You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Pada masa orde baru kata-kata pembangunan, merupakan kata-kata
yang sangat familiar di kalangan rakyat Indonesia pada masa itu, hingga
Presiden Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia dijuluki sebagai Bapak
Pembangunan. REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) I s.d VII
merupakan program pemerintah yang berkelanjutan dalam rangka
mempertahankan kekuasaan hingga 32 tahun yang berakhir pada tahun 1998,
yaitu tumbangnya orde baru digantikan dengan orde reformasi.

Pada masa orde reformasi ini, pembangunan tetap dilaksanakan dengan


menitik beratkan pada pemulihan ekonomi, meningkatkan kehidupan
berdemokrasi dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam IPTEK
khususnya di bidang teknologi , informasi dan komunikasi (TIK).

Membangun masyarakat berpengetahuan adalah membangun kesadaran


masyarakat mengenai pentingnya mempunyai visi dan wawasan iptek sebagai
bekal untuk menghadapi abad ke-21. Kecintaan terhadap ilmu pengetahuan,
hasrat untuk menggali dan mengembangkannya, perlu secara terus-menerus
ditumbuhkan, sehingga membudaya dalam kehidupan masyarakat. Dengan
begitu, maka upaya menciptakan dan membangun sebuah masyarakat
berpengetahuan akan menjadi kesadaran kolektif. Tanpa berbekal visi dan
wawasan iptek, sulit rasanya kita bisa survive dalam memasuki era global yang
penuh tantangan dan sangat kompetitif itu. Sehubungan dengan hal tersebut,
agenda utama bangsa kita adalah membangun basis kepemimpinan yang
berwawasan dan visioner, serta berlandaskan pada iptek. Kepemimpinan yang
demikian tentu akan lebih kuat dan mampu menjangkau masa depan yang jauh.
Ada ungkapan bijak dari seorang filsuf yang patut kita camkan yaitu: ”leadership
must be base on knowledge.”
Perubahan peradaban menuju masyarakat berpengetahuan (knowledge
society). menuntut masyarakat dunia untuk menguasai keterampilan abad 21
yaitu mampu memahami dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
(ICT Literacy Skills). Pendidikan memegang peranan sangat penting dan
strategis dalam membangun masyarakat berpengetahuan yang memiliki
keterampilan: (1) melek teknologi dan media; (2) melakukan komunikasi efektif;
(3) berpikir kritis; (4) memecahkan masalah; dan (5) berkolaborasi.

Menyadari peran strategis pendidikan dalam mewujudkan masyarakat


berpengetahuan tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional ( Kemendiknas )
telah melakukan berbagai kegiatan yang didalamnya termasuk pemanfaatan dan
pendayagunaan TIK untuk memperluas akses terhadap pendidikan bermutu dan
meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan. Untuk mempercepat
pendayagunaan dan pemanfaatan TIK untuk pendidikan telah dilakukan
berbagai upaya untuk mendorong akselerasi dan peningkatan “ICT literacy skills”
menuju “knowledge-based society”. Sehingga dalam program 100 hari
Kemendiknas Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II yang pertama adalah
penyediaan internet secara massal di sekolah.

B. Ruang Lingkup.
Makalah ini berjudul Pembangunan Masyarakat Berpengetahuan
( Knowledge Society ), isinya membahas tentang:
1. Kerangka teori tentang pembangunan.
2. Kerangka teori tentang masyarakat berpengetahuan.
3. Kerangka konsep tentang pembangunan masyarakat berpengetahuan
C. Tujuan.
Penulisan makalah ini bertujuan sebagai:
1. Memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk
Pendidikan.
2. Memahami konsep tentang pembangunan masyarakat berpengetahuan.
3. Menjadi bagian dari pembangunan masyarakat berpengetahuan.
D. Manfaat.
Tantangan masyarakat abad 21 ini sangat kompetitif dalam segala
bidang,maka kita dituntut agar menjadi bagian dari pembangunan masyarakat
berpengetahuan, manfaat penulisan makalah ini adalah :
1. Bagi Akademisi : memahami dan menjadi bagian dari pembangunan
masyarakat berpengetahuan.
2. Bagi Masyarakat : dapat memotivasi agar segera ambil bagian dalam
pembangunan masyarakat berpengetahuan dan dapat bersaing dengan bangsa
lain pada era globalisasi ini.

