Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka menyelesaikan studi strata I untuk mencapai
gelar sarjana ilmu sejarah di Universitas Negeri Semarang
Oleh:
2007
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Hari :
Tanggal :
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan
Hari :
Tanggal :
Penguji utama
Penguji I Penguji II
Mengetahui,
Dekan
Drs. H. Sunardi, M. M
NIP. 130 367 998
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam tugas akhir
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
Thalib)
Persembahan:
ini
penulis
6. Alm. Nur Farida, Alm. Andi Tri Nugroho terima kasih telah menjadi
kakakku
v
7. Eko Ony yang selalu memberikan support untukku
8. Bunda Nissa, Budi Cay, Mas J, Nain, Awix, Ema yang selalu memberikan
semangat untukku
Monika, Lel, Bt, Dek Phika, dan Mas Den yang selalu menemaniku
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini, sebagai satu syarat
Semarang.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati
Negeri Semarang, yang telah memberikan ijin kuliah dan fasilitas kepada
penulisan skripsi.
vii
5. Arif Purnomo, S.S, Spd, M. Pd, Dosen Pembimbing II yang telah
10. Bapak, Ibu, kakak, dan adek-adekku yang selalu memberi dorongan dan
semangat.
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan.
Penulis
viii
SARI
ix
Islam sebagai sumber inspirasi kultural dalam kerangka paradigma dalam
pemikiran politik. Semua kegiatan politik, agama, sosial budaya bahkan
ekonomi dilakukan di desa-desa seluruh Jawa, tetapi yang paling menonjol
yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh para pemimpin perjuangan untuk
melawan penjajah yang bercorak keagamaan.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................iii
PERNYATAAN......................................................................................iv
KATA PENGANTAR.............................................................................vii
SARI........................................................................................................ix
DAFTAR ISI............................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................10
C. Tujuan Penelitian.........................................................................10
D. Manfaat Penelitian.......................................................................10
E. Kajian Pustaka.............................................................................11
F. Metode Penelitian........................................................................29
G. Sistematika Skripsi......................................................................37
TAHUN 1825-1830...........................................................................39
B. Istilah Desa..................................................................................42
C. Istilah Kadipaten..........................................................................48
D. Keadaan Alam.............................................................................55
xi
E. Kondisi Sosial Ekonomi..............................................................56
3. Peranan Kiai/ulama.................................................................80
6. Makam.....................................................................................92
KEAGAMAAN (1825-1830)..............................................................94
A. Faktor Ekonomi..............................................................................97
B. Faktor Politik..................................................................................111
BAB V SIMPULAN..................................................................................118
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................122
xii
BAB I
PENDAHULUAN
Jawa. Waktu yang diambil karena sesuai dengan saat terjadinya peristiwa
sejarah. Peristiwa itu berlangsung dalam waktu yang relatif singkat, namun
telah menimbulkan implikasi yang cukup besar dan luas, baik bagi masyarakat
pribumi maupun bagi pemerintah kolonial. Oleh karena itu, meskipun dalam
waktu yang singkat tetapi memerlukan kajian sejarah yang lebih mendalam.
gerakan protes atau reaksi terhadap keadaan yang tidak adil, sehingga terjadi
protes dikalangan rakyat, petani dan bangsawan yang kurang puas terhadap
seperti pergolakan petani yang nantinya masuk dalam faktor bidang ekonomi.
Sedangkan gerakan itu dipimpin oleh para pemuka agama/ kiai yang
1
2
gerakan sosial dilakukan oleh para bangsawan, pemuka agama, dan rakyat.
Hal itu disebabkan, karena rakyat menyatakan diri kurang puas terhadap
pajak), perluasan daerah, serta penyebaran Agama Kristen, pola perilaku yang
Yogyakarta dan Surakarta yaitu yang ditandai dengan Perang Jawa (Perang
Diponegoro).
Barat dianggap bertentangan dengan adat Timur yang masih memegang kokoh
Eropa yang ada di istana menyebarkan pengaruh yang buruk terhadap generasi
penerus yang ada dalam keraton. Selain itu rakyat sangat menderita terhadap
sikap pemerintah yang menerapkan pajak cukup besar terhadap rakyat. Rakyat
juga bekerja rodi untuk kepentingan pemerintah Kolonial (Djuliati, 2000: 84).
yang meresahkan keluarga keraton. Salah satu dari ahli waris keraton adalah
terlalu menekan baik kepada keluarga keraton maupun rakyat kecil yang
cukup berat atas kewajiban dalam menjalani kerja paksa untuk bekerja berat,
padahal kerja itu ditentukan oleh peraturan dari pemerintah keraton. Dengan
keadaan itu, sejak masih muda RM. Mustahar sudah pintar dalam mengolah
4
pola pikirnya. Ia tersentuh atas segala sesuatu yang dialami oleh rakyatnya.
Jawa merupakan daerah yang tanahnya sangat subur, berpenduduk padat dan
paling maju. Daerah yang tanahnya sudah siap diolah untuk menghasilkan
2000: 2).
jalan pintas tetapi melampui batas dan akibatnya telah melintasi makam
mendukung sikap Pangeran Diponegoro. Tepat pada tanggal 20 Juli 1825, jam
besar yang memerlukan kerja rodi dari seluruh penduduk sepanjang pulau
5
militer. Banyak rakyat yang menderita dan menjadi korban karena kelaparan,
kepanasan serta kerja yang berat. Hal itu yang menyebabkan banyak korban.
Disisi lain apa yang dilakukan oleh Daendels dengan segala peraturannya
permainan politik, namun ada juga yang menolaknya. Selain itu kedudukan
administrator Jawa dan semua bangsawan serta para pemimpin yang sukar
diajak untuk berdamai. Hal itu dengan cara mengangkat dan menjadikan
mengikuti cara pemerintah kolonial justru banyak bangsawan dan rakyat yang
hampir diseluruh wilayah di Jawa dan sekitarnya (Adas, 1988: 76). Yang
menghadapi situasi yang kurang baik bagi rakyat maupun para pemuka agama
6
kolonial. Selain itu, desa juga dijadikan sebagai tempat kegiatan politik
keagamaan pada masa kolonial tahun 1825-1830 yang dipelopori para kiai/
mampu memberikan pengaruh yang cukup kuat dan besar terhadap kekuatan
rakyat maupun massa untuk mencapai tujuan yaitu mengejar zaman keemasan
dalam kehidupan yang harmonis dan sejahtera (Adas, 1988: 67-101). Berbagi
gerakan yang timbul pada abad XIX hingga sampai awal abad XX itu
kehidupan yang lebih baik menuju masa adil dan makmur (Adas, 1988: xi-
xiv). Hal itu menunjukkan adanya sebuah gerakan yang menolak budaya asing
merupakan gagasan Perang Suci atau Perang Sabil yaitu sebagai pendorong
semangat perjuangan bagi rakyat (Hayati, 2000: 3-4). Unsur dari perang sabil
Perang yang terjadi diberbagai tempat yang melibatkan berbagai pihak yang
pertahanan dan (Tim Penyusun Pemda, 2003: 2). Wonosobo terdapat beberapa
ulama atau kiai seperti Kiai Walik, Kiai Kolodete, dan Kiai Karim (Utomo,
dan dipercaya serta diberi wewenang untuk menjadi pemimpin oleh seluruh
8
adalah Kiai Ngalwi yang berasal dari Tebuireng, Jawa Timur (Wawancara
tersebut. Pada zaman kolonial peran pemimpin banyak yang tersingkir dan
mempersempit kekuasaan dan ruang gerak bagi para penguasa dan rakyat.
untuk memulihkan status mereka yang mulai hilang. Mulai dari pemimpin
67-101).
pedesaan. Disini para kiai/ ulama mempunyai peranan ganda, selain sebagai
yang mempunyai tujuan untuk mengusir penjajah di bumi pertiwi. Para ulama
sedikit demi sedikit, hingga mampu berdiri sendiri menjadi kekuatan yang
9
kuat dan kokoh bahkan sangat luar biasa. Baik dari kiai/ ulama sendiri yang
oleh Patih Danurejo yaitu pemerintahan yang selalu bekerja sama dengan
Pasundan pada Masa Mataram Islam (Suara Merdeka Senin 24 Juli 2006),
yang dibantu oleh pengikutnya (Cerita Rakyat Jawa Tengah, 1983: 87-97).
keagamaan pada masa kolonial tahun 1825-1830 merupakan salah satu strategi
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1830).
D. Manfaat Penelitian
sebagai berikut:
E. Kajian Pustaka
hubungan yang baru di negara atas prakarsa kepala negara, maka faedahnya
untuk bagian BAB 2 mecangkup mengenai nama dan sifat desa serta riwayat
terjadinya dan tumbuhnya desa. Kata desa dipakai di Jawa, Madura dan Bali.
setingkat dengan desa karena sama-sama disebut huta, uta, dan kuta. Setiap
Desa ialah suatu kesatuan hukum dimana berada dalam tempat tinggal
desa pada zaman dahulu ditandai dengan Pohon Bambu sebagai batas desa
yang baik diantara mereka dalam segala bidang, seperti dalam masalah
hukum ditentukan oleh pemerintah kolonial sendiri dan berbau barat. Dalam
mencapai maksud tersebut maka desa tidak lagi dikekang dalam berbagai
dalam desa hasil ordonnantie baru kemudian diadakan perbedaan antara desa
yang maju dengan desa yang bersifat tradisional. Untuk desa yang maju,
dengan cara rapat desa (kepala desa) yang dibantu oleh parentah desa.
