You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada
masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan,
tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran
kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan
pelayanan kesehatan, dan kemudahan - kemudahan lainnya yang tersedia pada
jaman modern. Pemerintah Indonesia yang berorientasi mengembangkan Indonesia
menjadi negara maju dan mapan dari segi ekonomi tentu menganggap kemiskinan
adalah masalah mutlak yang harus segera diselesaikan disamping masalah lain yaitu
ketimpangan pendapatan, strukturisasi pemerintahan, inflasi, defisit anggaran dan lain
lain.

Sensus penduduk yang baru akan berlangsung di bulan Mei 2010 diduga akan
mengalami peningkatan drastis. Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan
mencapai 231 juta jiwa atau naik 25 juta penduduk dibandingkan dengan sensus
penduduk terakhir tahun 2000 yang mencatat adanya 206 juta penduduk Indonesia
(BPS, 2000). Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia juga mengalami fluktuasi
diantara tahun 1996-2009. Dari data pertumbuhan penduduk bisa didapatkan jumlah
penduduk miskin baik di kota maupun di desa. Kemiskinan penduduk dapat dianalisis
melalui tingkat angkatan kerja, tingkat penduduk yang bekerja dan tingkat penduduk
yang menganggur.

Masalah kemiskinan yang dihadapi di setiap negara akan selalu dibarengi


dengan masalah laju pertumbuhan penduduk yang kemudian menghasilkan
pengangguran, ketimpangan dalam distribusi pendapatan nasional maupun
pembangunan, dan pendidikan yang menjadi modal utama untuk dapat bersaing di
dunia kerja dewasa ini. Karena itu dalam makalah ini, penulis akan banyak membahas

1|Kemiskinan
ketiga masalah tersebut sebagai beberapa faktor – faktor pemicu kemiskinan yang
terjadi di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apakah definisi dari kemiskinan?
1.2.2. Apakah definisi kemiskinan menurut para ahli?
1.2.3. Apa saja faktor – faktor penyebab kemiskinan di Indonesia?
1.2.4. Apakah dampak yang ditimbulkan dari kemiskinan?
1.2.5. Bagaimana strategi pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah?

1.3 Tujuan penulisan


1.3.1. Untuk mengetahui lebih lanjut definisi dari kemiskinan.
1.3.2. Untuk mengetahui definisi kemiskinan menurut para ahli.
1.3.3. Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab kemiskinan.
1.3.4. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari kemiskinan.
1.3.5. Untuk mengetahui strategi yang digunakan dalam pengentasan kemiskinan.
1.3.6.Untuk menambah pengetahuan penulis mengenai masalah – masalh
perekonomian di Indonesia khususnya maslah kemiskinan.
1.3.7. Selain itu makalah ini digunkan sebagai salah satu syarat memperoleh nilai pada
mata kuliah Ekonomi Pembangunan.

2|Kemiskinan
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Teori Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa


untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum,
hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga
berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu
mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak
sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya
dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya
digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

 Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan


sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan
dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan
pelayanan dasar.
 Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan
sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang
ekonomi.
 Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.
Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian
politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan relatif,


kemiskinan kultural dan kemiskinan absolut. Seseorang yang tergolong miskin relatif
sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah

3|Kemiskinan
kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan
sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki
tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.
Kemiskinan Absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan
sumberdaya yang cukup untuk memenuhi kebutuha dasar. Mereka hidup dibawah
tingkat pendapatan riil minimum tertentu atau dibawah “garis kemiskinan
internasional”. Garis tersebut tidak mengenal tapal batas anatar negara, tidak
tergantung pada tingkat pendapatan per kapita di sutau negara ,dan juga
memperhitungkan perbedaan tingkat harga antar negara dengan mengukur penduduk
miskin sebagai orang yang hidup kurang dari Rp 10.000,- perhari. (Todaro, 2006)

Banyak pendapat di kalangan pakar ekonomi mengenai definisi dan klasifikasi


kemiskinan ini. Dalam bukunya The Affluent Society, John Kenneth Galbraith melihat
kemiskinan terdiri dari tiga macam, yakni kemiskinan umum, kemiskinan kepulauan,
dan kemiskinan kasus. Pakar ekonomi lainnya melihat secara global, yakni kemiskinan
massal/kolektif, kemiskinan musiman (cyclical), dan kemiskinan individu.

