You are on page 1of 15

SAMKHYA, NONTEISTIS DUALISME

Petikan dari sebagai tulisan tentang: Sistem Filsafat Hindu;


by: I Wayan Sudarma- Bekasi @2007

Kata Samkhya berarti “pemantulan”, yaitu : pemantulan filsafati. Oleh karena itu maka aliran
ini mengemukakan, bahwa orang dapat merealisasikan kenyataan terakhir dari filsafat ini
dengan pengetahuan. Filsafat Samkhya dikatakan sebagai aliran filsafat tertua di India
dimana sistimatikanya dirumuskan oleh filsuf Kapila
(berbeda dengan Devahutiputra-Kapila yang ada dalam sistim filsafat Samkhya dalam
Srimad-Bhagavatam yang bersifat teistis).
Karya pertama Samkhya yang nonteistis adalah Samkhya-Sutra yang dikarang oleh
Kapila bukan karangannya yang otentik. Samkhya-Karika tulisan dari Isvarakrshna
merupakan tulisan tentang Samkhya yang terawal.

Diantaranya yang lain ada kometar atau bhasya dari Gaudapada, Tattva-Kaumudi dari
Vacaspati Misra, Samkhya-Pravacanbhasya dari Vijnanabhiksu dan Matharavrtti dari
Mathara. Kapila dan Isvarakrshna menekankan topik-topik yang tradisional sedangkan
komentator Samkhya yang lainnya menekankan masalah teori sebab akibat, konsep prakrti
dan purusa, evolusi alam semesta, konsep pembebasan dan teori pengetahuan. Ciri khusus
dari Samkhya adalah penggabungan dari filsafat Nyaya dan Vaisesika tentang realitas,
dengan perkecualian Isvara (Tuhan) yang tidak ada dalam sistim ini, tapi dimasukkan dalam
prinsip-prinsip dasar : purusa dan prakrti.

Dunia ini tidak diciptakan oleh Tuhan Pencipta, tapi hasil dari interaksi antara sejumlah
rohani-rohani yang tidak terbatas dengan prakrti yang super aktif yang merupakan potensi
alam, seperti yang dikatakan Plato sebagai “the receptacle and nurse of all generation”.
Dengan demikian Samkhya adalah filsafat dualisme.

Seperti komentar dari Richard Garbe dalam tulisannya “Philosophy of Acient India” dikutip
oleh Sarvepalli Radhakrishnan, mengatakan bahwa : “In Kapila’s doctrine, for the first time
in the history of the world, the complete independence and freedom of human mind, its full
confidence in its own powers, were exhibited”. Ini dianggap sebagai suatu sistim pemikiran
filsafat India yang sangat penting.

Samkhya artinya jumlah. Maksudnya adalah bahwa filsafat Samkhya menjabarkan prinsip-
prinsip alam semesta ini ada 25 buah jumlahnya, yang terdiri dari hal-hal yang
rohani, kejiwaan dan kebadanan.

Pemikran Samkhya menekankan:

1. Dualitas, bahwa ada dua realitas yaitu realitas rohani (Purusa) dan realitas Jasmani
(Prakrti).

2. Pluralitas Roh yaitu bahwa Roh Murni mengalir menjadi Roh individu yang banyak sekali
jumlahnya. Roh individu ini bersifat empiris.

1. REALITAS YANG DUALISTIS.


a. PURUSA AZAS ROHANI

Purusa merupakan subyek dari pengetahuan dan 24 unsur lainnya merupakan prinsip-prinsip
alam yang merupakan obyek pengetahuan. Purusa adalah roh, ia bukan merupakan hasil atau
produk. Ia adalah subyek atau saksi yang bersifat : asanga artinya tak
terikat, merupakan kesadaran yang meresapi segala sesuatu dan abadi, tanpa awal (anadi) dan
tanpa akhir (ananta) serta nyata (Sat). Purusa tunggal, statis dan tidak berubah. Oleh karena
Purusa adalah kesadaran maka Purusa adalah yang mengetahui dan Prakrti adalah yang tidak
sadar, yang diketahui. Purusa tidak semata-mata sebuah substansi yang sifat sadar, tapi
merupakan suatu kesadaran murni yang menerangi dirinya sendiri, tidak berubah, tidak
disebabkan, meliputi segalanya, realitas
yang kekal.

Apapun yang diciptakan, berubah, mati, hancur adalah prakrti dengan segenap evolusinya
tapi bukan sang diri. Adalah sangat bodoh kalau kita menganggap bahwa sang diri adalah
badan, indra-indra, pikiran atau intelek dimana karena kebodohan ini purusa bingung dan
menganggap dirinya adalah obyek dari dunia ini. Dengan
demikian ia akan terikat dalam arus perubahan dan merasakan dirinya sebagai
yang menderita dan menikmati.

Samkhya membuat lima argumentasi untuk membuktikan adanya purusa sebagai berikut :

(1) Kumpulan dari segala sesuatu yang ada di dunia ini ada tujuannya yaitu demi sesuatu
yang lain diluar dirinya. Artinya bahwa semua obyek-obyek yang ada di dunia ini
dimaksudkan adalah untuk dimanfaatkan oleh seseorang atau sesuatu di luar dirinya
sendiri. Dicontohkan dengan “Tempat Tidur” dimana tempat tidur ini terdiri dari bagian-
bagian yang membentuknya, yang berbeda satu dengan yang lainnya. Tempat tidur ini dibuat
bukan untuk dirinya sendiri tapi untuk orang lain yang akan tidur di atasnya.
Begitu pula “Dunia ini” terbentuk dari lima unsur-unsur kasar yang memiliki tujuan lain
diluar dirinya yaitu sesuatu yang lain yang berbeda dengan obyek-obyek itu sendiri, karena
obyek-obyek itu tidak dapat menikmati keberadaannya sendiri, ataupun obyek material yang
satu tidak akan dapat menikmati obyek material yang lain. Maka dari itu harus ada penikmat
dari obyek itu yang sadar yaitu Sang Pribadi (Roh) yang dikenal sebagai Purusa.

(2) Semua obyek yang dikenal memiliki unsur tiga Guna (sattvam, Rajas, Tamas).
Prakrti berpotensi atau memiliki esensi yang cenderung menderita atau bahagia
maka itu tak mungkin ia menjadi penikmat dari dirinya sendiri. Harus ada Subyek
yang mengenal, yang mengatasi realitas yaitu suatu Roh yang bebas dari tiga Guna itu. Itulah
Purusa.

(3) Obyek-obyek yang ada di dunia ini termasuk pikiran, panca indra dan intelek adalah
sesuatu yang tidak sadar. Mereka itu semua tidak akan dapat berfungsi tanpa pengarahan dari
sesuatu yang memiliki kecerdasan untuk mencapai sesuatu tujuan. Harus ada sesuatu yang
memiliki kekuatan, suatu kesadaran murni yang mampu mengkoordirnir semua pengalaman-
pengalaman yang ada. Sesuatu itu adalah Purusa.