Sedangkan desa ordonnantie baru itu, diperintah oleh parentah desa yang
dibantu oleh rumah tangga desa dengan peraturan yang mengikat, dalam
Pada zaman Jepang, Indonesia diduduki oleh militer Jepang, maka oleh
kedudukan dan pemerintahan desa diatur oleh kepala daerah yang diatur
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang diberi nama Komite Nasional Daerah
masalah diplomasi atau politik dan kekuasan ditulis oleh sejarawan Indonesia.
keagamaan yang belum diteliti. Hal itu terbukti dengan adanya pedesaan yang
Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Idsn, Jakarta, 1992 hal:1 menyebutkan
penulisan sejarah Indonesia dan dianggap sejarah yang hilang. Hal itu juga
dikemukakan oleh pakar sejarawan Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo yaitu dengan
menulis kembali sejarah yang mulai hilang dari ingatan masyarakat. Dengan
yang dipandang melalui relevan dengan apa yang sedang diusahakan sebagai
persekutuan adat menjadi satu (desa baru). Buku ini juga memberi sumbangan
Malang, tahun 2005 dengan tebal buku xxi + 162 hal. Buku ini membahas
tentang keterlibatan kiai dalam politik praktis, kiai sebagai lokal yang sangat
sekitarnya. Hal itu menunjukkan hubungan yang baik yaitu sebuah hubungan
patron-klien. Patron klien adalah suatu budaya dimana seorang patron (atasan)
16
Bahwa tokoh utama didalamnya yaitu para kiai/ ulama seperti Ki Ageng
Selomanik, yang dibantu oleh santri/ muridnya yang berasal dari Pondok
Pesantren Selomanik yang dipimpin oleh Kiai Ngalwi sebagai guru. Ki Ageng
santri dengan muridnya sangat baik. Disini guru dianggap sebagai seseorang
silat dengan tujuan untuk memperkuat posisinya, serta tujuan yang paling
serta untuk menjalankan politik, yang tidak terlepas dari unsur keagamaan.
Khususnya Agama Islam yang banyak melibatkan para kiai/ ulama, santri
dalam kancah kekuasaan. Hal itu dijelaskan oleh Abdul Munir Mulkhan.
Dalam buku ini mempunyai kelebihan seperti desa sebagai basisi kegiatan
politik keagamaan yang melibatkan para pemuka agama yang secara langsung
ikut dalam pemerintahan, seperti para pemuka agama yang masuk ke dalam
partai pilitik, dsb. Para santri diberi kesempatan secara langsung di dalam
membahas mengenai paranan kiai, santri dalam kancah politik saja, adanya
kecenderungan para kiai atau pemuka agama masuk ke partai politik padahal
segala sesuatu apabila berbau dengan politik karisma dari ulama tersebut
Wonosobo. Hal itu untuk mengetahui tentang politik yang digunakan saat
yang diatasnamakan oleh rakyat dan dipimpin para pemuka agama seperti
kiai/ ulama, itu terdapat dalam bukunya Tan Malaka yang berjudul Gerpolek.
Fran Husken menyebutkan bahwa desa sebagai arena politik yang tidak
secara efektif, sehingga tradisi tersebut dapat berkembang dengan baik melalui
sistem sosial yang mampu mempengaruhi masyarakat secara luas. Para kiai/
ulama disini tidak hanya berkecimpung di dunia keagamaan saja tetapi juga
pada dunia politik (Rahardjo, 1974: 10). Kelebihan buku ini ialah menjelaskan
dipahami, bentuk tulisannya yang relatif kecil dan sulit untuk dimengerti,
terlalu tebal buku tersebut sehingga banyak yang tidak terlalu banyak untuk
Bandung yang ikut berperan dalam menjalankan politik keagamaan serta yang
Peristiwa itu merupakan kegiatan politik yang berpusat di desa. Peristiwa yang
Jawa Barat dengan melibatkan berbagai peristiwa yang berpusat di desa. Desa
sebabnya studi sejarah lokal harus meneliti semua aspek kehidupan manusia.
ditingkat lokal merupakan dimensi dari Sejarah Nasional (Hayati, 2000: 9-10).
dalam penjualan hasil bumi, pajak, kerja wajib, dsb, serta peranan kaum elite
pemerintah kolonial dengan para kaum elite menjadikan para petani merasa
peraturan yang berlaku pada masyarakat petani yang ada di desa menjadikan
seorang pemimpin baik dari kaum elite maupun para ulama yang dipercaya
sudah mendarah daging sejak zaman dulu hingga sampai sekarang (Fiedler,
terdiri dari beberapa orang, kemudian salah satu dari mereka menjadi figur
yang diberi kepercayaan oleh sekelompok orang tadi (Walgito, hal. 89-98).
pemerintah kolonial, mereka adalah para birokrat yang menyesuaikan diri dan
itu tergeser atau digantikan dengan peranan kiai/ ulama sebagai seorang
komunitas Islam serta merupakan pemimpin lokal yang bebas. Pada tingkat
desa kiai sering dipandang sebagai pemimpin politik yang cenderung bersikap
161-166).
peristiwa sejarah lokal. Peristiwa itu menarik untuk dikaji, yaitu untuk
secara khusus dalam bentuk mikro akan lebih mampu akan menunjukkan
dalam waktu yang singkat, peristiwa perlawanan H. Hasan itu sangat penting
artinya sebagai salah satu gerakan petani pada awal abad XX. Sejarah gerakan
petani merupakan sektor yang masih kabur, meskipun sebenarnya selama abad
tentang gerakan petani yang diperoleh gambaran yang lebih objektif. Dengan
dari rakyat kecil yaitu petani, maka dapat dipahami adanya arus dasar yang
merupakan indikator dari perubahan sosial yang sedang terjadi. Kondisi sosial
pemerintah kolonial.
Kekurangan buku ini yaitu hanya mengkaji sejarah lokal saja dan masih
banyak yang belum dijelaskan dengan seksama. Selain itu, ternyata dalam
inspirasi serta menambah reverensi dalam skripsi ini yaitu berkaitan dengan
pembahasan bab 3 dan bab 4. Dalam bab 3 dan bab 4, buku tersebut memberi
Barat) yang dipelopori oleh para ulama/ kiai dalam melakukan perlawanan
desa-desa yang melibatkan para ulama/ kiai serta kepala daerah atau pemuka
desa.
23
kegiatan. Nahdatul ulama sebagai salah satu ajaran Agama Islam murni yang
ulama sebagai faham ahlussunah wal jama’ah. Selain itu juga sistem dakwah
diterapkan sebagai bagian dari kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh kiai/
ulama dalam ikut serta dalam politik untuk melawan penjajah kolonial di
Indonesia. Semua itu dijelaskan dalam buku NU dalam Perspektif Sejarah dan
Bahwa dalam buku ini, yang berjudul Perilaku Politik Kiai oleh Khoiro
perubahan yang terjadi di dalam masyarakatnya sebagai salah satu fakta yang
kolonial sudah jelas bahwa politik ikut andil dalam pembagian momentum
suatu perubahan khususnya perlawanan yang dilakukan oleh para kiai yang
berada di pondok pesantren dan organisasi yang berbau dengan dunia Islam.
desa ternyata mampu mengubah segala sesuatu yang terjadi pada masa
kolonial sebagai basis kegiatan politik keagamaan yang berjalan dengan baik.
seperti didirikannya pondok pesantren yang didirikan oleh para pemuka agama
yang disebut dengan kiai/ ulama. Dalam hal ini, sudah dijelaskan bahwa para
Para kiai/ ulama dalam pondok pesantren itu sendiri tidak hanya
tradisi yang sangat relevansi di dalam dunia politik yaitu: (1) tradisi pesantren
kepentingan politik dan pendukungnya. Pada poin yang kedua bahwa kiai
pesantren yaitu melalui sistem kekerabatan yang dibangun oleh para kiai/
genealogi intelektual dan aspek hubungan antara guru dengan murid atau
penting dalam hal ini sebagai basis pertahanan dan basis kegiatan politik
keagamaan. Disini para kiai ikut ambil bagian dalam kegiatan politik di
Indonesia. Bahwa kiai mempunyai posisi yang strategis baik dalam urusan
internal maupun eksternal, serta ikut dalam peran sosial politik dengan ikut
kiai ikut secara langsung dalam kegiatan tesebut. Organisasi itu seperti
pondok pesantren dan para kiai memberi pengaruh yang cukup besar dalam
Perjungan para kiai disini semakin eksis dan kuat keberadaannya. Hal itu
dalam dunia Islam, tetapi pada zaman kolonial di Wonosobo dipelopori oleh
yang melibatkan para kiai dan organisasi yang sudah berdiri di Indonesia
bidang sosial keagamaan dan politik di desa yang merupakan fungsi dan
peranan para kiai sebagai tokoh yang kuat di desa. Seperti halnya yang
desa dengan mendirikan pondok pesantren sebagai wujud dari perubahan pada
difokuskan pada zaman kolonial saja dan pengunaan bahasa yang kurang
banyak. Bahasanya terlalu sulit untuk dipahami. Inti dari permasahan terlalu
nahdatul ulama adalah sesuatu yang penting, gelar kiai/ ulama di dalam
santri/ muridnya. Para pemuka agama seperti kiai/ ulama yang memberi
tauladan kepada santri/ muridnya dengan amal perbuatan dan tingkah laku
yang baik kepada santri/ muridnya juga memberi tauladan kepada semua
dalam tingkah laku yang memberi tauladan yang baik kepada murid/ santrinya
di dalam pondok pesantren. Hal itu, sebagai salah satu media pembelajaran
pesantren saja serta keterlibatan para santri/ muridnya dalam kancah politik.
bahasannya.
