 2
42 Cipakem I 1 2
43 Cipakem II 1 2
44 Cipakem III 1 2
45 Giriwaringin 1 2
46
Mekarwangi
III 1 3

Jumlah
<![if
supportFields]>=SUM(ABOVE)
<![endif]>40<![if
supportFields]><![endif]>
<![if
supportFields]>=SUM(ABOVE)
<![endif]>200<![if
supportFields]><![endif]>
Sumber : Kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Lebakwangi, Kuningan.
Dari tabel di atas diperoleh informasi bahwa di Kecamatan Lebakwangi terdapat 40 orang kepala SD
dan 200 orang guru.
Pengambilan tempat di wilayah kecamatan Lebakwangi disebabkan beberapa hal yang menjadi
pertimbangan, yaitu : (1) wilayah tersebut merupakan wilayah kerja penulis, (2) wilayah tersebut
merupakan wilayah di mana penulis tinggal, (3) wilayah tersebut adalah wilayah yang banyak
dikenal penulis dan diharapkan akan mendapatkan kemudahan untuk penelitian tersebut, dan (4)
adanya keingintahuan yang mendalam tentang fenomena-fenomena yang mungkin terjadi di
daerah sendiri.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini mulai bulan Desember hingga bulan April 2002, kurang
lebih 5 bulan. Lebih rinci lagi dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 2. Time Schedule Penelitian
NO KEGIATAN WAKTU KETERANGAN
1 Persiapan Penelitian Desember 00

2 Membuat Kisi-kisi Instrumen Desember 00 Sesuai prosedur
3 Membuat Instrumen Desember 00
Konsultasi dgn
pembimbing
4 Menggandakan Instrumen Desember 00
Persetujuan dari
pembimbing
5 Mengurus perizinan Desember 00
Izin dari instansi
setempat
6 Uji Coba Instrumen Januari 2001 20 responden
7 Uji Validitas-Reliabelitas Januari 2001 Fasilitas SPSS 6.0
8 Mendapat Instrumen Jadi Januari 2001
Diketahui oleh
pembimbing
9 Penyebaran Instrumen Jadi Pebruari 2001 40 responden
10 Pengumpulan Hasil Maret 2001

11 Pendistribusian Data Maret 2001

12 Pengolahan Data Maret 2001
Menggunakan
fasilitas SPSS 6.0
13 Pengetikan hasil penelitian April Mei 01
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif, yaitu: memberikan
gambaran tentang fenomena tertentu atau aspek kehidupan tertentu dari masyarakat yang
diteliti.[64] Sedangkan Rosenberg, Morris memberikan dua pengertian metode deskriptif, yaitu :
(1) mendeskripsikan gejala-gejala a yang diteliti, (2) Mempelajari hubungan antara gejala-gejala
yang diteliti.[65]
Metode deskriptif tidak hanya terbatas pada pengumpulan data, tetapi meliputi analisis dan
interprestasi tentang arti data itu. Penelitian deskriptif membandingkan persamaan dan perbedaan
fenomena tertentu.[66]
Selain itu dipergunakan metode survey pada waktu pengumpulan data dengan teknik
korelasional. Hal itu disebabkan karena terdapat hubungan antara variabel yang satu dengan yang
lain, sebagaimana disebutkan oleh Yatim Riyanto bahwa ciri penelitian korelasional adalah (a)
menghubungkan dua variabel atau lebih, (b) besarnya hubungan didasarkan kepada koefisien
korelasi, [67]
Dari penjelasan di atas maka di bawah ini digambarkan konstelasi penelitian agar alur
penelitian lebih terfokus dan terarah, yaitu :
Y


X
Keterangan :
X : Iklim
Organisasi Sekolah Y : Kinerja Guru
D. Populasi dan Sampel
Populasi menurut Fraenkel dan Wallen adalah kelompok yang menarik penelitian, di mana
kelompok tersebut oleh peneliti dijadikan sebagai objek untuk menggeneralisasikan hasil
penelitian.[68] Selain itu Sudjana mengatakan yaitu : totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil
menghitung maupun pengurangan, kuantitatif atau kualitatif dari karakteristik tertentu mengenai
sekumpulan objek yang lengkap dan jelas.[69] Berdasarkan pendapat ini maka populasi penelitian


