You are on page 1of 10

Makalah Tentang Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah


Pada hakekatnya setipa masyarakat yang hidup di suatu negara memiliki
potensi untuk menjadi wajib pajak. Dan yang menjadi obyek pajak adalah atas
pengahasilan yang diperoleh dan di terima oleh masyarakat. Pengertian dari
penghasilan adalah setipa tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun. Pajak yang dikenakan
atas pengahasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak disebut Pajak
penghasilan. Pengertian dari Pajak Penghasilan sendiri itu adalah suatu pungutan
resmi yang ditunjukkan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas
pengahasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak untuk
kepentingan negara dan masyarakat.

I.2 Tujuan
Tulisan ini bertujuan sebagai sumbangan informasi yang dapat dipakai
sebagai bahan evaluasi untuk menambah ketertiban dan kepatuhan serta
meningkatkan sumber daya manusia perusahaan dalam menjalankan kewajiban
sebagai wajib pajak. Dalam hal ini juga untuk mengetahui prosedur pemotongan,
kewajiban pemotong, penghasilan baik yang dipotong maupun tidak dipotong
dalam PPH21 serta dapat mengetahui juga hak dan kewajiban pemotong yang
harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
II. PAJAK PENGHASILAN KARYAWAN PASAL 21 / PPh21

II.1 Pengertian Pajak Penghasilan Karyawan Pasal 21 / PPh21


PPh atau Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan
berupa gaji, honor / honorarium, upah, tunjangan dan pembayaran lain yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa, jabatan dan kegiatan. Disebut PPh Pasal 21 karena
ketentuan perpajakan yang berkenaan dengan penghasilan karyawan itu diatur
dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 tahun 2000 pasal 21. Dalam hal
pemungutan pajak dilakukan oleh pihak ketiga atau yang lebih dikenal dengan
suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenag kepada pihak ketiga
untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib
Pajak.

II.2 Pihak Yang Masuk Dalam Golongan Pemotongan PPh Pasal 21


Pihak ketiga yang dimaksud adalah badan atau perusahaan yang memberi
kerja. Pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh
pasal 21 yang selanjutnya disebut Pemotong PPh pasal 21 adalah pemberi kerja,
bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan perusahaan dan penyelenggaraan
kegiatan. Atas gaji yang didapat oleh karyawan maka perusahaan mempunyai
wewenang untuk menjadi pemotong PPh pasal 21, karena perusahaan merupakan
badan pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, dan pembayaran
lain. Pemotongan pajak penghasilan ini diatur dalam KEP-545/PJ/2000 yang telah
diperbaruhi dengan PER-15/PJ/2006 tentang pemotong PPh pasal 21 yang
selanjutnya disebut Pemotong PPh pasal 21 adalah pemberi kerja, bendaharawan
pemerintah, dana pensiun, badan perusahaan dan penyelenggaraan kegiatan.

II.3 Kewajiban Pihak Pemotong PPh Pasal 21


Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh
Pasal 21 (KP.PPh.2.1/BP-95) baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya
pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima
uang tebusan pensiun, penerima THT, penerima pesangon, dan penerima dana
pensiun iuran pasti. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti
Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai
tetap, termasuk penerima pensiun bulanan dalam waktu dua bulan setelah tahun
takwim berakhir. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada
bagian tahun takwim, maka Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2)
diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang
bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun. Penerima penghasilan wajib
menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yang
menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada
permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri. Untuk melaksanakan kewajiban
PPh Pasal 21, Pemotong Pajak PPh Pasal 21 / pemberi kerja agar menggunakan
Buku Petunjuk Pemotongan PPh Pasal 21.

II.4 Penghasilan yang dipotong dalam PPh Pasal 21 adalah :

a. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara
teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk
honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi
bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan
isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus,
tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan
pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan
penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun;

b. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau


mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi,
tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan,
dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;
c. upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima
atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian
atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang
merupakan calon pegawai;

d. uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang
pesangon dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan
kerja;

e. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam
bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri dari :
1. tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7);
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/
peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3.olahragawan;
4.penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5.pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6.pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;
7.agen iklan;
8.pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat;
9.pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;
10.peserta perlombaan;
11.petugas penjaja barang dagangan;
12.petugas dinas luar asuransi;
13.peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan
sebagai calon pegawai;
14.distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya.
f.Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan
honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat
Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain
yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk
janda atau duda dan atau anak-anaknya.