28
Eropa, karangan Michael Adas tahun 1988 menjelaskan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan kekuatan militer pada zaman kolonial yang dipimpin oleh
ditunggu oleh seluruh rakyat, dengan harapan muncul seorang tokoh yang
dianggap sebagai ratu adil. Kekuatan militer pada zaman kolonial merupakan
namun yang paling banyak adalah gerakan yang berbau dengan agama dan
Kelebihan buku ini mampu mengulas kejadian pada masa lalu yang
sebagai ratu adil dan menuju zaman keemasan. Sedangkan kekurangan buku
ini adalah hanya mengulas sebuah gerakan sosial yang dipadu dengan
sangat menyulitkan bagi siapa saja yang ingin mengulas lebih dalam tentang
buku ini.
F. Metode Penelitian
1. Metode Sejarah
sebagai berikut:
a. Heuristik
mengumpulkan data yang diperlukan dalam suatu penelitian. Dalam hal ini
data yang diperoleh berupa buti-bukti tertulis, seperti Arsip, Dokumen, Surat
Kabar yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan dibahas. Dalam
30
sejarah itu sendiri. Dalam metode sejarah, kegiatan ini disebut heuristik. Kata
heuristik berasal dari bahasa yunani “ heurisken” yang berarti mencari atau
sejarah dalam peristiwa sejarah pada masa kolonial di Indonesia yang bersifat
maupun di Arsip Nasional masih ada yaitu sumber yang didapat melalui
keaslian dalam arti tulis tangan, orang pertama, atau dikisahkan oleh
Dengan perkataan lain, sumber yang berasal dari orang yang bukan
saksi hidup atau tidak sejaman dengan peristiwa yang sedang diteliti.
(1) Wawancara
ini dapat dilakukan melalui tanya jawab dengan para ulama di Pondok
1830. Kegiatan politik keagamaan pada masa kolonial, pada waktu itu
dkk. 1992: 69). Menurut Gottschalk (1985: 38), studi dokumen adalah
lainnya.
sumber yang tidak tertulis seperti berupa foto, berasal dari kutipan
b. Kritik Sumber
usaha untuk mendapatkan sumber yang benar, asli dan relevan. Kritik sumber
dokumen yang nantinya akan digunakan sebagai data. Hal ini meliputi
integritas tekstual tekstual. Dalam hal ini perlu di cek atau diteliti di dalam
suatu dokumen yang dapat diterima sebagai bukti, apakah suatu dokumen
tidaknya atau asli tidaknya sumber yang dipakai. Kritik eksternal berusaha
yang berhasil didapatkan itu biasa diwujudkan sebagai fakta sejarah (Widja,
1988: 23). Interpretasi yaitu proses menyusun, mencapai antara satu fakta
sejarah dengan sejarah yang lainnya., sehingga menjadi satu kesatuan yang
dapat dimengerti maknanya. Tujuannya agar data yang ada mampu untuk
harus dipilih mana yang relevan dengan gambaran cerita yang hendak
35
masuk akal.
54-55).
yang bersifat ilmiah, logis dan integrati untuk mencapai target tersebut
d. Historiografi
kejadian yang akan diceritakan dalam urutan kronologis, dalam arti urutan
mempengaruhinya.
36
cerita sejarah yang ditulis secara logis menurut urutan kronologis dengan
pengaturan bab atau bagian yang dapat membangun urutan kronologis dan
Skripsi ini telah berhasil mengangkat tema kegiatan poltik keagamaan ynag
kegiatan yang dilakukan oleh para pemuka agama seperti kiai/ ulama yang
pemerintah maupun rakyat, selain itu para pemuka agama ikut berperan di
37
elite agama sebagai lawan yang kuat dari birokrat-birokrat kolonial. Elite
agama atau pemuka agama seperti kiai/ ulama dalam melepaskan diri dari
politik dan untuk menentukan strategi perang. Hal itu bertujuan untuk
G. Sistematika Skripsi
Daftar Pustaka
BAB II
(1825-1830)
Desa Selomanik berasal dari dua suku kata yaitu “selo” yang artinya
batu besar, sedangkan “manik” ialah sebuah permata. Jadi Selomanik adalah
batu permata yang besar. Hal itu disebabkan daerah Desa Selomanik terdapat
Watu Bangkong (Batu Kodok, Katak, batu yang besar) yang ada disekitarnya.
Bangkong Reang ketika melawan musuh. Seperti yang beliau lakukan ketika
mempunyai sebuah masjid yang anti “peluru”. Meriam Belanda pun tidak
(Jawa: napak aji) dan mengeluarkan ilmunya dengan berubah wujud menjadi
39
40
Kodok, Bangkong. Cara itu, ternyata bisa masuk ke Masjid Batu. Masjid Batu
tersebut mempunyai ciri khas tersendiri dari batu-batu yang lainnya. Dengan
ukurannya yang besar juga bentuknya berbeda dengan batu-batu yang ada di
batu-batu itu masih bisa kita jumpai di sepanjang jalan Desa Selomanik,
bagian dari Propinsi Jawa Tengah (sekarang). Wonosobo sebuah daerah yang
pembangunan daerah disusun, diatur dan dikelola dengan baik oleh pejabat
pemerintah.
pendatang. Menurut istilah, Wonosobo berasal dari dua kata yaitu ”wono”
yang artinya hutan dan ”sobo” yang berarti mengunjungi. Jadi, kata Wonosobo
yaitu kawasan hutan yang banyak dikunjungi. Wonosobo dari hari ke hari
II, yang nantinya namanya diganti dengan sebutan Ki Ageng Selomanik dan
bergelar Tumenggung.
41
orang yang setia terhadap tanah air dan bangsanya, serta tidak mau hidup
Wonosobo.
yang dipimpin oleh Kiai Ngalwi dari Tebuireng, Jawa Timur untuk menjadi
santri/muridnya. Para santri dilatih belajar ilmu keagamaan juga diajari ilmu
untuk menjaga dirinya sendiri dari serangan musuh juga diangkat menjadi
prajurit pemerintah.
42
B. Istilah Desa
Kata “desa”, dusun, desi (swa-desi), hal itu seperti halnya dengan
negara, nagari, negeri, negari, negory (nagarom) berasal dari kata Sankskrit
yang artinya tanah air, tanah asal, tanah kelahiran. Indonesia sudah terjadi
Jakarta dan sekitarnya menyebut desa dengan “negari” yaitu pada masa
kolonial di Indonesia.
Istilah desa, hanya dipakai di Jawa, Madura, dan Bali. Kata dusun
daerah yang mempunyai starata sosial yang terbawah. Di Batak daerah hukum
ditingkat desa diberi nama kuta, uta, huta. Pedukuhannya disebut dengan
dusun (Jawa), solor dan pagaran. Pedukuhan lain mayoritas mata pencaharian
sebagai petani yang sering disebut dengan istilah banjar atau jamban.
Desa ialah suatu kesatuan hukum yang bertempat tinggal dalam suatu
terjadi dari satu induk-desa dan beberapa tempat kediaman sebagian dari
masyarakat dengan tata cara hukum yang terpisah. Hal itu merupakan satu
itu berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Untuk
dinamakan Karang Kopek. Di Jawa dan Madura, desa itu terjadi dari
keliling baik pagar hidup seperti pohon, dan pagar mati, antara lain: Tembok,
44
Kayu, dan Bambu. Diatas pekarang terdiri sebuah rumah kediaman penduduk
beserta lumbung padi (tempat menyimpan hasil pertanian seperti Padi, yang
Pekarangan-pekarangan itu dari ujung desa yang satu ke ujung desa yang
biasanya ditutup dengan sebuah pintu dari kayu ataupun bambu. Apabila
malam, desa dikunci dari dalam dengan kuat. Dimuka pintu desa itu di sebelah
dalam berdiri sebuah gardu sebagai tempat penjagaan warga desa. Adapun
pintu desa diberi atap dengan genteng atau daun, sehingga menyerupai sebuah
rumah.
menyerupai panggung), yang berada dikedua belah tepi jalan. Diatas panggung
tersebut pada zaman dulu digunakan untuk menerima tamu yang berasal dari
pedukuhan ditanami Bambu yang lebat dan padat sehingga tidak memudahkan
orang luar masuk ke daerah desa tersebut. Tujuan ditanami Pohon Bambu di
pintu gerbang desa yaitu untuk menjaga keadaan desa dari gangguan dari
segala hal. Bagi orang yang masuk ke dalam desa harus lewat pintu gerbang
desa. Pintu gerbang pada waktu malam dikunci dari dalam dengan kuat, maka
tidak mungkin ada orang memasuki desa, sehingga desa dalam keadaan yang
daerah yang ada disekitanya sampai sekarang masih terdapat Pohon Bambu
sebagai pintu utama masuk ke desa. Beberapa daerah yang mengunakan istilah
diatas getek (rakit) dari kayu/ bambu yang terapung diatas air atau ditepi
sungai.
langgar, dan masjid, serta tempat penginapan bagi para tamu yang datang
pemakaman umum desa atau kuburan bersama di desa dengan ditandai adanya
Pohon Sambodro atau Bunga Semboja yang bunganya sangat wangi/ harum.