Gambar 5. Konstelasi Penelitian

adalah seluruh guru sekolag dasar yang ada di wilayah Kecamatan Lebakwangi Kabpaten Kuningan
yang berjumlah 200 orang seperti yang telah disebutkan pada tabel 1 di atas.
Mengenai jumlah sampel yang akan diambil berdasarkan pendapat Yatim, bahwa Sampel
dapat didefinisikan sebagai sembarang himpunan yang merupakan bagian dari suatu populasi.[70]
Adapun pengambilannya berdasarkan pendapat Harry King dalam menghitung sampelnya tidak
hanya didasarkan pada kesalahan 5% saja, tetapi bervariasi sampai 15%.[71]
Berdasarkan pendapat di atas selanjutnya penelitian tesis ini akan menggunakan kepercayaan
sampai 95% atau kesalahan 5% maka jumlah sampelnya hingga 20% dari jumlah populasi. Hal itu
dikarenakan untuk menghindari kesalahan yang bakal terjadi di lapangan. Dengan demikian 200
orang x 20% = 40 orang sampel yang akan dijadikan target penelitian.
Tabel 3. Perincian dan Penyebaran Anggota Sampel
NO NAMA SD JUMLAH SAMPEL
1 Lebakwangi I 1
2 Lebakwangi II 1
3 Mekarwangi I 1
4 Mekarwangi II 1
5 Cipetir 1
6 Cineumbeuy I 1
7 Cineumbeuy II 1
8 Cinagara I 1
9 Cinagara II 1
10 Langseb I 1
11 Langseb II 1
12 Mancagar 1
13 Bendungan I 1
14 Bendungan II 1
15 Sindang I 1
16 Sindang II 1
17 Pasayangan 1
18 Pagundan I 1
19 Pagundan II 1
20 Manggari 1
21 Pajawan Kidul 1
22 Mandala Jaya I 1
23 Mandala Jaya II 1
24 Ciporang I 1
25 Ciporang II 1
26 Kutaraja 1
27 Kuta Mandarakan 1
28 Maleber I 1
29 Maleber II 1
30 Parakan 1
31 Karangtengah 1
32 Dukuh Tengah 1
33 Buniasih 1
34 Cikahuripan I 1
35 Cikahuripan II 1
36 Padamulya I 1
37 Padamulya II 1
38 Mekarsari 1
39 Galaherang I 1
40 Galaherang II 1
Sumber : Kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Lebakwangi, Kuningan.
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu iklim organisasi kelas (X) masing-masing sebagai
variabel bebas dan kinerja guru (Y) sebagai variabel terikat.
Dalam penelitian ini menggunakan tiga instrumen, yaitu :
1. Kuesioner untuk kinerja guru.
2. Kuesioner untuk kepemimpinan kepala sekolah.
3. Kuesioner untuk iklim organisasi sekolah.
Untuk menyusun instrumen penelitian, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menjabarkan variabel penelitian ke dalam indikator.
2. Indikator-indikator diperoleh dari teori yang mendukung masing-masing variabel.
3. Mengadakan konsultasi dengan pembimbing untuk mendapatkan masukan, apakah indikator
yang dikembangkan sudah rasional atau logis.
Instrumen yang dibuat dalam penelitian ini berdasarkan kepada skala sikap model likert yang telah
dimodifikasi, yang menggunakan 5 option, dengan skoring 5 untuk selalu, 4 untuk sering, 3 untuk
kadang-kadang, 2 untuk jarang, dan 1 untuk sangat tidak pernah. Hal ini berlaku untuk pernyataan
positif dan sebaliknya bila pernyataan negatif.
Pengembangan alat ukur dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut :
1. Kinerja Guru (Y)
Kinerja guru merupakan hasil yang dicapai seorang guru dalam menyelesaikan segala tugas
yang dibebankan kepadanya. Keberhasilan tersebut banyak dipengaruh faktor intern dan ekstern yang
ada di sekitarnya.
Instrumen kinerja guru disusun sebanyak 30 butir pernyataan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel kisi-kisi instrumen perilaku belajar berikut ini :
Tabel 4. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Variabe Kinerja Guru
No
Indikator
Variabel Deksriptor
No.
Item
1.
Kemampuan
Personal Guru
a. Mempersiapkan diri
b. Melengkapi alat
c. Persiapan tugas berikutnya
d. Keteladanan
e. Meningkatkan kemampuan diri
f. Penataan kelas
1
2
3
4
5
6
2.
Kemampuan
Profesional
a. Kondisi kelas
b. Pengelolaan kelas
c. Kegiatan bimbingan
d. Pengamatan
e. Reward dan Punishmen
f. Pelayanan khusus
7
8
9
10
11
12
g. Minat belajar siswa
h. Metode pembelajaran
i. Penguasaan Kurikulum
j. Program perbaikan
k. Penguasaan siswa
l. Melatih
m. Evaluasi siswa
n. Administrasi kelas
13
14
15
16
17
18
19
20
3
Kemampuan
sosial
a. Penampilan diri
b. Evaluasi diri
c. Sikap dan perilaku
d. Hubungan yang harmonis
e. Saling membantu
21,26
22,27
23,28
24,29
25,30
2. Iklim Organisasi Sekolah
Batasan iklim organisasi sekolah dalam hal ini adalah segala situasi yang muncul akibat
hubungan antara guru dengan civitas akademik di dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar di
sekolah.
Instrumen iklim organisasi sekolah disusun sebanyak 30 pernyataan, yang dijabarkan
berdasarkan indikator-indikator dan teori yang mendukungnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 6. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Variabe Iklim Organisasi Sekolah
No Indikator Variabel Deksriptor
No.
Item
1.
Hubungan Kepala
Sekolah dan Guru
a. Sopan santu
b. Gotong royong
c. Pemanfaatan waktu luang
d. Saling mengenal
e. Aspiratif
f. Iklim harmonis
g. Komunikasi dua arah
h. Saling mempengaruhi
i. Dialogis
j. Memperhatikan sesama
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2. Kondisi Kerja
a. Pemahanan pribadi
b. Kebebasan berpendapat
c. Kooperatif
d. Bijaksana
e. Kesempatan mengembangkan diri
f. Saling menghargai
g. Kesempatan berinisiatif
h. Perasaan berkelompok
11
12
13
14
15
16
17
18
i. Tanggung jawab
j. Kegairahan
19
20
3
Suasana
Lingkungan Fisik
a. Memperhatikan keindahan
lingkungan
b. Penataan sekitar sekolah
c. Penataan ruang kelas
d. Perencanaan bersama
e. Pemeliharaan K3
21,26
22,27
23,28
24,29
25,30
Instrumen yang disusun oleh penulis berdasarkan teori pendukung dari masing-masing variabel.
Sebelum instrumen tersebut digunakan dilakukan uji coba (try out) untuk menguji data tersebut pada
keterandalan (reliabelitas) dan kesahihannya (validitas) agar layak digunakan sebagai instrumen
penelitian dalam pengambilan data penelitian.
3. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Instrumen yang disusun berdasarkan kisi-kisi yang dibuat sebelumnya digunakan dalam rangka
pengambilan data terhadap ketiga instrumen tersebut dengan melakukan uji coba (try out) untuk
menguji reliabilitas dan validitas soal.
Uji coba telah dilakukan terhadap 20 guru SD di Kecamatan Lebakwangi, Kabupaten Kuningan,
Propinsi Jawa Barat. Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas soal.
a. Pengujian Validitas Instrumen Penelitian
Validitas (kesahihan) tes dimaksudkan untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut nanpu
mengukur apa yang hendak diukur dan mengungkapkan apa yang hendak diungkapkan. Validitas
atau kesahihan adalah suatu pandangan yang sangat penting dipertimbangkan ketika mempersiapkan
suatu instrumen yang akan digunakan. Validitas didefinisikan sebagai penunjukkan, kesesuaian,
kemengertian, kegunaan, dan kesimpulan spesifik yang telah dibuat penelitian berdasarkan pada data
yang telah mereka kumpulkan.
Definisi tersebut menunjukkan bahwa dengan memvalidasi instrumen, maka telah dilakukan
suatu proses pengumpulan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung penarikan kesimpulan dari
instrumen tersebut.
Validitas yang digunakan adalah validitas isi (content validity). Untuk mengukur validitas isi
digunakan metode internal konsistensi yaitu mengukur besarnya korelasi antara tiap butir dengan
semua butir pertanyaan menggunakan rumus korelasi Product Moment dan uji signifikansi dengan
uji-t. Suatu butir soal ditentukan oleh besarnya harga rhitung pada alfa = 0,05. Jika rhitung > rtabel maka butir
soal dinyatakan valid atau sahih.
Pengujian validitas (kesahihan) dan reliabilitas (keterandalan) instrumen penelitian dan hasil
perhitungan butir-butir soal yang valid untuk instrumen perilaku belajar, kepemimpinan guru, dan
iklim organisasi kelas secara lengkap dapat dilihat pada rangkuman hasil analisis berikut ini :
1) Instrumen Kinerja Guru
Jumlah butir soal : 30
Taraf signifikansi : 0,05
Hasil analisis : Semuanya valid.
Keputusan : seluruh butir pernyataan dipakai.
2) Instrumen Kepemimpinan Kepala Sekolah
Jumlah : 30
Taraf signifikansi : 0,05
Hasil penelitian : Semuanya valid.
Keputusan : Semua butir soal dipakai.
3) Instrumen Iklim Organisasi Sekolah
Jumlah : 30
Taraf signifikansi : 0,05
Hasil penelitian : Semuanya valid.
Keputusan : Semua butir soal dipakai.
Alat ukur (instrumen) dinyatakan reliabel apabila memiliki koefisien reliabilitas yang bermakna
sekurang-kurangnya kuat. Dari pengolahan diharapkan bahwa harga reliabilitas masing-masing
instrumen adalah sebagai berikut :
rn kinerja guru = 0,969.
rn kepemimpinan kepala sekolah = 0,984, dan
rn iklim organisasi sekolah = 0,965.
Berdasarkan hasil analisis uji coba tersebut, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini dinyatakan reliabel atau sangat kuat karena menghasilkan koefisien reliabelitas yang diperoleh
lebih besar dari 0,8.
b. Pengujian Reliabilitas Instrumen Penelitian
Di samping pengujian validitas, terhadap instrumen juga dilakukan pengujian reliabilitas.
Menurut Semiawan : Reliabilitas menunjukkan pada ketetapan (konsistensi) dari nilai yang
diperoleh sekelompok individu dalam kesempatan yang berbeda dengan tes yang sama ataupun yang
itemnya ekivalen.
Apabila diperoleh reliabilitas instrumen tinggi, maka kemungkinan kesalahan data yang
dikumpulkan rendah, akurasi dan stabilitas data berarti tinggi untuk mengukur reliabilitas instrumen
penelitian digunakan rumus Alpha Cronbach. Koefisien reliabilitas yang diperoleh berpedoman pada
klasifikasi Gaiford sebagai berikut :
r > 0,8 = sangat kuat
0,5 < r > 0,8 = kuat
0,4 < r > 0,6 = sedang.
F. Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan terhadap guru pada SD di Kecamatan Lebakwangi Kabupaten
Kuningan, Propinsi Jawa Barat. Sumber data diperoleh dari instrumen penelitian yang dirancang
secara khusus oleh peneliti. Data tentang kepemimpinan guru, iklim organisasi kelas, dan kinerja
guru diperoleh melalui tiga instrumen dengan menggunakan angket skala sikap model Likert.
G. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan teknik analisis deskriptif dan uji hipotesis
dengan analisis korelasional. Sebelum melaksanakan analisis korelasional, dilakukan terlebih dahulu
uji normalitas dan uji linearitas.
Tujuan melakukan uji normalitas adalah untuk mengetahui dari masing-masing variabel bersifat
normal. Sedangkan uji linearitas untuk mengetahui apakah hubungan antara varibel bersifat linear
yang merupakan syarat untuk uji korelasi.

