You are on page 1of 19

PERKEMBANGAN FUNGSI PELAYANAN KANTOR POS SETELAH PENERAPAN

TEKNOLOGI INFORMASI ( IT ) : STUDI KASUS KANTOR POS PRAMBANAN


KABUPATEN KLATEN

Disusun:

AFIF AMRULLOH. S

09417144016

PROGAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2011
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

PT pos Indonesia merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam jasa
pengiriman surat atau barang yang sudah lama malang melintang di Indonesia yang dikenal
kebanyakan masyarakat Indonesia sebagai kantor penyedia surat atau barang ke wilayah-wilayah
di seluruh Indonesia begitu juga pengiriman di seluruh dunia.

Setelah sempat lama terpuruk karena dampak dari globalisasi. Peran-peran yang dimiliki
kantor pos kini digantikan oleh teknologi yang dapat mengirim pesan jauh lebih cepat, tanpa
biaya yang mahal, dan tidak ribet. Sedang peran pengiriman barang kantor pos kalah bersaing
dengan jasa-jasa pengiriman barang swasta yang pelayanannya jauh lebih baik dan cepat
dibandingkan kantor pos sendiri.

Pada era globalisasi seperti ini kantor pos mulai menerapkan penggunaan IT dalam setiap
kegiatanya meskipun dapat dikatakan terlambat disbanding dengan swasta. Dengan
menggunakan IT sebagai pembantu dalam pelayanan dikantor pos mulai berkembang sedikit
demi sedikit dan memperluas jaringan dengan BUMN lain untuk membuat pelayanan terbaik
kepada masyarakat.

Dari perkembangan fungsi yang dimiliki kantor pos ini dimungkinkan untuk melakukan
penelitian yang hasil dari penelitian dapat digunakan untuk mempromosikan wajah baru dari
kantor pos dan dapat digunakan untuk melakukan evaluasi perkembangan pada fungsi-fungsi
yang dimiliki kantor pos.

B. Fokus dan Rumusan Masalah

Penelitinan berfokus pada funsi baru apa yang dimiliki kantor pos di prambanan setelah
diterapkan penggunaan TI dalam sistem pelayanan.
Rumusan masalah dari latar belakang diatas adalah
“ Bagaimana fungsi yang dimiliki kantor pos prambanan setelah menerapkan IT dalam
pelayanannya? “
C. Tujuan Penelitian
Selain untuk mengetahui fungsi-fungsi baru apa yang muncul setelah diterapkannya IT tersebut
tujuan lain dari penelitian ini antara lain;

- Untuk mengetahui fungsi-fungsi baru pada kantor pos prambanan setelah diterapkannya
IT
- Untuk mengetahui dasar penerapan IT pada sistem pelayananan kantor pos di prambaban

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitaian yaitu penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi;

1. Peneliti
Untuk mengetahui fungsi baru yang ada kantor pos prambanan setelah diterapkanya IT.

2. Keilmuan
Diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan sumbangan pikiran khususnya
tentang pengembangan konsep penerapan IT di sektor publik memberikan kontribusi keilmuan
bagi disiplin keilmuan administrasi negara khususnya dan seluruh disiplin keilmuan secara
umum.
BAB II

ACUAN TEORI

A. Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau
masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan
tata cara yang telah ditetapkan.

Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah


pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk
melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota
masyaraakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama
(Rasyid, 1998). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
memberikan layanan baik dan profesional.

Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah merupakan salah satu
perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara.
Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan
masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan umum
oleh Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan
umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan
Usaha Milik Negara/ Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai
dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Sedang kantor pos adalah salah satu instansi pemerintahan yang berorientasi pada
masyarakat. Seperti fungsi kantor pos yang dikenal masyarakat sebagai tempat yang
menyediakan jasa untuk mengirim surat dan barang.
Akan tetapi fungsi yang dimiliki kantor pos tersebut tergeser oleh arus globalisasi dan sempat
mengalami masa keterpurukan karena fungsi yang dimiliki telah digantikan dengan teknologi
yang dapat mengantikan fungsi kantor pos tersebut, seperti fungsi surat-menyurat telah
digantikan handphone yang mampu mengirim pesan dangan cepat dan tanpa biaya yang mahal.
Sedang fungsi pengiriman barang yang dimiliki kantor pos kalah bersaing dengan swasta yang
mampu melebihi pelayanan yang dilakukan kantor pos.