Kuburan desa dipelihara oleh beberapa penduduk warga desa dan mereka yang
mengurusi makam tersebut dibebaskan dari pajak wajib, dan wajib kerja serta
Seluruh desa di Jawa pasti mempunyai Balai Desa atau tempat untuk
pesantren atau di tempat demang desa. Balai desa digunakan untuk melakukan
Kantor Kepala Desa, selain itu juga digunakan untuk mengadakan berbagai
46
pemerintah dan kegiatan sosial yang lainnya. Disetiap desa dibuat lumbung
desa, sekolah seperti pondok pesantren, dan terdapat pasar desa sebagai
rapat/ kumpulan. Lihat Lampiran No. 1, hal. 121. Akan tetapi ada yang lebih
rumah lurah harus menjadi tempat pusat segala hal dalam usaha di desa, baik
bersangkutan erat dengan ikatan batin (hiesteke band) yang mengikat rakyat
Madura, desa sifatnya berbeda-beda. Hal itu berhubungan erat dengan bentuk
berupa hutan belantara. Dengan kedatangan Kiai Walik, Kiai Kolodete dan
Kiai Karim ke daerah Wonosobo untuk membuka lahan yang baru. Pada
dalam jumlah kecil maupun jumlah yang besar memutuskan untuk hidup dan
47
kebersamaannya untuk berkumpul maka tujuan mereka akan lebih mudah dan
bahaya dari dalam maupun dari luar, khususnya untuk melawan penjajahan di
masyarakat yang besar dan tergabung dalam ikatan desa yang kuat dan banyak
mendukung perkembangan desa itu sendiri, seperti: (1) Desa Pasar (Dagang)
yaitu tempat orang-orang dari berbagai penjuru dan bertemu dalam satu
tempat untuk melakukan transaksi jual beli barang yang dihasilkan oleh
48
masyarakat; (2) Desa Pakuncen yaitu dipakai bagi mereka yang diwajibkan
untuk memelihara makam yang keramat atau tempat lain yang dianggap
tempat keramat tersebut adalah orang yang alim, pintar membaca Al-Qur’an
dan hafal ayat-ayat Qur’an karena disetiap kegiatan keagamaan seperti untuk
memimpin doa. Bagi mereka yang menjaga makam yaitu disebut pakuncen
atau juru kunci; (3) Desa Mutihan yaitu desa yang penduduk desanya terkenal
(Kartohadikoesoemo,1964: 5-77).
C. Istilah Kadipaten
bahwa kadipaten adalah istilah yang merujuk kepada suatu kampung atau
wilayah di lingkungan sebuah keraton atau kesultanan. Nama ini berasal dari
dikuasai oleh adipati, dibawah kekuasaan Paku Alaman (KBBI, 2003: 488).
dari bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai
Februari 1755, maka lebih dahulu Sri Sultan mendirikan keraton dengan
yang sekarang, sebelah barat kali Bedog. Keraton yang didirikanya oleh Sri
Sultan di tempat itu dinamakan Ambarketawang. Dari tempat ini Sri Sultan
mencari tempat yang lebih baik untuk dijadikan ibukota dari Kasultanan
Beringan diantara kali Winongo dan kali Code, 4 kilometer sebelah timur
keraton, tugu tersebut sebagi pusat pandangan Sri Sultan jika lenggah
siniwoko di Sitinggil. Kemudian Kiai Jogo yang menempati tugu tersebut
(Cerita Rakyat Yogyakarta dalam Poerwokoesoemo, 1985: 45-46).
keraton dan keluar kota. Dengan demikian Tamansari, jelas tidak hanya
Oktober 1756. Sejak saat itu, Beringan berkembang dengan pesat sebagai kota
merupakan hari jadi kota Yogyakarta yang ke 200 tahun atau dwi-abad (Dwi-
antara lain dengan menyelengarakan pekan raya peringatan 200 tahun kota
Siti Hinggil Kidul alun-alun selatan, menbangun gedung pertemuan Panti Dwi
Sata Warsa di pingir alun-alun utara sebelah barat dan membagun air mancur
(fontain) Sasono Tirto Dwi Abad di tengah alun-alun utara sebelah utara
waringin kurung.
merupakan kota kecil yang terletak di kali Winongo dan kali Code (bisa dilihat
meluas sampai sebelah barat kali Winongo dan ke timur sampai kali Code,
bahkan sekarang wilayahnya labih luas lagi hingga sampai kali Gajahwong.
Winongo dan ke timur kali Code, semua itu sulit dipastikan tanggal dan
tersebut di sebelah barat kali Winongo pda waktu itu dengan maksud untuk
ibukota Kasultanan sudah meluas sampai ke timur kali Code. Nama kampung-
kali Winongo dan kali Code adalah prajurit Daeng, Jogokariyo, Mantrijero.
keraton jika sewaktu-waktu ada serangan baik dari selatan maupun utara,
meluas sampai ke barat kali Winongo dan timur kali Code. Pangeran
53
tInggal di sebelah timur kali Code yaitu yang terkenal dengan sebutan Pura
adanya pertempuran untuk merebut jembatan Sayidan dan di atas kali Code.
kali Code.
Winongo.
Dalam buku peringatan kota Yogyakarta 200 tahun yang diterbitkan oleh
Rabinguakir 1680 atau 13 Februari 1755. mulai pada hari Kamis tanggal 3
Suro wawu 1681 atau 9 Oktober 1755, Sri Sultan masanggrah di istana
Ambarketawang. Kurang lebih satu tahun kemudian tepatnya pada hari Kamis
Pahing tanggal 13 Suro Jimakir 1682 atau 7 Oktober 1756 Sri Sultan berkenan
memasuki keraton Yogyakarta yang sekarang. Yang ditempati pertama kali
adalah Gedong Sedahan. Kepindahan Sri Sultan ke keraton ditandai dengan
lukisan ”Dua ekor naga yang ekornya saling melilit” yang ditempatkan di atas
gapuro belakang. Candrasengkala memet artinya Dwi Naga Rasa Tunggal =
1682” (Peringatan Kota Yogyakarta 200 tahun dalam Poerwokoesoemo,
1985: 38-39).
Raffles (Gubernur Jendral Britania Raya, yang memerintah pada saat itu)
D. Keadaan Alam
ketinggian yang terendah lebih dari 500 meter di atas permukaan laut dan di
antara dua kerucut vulkan yaitu Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro.
sebenarnya kurang tepat, karena keadan permukaan yang datar hanya dapat
dilihat secara tempat sangat terbatas. Namun sebutan itu dipakai juga untuk
tanggal 24 Juli 1825 sebagai hari jadi Kota Wonosobo berdasarkan Peraturan
sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan Batang, sebelah timur
dengan Gunung Pogor. Untuk batas wilayah yang lainnya mengunakan sungai.
Desa Selomanik dikelilingi oleh hutan dan sungai sebagai batas serta
umumnya ditandai oleh ciri-ciri, sbb: secara horizontal yaitu dengan adanya
Yang termasuk bersifat hierarkis yaitu golongan Eropa atas golongan pribumi
dan campur tangan pemerintah dalam urusan desa, baik pemerintah pusat
kolonial dalam urusan desa biasa hanya dilakukan dalam bidang tertentu
tangannya didalam urusan-urusan desa maupun para kiai/ ulama banyak yang
yaitu telah berkembang Agama Islam. Agama Islam yang berkembang pada
masyarakat Desa Selomanik sudah turun temurun sejak zaman dahulu hingga
daerah itu menjadi daerah yang ramai dan maju. Pondok Pesantren Selomanik
kemasyarakatan yang telah memberikan warna dan corak khas dalam wajah
Selomanik adalah Kiai Ngalwi dari Tebuireng, Jawa Timur. Kiai Ngalwi
59
merupakan orang yang telah memberikan warna yang baru pada masyarakat
menegahkan ajaran dan nilai-nilai agama melalui pendidikan dalam arti luas,
yaitu Agama Islam (ahlussunah wal jamaah) yang berasal dari Nabi
Muhammad SAW. Pondok pesantren yang didirikan oleh Kiai Ngalwi mampu
menarik perhatian bagi masyrakat untuk datang dengan tujuan belajar dalam
yang erat dengan gurunya. Kiai Ngalwi merupakan guru yang memberi
60
seorang tokoh Agama Islam yang taat dan sholeh. Dengan kedatangan Ki
banyak para pemuka agama yang ikut aktif dalam menyampaikan aspirasi di
kacau, dan terjadi pemberontakan dimana- mana. Hal itu juga didukung
Rakyat Jawa Tengah, 1983: 89). Masa kolonial di Indonesia, para pejabat
negara dari Keraton, yang secara garis besar ikut perang untuk
Jawa (Wawancara Khaerudin tanggal 24 Mei 2005). Perang yang terjadi pada
zaman dahulu bertujuan untuk mencapai suasana yang harmonis dan sejahtera
xii).