(4) Prakrti yang merupakan sesuatu yang dinamis yang dapat menghasilkan sesuatu berupa
produk-produk tetapi produk-produk itu tidak memiliki kecerdasan. Mereka itu
semua tidak akan mempunyai makna apapun kalau tidak ada suatu kekuatan kecerdasan yang
menikmatiu atau memanfaatkannya maka dari itu harus ada sesuatu yang dapat mengalami
peroduk-produk dari Prakrti itu yang memilki kecerdasan ia itu adalah Purusa.

(5) Hidup ini mempunyai tujuan, tujuan itu adalah Pembebasan (Moksa) dari penderitaan.
Harus ada sesuatu yang berusaha menuju kepada pembebasan itu yang mengimplikasikan
sesuatu yang memiliki kwalitas yeng berbeda dengan Prakrti. Oleh karena bila hal itu adalah
prakrti maka apapun yang dicapai oleh prakrti akan membawa pada penderitaan itu sendiri.
Bila tidak ada sesuatu yang berbeda dengan prakrti yang tidak dihasilkan oleh proses evolusi,
bagaimana mungkin pembebasan itu dapat dicapai? Lagipula bila yang ada cuma prakrti
maka konsep tentang pembebasan itu sendiri dan keinginan untuk bebas yang ada pada setiap
manusia separate apa yang
dikatakan oleh para resi dan kitab-kitab suci adalah seuatu yang tidak bermakna. Maka dari
itu harus ada sesuatu yang bukan prakrti, suatu prinsip kesadaran yang strives mencapai
pembebasa itu. Sesuatu itu adalah Purusa.

Kalau begitu apa hekekat dari pribadi atau subyek yang berkesadaran itu ? Yang pasti ia
bukan badan, ia bukanlah produk dari unsur-unsur. Ia juga bukan seperti halnya
indra-indra yang sekedar merupakan alat-alat saja yang pada hakekatnya bukan si
pemakai alat. Purusa bukanlah Buddhi, karena buddhi pun tidak memiliki kesadaran. Pribadi
itu adalah Roh Murni yang berbeda dengan badan atau Prakrti. Hakekat Purusa adalah tidak
berubah, tidak bergerak, tidak berpindah.

S. Radhakrishnan dalam (menyimpulkan bahwa Purusa yang dimaksud oleh Samkhya


adalah : Seperti halnya konsep Atman dalam Upanisad yang mengatakan bahwa Purusa itu
adalah
tanpa permulaan tanpa akhir, tanpa kwalitas, halus sekali, omnipresent, abadi,
mengatasi indra-indra, mengatur pikiran, melebihi kecerdasan, di luar ruang dan
waktu serta kausalitas. Ia tidak diciptakan, tidak menciptakan abadi dan sempurna.

b. PRAKRTI AZAS JASMANI

Prakrti dari kata Pra yang artinya sebelum dan Kri yang artinya membuat. Prakrti artinya
sebelum membuat, sebelum penciptaan. Ia merupakan prinsip awal dari segala sesuatu.
Prinsip mula-mula yang berkembang dan menghasilkan sesuatu yang lain. Ia juga
tanpa awal (anadi) dan tanpa akhir (ananta) dan nyata (Sat). Prakrti adalah azas jasmani dari
alam semesta yang sangat luas, kompleks dan terdiri dari unsur-unsur yang selalu berubah. Ia
adalah basis dasar dari alam semesta yang empiris ini.

Sistim filsafat Samkhya menunjukkan bahwa keseluruhan dari dunia ini, termasuk badan,
pikiran dan indra-indra ditentukan dan dibatasi serta dibentuk oleh akibat-akibat tertentu.
Prakrti atau asas bendani adalah sebab pertama alam semesta, yang terdiri dari unsure-unsur
kebendaan dan kejiwaan atau psikologis. Berbagai aliran
filsafat seperti Carvaka, Buddhisme, Jainisme, Nyaya dan Vaisesika berpendapat
bahwa atom tanah, atom air, atom api, dan atom udara adalah penyebab materiil
dari dunia ini, sedangkan menurut Samkhya atom-atom tidak dapat menghasilkan
benda-benda alam yang sangat halus seperti pikiran, intelek dan keakuan yang
palsu. Oleh karena itu kita harus mencari penyebab dari benda-benda kasar dan
aspek-aspek terkecil yang membentuknya, dan jika kita memeriksa kejadian dalam
alam ini, maka dalam kenyataannya penyebab lebih halus atau lebih kecil dari
akibatnya, bagaimana mungkin penyebab itu melingkupi akibatnya yang lebih besar?
Sebutir benih pohon beringin, apapun kandungan kwalitas yang ada pada benih
itu akan kita temukan di dalam pohon beringin yang besar itu. Penyebab terakhir
dari dunia ini harus juga mengandung unsur-unsur potensial yang tidak disebabkan, kekal dan
mampu meliputi, dan lebih halus daripada pikiran, intelek dan pada saat yang sama
mengandung sifat-sifat yang kekal dari obyek-obyek seperti pikiran, panca indra dan intelek.
Penyebab yang terakhir inilah yang disebut prakrti.

Keberadaan Prakrti dijelaskan dalam kitab Samkhya Karika sebagai berikut :


(1) Benda-benda individual sifatnya terbatas. Apapun yang sifatnya terbatas tergantung pada
sesuatu yang sifatnya eksternal diluar dirinya yang membatasi dirinya. Sebagai suatu yang
sifatnya terbatas tidak dapat menjadi sumber dari Alam
Semesta. Yang eksternal yang tak terbatas yang merupakan sumber alam semesta itu disebut
Prakrti.

(2) Semua benda-benda individual memiliki kesamaan sifat-sifat tertentu. Kesamaan


sifat-sifat itu menunjukkan bahwa ada sumber bersama dari mana sifat-sifat itu
berasal. Sumber bersama itu adalah Prakrti.

(3) Ada suatu deretan penyebab-penyebab yang mengakibatkan benda-benda ini


berkembang. Dalam suatu proses perkembangan ada banyak penyebab pada setiap
tingkatan dari proses pengembangan itu. Penyebab yang satu disebabkan oleh
penyebab yang lainnya dan demikian seterusnya. Dari sekian banyak penyebab-penyebab
ada suatu penyebab yang tidak disebabkan oleh penyebab yang lain. Penyebab
yang tidak disebabkan itu adalah Prakrti.

(4) Akibat berbeda dari penyebab. Dunia yang terbatas yang statusnya terkondisikan
hanyalah akibat-akibat yang tidak mungkin menyebabkan dirinya sendiri. Penyebabnya
adalah Prakrti.

(5) Alam semesta berwujud satu kesatuan. Kesatuan dari alam semesta itu dapat terjadi
karena ada penyebab yang menyatukannya. Penyebab yang menyatukannya itu adalah
Prakrti.

Jadi dengan demikian Dunia adalah perubahan dari prakrti yang merupakan penyebabnya.