Sebab dari globalisasi yang menyebabkan kemunduran pada kantor pos, mulai menerapkan
IT dalam sistem pelayanannya untuk meningkatkan kemampuan kantor pos dan mengembangkan
fungsi kantor pos agar tetap dikenal masyarakat.

B. Pengertian Teknologi Informasi (TI)

Pengertian tentang TI yang dapat digunakan kantor pos sebagai organisasi di sektor publik.
Menurut beberapa ahli menjelaskan bahwa. Haag den Keen (1996), Teknologi Informasi adalah
seperangkat alat yang membantu Anda bekerja dengan informasi dan melakukan tugas-tugas
yang berhubungan dengan pemrosesan informasi. Martin (1999), Teknologi Informasi tidak
hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras atau lunak) yang digunakan untuk
memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk
mengirimkan informasi. Williams dan Swayer (2003), Teknologi Informasi adalah teknologi
yang menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi berkecepatan tinggi yang
membawa data, suara dan video

Dari berbagai pendapat diatas dapat ditarik bahwa teknologi informasi adalah seperangkat
alat yang dapat digunakan untuk memroses, menyimpan dan mengirim informasi berkecapata
tinggi yang membawa data, suara, dan video.

C. IT Governance (Penerapan TI)

Penerapan IT merupakan konsep yang berkembang dari sektor swasta, namun dengan
berkembangnya penggunaan Teknologi Informasi (TI) oleh sektor publik organisasi-organisasi
pemerintahan. maka IT Governance juga harus diterapkan di sektor yang banyak menuntut
perbaikan pelayanan bagi masyarakat ini. Peranan IT governance tidaklah diragukan lagi dalam
pencapaian tujuan suatu organisasi yang mengadopsi TI. Seperti fungsi-fungsi manajemen
lainnya pada organisasi publik, maka IT Governance yang pada intinya adalah bagaimana
memanaje penggunaan TI agar menghasilkan output yang maksimal dalam organisasi,
membantu proses pengambilan keputusan dan membantu proses pemecahan masalah – juga
harus dilakukan.

Prinsip-prinsip penerapan IT harus dilakukan secara terintegrasi, sebagaimana fungsi-


fungsi manajemen dilaksanakan secara sistemik dilaksanakan pada sebuah organisasi publik.
Weill dan Ross (2004:2) mendefenisikan penerapan IT sebagai keputusan-keputusan yang
diambil, yang memastikan adanya alokasi penggunaan TI dalam strategi-strategi organisasi yang
bersangkutan. penerapan IT merefleksikan adanya penerapan prinsip-prinsip organisasi dengan
memfokuskan pada kegiatan manajemen dan penggunaan TI untuk pencapaian organisasi.

Dengan demikian, penggunaan TI pada intinya mencakup pembuatan keputusan,


akuntabilitas pelaksanaan kegiatan penggunaan TI, siapa yang mengambil keputusan, dan
memanaje proses pembuatan dan pengimplementasian keputusan-keputusan yang berkaitan
dengan TI.

Contoh bidang cakupan IT governance sektor publik adalah keputusan pemerintah yang
menentukan siapa yang memiliki wewenang dan tanggungjawab dalam pembuatan keputusan
tentang berapa jumlah investasi yang dapat dilakukan pada sektor publik X dengan
memanfaatkan TI. Suatu IT governance yang efektif berarti penggunaan TI pada organisasi
tersebut mampu meningkatkan dan mensinergiskan antara penggunaan TI dengan visi,misi,
tujuan dan nilai organisasi yang bersangkutan.
Teknisnya, menurut Weill & Ross (2004:13) digambarkan skema untuk membantu
memahami, mendesain, mengkomunikasikan dan memelihara IT Governance yang efektif, yakni
sebagai berikut: Dari skema diatas, dapat fahami bahwa untuk mengerti, cara mendesain,
melakukan proses komunikasi, dan menindaklanjuti IT Governance yang efektif adalah dengan :