II.5 Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :


a. pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
b. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib
Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan
yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma
penghitungan khusus (deemed profit).
c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan
penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;
d. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
e. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Psl 3(1) UU PPh). Ketentuannya
di atur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.03/2008
II.6 Obyek dan Non Obyek dalam PPh Pasal 21
A. Obyek pajak dalam PPh pasal 21
a. Penghasilan Teratur
b. Penghasilan Tidak Teratur
c. Upah harian, mingguan, satuan & borongan
d. Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja
e. Uang tebusan pensiun, Pesangon THT, dll
f. Honorarium dengan nama dan bentuk apapun
g. Imbalan dengan nama dan bentuk apapun
h. Penghasilan natura yang diberikan oleh bukan wajib pajak

B. Non Obyek dalam PPh pasal 21


Biaya Pengobatan
- Pemberian kenikmatan kepada pegawai berupa biaya pengobatan pegawai yang
dibayar langsung ke rumah sakit, dokter atau apotik, tidak dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto (non-deductible) dan bukan objek PPh Pasal 21 (non-taxable).
- Apabila biaya pengobatan tersebut dibayarkan terlebih dahulu oleh pegawai
yang bersangkutan, maka atas penggantian pengobatan, pemberian uang
pengobatan atau pemberian tunjangan pengobatan, dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto pemberi kerja (deductible) dan merupakan objek PPh Pasal 21
(taxable).

Biaya Rekreasi dan Olahraga


- Biaya rekreasi dan olahraga untuk pegawai merupakan pemberian kenikmatan
kepada pegawai.
- Atas biaya rekreasi dan olahraga tersebut, bukan biaya bagi perusahaan dan bagi
pegawai yang menerima bukan objek PPh Pasal 21.

Rumah Perusahaan yang Ditempati Pegawai


- Atas penyusutan dan biaya pemeliharaan rumah perusahaan yang ditempati
pegawai tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, kecuali pegawai yang
bersangkutan diberikan tunjangan perumahan sebesar biaya tersebut.

Biaya Sewa Rumah Untuk Pegawai


- Biaya sewa rumah untuk pegawai tidak dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto perusahaan.
- Namun, apabila perusahaan memberikan tunjangan sewa sebesar biaya sewa
rumah tersebut kepada pegawai yang bersangkutan, maka atas biaya sewa rumah
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan dan merupakan objek PPh
21 bagi pegawai yang menerimanya
- Biaya penyusutan dan biaya pemeliharaan rumah perusahaan yang ditempati
pegawai yang tidak memperoleh tunjangan perumahan sebesar biaya sewa rumah
tersebut, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.

Biaya Sumber Daya Manusia


Perlakuan pajak atas imbalan yang diberikan kepada karyawan (orang pribadi)

Perusahaan (pemberi penghasilan) Karyawan (penerima penghasilan)


1. Dapat dijadikan biaya (deductible Objek PPh Pasal 21 (taxable)
expenses)
2. Tidak dapat dijadikan biaya (non- Bukan objek PPh Pasal 21 (non-
deductible expenses) taxable)
3. Dapat dijadikan biaya (deductible Bukan objek PPh Pasal 21 (non-
expenses) taxable)
4. Tidak dapat dijadikan biaya (non- Objek PPh Pasal 21 (taxable)
deductible expenses)

II.7 Hak dan Kewajiban Pemotong PPh 21


Setiap wajib pajak diberikan suatu kewajiban untuk memenuhi peraturan
perpajakan, diantaranya yaitu melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan
pajka. Namun disisi lain peraturan perpajakan juga memberikan acuan mengenai
hak bagi wajib pajak. Dalam ringkasan kali ini, dipelajari mengenai hak dan
kewajiban bagi pemotong PPh Pasal 21, dimana ketentuan ini telah diatur dalam
peraturan dirjen pajak.