BAB II
KERANGKA TEORI DAN KONSEP
A. Kerangka Teori Pembangunan
Peningkatan kualitas sumber daya manusia, merupakan rangkaian upaya
untuk mewujudkan manusian seutuhnya, baik sebagai insan maupun sebagai
sumber daya pembangunan. Pembangunan manusia sebagai insan dan sumber
daya pembangunan, adalah menekankan harkat, martabat, hak dan kewajiban
manusia. Pembangunan manusia sebagai insan tidak terbatas pada kelompok
umur tertentu, tetapi berlangsung dalam seluruh kehidupan manusia.
Pengertian pembangunan sebagai suatu proses, akan terkait dengan
mekanisme sistem atau kinerja suatu sistem. Menurut Easton (dalam Miriam
Budiardjo, 1985), proses sistemik paling tidak terdiri atas tiga unsur: Pertama,
adanya input, yaitu bahan masukan konversi; Kedua, adanya proses konversi,
yaitu wahana untuk ”mengolah” bahan masukan; Ketiga, adanya output, yaitu
sebagai hasil dari proses konversi yang dilaksanakan. Proses sistemik dari suatu
sistem akan saling terkait dengan subsistem dan sistem-sistem lainnya termasuk
lingkungan internasional.
Proses pembangunan sebagai proses sistemik, pada akhirnya akan
menghasilkan keluaran (output) pembangunan, kualitas dari output
pembangunan tergantung pada bahan masukan (input), kualitas dari proses
pembangunan yang dilaksanakan, serta seberapa besar pengaruh lingkungan
dan faktor-faktor alam lainnya. Bahan masukan pembangunan, salah satunya
adalah sumber daya manusia, yang dalam bentuk konkritnya adalah manusia.
Manusia dalam proses pembangunan mengandung beberapa pengertian, yaitu
manusia sebagai pelaksana pembangunan, manusia sebagai perencana
pembangunan, dan manusia sebagai sasaran dari proses pembangunan.
Menurut Totok Mardikanto, pembangunan didefinisikan sebagai upaya
sadar dan terencana untuk melaksanakan perubahan-perubahan yang
mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau
kesejahteraan seluruh warga masyarakat, terutama untuk jangka panjang.
Lionberger dan Gwin mendefinisikan pembangunan sebagai proses
pemecahan masalah, baik masalah yang dihadapi oleh setiap aparat dalam
setiap jenjang birokrasi pemerintah, di kalangan peneliti dan penyuluh, maupun
masalah-masalah yang dihadapi oleh warga masyarakat.
Definisi pertama lebih menekankan pada masyarakat selaku penerima
manfaat (beneficiaries) pembangunan. Sedangkan definisi kedua menyiratkan
bahwa pembangunan tidak hanya untuk masyarakat, melainkan diperuntukkan
pula bagi segenap stakeholder. Benang merah dari definisi pembangunan ialah
bahwa pembangunan bertujuan merubah “keadaan” (rehabilitasi dan
rekonstruksi—pen) masyarakat kearah yang lebih baik dengan cara pemecahan
masalah yang dihadapi. Maka dalam hal ini masyarakat penting untuk dilibatkan.

B. Kerangka Teori Masyarakat Berpengetahuan


Pembangunan sebuah masyarakat berpengetahuan (Knowledge Society)
adalah proyek perbaikan berkelanjutan (Continues Improvement), dan pada
proses ini selalu ada tahapan "Uji Lab", semacam prototype awalan untuk
pembuktian empirik sebuah konsep. Artinya proses membentuk masyarakat
berpengetahuan itu sifatnya dinamis dan berkelanjutan antar generasi, setiap
generasi akan mampu melihat bahwa pencapaian setiap zaman itu akan
berbeda, bergantung pada kerja keras dan kemauan tiap generasi untuk
mencapainya. Sifat sabar adalah penyeimbang sikap kerja keras tadi, bahwa
setiap proses itu harus dinikmati kinerjanya, hingga bisa merasakan hasilnya,
selalu ada variabel ruang dan waktu. Dimana sebelum bergerak menjauh, harus
ada satu langkah awal kecil yang dijalankan.