1. Menetapkan dengan baik dan tepat strategi organisasi


2. Untuk menetapkan dengan baik dan tepat strategi organisasi, maka organisasi harus
memperhatikan perilaku organisasi dan pengadopsian IT dalam organisasi tersebut.
3. Kemudian untuk menetapkan strategi organisasi dengan baik, juga diperlukan perhatian
dan pengaturan yang baik terhadap 6 (enam) asset yang ada di organisasi tersebut, yakni:
relationship asset, physical asset, Intelectual property asset, human relation asset,
financial asset dan TI. Sedang bagaimanakah cara mengatur semua asset tersebut dalam
IT Governance adalah dengan memperhatikan mekanisme dari IT governance, yakni
keputusan-keputusan tentang IT nya.
4. Terakhir, untuk menciptakan strategi organisasi yang baik dalam kaitannya dengan
penggunaan IT dalam organisasi, maka harus memperhatikan pula sasaran-sasaran
pencapaian kerja tiap-tiap unit organisasi; yang sangat dipengaruhi oleh akuntabilitas
pelaksanaan IT nya. Jadi, terdapat keterkaitan dan koordinasi yang sangat erat antara
organisasi level pusat dan unit-unit dibawahnya; dan juga dengan asset-aset yang ada
pada suatu organisasi.

Koordinasi antar instansi pemerintah merupakan kendala yang utama dalam penggunaan
TI di negara Indonesia. Ditambah lagi, budaya untuk berbagi informasi antar institusi juga masih
kurang, sehingga prioritas utama dalam pelaksanaan IT Governance di Indonesia-khususnya di
organisasi publiknya adalah untuk meningkatkan koordinasi dan budaya sharing information.

Koordinasi antar instansi pemerintah mengakibatkan kurang efisiennya dan kurang


efektifnya pelaksanaan pekerjaan dan pelayanan pemerintah. Misalnya pada pada kantor pos
yang mau mengembangkan fungsinya seperti fungsi pembayaran listri, maka disini kantor pos
harus berkerjasama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Apabila koordinasi yang
dilakukan antar PLN dengan Pos indonesia tidak berjalan dengan baikan maka akan terjadi
kegagalan dalam penerpan TI.

Dengan demikian, jelaslah bahwa federal model yang mengikut sertakan pimpinan
dilevel daerah untuk berbagi informasi sangat tepat diaplikasikan di Indonesia, karena selama ini
kebudayaan itu kurang sekali.Untuk pencapaian kinerja pada organisasi publik, maka diperlukan
kemampuan memanaje yang tepat pada setiap organisasi pemerintah tersebut. Peranan CIO
(Chief Information Officer) harus ditetapkan dan dilaksanakan dengan baik. Federal model yang
intinya menunjukkan adanya kerjasama antara pimpinan pusat dan unit terkait/ pemerintah
daerah, dengan atau tanpa keterlibatan orang-orang TI (pengadaan TI dapat dilakukan dengan
outsourcing, consulting, public private partnerships). Dengan model federal ini, maka
koordinasi dan sharing information menjadi landasan pelaksanaan IT governance. Keputusan-
keputusan dan kegiatan pengelolaan IT melibatkan pimpinan ditingkat pusat dan unit-unit terkait
dibawahnya/pemerintah-pemerintah daerah dibawahnya. Dalam federal model terjadi kegiatan
untuk mencari keseimbangan antara prioritas kebutuhan pusat dan daerah, pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Chief Information Officer yang ditunjuk bertindak sebagai koordinator bagi
seluruh IT governance di institusi-institusi publik di Indonesia Yang dimaksud dengan unit-unit
dibawah pemerintah pusat adalah dapat saja berupa pemimpin pemerintah daerah atau dalam
asas dekonsentrasi berarti pemimpin unit pusat yang ada didaerah. Jadi, IT specialist dari
kegiatan outsourcing atau public private partnerships dalam penggunaan IT hanya bersifat
sebagai pelaku tambahan saja. Pemerintah tidak banyak tergantung kepada pemimpin-pemimpin
proyek konsultan TI.