Kemiskinan, menurut Sharp et al., dapat disebabkan oleh ketidaksamaan pola


kepemilikan sumber daya, perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia dan
disebabkan oleh perbedaan akses dalam modal. Sedangkan lingkaran setan kemiskinan
versi Nurkse sangat relevan dalam menjelaskan fenomena kemiskinan yang terjadi di
negara-negara terbelakang. Menurutnya negara miskin itu miskin karena dia miskin (a
poor country is poor because it is poor).

Baldwin dan Meier mengemukakan enam sifat ekonomis yang terdapat di


negara-negara miskin atau sedang berkembang yaitu:

 Produsen barang primer : struktur produksinya terdiri dair bahan mentah dan
bahan makanan. Sebagian besar penduduknya bekerja disektor pertanian dan
sebagian besar penghasilan nasionalnya berasal dari sektor pertanian dan
produksi primer nonpertanian. Hanya sebagian kecil penduduknya yang
bekerja di sektor produksi sekunder dan sektor produksi tersier.

4|Kemiskinan
 Masalah tekanan penduduk : ada tiga tekanan penduduk yaitu adanya
pengangguran di desa-desa karena luas tanah yang relative sedikit dibanding
penduduk yang tinggal disitu, kenaikan jumlah penduduk yang pesat karena
menurunnya tingkat kematian dan naiknya tingkat kelahiran, serta naiknya
tingkat beban ketergantungan yang kemudian akan menurunkan tingkat
konsumsi rata-rata.
 Sumber-sumber alam belum banyak diolah : masih banyak sumber daya yang
belum diusahakan, artinya masih potensial sehingga belum menjadi sumber
yang riil karena kurangnya kapital, tenaga ahli dan wirausahawan.
 Penduduk masih terbelakang : Kualitas penduduknya sebagai faktor produksi
(tenaga kerja) adalah rendah. Mereka masih merupakan faktor produksi yang
kurang efisien, kurang mobilitas dalam pekerjaan baik vertical maupun
horizontal. Mereka tidak mudah meninggalkan tempat kelahirannya.
 Kekurangan kapital : adanya lingkaran yang tak berujung pangkal (vicious
circle) menyebabkan kekurangan capital. Kekurangan capital disebabkan
kurangnya investasi. Kurangnya investasi disebabkan rendahnya tingkat
tabungan yang merupakan akibat dari rendahnya penghasilan. Rendahnya
penghasilan akibat dari tingkat produktivitas yang rendah dari tenaga kerja,
sumber alam, tanah dan capital. Hal tersebut dikarenakan kurangnya
 Orientasi ke perdagangan luar negeri : kebanyakan negara berkembang
mengekspor komoditi yang bersifat produksi primer dan hampir sama
seluruhnya. Disamping itu komoditi yang di ekspor bukan menunjukan
adanya surplus dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi lebih kepada
ketidakmampuan dalam mengolahnya menjadi barang yang lebih berguna.
(Irawan, 1999)
Dari keenam sifat ekonomis diatas, sangat mengambarkan keadaan ekonomi Indonesia
saat ini. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Indonesia adalah negara miskin
yang sedang berkembang.

Kemiskinan kolektif dapat terjadi pada suatu daerah atau negara yang
mengalami kekurangan pangan. Kebodohan dan eksploitasi manusia dinilai sebagai
penyebab keadaan itu. Kemiskinan musiman atau periodik dapat terjadi manakala daya
5|Kemiskinan
beli masyarakat menurun atau rendah. Misalnya sebagaimana, sekarang terjadi di
Indonesia. Sedangkan, kemiskinan individu dapat terjadi pada setiap orang, terutama
kaum cacat fisik atau mental, anak-anak yatim, kelompok lanjut usia

2.2 Faktor Penyebab Kemiskinan

Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalah


sebagai berikut:

 Laju Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat


di setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Menurut data Badan Pusat
Statistik (BPS) di tahun 1990 Indonesia memiliki 179 juta lebih penduduk.
Kemudian di sensus penduduk tahun 2000 penduduk meningkat sebesar 27 juta
penduduk atau menjadi 206 juta jiwa. dapat diringkaskan pertambahan penduduk
Indonesia persatuan waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah 2,04 juta orang
pertahun atau, 170 ribu orang perbulan atau 5.577 orang perhari atau 232 orang
perjam atau 4 orang permenit. Banyaknya jumlah penduduk ini membawa
Indonesia menjadi negara ke-4 terbanyak penduduknya setelah China, India dan
Amerika.
Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesiasemakin terpuruk dengan
keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak
sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah
dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat
penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.

 Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran. Secara garis


besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan
tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur
didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu
dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10
tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atausemua penduduk
6|Kemiskinan
berumur 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenaga
kerja yang selanjutnya dapat dimasukan dalam katergori bebabn ketergantungan.
Tenaga kerja (manpower) dipilih pula kedalam dua kelompok yaitu angkatan kerja
(labor force) dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga
kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau mempunyai pekerjaan
namun untuk sementara tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Seangkan yang
termasuk sebagai bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja dalam usia kerja yang
tidak sedang bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan tidak sedang mencari
pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah, mengurus rumah
tangga, serta orang yang menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan
langsung atas jasa kerjanya.
Selanjutnya angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua subkelompok yaitu pekerja
dan penganggur. Yang dimaksud dengan pekerja adalah orang-orang yang
mempunyai pekerjaan, mencakup orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan
memang sedang bekerja maupun orang yang memilki pekerjaan namun sedang
tidak bekerja. Adapun yang dimaksud dengan pengangguran adalah orang yang
ridak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan mencari
pekerjaan. Pengangguran semacam ini oleh BPS dikatergorikan sebgai
pengangguran terbuka. (Dumairy, 1996)

 Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan.


Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian
hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Kriteria
ketidakmerataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang
dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah
(penduduk miskin); 40% penduduk berpendapatan menengah; serta 20% penduduk
berpemdapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan dan ketidakmerataan
distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendah
menikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap
sedang atau moderat bila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati 12
hingga 17 persen pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk miskin
menikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional makan ketimpangan atau
7|Kemiskinan
kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup
merata. (Dumairy, 1996)
Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka lakukan
relatif tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ada sebagian
penduduk di Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih. Ini disebut juga
sebagai ketimpangan. Ketimpangan pendapatan yang ekstrem dapat menyebabkan
inefisiensi ekonomi. Penyebabnya sebagian adalah pada tingkat pendapatan rata –
rata bearapa pun, ketimpangan yang semakin tinggi akan menyebabkan semakin
kecilnya bagian populasi yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman atau
sumber kredit. Selain itu ketimpangan dapat menyebabkan alokasi aset yang tidak
efisien. Ketimpangan yang tinggi menyebabkan penekanan yang terlalu tinggi pada
pendidikan tinggi dengan mengorbankan kualitas universal pendidikan dasar, dan
kemudian menyebabkan kesenjangan pendapatan yang semakin melebar. (Todaro,
2006)
Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini berlangsung dan berwujud
dalam berbagai bentuk dan aspek atau dimensi. Bukan saja berupa ketimpangan
hasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan per kapita tetapi juga ketimpangan
kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata berupa
ketimpangan spasial atau antar daerah tetapi ketimpangan sektoral dan ketimpangan
regional.
Ketimpangan sektoral dan regional dapat ditengarai antara lain dengan menelaah
perbedaan mencolok dalam aspek –aspek seperti penyerapan tenaga kerja, alokasi
dana perbankan, investasi dan pertumbuhan.
Sepanjang era PJP I (lima pelita) yang lalu, sektor pertanian rata – rata hanya
tumbuh 3, 54 persen per tahun. Sedangkan sektor industri pengolahan tumbuh
dengan rata-rata 12,22 persen per tahun. Di Repelita VI sektor pertanian saat itu
ditargetkan tumbuh rata-rata 3,4 persen per tahun, sementara pertumbuhan rata-rata
tahunan sektor industri pengolahan ditargetkan 9,4 persen per tahun. Tidak seperti
masa era PJP I, dimana dalam pelita-pelita tertentu terdapat sektor lain yang tingkat
pertumbuhannya lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan sektor industry pengolahaan,
selama Repelita VI tingkat pertumbuhan sektor ini dicanangkan yang tertinggi

8|Kemiskinan
dibandingkan sektor–sektor lainnya. Sektor industry pengolahan diharapka dapat
menjadi pemimpin sepanjang sektor Repelita VI.
Ketimpangan pertumbuhan antarsektor, khususnya antara sektor pertanian dan
sektor industry pengolahan harus disikapi secara arif. Ketimpangan pertumbuhan
sektoral ini bukanlah ‘kecelakaan’ atau ekses pembangunan. Ketimpangan ini lebih
kepada suatu hal yang terencana dan memang disengaja terkait dengan tujuan
menjadikan Indonesia sebagai negara industry. Akan tetapi sampai sejauh manakah
ketimpangan ini apat ditolerir? Pemerintah perlu memikirkan kembali perihal
ketepatan keputusan menggunakan industrialisasi sebgai jalur pembangunan karena
akan sangat berdampak bagi pendapatan penduduk dan selanjutnya kemiskinan.
(Dumairy, 1996)

 Tingkat pendidikan yang rendah. Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan


salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara. Ini disebabkan karena rendahnya
tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya
perkembangan ekonomi terutama industry, jelas sekali dibuthkan lebih banyak
teanga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca dan menulis.
Menurut Schumaker pendidikan merupakan sumber daya yang terbesar manfaatnya
dibandingkan faktor-faktor produksi lain. ( Irawan, 1999)

 Kurangnya perhatian dari pemerintah. Pemerintah yang kurang peka terhadap


laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan.
Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang mampu mengendalikan tingkat
kemiskinan di negaranya.