Menurut Drucker (1994), knowledge society adalah sebuah masyarakat


dari berbagai organisasi dimana secara praktis setiap tugas tunggal akan
dilakukan dalam dan melalui sebuah organisasi. Ciri-ciri masyarakat
berpengetahuan adalah:
 Mempunyai kemampuan akademik
 Berpikir kritis
 Berorientasi kepada pemecahan masalah
 Mempunyai kemampuan untuk belajar meninggalkan pemikiran yang lama-lama
dan belajar lagi untuk hal-hal yang baru
Mempunyai keterampilan pengembangan individu dan sosial (termasuk kepercayaan
diri, motivasi, komitmen terhadap nilai-nilai moral dan etika, pengertian secara
luas akan masyarakat dan dunia) (Manuwoto, 2005)

Dalam masyarakat berpengetahuan, bukanlah individu yang berkinerja,


tetapi organisasi yang berkinerja. Seorang dokter misalnya, tentu mempunyai
banyak pengetahuan. Tetapi dokter itu tidak dapat berfungsi tanpa pengetahuan
yang diberikan oleh disiplin ilmu lainnya, yaitu fisika, kimia, genetika, dan lain
sebagainya. Dokter itu tidak dapat berfungsi tanpa hasil-hasil tes yang dilakukan
oleh para ahli laboratorium tes darah, X-ray (rontgen), scanning otak, dan lain-
lain. Di sisi lain, berbagai keahlian tertentu, seperti seorang dokter bedah syaraf,
contoh dari knowledge worker, hanya bisa dihasilkan dari sekolah formal.
Dengan demikian pendidikan menjadi pusat dari masyarakat berpengetahuan
dan sekolah merupakan institusi kuncinya. Pernyataan itu diperkuat oleh Noel
Dempsey (Minister for Education and Science, Ireland, 2004) bahwa untuk bisa
kompetitif dalam ekonomi berpengetahuan global (global knowledge economy),
semua pengambil keputusan untuk publik harus fokus pada pendidikan sebagai
faktor kunci dalam memperkuat daya saing, lapangan kerja dan keterpaduan
sosial. Drucker (1994) memperkuat kesimpulan itu dengan menyatakan bahwa
pekerja berpengetahuan lebih mempunyai kesempatan memperoleh akses
terhadap pekerjaan dan posisi sosial melalui pendidikan formal (Drucker, 1994).

Tujuan utama dari pendidikan adalah untuk memberikan kepada setiap


orang kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya sampai maksimum,
baik sebagai individu maupun sebagai seorang anggota masyarakat. Seorang
yang berpendidikan akan menjadi seseorang yang telah belajar bagaimana
untuk belajar, dan keseluruhan masa kehidupannya terus belajar, terutama
masuk dan keluar dari pendidikan formal (Drucker, 1994).

Transformasi dari struktur masyarakat yang ada, dengan pengetahuan


sebagai sumber daya utama untuk pertumbuhan ekonomi, lapangan pekerjaan
dan sebagai faktor dari produksi, merupakan basis untuk menandai masyarakat
modern yang maju sebagai sebuah "masyarakat berpengetahuan." Dalam
sebuah masyarakat berpengetahuan ukuran-ukuran lama dalam persaingan
seperti biaya tenaga kerja, sumbangan sumber daya dan infrastruktur digantikan
oleh dimensi-dimensi seperti paten, penelitian dan pengembangan, serta
ketersediaan pekerja berpengetahuan.

Untuk masyarakat berpengetahuan, jelas semakin banyak dibutuhkan


penguasaan pengetahuan, terutama pengetahuan tingkat lanjut. Pengetahuan itu
dibutuhkan oleh orang-orang yang pasca usia sekolah, dan kebutuhan itu terus
meningkat, di dalam dan melalui proses pendidikan yang tidak berpusat pada
sekolah tradisional, tetapi pendidikan berkelanjutan yang sistematik yang
ditawarkan pada tempat bekerja.
Dalam masyarakat berpengetahuan, akses terhadap kepemimpinan
terbuka untuk semua orang. Akses terhadap kemahiran dari pengetahuan tidak
lagi tergantung kepada perolehan pendidikan yang ditentukan pada usia tertentu.
Pembelajaran akan menjadi alat dari individu yang tersedia baginya pada usia
berapa pun, karena begitu banyak keterampilan dan pengetahuan dapat
diperoleh dengan cara-cara pemanfaatan teknologi pembelajaran baru. Implikasi
lainnya adalah bahwa kinerja dari seorang individu, sebuah organisasi, sebuah
industri atau sebuah negara dalam perolehan dan penerapan pengetahuan akan
meningkat menjadi faktor kunci persaingan untuk berkarir dan memperoleh
kesempatan dari para individu untuk berkinerja. Masyarakat berpengetahuan
akan tak terelakkan menjadi jauh lebih kompetitif daripada masyarakat di masa-
masa yang lalu. Dengan pengetahuan yang dapat diakses secara universal tidak
ada alasan untuk tidak berkinerja. Tidak akan ada negara-negara miskin. Hanya
akan ada negara-negara yang terabaikan.