Dengan demikian, pemerintahlah (baik pemerintah pusat ataupun daerahlah) yang


memiliki otoritas dalam pembuatan keputusan dan pengukuran akuntabilitas kinerja pelaksanaan
IT Governance pada organisasi publik di Indonesia. Hal ini diterapkan dalam bentuk kebijakan-
kebijakan tentang IT yang dikeluarkan pemerintah berkaitan dengan prinsip-prinsip IT
Governance dan pelaksanaan outsourcing, public private partnerships ataupun konsultan.
Peraturan daerah ditingkat pemerintah daerah kabupaten dan kotamadya sebaiknya ikut pula
memayungi pelaksanaan IT Governance ditingkat pemerintahan tersebut. Hal ini berkaitan
dengan kemungkinan adanya investor-investor dalam dan luar negeri yang akan bergerak aktif
dalam kegiatan outsourcing, public private partnerships dan konsultasi dibidang IT Governance
ditingkat pemerintah kabupaten dan kota madya. Adanya kejelasan kebijakan ditingkat
kabupaten dan kotamadya akan meningkatkan kemajuan dan perkembangan penggunaan IT pada
organisasi publik di Indonesia secara signifikan, terutama dalam memayungi pelaksanaan e-
government, dan semua permasalahan yang berkaitan dengan “the dark side of IT” (seperti credit
card fraud, hackers dan virus). Berkaitan dengan implementasi IT Governance di Indonesia
diperlukan prinsip-prinsip IT Governance yang tepat yang sesuai dengan karakteristik institusi
publik kita.

Menurut Weill dan Ross (2004:114), prinsip-prinsip penerapan IT Governance yang baik
adalah sebagai berikut:

1. Simpel; artinya mekanisme pengimplementasian IT governance mesti mendefinisikan


dahulu tanggungjawab dan tujuan yang jelas dari tiap-tiap organisasi tersebut. Organisasi
publik kita yang pada intinya bertanggungjawab dalam pemberian pelayanan kepada
masyarakat harus disinergiskan dengan tujuannya yaitu kesejahteraan masyarakat.
2. Transparan; artinya adanya mekanisme yang efektif dan proses yang jelas bagi siapapun
yang berkaitan dengan keputusan yang dibuat tentang IT.
3. Kecocokan; artinya mekanisme IT Governance nya harus mengikutsertakan individu-
individu yang capable dibidangnya. Kinerja IT Governance dalam sektor publik juga
perlu diukur berkaitan dengan nilai atau motif yang berbeda dengan sektor privat.
Pengukuran ini memiliki peran yang penting berkaitan dengan penentuan strategi
organisasi dan pengaturan atau manajemen organisasinya.

Weill dan Ross (2004:191) menentukan tiga faktor utama yang berkaitan dengan
managemen TI di sektor publik, yakni lingkungan, kapabilitas dan value (nilai); Lingkungan
terdiri dari pelanggan, penyedia keuangan, dan kekuatan politik yang ada dimasyarakat,
kapabilitas adalah kemampuan organisasional dan kondisi eksternal organisasi; dan terakhir,
public value yakni barang dan jasa, barang publik dan modal.

Pada intinya memanage IT Governance pada sektor publik dan privat adalah relatif sama,
hanya yang berbeda adalah dari sudut mekanismenya. Misalnya, masalah pembiayaan pengadaan
IT. Hal ini harus disinergiskan dengan lembaga legislatif yang ada dipemerintahan tersebut. Hal
inilah yang membedakan antara sektor publik dan sektor privat, termasuk di Indonesia. Dengan
demikian, adanya peraturan pemerintah pusat dan daerah yang disahkan oleh lembaga
legislatifnya akan mampu memayungi dan sekaligus meningkatkan pelaksanaan IT Governance
di sektor publik di Indonesia, berkaitan dengan proses formulasi dan implementasi kebijakan di
negara kita.