KEWAJIBAN PEMOTONG PPh PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26


1. Kewajiban melakukan pemotongan PPh Pasal 21
a. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dan Penerima Penghasilan
yang Dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan
Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
b. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib menghitung,
memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal
26 yang terutang untuk setiap bulan kalender. Ketentuan mengenai
kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal
26 untuk setiap bulan kalender tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang
dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil.
c. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib membuat catatan atau
kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk masing-
masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib
menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan
ketentuan yang berlaku

2. Kewajiban membuat bukti potong


a. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 harus memberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
pegawai tetap atau penerima pensiun berkala paling lama 1 (satu) bulan
setelah tahun kalender berakhir. Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja
sebelum bulan Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 harus diberikan
paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja.
b. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 harus memberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 21 atas pemotongan PPh Pasal 21 selain pegawai
tetap dan penerima pensiun berkala, serta bukti pemotongan PPh Pasal 26
setiap kali melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.
c. Dalam hal dalam 1 (satu) bulan kalender, kepada satu penerima
penghasilan dilakukan lebih dari 1 (satu) kali pembayaran penghasilan,
bukti pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dapat dibuat sekali
untuk 1 (satu) bulan kalender

3. Kewajiban menyetor dan melaporkan


a. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong
PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap Masa Pajak wajib disetor
ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama
10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
b. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib melaporkan
pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk
setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat
Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
c. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 21 dan/atau PPh
Pasal 26 dan batas waktu pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya

HAK PEMOTONG PPh PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26


Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh
Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang, oleh Pemotong PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan
dengan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang pada bulan berikutnya
melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.

III. KESIMPULAN
Bagi wajib pajak baru, terkadang masih bingun melihat daftar kewajiban
pajak yang ada di Surat Keterangan Terdaftar. Salah satu kewajiban yang
mucul, khusunya untuk wajib pajak badan adalah PPh Pasal 21. Secara
teoritis, maka aturan PPh Pasal 21 dapat dilihat di Undang-undang PPh yaitu
UU Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No
36 tahun 2008. Disebut PPh Pasal 21, hal itu tidak lain karena bahwa
peraturan tentang pemotongan dan pemungutan pajak ini diatur dalam Pasal
21 UU PPh. Sebagai kesimpulan yang perlu diketahui adalah bahwa
kewajiban PPh Pasal 21 adalah kewajiban bagi orang pribadi atau badan
yang memberikan/membayarkan penghasilan/gaji /honor kepada orang
pribadi lainnya.
Untuk melakukan pemotongan PPh pasal 21, ternyata tidak serta merta
dengan mengalikan tarif dengan penghasilan yang diterima oleh pegawai.
Ada beberapa pembedaan penghitungan dalam menentukan dasar pengenaan
dan pemotongan PPh pasal 21. Pembedaan ini menurut informasi yang saya
dapatkan adalah untuk memberikan keadilan pada wajib pajak. Serta tidak
semua penghasilan yang diperoleh seorang pegawai itu merupakan
penghasilan yang harus dikenakan pph pasal 21 (objek PPh Pasal 21).
Terdapat penghasilan yang memang termasuk pengertian bahwa penghasilan
tersebut masuk dalam kategori penghasilan yang dipotong pph pasal 21, dan
ada penghasilan yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang
dipotong pph pasal 21.

DAFTAR PUSTAKA

2007. Petunjuk Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan


Wajib Pajak Orang Pribadi (SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi). Jakarta :
Departemen Keuangan Republik Indonesia.

2009. Petunjuk Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan


Wajib Pajak Orang Pribadi (SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi). Jakarta :
Departemen Keuangan Republik Indonesia.

Mardiasmo. 2008. Perpajakan Edisi Revisi 2008. Yogyakarta: Andi Offset.

Waluyo. 2007. Perpajakan Indonesia. Jakata : Salemba Empat.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 252/PMK.03/2008.


Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan
dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

You might also like