You are on page 1of 29

DEFINISI SIKAP, SIFAT, WATAK,

KARAKTER DAN KEPRIBADIAN


Definisi Sikap:
1. tokoh atau bentuk tubuh: -- nya tegap
2. cara berdiri (tegak, teratur, atau dipersiapkan untuk bertindak); kuda-kuda
(tentang pencak dsb): hebat sekali -- nya ketika akan mengucapkan
sumpah; tepat sekali -- adik ketika menangkis pukulan itu
3. perbuatan dsb yang berdasarkan pada pendirian, keyakinan: rakyat akan
selalu mengutuk -- pemimpin-pemimpinnya yang kurang adil itu
4. perilaku; gerak-gerik: -- di panggung sangat berbeda dengan -- nya
sehari-hari
Approach : Sikap adalah bagaimana kita mendekati suatu masalah
• Bearing : Sikap adalah bagaimana kita memikul suatu masalah
• Feeling : Sikap adalah bagaimana kita merasakan
• Manner : Sikap adalah bagaimana kita berperilaku
• Mind-set : Sikap adalah bagaimana pangkaltolak pikiran kita
• Oppinion : Sikap adalah bagaimana kita berpendapat
• Outlook : Sikap adalah bagaimana kita memandang keseluruhan
• Point of view : Sikap adalah bagaimana sudut pandang kita
• Pose : Sikap adalah bagaimana kita menempatkan diri
• Position : Sikap adalah bagaimana posisi kita
• Posture : Sikap adalah bagaimana sosok kita
• Standpoint : Sikap adalah disisi mana kita berdiri
• Thought : Sikap adalah bagaimana pikiran kita
• View : Sikap adalah bagaimana kita menyimak
• Way of behaving : Sikap adalah bagaimana kita berbuat
• Way of thinking : Sikap adalah bagaimana cara kita berpikir
• Way of believing : Sikap adalah bagaimana kita meyakini sesuatu

Sikap sering diartikan dengan mentalitas. Sering kita dengar bahwa seseorang
mind-setnya batur (jongos). Sikapnya seperti jongos. Sulit sekali baginya untuk
meniti karir. Ada lagi yang sosoknya sebagai boss sudah kelihatan sejak muda.
Seorang lagi punya way of thinking seorang juragan, jadilah ia tauke. Seorang lagi
punya sikap sebagai generalissimo, jadilah ia jendral.
Ada yang punya sikap kooperatif. Ada yang bersikap konfrontatif. Ada yang
punya sikap fatalistik. Ada yang pandai menempatkan diri dengan berbagai jenis
orang. Dst, dst. Sikap seseorang dalam menghadapi kompetisi, konflik, tekanan
kerja, tenggat waktu, dll. Ada yang sikapnya ulet, ada yang gampang menyerah.
Ada yang bersikap tuntas dalam segala hal, ada yang setengah2. Dan masih
banyak lagi.
Definisi Sifat:
1. rupa dan keadaan yang tampak pada suatu benda; tanda lahiriah: kalau
menilik -- nya, tentulah ini sejenis serangga; tidak tentu -- nya, kadang-
kadang bulat panjang
2. peri keadaan yang menurut kodratnya ada pada sesuatu (benda, orang,
dsb): salah satu -- anjing adalah setia kepada tuannya
3. ciri khas yang ada pada sesuatu (untuk membedakan dari yang lain): --
puisi lain daripada -- prosa; -- perawakan anak itu sudah dicatat polisi
4. dasar watak (dibawa sejak lahir); tabiat: ia tidak mempunyai -- kesatria

Definis Watak :
sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku; budi
pekerti; tabiat: dasar -- pencuri, meskipun telah beberapa kali masuk penjara, ia
tetap mencuri lagi.
watak diibaratkan organ tubuh dari ujung rambut hingga ujung kaki manusia
(sifatnya cenderung konstan), sedangkan kepribadian diibaratkan pakaian yang
dikenakan oleh individu tersebut (bisa berubah kapan pun, sesuai dengan
lingkungan sekitar yang mempengaruhinya). Meski "kepribadian" rentan untuk
berubah-ubah (karena sifatnya dinamis).

Definis Karakter:
Kata Belanda karakter, itu berasal dari kata Yunani charassein, yang berarti
(mula-mula) coretan, atau gorasan. Kemudian berarti stempel atau gambaran yang
ditinggalkan oleh stempel itu.
Jadi di sini kita menganggap bahwa tingkah laku manusia adalah pencerminan
dari seluruh pribadinya. Ini telah lama sekali dikenal oleh manusia.
a) Ilmu ini memang telah lama sekali dikenal oleh manusia. Yaitu telah sejak
Plato, seorang ahli ilmu jiwa pada zaman Yunani kuno, ± 400 tahun sebelum
Masehi. Ia adalah seorang murid Socrates, seorang ahli filsafat terbesar di
zamannya.
b) Sebenarnya ada perbedaan-perbedaan prinsipil yang sering dikacaukan saja.
Yaitu pengertian tentang:
1. Konstitusi jasmani,
2. Temperamen, dan
3. Watak
Karenaitu, di dalam menggolong-golongkan (mentipe) nanti juga atas tiga
golongan ini. Jadi tipe-tipe manusia menurut konstitusi jasmaninya, menurut
temperamennya, dan menurut wataknya.
1) Konstitusi jasmani ialah, keadaan jasmani yang secara fisiologis merupakan
sifat-sifat bawaan sejak lahir. Konstitusi jasmani ini berpengaruh juga pada
tingkah laku orang itu, dan merupakan sifat-sifat yang khas, asli dan tidak dapat
diubah. Misalnya sifat-sifat orang bertubuh langsing, tentu berbeda dengan sifat-
sifat orang bertubuh gemuk dan sebagainya.
2) Temperamen, ini dari kata temper, artinya campuran. Temperamen adalah sifat-
sifat seseorang yang disebabkan adanya campuran-campuran zat di dalam
tubuhnya yang juga mempengaruhi tingkah laku orang itu. Jadi temperamen
berarti sifat laku jiwa, dalam hubungannya dengan sifat-sifat kejasmanian.
Temperamen jiga merupakan sifat-sifatyang tetap tidak dapat dididik.
3) Watak ialah pribadi jiwa yang menyatakan dirinya dalam segala tindakan dan
pernyataan dalam hubungannya dengan Bakat

Definis Kepribadian :
Kata kepribadian berasal dari bahasa Italia dan inggris yang berarti persona atau
personality yang berarti topeng. Akan tetapi sampai saat ini asal usul kata ini
belum diketahui.
Konteks asli dari kepribadian adalah gambaran eksternal dan sosial. hal ini
diilustrasikan berdasarkan peran seseorang yang dimainkannya dalam masyarakat.
Pada dasarnya manusialah yang menyerahkan sebuah kepribadian kepada
masyarakatnya dan masyarakat akan menilainya sesuai degan kepribadian
tersebut.
Definisi kepribadian memiliki lebih dari lima puluh arti akan tetapi definisi
kepribadian yang penulis maksud di sini adalah himpunan dan ciri-ciri jasmani
dan rohani atau kejiwaan yang relatif tetap yang membedakan seseorang dengan
orang lain pada sisi dan kondisi yang berbeda-beda.
Kepribadian secara umum
Personality atau kepribadian berasal dari kata persona, kata persona merujuk pada
topeng yang biasa digunakan para pemain sandiwara di Zaman Romawi. Secara
umum kepribadian menunjuk pada bagaimana individu tampil dan menimbulkan
kesan bagi individu-individu lainnya. Pada dasarnya definisi dari kepribadian
secara umum ini adalah lemah karena hanya menilai perilaku yang dapat diamati
saja dan tidak mengabaikan kemungkinan bahwa ciri-ciri ini bisa berubah
tergantung pada situasi sekitarnya selain itu definisi ini disebut lemah karena
sifatnya yang bersifat evaluatif (menilai), bagaimanapun pada dasarnya
kepribadian itu tidak dapat dinilai “baik” atau “buruk” karena bersifat netral.
Kepribadian menurut Psikologi
Untuk menjelaskan kepribadian menurut psikologi saya akan menggunakan teori
dari George Kelly yang memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik
dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sementara
Gordon Allport merumuskan kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam
diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku
individu yang bersangkutan.
Lebih detail tentang definisi kepribadian menurut Allport yaitu kepribadian adalah
suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan
tingkah laku dan pikiran individu secara khas.
Allport menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan
bahwa jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi dalam
mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah khas dalam batasan kepribadian
Allport itu memiliki arti bahwa setiap individu memiliki kepribadiannya sendiri.
Tidak ada dua orang yang berkepribadian sama, karena itu tidak ada dua orang
yang berperilaku sama.
Sigmund Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari
tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Dan tingkah laku, menurut Freud, tidak
lain merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kerpibadian
tersebut.
Dari sebagian besar teori kepribadian diatas, dapat kita ambil kesamaan sbb(E.
Koswara):
1. sebagian besar batasan melukiskan kerpibadian sebagai suatu struktur atau
organisasi hipotesis, dan tingkah laku dilihat sebagai sesuatu yang diorganisasi
dan diintegrasikan oleh kepribadian. Atau dengan kata lain kepribadian dipandang
sebagai “organisasi” yang menjadi penentu atau pengarah tingkah laku kita.
2. sebagian besar batasan menekankan perlunya memahami arti perbedaan-
perbedaan individual. Dengan istilah “kepribadian”, keunikan dari setiap individu
ternyatakan. Dan melalui study tentang kepribadian, sifat-sifat atau kumpulan sifat
individu yang membedakannya dengan individu lain diharapkan dapat menjadi
jelas atau dapat dipahami. Para teoris kepribadian memandang kepribadian
sebagai sesuatu yang unik dan atau khas pada diri setiap orang.
3. sebagian besar batasan menekankan pentingnya melihat kepribadian dari sudut
“sejarah hidup”, perkembangan, dan perspektif. Kepribadian, menurut teoris
kepribadian, merepresentasikan proses keterlibatan subyek atau individu atas
pengaruh-pengaruh internal dan eksternal yang mencakup factor-faktor genetic
atau biologis, pengalaman-pengalaman social, dan perubahan lingkungan. Atau
dengan kata lain, corak dan keunikan kepribadian individu itu dipengaruhi oleh
factor-faktor bawaan dan lingkungan.
ILUSTRASI SIKAP, SIFAT, WATAK,
KARAKTER DAN KEPRIBADIAN