9|Kemiskinan
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Perkembangan Kemiskinan di Indonesia Maret 2008 – Maret 2009

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta
orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang
berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar
2,43 juta.

Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah
perkotaan. Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah
perdesaan berkurang 1,57 juta orang, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86
juta orang (Tabel 2).

Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak


banyak berubah. Pada periode Maret 2008 – Maret 2009, perubahan persentase
penduduk miskin di perkotaan sebesar 0,93 persen, dan di perdesaan mencapai 0,58
persen.

Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2008-
Maret 2009 nampaknya berkaitan dengan faktor-faktor berikut:

a) Selama periode Maret 2008-Maret 2009 inflasi umum relatif stabil (Maret 2008
terhadap Maret 2009 sebesar 7,92 persen)
b) Rata-rata harga beras nasional (yang merupakan komoditi paling penting bagi
penduduk miskin) selama periode Maret 2008-Maret 2009 pertumbuhannya lebih
rendah (7,80) dari laju inflasi.
c) Rata-rata upah riil harian buruh tani (70 persen penduduk miskin perdesaan bekerja
di sektor pertanian) naik 13,22 persen dan selama Subround I (Januari-April 2008)
terjadi panen raya. Secara lebih jelas adalah:
c.1. Selama Subround I (Januari-April) 2009 terjadi panen raya. Produksi padi
Subround I 2009 mencapai 28,13 juta ton GKG, naik sekitar 0,05 persen dari

10 | K e m i s k i n a n
produksi padi Subround I 2008 yang sebesar 28,11 juta ton GKG (hasil Angka
Ramalan I 2009).
c.2. Selama periode 2009 produksi jagung mencapai 16,48 juta ton (Angka
Ramalan), meningkat 0,95 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 16,32
juta ton. Sementara produksi kedelai meningkat sebesar 9,5 persen dari 0,78
juta ton pada tahun 2008 menjadi 0,85 juta ton (Angka Ramalan) pada tahun
2009.
d) Pada umumnya penduduk miskin bekerja di subsektor pertanian tanaman pangan
dan perikanan (nelayan). NTP di kedua subsektor tersebut selama periode April
2008-Maret 2009 mengalami kenaikan yaitu naik sebesar 0,88 persen untuk
subsektor tanaman pangan dan naik sebesar 5,27 persen untuk subsektor perikanan
(nelayan). Di subsektor tanaman pangan indeks harga jual petani (It) naik sebesar
10,95 persen, sementara indeks harga beli petani (Ib) naik 9,98 persen. Di subsektor
perikanan indeks jual petani (It) naik sebesar 15,47 persen sementara indeks beli
petani (Ib) hanya naik sebesar 9,70 persen.
Tabel 1