Weill dan Ross (2004:214) menyatakan bahwa pelaksanaan IT governance di sektor


publik memerlukan fokus yang lebih pada konsensus, dan transparansi, karena semuanya akan
mempengaruhi bentuk IT Governance. Adanya komitmen yang tinggi dari pemimpin pusat dan
daerah, pemerintah pusat dan daerah, transparansi penggunaan biaya dan manajemen IT
Governance akan meningkatkan pelaksanaan IT Governance, termasuk di Indonesia. Adanya
keterbatasan dana dalam pengembangan IT Governance di Indonesia, yang dapat diantisipasi
dengan public private partnerships program, membutuhkan transparansi, kerjasama yang erat
antara sektor publik dan sektor privat. Tak terkecuali kerjasama antara pemimpin-pemimpin unit
TI ditingkat pusat maupun daerah.

Kepemimpinan yang paling sesuai demi kemajuan suatu IT Governance, dinyatakan oleh
Weill dan Ross (2004:222-230) sebagai berikut:
1. Pemimpinnya secara aktif mendesain pemerintahannya. Misalnya mengikutsertakan level
seniornya dalam memimpin dan pengalokasian sumber daya, memiliki perhatian dan
dukungan penuh terhadap IT Governance di organisasinya.
2. Pemimpinnya tahu kapan untuk melakukan pendesainan kembali manajemennya.
3. Ikutsertakan Senior Manager level.Peranan Chief Information Officers sebagai contoh
senior manager level sangat penting sekali demi suksesnya pelaksanaan IT Governance.
4. Ambil keputusan; artinya apabila terjadi konflik dalam pelaksanaan pencapaian tujuan
maka buatlah keputusan yang tepat
5. Berikan insentif; artinya terdapatnya reward system untuk memotivasi karyawan dalam
pelaksanaan IT Governance.
6. Lakukan IT governance pada setiap level organisasi, hal ini bertujuan agar tercipta
koordinasi antar level organisasi yang bersangkutan.
7. Lakukan transparansi dan pendidikan; artinya adanya transparansi dalam melakukan
kerjasama dengan pihak luar, juga adanya komunikasi antar level manajemen yang ada.
Kesemua prinsip pemimpin diatas apabila dilaksanakan dengan baik akan membawa
kesuksesan IT Governance organisasi publik, termasuk di Indonesia.

Jadi IT Governance di sektor publik merupakan konsep yang masih relatif baru, seiring
dengan berkembangnya penggunaan IT di sektor ini. IT Governance pada intinya adalah
serangkaian kegiatan pengambilan keputusan dan penentuan framework akuntabilitas yang tepat
dalam penggunaan IT pada organisasi.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Deskripsi Latar

Metode adalah aspek yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap berhasil
tidaknya suatu penelitian, terutama untuk mengumpulkan data. Sebab data yang diperoleh dalam
suatu penelitian merupakan gambaran dari obyek penelitian.Menurut Hadi, penelitian adalah
usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji suatu pengetahuan dengan
menggunakan metode-metode ilmiah.

Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif.
Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari
naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi
lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan
realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas.

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi
obyek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi.

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrument
aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. Sedangkan instrument pengumpulan
data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat Bantu dan berupa dokumen-
dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian, namun
berfungsi sebagai instrument pendukung. Oleh karena itu, kehadiran peneliti secara langsung di
lapangan sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga
keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber data lainnya di
sini mutlak diperlukan.
Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta jalan dan
kotanya. Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi kantor pos prambanan kabupaten klaten.
Kantor pos prambanan adalah salah satu dari kantor pos di Indonesia yang telah menerapkan
penggunaan TI dalam pelayanan terhadap masyarakat dan bahkan sudah mempunyai banyak
fungsi yang baru yang muncul setelah diterapkanya TI dalam sistem pelayanan.

B. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat studi kasus dan merupakan penelitian non hipotesis yang bertujuan
untuk mengambarkan dan menjelaskan keadaan suatu fenomena. penelitian studi kasus adalah
sebuah metoda penelitian yang secara khusus menyelidiki fenomena kontemporer yang terdapat
dalam konteks kehidupan nyata, yang dilaksanakan ketika batasan-batasan antara fenomena dan
konteksnya belum jelas, dengan menggunakan berbagai sumber data. Dalam kaitannya dengan
waktu dan tempat, secara khusus Yin (2003a; 2009) menjelaskan bahwa obyek yang dapat
diangkat sebagai kasus bersifat kontemporer, yaitu yang sedang berlangsung atau telah
berlangsung tetapi masih menyisakan dampak dan pengaruh yang luas, kuat atau khusus pada
saat penelitian dilakukan.

Penelitian ini bermaksud untuk menyelidiki fenomena yang terdapat pada kantor pos di
prambanan klaten, setelah menerapkan IT dalam sistem pelayanannya. Penerapan IT yang
dilakukan kantor pos di prambanan dapat mengembangkan fungsi-fungsi yang dimiliki kantor
pos agar kantor pos bersifat fleksibel akan fungsi-fungsi barunya setelah digunakannya IT.

Penelitian ini juga bersifat kualitatif dimana sesuia dengan apa yang dikatakan J.
Moleong (2007:4) yang menyatakan bahwa penelitian dengan metode kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.

Seperti halnya Stake (1995; 2005) dan Creswell (1998), Yin (2003a; 2009) berpendapat
bahwa penelitian studi kasus menggunakan berbagai sumber data untuk mengungkapkan fakta
dibalik kasus yang diteliti. Keragaman sumber data dimaksudkan untuk mencapai validitas dan
realibilitas data, sehingga hasil penelitian dapat diyakini kebenarannya. Fakta dicapai melalui
pengkajian keterhubungan bukti-bukti dari beberapa sumber data sekaligus, yaitu dokumen dan
wawancara semi terstruktur.
Informan adalah pegawai kantor pos yang memiliki pengalaman dan tau akan
perkembangan fungsi kantor pos setelah menerapkan IT dalam pelayanannya. berdasarkan
observasi awal dimana saya banyak melakukan interaksi dengan pegawai untuk medapatkan
informasi mengenai perkembangan fungsi kantor pos.

Pemilihan informan itu didasari oleh pertimbangan seperti yang dikemukakan Djihad
Hisam (1998) dalam penelitiannya, yang menjelaskan mengenai syarat-syarat seorang informan
yang baik, yaitu:

1. Informan cukup lama dan intensif menyatu dalam kegiatan dibidang yang
menjadi kajian peneliti.
2. informan terlibat penuh dengan kegiatan dibidang tersebut.
3. informan punya waktu penuh dengan kegiatan tersebut.

Jadwal peneliti dalam meneliti penelitian ini direncanakan besuk pada saat mau menempuh
skripsi. Dimana skripsi itu dilakukan apabila sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh
Universitas Negeri Yogyakarta, seperti SKS mencapai 144 SKS.

C. Data dan Sumber Data

Pada pembahasan teknik pengumpulan data kali ini akan lebih mengarah pada teknik
pengumpulan data kualitatif. Data kualitatif yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan
angka secara langsung. (Amirin 2000). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah;

Berdasarkan cara pengambilannya, data terbagi menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut:
1. Data Primer
Adalah data yang diambil dari sumber data secara langsung oleh peneliti atau yang
mewakilinya di mana peneliti melakukan pengukuran sendiri. Dalam penelitian ini data yang
diambil data secara lansung ke kantor pos adalah hasil-hasil data yang diambil dengan cara
wawancara semi terstruktur kepada informan (orang yang dimintai data) yakni pegawai dan
kepala kantor pos di prambanan klaten dan di dukung dengan dokumen berupa foto-foto kegiatan
pengunaan IT dalam pelayanan yang diambil sendiri oleh peneliti.
2. Data Sekunder
Adalah data yang diambil tidak dari sumber langsung asli.Sedang data sekunder dalam
peneliti ini peraturan kerja penggunaan IT di lingkungan kantor pos baik dari kabupaten klaten
maupun dari prambanan sendiri. Tak lupa didukung berupa foto yang diambil orang lain.
Tak lupa juga meminta dokumen kantor pos yang berisi perkembangan fungsinya dan juga
meminta dokumen kerjasama dengan perusahaan lain.