TRI GUNA

Tri Guna adalah tiga kekuatan yang mempengaruhi perkembangan prakrti, terdiri dari
kekuatan Sattva, Rajas dan Tamas. Sattva adalah kekuatan yang berpotensi untuk
memanifestasikan (prakasa) yang dapat menghasilkan kenikmatan, Rajas adalah kekuatan
yang berpotensi untuk beraktivitas (pravrtti) yang dapat menghasilkan kesengsaraan dan
Tamas adalah kekuatan yang berpotensi untuk pengendalian (niyama) yang dapat
menghasilkan kemalasan. Sattva adalah hakekat segala sesuatu yang memiliki
sifat-sifat terang dan menerangi. Unsur inilah yang menimbulkan segala hal yang
baik dan yang menyenangkan. Rajas adalah sumber aktivitas dan pengluasan dan
oleh karenanya menjadi sumber kesusahan dan penderitaan. Tamas adalah kekutan
yang menentang segala aktivitas, sehingga menimbulkan segala keadaan yang apatis (dingin)
atau yang acuh tak acuh, kemalasan dan ketidaktahuan.
Ketiga guna ini tak dapat dipisahkan satu sama lainnya karena masing-masing saling
mensuport yang lain sebagai satu kesatuan. Ibaratkan “lampu minyak” yang terdiri dari unsur
nyala, unsur minyak dan unsur lampunya, yang secara sendiri-sendiri tidak akan dapat
berfungsi. Dalam kaitan dengan konsep penciptaan, pemeliharaan dan peniadaan, sattva
adalah penciptaan, rajas adalah pemeliharaan dan tamas adalah peniadaan.

Prakrti dicirikan oleh adanya tiga guna di atas. Kata guna artinya adalah kwalitas atau sifat
dari prakrti, tetapi tidak sekedar aspek permukaan dari alam materiil ini, tapi hakekat intrinsic
dari prakrti. Guna-guna itu ibaratkan tiga utas tali yang diikal atau distranding menjadi satu
tali yang mengikat roh dengan dunia ini. Bila tiga utas tali itu dipisahkan maka kita tidak
melihat tali itu lagi.

Guna-guna itu selalu berubah dalam dirinya sendiri walaupun dalam keadaan keseimbangan,
cuma saja ia tidak menghasilkan apapun sepanjang keseimbangan tidak terganggu. Bila
keseimbangan terganggu maka guna-guna dalam situasi gunaksobha, dimana masing-masing
guna beraksi satu sama lainnya yang disebabkan karena salah satu guna secara dominan
tampil walaupun tidak meniadakan guna-guna lainnya. Dalam benda-benda material yang
diam atau yang tidak bergerak maka yang dominan adalah Tamas Guna dibandingkan dengan
dua guna lainnya. Dalam sesuatu yang bergerak maka Rajas Guna dominan dari pada dua
guna lainnya. Demikianlah guna-guna itu bekerja bersama sama dalam membentuk alam
semesta ini.

Guna-guna itu dapat dimengerti dari fakta berupa cirri-ciri dari dunia materiil ini, baik secara
eksternal maupun secara internal, baik itu berupa unsure fisik atau pikiran, yang semuanya itu
memiliki kemampuan dalam mengahasilkan kesenangan, penderitaan atau seimbang tidak
kuduanya. Suatu obyek yang sama barangkali menyenangkan seseorang tapi menyakiti bagi
yang lainnya atau sama sekali tidak keduanya itu.

Seorang wanita yang cantik akan sangat menarik bagi pacarnya, tapi akan menyakitkan
wanita lainnya yang juga tertarik kepada laki-laki pacar wanita cantik itu, dan tidak ada apa-
apanya bagi orang lain yang tidak terlibat. Kecantikan dari wanita itu menunjukkan adanya
hubungan dengan orang-orang lainnya disekitarnya, yang muncul dari
guna-guna yang ada pada dunia ini. Dari contoh ini kita akan dibantu dalam memahami
bagaimana asal usul dari semua fenomena prakrti yang memiliki cirri-ciri yang dapat kita
temukan pada obyek-obyek dunia ini.

Prakrti dan produk-produk yang dihasilkannya membutuhkan guna-guna tersebut karena,


prakrti dan produknya tidak mempunyai kekuatan untuk membedakan dirinya dengan Purusa.
Mereka adalah Obyek sedangkan Purusa adalah Subyek. .

Filsafat Samkhya menyatakan bahwa keseluruhan alan semesta ini berkembang dari guna,
dimana dalam keadaan ketiga guna itu seimbang alami disebut prakrti dan dalam keadaan
tidak seimbang disebut sebagai vikrti, yaitu keadaan yang heterogen. Tiga guna ini oleh filsuf
Samkhya yang beraliran nonteistik dinyatakan sebagai penyebab terakhir dari semua
penciptaan ini. Sattva tidak berbobot dan bercahaya (laghu); rajas adalah
gerak dan aktivitas (calam); dan tamas adalah berat dan gelap, lesu atau menutupi (guru dan
avarana).

Guna itu tidak berbentuk dan selalu ada (omnipresent) yang dalam keadaan seimbang
menyerahkan sifat-sifatnya kedalam yang satu dengan yang lainnya. Dalam keadaan tidak
seimbang, rajas dikatakan sebagai pusat dari sattva dan tamas, yang menghasilkan
penciptaan karena memanifestasikan dirinya di dalam suatu aktifitas.

Aktifitas tergantung dari gerakan, kekuatan dalam aktifitas adalah hakekat dari rajas
dan sattva serta tamas tergantung dari rajas dalam memanifestasikan dirinya dengan demikian
rajas menghasilkan pasangan-pasangan yang berlawanan. Sebaliknya rajas juga
tergantung dari sattva dan tamas, karena aktifitas tidak akan terjadi tanpa adanya obyek atau
media lewat mana ia beraktifitas. Dalam keadaan memanifestasikan diri, salah satu guna
mendominasi dua guna lainnya, tetapi tidak pernah terjadi secara sepenuhnya terpisah atau
absen satu sama lainnya karena secara berkesinambungan mereka bereaksi antara yang satu
dengan yang lainnya. Dengan pengaruh rajas maka kekuatan sattvika terjadi dengan
kecepatan yang tinggi dan unit kekuatan itu terpecah menjadi bagian-bagian.

Dalam tahapan tertentu barangkali percepatan berkurang dan mereka mulai mendekat dan
semakin dekat satu sama lainnya. Kontraksi dari kekuatan sattvika maka akan terbentuk
tamas, dan dalam waktu yang bersamaan dorongan dari kekuatan aktif (rajas) juga
terjadi pada tamas dan dalam kontraksi itu terjadilah ekspansi yang cepat. Dengan demikian
guna-guna itu secara terus menerus merubah keunggulan mereka mengatasi yang lainnya.
Keunggulan sattva dari tamas dan sebaliknya, keunggulan tamas dari sattva terjadi secara
bersamaan dalam proses tersebut, dan pergantian seperti itu terjadi setiap saat.

Sattva dan tamas dalam penampakannya merupakan perlawanan antara yang satu dengan
yang lainnya, karena yang satu merupakan terang dan tidak berbobot sedangkan yang lain
merupakan gelap dan berat. Tapi pasangan ini bekerja secara bersama-sama dalam penciptaan
dan peleburan seperti halnya benda-benda bergerak dari yang halus menuju yang kasar dan
sebaliknya dari yang kasar menuju yang halus. Ekspansi kekuatan energi
yang tertimbun dalam bentuk-bentuk yang halus, dari mana ia memanifestasikan diri dalam
bentuk keseimbangan yang baru. Keseimbangan yang sifatnya relatif ini merupakan suatu
tahapan tertentu dari proses evolusi itu sendiri. Memang klihatan pada awalnya ada suatu
konflik yang berkesinambungan antara guna-guna itu, tapi sesungguhnya ada suatu kerjasama
yang sempurna selama proses penciptaan oleh karena lewat interaksi yang berkesinambungan
itulah aliran kosmis dan kehidupan individual
terus berlangsung.

Guna-guna itu mememiliki peranan yang sama dalam tubuh dan pikiran manusia seperti
halnya yang terjadi pada alam semesta secara keseluruhan. Penampakan fisik individual
semata-mata merupakan manifestasi dari guna-guna itu yang telah dibawa oleh kesadaran.
Keinginan-keinginan yang ada dalam kesadaran menyebabkan prakrti menghasilkan
gangguan-gangguan pada keseimbangan dari prakrti, yang menyebabkan guna-guna itu
berinteraksi satu sama lain dan memanifestasikan alam semesta ini.

Guna-guna itu selalu berubah satu sama lainnya dalam dua cara yaitu : pertama,
vrupaparinama yang artinya berubah menjadi suatu keadaan yang heterogen dan kedua,
svarupaparinama yaitu perubahan menjadi suatu keadaan yang homogen. Virupaparinama
terjadi ketika salah satu dari guna mendominasi dua yang lainnya dan mulai terjadi proses
penciptaan objek-objek khusus. Jenis transformasi ini satu sama lain dari
guna-guna itu bertanggung jawab atas penciptaan dunia ini. Svarupaparinama adalah
trasformasi dari guna-guna itu dimana keadaan guna-guna itu berubah secara
internal tanpa mengganggu satu dengan yang lainnya. Dalam keadaan ini guna-guna itu tidak
mengahasilkan sesuatu karena mereka tidak berlawanan ataupun bekerjasama satu
sama lainnya. Perubahan seperti ini terjadi dalam keadaan prakrti seimbang.

Dalam menguraikan proses dari involusi Samkhya menyatakan bahwa semua unsure-unsur
kasar terurai menjadi unsure-unsur halus dan secara final mereka akan kembali kepada
aslinya yaitu sattva, rajas dan tamas. Akhirnya triguna ini sampai pada suatu keseimbangan
sempurna yang disebut prakrti, dimana tidak ada lagi tamas yang berat, tidak lagi ada sattva
yang tidak berbobot dan tidak ada lagi aktivitas dari rajas karena guna-guna tidak lagi tidak
lagi merupakan eksistensi yang terpisah dimana salah satu lebih mengungguli yang lainnya.
Keadaan prakrti seperti ini tidak dapat dimengerti dengan persepsi manusia biasa tapi ia tidak
pula dapat dimengerti dengan penyimpulan. Kita hanya dapat membayangkan keadaan
dimana semua alam ini dalam keadaan seimbang tidak ada penyimpangan, tidak ada gerak,
tidak ada berat, tidak ada cahaya, tidak ada gelap, tidak ada kekuatan-kekuatan yang
berlawanan, dimana imajinasi itu sendiri yang merupakan produk dari pikiran menghilang.
Filsafat Samkhya menyatakan bahwa keadaan keseimbangan ini sebagai yang tidak
disebabkan, yang tidak dimanifestasikan, kekal, meliputi segalanya, bebas dari akibat dari
suatu
aktivitas-aktivitas, tiada duanya, bebas dan tanpa bagian-bagian.

EVOLUSI DAN INVOLUSI ALAM SEMESTA.

a. Evolusi

Menyamakan Purusa dengan Prakrti akan menyebabkan adanya kelahiran dan kematian.
Inilah sifat Aviveka, tidak mampu membedakan tidak bijaksana, tidak
berpengetahuan atau bodoh. Apabila kita dapat membedakan antara purusa dengan prakrti
dapat memberikan kebebasan atau mukti. Prakrti adalah substansi yang fundamental, yang
mendasar dari mana Dunia berkembang. Dalam keadaan keseimbangan (samyavastha), maka
tidak ada gerakan. Keadaan istirahat seperti ini merupakan keadaan yang hakiki dari Prakrti.

Menurut Samkhya seluruh alam ini terbentuk sebagai akibat dari interaksi prakrti
dengan purusa. Interaksi ini tidak seperti halnya hubungan antara laki dan
perempuan dalam dunia materiil, tapi hubungan sebagai akibat pengaruh purusa pada prakrti,
seperti halnya badan manusia bergerak karena adanya pikiran. Evolusi tidak akan terjadi
hanya adanya sang diri atau purusa, yang pada dasarnya tidak aktif,
ataukah hanya adanya prakrti, karena ia tidak sadar. Aktivitas prakrti harus
diarahkan oleh purusa yang cerdas.

Kerja sama antara keduanya, purusa dan prakrti, barulah memungkinkan terjadi evolusi.
Walaupun tidak ada aktivitas tetapi ia memiliki kecenderungan untuk beraktifitas. Aktivitas
terjadi pada saat tri guna dalam keadaan tidak seimbang yang mempengaruhi prakrti.
Prakrtilah yang merupakan pelaku dan merupakan sumber
segala yang ada di alam semesta ini termasuk diri kita sebagai manusia. Badan
adalah milik dari ahamkara, lewat manas (pikiran) ia membuat kegiatan lewat
organ-organ kegiatan (karmendrya). Ahamkara bersama sama dengan tri guna yang
berpengaruh dominan terhadap badan, menentukan karakter keperibadian seseorang.

Filsafat Samkhya adalah Nir Isvara Samkhya artinya Samkhya tanpa Isvara. Ajaran Samkhya
tidak mempercayai adanya Tuhan. Penciptaan berasal dari Prakrti yang ada dengan
sendirinya dan tak ada sangkut pautnya dengan Purusa. Jadi tak perlu adanya pencipta yang
cerdas. Prakrti merupakan sumber dari alam semesta (pradana = pokok) karena semua akibat
ditemukan padanya. Prakrti merupakan penyebab dari semua
akibat, meresapi segalanya, tak dapat digerakkan dan cuma satu adanya.

Prakrti hanya tergantung pada tri guna. Tri gunalah yang membentuk substansi
prakrti. Disamping itu prakrti juga berkembang dibawah pengaruh Purusa. Lewat
interaksi antara purusa dan prakrti terjadi gangguan keseimbangan pada guna yang
merupakan tahap awal dari manifestasi itu. Pada saat pertemuan antara Purusa dan
Prakrti terjadi ketidak seimbangan tri guna, sehingga menimbulkan evolusi
pengembangan dan penyusutan.

Perwujudan produk awal dari evolusi adalah Mahat (Kecerdasan Utama). Mahat merupakan
benih alam semesta, dimana bersatunya purusa dengan prakrti. Sebagaimana kita ketahui
bahwa prakrti merupakan substansi material yang tidak sadar, namun menjadi sadar dan sadar
akan dirinya sadar sebagai akibat mendapat penerangan dari purusa yang memancarkan
cahaya dan melihat dirinya sendiri. Proses melihat ini merupakan
awal terciptanya alam semesta. Rekan pendamping dari mahat yang merupakan unsur
psikologisnya disebut Buddhi. Buddhi merupakan azas kejiwaan dan Mahat adalah
azas kosmis.

Azas Kejiwaan (buddhi) merupakan unsure halus dari manusia yang mempunyai kemampuan
untuk tahu keseluruhan personalitas yang murni. Buddhi merupakan hasil yang langsung dan
segera dari prakrti yang merupakan hasil dari pengarahan purusa sehingga buddhi merupakan
hasil evolusi yang paling dekat dengan purusa. Buddhi dimanifestasikan dari unsur sattvika
dari prakrti yang pada hakekatnya, tanpa bobot, jelas dan terang sehingga dipengaruhi lebih
cepat oleh kekuatan aktif dari penciptaan, bila dibandingkan dengan tamas yang pada
hakekatnya berat dan tidak jelas atau gelap.

Oleh karena sifat sattvika dari buddhi cahaya dari sang diri memantul ke dalam intelek seperti
halnya obyek-obyek eksternal dipantulkan oleh permukaan yang
jernih dari sebuah cermin. Sang diri melihat pantulannya di dalam cermin buddhi dan
menganggap dirinya sama dengan bayangan di cermin itu sehingga lupa dengan hakekat
dirinya yang benar. Perasaan keakuan dipancarkan oleh buddhi, dimana buddhi mulai tidak
sadar yang merupakan prinsip ketidak sadaran selanjutnya.

Menurut filsafat Samkhya, buddhi memiliki delapan sifat-sifat :


Kebajikan (dharma) – Pengetahuan (jnana) – Ketidakterikatan (vairagya) – Kesempurnaan
(aisvarya) – Ketidakbajikan (adharma) – Kebodohan (ajnana) – Keterikatan (avairagya) –
Ketidaksempurnaan (anaisvarya).
Empat pertama merupakan bentuk sattvika daro buddhi dan empat yang terakhir merupakan
bentuk penguasaan dari kebodohan atau tamas.

Semua sifat-sifat di atas kecuali pengetahuan, mengikat prakrti dan melibatkan sang diri ke
dalam buddhi, sehingga mengikatnya dengan kepentingan-kepentingan yang
bersifat duniawi yang menyengsarakan. Sang diri yang murni keliru mengidentifikasi kan
dirinya sebagai buddhi sehingga ia mengira bahwa apa yang dialami oleh buddhi merupakan
pengalamannya sendiri. Tetapi dengan mempergunakan delapan sifat dari buddhi,
pengetahuan (jnana), memantulah pengetahuan murni yang sudah disaring dengan
baik ke dalam purusa lewat cerminnya sehingga purusa menjadi sadar akan kekeliruan
tentang dirinya yang menidentifikasikan dirinya sama dengan obyek-obyek dari buddhi dan
mengenal hakekatnya yang transenden penuh dengan kemurnian. Dengan demikian buddhi
yeng berfungsi sebagai decision maker berada paling dekat dengan sang diri dan berfungsi
langsung sebagai sang diri yang memungkinkannya membedakan antara dirinya sendiri
dengan prakrti dan dengan demikian mencapai tingkat kesadaran akan hakekat kebebasannya.

Buddhi merupakan tempat dimana kecakapan mental, pertimbangan dan keputusan-


keputusan dibuat, baik keputusan moril maupun intelektual. Buddhi menimbulkan ahamkara
yang merupakan azas ke akuan, yang menyebabkan segala sesuatu memiliki latar belakang
kepribadiannya sendiri.

Ahamkara muncul dari mahat atau buddhi, merupakan peralatan duniawi dari keindividuan
yang menghasilkan batas materiil dari keakuan. Kekeliruan identitas ini memisahkan
seseorang dengan orang lainnya dimana focus pikirannya pada materi dan berfikir bahwa “
Aku adalah badan ini, ini adalah milikku dan ini adalah untukku”.

Ada tiga jenis ahamkara yaitu, ahamkara sattvika, ahamkara rajas dan ahamkara tamas yang
tergantung dari triguna yang mana yang mendominasi ahamkara itu. Sebelas indra muncul
dari ahamkara sattvika, yang terdiri dari lima indra persepsi (mendengar, menyentuh, melihat,
mencicipi/merasa, mencium), lima indra pelaksana (action) (verbalization, apprehension,
locomotion, excretion, dan procreation) dan satu indra pengatur atau pusat dari indra yaitu
pikiran (manas).

Ahamkara tamas menghasilkan lima unsur halus (panca tanmatra) yang merupakan sari-sari
yang diterima oleh panca indra persepsi kita (sari suara, sari sentuhan, sari warna, sari rasa,
dan sari bau). Fungsi dari ahamkara tamas ini adalah untuk
memotivasi dua guna lainnya yang menyebabkan penciptaan berlangsung melalui dua
aspeknya yaitu : Unsur-unsur indra dan lima unsur halus atau tanmatra, namun
pendapat para komentatornya yang beragam.

Penjelasan ini dapat kita temukan pada Samkhya-Karika yang merupakan sebagian besar
tulisan dari filsafat Samkhya. Semua para sarjana setuju bahwa hidung, lidah, mata, kulit dan
telinga adalah organ-organ fisik yang merupakan pembungkus dari indra pengenalan
(cognitive senses). Begitu pula mulut, lengan, kaki, excretion dan reproduksi yang sesuai
dengan lima indra pelaksana atau lima indra penggerak (verbalization, apprehension,
locomotion, excretion dan procreation). Organ-organ fisik ini bukanlah indra tetapi unsure
fisik yang diberikan kekuatan dari indra.

Dengan demikian indra tidak dapat diketahui lewat persepsi tapi hanya dapat dikenal lewat
penyimpulan dari aktivitas organ-organ fisik yang diberikan kekuatan oleh indra itu.

Ahamkara menghasilkan Manas (pikiran), yang merupakan pusat dari indra. Pikiran
mengkoordinir rangsangan-rangsangan dari indra, mengaturnya sedemikian rupa sehingga
terjadi petunjuk-petunjuk yang kemudian diteruskan kepada Ahamkara dan Buddhi. Pikiran
adalah boss dari semua indra eksternal, artinya bahwa tanpa pengaturan dan
pengarahan dari pikiran indra eksternal itu tidak berfungsi. Pikiran adalah
merupakan indra yang sangat halus dan memiliki banyak aspek sehingga dapat berhubungan
dengan beberapa indra pada waktu yang bersamaan. Menurut filsafat Samkhya
pikiran bukanlah sebuah atom dan tidak kekal. Pikiran merupakan hasil dari prakrti, dengan
demikian ia merupakan hasil ciptaan sehingga pada suatu saat ia akan musnah.
Indra cognitive kontek langsung dengan obyek-obyek dan meneruskan pengetahuannya
kepada pikiran yang kemudian data-data itu diinterpretasikan sebagai persepsi yang
dibutuhkan atau tidak dibutuhkan.

Selanjutnya ahamkara menghubungkan dirinya


dengan obyek-obyek persepsi itu dan mengidentifikasi dirinya sebagai yang
menginginkannya atau yang tidak menginginkannya. Intelek atau buddhi memutuskan
bagaimana caranya menghadapi atau menyikapi obyek-obyek eksternal itu. Buddhi,
Ahamkara dan Manas secara bersama-sama disebut sebagai peralatan batin (Antah
Karana) atau juga disebut sebagai indra internal.

Pengembangan Panca Indra Persepsi (Panca Buddhendriya atau Panca Jnanendriya) yang
terdiri dari penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Panca indra
persepsi pengelihatan dapat menangkap kesan warna, apakah warna itu merah ataukan
biru dan sebagainya. Panca indra persepsi pendengaran menangkap kesan dari suara apakah
suara itu suara ledakan atau suara berupa nyanyian yang mendayau-dayau,
sedangkan kesan bau yang ditangkap apakah busuk atau wangi dilakukan oleh panca
indra persepsi penciuman. Panca indra persepsi perasa menangkap kesan pedas ataukah pahit,
manis, sedangkan kesan halus dan lembut seperti sutra, keras, kasar ditangkap
oleh panca indra persepsi peraba. Panca indra persepsi ini merupakan alat bantu
kejiwaan dari badan halus (Antah karana).

Pengembangan Lima Organ Penggerak Indra (Panca Karmendriya) yang terdiri dari Daya
untuk Berbicara, Daya untuk Memegang, Daya untuk Berjalan, Daya untuk Membuang
Kotoran dan Daya untuk Mengeluarkan Benih (sperma dan ovum). Panca indra penggerak ini
mempunyai kepampuan melakukan aktifitas merupa gerakan sehingga manusia dapat
berbicara, dapat memegang sesuatu, melakukan aktifitas berjalan, berak maupun
mengeluarkan air mani ataupun ovum. Ia juga merupakan alat bantu kejiwaan dari
badan halus (Antah karana) Kesepuluh Indra ini tak dapat dilihat, semuanya berada di dalam
alat masing-masing. Hal-hal yang bisa kita lihat hanyalah alat-alatnya saja. Lewat
perantaraan alat-alat yang tampak tadi itulah kita dapat mengamati dan mengenal
obyek-obyek diluar diri kita.

Kelima unsur indra ini dapat diketahui lewat penyimpulan, yang berkembang setelah sepuluh
indra ada dan kelima unsure ini merupakan penyebab munculnya unsure-unsur kasar yang
diturunkan secara gradual dalam suatu proses tahap demi tahap. Pertama yang berkembang
adalah tanmatra yang merupakan hakekat dari bunyi (sabda) dan berikutnya adalah ether
(akasa)dan unsure ruang. Maka dari itu unsur ruang mengandung sifat bunyi yang dapat
ditangkap melalui telinga. Unsur udara yang diturunkan dari hakekat sentuhan (sparsa
tanmatra) yang berkombinasi dengan bunyi.

Maka dari itu unsur udara mengandung sifat bunyi dan sentuhan, walaupun sentuhan
merupakan sifat yang khusus dari udara yang dapat ditangkap atau dirasakan melalui kulit.
Unsur api diturunkan dari hakekat warna (rupa tanmatra). Ia mengkombinasikan sifat suara,
sentuhan dan warna alatnya yang khusus adalah pengelihatan, yang dapat ditangkap dengan
mata. Unsur air diturunkan dari hakekat kecapan atau rasa (rasa tanmatra). Ketiga ciri yang
terdahulu yaitu suara, sentuhan dan warna ditemukan di dalamnya termasuk juga sifatnya
yang khusus yaitu kecapan atau rasa yang dapat ditangkap dengan lidah. Hakekat dari
penciuman (gandha tanmatra) menghasilkan unsur tanah yang peralatan khususnya adalah
bau yang dapat ditangkap oleh lubang hidung. Unsur terbesar ini mengandung keempat sifat
sebelumnya.
Semua ini masuk tahapan kedua yaitu pembentukan lima unsur-unsur kasar (Panca Maha
Buta) yang timbul dari kombinasi lima unsur – unsur halus dan mempunyai sifatnya
sendiri-sendiri sebagai berikut :

1. Unsur suara menimbulkan ether atau ruang (akasa) dengan sifat suara
2. Unsur suara+raba menimbulkan udara (vayu)dengan sifat raba
3. Unsur suara+raba+warna menimbulkan api (tejah) dengan sifat warna
4. Unsur suara+raba+warna+rasa menimbulkan air (apah) dengan sifat rasa
5. Unsur suara+raba+warna+rasa+bau menimbulkan tanah (prthivi) dengan sifat bau.

Dari lima unsur kasar inilah alam semesta beserta isinya (jagat) berkembang, seperti bumi,
gunung-gunung, sungai, pepohonan dan mahluk hidup lainnya. Dengan demikian dapat pula
dikatakan bahwa alam semesta beserta isinya merupakan perubahan secara evolusi dari
Prakrti. Unsur-unsur kasar yang ada pada suatu pohon akan selamanya ada di dalam pohon
itu. Tetapi kalau pohon itu mati maka unsur-unsur kasar yang membentuknya akan terurai
kembali ke unsur-unsur yang membentuknya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses evolusi berjalan dalam duapuluh empat
langkah, yang bermula dari akar penyebab yaitu prakrti dan berakhir pada unsur tanah yang
merupakan unsur yang terkasar. Proses ini dapat dibagi menjadi dua proses besar yaitu :
Katagori pertama, perkembangan prakrti menjadi buddhi, ahamkara, dan sebelas
unsur-unsur indra,
katagori kedua, evolusi dari lima unsur halus dan lima unsur kasar.

Katagori pertama dapat dibagi menjadi dua yaitu pembentukan indra-indra internal atau indra
yang halus (antahkarana) dan pembentukan indra-indra eksternal (bahyakarana). Katagori
kedua juga dibagi menjadi dua bagian yaitu sifat-sifat yang tidak spesifik, tidak khusus
seperti sifat dari lima unsure-unsur halus yang tidak bisa dikenal dan dinikmati oleh manusia
biasa dan sifat spesifik, khusus (visesa) yaitu sifat lima unsure kasar yang memiliki sifat-sifat
khusus yang dapat dinikmati,
menyakitkan atau membuai. Manifestasi khusus ini dapat diuraikan menjadi dua
yaitu unsur-unsur kasar eksternal dan tiga jenis badan (badan fisik, badan halus dan badan
penyebab).

b. Involusi (Pengkerutan).

Pada suatu saat nanti alam semesta yang telah terbentuk ini akan dilebur kembali atau
mengalami pralaya, maka apa yang telah terbentuk itu akan dilebur kembali dengan gerakan
yang berlawanan dengan tahapan-tahapan gerak pada waktu pengembangannya dan terakhir
ia akan lebur kedalam Prakrti. Itulah proses penyusutan atau penguncupan yang tidak
memiliki awal dan tidak memiliki akhir.

MANUSIA DAN INKARNASI


Sebagaimana alam semesta maka manusia juga terbentuk dari unsur Purusa dan Prakrti.
Prakrti kemudian berkembang menjadi unsur-unsur halus atau unsur-unsur kejiwaan yang
akan menjadi Badan Halus (Linga Sarira atau Suksma Sarira)dan unsur-unsur kasar yang
akan menjadi Badan Kasar (Sthula Sarira). Badan Halus (Linga Sarira/Suksma Sarira)
Seluruh organ-organ atau peralatan yang merupakan Peralatan Batin (Antah Karana) dengan
alat-alat bantunya berupa lima indra persepsi (Panca Buddhendriya atau Panca Jnanendriya),
lima indra penggerak (Panca Karmendriya) dan lima unsur halus yang dinamakan Panca Tan
Matra. Semuanya ini bersifat fisik. Merupakan syarat mutlak bagi
purusa untuk mendapatkan pengalaman. Tubuh ini tidak akan terpisah dari seseorang, juga
ketika ia mati. Tubuh ini hanya dapat dipisahkan dari manusia jika ia telah
mendapatkan kelepasan yang sempurna. (Harun, Hal.68).

Badan Halus ini tidak berpisah dari seseorang pada saat orang itu meninggal dunia. Badan
Kasar (Sthula Sarira) Badan kasar ini dibentuk oleh lima unsur alam
(ruang-uadara-api-air-tanah) yang disebut Panca Maha Bhuta yang setiap saat mengalami
perubahan dan akan hancur pada saat seseorang meninggal dunia. Badan
manusia ini akan terurai menjadi lima unsur alam itu. Sang Diri atau Sang Pribadi (Purusa)
Menurut Samkhya pribadi yang sesungguhnya (The True Self) yang menjadi saksi dan
pengamat (Drsta), penengah (Madhyastha) dan netral (Udasana).

Manusia yang merupakan perpaduan antara Purusa Dan Prakrti diibaratkan sebagai
bekerjasamanya dua orang yang akan menuju ke suatu tempat yang sama. Orang yang
pertama adalah lumpuh (Purusa) yang tak mampu berjalan, sedangkan orang yang lainnya
adalah buta (prakrti) yang tidak dapat melihat. Kedua orang ini sepakat untuk bekerja sama
agar dapat sampai ke tujuan yang sama itu dengan menggendong orang yang lumpuh oleh
yang buta. Dengan digendong oleh Prakrti yang dapat berjalan maka Purusa
dapat sampai ke tujuan itu, sedangkan Prakrti walaupun tidak dapat melihat, ia
dibantu oleh Purusa untuk menuju ke tujuan itu juga. Setelah sampai di tempat
tujuan mereka akan berpisah, Prakrti dibebaskan oleh Purusa (Sang Diri) sehingga ia berhenti
melakukan aktifitas atau berbuat dan Sang Diri mencari kebahagiaan terakhir.

Kebebasan Sang Diri yang sesungguhnya ( Purusa) dimaksudkan adalah bahwa ia tidak
dilahirkan kembali (Moksa) yang berarti pula bebas dari 3 macam penderitaan :
1. Adhyatmika : demam atau penyakit-penyakit lainnya.
2. Adhidaivika : bencana alam
3. Adhibhautika : penyakit bawaan, gigitan ular atau kalajengking. (

Konsep Pembebasan

Menurut filsafat Samkhya, alam semesta penuh dengan kesengsaraan dan penderitaan,
walaupun apa yang dipikirkan sebagai kebahagiaan bercampur dengan kedukaan karena
semua kebahagiaan itu berakhir dengan kekecewaan yang merupakan dasar dari
kesengsaraan. Inilah kecenderungan yang hakiki dari semua mahluk hidup yang ingin
melepaskan diri dari kesakitan dan kesengsaraan, namun Samkhya menyatakan bahwa
semuanya itu akan dapat dicapai lewat pengetahuan yang benar tentang realitas.

Keseluruhan dari dunia eksternal dan fenomena internal berasal dari prakrti, tetapi kesadaran
murni, purusa bebas dari pembatasan ruang, waktu dan sebab akibat. Semua aktivitas,
perubahan, pemikiran, perasaan, kesakitan dan kebahagiaan menjadi milik dari organisme
badan, pikiran dan bukan milik dari sang pribadi (the self). Sang diri adalah murni dan
selamanya diterangi dengan kesadaran dan mengatasi keseluruhan fenomena dunia, termasuk
badan dan pikiran yang kompleks ini. Sang diri memiliki sebuah badan, tetapi sang diri
bukanlah badan ini. Seperti juga sang diri memiliki sebuah pikiran, ego dan intelek tetapi
sang diri sangat berbeda dengan semuanya itu.
Kesenangan dan kesakitan, kebajikan dan kriminal, berjasa atau tidak berjasa bukan
merupakan ciri dari sang diri murni tetapi cirri dari intelak yang terlibat dengan sesuatu yang
ada disekelilingnya. Semua pengalaman tentang alam fenomena diterima oleh purusa
disebabkan oleh karena kesalahan mengidentifikasi dirinya dengan pikiran,
intelek dan ego. Intelek bertanggung jawab pada semua pengalaman-pengalaman itu, namun
ketika purusa salah menidentifikasi dirinya sama dengan intelek maka ia berfikir bahwa
pengalaman-pengalaman itu seperti apa yang dilakukan oleh intelek, walaupun purusa pada
hakekatnya selalu dan selamanya mengatasi evolusi prakrti.

Manifestasi alam semesta kedalam duapuluh tiga evolusi dari prakrti tidak
dimaksudkan untuk menciptakan perbudakan bagi purusa tetapi membantu purusa
merealisasikan bahwa ia sama sekali berbeda dari prakrti. Walaupun kelihatannya bahwa
obyek-obyek eksternal diperuntukkan bagi kenikmatan fisik, mental dan internal
namun bukan itu maksudnya karena pikiran, ego dan intelek tidak berfungsi untuk
dirinya sendiri, keberadaannya adalah untuk memberikan pengalaman-pengalaman
kepada purusa. Perasaan sakit dan menderita dialami karena purusa salah
mengidentifikasi dirinya dengan rajas dan tamas, melupakan kapasitasnya menyelami
identitasnya yang palsu. Juga purusa keliru mempergunakan manifestasi sattvika dari prakrti
sebagai alat-alat yang baik dan efisien dalam membedakan sang diri dengan yang bukan sang
diri. Dominasi dari rajas dan tamas dalam pikiran dan ego serta intelek tidak mengijinkan
alat-alat itu menyaring dengan baik pengalaman-pengalaman eksternal, sehingga purusa
menerima pengalaman yang tidak tersaring dan terkontaminasi serta tidak tahu bahwa
penderitaan, sakit dan kesengsaraan itu, merupakan refleksi dari intelek.