11 | K e m i s k i n a n
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis
Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret 2008-
Maret 2009, Garis Kemiskinan naik sebesar 9,65 persen, yaitu dari Rp182.636,- per
kapita per bulan pada Maret 2008 menjadi Rp200.262,- per kapita per bulan pada
Maret 2009. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri
dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan
(GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan
peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
Pada Bulan Maret 2008, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 74,07 persen, tetapi
pada Bulan Maret 2009, peranannya hanya turun sedikit menjadi 73,57 persen.
Komoditi yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada Bulan Maret
2008, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan sebesar 28,06 persen
di perdesaan dan 38,97 persen di perkotaan. Selain beras, barang-barang kebutuhan
pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah gula
pasir (3,10 persen di perkotaan; 4,18 persen di perdesaan), telur (3,38 persen di
perkotaan; 2,43 persen di perdesaan), mie instan (3,39 persen di perkotaan; 2,82
persen di perdesaan), tempe (2,56 persen di perkotaan; 2,14 persen di perdesaan), dan
tahu (2,27 persen di perkotaan; 1,65 persen di perdesaan). Untuk komoditi bukan
makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap Garis
Kemiskinan yaitu 5,28 persen di perdesaan dan 7,38 persen di perkotaan. Biaya
untuk listrik, angkutan dan minyak tanah mempunyai pengaruh yang cukup besar
untuk daerah perkotaan, yaitu masing-masing sebesar 3,07 persen, 2,72 persen dan
2,65 persen, sementara untuk daerah perdesaan pengaruhnya relatif kecil (kurang dari
2 persen). Pola yang serupa juga terlihat pada Bulan Maret 2009. Pengeluaran untuk
beras masih member sumbangan terbesar terhadap Garis Kemiskinan, yaitu 25,06
persen di perkotaan dan 34,67 persen di perdesaan. Beberapa barang-barang
kebutuhan pokok lainnya masih berpengaruh cukup besar terhadap Garis
Kemiskinan, seperti gula pasir (2,83 persen di perkotaan; 3,72 di perdesaan), telur
(3,61 persen di perkotaan; 2,68 di perdesaan), mie instan (3,21 persen di perkotaan;
2,70 di perdesaan), tempe (2,47 di perkotaan; 2,09 di perdesaan), dan tahu (2,24
persen di perkotaan; 1,60 persen di perdesaan). Sumbangan komoditi bukan makanan
12 | K e m i s k i n a n
di perdesaan lebih kecil dibanding di perkotaan. Sumbangan komoditi bukan
makanan terhadap Garis Kemiskinan terbesar adalah pengeluaran untuk rumah, yaitu
7,58 persen di perkotaan dan 5,73 persen di perdesaan. Pengeluaran listrik di
perkotaan memberi sumbangan lebih besar kepada Garis Kemiskinan yang mencapai
3,08 persen, sedangkan perdesaan hanya 1,81 persen. Sumbangan komoditi lain
terhadap Garis Kemiskinan adalah angkutan 2,85 persen di perkotaan dan 1,34
persen di perdesaan, dan minyak tanah menyumbang sebesar 1,73 persen di
perkotaan dan 0,70 persen di perdesaan.

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase


penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman
dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk
miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat
kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode Maret 2008-Maret 2009,
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari
2,77 pada keadaan Maret 2008 menjadi 2,50 pada keadaan Maret 2009. Demikian
pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,76 menjadi 0,68 pada periode yang
sama (Tabel 3). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata
pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati

Tabel 2

13 | K e m i s k i n a n
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi dari pada perkotaan. Pada bulan Maret
2009, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 1,91
sementara di daerah perdesaan mencapai 3,05. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan
(P2) untuk perkotaan hanya 0,52 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,82.
Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah
daripada di daerah perkotaan.

3.2 Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009

Keadaan ketenagakerjaan di Indonesia pada semester pertama tahun 2009 pada


umumnya masih normal dan belum menggambarkan dampak krisis ekonomi global
yang terjadi pada saat ini. Pada bulan Februari 2009, jumlah angkatan kerja mencapai
113,74 juta orang naik 1,79 juta orang dibanding keadaan Agustus 2008, dan naik
2,26 juta orang dibanding keadaan Februari 2008. Penduduk yang bekerja pada
Februari 2009 bertambah sebanyak 1,94 juta orang dibanding keadaan Agustus 2008
dan bertambah 2,44 juta orang dibanding keadaan setahun yang lalu (Februari 2008).
Jumlah penganggur pada Februari 2009 mengalami penurunan sekitar 130 ribu orang
jika dibanding keadaan Agustus 2008, dan mengalami penurunan 170 ribu orang jika

14 | K e m i s k i n a n
dibanding keadaan Februari 2008. Peningkatan jumlah tenaga kerja serta penurunan
angka pengangguran telah menaikkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
sebesar 0,27 persen antara Februari 2008 sampai Februari 2009. Ini diduga aktifitas
ekonomi menjelang pemilu legislatif yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di
Februari 2009.

Tabel 3

15 | K e m i s k i n a n
Jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2009 lebih tinggi dibanding
keadaan Februari 2008, dan kenaikan terjadi pada sebagian besar lapangan pekerjaan
utama, kecuali sektor konstruksi yang mengalami penurunan lapangan kerja
sebanyak 120 ribu orang (2,54 persen) dan sektor transportasi, pergudangan dan
komunikasi yang menurun sebanyak 60 ribu orang. Sektor yang mengalami kenaikan
terbesar adalah sektor perdagangan yang naik 1,16 juta orang, sektor jasa
kemasyarakatan naik 830 ribu orang, dan sektor pertanian naik 340 ribu orang.
Meskipun secara umum dampak krisis global belum tercermin pada situasi
ketenagakerjaan (khususnya pengangguran) pada Februari 2009, akan tetapi kenaikan
tenaga kerja terutama hanya terjadi pada lapangan kerja tradisional yang tidak
membutuhkan keahlian khusus, yaitu sektor pertanian, perdagangan, dan jasa
kemasyarakatan.

Tabel 4

Secara kasar, kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat
diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan

16 | K e m i s k i n a n
utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan
kategori buruh/karyawan, sisanya termasuk pekerja informal. Berdasarkan klasifikasi
ini, maka pada Februari 2009 sekitar 30,51 persen bekerja pada kegiatan formal dan
69,49 persen bekerja pada kegiatan informal. Dari 104,49 juta orang yang bekerja
pada Februari 2009, status pekerjaan utama yang terbanyak adalah sebagai
buruh/karyawan sebesar 28,91 juta orang (27,67 persen), berusaha dibantu buruh
tidak tetap sebesar 21,64 juta orang (20,71 persen), dan berusaha sendiri sejumlah
20,81 juta orang (19,92 persen), sedangkan yang terkecil adalah berusaha dibantu
buruh tetap sebesar 2,97 juta orang (2,84 persen). Jika dibanding keadaan setahun
yang lalu, struktur pekerja menurut status pekerjaan relative stabil namun ada
kecenderungan peningkatan pada kelompok kegiatan informal, khususnya pada status
berusaha sendiri dan pekerja keluarga.

Tabel 5

3.3

Pendidikan di Indonesia

17 | K e m i s k i n a n
Dari 771 juta jiwa penduduk dunia penyandang buta huruf, 13,2 juta jiwa
diantaranya adalah penduduk Indonesia. Angka buta huruf memang berkorelasi dengan
angka kemiskinan. Sebab, penduduk yang tidak bisa membaca secara tidak langsung
mendekatkan mereka pada kebodohan, sedangkan kebodohan itu sendiri mendekatkan
mereka pada kemiskinan. Gambaran tentang hubungan kebodohan dan kemiskinan
bisa diperjelas dengan asumsi seperti ini bahwa orang bodoh bisa dibodohi, oleh
karena itu, mereka juga bisa dengan mudah dimiskinkan.

Tabel 6
Pendidikan

18 | K e m i s k i n a n
3.4 Dampak Kemiskinan bagi Masyarakat Indonesia

Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan


kompleks. Pertama, pengangguran. Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran
terbuka tahun 2007 saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup “fantastis”
mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini.

Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki


penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki
penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis
pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan
memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan
tingkat pengeluaran rata-rata.

Dalam konteks daya saing secara keseluruhan, belum membaiknya


pembangunan manusia di Tanah Air, akan melemahkan kekuatan daya saing bangsa.
Ukuran daya saing ini kerap digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu bangsa
dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global. Dalam konteks daya beli di
tengah melemahnya daya beli masyarakat kenaikan harga beras akan berpotensi
meningkatkan angka kemiskinan. Razali Ritonga menyatakan perkiraan itu
didasarkan atas kontribusi pangan yang cukup dominan terhadap penentuan garis
kemiskinan yakni hampir tiga perempatnya (74,99 persen).

Meluasnya pengangguran sebenarnya bukan saja disebabkan rendahnya


tingkat pendidikan seseorang. Tetapi, juga disebabkan kebijakan pemerintah yang
terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau pertumbuhan (growth). Ketika terjadi
krisis ekonomi di kawasan Asia tahun 1997 silam misalnya banyak perusahaan yang
melakukan perampingan jumlah tenaga kerja. Sebab, tak mampu lagi membayar gaji
karyawan akibat defisit anggaran perusahaan. Akibatnya jutaan orang terpaksa harus
dirumahkan atau dengan kata lain meraka terpaksa di-PHK (Putus Hubungan Kerja).

19 | K e m i s k i n a n
Kedua, kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir
ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari
nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi
seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas
pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu (dengan cara
mengintimidasi orang lain) di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau
sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga
dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.

Ketiga, pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena


yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin
tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat
menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin.
Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.

Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam.


Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan
seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan
pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran
akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala
bidang.

Keempat, kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat


mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar
menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga,
biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.

Kelima, konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik


SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut.
Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami.semuanya ini adalah
ekspresi berontakan identitas diri setiap individu. Terlebih lagi fenomena bencana
alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap
meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar
20 | K e m i s k i n a n
kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik
di perdesaan maupun perkotaan.