[64] Masri Singarimbun, 1989.
[65] Morris Rosenberg, 1968.
[66] Winarno Surachmad, 1980, h. 139.
[67] Ytim Riyanto, 2001, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya : Penerbit SIC, h. 34.
[68] Fraenkel dan Wallen, 1990, h. 68.
[69] Sudjana, 1982, hal. 161.
[70] Yatim Riyanto, 2001, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya : SIC, h. 64.
[71] Harry King dalam Sugiyono, 2000, Metodologi Penelitian Administrasi,Bandung : Alfabeta, h.
64.

Bab 4- Hasil Penelitian
A. Deskripsi Data
Pada bagian dari bab ini secara berturut-turut akan disajikan gamabaran deskriptif tentang
Kepemimpinan Kepala Sekolah, Iklim Organisasi Sekolah, dan hubungannya dengan Kinerja Guru.
Ketiga jenis data yang akan dideskripsikan ini terdiri dari dua variabel bebas, yaitu
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi Sekolah, serta variabel terikat yaitu Kinerja
Guru yang diperoleh melalui angket yang dirancang oleh peneliti berdasarkan indikator-indikatornya.
Setelah pendeskripsian data, selanjutnya disajikan pada pengujian analisis, pengujian hipotesis,
dan dilanjutkan dengan tafsiran hasil pengujian hipotesis.
1. Kinerja Guru (Y)
Instrumen Kinerja Guru (Y) disusun sebanyak 30 butir pernyataan yang didasarkan pada skala
sikap model Likert yang dimodifikasi dengan skoring 5 untuk pernyataan selalu, 4 untuk
pernyataan sering, 3 untuk pernyataan kadang-kadang, 2 untuk pernyataan jarang, dan
1 untuk pernyataan tidak pernah. Hal ini berlaku untuk pernyataan positif dan sebaliknya bila
pernyataan negatif.
Setelah melalui proses uji coba, instrumen Kinerja Guru yang layak untuk dipakai adalah
berjumlah 30 butir pernyataan. Dengan demikian maka skor maksimal yang dapat diperoleh
seorang responden adalah sebesar 150.
Data terkumpul menunjukkan bahwa rentangan bagi skor Kinerja Guru adalah skor
minimum 90 dan skor maksimum 100. Dengan rentangan tersebut diperoleh harga rata-rata
sebesar 95,23 dan simpangan baku sebesar 2,54 untuk perhitungan lengkapnya dapat dilihat pada
lampiran.
Distribusi frekuensi data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Skor Kinerja Guru
NO
KELAS
INTERVAL
FREKUENSI
FREKUENSI
RELATIF
1 90-91 5 12.5
2 92-93 5 12.5
3 94-95 8 20
4 96-97 16 40
5 98-99 4 10
6 100-101 2 5

40 100
Sebagaimana hasil perhitungan di atas hasil pengolahan data diperoleh rata-rata untuk Kinerja
Guru sebesar 95,23. Dengan demikian ternyata bahwa Kinerja Guru sebagai objek penelitian ini
rata-rata mempunyai kinerja yang tinggi. Untuk histogram skor kinerja guru dapat dilihat pada
grafik berikut ini :

f

Grafik 1. Histogram Skor Kinerja Guru
Keterangan
:
f =
frekuensi
absolut
K = kelas interval
Histogram dibuat menggunakan fasilitas Chart pada MS. Word 97.
2. Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1)
Instrumen Kepemimpinan Kepala Sekolah yang semula disusun 30 butir pernyataan
berdasarkan pada skala sikap model Likert yang dimodifikasi dengan menggunakan
5 option yaitu skoring 5 untuk selalu, 4 untuk sering, 3 untuk kadang-kadang, 2 untuk jarang, dan
1 untuk tidak pernah, hal ini berlaku untuk pernyataan positif dan sebaliknya bila pernyataan
negatif.
Setelah melalui proses uji coba ternyata bahwa jumlah butir pernyataan yang layak untuk
digunakan dilihat dari validitas dan reliabilitasnya adalah 30 butir pernyataan. Dengan demikian
skor maksimum yang dapat diperoleh seorang responden adalah 150.
Data yang terkumpul menunjukkan bahwa rentangan bagi skor Kepemimpinan Kepala
Sekolah adalah skor minimum 90 dan maksimum 100. Dengan rentang tersebut diperoleh harga
rata-rata sebesar 94,85 dan simpangan baku sebesar 2,74.
Distribusi frekuensi dari data tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini, sedangkan
histogramnya dapat dilihat pada grafik 2.
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Skor Kepemimpinan Kepala Sekolah
NO
KELAS
INTERVAL
FREKUENSI
FREKUENSI
RELATIF
1 90-91 4 10
2 92-93 10 25
3 94-95 10 25
4 96-97 8 20
5 98-99 6 15
6 100-101 2 5

40 100
Sebagaimana hasil perhitungan di atas, hasil pengolahan data diperoleh harga rata-rata untuk
Kepemimpinan Kepala Sekolah sebesar 94,85. Dengan demikian ternyata bahwa Kepemimpinan
Kepala Sekolah menurut objek penelitian ini yaitu para guru SD di Kecamatan Lebakwangi
Kabupaten Kuningan rata-rata mempunyai sifat kepemimpinan yang tinggi. Untuk histogram skor
Kepemimpinan Kepala Sekolah adalah sebagai berikut :


K


f

Grafik 2. Histogram Skor Kepemimpinan Kepala Sekolah
Keterangan
:
f =
frekuensi absolut
K = kelas interval
Histogram dibuat menggunakan fasilitas Chart pada MS. Word 97.
3. Iklim Organisasi Sekolah (X2)
Instrumen Iklim Organisasi Sekolah disusun sebanyak 30 butir pernyataan yang didasarkan
pada skala sikap model Likert yang dimodifikasi dengan menggunakan 5 option yaitu skor 5 untuk
selalu, 4 untuk sering, 3 untuk kadang-kadang, 2 untuk jarang, dan 1 untuk tidak pernah, hal ini
berlaku untuk pernyataan positif dan sebaliknya bila pernyataan negatif.
Setelah melalui proses uji coba, instrumen Iklim Organisasi Sekolah yang layak untuk dipakai adalah
berjumlah 30 butir pernyataan. Dengan demikian skor maksimum yang dapat diperoleh seorang
responden adalah sebesar 150. Data yang terkumpul menunjukkan bahwa rentangan bagi skor Iklim
Organisasi Sekolah adalah skor minimum 90 dan skor maksimum 100. Dengan rentangan tersebut
diperoleh rata-rata sebesar 95 dan simpangan baku sebesar 2,78.
Distribusi frekuensi dari data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Skor Iklim Organisasi Sekolah
NO
KELAS
INTERVAL
FREKUENSI
FREKUENSI
RELATIF
1 90-91 5 12.5
2 92-93 7 17.5
3 94-95 11 27.5
4 96-97 8 20
5 98-99 7 17.5
6 100-101 2 5