Perang tersebut berlangsung dengan cepat, hal itu terjadi karena adanya
61
62
1985: 155). Perang Jawa 1825-1830, didukung oleh banyak pihak baik dari
kaum bangsawan maupun para rakyat di daerah kerajaan hingga sampai luar
Banyak korban yang meninggal dunia, dan sebagian melarikan diri dari
diri dari perang tersebut, salah satunya adalah Kertawasesa II. Disinilah
Pangeran Diponegoro yang sangat setia terhadap bangsa dan tanah airnya.
kerajaan Mataram. Pada masa Patih Danurejo menjabat sebagai patih, kondisi
oleh pemerintah kolonial. Banyak utusan dari Patih Danurejo yang bertugas
Ireng, Jawa Timur. Kiai Ngalwi merupakan orang yang pertama kali
disebabkan untuk berjaga-jaga agar tidak diketahui oleh Patih Danurejo dan
pemerintah kolonial.
Kertawasesa II adalah orang yang setia terhadap tanah air dan bangsanya,
serta tidak mau hidup dalam gengaman penjajah kolonial. Politik dan tindakan
Patih Danurejo ditentang oleh Kertawasesa II, karena sikapnya yang memihak
Pondok Pesantren Selomanik yang dipimpin oleh Kiai Ngalwi dari Tebuireng,
ilmu keagamaan juga diajari ilmu beladiri. Ilmu beladiri yang diberikan
Ki Ageng Selomanik.
yaitu adanya peranan kiai dalam masyarakat. Peran kiai sangat penting dalam
politik. Kegiatan yang dilakukan oleh para kiai berkaitan dengan gerakan
sosial. Kenyataannya gerakan sosial tidak bisa terlepas dari dinamika politik.
66
Dengan adanya tradisi Islam sebagai reverensi sebuah gerakan Islam yang
Jawa, tetapi yang paling menonjol yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh
juga diberi pelajaran ilmu beladiri, hal itu untuk menjaga diri apabila sewaktu-
waktu mendapat serangan yang mendadak dari musuh (Sejarah Rakyat Jawa
menjalankan pemerintahannya.
67
(5) Ki Buta Wereng yaitu diangkat menjadi Senopati. Pada waktu itu Ki
Buta Wereng terkenal dengan aljogo/ tukang jagal orang (Jawa: orang
sebagai Senopati yang setia. Ia mempunyai tugas yang sangat berat yaitu
dengan berdiri tiga buah watu Bangkong (Jawa: Batu yang mirip dengan
Katak, Kodok, Batu Besar) yang sampai sekarang masih ada. Disanalah
dengan ilmu yang dimiliki mampu membuat badai besar (Pos Metro
24 November 2006).
68
Reang merupakan tokoh yang sakti yaitu bisa berubah wujud menjadi
musuh.
(11) Mbah Jebrak, adalah tukang pijatnya (Jawa: orang yang mempunyai
dalam ilmu keagamaan yang bersumber pada syariat yang ada. Kiai/ ulama
dibagi menjadi dua kategori antara lain: (a). Ulama akhirat yaitu cenderung
kedunia ilmu agama sebagai wujud pengabdian yang sholeh dan menjauhkan
diri dari politik atau urusan dunia. (b). Ulama dunia yaitu bersifat keduniawian
untuk melepaskan diri dari pasukan kolonial, hingga sampai ke pelosok negeri
sebagai berikut:
1811) hal itu untuk menghindari konflik di dalam kerajaan. Ini terjadi pada
Patih Danurejo menjadi patih kerajaan. Hal itu bertentangan dengan norma-
rakyat yang dikutip dalam bukunya Sejarah dalam abad XIX 1800-1900”
Diponegoro dimulai tanggal 25 Juli 1825 yaitu sebagai awal dari perlawan
156-162).
beberapa pusat kekuatan baik politik, agama, dan militer (Wertheim, 1999:
pesantren, yang melatih para prajurit untuk belajar ilmu beladiri, serta
memperbanyak prajurit. Prajurit tersebut diambil dari para santri/ murid dari
Selomanik dan dibantu Ki Buta Wereng, serta para pemuka agama yang
Rakyat Jawa Tengah, 1983: 89) kegiatan tersebut tidak terlalu jauh dari
Kadipaten Wonosobo.
ulama, bahkan para santri/ muridnya, serta dari abdi dalemnya. Dukungan
72
situasi dan kondisi. Apakah ada mata-mata yang datang atau tidak. Apabila
namun disisi lain, juga berperan dalam ilmu keagamaan yang ikut membantu
Juli 1825 sampai dengan tahun 1830 yang diakhiri tertangkapnya Pangeran
(Moh. Yamin dalam Penadi, 2000: 35 dalam Carey, 2004: v-45). Perang Jawa
hingga sampai seluruh Jawa Tengah, Jawa Timur Dan Yogyakarta. Dengan
lima tahun tersebut. Kekuatan militer terdiri dari prajurit regular (teratur)
yang merupakan prajurit inti yang dibagi dalam beberapa persatuan seperti:
keamanan maka didirikan pondok pesantren. Peran kiai sangat penting dalam
semua kegiatan yang ada di pondok pesantren. Selain di pondok pesantren kiai
74
yang terlibat dengan kegiatan politik. Sebuah gerakan sosial yang sulit
kegiatan sosial dan kegiatan politik (kekuasaan dan kenegaraan) terdapat pada
syariat/ hukum Islam yaitu syari’ah atau fiqih (Ridwan, 2004: V-VII) sebuah
ada seperti doktrin sosial, ekonomi, politik, agama, dan sebagainya. Namun
Gerakan sosial Islam selalu terlibat dalam kegiatan politik sejak zaman
dulu hingga sampai sekarang. Agama dan politik merupakan titik singung
yang kuat, yaitu keduanya dipahami sebagai sarana menata hidup manusia
yang bersifat Ahlussunah Wal Jamaah yaitu ajaran Agama Islam sebagaimana
75
yang diamalkan oleh Rosulullah SAW bersama sahabatnya (Siddiq, 2005: 27-
28). Hal itu pula yang diajarkan oleh Kiai Ngalwi yaitu Agama Islam yang
universal, untuk siapa saja, kapan saja dan dimana saja (Miftahuzzaman, 2000:
15).
segala kebaikan yang sudah dimiliki manusia. Paham keagamaan dianut oleh
Nahdatul Ulama (NU) yang memberi panutan dalam bersikap dan bertindak,
menentukan hukum yang tegas seperti: masalah warisan, sanksi perzinaan dan
pemerintah, tidak biasa terlepas dari unsur-unsur animisme dan dinamisme dan
unsur hindhu-budha. Tetapi disini tetap tidak terlepas dari dogma Agama
Selain Agama Islam yang bersumber pada Ahlussunah wal Jamaah, juga
Selomanik pada masa kolonial (tahun 1825-1830). Islam kejawen yang ada
cenderung ke ilmu kebatinan yang bersifat luas atau bebas dan kulminasi
terletak pada tinjauan ilham yang tajam dalam tingkah laku sehari-hari dalam
hidup bermasyarakat. Dalam hal ini terjadi laku atau yoga (istilah Agama
Hindu) yang berupa perbuatan, kekuatan, pikiran, kesadaran, dll. Istilah umum
yoga adalah mistik. Mistik adalah ilmu yang mempelajari ilmu gaib
dengan cara pasti. Bahwa daerah pesisir Jawa sudah banyak yang memeluk
musafir dengan tujuan ingin mencari jati dirinya sendiri. Dalam mempelajari
tasawuf harus mempunyai guru sebagai petunjuk arah atau pembimbing dan
harus matang dalam pengetahuan tentang syariat serta setia dalam pengalaman
pengetahuan yang sempurna tentang Tuhan. Jalan yang harus dilalui tiga
tingkat yaitu syariat, tariqat dan maarif. Dalam hal ini disebutkan bahwa
dengan syariat adalah hidup yang sesuai dengan hukum Allah. Tingat kedua
yaitu tariqat, orang yang harus sabar dan menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Allah. Tingkat yang terakhir adalah ma’rifat yaitu orang yang lengkap
dan sempurna (Hadiwiyono, 1983: 56). Para ahli tasawuf menyebarkan ajaran
dan budaya Islam melalui dua cara yaitu: pertama; untuk membentuk calon
asalnya. Kedua; melalui karya-karya yang tersebar dan dibaca oleh siapa saja
dan diberbagai tempat (Abdullah, 1991: 111) seperti Al-Quran yang ditulis
78
oleh Kiai Ngalwi dari Tebuireng, Jawa Timur, yang sekarang masih terjaga
keasliannya. Bacaan Al-Qur’an yang ditulis tangan oleh Kiai Ngalwi masih
Agama Islam. Dalam wirid hidayat jati diuraikan pemikiran tentang ajaran
martabat tujuh. Martabat tujuh mengajarkan bahwa segala yang ada dalam
semesta, termasuk manusia adalah aspek lahir dari suatu hakikat yang tunggal
petama). Wahidiyat (kasatuan kedua), alam arwah (alam segala nyawa), alam
mitsal (alam segala rupa atau alam ibarat), alam insane (alam manusia),
Ajaran tasawuf berhungan erat dengan tarekat yaitu jalan yang ditempuh
kaum sufi dalam mendekatkan diri dengan tuhan. Tarekat-tarekat yang ada di
Muhammad Samman, Jakarta) ajaran ini berisi dzikir. Untuk tarekat yang
79
pertama kali di Jawa adalah tarekat syattariah yaitu ajaran kejawen yang
berhubungan dengan tujuh tingkat keadaan Allah yaitu tentang hakikat ilmu
yang terlibat dengan kegiatan politik. Sebuah gerakan sosial yang sulit
Islam yaitu syari’ah atau fiqih (Ridwan, 2004: V-VII) sebuah hubungan ke-
NU-an dengan berbagai formula teologis tentang doktrin yang ada seperti
doktrin sosial, ekonomi, politik, agama, dsb. Namun dalam hubungan agama
Islam.