3.5 Strategi pengentasan kemiskinan

Kemiskinan merupakan permasalahan kompleks yang perlu diatasi dengan


melibatkan peran serta banyak pihak, termasuk kalangan perguruan tinggi. Dari
sekian banyak strategi mengentaskan kemiskinan, pendekatan social
enterpreneurship yang bertumpu pada semangat kewirausahaan untuk tujuan-tujuan
perubahan sosial, kini semakin banyak digunakan karena dianggap mampu
memberikan hasil yang optimal. Konsep atau pendekatan ini layak diujicobakan
dalam lingkup perguruan tinggi karena gagasan dasarnya sebenarnya sesuai dengan
Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya aspek pengabdian masyarakat.

Kemiskian timbul karena ada sebagian masyarakat yang belum ikut serta
dalam pembangunan sehingga belum dapat menikmati hasil pembangunan secara
memadai. Keadaan ini disebabkan oleh keterbatasan dalam kepemilikan dan
penguasaan faktor produksi sehingga kemampuan masyarakat dalam menghasilkan
dan menikmati hasil-hasil pembangunan belum merata dan belum seimbang. Oleh
sebab-sebab itu upaya pengembangan kegiatan ekonomi kelompok masyarakat
berpendapatan rendah senantiasa ditempatkan sebagai prioritas utama. Sejalan
dengan itu, penyedia faktor produksi termasuk modal dan kemampuan peningkatan
kemampuan masyarakat menjadi landasan bagi berkembangnya kegiatan ekonomi
masyarakat secara berkelanjutan. Pelaksanaan pembangunan nasional yang
dijabarkan dalam program pembangunan sektoral,regional dan khusus. Pembangunan
baik secara langsung maupun tidak langsung dirancang untk memecahkan maslah
kemiskinan.

Pada prinsipnya, pemerintah dalam program pembangunannya telah


menjadikan kemiskinan sebagai salah satu focus utamanya. Program umum Presiden
RI yang sering disebut dengan triple track mencakup pro poor, pro growth dan pro
21 | K e m i s k i n a n
employment atau program pembangunan yang berfokus pada pengentasan
kemiskinan, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja.
Dalam kaitan ini maka diproyeksikan bahwa melalui ketersediaan lapangan kerja
yang memadai maka akan dapat diupayakan peningkatan penghasilan bagi
masyarakat yang dengan sendirinya akan mengentaskan masalah kemiskinan, namun
hal tersebut tentunya harus dilakukan dengan memperhitungkan tingkat pertumbuhan
ekonomi. Sehingga konsep umum ini berlandaskan pada sebuah nexus atau hubungan
keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketersediaan lapangan kerja dan
dengan kemiskinan itu sendiri

Banyak kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk dapat mengatasi


berbagai maslah kemiskinan ini, seperti :

1. Kebijaksanaan tidak langsung : Kebijaksanaan tidak langsung diarahkan pada


penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya penanggulangan
kemiskinan. Kondisi yang dimaksudkan anatara lain adalah suasana social
politik yang tentram,ekonomi yang stabil dan budaya yang berkembang. Upaya
penggolongan ekonomi makro yang yang berhati-hati melalui kebijaksanaan
keuangan dan perpajakan merupakan bagian dari upaya menaggulangi
kemiskinan. Pengendalian tingkat inflasi diarahkan pada penciptaan situsasi
yang kondusif bagi upaya penyediaan kebutuhan dasar seperti
sandang,pangan,papan,pendidikan,dan kesehatan dengan harga yang terjangkau
oleh penduduk miskin.
2. Kebijaksanaan langsung : Kebijaksaan langsung diarahkan kepada peningkatan
peran serta dan peroduktifitas sumber daya manusia,khususnya golongan
masyarakat berpendapatan rendah,melalui penyediaan kebutuhan dasar seperti
sandang pangan papan kesehatan dan pendidikan,serta pengembangan kegiatan-
kegiatan sosial ekonomi yang bekelanjutan untuk mendorong kemandirian
golongan masyarakat yang berpendapatan rendah. Pemenuhan kebutuhan dasar
akan memberikan peluang bagi penduduk miskin untuk melakukan kegiatan
sosial – ekonomi yang dapat memberikan pendapatan yang memadai. Dalam
hubungan ini, pengembangan kegiatan sosial ekonomi rakyat diprioritaskan pada

22 | K e m i s k i n a n
pengembangan kegiatan sosial ekonomi penduduk miskin di desa-desa miskin
berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan permodalan
yang didukung sepenuhnya dengan kegiatan pelatih yang terintegrasi sejak
kegiatan penghimpunan modal, penguasaan teknik produksi,pemasaran hasil dan
pengelolaan surplus usaha.