40 100


K

Sebagaimana hasil perhitungan di atas, hasil pengolahan data diperoleh harga rata-rata untuk Iklim
Organisasi Sekolah sebesar 95. Dengan demikian ternyata bahwa Iklim Organisasi Sekolah sebagai
objek penelitian ini rata-rata tinggi. Untuk histogram skor Iklim Organisasi Sekolah adalah sebagai
berikut :

f

Grafik 3. Histogram Skor Iklim Organisasi Sekolah
Keterangan
:
f =
frekuensi
absolut
K = kelas interval
Histogram dibuat menggunakan fasilitas Chart pada MS. Word 97.
B. Pengujian Persyaratan Analisis Data
Lebih lanjut karakter data penelitian akan menentukan teknik analisis data yang akan digunakan
untuk membuktikan atau menguji hipotesis, oleh karena itu sebelum pelaksanaan analisis data yang
menguji hipotesis dilakukan pemeriksaan atau pengujian terhadap data itu. Pengujian persyaratan
analisis data yang digunakan di sini adalah uji normalitas dengan menggunakan uji Lilliefors.
Kriterianya adalah sebagai berikut :
1. Tolak hipotesis nol, jika Lhitung > Ltabel yang berarti populasi tidak berdistribusi normal.
2. Terima hipotesis nol, jika Lhitung < Ltabel yang berarti populasi berdistribusi normal
1. Uji Normalitas Data Kinerja Guru
Pengujian terhadap data perilaku belajar (Y) menghasilkan Lhitung sebesar 0,09. Dari tabel harga
kritis nilai L untuk Lilliefors dengan n = 40 dan = 0,05 diperoleh Ltabel = 0,1401. Dengan demikian
tampak bahwa Lhitung lebih kecil daripada Ltabel , yang berarti bahwa data Y berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
2. Uji Normalitas Data Iklim Organisasi Sekolah (X)
Pengujian terhadap data Iklim Organisasi Sekolah (X) menghasilkan Lhitungsebesar 0,09. Dari
tabel harga kritis nilai L untuk Lilliefors dengan n = 40 dan = 0,05 diperoleh Ltabel = 0,1401. Dengan
demikian tampak bahwa Lhitung lebih kecil daripada Ltabel , yang berarti bahwa data X2 berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.


K

Jika hasil uji normalitas dari ketiga jenis data tersebut yaitu Kinerja Guru, Kepemimpinan Kepala
Sekolah, dan Iklim Organisasi Sekolah disajikan kembali kecuali secara keseluruhan, maka akan
diperoleh tabel hasil pengujian normalitas data sebagai berikut :
Tabel 10. Hasil Pengujian Normalitas Data
JENIS DATA LHITUNG
LTABEL
%%=0,5
KESIMPULAN
Kinerja Guru
(Y) 0,09 0,1410 Normal
Iklim
Organisasi
Sekolah (X) 0,09 0,1401 Normal
Tabel = Tabel nilai kritis Lilliefors
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa populasi dari semua variabel data penelitian
ini yaitu kinerja guru, Kepemimpinan Kepala Sekolah, dan Iklim Organisasi Sekolah berdistribusi
normal. Dengan demikian persyaratan telah terpenuhi.
Selanjutnya untuk persyaratan bahwa bentuk-bentuk regresi adalah linear. Pengujian telah
dilakukan secara bersama-sama dengan pengujian hipotesis penelitian.
C. Pengujian Hipotesis
Berikut ini akan disajikan hasil pengujian terhadap hipotesis penelitian yang diajukan yaitu
sebagai berikut :
Hubungan antara Variabel Iklim Organisasi Sekolah (X) dengan Kinerja Guru (Y)
Hipotesis kedua yang disajikan dalam penelitian ini menyatakan bahwa terdapat hubungan
positif antara Iklim Organisasi Sekolah (X) dengan Kinerja Guru (Y). analisis regresi linear
sederhana terhadap data penelitian.
Penelitian dari perhitungan menghasilkan koefisien arah regresi b sebesar 0,69 dan konstanta a
sebesar 30,11. Dengan demikian bentuk hubungan antara kedua variabel tersebut dapat disajikan oleh
persamaan regresi :
= 30,11 + 0,69 X
Untuk mengetahui keberartian regresi, persamaan regresi tersebut selanjutnya diuji dengan
menggunakan Uji F. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 12. Tabel Anava untuk Regresi Linear Sederhana = 30,11 + 0,69 X
Sumber
Varian Db
JK RJK
Fh Ft
Total 40 362963 362963 - -
Regresi a
Regresi b
Sisa
1
1
38
362712,03
142,83
108,14
362712,03
142,83
2,85 50,12
a.0,95
(1:38)
4,10
Tuna cocok
Galat
9
29
30,22
77,92
3,36
2,69 1,25
a.0,95
(15:23)
2,55
Keterangan : db = derajat kebebasan
JK = jumlah kuadrat
RJK = rata-rata jumlah kuadrat
Analisis korelasi terhadap pasangan data dari kedua variabel tersebut, menghasilkan koefisien r
korelasi sebesar 0,75. Telaah keberartian (signifikansi) terhadap angka koefisien korelasi tersebut
diperoleh thitung sebesar 7 sedangkan untuk ttabel (0,95) (38) = 1,70. Perhitungan ini menunjukkan bahwa
angka koefisien korelasi antara Iklim Organisasi Sekolah dengan Kinerja Guru adalah sangat
signifikan. Hal ini sekaligus menolak hipotesis nol, penelitian yang menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan positif antara Iklim Organisasi Sekolah (X) dengan Kinerja Guru (Y).
Karena koefisien korelasi ry1 = 0,75 maka diperoleh koefisien determinasinya sebesar r
2
= 0,56
yang berarti bahwa 56% variansi perilaku belajar dapat dijelaskan oleh Iklim Organisasi Sekolah (X2)
dengan kinerja guru (Y) melalui suatu persamaan regresi :
= 30,11 + 0,69 X pada = 0,95
Koefisiesn korelasi parsial X dan Y signifikan karena nilai thitung = 7 > ttabel = 1,70 yang berarti ada
hubungan antara Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Kinerja Guru.
D. Interpretasi Hasil Penelitian
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa ketiga hipotesis kerja yang diajukan dalam penelitian
ini semuanya diterima, ini berarti bahwa secara umum terdapat hubungan positif antara
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim Organisasi Sekolah serta Kinerja Guru, baik sendiri-
sendiri maupun secara bersama-sama.
Untuk lebih jelasnya hasil pengujian hipotesis tersebut dapat ditafsirkan sebagai berikut :
Hubungan antara Iklim Organisasi Sekolah dengan Kinerja Guru, tampak adanya hubungan
positif antara kedua variabel tersebut yang mengandung makna bahwa semakin tinggi Iklim
Organisasi Sekolah maka semakin tinggi pula Kinerja Guru.
Dengan kekuatan hubungan sebesar 0,75 serta koefisien determinasinya sebesar 0,56 maka diperoleh
sekitar 56% varians hasil Kinerja Guru dipengaruhi oleh Iklim Organisasi Sekolah memberikan
sumbangan sekitar 56% terhadap varians Kinerja Guru melalui model regresi linear sederhana :
= 30,11 + 0,69 X
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kinerja Guru SD di Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan Propinsi Jawa Barat
tergolong tinggi, hal ini terlihat dari data yang terkumpul menunjukkan bahwa rentangan skor
sebesar 90 100 dan harga rata-rata sebesar 95,23.
2. Hubungan antara Iklim Organisasi Sekolah dengan Kinerja Guru memiliki tingkat signifikansi
tinggi. Hal ini terlihat dari korelasi yang diperoleh r = 0,75 dan keberartian thitung = 2,52 > 1,70
= ttabel pada taraf signifikansi 5%. Koefisien parsial X2 dengan Y sangat signifikan karena
thitung = 7 < 1,68 = ttabel pada a = 0,05.
3. Diperoleh hitungan kadar sumbangan atau koefisien determinasi Kepemimpinan Kepala
Sekolah terhadap Kinerja Guru sebesar 0,68 atau 68%.
4. Diperoleh hitungan kadar sumbangan atau koefisien determinasi Iklim Organisasi Sekolah
terhadap Kinerja Guru sebesar 0,56 atau 56%.
B. Implikasi
Sebagai suatu penelitian yang telah dilakukan di lingkungan pendidikan maka kesimpulan yang
ditarik tentu mempunyai implikasi dalam bidang pendidikan dan juga penelitian-penelitian
selanjutnya, sehubungan dengan hal tersebut maka implikasinya adalah sebagai berikut :
Hasil penelitian mengenai variabel Iklim Organisasi Sekolah yang diduga mempunyai
hubungan dengan Kinerja Guru, ternyata menunjukkan hubungan yang signifikan, kedua variabel
tersebut, variabel Iklim Organisasi Sekolah memberikan kontribusi terhadap variabel Kinerja
Guru, di mana Iklim Organisasi Sekolah memberikan kontribusi sebesar 0,56 atau 56%.
Kontribusi Iklim Organisasi Sekolah (X) tersebut, ditentukan oleh indikator perencanaan yang
kurang baik.
Berdasarkan pada hasil penelitian di atas bahwa memberikan kontribusi yang berarti
terhadap Kinerja Guru.
Selama ini masalah Kinerja Guru kurang mendapat perhatian yang serius baik dari pihak
lembaga maupun dari pihak guru. Maka dalam mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya
usaha dan upaya dari pihak lembaga dan dari pihak pimpinan, dalam rangka meningkatkan
Kinerja Guru dengan cara mengadakan perbaikan pada variabel Iklim Organisasi Sekolah yang
dijalankan pada sekolah yang bersangkutan. Dengan mengadakan perbaikan pada variabel
tersebut diharapkan motivasi kerja guru akan semakin meningkat.
Untuk itu perlu adanya upaya-upaya yang harus dilakukan oleh lembaga di antaranya
sebagai berikut :
1. Perilaku belajar atau Iklim Organisasi Sekolah tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor
Kepemimpinan Kepala Sekolah tetapi masih banyak faktor lingkungan internal mapun
lingkungan eksternal lain yang menentukannya. Pengaruh perilaku Kepemimpinan Kepala
Sekolah terhadap Iklim Organisasi Sekolah dan Kinerja Guru. Sehubungan dengan hal itu
perlu diteliti lebih lanjut terhadap faktor-faktor lain yang diduga mempengaruhi terhadap
perilaku belajar tersebut.
2. Aspek-aspek yang diteliti dan penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, maka
untuk lebih mendalam faktor-faktor apa saja yang turut berpengaruh terhadap Kinerja Guru
tersebut. Perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pendekatan kuantitatif.
C. Saran
1. Iklim Organisasi Sekolah ternyata berkontribusi positif terhadap Kinerja Guru. Hendaknya
keadaan seperti ini dipertahankan bahkan kalau bisa ditingkatkan.
Untuk menciptakan hal tersebut guru-guru perlu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan tentang kepemimpinan ini, baik atas inisiatif sendiri maupun prakarsa kepala
sekolah atau pihak-pihak lain yang terkait.
2. Bagi kepala sekolah, penilik, dan pengawas atau pihak terkait dalam memberikan bantuan,
bimbingan, dan pembinaan perlu memperhatikan faktor iklim organisasi ini. Akan lebih baik
lagi apabila dilakukan pelatihan-pelatihan khusus sehubungan dengan masalah-masalah
kepemimpinan ini.
3. Disadari bahwa faktor iklim organisasi ini ditentukan oleh faktor-faktor internal dan juga
faktor eksternal. Lembaga pendidikan yang bertugas mempersiapkan calon guru yang
kualitatif merupakan salah satu faktor eksternal yang turut serta membentuk kepemimpinan
calon guru tersebut.
4. Untuk itu perlu dilakukan suatu studi dalam menjembatani masalah Kepemimpinan Kepala
Sekolah di lapangan dengan program yang disusun dan dilaksanakan oleh lembaga
pendidikan. Apabila studi ini terlaksana maka tingkat kontribusi dari iklim organisasi akan
dapat ditingkatkan secara terencana, yang pada akhirnya nanti akan meningkatkan mutu
pendidikan.
5. Untuk menciptakan iklim organisasi yang kondusif hendaknya mulai dipikirkan sekarang
terutama bagi para pemegang keputusan, agar lebih banyak memperhatikan komunitas yang
ada di sebuah lembaga pendidikan, seperti sekolah. Dengan demikian akan terjadi iklim
organisasi yang kondusif di mana satu sama lain anggotanya saling memperdulikan sehingga
tercipta keadaan yang mendukung pembelajaran dengan baik. Selanjutnya dari keadaan
demikian akan meningkatkan mutu pendidikan kita yang sekarang sedang terpuruk.
Bab 5- Kesimpulan, Implikasi & Saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Kinerja Guru SD di Kecamatan Lebakwangi Kabupaten Kuningan Propinsi Jawa Barat
tergolong tinggi, hal ini terlihat dari data yang terkumpul menunjukkan bahwa rentangan skor
sebesar 90 100 dan harga rata-rata sebesar 95,23.
2. Hubungan antara Iklim Organisasi Sekolah dengan Kinerja Guru memiliki tingkat signifikansi
tinggi. Hal ini terlihat dari korelasi yang diperoleh r = 0,75 dan keberartian thitung = 2,52 > 1,70
= ttabel pada taraf signifikansi 5%. Koefisien parsial X2 dengan Y sangat signifikan karena
thitung = 7 < 1,68 = ttabel pada a = 0,05.
3. Diperoleh hitungan kadar sumbangan atau koefisien determinasi Kepemimpinan Kepala
Sekolah terhadap Kinerja Guru sebesar 0,68 atau 68%.
4. Diperoleh hitungan kadar sumbangan atau koefisien determinasi Iklim Organisasi Sekolah
terhadap Kinerja Guru sebesar 0,56 atau 56%.
B. Implikasi
Sebagai suatu penelitian yang telah dilakukan di lingkungan pendidikan maka kesimpulan yang
ditarik tentu mempunyai implikasi dalam bidang pendidikan dan juga penelitian-penelitian
selanjutnya, sehubungan dengan hal tersebut maka implikasinya adalah sebagai berikut :
Hasil penelitian mengenai variabel Iklim Organisasi Sekolah yang diduga mempunyai
hubungan dengan Kinerja Guru, ternyata menunjukkan hubungan yang signifikan, kedua variabel
tersebut, variabel Iklim Organisasi Sekolah memberikan kontribusi terhadap variabel Kinerja
Guru, di mana Iklim Organisasi Sekolah memberikan kontribusi sebesar 0,56 atau 56%.
Kontribusi Iklim Organisasi Sekolah (X) tersebut, ditentukan oleh indikator perencanaan yang
kurang baik.
Berdasarkan pada hasil penelitian di atas bahwa memberikan kontribusi yang berarti
terhadap Kinerja Guru.
Selama ini masalah Kinerja Guru kurang mendapat perhatian yang serius baik dari pihak
lembaga maupun dari pihak guru. Maka dalam mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya
usaha dan upaya dari pihak lembaga dan dari pihak pimpinan, dalam rangka meningkatkan
Kinerja Guru dengan cara mengadakan perbaikan pada variabel Iklim Organisasi Sekolah yang
dijalankan pada sekolah yang bersangkutan. Dengan mengadakan perbaikan pada variabel
tersebut diharapkan motivasi kerja guru akan semakin meningkat.
Untuk itu perlu adanya upaya-upaya yang harus dilakukan oleh lembaga di antaranya
sebagai berikut :
1. Perilaku belajar atau Iklim Organisasi Sekolah tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor
Kepemimpinan Kepala Sekolah tetapi masih banyak faktor lingkungan internal mapun
lingkungan eksternal lain yang menentukannya. Pengaruh perilaku Kepemimpinan Kepala
Sekolah terhadap Iklim Organisasi Sekolah dan Kinerja Guru. Sehubungan dengan hal itu
perlu diteliti lebih lanjut terhadap faktor-faktor lain yang diduga mempengaruhi terhadap
perilaku belajar tersebut.
2. Aspek-aspek yang diteliti dan penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, maka
untuk lebih mendalam faktor-faktor apa saja yang turut berpengaruh terhadap Kinerja Guru
tersebut. Perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pendekatan kuantitatif.
C. Saran
1. Iklim Organisasi Sekolah ternyata berkontribusi positif terhadap Kinerja Guru. Hendaknya
keadaan seperti ini dipertahankan bahkan kalau bisa ditingkatkan.
Untuk menciptakan hal tersebut guru-guru perlu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan tentang kepemimpinan ini, baik atas inisiatif sendiri maupun prakarsa kepala
sekolah atau pihak-pihak lain yang terkait.
2. Bagi kepala sekolah, penilik, dan pengawas atau pihak terkait dalam memberikan bantuan,
bimbingan, dan pembinaan perlu memperhatikan faktor iklim organisasi ini. Akan lebih baik
lagi apabila dilakukan pelatihan-pelatihan khusus sehubungan dengan masalah-masalah
kepemimpinan ini.
3. Disadari bahwa faktor iklim organisasi ini ditentukan oleh faktor-faktor internal dan juga
faktor eksternal. Lembaga pendidikan yang bertugas mempersiapkan calon guru yang
kualitatif merupakan salah satu faktor eksternal yang turut serta membentuk kepemimpinan
calon guru tersebut.
4. Untuk itu perlu dilakukan suatu studi dalam menjembatani masalah Kepemimpinan Kepala
Sekolah di lapangan dengan program yang disusun dan dilaksanakan oleh lembaga
pendidikan. Apabila studi ini terlaksana maka tingkat kontribusi dari iklim organisasi akan
dapat ditingkatkan secara terencana, yang pada akhirnya nanti akan meningkatkan mutu
pendidikan.
5. Untuk menciptakan iklim organisasi yang kondusif hendaknya mulai dipikirkan sekarang
terutama bagi para pemegang keputusan, agar lebih banyak memperhatikan komunitas yang
ada di sebuah lembaga pendidikan, seperti sekolah. Dengan demikian akan terjadi iklim
organisasi yang kondusif di mana satu sama lain anggotanya saling memperdulikan sehingga
tercipta keadaan yang mendukung pembelajaran dengan baik. Selanjutnya dari keadaan
demikian akan meningkatkan mutu pendidikan kita yang sekarang sedang terpuruk.