Kerahasiaan informan dalam penelitian ini di nilai peneliti merasa bahwa penelitian ini
tidak ada yang dirugikan karena menyangkut fungsi baru pelayanan publik. Yang dimana kantor
pos ini bertindak sebagai lembaga public yang justru harus lebih didekatkan kepada masyarakat
agar antusias. Jadi baik kantor pos prambanan dan pegawainya yang menjadi informan tidak ada
yang dirugikan. Maka penelitian ini akan bersifat terbuka.

Dalam penelitian ini peneliti memilih informan yakni pegawai kantor pos yang mengetahui
proses pelayanan setelah diterapkannya IT. Dan kepala kantor pos di prambanan yang
bertanggung jawab terhadap jalannya proses pelayanan berlandaskan IT tersebut. jadi peneliti
merasa pemiliha informan sudah cukup untuk mendapatkan data-data yang diperlukan untuk
membuat penelitian ini.

D. Prosedur Pengumpulan data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa metode untuk mendapatkan data yang
diperlukan seperti wawancara semi terstruktur, dokumentasi dan observasi langsung.

1. Wawancara semi terstruktur

Pengertian wawancara semi terstruktur adalah percakapan yang diarahkan untuk menggali
topik-topik yang telah ditetapkan dan pertanyaan pertanyaan baru yang menyertainya merupakan
bentuk pendalaman dari topik tersebut.

Tujuan penulis menggunakan metode ini, untuk memperoleh data secara jelas dan kongkret
tentang fungsi baru apa yang muncul di kantor pos prambanan setelah diterapkanya penggunaan
TI dalam sistem pelayanan. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengadakan wawancara dengan
kepala kantor pos cabang prambanan klaten dan karyawan yang mengoperasikan sistem tersebut.
2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang akan memperkuat dn melengkapi


data yang dihasilkan. Dokumentasi berfungsi sebagai data pendukung. Dokumentasi berupa foto
dan dokumen-dokumen tertulis. Foto berfungsi sebagai data atau sebagai pendorong kearah
menghasilakan data. Ada dua jenis kategori foto yang dapat dimanfaatkan pada penelitian, yaitu
foto yang dihasilkan orang dan foto yang dihasilakn peneliti (J.Moleong 2007) sedangkan
dokumen tertulis pada penelitian ini adalah peraturan penggunaan IT pada kantor pos. Dari
uraian di atas maka metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti catatan-
catatan penting yang sangat erat hubungannya dengan obyek penelitian.

Tujuan digunakan metode ini untuk memperoleh data secara jelas dan konkret tentang fungsi
baru apa yang muncul di kantor pos prambanan setelah diterapkanya penggunaan TI dalam
sistem pelayanan.

3. Observasi Langsung

Observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada
pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Dalam kegiatan sehari-hari, kita selalu
menggunakan mata untuk mengamati sesuatu. Observasi ini digunakan untuk penelitian yang
telah direncanakan secara sistematik tentang bagaimana proses penggunaan sistem pelayanan
yang telah diterapkan TI pada kantor pos prambanan.

Tujuan menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal, perilaku, perkembangan, dan
sebagainya tentang proses penggunaan TI dalam pelayanan di kantor pos suaktu terjadi proses
pelayanan yang dilakukan oleh karyawan pos, sehingga tidak mengantungkan data pada ingatan
orang lain.

E. Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah teknik induksi.
Analisis induksi ini digunakan untuk menilai dan menganalisis data yang telah difokuskan
tentang fungsi baru apa yang muncul pada kantor pos prambanan setelah diterapkannya
penggunaan IT dalam sistem pelayanannya. Analisis ini digunakan untuk hal-hal yang khusus
untuk selanjutnya ditarik kesimpulan yang umum dan bersifat obyektif. Adapun langkah-langkah
yang ditempuh dalam analisi data ini :

1. Reduksi data
Data yang dihasilkan dari wawancara dan dokumentasi merupakan data yang masih berfisat
acak-acakan. Peneliti melakukan pemilihan data-data yang sesuai dan bermakna untuk kemudian
disajikan dengan pemilihan data yang pokok, memfokuskan pada data yang dapat menjawab
permasalahan peneliti tentang fungsi baru yang ada pada kantor pos prambanan setelah
menerapkan IT dalam pelayanan.
2. Kategorisasi
Data yang telah disederhanakan dan dipilih tersebut kemudian disusun secara sistematis
dalam suatu bagian-bagian sesuai dengan sifat masing-masing data dengan menonjolkan hal-hal
yang bersifat pokok dan penting. Bagian-bagian yang telah terkumpul dipilih kembali dan
dikelompokan sesuai kategori yang ada sehingga dapat memberikan gambaran yangjelas dari
hasil penelitian mengenai fungsi baru yang muncul pada kantor pos prambanan setelah
penerapan IT.
3. Display data
Untuk dapat melihat gambaran keseluruhan data yang diperoleh selama penelitian maka
diperlukan display data. Dimana tahap ini peneliti menyajikan data yang telah dikategorisasi ke
dalam laporan secara sistematis dan logis. Data yang disajikan dalam bentuk narasi berupa
informasi fungsi apa saja yang muncul pada kantor pos prambanan yang setelah diterapkannya
IT dalam system pelayanannya.
4. Kesimpulan
Data yang telah diproses dengan langkah-langkah diatas kemudian ditarik kesimpulan umum
yang bersifat obyektif dengan metode induktif. Kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan
yang bersifat sementara, kemudian kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung
dengan cara melihat kembali reduksi data maupun display data sehingga yang diambil tidak
meyimpang dari penelitian ini.
F. Pengecekan Keabsahan Data

Menurut Moleong kriteria keabsahan data ada empat macam yaitu : (1) kepercayaan
(kreadibility), (2) keteralihan (tranferability), (3) kebergantungan (dependibility), (4) kepastian
(konfermability). Dalam penelitian kualitatif ini memakai 3 macam antara lain :

1. Kepercayaan (Kreadibility)
Kreadibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil dikumpulkan sesuai
dengan sebenarnya. Teknik yang digunakan peneliti untuk mencapai derajat kepercayaan adalah
teknik trianggulasi. Menurut Moleong yang dimaksud teknik trianggulasi adalah teknik
pemeriksaak keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, diluar data itudiluar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. teknik
trianggulasi yang dipilih peneliti adalah trianggulasi sumber, yaitu membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam alat penelitian kualitatif (Patton 1987:331). Yang dapat dicapai dengan
membandingkan data-data yang diperoleh yang diperoleh dalam penelitian yakni data hasil
wawancara, dokumentasi dan observasi.

2. Kebergantungan (Dependibility)
Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya kemungkinan kesalahan
dalam mengumpulkan dan menginterprestasikan data sehingga data dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kesalahan sering dilakukan oleh manusia itu sendiri
terutama peneliti karena keterbatasan pengalaman, waktu, pengetahuan. Cara untuk menetapkan
bahwa proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui audit oleh dosen pembimbing.

3. Kepastian (Konfermability)
Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek
data dan informasi serta interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada
pelacakan audit data dan hasil dari kebergantungan.
DAFTAR PUSTAKA

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007)

http://penelitianstudikasus.blogspot.com/2009/03/pengertian-penelitian-studi-kasus.html (diakses
tanggal 12 desember 2010)

http://www.scribd.com/doc/11319551/Pengertian-Pelayanan-Publik (diakses tanggal 12


desember 2010)

http://www.docstoc.com/docs/22720621/IT-GOVERNANCE-SEKTOR-PUBLIK-DI-
INDONESIA-KONSEP-DAN-KEBIJAKAN (diakses tanggal 12 desember 2010)

You might also like