Gerakan sosial Islam selalu terlibat dalam kegiatan politik sejak zaman
dulu hingga sampai sekarang. Agama dan politik merupakan titik singung
yang kuat, yaitu keduanya dipahami sebagai sarana menata hidup manusia
keagamaan yaitu ke-santri-an yang ada pada saat itu dengan sistem yang
Tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Kegiatan Agama
Islam yang dilakukan di pondok pesantren yaitu istiqhotsah/ semi ritual seperti
syariah, dan akhlak yaitu mempunyai relasi yang erat dengan politik. Hal itu
syariah sebagai katalog lengkap dari perintah dan larangan Allah SWT yaitu
manusia.
Bagi Agama Islam kiai/ ulama sudah tidak asing lagi, mulai dari
Islam yaitu sebagai tiang utama didalam agama. Hal itu didasarkan pada dua
18).
dan pemuka agama seperti kiai/ ulama. Itu merupakan elite keagamaan yang
dalam ilmu keagamaan yang bersumber pada syariat yang ada. Kiai/ ulama
dibagi menjadi dua kategori antara lain: Ulama akhirat yaitu cenderung
kedunia ilmu agama sebagai wujud pengabdian yang saleh dan menjauhkan
diri dari politik atau urusan dunia. Ulama dunia yaitu bersifat keduniawian
Jawa Timur. Kiai Ngalwi adalah orang yang pertama kali menyebarkan
2007). Ajaran Islam yaitu Ahlussunah wal Jamaah (Siddiq, 2005: 27).
dan tingkah laku, sehingga mampu dihayati maupun di mengerti oleh santri/
muridnya khususnya bagi masyarat yang beragama Islam (Siddiq, 2005: 74-
75).
kiai/ ulama sangat penting di dalam pondok pesantren. Setiap kajian berkaitan
dengan ilmu keagamaan yang bersangkutan dengan Agama Islam yang ada di
pondok pesantren selalu mendapat perhatian dan ditelaah kembali oleh kiai/
ulama yang menjadi pemimpin di pondok pesantren. Hal itu untuk mengetahui
apakah kajian keagamaan itu baik digunakan oleh santri/ muridnya (Nata dan
oleh kiai. Para santri belajar kepada kiai yaitu ilmu keagamaan seperti ngaji
pondok pesantren dan para ulama–awal abad XX. Bahwa sejarah Islam di
Indonesia identik dengan sejarah pondok pesantren dan para kiai/ ulama baik
belajar ilmu agama dan ilmu kanuragan, sedangkan bagi kiai/ ulama
ilmu kekebalan tubuh yang tinggi maupun di bidang agama). Maka, tidak
jarang yang banyak orang yang meminta pertolongan, doa, dan berkah dari
2004: 44). Dakwah mempunyai arti yang sangat luas yaitu usaha mengajak,
baik menurut Tuhan Yang Maha Esa. Nahdatul ulama merupakan gerakan
organisasi yang menerapkan dakwah Agama Islam (Siddiq, 2005: 77-86) yaitu
dalam belajar Agama Islam secara utuh dan murni. Agama dalam dunia
baik dan maju. Peran pendidikan tidak hanya mempelajari ilmu- ilmu
pondok pesantren akhirnya sampai pada ilmu syariat yang berkaitan dengan
(Masroer, 2004: 45) seperti yang dilakukan oleh Kiai Ngalwi dan Ki Ageng
Cara langsung untuk menjadi maju dalam sebuah negara yaitu agama.
Cara langsung untuk kemajuan dan kebangkitan Islam ialah tabliqh dan
dakwah seperti yang dibawa oleh Rosulullah SAW dan sahabatnya yang telah
85
dialog, sedangkan yang kedua yaitu media atau alat: ahlak karimah. Jadi
dakwah yaitu sebuah media yang bersifat akhlak karimah yang memberikan
Selomanik datang dan menetap di Desa Selomanik, pondok ini sudah berdiri/
Dalam kedaan yang seperti itu merupakan cagar budaya terhadap hal-hal yang
Agama Islam.
yang diajarkan dalam bidang teologi, hukum Islam dan mistismisme/ etika
nilai-nilai yang ada dalam kitab seperti Al-Qur’an dan kitab-kitab yang lain
yang agamis ini didesak dengan tudingan sebagai pembawa paham ekstrim
Dalam situasi seperti ini, beberapa pesantren dengan terpaksa berjuang dengan
menunjuk vitalitas untuk tetap berperan sebagai salah satu kekuatan penting
Dunia pesantren terdapat dua fase yaitu: (1) Fase awal dimana dunia
keluarannya terlihat sebagai sosok agen yang konservatif, (2) Fase kedua atau
para santri/ murid di Pondok Pesantren Selomanik. Lebai, modin, amil, atau
kiai/ ulama dipercaya untuk mengurus masjid/ langgar/ surau bahkan pondok
187).
yang mendirikan masjid/ langgar/ surau yaitu sebagai tempat bagi orang-
orang yang beriman kepada Allah, dimana hari yang akan datang, bermaksud
tidak takut pada siapapun selain kepada Allah SWT. Maka pada orang yang
petunjuk (QSg: 18). Dan barang siapa yang telah mendirikan masjid/ langgar
sebagai wujud dari pusat kegiatan keagamaan bagi para santri/ murid, serta
amil, atau kiai/ ulama yang dipercaya untuk mengurus kegiatan keagamaan
pesantren.
Dengan kondisi langgar yang sederhana, alas dari tikar, papan dari kayu,
dinding dari bambu, dan atap dari ilalang/ jerami. Kondisi langgar/ masjid
pada waktu itu sangat sederhana tetapi tidak mengurangi aktivitas kegiatan
para santri/ murid, serta para kiai/ ulama dalam melakukan kegiatan
Islam. Langgar/ masjid juga digunakan untuk pertemuan dengan para pemuka
Agama Islam dalam melawan Penjajah (TVRI, 2007. Zazirah. Senin 5 Febuari
2007).
mengadakan acara, kegiatan rutin keagamaan, seperti tahlilan, dsb. Selain itu
atau musuh baik dari dalam maupun dari luar. Santri sebagai komunitas sosial
yang relative kecil. Para santri/ murid hanya tinggal di pondok, langgar,
masjid. Hal itu tidak menyurutkan para santri/ murid serta para prajurit dalam
dapat diterima oleh semua masyarakat, hal itu bertujuan sebagai instrument
kepada Tuhan Yang Maha Esa, umat Islam yang berada di Kadipaten
Para kiai/ ulama menegakkan sistem Islam sebagai salah satu cara dakwah
sebagai tempat yang suci atau sakral yaitu tempat untuk melakukan ibadah
bagi orang Islam. Sholat yang dilakukan oleh masyarakat Desa Selomanik
langgar juga digunakan untuk mengadakan pertemuan para kiai/ ulama untuk
yang suci, rumah Allah SWT (Baitullah) yang harus dihormati dan dijaga
kesuciannya.
91
dikelola untuk masa depan. Masjid/ langgar bukan bermaksud ikut campur
positif dari umat Islam yang membawa wacana baru, yang secara tulus dalam
Pada masa Nabi SAW, masjid berfungsi sebagai tempat salat (ibadah
organisasi.
dan perpecahan umat. Di masjid/ langgar lah semua aspirasi dan ambisi
pribadi atau golongan yang bertujuan untuk beraktivitas kejalan Allah SWT.
Agama Islam.
Oleh karena itu, masjid/ langgar mempunyai fungsi yang optimal, dan di
bagi jamaah, santri/ murid, kiai/ ulama, dan masyarakat umum serta mampu
Fungsi dan cara memakmurkan masjid yang perlu dijaga oleh umat
keagamaan dan ibadah khusus bagi umat Islam, Tempat pertemuan umat
6. Makam
tempat sholat atau beribadah, khususnya bagi mereka yang sedang berziarah
Yogyakarta.
bertepatan dengan Hari Jadi Kota Wonosobo tanggal 24 Juli 1975. Peletakan
kembali pemugaran yaitu pada tanggal 24 Juli 2005. Pemugaran yang ketiga
rencananya akan dilaksanakan tahun 2007, tetapi masih terhalangi oleh dana.