Daftar Pustaka
Anwar Yasin. Standar Kemampuan Profesional Guru SD. IKIP Malang , 1998
Bobbi De Porter dan Mike Hernacki. Quantum Learning. Membiasakan Belajar Nyaman dan
Menyenangkan. Bandung : Penerbit Kaifa, 2001
Ali Imran, Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta : Pustaka Jaya, 1995
Ali.. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar.Bandung: Sinar Baru, 1984
Chriss Lee, Edisi June. Beyound Team Work. Training, The Magazine of Human Resource
Development. 1990
Dharma Agus.Organisasi, Perilaku, Struktur dan proses (Terjemahan). Jakarta:Erlangga. .1992
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat. Pedoman Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di
Jawa Barat. Bandung , 2002
Depdikbud.. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1996
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Manajemen Sekolah, Proyek Peningkatan mutu
Guru Kelas SD Setara D.II Jakarta, 2000
Engkoswara. 1987. Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan.Jakarta: Depdikbud
.., Dasar-dasar Metodologi Pengajaran, Jakarta: Bina Aksara , 1984
,Membina Indonesia Merdeka Melalui pendidikan. Bandung: Yayasan Amal
Keluarga. 1998
Fasli Jalal dan Dedi Supriadi. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Jakarta :
Depdiknas-Bapenas-Adicitakaryanusa, 2001
GBHN, TAP Nomor : II/MPR/1993
Hadari Nawawi.. Administrasi Personel untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Jakarta :
Masagung, 1992
Harry King dalam Sugiyono, Metodologi Penelitian Administrasi, Bandung : Alfabeta, 2000
Idochi Anwar dan Yayat Hidayat Amir.Administrasi Pendidikan, Teori, Konsep dan Isu.UPI
Bandung, 2000
I.G.A.K. Wardani. Pemantapan Kemampuan Mengajar.Jakarta : Depdikbud, 1998
Ivor.K.Davies. Pengelolaan Belajar. Jakarta : CV. Rajawali, 1991
Kartini Kartono. Pemimpin dan Kepemimpinan .Jakarta:PT. Grafindo Persada. 1998
Keith Davis. Human Behaviour at Work Organijational Behaviour 9Six th Education). Newyork
Mc. Grew-bil Graw-Hil, Inc
Kartini Kartono.Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Grafindo Persada, 1998
Levinson dalam Cascio, 1992
Lierberman. Education as a Profesion.New Jersey : Prentice Hall. . 1987
Mondy dan Noe, HumanResource Management, Massachusetts : Allyn & Bacon. , 1991
Moch. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja Rosdakarya. , 2000
Milton R. Charles.. Human Behaviour in Organizatiaons, three levels ofBehaviour New Jersey,
Prentice Inc. 1981
M. Rivai.. Aneka Kapita Pendidikan dan Keguruan. IKIP Bandung. 1982
Mohamad Miftah Thoha,.Kepemimpinan dalam Manajemen Suatu Pendekatan
Prilaku.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1999
Made Pidarta., Manajemen Pendidikan. Jakarta : PT. Bina Aksara, 1988
Mulyadi. Perumusan Misi, Visi , core Biliefss dan Core Values Organisasi.Majalah Manajemen
Usahawan Indonesia. NO. 01/Th.XXVII/Jam 98, 1998
Mr. William. London Heineman. Performance Appraisal in Management . 1972
Miftah Thoha. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta. CV. Rajawali, 1983
Nanang Fattah. Landasan Pendidikan. Bandung PT. Remaja Karya, 2001
Nasution, Didaktik : Azas-azas Mengajar, IKIP Bandung, 1977
Nanang Fatah. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung .: PT. Remaja Rosda karya. . 2001
Peter Salim.. Websters New World Dictionary for Indonesia Users English Indonesian. Jakarta :
Modern English Press. 1993
R. Iyeng Wiraputra..Administrasi Pendidikan, Teori, praktek, dan Aspek-aspek Manusiawi. IKIP
Bandung. 1980
R. Iyeng Wiraputra. Aneka Masalah Pendidikan dan KepemimpinanFakultas Ilmu Pendidikan .
IKIP Bandung, 1982
Sugeng Santoso, Problematik Pendidikan dan Cara Pemecahannya.Jakarta Kreasi Pena Gading,
2000
Sanusi. Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan.PPS IKIP
Bbandung, 1990
Soebagioatmodiwiryo.Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta : PT. Ardadizya-Jaya, 2000
Sutjipto dan Basori Mukti. Administrasi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud Dirjen Dikti.,1993
Sondang P.Siagian.Organisasi Kepemimpinan dan perilaku Administrasi,Jakarta:Gunung
Agung, 1992
Sondang P.Siagian. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara, 1999
Siti Aminah Ansoriah. Kualitas Kinerja Kepala Sekolah. Tesis PPS IKIP Bandung, 1999
Stogdil, dalam Wahjosumidjo. 1994. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta :Ghalia Indonesia. ,
1984
Sondang P.Siagian.1994. Teori dan Praktek Kepemimpinan .Jakarta:Penerbit Rhineka
Cipta.h.192 Terry G.R. Principle Of Management.(New York: Richard.D.
Irwin, Inc.1977).
Tabrani Rusyan.. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar.Bandung: Remaja Karya, 1989
Udin. S. Winataputra. Strategi Belajar Mengajar, Depdikbud. Jakarta , 1998
Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya : Penerbit SIC, 2001
, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya : SIC , 2001
Virgil. K. Rowlan. Manajerial Profesional Standars. New York The Hadon Craftsmen. Inc.
1960
William B. Castetter. The Personnel Function In Educational Administration.New York : Mac
Milan Publishing Co , 1981
Wardiman Djojonegoro, Visi dan Strategi Pembangunan Pendidikan untuk Tahun 2020 Tuntutan
terhadap Kualitas, Bandung : Mimbar Pendidikan IKIP Bandung, 1995
WJS. Purwadarminta. Kamus Lengkap.Bandung : angkasa Offset.1980