Untuk mengetahui watak atau sifat seseorang maupun sifat diri sendiri,bacalah
baik2 suatu ilustrasi/cerita sebagaimana dibawah ini:
Umpamanya anda berdiri ditengah perempatan jalan dan berencana melanjutkan
perjalanan.
Ketika anda melihat ke barat,seekor harimau yang siap menerkam anda jika berani
melalui jalan itu.
Lalu,Anda melihat ketimur,dijalan itu nampak seekor ular besar yang siap
memangsa anda jika anda melewati jalan itu.
Lalu anda melihat kearah lain yaitu utara.Disitu terdapat lautan besar yang harus
anda lewati tanpa perahu/kapal.
Lalu anda melihat kearah selatan,ternyata ada api besar yang berkobar-kobar amat
tingginya.
Kemanakah anda akan memilih arah perjalanan yang semuanya berbahaya?
Sedangkan berdiam diri tidak akan mungkin karena anda akan mati kelaparan.
Nah,Cobalah anda pikir dalam2 jalan manakah yang menurut anda harus dilalui
itu? Dari pilihan arah itulah maka watak/karakter anda akan terbaca.
Jika Anda memilih jalan... yg ada harimaunya, maka sifat anda seperti harimau.
Sabar,pendiam,tidak berbahaya jika tidak lapar. Orang yang memiliki sifat seperti
ini dapat dijadikan temen asalkan dituruti kehendaknya dan ia nantinya bisa
membuat orang celaka jika sudah tidak senang lagi dengan orang tsb.
Jika anda memilih jalan yg ada ularnya,maka sifat anda seperti ular dimana akal
dan pikiran anda itu berbelit belit, inginnya menguasai orang lain. Harap berhati-
hati dengan orang yang punya sifat sperti ini.
Jika anda memilih jalan yang terdapat lautan besar, maka sifat anda seperti lautan.
Walaupun tampak lemah, air memiliki kekuatan yang luar biasa.Anda tidak
mudah ditipu orang dan menunjukkan sifat anda yang berpikir jauh dalam
memecahkan suatu persoalan. Keinginan anda akan dapat dicapai setelah melalui
berbagai macam rintangan.
Jika anda memilih jalan yang ada api berkobar-kobar,maka anda adalah orang
yang memiliki kemauan keras, cepat mengambil tindakan akan tetapi anda lekas
percaya kepada orang lain.
Ini hanyalah pertanyaan semata yang bisa digunakan sebagai suatu cara
mengetahui watak orang lain maupun diri sendiri.Namun,janganlah anda terikat
dengan pertanyaan dan jawaban ini. Setiap orang berbeda-beda
sifat/wataknya.Banyak faktor yang mempengaruhinya.
Sembilan tipe kepribadian adalah:
Tipe 1 perfeksionis
Orang dengan tipe ini termotivasi oleh kebutuhan untuk hidup dengan benar,
memperbaiki diri sendiri dan orang lain dan menghindari marah.T
ipe 2 penolong
Tipe kedua dimotivasi oleh kebutuhan untuk dicintai dan dihargai,
mengekspresikan perasaan positif pada orang lain, dan menghindari kesan
membutuhkan.
Tipe 3 pengejar prestasi
Para pengejar prestasi termotivasi oleh kebutuhan untuk menjadi orang yang
produktif, meraih kesuksesan, dan terhindar dari kegagalan.
Tipe 4 romantis
Orang tipe romantis termotivasi oleh kebutuhan untuk memahami perasaan diri
sendiri serta dipahami orang lain, menemukan makna hidup, dan menghindari
citra diri yang biasa-biasa saja.
Tipe 5 pengamat
Orang tipe ini termotivasi oleh kebutuhan untuk mengetahui segala sesuatu dan
alam semesta, merasa cukup dengan diri sendiri dan menjaga jarak, serta
menghindari kesan bodoh atau tidak memiliki jawaban.
Tipe 6 pencemas
Orang tipe 6 termotivasi oleh kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan, merasa
diperhatikan, dan terhindar dari kesan pemberontak.
Tipe 7 petualang
Tipe 7 termotivasi oleh kebutuhan untuk merasa bahagia serta merencanakan hal-
hal menyenangkan, memberi sumbangsih pada dunia, dan terhindar dari derita dan
dukacita.
Tipe 8 pejuang
Tipe pejuang termotivasi oleh kebutuhan untuk dapat mengandalkan diri sendiri,
kuat, memberi pengaruh pada dunia, dan terhindar dari kesan lemah.
Tipe 9 pendamai
Para pendamai dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjaga kedamaian, menyatu
dengan orang lain dan menghindari konflik.

KARAKTER
Kepribadian (personality) sering digambarkan sebagai keseluruhan kualitas
kejiwaan yang diwarisi dari orang tua (leluhur) dan yang diperoleh dari hasil
pembelajaran, pengaruh lingkungan dan pengalaman hidup. Erich Fromm,
seorang pakar Psikoanalisa Baru, merumuskan kepribadian sebagai berikut:
“Personality is the totality of inherited and acquired psychic qualities which are
characteristic of one individual and which make the individual unique”
Cukup banyak ragam aspek kepribadian yang diturunkan dari orang tua dan
leluhur, antara lain wajah dan bentuk tubuh, kecerdasan, temperamen, bakat dan
minat. Sedangkan aspek-aspek kepribadian yang diperoleh dari proses
pembelajaran, pengalaman hidup dan pengaruh lingkungan lebih banyak lagi
antara lain pengetahuan, hobi, ketrampilan, kebiasaan, gaya hidup dan karakter.
Temperamen merupakan corak reaksi emosional seseorang terhadap berbagai
rangsangan dari lingkungan dan dari dirinya sendiri. Hipokrates misalnya
mengemukakan empat ragam temperamen manusia didasarkan pada cepat-
lambatnya dan kuat-lemahnya pola reaksi emosional seseorang: Sanguinicus
(cepat bereaksi, tetapi lemah), Melancholicus (lambat reaksinya, tetapi kuat),
Cholericus (cepat dan kuat reaksinya) dan Phlegmaticus (lambat reaksinya dan
lemah).
Perbedaan antara temperamen dengan karakter adalah: Temperamen erat
kaitannya dengan konstitusi tubuh, sulit sekali berubah dan bersifat netral, dalam
artian tidak dengan sendirinya mengandung penilaian baik dan buruk. Karakter
dibentuk dari pengalaman hidup seseorang, dapat berubah dan selalu mendapat
penilaian baik atau buruk, layak atau tak layak, terpuji atau tercela. Mengapa?
Karena karakter merupakan internalisasi nilai-nilai etis yang semula berasal dari
lingkungan menjadi bagian kepribadiannya yang berkaitan dengan penilaian baik-
buruknya sifat dan perilaku seseorang. Dengan lain perkataan, temperamen tidak
apriori mengandung implikasi etis/moral , sedangkan karakter selalu menjadi
sasaran penilaian etis/moral. Penilaian baik dan buruk ini didasari oleh bermacam-
macam nilai sosial-budaya sebagai tolok ukur. Misalnya kebahagiaan, prestasi,
kemanfataan, kenikmatan, kebebasan pribadi, aktualisasi potensi dan penyesuaian
diri pada lingkungan. Pribadi berkarakter kuat digambarkan sebagai pribadi
bermoral tinggi yang benar-benar memahami, menghayati dan menerapkan nilai-
nilai etis, mengetahui apa yang benar dan salah, bersikap jujur, lugas dan
bertanggungjawab serta berusaha agar perbuatannya sehari-hari sesuai dengan
nilai-nilai etis/moral yang dianut.