Dana dalam pemugaran dibiayai oleh keluarga besar Ki Ageng Selomanik dan
Selomanik akan ditinggikan, jadi bagi siapa saja yang akan masuk ke makam
endap). Tetapi untuk bagian depan makam seperti hiasan, ukiran di pintu dan
merupakan makam tertua di Jawa Tengah yaitu pada masa kerajaan Majapahit
Februari 2007).
BAB IV
membawa dampak serius yang meliputi hampir semua aspek atau bidang
opper class diganti dengan golongan golongan militer Jepang sebagai ruling class
pada kewibawaan generasi dewasa dan tua mampu berubah dengan cepat menjadi
sistem sosial yang mengikuti arah perkembangan. Perubahan yang terjadi pada
Yogyakarta mempunyai ciri-ciri yaitu sikap dan tradisi yang masih kental, kedua;
94
95
yang tinggi, sehingga terjadi pembauran diantara kedua golongan tadi. Proses
perubahan sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dan negara sebagian
besar sebagai intended change atau perubahan yang disengaja, tetapi pada zaman
Perang Jawa (Carey, 2004: 1). Kehidupan masyarakat di dalam keraton berubah
unitended change atau perubahan yang terjadi karena tidak di sengaja, tiba-tiba
atau tidak terduga terlebih dahulu (Soemardjan, 1986: vii). Setiap perubahan
sosial pada dasarnya mengikuti proses integrasi yang disusul dengan disintegrasi
dan diteruskan oleh reintegrasi. Itu semua merupakan masa transisi yang terjadi
Situasi sosial yang dianggap berubah dapat menimbulkan anomi yaitu suatu
keadaan dalam sebuah bidang masyarakat dianggap tidak ada dalam suatu norma
sosial pokok yang dapat dihayati, sedangkan situasi itu dapat menimbulkan
dualisme dimana sebagian masarakat masih mengikuti norma sosial yang lama,
yang lama itu dengan menggantikan dengan norma sosial yang baru (Soemardjan,
1986: viii), seperti yang sudah terjadi di Yogyakarta dan daerah Surakarta maupun
kraton yang meniru gaya hidup orang Barat, hal itu banyak masyarakat yang
96
kurang senang dengan perubahan tersebut dan mendapat kecaman dari berbagai
pihak, baik di kalangan keluarga kerajaan/ kraton maupun rakyat. Yang menjadi
Pergantian pemerintah kolonial di Jawa. Hal itu terjadi pergantian ideologi dari
Jawa sangat jelas dan nyata tetapi tidak direncanakan terlebih dahulu
(unintended).
Perang ini, terjadi karena kurang puas dengan pemerintahan yang selalu
hidup gaya orang-orang Eropa/ Barat yang telah menguasai kerajaan Yogyakarta
kali datang ke Indonesia ingin berdagang, kemudian mulai bisa menguasai daerah
di pesisir Jawa hingga sampai di kerajaan dan mampu ikut andil didalamnya.
Perang yang terjadi di Jawa biasa disebut dengan Perang Jawa (Sagimun, 1985:
25).
Perang Diponegoro menurut orang Jawa disebut dengan Perang Jawa (1825-
1830) merupakan suatu peristiwa yang menentukan sejarah pulau Jawa. Peristiwa
tersebut memisahkan dua zaman, yaitu zaman ancient regime raja-raja Jawa dan
serta urusan dalam kerajaan. Hanya Perang Jawa yang membawa pengaruh cukup
97
sesuai pandangan pemerintah kolonial yang selalu ikut campur terhadap penguasa
teradi perlawanan baik dari keluarga kerajaan maupun dari luar. Hal itu
pemerintahan yang sah (kudeta). Hal itu disebabkan karena beberapa faktor
sebagai berikut:
A. Faktor Ekonomi
dalam dunia politik. Itu semua mempunyai tujuan yaitu untuk mencapai
kepentingan pada bidang ekonomi yang secara langsung justru melibatkan diri
daerah Batavia dan sekitarnya, Priangan dan daerah Pantai Sebelah Timur
Cirebon dan daerah di sepanjang Pesisir Pantai Utara Pulau Jawa. Dengan
98
kolonial. Isi perjanjian (1705), antara lain: Hasil perjanjian 1677 yang masih
dengan cara kasar yaitu ditandai dengan garis yang mengikuti Sungai
mata uang yang berlaku pada dunia perekonomian yaitu mempunyai tujuan
mampu menduduki jabatan bupati secara utuh. Hal itu bertujuan agar
Bagi Mataram masalah utang merupakan beban yang sangat berat. Contoh:
tersebut sangat besar yaitu melebihi pendapatan kerajaan pada tiap tahunnya.
II.
apabila modal yang sudah ditanam di Mataram tidak aman dan tidak kembali.
Oleh karena itu, pemerintah kolonial menagih dan mengamati dengan seksama
dan cermat semua peristiwa yang terjadi dalam kerajaan Mataram yang dinilai
buruk. Lebih dari itu, Patih Danurejo juga gigih membela keutuhan wilayah
kerajaan Mataram dari aksi sparatis yang dilakukan oleh Cakraningrat IV.
oleh ibu dan Patih Danurejo. Pada masa itu sering disebut dengan Carrajaya
waktu itu, merupakan zaman militer bagi kekuasaan pada wangsa itu. Dengan
(Ricklefs, 1995: 137-138). Rakyat sangat menghormati dan memuja raja serta
yaitu pertanian rumah tangga yang hampir tidak mengenal mata uang (Burger,
1983: 14).
Pada masa yang sama, di negeri Belanda sedang mengalami akibat buru
dibidang perdagangan. Selain itu negeri Belanda sendiri sedang ada dibawah
Belanda menganut sistem liberal. Pengaruh faham liberal sebagai akibat dari
dengan keadaan desa pada masa sebelumnya. Hanya desa-desa yang berada
keadaan ekonomi desa relatif lebih baik. Lebih baik dalam artian sumber
panghasilan rakyat desa tidak semata-mata dari tanah pertanian saja yang ada
kehidupan agraris yaitu perubahan mengenai tanah dan tenaga kerja. Rakyat
kedaerah lain untuk menghindari tugas berat dari pemerintah karena alasan
pencabutan hak milik yang dilakukan oleh pemerintah desa kepada mereka
tidak berubah. Kedua; sistem pemungutan pajak yang tinggi kepada rakyat,
sehingga rakyat menjadi tertindas. Ketiga; nilai mata uang menurun, yang
tidak bertambah sedangkan nilai mata uang menurun, maka penghasilan riil
pun menurun.
sosial desa pada umumnya, terutama terhadap hak atas tanah dan
103
yang dianggap perlu. Dengan pengunaan tanah desa ditetapkan dengan sistem
keadaan desa pada waktu itu. Dengan mendirikn lumbung desa dengan tujuan
pemerintah baik pejabat desa maupun dari petinggi kadipaten seperti bupati
mempunyai tanah komunal yang sering disebut dengan tanah desa. Tanah desa
mempunyai hak pertuanannya ada ditangan desa. Tanah desa ini tidak meliputi
seluruh tanah yang terdapat dilingkungan desa, sebab ada sebagian yang sudah
menjadi tanah dengan hak milik individu secara turun temurun (tanah yasan).
Perbadingan tanah yasan antara desa yang satu dengan yang lain tidak sama.
104
desa Jawa masih mempunyai tanah yang cukup luas dan mempunyai sumber
tanah persawahan, dan irigasi; sebagi tanah jabatan atau pelungguh, yaitu gaji
pancen. Tanah godangan atau pancen ialah tanah desa yang disediakan untuk
dikelola dan diusahakan oleh desa dan hasilnya milik desa, hal itu bertujuan
untuk membayar pajak oleh penduduk pribumi desa tersebut. Dengan cara ini
sangat membantu masyarakat desa yang tidak bisa membayar pajak dalam
bentuk uang.
Hak pertuanan atas hak tanah desa dijalankan oleh kepala desa dengan
persetujuan pada rapat desa. Rapat desa yaitu merupakan rapat penduduk
ditangan desa-desa adat yang tergabung dengan desa baru. Hak pertuanan
dijalankan oleh kepala desa adat yang statusnya berubah menjadi kepala
dukuh. Hak yang berlaku pada saat sekarang sudah berbeda dengan hak
pertuaanan pada zaman dulu. Hak tanah pada saat sekarang hanya tinggal
berupa hak tanah desa yang dibagi oleh kepala penduduk pribumi untuk
meningkat sedangkan tanah desa tidak bertambah, maka bagian tanah yang
diterima oleh penduduk pribumi makin kecil dan tidak dapat memberi
terpaksa digilirkan sehingga pada musim ada penduduk pribumi desa yang
Penduduk desa yang mendapat bagian tanah desa, baik secara tetap
maupun musiman, sering kemindahkan haknya kepada orang lain karena tanah
digarap sendiri. Atau karena keadaan ekonomi mereka yang lemah, tidak
petani memindahkan haknya kepada orang lain dengan dasar bagi hasil atau
ijon. Keadaan ekonomi penduduk pribumi desa yang demikian itu membuka
Bagi orang-orang dari luar desa dan orang-orang asing juga terbuka jalan
Pemindahan hak atas tanah desa dari para penduduk pribumi desa, itu
biasanya dilakukan atas dasar sewa menyewa tanah. Sewa tersebut dilakukan
mempunyai modal, baik berupa uang ataupun bagi tuan-tuan tanah di desa.