Pusat kekuatan tenaga kerja dalam masyarakat berpengetahuan akan


terdiri dari orang-orang dengan spesialisasi yang tinggi. Dalam dunia kerja
berpengetahuan, orang-orang dengan pengetahuan mempunyai tanggung jawab
untuk membuat dirinya dimengerti oleh orang-orang yang tidak mempunyai basis
pengetahuan yang sama. Sebenarnya investasi dalam masyarakat
berpengetahuan bukanlah dalam mesin-mesin dan peralatan. Tetapi dalam
pengetahuan dari pekerja berpengetahuan. Tanpa itu, mesin-mesin yang sangat
maju dan canggih, tidak akan produktif.

Pengetahuan dalam masyarakat berpengetahuan haruslah sangat


mempunyai spesialisasi untuk menjadi produktif. Ini mengakibatkan dua
persyaratan baru: 1. pekerja berpengetahuan bekerja dalam kelompok-
kelompok; dan 2. pekerja berpengetahuan harus mempunyai akses terhadap
sebuah organisasi yang, dalam kebanyakan kasus, artinya pekerja
berpengetahuan harus menjadi pekerja dari sebuah organisasi.
Karena masyarakat berpengetahuan mensyaratkan sebuah masyarakat
dari berbagai organisasi, yang organ sentral dan khususnya adalah manajemen.
Semua organisasi itu membutuhkan manajemen apakah mereka menggunakan
istilah itu atau tidak. Semua manajer mengerjakan hal yang sama apa pun bisnis
dari organisasi mereka. Para manajer itu harus membawa orang-orang yang
masing-masing mempunyai pengetahuan yang berbeda, bersama untuk
berkinerja bersama. Intisari dari manajemen adalah membuat pengetahuan
menjadi produktif (Drucker, 1994).

C. Kerangka konsep tentang pembangunan masyarakat berpengetahuan


Sebuah masyarakat berpengetahuan ( Knowledge Society) adalah
bentukan dari tradisi yang menghargai tinggi pengetahuan, dalam artian
pengetahuan (Knowledge) adalah komoditas yang setiap manusia berhak untuk
mengaksesnya, bukan hanya monopoli manusia yang sehari- harinya hidup di
institusi pendidikan- penelitian formal. Pengetahuan adalah hak setiap orang,
yang singkatnya, pendidikan adalah hak semua orang jika memang bertujuan
untuk membentuk yang namanya masyarakat berpengetahuan ( Knowledge
Society).

Fakta yang terjadi sekarang ini bahwa negara-negara industri menjadi


masyarakat berbasis pengetahuan. Timbul pertanyaan tentang peran teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) dalam membangun "masyarakat
berpengetahuan" yang inovatif dalam dunia yang berkembang. Sebuah
kesimpulan sentral adalah bahwa TIK dapat memberikan kontribusi utama
terhadap pengembangan berkelanjutan, tetapi peluang ini akan diikuti oleh resiko
utama. Sebagai contoh, negara-negara yang sangat lamban perkembangannya
menghadapi resiko yang besar dari keterasingan karena mereka sering kurang
kemampuan sosial dan ekonomi yang dibutuhkan untuk mengambil kelebihan
dari inovasi dalam TIK. Negara-negara berkembang perlu mencari jalan untuk
mengkombinasikan kompetensi mereka dalam teknologi dan sosial yang ada,
jika mereka ingin mengambil keuntungan dari banyak kelebihan potensial dari
TIK.

Pembangunan masyarakat berpengetahuan adalah sebuah proses yang


kompleks dalam mengkombinasikan unsur-unsur teknologi dan sosial (termasuk
kompetensi sumber daya manusianya) dalam cara yang produktif, untuk
menciptakan infrastruktur informasi nasional. Berbagai strategi untuk
membangun infrastruktur informasi nasional haruslah lebih daripada pernyataan-
pernyataan tentang apa yang harus dilakukan. Para pengambil keputusan harus
berorientasi pada aksi dan dibiayai dengan tepat.

Untuk negara-negara berkembang, membangun "masyarakat


berpengetahuan" yang inovatif melibatkan berbagai inisiatif dalam dua area
utama - pembangunan infrastruktur TIK yang pokok, dan penciptaan kondisi-
kondisi yang akan mendorong pembangunan berbagai kompetensi sosial dalam
bidang-bidang tertentu. Indonesia sebagai negara agraris justru masih minim
dalam penyediaan informasi dan pengetahuan praktis dan strategis yang relevan
dengan bidang pertanian. Padahal untuk mengangkat masyarakat agraris
(petani) konvensional menjadi petani berpengetahuan adalah dengan
penyediaan sistem repositori pengetahuan yang mudah dan merata dijangkau
oleh masyarakat. Disini peran TIK dapat didayagunakan untuk tujuan
pemberdayaan sumberdaya manusia yang berpengatahuan dan profesional
(Seminar 2002, Seminar 2004, Seminar 2005). Level konsumsi informasi dengan
berbagai interaksi dengan melihat, membaca, mendengar, dan berbuat (by
seeing, reading, hearing, and doing) berbasis TIK (Seminar 2002, Seminar 2004)
harus diakomodir melalui perpustakaan. Investasi dalam infrastruktur TIK perlu
dilakukan secara paralel dengan investasi dalam berbagai kompetensi sosial
yang timbul dari infrastruktur sosial dan institusional, termasuk pendidikan dan
pengetahuan teknis, begitu juga dengan institusi-institusi politik, ekonomi,
kultural, dan sosial di negara-negara berkembang. Namun demikian, investasi
pada akumulasi teknologi dan keterampilan tidak menjamin bahwa berbagai
strategi untuk membangun "masyarakat berpengetahuan" yang inovatif akan
efektif atau masuk akal.

Banyak kesempatan untuk semua negara di tahun-tahun mendatang


untuk memanfaatkan yang terbaik dari potensi yang ditawarkan oleh TIK dalam
mendukung sasaran pengembangan utama mereka. Hal itu berlaku untuk
sasaran pada peningkatan mutu kehidupan dan keberlanjutan lingkungan di
negara-negara industri. Itu juga berlaku untuk sasaran pada pengurangan
kemiskinan dan menyumbang pada pengembangan berkelanjutan di negara-
negara terbelakang dan berkembang. Pemanfaatan berbagai sarana TIK secara
inovatif bisa memberikan titik awal untuk pengembangan "masyarakat
berpengetahuan" secara inovatif.

Peran potensial dari TIK di negara-negara berkembang: 1) TIK


merupakan sarana untuk pengembangan, tetapi penggunaan yang efektif
mensyaratkan investasi dari kombinasi kompetensi sosial dan teknologi; 2)
Pemanfaatan TIK akan memberikan keuntungan terhadap investasi yang jauh
lebih baik; 3) Kemampuan untuk menggerakkan investasi dalam TIK dan
pemanfaatannya secara efektif berbeda pada masing-masing negara
berkembang; 4) Idealnya, investasi-investasi tersebut diusahakan simultan,
tetapi bila tidak mungkin, investasi dalam kompetensi sosial seharusnya
diprioritaskan; 5) kemitraan yang baru dibutuhkan sehubungan dengan berbagai
koordinasi, mobilisasi investasi, mengatasi berbagai masalah sosial di negara-
negara berkembang.

Tantangan untuk pengambil keputusan negara berkembang adalah


menciptakan kerangka kebijakan yang membangkitkan, mendukung, dan
membebaskan kemampuan rakyat untuk memanfaatkan TIK untuk menghasilkan
pengetahuan dan sumber daya lainnya yang bermanfaat.
Masyarakat Indonesia masih belum mencapai knowledge society. Lihat
saja tenaga kerja Indonesia yang mencari kerja di negara-negara lain, mereka
menjadi buruh, pembantu rumah tangga, supir, bukan knowledge worker.
Akibatnya mereka banyak diperlakukan dengan kasar, tidak adil, bahkan ada
yang upahnya tidak dibayar. Sementara di dalam negeri, pemilihan kepala
daerah saja menjadi ajang perkelahian. Berbagai kekerasan terjadi akibat
hasutan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Disamping itu
masyarakat masih ditimpa oleh berbagai bencana alam, bencana penyakit yang
banyak memakan korban jiwa. Mengapa semua itu terjadi ? Salah satunya
adalah akibat dari masyarakat kita tidak berpengetahuan, belum menjadi
knowledge society.

Bila tenaga kerja kita sudah menjadi knowledge worker, mereka bisa
bekerja di kantor-kantor dengan upah yang tinggi, menjadi perawat di rumah
sakit yang masih dibutuhkan di berbagai negara dengan bayaran yang tinggi.
Bila masyarakat kita sudah berpengetahuan, mereka tidak mudah dihasut, tidak
mudah dirayu dengan money politic. Mereka memilih para calon kepala daerah
dengan kesadaran akan akibat yang timbul bila mereka memilih orang yang
salah. Masyarakat yang berpengetahuan sudah memiliki informasi gejala-gejala
alam sebelum adanya bencana yang lebih dahsyat. Mereka sudah dapat
menjaga lingkungan dengan lebih baik, agar kesehatan mereka terjaga. Mereka
tidak tinggal diam bila pemerintahnya melakukan hal-hal yang merusak
lingkungan, dan pemerintahnya tidak bisa memaksakan kehendaknya secara
semena-mena.

Menurut para pakar, salah satu kunci membangun knowledge society


adalah melalui pendidikan. Selain pendidikan formal, informal dan non-formal,
masyarakat pun memerlukan pendidikan berkelanjutan (life long education).
BAB II
KESIMPULAN
Peningkatan kualitas sumber daya manusia, merupakan rangkaian upaya
untuk mewujudkan manusia seutuhnya, baik sebagai insan maupun sebagai
sumber daya pembangunan. Pembangunan manusia sebagai insan dan sumber
daya pembangunan, adalah menekankan harkat, martabat, hak dan kewajiban
manusia. Pembangunan manusia sebagai insan tidak terbatas pada kelompok
umur tertentu, tetapi berlangsung dalam seluruh kehidupan manusia.
Benang merah dari definisi pembangunan ialah bahwa pembangunan
bertujuan merubah “keadaan” (rehabilitasi dan rekonstruksi—pen) masyarakat
kearah yang lebih baik dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi. Maka
dalam hal ini masyarakat penting untuk dilibatkan.
Sebuah masyarakat berpengetahuan ( Knowledge Society) adalah
bentukan dari tradisi yang menghargai tinggi pengetahuan, dalam artian
pengetahuan (Knowledge) adalah komoditas yang setiap manusia berhak untuk
mengaksesnya, bukan hanya monopoli manusia yang sehari- harinya hidup di
institusi pendidikan- penelitian formal. Pengetahuan adalah hak setiap orang,
yang singkatnya, pendidikan adalah hak semua orang jika memang bertujuan
untuk membentuk yang namanya masyarakat berpengetahuan ( Knowledge
Society).
Pembangunan sebuah masyarakat berpengetahuan (Knowledge Society)
adalah proyek perbaikan berkelanjutan (Continues Improvement), dan pada
proses ini selalu ada tahapan "Uji Lab", semacam prototype awalan untuk
pembuktian empirik sebuah konsep. Artinya proses membentuk masyarakat
berpengetahuan itu sifatnya dinamis dan berkelanjutan antar generasi, setiap
generasi akan mampu melihat bahwa pencapaian setiap zaman itu akan
berbeda, bergantung pada kerja keras dan kemauan tiap generasi untuk
mencapainya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir & Terra CH. 2003. Pengenalan Teknologi Informasi. Andi Offset.
Yogyakarta
Budi Sutejo Dharma, S.Kom. 2002. e-Educationn. Andi Offset. Yogyakarta.
Dedi Supriadi, Prof. DR, 2004. Membangun Bangsa Melalui Pendidikan, PT. Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Zamroni. DR. 2001. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Bigraf Publishing. Yogyakarta.

http://rifqiaufan.blogspot.com/2011/02/peran-tik-dalam-embangunan.html

You might also like