PANDANGAN ISLAM ATAS KARAKTER


Berbicara mengenai Karakter pada hakikatnya berbicara mengenai Akhlak. Dan
akhlak adalah kekayaan batin manusia yang membedakannya dari makhluk lain,
khususnya hewan. Melalui akhlaknya manusia dinilai baik atau buruk, terpuji atau
tercela, mulia atau hina. Dan hanya manusia pula yang dituntut untuk berakhlak
mulia dan mencegah diri dari perbuatan nista. Akhlak dapat diartikan sebagai
sifat-sifat baik dan buruk yang benar-benar tertanam pada diri seseorang. Akhlak
ini tidak kasatmata, tetapi terungkap dalam perbuatan nyata (tindakan, lisan,
tulisan, gerak-gerik) yang spontan dan konsisten serta penuh kesadaran saat
menghadapi situasi tertentu. Jadi perbuatan akhlaki ini bukan semacam gerakan
reflek fisiologis, melainkan perbuatan murni (genuine) yang dilakukan atas
kemauan sendiri dan keputusan pribadi yang bebas tanpa ada paksaan dari luar.
Bukan pula ketakutan dan kepura-puraan atau ingin menjadi terkenal serta
mendapat pujian orang. Bahkan perbuatan akhlaki adalah perbuatan yang
dilakukan secara ikhlas karena Allah semata-mata. Dalam pandangan Islam,
perbuatan akhlaki mengandung nilai ibadah dan spiritual.
KAREKTERSITIK ANAK
Buah tak jatuh jauh dari pohonnya. Agaknya peribahasa ini banyak dikaitkan
dengan karakter anak yang seringkali mirip dengan orangtuanya. Menurut
psikolog perkembangan dari Yayasan Kita dan Buah Hati, Rahmi Dahnan MSi,
karakter anak yang dibawa sejak lahir merupakan turunan genetik dari
keluarganya. “Karakter anak biasanya hasil menjiplak dari kedua orangtuanya,”
katanya. Misalnya, ayah atau ibu termasuk pendiam maka ada kecenderungan
anak mewarisi karakter yang sama. Namun, sambung Rahmi, terdapat pula
penggolongan berdasarkan karakter bayi yaitu anak yang digolongkan anak
mudah (easy child), slow to warm child, dan anak sulit (difficult child).
Ketiga karakter tersebut merupakan karakter dasar (basic character) bayi yang
bisa terlihat dari pola tidur, makan, dan kemampuan adaptasi dengan lingkungan
baru. Misalnya, pada tipe difficult child sering bermasalah pada pola tidurnya,
sering teriak saat menangis, dan menolak bertemu orang lain. Berbeda dengan tipe
easy child, anak lebih tenang dan memiliki pola makan serta tidur yang mudah
diatur dan mudah beradaptasi dengan siapa pun. Sedangkan, tipe slow to warm,
awalnya sulit terdeteksi dini karena merupakan pertengahan dari kedua tipe di
atas. Namun tipe ini bisa diamati, misalnya anak mudah tersentak ketika tidur
kalau pun menangis tidak meraung-raung.
Apapun karakter anak, papar Rahmi, sebaiknya diterima kemudian dipahami
sehingga bisa memberikan pola asuh sesuai kebutuhan anak. ??Saat menghadapi
anak sulit (difficult child) yang menangis, sebaiknya orangtua lebih sabar dan
tidak menimpalinya dengan omelan, atau bentakan (verbal abuse) yang justru
membuat anak merasa tidak nyaman,?? katanya. Pelukan dan belaian lembut akan
menciptakan rasa nyaman dan menurunkan kerewelan si anak sulit.
Menurut psikolog dari Lembaga Terapan UI (LPTUI), Muhammad Rizal MSi,
Ketika anak memasuki usia prasekolah, orangtua bisa mengamati perkembangan
karakter anak. Secara umum tipe karakter digolongkan dalam empat kategori
tergantung bagaimana anak menempatkan dirinya. Jika anak lebih suka
berinteraksi dengan orang lain, maka anak bisa digolongkan extrovert.
Sebaliknya, tipe anak introvert justru lebih sering menikmati waktu sendirinya
dengan merenung dan memikirkan kejadian atau pengalaman yang dialaminya.
Selain itu, kepribadian anak juga bisa terlihat dari gayanya mengumpulkan
informasi, misalnya tipe mengeksplorasi data serta fakta (sensing) atau tipe
mengandalkan intuisi (intuition) yang sering menggunakan kalimat ?rasa-rasanya?
atau ?sepertinya?. ?Karakter ini bisa dilihat sedini mungkin, terutama mengenali
tipe anak extrovert atau introvert, jika anak tidak terlalu menikmati situasi
bersama banyak orang bisa dikatakan anak cenderung introvert,? kata Rizal.
Dapatkah karakter anak diubah?
Rizal menjawab, tidak bisa. Namun pengaruh lingkungan seperti sekolah dan
keluarga berpotensi menguatkan atau melemahkan karakter tersebut. ??Trauma
yang berat bisa membuat seolah-olah karakter anak berubah. Dengan terapi dan
pendampingan yang tepat, karakter asli tetap akan lebih dominan dibanding
karakter hasil adaptasi dengan trauma,?? paparnya. Misalnya, anak yang
mengalami pelecehan seksual, mungkin tiba-tiba menjadi pendiam, tertutup, dan
sangat melindungi dirinya.
Senada dengan pendapat di atas, Rahmi menambahkan, terkadang dampak dari
peristiwa tertentu seperti kehilangan seseorang yang dicintai bisa mengubah
tingkah laku anak. ??Namun, responnya tidak akan jauh dari karakter dasar
anak,?? katanya. Misalnya karakter anak tergolong introvert meski tidak terlihat
pada tingkah polahnya, namun ketika mengalami trauma, karakter ini mungkin
akan muncul misalnya dengan mengurung diri di kamar atau merenung. Meski
demikian, orangtua bisa mengajarkan trik-trik menghadapi stres atau sesuatu yang
kurang mengenakkan dengan cara yang lebih baik.
Rizal mengatakan, dengan mengenali karakter anak, orangtua dapat memahami
dan menemukan cara-cara tepat untuk mengasuh anak. Misalnya jika anak
tergolong introvert, jangan terlalu memaksa anak akan bercerita tentang perasaan
atau kebutuhannya. Namun, mungkin saja orangtua perlu usaha lebih untuk
mendekatkan diri dan mengajak anak bicara. Sementara pada anak yang lebih
terbuka dan selalu bercerita tanpa diminta, maka orangtua bisa mengarahkan anak
untuk melihat kondisi dan waktu yang tepat bercerita.
Tidak ada karakter anak yang negatif, tegas Rizal. Misalnya, anak pendiam dinilai
lebih baik dibandingkan dengan anak yang lebih sering bertanya. ??Jika penilaian
semacam ini mewarnai lingkungannya, maka kepribadian anak tidak bisa tumbuh
optimal. Bisa jadi anak tidak percaya diri dan mandiri setiap bertanya. Namun,
ketika anak keluar dari lingkungan tersebut, karakter aslinya akan muncul
kembali,?? paparnya.
Rizal menambahkan, orangtua bisa mengenali kepribadian anak berdasarkan
pengamatan perilaku anak sehari-hari seperti cara anak berkomunikasi, gaya
hidup, atau ketika anak tengah menganalisa suatu persoalan dan membuat
keputusan sendiri. Menurut Carl Gustav Jung dalam bukunya Personality Plus
karakter anak bisa dibedakan berdasarkan caranya membuat keputusan, ada anak
yang mempertimbangkan perasaan orang lain (feeling) atau hanya menggunakan
data-data dan hal-hal yang memang ia lihat dan miliki (thinking). Kemudian bisa
juga melihat gaya hidup dari anak, misal penuh spontanitas dan tidak terduga,
kurang peduli pada aturan-aturan kaku (perceiving),penuh perencanaan, atau taat
pada aturan (Judgement).
Rahmi mendefinisikan kepribadian (personality) sebagai kesiapan bertingkah laku
ini merupakan reaksi atau respon terhadap simulasi dari lingkungan luar
berdasarkan karakter yang dimiliki anak. ??Oleh sebab itu, meski karakter anak
bisa saja sama, namun kepribadian yang muncul akan berbeda-beda,?? katanya.
Orangtualah yang bertugas mengarahkan kepribadian anak. Pembentukan
kepribadian anak juga melibatkan pembiasaan-pembiasaan yang diterapkan
orangtua. ?Jika ingin menciptakan anak berkepribadian baik maka ciptakan
lingkungan yang baik pula, sekali lagi orangtua sebagai acuannya,?paparnya.
Untuk itu, Rahmi menambahkan, orangtua harus dibekali pengetahuan mengenai
perkembangan anak dengan melihat harapan sosial pada usia tertentu. Pada usia 3
tahun, anak sebaiknya mulai mandiri pada hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingannya seperti makan, minum, dan berpakaian sendiri. Kepercayaan diri
mulai dikembangkan optimal ketika anak berusia 5 tahun. Sedangkan di usia 7
tahun anak mulai produktif dalam arti anak sudah mulai menunjukkan minatnya
dan tidak tergantung pada keputusan orangtua. ?Perlu disadari juga laju
perkembangan tiap anak berbeda-beda, yang merupakan hasil dari kematangan
anak dan latihan atau pembelajarannya selama masih dalam rentang
perkembangannya,? ujarnya.
Masa prasekolah adalah saat orangtua membentuk pondasi kepribadian anak.
Dengan menanamkan pembiasaan yang positif seperti membiasakan bilang ?
tolong?, ?terimakasih? dan ?maaf?, izin jika ingin bermain keluar, atau bersikap
sopan. Sedangkan di usia sekolah, anak mulai berani mencoba hal-hal di luar
kebiasaan. Tujuannya hanya sekedar untuk melihat respon orangtuanya. ??Oleh
sebab itu sebaiknya orangtua bersikap konsisten dalam mengasuh,?? kata Rahmi.
Selain itu, anak juga dipengaruhi oleh lingkungan sekolah atau teman
sepermainannya (peer group). Orangtua juga bisa melihat bagaimana respon anak
ketika menghadapi suatu permasalahan untuk melihat kepribadiannya yang unik. ?
Perlu diingat, sikap dan tingkah laku anak merupakan cerminan dari
kepribadiannya,? sambungnya.
Rahmi mengatakan, diharapkan dengan pembiasaan-pembiasaan positif yang
ditanamkan orangtua pada anak dapat membentuk kecerdasan emosinya.
Seringkali anak terlihat menjadi pemberontak ketika menghadapi suatu masalah.
Hal ini disebabkan anak tidak menemukan jalan keluar dari permasalahannya,
maka anak berpotensi mengekspresikan emosinya dengan cara yang negatif.
Jika sudah demikian, orangtua harus peka dengan tidak menuduh atau
memberikan komentar negatif. ??Umumnya sikap negatif anak disebabkan oleh
faktor eksternal seperti mencari perhatian, atau berada dalam kondisi tertekan,??
jelasnya.
Dengan bertambahnya usia, lanjut Rahmi, pemahaman anak juga perlu ditambah,
misalnya ada anak yang sangat sensitif (oversensitive) yang peka dan mudah
sekali menangis. Berikan pelajaran bersikap bijaksana dalam menanggapi suatu
permasalahan. Seperti tidak semua permasalahan harus ditangisi. Ada kalanya,
anak juga melakukan kealpaan dengan memberikan respon negatif tanpa
disadarinya, misalnya dengan berkata kasar saat marah. ??Jangan langsung
memarahi anak, beritahu bahwa sikapnya tidak baik dan berikan contoh sikap
yang terpuji,?? katanya.
Hati-hati! Jika pola komunikasi dan pengasuhan anak ditekankan pada metode
kepatuhan (otoriter) maka yang tampak adalah kepribadian semu. Anak terlihat
manis dan patuh di rumah, namun ketika di sekolah tidak demikian. ?Orangtua
sebaiknya ?asli? dalam menampilkan kasih sayang dan mengubah metode
pengasuhan tersebut,?ujar Rahmi.
Psikiater anak dari Klinik Mutiara Hatiku, Ika Widyawati mengatakan karakter
merupakan warna dasar setiap anak. Secara teori, pembentukan kepribadian anak
dimulai dari 0-8 tahun , artinya di masa usia tersebut kepribadian anak belum
stabil atau masih berubah-ubah tergantung pengalaman hidupnya.
Berikut hal-hal yang harus diperhatikan orangtua dalam pembentukan karakter
anak.
Memperlakukan anak sesuai dengan karakteristik anak.
Pahami bahwa setiap anak itu unik.
Memenuhi kebutuhan dasar anak antara lain kebutuhan kasih sayang, pemberian
makanan bernutrisi. Juga rasa aman dan nyaman.
Memperhatikan pola pendidikan yang diajarkan oleh guru di sekolah anak.
Sebaiknya pola pengajaran guru juga senada dengan orangtua.
Berikan dukungan dan penghargaan ketika anak menampilkan tingkah laku yang
terpuji.
Berikan fasilitas lingkungan yang sesuai dengan usia perkembangannya.
Jika lingkungan sosial kurang baik, sebaiknya orangtua memindahkan anak dari
lingkungan tersebut.
Orangtua bersikap tegas dan konsisten.
Orangtua memaksakan ambisi-ambisi pada anak apalagi jika bertentangan dengan
karakter dasar anak.
Jangan mengasari anak, karena berpotensi menimbulkan ketaatan sesaat dan
berpotensi menimbulkan kepribadian pemberontak.
Jangan membanding-bandingkan anak.
Jangan terlalu sering berganti-ganti pola asuh karena cenderung mempengaruhi
kepribadian anak.
Jangan bumbui pola pengasuhan dengan verbal abuse atau physic abuse. Biasanya
jika ini diterapkan akan timbul sikap curiga berlebihan (skeptis), menarik diri, dan
enggan menjalin komunikasi dengan orangtua.