Samkhya berpendapat bahwa prakrti adalah seperti seorang ibu yang penuh dengan cinta
kasih yang melengkapi segala sesuatu yang dibutuhkan purusa untuk mengerti hakekat
dirinya yang berbeda dengan prakrti baik prakrti yang dalam keadaan termanifestasi- kan
maupun yang tidak termanifestasikan. Prakrti memanifestasikan dirinya bukan karena belas
kasihnya kepada purusa, tetapi seperti halnya air susu seorang ibu yang dihasilkan bukanlah
untuk belas kasihnya kepada bayinya. Walaupun dikontaminasikan
sedemikian rupa, susu ibu selalu menyehatkan sang bayi, seperti juga halnya evolusi
prakrti akan menyehatkan purusa jika tidak dikontaminasi oleh dominasi rajas dan tamas,
identifikasi yang salah, kegiatan untuk diri sendiri, kepemilikan, atau tidak
mempunyai kemampuan membedakan.

Baik prakrti maupun purusa adalah tidak terbatas dan kekal, dan ketika prakrti dalam keadaan
tidak termanifestasikan bercampur dengan purusa dan purusa bersemangat untuk
merealisasikan hakekat dirinya yang sesungguhnya. Semangat purusa seperti itu
memungkinkannya untuk berada lebih dekat kepada prakrti. Perhatiannya kepada prakrti
seperti itu memberikan inspirasi kepada kekuatan yang tersembunyi dari prakrti untuk
berfungsi, yang berarti purusa telah memulai manifestasi alam semesta dan prakrti membantu
purusa dalam merealisasikan dirinya yang berbeda dengan prakrti itu
sendiri. Ketika melewati kebodohan purusa lupa akan tujuannya mendekati prakrti,
yaitu membedakan dirinya dengan prinsip-prinsip yang tidak sadar, malahan ia
mengikatkan diri dengannya. Ketika ia sadar akan tujuannya dan membedakan dirinya
dengan manifestasi dunia ini serta dengan penyebab dunia ini, ia sadar akan hakekatnya yang
sesungguhnya dan mencapai pembebasan. Seperti halnya seorang tukang masak yang
meneruskan memasak sampai masakannya matang dan berhenti setelah siap
semua, purusa juga demikian terus mengalir dalam arus kehidupan sampai tujuannya
tercapai.
Pada saat tujuan tertinggi dari hidup yaitu kesadaran (realization) dicapai maka ia berhenti
mengalir dalam arus kehidupan ini. Seperti juga halnya seorang penari yang tampil untuk
menghibur yang penonton akan terus menari sampai penontonnya dipuaskan. Pada saat tarian
itu telah memenuhi kepuasan penontonnya yang durasinya tergantung dari penonton itu
sendiri maka penari menghentikan tariannya. Hal seperti itu juga terjadi pada tarian dari
prakrti yang akan terus menari sampai fungsinya untuk membantu membedakan tercapai.
Setelah ia memenuhi tugasnya maka prakrti menarik dirinya kembali kedalam keadaan tidak
termanifestasikan. Tujuan dari manifestasi prakrti adalah menunjukkan dirinya kepada purusa
sehingga purusa menyadari bahwa dirinya berbeda dengan prakrti. Pada saat purusa sadar
bahwa ia bukanlah obyek-obyek
eksternal, maka keseluruhan dari manifestasi itu akan ditarik kembali.

Pada kenyataannya kesadaran murni, purusa adalah sesuatu yang tidak terikat, bebas karena
ia tidak pernah benar-benar terikat. Konsep tentang keterikatan dan pembebasan, kesakitan
dan penderitaan adalah sebagai akibat dari kebodohan atau salah mengerti. Prakrti mengikat
dirinya dengan tali dari manifestasinya sendiri dan ketika purusa mengenal prakrti sebagai
yang berbeda dengan dirinya maka prakrti
membebaskan dirinya. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa ada delapan sifat dari mahat
atau buddhi yang merupakan evolusi utama dari prakrti, yaitu :
keterikatan dan ketidakterikatan, kriminal dan kebajikan, perbuatan baik dan buruk,
kebodohan dan berpengetahuan. Prakrti mengurung atau mengikat dirinya sendiri dengan
tujuh sifat yang pertama dan membebaskan dirinya dengan sifat yang kedelapan yaitu
pencerahan pengetahuan. Sehingga dengan demikian keterikatan dan pembebasan adalah dua
konsep dari intelek.

Dengan melaksanakan yoga pembedaan atau diskriminasi dengan mengulangi pernyataan


bahwa tidak sama dengan badan, indra, pikiran. Bahwa saya bukanlah yang mengalami, saya
bukanlah yang berbuat, bagaimanapun hal itu terjadi semuanya ada dalam prakrti, sehingga
seseorang harus mengasah inteleknya dan menjadi lebih sadar akan hakekat dirinya yang
sesungguhnya. Pengetahuan ini atau pengertian ini membawa kita kepada pembebasan dari
kebingungan dan identifikasi yang keliru serta kita akan memiliki
pengetahuan tentang hakekat diri kita yang sesungguhnya. Setelah kita mengetahui diri
kita yang sesungguhnya maka semua kekhawatiran menjadi lenyap. Orang akan lepas dari
kelahiran kembali jika ia berhasil mengetahui, bahwa purusa berbeda dengan prakrti. Dengan
demikian ia tidak akan hidup lagi dalam ketidaktahuan. Jika seseorang mendapat kelepasan,
purusa akan menjadi “tidak berteman”, artinya : purusa akan dilepaskan dari pada prakrti. Ia
akan melihat dirinya sendiri saja. . Sang diri tidak begitu tertarik lagi melihat prakrti dan
prakrti sendiri tidak tertarik lagi untuk memperlihatkan dirinya karena ia telah terlihat dan
tujuannya telah tercapai. Prakrti dan purusa dua-duanya tidak terbatas dan meliputi segalanya
serta kekal bersama, seperti halnya dua sisi mata uang dimana ketika tujuannya tercapai maka
proses memanifestasikan diri berakhir.

Dalam filsafat Samkhya ada dua macam pembebasan yaitu :


jivanmukti dan videha mukti atau videhakaivalya.
Jivanmukti adalah pembebasan yang dicapai dalam kehidupan ini. Dalam pembebasan ini
seseorang meneruskan eksistensinya sebagai manusia yang telah sampai pada tataran
pembebasan. Ia hidup di dunia ini dan menikmati obyek-obyek indrawi sampai ia melepaskan
badannya. Ia meneruskan perjalanannya dalam kehidupan dunia ini seperti sebuah kipas
angin yang terus saja berputar dengan kecepatan sebelumnya untuk beberapa waktu sampai
switchnya di offkan. Ketika semua samskara, yang merupakan impresi atau kesan-kesan dari
perbuatan-perbuatan masa lalu berakhir, maka ia melepaskan badannya dan dikatakan bahwa
ia memasuki videha mukti yaitu pembebasan
setelah mati.

You might also like