Quesioner
KUESIONER PENELITIAN

PENGANTAR
1. Kuesioner ini bertujuan untuk mendapat informasi tentang Iklim Organisasi Sekolah tempat
bapak/ibu bertugas di sekolah.
2. Jawaban bapak/ibu akan dipergunakan bagi kepentingan penelitian ini, sehingga
kerahasiaannya sangat terjaga.
3. Bapak/ibu dimohon untuk memberi penilaian terhadap Iklim Organisasi Sekolah, dengan
cara menyatakan pendapat, berupa:
- SL = Selalu
- SR = Sering
- KD = Kadang-kadang
- JR = Jarang
- TP = Tidak pernah
1. Nyatakanlah pendapat bapak/ibu dengan membubuhkan tanda chekliss (V) pada kolom yang
sesuai dengan pendapat bapak/ibu.
2. Bapak/ibu dimohon untuk mengisi pernyataan.

DESKRIPSI IKLIM ORGANISASI SEKOLAH
NO DESKRIPSI
PILIHAN
PENDAPA
T
SL SR KD JR TP
1.
Kepala Sekolah bersikap ramah terhadap
bawahan
2.
Dalam melaksanakan tugas dan kegiatan,
secara gotong royong
3.
Waktu luang di sekolah, dimanfaatkan
untuk diskusi dan humor
4.
Bertukar informasi dengan bawahan
tentang pribadi dan keluarga
5.
Merasa senang menerima saran/masukan
dari bawahan, mengenai pengelolaan
sekolah
6.
Memiliki rasa humor yang tinggi
7.
Merangsang terjadinya komunikasi yang
baik dengan bawahan
8.
Mengingatkan bawahan dengan halus, jika
bawahan bekerja tidak sesuai dengan
ketentuan
9.
Mengajak bawahan untuk berdiskusi
tentang kemajuan sekolah
10.
Memperhatikan kinerja dan kebutuhan
bawahan
11.
Berusaha untuk memahami sifat dan
karakter bawahan
12.
Memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk mengajukan saran dan pendapat
13.
Setiap kegiatan sekolah, dibicarakan
bersama dengan bawahan
14.
Tidak merasa tersinggung, jika berbeda
pendapat dengan bawahan
15.
Memberi kesempatan kepada bawahan,
untuk kreatif dalam pelaksanaan KBM
16.
Menghargai prestasi dan hasil karya
bawahan orang lain
17.
Memberi kesempatan kepada bawahan
untuk mengembangkan insiatif
18.
Tidak memiliki perasaan lebih tinggi
daripada bawahannya
19.
Membagi tugas dan tanggung jawab piket
di sekolah kepada bawahan secara
bijaksana
20.
Memberikan perhatian yang adil dan
merata berupa materi/non materi kepada
bawahan
21.
Memperhatikan seluruh lingkungan
sekolah, baik fisik maupun non fisik
22.
Mengajak bawahan, untuk menata sekolah
dengan baik dan indah
23.
Memberi kesempatan kepada bawahan,
untuk menata kelasnya sesuai yang
diharapkan
24.
Meminta masukan kepada bawahan, untuk
bersama-sama memikirkan dan menata
sekolah
25.
Bersama-sama bawahan memelihara
sekolah dan lingkungan dengan rutin,
khususnya masalah K3.
26
Menyenangi suasana aman.
27
Menyenangi suasana indah.
28
Menyenangi suasana tentram.
29
Tak ragu untuk bergotong royong.
30
Memperhatikan suasana kelas dan sekolah.


DESKRIPSI KINERJA GURU
PENGANTAR
1. Kuesioner ini bertujuan untuk mendapat informasi tentang kinerja guru di sekolah Bapak/Ibu
lakukan.
2. Jawaban bapak/ibu akan dipergunakan bagi kepentingan penelitian, sehingga kerahasiaannya
sangat terjaga.
3. Dibawah ini terdapat beberapa pernyataan yang berhubungan dengan kinerja guru. Bapak/Ibu
dimohon untuk mengisi yang sesuai, dengan cara memilih:
- SL = Selalu
- SR = Sering
- KD = Kadang-kadang
- JR = Jarang
- TP = Tidak pernah
1. Nyatakanlah pendapat bapak/ibu dengan membubuhkan tanda cheklist (V) pada kolom yang
sesuai dengan pendapat bapak/ibu.
2. Bapak/ibu dimohon untuk mengisi pernyataan.

NO DESKRIPSI
PILIHAN
PENDAPA
T
SL SR KD JR TP
1.
Setiap akan melaksanakan tugas KBM,
saya mempersiapkan sehari sebelumnya.
2.
Mempersiapkan dan melengkapi alat
pelajaran yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan KBM
3.
Merencanakan dan mempersiapkan tugas
KBM secara berkelanjutan
4.
Memberi teladan kepada siswa dalam
berperilaku dan bicara
5.
Berupaya meningkatkan kemampuan diri
dibidang pekerjaan
6.
Memberikan dan melakukan penataan
ruangan kelas yang mendukung kebersihan
KBM
7.
Menciptakan suasana yang tenang dan
serius dalam mengelola KBM
8.
Mengelola kelas agar KBM berhasil serta
memanfaatkan waktu secara cermat
9.
Membimbing dan membantu siswa dalam
KBM agar siswa berhasil dalam belajar
10.
Melakukan pengamatan dan penilaian
terhadap perilaku belajar siswa dalam
KBM
11.
Memberikan penghargaan kepada siswa
yang berprestasi dan menegur siswa yang
melanggar aturan
12.
Memberikan pelayanan khusus kepada
siswa yang mengalami kesulitan atau
kelambanan dalam belajar
13.
Menarik perhatian dan merangsang minat
belajar siswa dalam KBM
14.
Menggunakan metode pembelajaran yang
sesuai dengan bahan/materi pelajaran dan
situai pada waktu itu
15.
Mengenal struktur program kurikulum yang
berlaku
16.
Melaksanakan perbaikan yang rutin dalam
proses KBM demi keberhasilan pendidikan
17.
Mengenali para siswa dan mempelajari
sifat serta karakteristiknya
18.
Membina siswa agar mengerjakan tugas-
tugas pembelajaran yang diberikan guru
19.
Melakukan evaluasi terhadap keberhasilan
belajar siswa
20.
Mengelola administrasi pendidikan kelas,
sesuai ketentuan dan tepat waktu
21.
Setiap akan melakukan tugas KBM,
berpakaian yang rapih dan bersih, sehingga
berkesan bagi siswa
22.
Melakukan evaluasi diri, setiap langkah
yang telah dilakukan
23.
Menampilkan sikap dan perilaku yang
konsekuen dan disiplin serta emosi yang
stabil
24.
Mewujudkan hubungan yang serasi dan
harmonis dengan siswa, sesama guru dan
Kepala Sekolah
25.
Melakukan pertemuan/diskusi dengan
Kepala Sekolah dan sesama guru dalam
mengatasi kesulitan KBM.
26.
Ada perhatian dari atasan.
27.
Bisa mengatasi permasalahan yang ada.
28.
Ada usaha mencari jalan keluar dari
permaslahan.
29.
Ada keinginan memperbaiki sistem.
30.
Tidak ragu mengikuti perkembangan.