Karakteristik Anak Pra Sekolah


Oleh Rina M.Taufik
Anak yang terkategori para sekolah adalah anak dengan usia 3-5 tahun, seorang
ahli psikologi Elizabeth B. Hurlock mengatakan bahwa kurun usia pra sekolah
disebut sebagai masa keemasan (the golden age).
Di usia ini anak mengal;ami banyak perubahan baik fisik dan mental, dengan
karakteristik sebagai berikut :

1. Berkembangnya konsep diri


,2. Munculnya egosentris,
3. Rasa ingin tahu yg tinggi
4. Imanjinasi yang tinggi
5. Belajar menimbang rasa
6. munculnya control internal
7. Belajar dari lingkungannya
8. berkembangnya cara berpikir
9. berkembangnya kemampuan berbahasa
10. munculnya perilaku ‘buruk’
a. berbohong
b. mencuri
c. bermain curang
d. gagap
e. mogok sekolah
f. takut monster/hantu
g. yeman imajiner
h. lamban
i. tempertantrum
Baiklah kita bahas satu persatu sesuai waktu yg tersedia, jika tdk cukup waktu kita
sambung pada pertemuan selanjutnya :
1. Berkembangnya konsep diri,secara perlahan pemahamannya tentang kehidupan
berkembang . Anak mulai menyadari bahwa dirinya, identitasnya karena
kesadarannya itu menunjukkan “akunya” (eksistensi diri) segalanya ingin ia coba,
ia merasa dirinya bisa, namun di sisi lain ia memiliki kebutuhan yang besar utk
tetap disayang dan didukung oleh orang tuanya.
2. Munculnya egosentris,Di usia ini anak berpikir bahwa segalan yg ada dan
tersedia adalah untuk dirinya, semuanya ada untuk memenuhi kebutuhannya.
Kuatnya egosentris ini mempengaruhi perilaku anak dalam bermain, saat bermain
anak enggan utk meminjamkan mainanannya pd anak lain jg menolak
mengembalikan mainan pinjamannya. Wajarlah jika saat seperti ini terjadi onflik
dg temannya. Pada saat mengalami konflik ini anak belum bisa menyelesaikannya
secara efektif, ia cenderung menghindar dan menyalahkan orang lain.
3. Rasa ingin tahu yg tingiRasa ingin tahunya meliputi berbagai hal termasuk
seksual sehingga ia selalu bereksplorasi dalam apapun dan dimanapun.
4. Imanjinasi yang tinggiImajinasi di usia ini sangat mendominasi setiap
perilakunya, sehingga anak sulirt membedakan mana khayalan dan mana
kenyataan . ia kadang2 suka melebih-lebihkan cerita. Daya imaninasi ini beasanya
melahirkan teman imajiner (teman yang tidak pernah ada), teman khayalnya ini
mampu mencurahkan segala pengalaman dan perasaannya.
5. Belajar menimbang rasaDi usia 4 tahun minat terhadap teman2nya mulai
berkembang, anak mulai bisa terlibat dalam permainan kelompok bersama
teman2nya walaupun kerap terjadi pertengkaran. Hal ini karena ia masih
memikirkan dirinya sendiri. Empati anak mulai berkembang, ia mulai merasakan
apa yg sedang org lain rasakan. Jika melihat ibunya bersedih ia akan mendekati,
memeluk dan membawa sesuatu yg dapat menghibur. Pada masa ini anak mulai
belajar konsep mbenar salah.
6. Munculnya control internalKontrol internai muncul di akhir masa usia
prasekolah, perasaan malu mulai muncul ia akan merasa malu dan bersalah jika ia
melakukan perbuatan yg salah. Dengan demikian tepatnya di usia 5 tahun ia sudah
siap terjun ke lingk. Di luar rumah dan sudah sanggup menyesuaikan diri dg
standar perilaku yg diharapkan.
7. Belajar dari lingkungannyaAnak mulai meniru apa yg sering dilihatnya ia
belajar mengidentifikasi dirinya dengan model yg dilihatnya misalnya ia akan
berperilaku sama persis seperti apa yg dilihatnya di TV dan ia pun akan bercita-
cita sama seperti profesi orang tuanya. Jadi di usia ini lingkunganlah yg sangat
berperan dalam membentuk perilakunya.
8. berkembangnya cara berpikirAnak mulai mengembangkan pehamannya ttg
hubungan benda antara bagian dan keseluruhan. Pemahaman konsep waktu belum
berkembang sempurna anak belum bisa membedakan antara tadi pagi dan kemarin
sore.
9. berkembangnya kemampuan berbahasaDibanding masa sebelumnya anak lebih
bisa diajak berkomunikasi, ia mulai bisa mengungkapkan keinginannya dengan
bahasa verbal, namun kadang2 ia ingin bereksperimen dengan mengatakan kata2
yg kotor atau yang mengejutykan orang tuannya.
10. munculnya perilaku ‘buru’a. berbohongBagi anak prasekolah bohong adalah
normal, sebab di usia ini anak belum bisa membedakan antara realitas dan dunia
fantasinya. Pada dasarnya alas an bohong pada anak bermacam2 ada anak yg
berbohong untuk menghindari hukuman, mengelakkan tanggung jawab,
melindungi teman, agar dipuji atau untuk melindngi hal2 yg pribadi. Semakin
besar anak alas an berbohong berubah mendekati alas an orang dewasa. Konsep
benar salah yang baru muncul, nurani yg baru tumbuh dan imajinasi yang tinggi
akan membuat bohong mereka tidak masuk akal.
b. MencuriMengambil barang yg bukan miliknya sama dg bohong, ini normal
bagi anak usia prasekolah. Ia belum mengetahui konsep moral yg ada.
Kata’mencuri” lebih tepat untuk orang dewasa dan terlalu keras bagi anak. Ada
dua alas an mengapa anak ‘mencuri” pertama anak memiliki asumsi bahwa semua
benda itu adalah miliknya sampai ada yg memberitahu kalau itu bukan
miliknya.Kedua kebutuhan mengidentifikasi dirinya dengan orang lain sangat
besar. Kebutuhan tsb mendorong ia utk mengambil barang orang lain, dalam
pikirannya mengambil barang milik orang lain sama artinya dg menjadi orang tsb.
c. bermain curangAnak2 prasekolah sering bermain curang. Hal ini mereka
lakukan karena mereka tdk tahu aturan main yg benar. Pada usia ini tepatnya 4 th
tumbuhkan sikap menghormati perasaan orang lain.
d. GagapSetiap anak di usia 1-6 th sedang mengembangkan keterampilan
bahasanya. Di usia ini anak2 selalu mencari kata2 yg tepat dan mengalami
kesulitan menemukannya. Biasanya bicara gagap ini pada saat2 tertentu misalnya
ketika ia sedang gembira, marah dan bersemangat.
e. mogok sekolahDi usia 3 tahun anak2 mulai merasakan takut berpisah dengan
orang tuanya. Hal yg normal jika anak usia 4-5 th sesekali anak tidk mau pergi ke
sekolah. Sebenarnya ia bukan tdk mau pergi sekolah tapi ia ingin bersama ibu.
f. takut monster/hantuKesadaran diri yg mulai berkembang dan daya khayal yg
mulai berkembang pesat, membuka dunia fantasi dg ketakutan2 dan fantasi
sendiri. Mulai usia 3 tahun anak mulai mampu menciptakan gambaran2 yg
menakutkan. Seekor cecak akan tergambar seperti buaya dalam pikiran mereka
begirupun dg kucing akan terdengar seperti harimau.
g. Teman imajinerTeman imajiner adalah hal yg wajar dg adanya teman imajiner
anak akan belajar mengekspresikan segala apa yg dirasakannya, anak akan belajar
mengembangkan keterampilan bahasanya juga ia alan berlatih memainkan
perannya sebagai seorang teman dalam pergaulan yg sesungguhnya, namun
jangan biarkanb ia menjadikan teman imajinernya sebagai kambing hitan atas
segala kesalahan yg diperbuatnya.
h. lamban Anak usia prasekolah seringkali sukar untuk bertindak cepat, tanpa
merasa bersalah ia tak acuh dengan kekesalan orang tuanya yg terburu2. Hal ini
adalah perilaku yg wajar, anak bukanlah sesuatu yg obyektif. Ia menganggap
waktu dapat disesuaikan dg perassannya. Seperti halnya orang dewasa ketika
sedang antri akan terasa waktu lama sekali tetapi ketika sedang asyik waktu akan
terasa begitu cepat padahal durasinya 2 jam.
i. TempertantrumTempertantrum adalah mengamuk tanpa alasan yg jelas kadang2
dikeramaian. Hal ini disebabkan anak usia 2-3 tahun memiliki rasa ingin tahu yg
tinggi dan segala ingin melakukan pekerjaan sendiri, namun saying kadang2
keinginan itu lebih besar dari kemampuannya akibatnya anak putus asa dan
mengamuk, ia ‘frustasi’ dengan kenyataan bahwa ia masih kecil. Ia belum bisa
mengekspresikan rasa marahnya melalui kata2. Untuk menghadapi anak yg
sedang mengamuk beri ia penguatan pada perilaku yg benar dan beri hukuman
atau jangan diacuhkan pada perilaku yg tdk benar.
KARAKTERISTIK ANAK USIA SD
Pertumbuhan Fisik atau Jasmani
1. Perkembangan fisik atau jasmani anak sangat berbeda satu sama lain,
sekalipun anak-anak tersebut usianya relatif sama, bahkan dalam kondisi
ekonomi yang relatif sama pula. Sedangkan pertumbuhan anak-anak
berbeda ras juga menunjukkan perbedaan yang menyolok. Hal ini antara
lain disebabkan perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orang tua terhadap
anak, kebiasaan hidup dan lain-lain.
2. Nutrisi dan kesehatan amat mempengaruhi perkembangan fisik anak.
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan pertumbuhan anak menjadi
lamban, kurang berdaya dan tidak aktif. Sebaliknya anak yang
memperoleh makanan yang bergizi, lingkungan yang menunjang,
perlakuan orang tua serta kebiasaan hidup yang baik akan menunjang
pertumbuhan dan perkembangan anak.
3. Olahraga juga merupakan faktor penting pada pertumbuhan fisik anak.
Anak yang kurang berolahraga atau tidak aktif sering kali menderita
kegemukan atau kelebihan berat badan yang dapat mengganggu gerak dan
kesehatan anak.
4. Orang tua harus selalu memperhatikan berbagai macam penyakit yang
sering kali diderita anak, misalnya bertalian dengan kesehatan penglihatan
(mata), gigi, panas, dan lain-lain. Oleh karena itu orang tua selalu
memperhatikan kebutuhan utama anak, antara lain kebutuhan gizi,
kesehatan dan kebugaran jasmani yang dapat dilakukan setiap hari
sekalipun sederhana.
Perkembangan Intelektual dan Emosional
1. Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor
utama, antara lain kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan
pembinaan orang tua. Akibat terganggunya perkembangan intelektual
tersebut anak kurang dapat berpikir operasional, tidak memiliki
kemampuan mental dan kurang aktif dalam pergaulan maupun dalam
berkomunikasi dengan teman-temannya.
2. Perkembangan emosional berbeda satu sama lain karena adanya perbedaan
jenis kelamin, usia, lingkungan, pergaulan dan pembinaan orang tua
maupun guru di sekolah. Perbedaan perkembangan emosional tersebut
juga dapat dilihat berdasarkan ras, budaya, etnik dan bangsa.
3. Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan
kecemasan, rasa takut dan faktor-faktor eksternal yang sering kali tidak
dikenal sebelumnya oleh anak yang sedang tumbuh. Namun sering kali
juga adanya tindakan orang tua yang sering kali tidak dapat mempengaruhi
perkembangan emosional anak. Misalnya sangat dimanjakan, terlalu
banyak larangan karena terlalu mencintai anaknya. Akan tetapi sikap
orang tua yang sangat keras, suka menekan dan selalu menghukum anak
sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat mempengaruhi
keseimbangan emosional anak.
4. Perlakuan saudara serumah (kakak-adik), orang lain yang sering kali
bertemu dan bergaul juga memegang peranan penting pada perkembangan
emosional anak.
5. Dalam mengatasi berbagai masalah yang sering kali dihadapi oleh orang
tua dan anak, biasanya orang tua berkonsultasi dengan para ahli, misalnya
dokter anak, psikiatri, psikolog dan sebagainya. Dengan berkonsultasi
tersebut orang tua akan dapat melakukan pembinaan anak dengan sebaik
mungkin dan dapat menghindarkan segala sesuatu yang dapat merugikan
bahkan memperlambat perkembangan mental dan emosional anak.
6. Stres juga dapat disebabkan oleh penyakit, frustasi dan ketidakhadiran
orang tua, keadaan ekonomi orang tua, keamanan dan kekacauan yang
sering kali timbul. Sedangkan dari pihak orang tua yang menyebabkan
stres pada anak biasanya kurang perhatian orang tua, sering kali mendapat
marah bahkan sampai menderita siksaan jasmani, anak disuruh melakukan
sesuatu di luar kesanggupannya menyesuaikan diri dengan lingkungan,
penerimaan lingkungan serta berbagai pengalaman yang bersifat positif
selama anak melakukan berbagai aktivitas dalam masyarakat.
Perkembangan Bahasa
Bahasa telah berkembang sejak anak berusia 4 – 5 bulan. Orang tua yang bijak
selalu membimbing anaknya untuk belajar berbicara mulai dari yang sederhana
sampai anak memiliki keterampilan berkomunikasi dengan mempergunakan
bahasa. Oleh karena itu bahasa berkembang setahap demi setahap sesuai dengan
pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan orang tua membimbing anaknya.
Fungsi dan tujuan berbicara antara lain: (a) sebagai pemuas kebutuhan, (b)
sebagai alat untuk menarik orang lain, (c) sebagai alat untuk membina hubungan
sosial, (d) sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri, (e) untuk dapat
mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain, (f) untuk mempengaruhi perilaku
orang lain.
Potensi anak berbicara didukung oleh beberapa hal. Yaitu: (a) kematangan alat
berbicara, (b) kesiapan mental, (c) adanya model yang baik untuk dicontoh oleh
anak, (d) kesempatan berlatih, (e) motivasi untuk belajar dan berlatih dan (f)
bimbingan dari orang tua.
Di samping adanya berbagai dukungan tersebut juga terdapat gangguan
perkembangan berbicara bagi anak, yaitu: (a) anak cengeng, (b) anak sulit
memahami isi pembicaraan orang lain.