Selain itu dapat digunakan Kebijakan Desentralisasi & Otonomi Daerah.


Gerakan penyelenggaraan pemerintahan di sejumlah negara, termasuk di
Indonesia, cenderung bergerak kearah desentralisasi. Hal itu terjadi sebagai
upaya mereformasi dan memodernisasi pemerintahannya. Secara teoritis,
desentralisasi dipahami sebagai penyerahan otoritas dan fungsi dari pemerintah
nasional kepada pemerintah sub-nasional atau lembaga independen (The World
Bank Group, 2004). Ide dasar dari desentralisasi adalah pembagian kewenangan
di bidang pengambilan keputusan pada organisasi dengan tingkat yang lebih
rendah. Pemahaman ini didasarkan pada asumsi bahwa organisasi pemerintah
pada tingkat tersebut lebih mengetahui kondisi dan kebutuhan aktual dari
masyarakat setempat, serta tidak mungkin pemerintah di tingkat nasional
mampu melayani dan mengurusi kepentingan dan urusan masyarakat yang
demikian kompleks. Desentralisasi juga dianggap sebagai jawaban atas tuntutan

23 | K e m i s k i n a n
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Memiliki banyak polemik dalam menuntaskan kemiskinan membuat Indonesia
harus sesegera mungkin berbenah diri. Kemiskinan memang tidak mungkin
dihilangkan, namun bukan tidak mungkin untuk mengurangi persentase kemiskinan.
Negara yang ingin membangun perekonomiannya harus mampu meningkatkan standar
hidup penduduk negaranya, yang diukur dengan kenaikan penghasilan riil per kapita.
Indonesia sebagai negara berkembang memenuhi aspek standar kemiskinan
diantaranya merupakan produsen barang primer, memiliki masalaha tekanan
penduduk, kurang optimalnya sumberdaya alam yang diolah, produktivitas penduduk
yang rendah karena keterbelakangan pendidikan, kurangnya modal pembanguan, dan
orientasi ekspor barang primer karena ketidakmampuan dalam mengolah barang-
barang tersebut menjadi lebih berguna.
24 | K e m i s k i n a n
3.2 Kritik dan Saran
Upaya pengembangan kegiatan ekonomi kelompok masyarakat
berpendapatan rendah senantiasa ditempatkan sebagai prioritas utama. Sejalan dengan
itu, penyedia faktor produksi termasuk modal dan kemampuan peningkatan
kemampuan masyarakat menjadi landasan bagi berkembangnya kegiatan ekonomi
masyarakat secara berkelanjutan. Pelaksanaan pembangunan nasional yang dijabarkan
dalam program pembangunan sektoral,regional dan khusus. Pembangunan baik secara
langsung maupun tidak langsung dirancang untk memecahkan maslah kemiskinan.
Selain itu Pemerintah jarus lebih berkonsentrasi kepada aspek riil mengenai
kemiskinan dan peningkatan mutu pendidikan, bukan hanya berfokus pada masalah
politik dan perebutan kekuasaan demi kepentingan sebagian golongan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, Keadaan Ketenagakerjaan di Indonesia Februari 2009, diakses


17 April 2010 (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf)

Badan Pusat Statistik, Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009, diakses 17 April
2010 (http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan-01jul09.pdf)

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Penerbit Erlangga

Fadliansyah, Teori Kemiskinan, diakses 17 April 2010


(http://www.scribd.com/doc/14597304/TEORI-KEMISKINAN)

25 | K e m i s k i n a n
Heryawan Ahmad, Diskriminasi Pendidikan dan Buta Huruf, diakses tanggal 22 April
2010 (http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/pendidikan/4041-diskriminasi-
pendidikan-dan-buta-huruf.html)

Iluvmyclass, Melembagakan Social Enterpreneurship di Lingkungan Perguruan


Tinggi, diakses 20 April 2010 (http://iluvmyclass.wordpress.com/2008/09/08/makalah-ttg-
cara-mengatasi-kemiskinan//)

Irawan. 1999. Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta

Rajasa M Hatta, Mengatasi Kemiskinan di Indonesia, diakses 21 April 2010


(http://cidesonline.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=118)

Todaro Michael P dan Smith Stephen C. Pembangunan Ekonomi. Terjemahan :


Mundandar Haris. Jakarta : Penerbit Erlangga

26 | K e m i s k i n a n

You might also like