RAMBU-RAMBU INSTRUMEN PENELITIAN

VARIABEL IKLIM ORGANISASI SEKOLAH (X)
No Indikator Variabel Deksriptor
No.
Ite
m
1.
Hubungan Kepala
Sekolah dan Guru
1. Sopan santu
2. Gotong royong
3. Pemanfaatan waktu luang
4. Saling mengenal
5. Aspiratif
6. Iklim harmonis
7. Komunikasi dua arah
8. Saling mempengaruhi
9. Dialogis
10. Memperhatikan sesama
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2.
Kondisi Kerja
1. Pemahanan pribadi
2. Kebebasan berpendapat
3. Kooperatif
4. Bijaksana
5. Kesempatan mengembangkan diri
6. Saling menghargai
7. Kesempatan berinisiatif
8. Perasaan berkelompok
9. Tanggung jawab
10. Kegairahan

11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
3
Suasana Lingkungan
Fisik
1. Memperhatikan keindahan
lingkungan
2. Penataan sekitar sekolah
3. Penataan ruang kelas
4. Perencanaan bersama
5. Pemeliharaan K3
21
22
23
24
25



VARIABEL KINERJA GURU (Y)
No Indikator Variabel Deksriptor
No.
Ite
m
1.
Kemampuan Personal
Guru
1. Mempersiapkan diri
2. Melengkapi alat
3. Persiapan tugas berikutnya
4. Keteladanan
5. Meningkatkan kemampuan diri
6. Penataan kelas
1
2
3
4
5
6
2.
Kemampuan
Profesional
1. Kondisi kelas
2. Pengelolaan kelas
3. Kegiatan bimbingan
4. Pengamatan
5. Reward dan Punishmen
6. Pelayanan khusus
7. Minat belajar siswa
8. Metode pembelajaran
9. Penguasaan Kurikulum
10. Program perbaikan
11. Penguasaan siswa
12. Melatih
13. Evaluasi siswa
14. Administrasi kelas

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
3
Kemampuan sosial
1. Penampilan diri
2. Evaluasi diri
3. Sikap dan perilaku
4. Hubungan yang harmonis
5. Saling membantu
21
22
23
24
25





Standar Kepala Sekolah
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2007
TENTANG
STANDAR KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
Menimbang :
Bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 38 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah;
Mengingat :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja
Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia
Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
20/P Tahun 2005;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR
KEPALA SEKOLAH/MADRASAH.
Pasal 1
(1) Untuk diangkat sebagai kepala sekolah/madrasah, seseorang wajib memenuhi standar kepala sekolah/madrasah
yang berlaku nasional.
(2) Standar kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan
Menteri ini.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 April 2007
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO
Salinan sesuai dengan aslinya.
Biro Hukum dan Organisasi
Departemen Pendidikan Nasional,
Kepala Bagian Penyusunan Rancangan
Peraturan Perundang-undangan dan
Bantuan Hukum I,
Muslikh, S.H.
NIP 131479478
SALINAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
NOMOR 13 TAHUN 2007 TANGGAL 17 APRIL 2007
TENTANG STANDAR KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
A. KUALIFIKASI
Kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah terdiri atas Kualifikasi Umum, dan Kualifikasi Khusus
1. Kualifikasi Umum Kepala Sekolah/Madrasah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (DIV)kependidikan atau
nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi;
b. Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggitingginya 56 tahun;
c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenjang sekolah masing-
masing, kecuali di Taman Kanakkanak /Raudhatul Athfal (TK/RA) memiliki pengalaman
mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan
d. Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi non-PNS
disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.
2. Kualifikasi Khusus Kepala Sekolah/Madrasah meliputi:
a. Kepala Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) adalah sebagai berikut:
1). Berstatus sebagai guru TK/RA;
2). Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru TK/RA; dan
3). Memiliki sertifikat kepala TK/RA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
b. Kepala Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) adalah sebagai berikut:
1). Berstatus sebagai guru SD/MI;
2). Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SD/MI; dan
3). Memiliki sertifikat kepala SD/MI yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
c. Kepala Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) adalah sebagai berikut:
1). Berstatus sebagai guru SMP/MTs;
2). Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMP/MTs; dan
3). Memiliki sertifikat kepala SMP/MTs yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
d. Kepala Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) adalah sebagai berikut:
1). Berstatus sebagai guru SMA/MA;
2). Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA; dan
3). Memiliki sertifikat kepala SMA/MA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
e. Kepala Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) adalah sebagai berikut:
1). Berstatus sebagai guru SMK/MAK;
2). Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMK/MAK; dan
3). Memiliki sertifikat kepala SMK/MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
f. Kepala Sekolah Dasar Luar Biasa/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa/Sekolah Menengah Atas Luar
Biasa (SDLB/SMPLB/SMALB) adalah sebagai berikut:
1). Berstatus sebagai guru pada satuan pendidikan SDLB/SMPLB/SMALB;
2). Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SDLB/SMPLB/SMALB; dan
3). Memiliki sertifikat kepala SLB/SDLB yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
g. Kepala Sekolah Indonesia Luar Negeri adalah sebagai berikut:
1). Memiliki pengalaman sekurang-kurangnya 3 tahun sebagai kepala sekolah;
2). Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru pada salah satu satuan pendidikan; dan
3). Memiliki sertifikat kepala sekolah yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
B. KOMPETENSI
1. Kepribadian
a. Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia
bagi komunitas di sekolah/madrasah.
b. Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.
c. Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah.
d. Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
e. Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah.
f. Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
2. Manajerial
a. Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
b. Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.
c. Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/
d. madrasah secara optimal.
e. Mengelola perubahan dan pengembangansekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.
f. Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta
didik.
g. Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara
h. optimal.
i. Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
j. Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber
belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah.
k. Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan
pengembangan kapasitas peserta didik.
l. Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan
pendidikan nasional.
m. Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan,
dan efisien.
n. Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/ madrasah.
o. Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan
peserta didik di sekolah/madrasah.
p. Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan
keputusan.
q. Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen
sekolah/madrasah.
r. Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan
prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
3. Kewirausahaan
a. Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.
b. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang
efektif.
c. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai
pemimpin sekolah/madrasah.
d. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi
sekolah/madrasah.
e. Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai
sumber belajar peserta didik.
4. Supervisi
a. Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
b. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi
yang tepat.
c. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan
d. profesionalisme guru.
5. Sosial
a. Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah
b. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
c. Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO
Salinan sesuai dengan aslinya.
Biro Hukum dan Organisasi
Departemen Pendidikan Nasional,
Kepala Bagian Penyusunan Rancangan
Peraturan Perundang-undangan dan
Bantuan Hukum I,
Muslikh, S.H.
NIP 131479478

You might also like