Perkembangan Moral, Sosial, dan Sikap


1. Kepada orang tua sangat dianjurkan bahwa selain memberikan bimbingan
juga harus mengajarkan bagaimana anak bergaul dalam masyarakat
dengan tepat, dan dituntut menjadi teladan yang baik bagi anak,
mengembangkan keterampilan anak dalam bergaul dan memberikan
penguatan melalui pemberian hadiah kepada ajak apabila berbuat atau
berperilaku yang positif.
2. Terdapat bermacam hadiah yang sering kali diberikan kepada anak, yaitu
yang berupa materiil dan non materiil. Hadiah tersebut diberikan dengan
maksud agar pada kemudian hari anak berperilaku lebih positif dan dapat
diterima dalam masyarakat luas.
3. Fungsi hadiah bagi anak, antara lain: (a) memiliki nilai pendidikan, (b)
memberikan motivasi kepada anak, (c) memperkuat perilaku dan (d)
memberikan dorongan agar anak berbuat lebih baik lagi.
4. Fungsi hukuman yang diberikan kepada anak adalah: (a) fungsi restruktif,
(b) fungsi pendidikan, (c) sebagai penguat motivasi.
5. Syarat pemberian hukuman adalah: (a) segera diberikan, (b) konsisten, (c)
konstruktif, (d) impresional artinya tidak ditujukan kepada pribadi anak
melainkan kepada perbuatannya, (e) harus disertai alasan, (f) sebagai alat
kontrol diri, (g) diberikan pada tempat dan waktu yang tepat.
Tahapan Perkembangan Manusia
Erik H. Erikson
Salah satu teori yang bagi saya mengagumkan dan mudah dipahami dalam
pembahasan tentang psikologi perkembangan adalah teori Erik Homburger
Erikson.
Erikson mengembangkan dua filosofi dasar berkenaan dengan perkembangan,
yaitu:
1. dunia bertambah besar seiring dengan diri kita
2. kegagalan bersifat kumulatif
Kedua dasar filosofi inilah yang membentuk teorinya yang terkenal itu. Ia hendak
mengatakan bahwa dunia semakin besar seiring dengan perkembangan karena
kapasitas persepsi dan kognisi manusia juga mengalami perubahan. Di sisi lain,
dalam pengertian Erikson, kegagalan yang terjadi pada sebuah stage
perkembangan akan menghambat sebuah proses perkembangan ke stage
berikutnya. Kegagalan ini tidak lantas hilang dengan sendirinya, bahkan
terakumulasi dalam stage perkembangan berikutnya.
Dari penelitiannya, Erikson yang penganut Freudian (karena menggunakan
konsep ego) ini melihat bahwa jalur perkembangan merupakan interaksi antara
tubuh (pemrograman biologi genetika), pikiran (aspek psikologis), dan pengaruh
budaya.
Erikson mengelompokkan tahapan kehidupan ke dalam 8 stage yang merentang
sejak kelahiran hingga kematian.
1. Tahap Bayi (Infancy): Sejak lahir hingga usia 18 bulan.
Hasil perkembangan ego: trust vs mistrust (percaya vs tidak percaya)
Kekuatan dasar: Dorongan dan harapan
Periode ini disebut juga dengan tahapan sensorik oral, karena orang biasa melihat
bayi memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya. Sosok Ibu memainkan
peranan terpenting untuk memberikan perhatian positif dan penuh kasih kepada
anak, dengan penekanan pada kontak visual dan sentuhan. Jika periode ini dilalui
dengan baik, bayi akan menumbuhkan perasaan trust (percaya) pada lingkungan
dan melihat bahwa kehidupan ini pada dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di
periode ini, individu memiliki perasaan mistrust (tidak percaya) dan akan melihat
bahwa dunia ini adalah tempat yang mengecewakan dan penuh frustrasi. Banyak
studi tentang bunuh diri dan usaha bunuh diri yang menunjukkan betapa
pentingnya pembentukan keyakinan di tahun-tahun awal kehidupan ini. Di awal
kehidupan ini begitu penting meletakkan dasar perasaan percaya dan keyakinan
bahwa tiap manusia memiliki hak untuk hidup di muka bumi, dan hal itu hanya
bisa dilakukan oleh sosok Ibu, atau siapapun yang dianggap signifikan dalam
memberikan kasih sayang secara tetap.
QS Al-Baqarah 233: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban
ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah
seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena
anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin
menyapih dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa
atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.
Islam mengatakan bahwa sosok Ibu atau pengganti Ibu adalah madrasah
pertama melalui kasih sayangnya, sehingga ada pepatah “surga di telapak kaki
ibu”. Ibu lah yang bertanggung jawab di awal untuk mengantarkan anak ke
surga.
2. Tahap Kanak-Kanak Awal (Early Childhood): 18 Bulan hingga 3 tahun
Hasil perkembangan ego: autonomy vs shame (otonomi vs rasa malu)
Kekuatan dasar: Pengendalian diri, keberanian, dan kemauan (will)
Selama tahapan ini individu mempelajari ketrampilan untuk diri sendiri. Bukan
sekedar belajar berjalan, bicara, dan makan sendiri, melainkan juga mempelajari
perkembangan motorik yang lebih halus, termasuk latihan yang sangat dihargai:
toilet training. Di masa ini, individu berkesempatan untuk belajar tentang harga
diri dan otonomi, seiring dengan berkembangnya kemampuan mengendalikan
bagian tubuh dan tumbuhnya pemahaman tentang benar dan salah. Salah satu
ketrampilan yant muncul di periode adalah kemampuan berkata TIDAK.
Sekalipun tidak menyenangkan orang tua, hal ini berguna untuk pengembangan
semangat dan kemauan.
Di sisi lain, ada kerentanan yang bisa terjadi dalam periode ini, khususnya
berkenaan dengan kegagalan dalam proses toilet training atau mempelajari skill
lainnya, yang mengakibatkan munculnya rasa malu dan ragu-ragu. Lebih jauh,
individu akan kehilangan rasa percaya dirinya.
Dalam periode ini, hubungan yang signifikan adalah dengan orang tua.
QS Al-Maidah 6: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,
dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan
jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau
kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu
tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak
menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
Kebersihan selalu menjadi bagian dari Islam, karena itu layak diajarkan sejak
anak-anak masih kecil agar mereka bisa mandiri dalam melakukannya serta
terbiasa membersihkan diri sekalipun belum siap untuk beribadah secara formal.
3. Tahap Usia Bermain (Play Age): 3 hingga 5 tahun
Hasil perkembangan ego: initiative vs guilt (inisiatif vs rasa bersalah)
Kekuatan dasar: Tujuan
Pada periode ini, individu biasanya memasukkan gambaran tentang orang dewasa
di sekitarnya dan secara inisiatif dibawa dalam situasi bermain. Anak laki-laki
bermain dengan kuda-kudaan dan senapan kayu, anak perempuan main “pasar-
pasaran” atau boneka yang mengimitasi kehidupan keluarga, mobil-mobilan,
handphone mainan, tentara mainan untuk bermain peran, dsb. Di masa ini, muncul
sebuah kata yang sering diucapkan seorang anak:”KENAPA?”
Sesuai dengan konsep Freudian, di masa ini anak (khususnya laki-laki) juga
sedang berjuang dalam identitas gender-nya yang disebut “oedipal struggle”. Kita
sering melihat anak laki-laki yang bermain dengan alat kelaminnya, saling
menunjukkan pada sesama anak laki-laki, atau bahkan menunjukkan pada anak
perempuan sebaya. Kegagalan melalui fase ini menimbulkan perasaan bersalah.
Hubungan yang signifikan di periode ini adalah dengan keluarga inti (ayah, ibu,
dan saudara).
Rasulullah SAW bersabda; “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua
orang-tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR
Bukhari)
Anak-anak di usia ini disebut dengan golden age, karena memiliki ingatan yang
luar biasa, dan apapun memory yang didapatkan di kurun usia ini akan menjadi
kenangan seumur hidup. Karena itu biarlah mereka selalu mengenang orang
tuanya sebagai ilham bagi perbuatan penuh kebajikan dan amal saleh di kelak
kemudian hari.
4. Tahap Usia Sekolah (School Age): Usia 6 – 12 tahun
Hasil perkembangan ego: Industry vs Inferiority (Industri vs Inferioritas)
Kekuatan dasar: Metode dan kompetensi
Periode ini sering disebut juga dengan periode laten, karena individu sepintas
hanya menunjukkan pertumbuhan fisik tanpa perkembangan aspek mental yang
berarti, berbeda dengan fase-fase sebelumnya. Kita bisa simak, dalam periode
sebelumnya pertumbuhan dan perkembangan berbilang bulan saja untuk manusia
agar bisa tumbuh dan berkembang.
Ketrampilan baru yang dikembangkan selama periode ini mengarah pada sikap
industri (ketekunan belajar, aktivitas, produktivitas, semangat, kerajinan, dsb),
serta berada di dalam konteks sosial. Bila individu gagal menempatkan diri secara
normal dalam konteks sosial, ia akan merasakan ketidak mampuan dan rendah
diri.
Sekolah dan lingkungan sosial menjadi figur yang berperan penting dalam
pembentukan ego ini, sementara orang tua sekalipun masih penting namun bukan
lagi sebagai otoritas tunggal.
Imam asy-Syafi’i rahimahullaah pemah mengatakan dalam sya’irnya:
Saudaraku, engkau tidak akan mendapat ilmu, melainkan dengan enam
perkara.Kukabarkan kepadamu rinciannya dengan jelas: Kecerdasan, kemauan
keras, bersungguh-sungguh, bekal yang cukup, bimbingan ustadz, dan waktunya
yang lama.
Anak-anak selalu menganggap guru sebagai orang tua kedua, bahkan seringkali
lebih mendengar penuturan mereka. Karena guru dan teman-teman sekolah
memberikan pengaruh penting, kita wajib seksama dalam memilihkan pendidikan
dasar anak kita.
5. Tahap Remaja (Adolescence): Usia 12 hingga 18 tahun
Hasil perkembangan ego: Identity vs Role confusion (identitas vs kebingungan
peran)
Kekuatan dasar: devotion and fidelity (kesetiaan dan ketergantungan)
Bila sebelumnya perkembangan lebih berkisar pada apa yang dilakukan untuk
saya, sejak stage perkembangan ini perkembangan tergantung pada apa yang
saya kerjakan. Karena di periode ini individu bukan lagi anak tetapi belum
menjadi dewasa, hidup berubah sangat kompleks karena individu berusaha
mencari identitasnya, berjuang dalam interaksi sosial, dan bergulat dengan
persoalan-persoalan moral.
Tugas perkembangan di fase ini adalah menemukan jati diri sebagai individu yang
terpisah dari keularga asal dan menjadi bagian dari lingkup sosial yang lebih luas.
Bila stage ini tidak lancara diselesaikan, orang akan mengalami kebingungan dan
kekacauan peran.
Hal utama yang perlu dikembangkan di sini adalah filosofi kehidupan. Di masa
ini, seseorang bersifat idealis dan mengharapkan bebas konflik, yang pada
kenyataannya tidak demikian. Wajar bila di periode ada kesetiaan dan
ketergantungan pada teman.
Menyendiri lebih baik daripada berkawan dengan yang buruk, dan kawan
bergaul yang sholeh lebih baik daripada menyendiri. Berbincang-bincang yang
baik lebih baik daripada berdiam dan berdiam adalah lebih baik daripada
berbicara (ngobrol) yang buruk. (HR. Al Hakim)
Seseorang adalah sejalan dan sealiran dengan kawan akrabnya, maka hendaklah
kamu berhati-hati dalam memilih kawan pendamping. (HR. Ahmad)
Pergaulan menjadi sangat crucial di usia ini, dan sangat menentukan arah masa
depan perkembangan kerohanian seseorang kelak. Orang tua perlu mengontrol
siapa saja teman anak-anaknya tanpa merasa rikuh, karena tugas orang tua
adalah memilihka teman yang bisa membawa anak ke jalan kehidupan yang
benar.
6. Tahap Dewasa Awal (Young Adulthood): Usia 18 hingga 35 tahun
Hasil perkembangan ego: Solidarity vs Isolation (Solidaritas vs isolasi)
Kekuatan dasar: affiliation and love (kedekatan dan cinta)
Langkah awal menjadi dewasa adalah mencari teman dan cinta. Hubungan yang
saling memberikan rasa senang dan puas, utamanya melalui perkawinan dan
persahabatan. Keberhasilan di stage ini memberikan keintiman di level yang
dalam.
Kegagalan di level ini menjadikan orang mengisolasi diri, menjauh dari orang
lain, dunia terasa sempit, bahkan hingga bersikap superior kepada orang lain
sebagai bentuk pertahanan ego.
Hubungan yang signifikan adalah melalui perkawinan dan persahabatan.
QS An-Nuur32: Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki
dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya)
lagi Maha Mengetahui.
” jika seorang hamba menikah sesungguhnya ia telah menyempurnakan separuh
agamanya. Karena itu bertakwalah pada Allah untuk menyempurnakan sebagian
yang lain” (HR Al Baihaqi)
Menikah adalah pilihan, namun bagi kaum muslim adalah sunnah. Pernikahan
yang baik dan berdasarkan ridha Allah akan memberikan ketenteraman.
7. Tahap Dewasa (Middle Adulthood): Usia 35 hingga 55 atau 65tahun
Hasil perkembangan ego: Generativity vs Self Absorption or Stagnation
Kekuatan dasar: production and care (produksi dan perhatian)
Masa ini dianggap penting karena dalam periode inilah individu cenderung penuh
dengan pekerjaan yang kreatif dan bermakna, serta berbagai permasalahan di
seputar keluarga. Selain itu adalah masa “berwenang” yang diidamkan sejak lama.
Tugas yang penting di sini adalah mengejawantahkan budaya dan meneruskan
nilai budaya pada keluarga (membentuk karakter anak) serta memantapkan
lingkungan yang stabil. Kekuatan timbul melalui perhatian orang lain, dan karya
yang memberikan sumbangan pada kebaikan masyarakat, yang disebut dengan
generativitas. Jadi di masa ini, kita takut akan ketidak aktifan dan ketidak
bermaknaan diri.
Sementara itu, ketika anak-anak mulai keluar dari rumah, hubungan interpersonal
tujuan berubah, ada kehidupan yang berubah drastic, individu harus menetapkan
makna dan tujuan hidup yang baru. Bila tidak berhasil di stage ini, timbullah self-
absorpsi atau stagnasi.
Yang memainkan peranan di sini adalh komunitas dan keluarga.
Anas bin Malik r.a. berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidak
sempurna iman seseorang di antaramu kecuali jika ia mencintai saudaranya
sebagaimana yang ia cintai untuk dirinya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Nu’man bin Basyir r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan
orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan saling
membantu itu bagaikan satu jasad. Jika ada di antaranya yang merasa sakit,
maka semua unsur jasad ikut tidak tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Menjadi bagian dari komunitas adalah tuntunan bagi orang Islam, selain untuk
amalan hablum minannas juga untuk menunjukkan bahwa Islam adalah
rahmatan lil alamin.
7. Tahap Dewasa Akhir (Late Adulthood): Usia 55 atau 65tahun hingga mati
Hasil perkembangan ego: Integritas vs Despair (integritas vs keputus asaan)
Kekuatan dasar: wisdom (kebijaksanaan)
Orang berusia lanjut yang bisa melihat kembali masa-masa yang telah dilaluinya
dengan bahagia, merasa tercukupi, dan merasa telah memberikan kontribusi pada
kehidupan, ia akan merasakan integritas. Kebijaksanaannya yang tumbuh
menerima keluasan dunia dan menjelang kematian sebagai kelengkapan
kehidupan.
Sebaliknya, orang yang menganggap masa lalu adalah kegagalan merasakan
keputus asaan, belum bisa menerima kematian karena belum menemukan makna
kehidupan. Atau bisa jadi, ia merasa telah menemukan jati diri dan meyakini
sekali bahwa dogma yang dianutnyalah yang paling benar.
QS Al-Jumu’ah 8: Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari
daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, Kemudian
kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang
nyata, lalu dia beritakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan”.
Kematian adalah keniscayaan, dan masa lalu tidak mungkin terulang. Sebuah
syair Bimbo menyebutkan, jangan takut mati karena kematian pasti datang, tapi
jangan mencari mati dan menyebabkan kematian datang padamu …
KASUS PADA ANAK DAN CARA
PENANGANANNYA

Gangguan Baca Tulis Pada Anak


GANGGUAN baca-tulis atau yang juga dikenal dengan disgrafia mencakup
masalah menulis, mengeja, dan menyusun kerangka berpikir saat pelajaran
mengarang.
Hal ini terjadi manakala keterampilan menulis anak jauh di bawah standar umur
dan rendah skor IQ-nya. Sebuah penelitian di Amerika melaporkan, kasus
kesulitan belajar yang terkait ketidakmampuan menulis lebih banyak ditemui pada
anak laki-laki.
Berkebalikan dengan kesulitan membaca seperti disleksia yang telah banyak
diteliti, penelitian tentang kesulitan menulis masih sangat minim sehingga angka
kasusnya juga tidak jelas.
Pada penelitian terbaru yang melibatkan lebih dari 5.700 anak, diketahui bahwa
sekitar 7-15 persen dari jumlah tersebut mengalami gangguan baca-tulis semasa
duduk di bangku sekolah. Persentase ini bervariasi, tergantung kriteria yang
dipakai untuk mendiagnosis masalah ini.
Anak laki-laki kecenderungannya 2-3 kali lebih berisiko terdiagnosis
ketidakmampuan membaca dibanding anak wanita, apa pun jenis kriteria
diagnosis yang dipakai. Demikian dituliskan Dr Slavica K Katusic dan koleganya
dari Mayo Clinic di Rochester, Minnesota, Amerika Serikat, pada laporan yang
dimuat dalam jurnal Pediatrics.
Hasilnya mengindikasikan bahwa kasus gangguan menulis sama lazimnya dengan
kesulitan membaca. Jika umumnya anak-anak dengan gangguan menulis juga
mengalami kesulitan membaca, maka sekitar seperempatnya hanya mengalami
gangguan menulis.
Fakta bahwa kasus pada anak pria lebih sering terkena berdasarkan penelitian
yang lampau dikarenakan anak wanita secara umum tampil lebih baik dalam
tulisan tangan dan ekspresi tertulis," ujar Katusic.
Penelitian lanjutan diperlukan untuk menggali lebih jauh perbedaan kasus terkait
gender tersebut, termasuk kemungkinan pengaruh genetik dan lingkungan.
Anak-anak dapat mengalami kesulitan baca-tulis atau beragam gangguan belajar
lainnya di sekolah, dan jika memang terdiagnosis dengan gangguan tersebut,
kemungkinan ia memerlukan metode pengajaran khusus untuk membantu
menangani gangguan tersebut.(Koran SI/Koran SI/nsa)

DISGRAFIA PADA ANAK


Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi
hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap
ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya
mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan
gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.
Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian
gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD. Kesulitan dalam
menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan
guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin
sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah
didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan.
Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa
disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-
asalan menulis, dan tidak mau belajar. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya
perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses
visual motoriknya.
Ciri-ciri
Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide,
pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang
alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu
memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan
proporsional.
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan
yang sudah ada.

Penanganan
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan
gangguan ini. Di antaranya:
1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan
keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak
membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan
membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi
dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja.
Atau bisa juga orang tua meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan
tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
1. Menyajikan tulisan cetak
2. Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar
menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau
mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi
hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan
sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.
3. 3. Membangun rasa percaya diri anak
4. Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan
sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan
membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan
guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap
usaha yang sedang dilakukannya.
5. 4. Latih anak untuk terus menulis
6. Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat
kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang
menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman,
menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan
sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak
disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan
kata dalam bentuk tulisan konkret.

Anak Yang Kurang Mendapat Perhatian

Bayi yang dipisahkan dari orang tua akan mengembangkan perasaan tidak aman
yang ditampilkan dalam gangguan kepribadian atau kesulitan/hambatan di dalam
segi-segi kehidupannya yang menyebabkan munculnya masalah penyesuaian diri
di masa yang akan datang. Bagaimana pun juga, pengasuhan yang memadai
semasa bayi merupakan kebutuhan yang penting demi tercapainya pertumbuhan
fisik dan psikis yang maksimal. Menurut Wenar (1991), ketiadaan pengasuhan
yang memadai setelah terbentuknya ikatan cinta kasih di antara anak dengan
pengasuh akan menyebabkan perilaku yang menyimpang, karena dampak dari
kehilangan tersebut sangatlah dirasakan sebagai suatu penolakan atau pun
pengabaian.
Dengan kapasitas pemahaman yang masih terbatas akan suatu peristiwa, sang
anak akan menterjemahkan kejadian tersebut sebagai bentuk penolakan atas
dirinya, ia merasa tidak cukup berharga sehingga tidak pantas untuk dicintai. Hal
ini jika berlanjut tanpa sempat diperbaiki, akan menimbulkan masalah terutama
dalam pembentukan identitas seseorang serta penyesuaian diri dalam
kehidupannya di lingkungan
Pengabaian Terhadap Anak : Anak yang Dipisahkan Dari Orangtua
Bayi yang dipisahkan dari orang tua akan mengembangkan perasaan tidak aman
yang ditampilkan dalam gangguan kepribadian atau kesulitan/hambatan di dalam
segi-segi kehidupannya yang menyebabkan munculnya masalah penyesuaian diri
di masa yang akan datang. Bagaimana pun juga, pengasuhan yang memadai
semasa bayi merupakan kebutuhan yang penting demi tercapainya pertumbuhan
fisik dan psikis yang maksimal. Menurut Wenar (1991), ketiadaan pengasuhan
yang memadai setelah terbentuknya ikatan cinta kasih di antara anak dengan
pengasuh akan menyebabkan perilaku yang menyimpang, karena dampak dari
kehilangan tersebut sangatlah dirasakan sebagai suatu penolakan atau pun
pengabaian.
Dengan kapasitas pemahaman yang masih terbatas akan suatu peristiwa, sang
anak akan menterjemahkan kejadian tersebut sebagai bentuk penolakan atas
dirinya, ia merasa tidak cukup berharga sehingga tidak pantas untuk dicintai. Hal
ini jika berlanjut tanpa sempat diperbaiki, akan menimbulkan masalah terutama
dalam pembentukan identitas seseorang serta penyesuaian diri dalam
kehidupannya di lingkungan
Pengaruh Masalah Kejiwaan Yang Dialami Orangtua Terhadap Cara
Memperlakukan Anak
Beberapa hasil penelitian tentang masalah-masalah kejiwaan yang dialami
orangtua dan berpengaruh terhadap tindakan penyiksaan dan atau penganiayaan
terhadap anak dapat di bedakan sebagai berikut:
• Gangguan Jiwa atau Gangguan Kepribadian
• Depresi
• Pecandu Obat Terlarang / Alkoholik
• Masalah Perkawinan
Gangguan Jiwa atau Gangguan Kepribadian
Seorang peneliti bernama Rose Cooper Thomas yang melakukan penelitian
terhadap hubungan antara ibu dan anak, menemukan bahwa ibu yang mengalami
gangguan jiwa Schizophrenia (dengan kecenderungan perilaku yang acuh tak
acuh), maka cenderung menghasilkan anak yang perilakunya suka memberontak,
jahat, menyimpang atau bahkan anti sosial. Namun sebaliknya ada pula yang
anaknya jadi suka menarik diri, pasif, tergantung dan terlalu penurut. Peneliti lain
juga menemukan, gangguan jiwa sang ibu berakibat pada terganggunya
perkembangan identitas sang anak.
Penemuan yang sama juga mengungkapkan bahwa gangguan Obsesif Kompulsif
yang dialami orang tua sangat berkaitan erat dengan sikap pengabaian mereka
terhadap anaknya. Sebab, gangguan Obsesif Kompulsif ini menjadikan individu
nya lebih banyak memikirkan dan melakukan ritual-ritualnya dari pada tanggung
jawab mengasuh anaknya.
Munchausen’s Syndrome by Proxy
Munchausen Syndrome by Proxy (MSbP) adalah gangguan mental yang
biasanya dialami oleh wanita, dalam hal ini seorang ibu terhadap anaknya
(biasanya pada bayi atau anak-anak di bawah usia 6 tahun) dan biasanya
berakibat sang anak harus mendapatkan perawatan serius di rumah sakit.
Dalam penyakit yang digambarkan pertama kali oleh Meadow pada tahun
1977 ini dideteksi adanya unsur kebohongan yang bersifat patologis dalam
kehidupan sehari-hari sang ibu sejak dahulu hingga sekarang.
Pada kasus yang parah, sang anak secara terus menerus dihadapkan pada
situasi yang mengancam keselamatan jiwanya; dan sang ibu yang
melakukannya dari luar justru kelihatan lemah lembut dan tulus. Gangguan
jiwa yang berbahaya ini bisa berakibat pada kematian anaknya karena pada
banyak kasus ditemukan bahwa sang ibu sampai hati menyekap (atau
mencekik) dan meracuni anaknya sebagai bukti pada dokter bahwa anaknya
benar-benar sakit.
Memang, pada kasus-kasus ini sering ditemukan adanya sejarah gangguan
perilaku antisosial pada sang ibu, yang disebabkan dirinya sendiri mengalami
pola asuh yang salah dari orang tuanya dahulu. Pada kasus lain ditemukan bukti
bahwa ternyata sang ibu mengalami gangguan somatis seperti contohnya
(menurut istilah medis) gangguan neurotik, hypochondria, atau gangguan yang
bersifat semu lainnya). Ditemukan pula, bahwa ibu-ibu yang tega melakukan hal
ini terhadap anaknya ternyata mengalami gangguan kepribadian yang cukup
parah.
Depresi
Penelitian lain dilakukan oleh Chaffin, Kelleher dan Hollenberg (1996) terhadap
anak-anak yang orang tuanya mengalami depresi atau pun psikopatologi.
Menurut mereka, orang tua yang depresif ditemukan sering melakukan
penyiksaan secara fisik terhadap anak-anak mereka. Anak-anak mereka juga
dilaporkan mengalami masalah seperti depresi, masalah interpersonal, perilaku
yang aneh-aneh dan mengalami masalah di sekolah atau dalam belajar.
Pecandu Obat Terlarang / Alkoholik
Keluarga yang alkoholis cenderung lebih tidak stabil dan tidak dapat diramalkan
perilakunya. Segala aturan main dapat saja berubah setiap waktu, dan seringkali
mudah mengingkari janji-janji yang pernah dibuat. Demikian pula dengan pola
asuh orang tua terhadap anak. Pola asuh yang diterapkan seringkali berubah-ubah
secara tidak konsisten; dan tidak ada ruang bagi anggota keluarganya untuk
mengekspresikan perasaannya secara apa adanya karena banyaknya batasan dan
larangan untuk membahas “keburukan” keluarga.
Oleh karena itu para anggota yang lain dituntut untuk mampu menjaga rahasia
supaya tidak ada keterlibatan pihak-pihak luar dan supaya tidak ada yang
mengetahui problem keluarga mereka. Situasi ini tentu saja membuat perasaan
tertekan, frustrasi, marah, tidak nyaman dan kegelisahan di hati anak-anaknya.
Sering anak berpikir bahwa mereka telah melakukan sesuatu kekeliruan yang
menyebabkan orang tua punya kebiasaan buruk. Akibatnya, rasa tidak percaya,
kesulitan mengekspresikan emosi secara tepat, serta kesulitan menjalin hubungan
sosial yang erat dan sejati, menjadi masalah yang terbawa hingga dewasa.
Menurut penelitian beberapa ahli, anak-anak dari keluarga ini lebih beresiko
mengembangkan kebiasaan alkoholismenya di masa dewasa dari pada anak-anak
yang bukan berasal dari keluarga alkoholis.
Menurut penelitian Chaffin, Kelleher dan Hollenberg (1996), pecandu obat
terlarang dilaporkan menjadi faktor yang paling umum dianggap menjadi
penyebab penyiksaan dan pengabaian terhadap anak-anak serta melakukan
pengasuhan dengan cara yang tidak benar atau keliru.
Masalah Perkawinan
Salah satu kebahagiaan terbesar dalam hidup adalah merasakan hubungan yang
hangat dan penuh dengan kasih sayang yang diperoleh dari orang-orang yang
dicintai. Namun tidak selamanya setiap orang dapat merasakan hal ini, terutama
jika mereka berada dalam keluarga yang mengalami masalah pelik yang tidak
hanya mempengaruhi keharmonisan keluarga, namun pengaruhnya sampai pada
kehidupan emosional para anggotanya.
Akibatnya, setiap anggota keluarga merasakan bertambahnya beban mental atau
tekanan emosional yang terus menerus bertambah dari hari ke hari. Beban mental
ini akan semakin berat kalau suasana dalam keluarga serasa mencekam, seperti di
kuburan, tidak ada satu orang pun yang berani mengemukakan emosi dan
pikirannya, dan tidak ada keleluasaan untuk bertindak. Tidak ada suasana
keterbukaan ini hanya akan meningkatkan ketegangan dari setiap anggota
keluarga.
Pada umumnya, anak-anaklah yang menjadi korban pelampiasan ketegangan,
kecemasan, kekesalan, kemarahan dan segala emosi negatif yang tidak bisa
dikeluarkan. Sebabnya, anak-anak lebih berada posisi yang lemah, tergantung
pada orang tua dan tidak berdaya sehingga mudah sekali menjadi sasaran
agresivitas orang tua tanpa memberikan perlawanan. Akibatnya, pada beberapa
kasus terjadi tindakan kekerasan fisik orang tua terhadap anak hanya karena
orang tua tidak dapat mengendalikan dorongan emosinya.
Para ahli yang menganut faham teori sistem berpandangan, bahwa yang
sebenarnya, jika orang melihat seorang anak yang kelihatannya bermasalah, entah
itu masalah penyesuaian diri, masalah belajar atau masalah lainnya, sebenarnya
yang harus dicari tahu sumber penyebabnya bukanlah pada diri si anak, tapi lebih
pada orang tua dan interaksi yang terjadi di dalam keluarga itu. Karena, anak
bermasalah sebenarnya merupakan pertanda adanya ketidakberesan dalam
hubungan keluarga itu sendiri. Jadi, masalah yang ditampilkan oleh anak
merepresentasikan disfungsi yang terjadi di dalam kehidupan keluarganya.

You might also like