106
Sewa menyewa dilakukan baik penduduk pribumi desa itu sendiri atau orang
harga yang tinggi. Seperti yang terjadi didaerah perusahaan milik pemerintah,
Banyak mereka yang menerapkan harga yang tinggi kepada mereka yang
palawijaya.
dari desa itu sendiri. Penghidupan yang sempit menjadikan desa semacam
tempat cadangan tenaga kerja yang dapat dipergunakan dengan upah yang
rendah. berhubung dengan itu daerah yang menyewa tanah banyak yang
kerja upahan.
kerajaan. Hal itu sangat di kwatirkan oleh kaum bangsawan dari keraton baik
maupun bagi masyarat. Hal itu sangat meresahkan masyarakat yang kurang
menghasilkan laba yang banyak dengan menancapkan harga tinggi. Mau tidak
mau bagi rakyat kecil/ miskin mereka mau menyewa lahan dari para
atas kebaikan Patih Danurejo yang berada di sebelah Selatan lereng gunung
keraton Yogyakarta dan Surakarta kepada orang asing yang ada di keraton
upeti raja ataupun para pejabat pemerintah. Hal itu sangat memprihatinkan.
108
merasa tercekik lehernya dengan biaya cukai tersebut. Begitu banyak beban
serta cukai bagi rakyat. Satu hal yang selalu dipertanyakan rakyat kepada
Hal itu adalah suatu penindasan dan banyak menimbulkan perasaan yang
Surakarta.
bangsawan dan para tuan tanah pribumi. Uang dari hasil sewa tanah yang
karena faktor sosial dan ekonomi yang timbul di masyarakat desa itu sendiri
itu sangat intensif, sehingga kepala desa dan pejabat lainnya sudah bersetatus
dijalankan oleh pemerintah desa dan daerah. Dalam segala bidang pemerintah
menekan rakyat, seperti memberi pajak dan beban yang tinggi kepada rakyat.
yang berlaku di daerah tersebut. Hukum adat diganti dan dihapus oleh
pemerintah kolonial.
Kelompok status didesa masih berlaku, meskipun sudah mulai luntur karena
tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya. Pada umumnya penduduk
berbagai macam istilah, seperti gogol, sikep, baku, kuli, atau kuli kenceng,
antara lain disebut dengan istilah kuli setengah atau kuli kendo. Ketiga;
lain dan dinamakan dengan istilah lindung atau indung. Keempat; golongan
numpang, yaitu golongan dari mereka yang ikut bertempat tinggal dirumah
seorang penduduk pribumi desa, misalnya seorang anak menantu yang turut
bertempat tinggal karena tidak mempunyai rumah sendiri atau tidak berumah
dan ditempatkan pada martabat yang tinggi. Orang-orang asing dan orang baru
111
yaitu pendatang dari desa lain, di sini dianggap sebagai orang luar desa
B. Faktor Politik
kepada bekel atau seorang wakil. Sebagian tanah mahkota (George D. Larson,
dan Pakualaman.
maupun dari kalangan kiai/ ulama bahkan dari masyarat itu sendiri. Semua
112
Perang Jawa yang terlibat di dalamnya adalah para pemuka agama seperti kiai/
sebagai basis kegiatan politik keagamaan pada masa kolonial (tahun 1825-
pemerintah kolonial.
sebagai dari perubahan sosial budaya yaitu adanya persebaran Agama Kristen
113
pada masyarakat Jawa (awal abad 18-20). Semua itu merupakan visi dari
masyarakat lebih besar. Bentuk hidup bangsawan lebih maju, lebih indah
yang harus diakui oleh rakyat dan diterima sebagai sesuatu yang menentukan.
yang menyayangkan tindakan tersebut. Hal itu tidak sesuai dengan norma
sekarang perjanjian mulai merambah sampai jual beli hasil bumi, kerja upahan
dan sewa tanah dilakukan oleh penduduk sendiri. Masyarakat desa yang
sistem mata uang. Pada masa tanam paksa rakyat akan menerima upah dari
hasil kerja yang berupa uang. Hal itu merupakan pemindahan kebudayaan dari
Timur/ orang Jawa dengan kehidupan yang serba mewah. Cara hidup yang
berubah seperti cara berpakaian dengan meniru gaya pakaian orang Barat,
(Solo, DIY) untuk menggali kembali mengenai jati diri orang-orang Jawa
dunia yang berbeda (adat istiadat, bahasa, sastra, mata pencaharian, suku,
115
budaya, agama) yang mengulas pada kondisi masyarakat Jawa masa kolonial
Pola tingkah laku yang kurang sopan, para pejabat kerajaan kurang baik
sikap yang kurang sopan dan tidak mau tahu pada keadaan rakyat yang
semestinya. Hal itu mendapat reaksi dari pihak kerabat kerajaan, rakyat dan
Pada awal abad 19, strata atas masyarakat Indonesia lebih mendekati
berasal dari orang Barat yang berkembang di Indonesia mendapat tempat yang
konsekuensi dengan jelas jauh lebih awal dibandingkan oleh penetrasi dalam
bidang ekonomi dan struktur sosial. Bahwa dalam ekspansi Agama Islam di
agar menganut Agama Islam sebagai gerakan politik untuk melawan penetrasi
masyarakat atau pun pemerintah kolonial tidak memberikan tanah yang sesuai
menyesuaikan diri dengan sepenuhya pada struktur sosial yang ada. Gereja
telah menghapus upaya keras para misi Protestan untuk menang atas sebagian
orang-orang Indonesia tidak hanya mempunyai skala prestis saja tetapi mampu
dikuasai oleh kaum muslim yang mampu menarik perhatian masa untuk
masuk Agama Islam. Cara ini merupakan strategi para pemimpin untuk
kedok Agama Islam yang dipimpin oleh para kiai/ ulama. Gerakan yang
dipelopori oleh para ulama/ kiai dalam Agama Islam merupakan simbol daya
simbol bagi daya tahan sistem kasta Hindu. Gerakan yang dilakukan oleh para
kiai/ ulama ini tidak hanya sebatas di kota saja melainkan hingga sampai
1999: 160-161).
BAB V
SIMPULAN
Dari uraian di atas dapat diambil simpulan, yaitu: Desa merupakan suatu
kediaman masyarakat, terjadi dari satu induk desa dan beberapa tempat
kediaman sebagian dari masyarakat dengan tata cara hukum yang terpisah. Hal
itu, ialah satu kesatuan desa. Desa di Indonesia mempunyai istilah yang
tambak.
politik keagamaan pada masa kolonial pada tahun 1825-1830 yang ditandai
dengan Perang Jawa di Indonesia. Desa di Jawa sebagai pusat kegiatan politik,
desa seluruh Jawa. Di desa, terdapat berbagai kegiatan yang dipelopori oleh
pemuka Agama Islam yaitu kiai. Kiai mempunyai peranan tinggi dalam
masyarakat, yaitu sebagai peran elit. Peranan kiai dalam bidang, sosial, politik
terjadi di Jawa.
mencapai puncaknya pada tanggal 20 Juli 1825 yaitu sebagai awal dari
118
111
119
Kertawasesa II adalah orang yang setia terhadap tanah air dan bangsanya,
serta tidak mau hidup dalam gengaman penjajah kolonial. Politik dan tindakan
Patih Danurejo ditentang oleh Kertawasesa II, karena sikapnya yang memihak
Desa Selomanik.
Selomanik yang dipimpin oleh Kiai Ngalwi dari Tebuireng, Jawa Timur untuk
kepada santri/muridnya. Para santri dilatih belajar ilmu keagamaan juga diajari
bertujuan untuk menjaga dirinya sendiri dari serangan musuh juga diangkat
sebagai pusat kegiatan politik yang dilakukan oleh pejabat pemerintah maupun
para pemuka agama untuk membahas tentang kegiatan politik keagamaan dan
adanya peranan kiai dalam masyarakat. Peran kiai sangat penting dalam semua
Kegiatan yang dilakukan oleh para kiai berkaitan dengan gerakan sosial.
Kenyataannya gerakan sosial tidak bisa terlepas dari dinamika politik. Dengan
adanya tradisi Islam sebagai reverensi sebuah gerakan Islam yang mempunyai
tetapi yang paling menonjol yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh para
1. Buku:
Caray, Peter. 2007. Asal Usul Perang Jawa Pemerontakan Sepoy Dan Lukisan
Raden Saleh. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta.
Gazalba, Sidi. 1975. Dalam Masjid Sebagai Temapt Ibadat Dan Kebudayaan
Islam.
122
123
Kostof, Spiro. 1991. The City Assembled. London: Thames and Hutson.
Miftahuzzaman. 2000. Solusi Krisis Islam Politik Atau Jamaah Islam. Solo:
CV. Aneka.
Suseno, Frans Magnis. 2001. Etika Jawa Sebuah Kajian Analisis Filsafati
Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
2. Skripsi:
4. Internet:
http:/id.wikipedia.org/wiki/Kadipaten, 2007.
5. Wawancara: