You are on page 1of 63

KAIDAH FIQIH http://myquran.

com

Qowa'idul fiqhiyyah

Setelah tahmid dan salam ( diatas pent. ) dalam kesempatan ini ana akan berusaha sedikit-demi sedikit ( insya allah ) menukilkan " qaidah syariyyah dari qaidah fiqhiyyah muyassaroh / qaidah-qaidah fiqih yang mudah " yang telah digoreskan oleh ulama' dari generasi salafus sholeh terdahulu ataupun sekarang, sehingga kita semakin mengenal akan qaidah-qaidah syar'iiyah yang di atasnya di bangun agama ini serta dalam istimbat hukum, dan mempermudah bagi kita untuk memahami agama ini ( isnya ALLAH ), & kitapun beragama dengan qaidah dan ilmu karena makna ilmu mengetahui kebenaran dengan dalilnya

: bukan hanya sekedar akal-akalan & memperturutkan hawa nafsu sebagaimana kata imam ali RA tatkala mensikapi perintah rasulullah untuk mengusap sepatu bagian atas bukan bagian bawahya bagi orang yang berwudhu memakai sepatu jika musafir (ataupun lainya misal musin dingin pent ) belaiau berkata :

Seandainya agama ini dengan akal-akalan sungguh mengusap 2 sepatu bagian bawahnya ( tatakala berwudhu) lebih utama dibanding bagian atasnya.( bisa di lihat di kutaib ta'dimus sunnah ) bagi siapun pembaca yang ingin berpartisipasi dalam tread ini fal yatafadhal ( kami persilahkan ) , namun ana harapkan untuk tidak memperpanjang dalam berdiskusi masalah-masalah lainya karena tread ini sengaja ana kemukakan disini untuk mengemukakan qoidah fiqih yang mudah kita cerna bukan memperdebatkanya namun untuk menambah perbendaharaan ilmu syar'iiyah sekalian muraja'ah bagi ana khususnya terhadap ilmu yang telah ana pelajari dahulu kala di ma'had baik secara hapalan ataupun tulisan tatkala di indonesia hingga saat ini di saudi arabia, dan ini ana nukilkan dari beberapa kitab karangan ulama diantaranya :

Ataupun kitab-kitab yang lainya insya allah Adapun untuk kitab yang pertama ( qowaid al qowaid ) ana cuman menukilkan makna & arti qowaid/qaidah karena kitab ini banyak membahas qaidah secara umum terutama dalam masalah manhaj ( dan munkin juga ana nukilkan disini insya allah ) adapun jika ada yang salah baik terjemahan & tulisan sebagai manusia biasa ana mohon maaf yang tiada terkira & mohon di koreksi, sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadist

Sesunggunya manusia itu tempatnya salah dan lupa sebaik-baiknya kesalahan adalah dengan bertaubat kepada ALLAH. jika ada benarnya itu datangnya dari ALLAH semata sebagiamana firmaNya :

Sesungguhnya kebenaran itu datang dari ALLAH maka janganlah engkau bimbang & ragu Sebelumnya sedikit kita nukilkan penjelasan makna qowaidul fiqhiyyah secara ringkas.. Makna al qowai'd

. ) : Arti Secara bahasa :

:(

Kata :"qawa'id" sebagaimana dijelaskan oleh ahlul ilmi " dia adalah jama dari kata"qaidah " dan maknanya adalah : apa-apa yang dibangun diatasnya sesuatu yang lain ( lihat qowaidul qowaid hal : 4 ) adapun tambahan dari saya sendiri: artinya pondasi / dasar misal jika dikatakan / qoidatul imaroh artinya pondasi bagunan, bisa juga bermakna : prinsip dan asas ( metode/peraturan) , misal / qoidatul bilad au hukumah artinya prinsip /peraturan negara atau pemerintah.

: . : .

. Arti Secara Istilah: Untuk itu berkata ahlul ilmi adapun qaidah secara istilah syar'ii adalah : perkara yang menyeluruh ( universal ) yang di kembalikan kepadanya cabang-cabang yang banyak.Dan berkata sebagian yang lain : qoidah adakah perkara yang menyeluruh dikembalikan kepadanya cabang-cabang yang banyak,

maka dari uraian tersebut bahwasanya makna qaidah adalah : sebuah ungkapan yang terdiri dari beberapa kata akan tetapi masuk didalamnya pembahasan yang luas, karena sesunggunya pembahasan inti dari qaidah adalah untuk mengumpulkan cabang-cabang yang berbeda-beda.( ibid 4 )

Makna fiqh Secara bahasa : dari kata : artinya : mengerti, memahami, pemahaman maka jika dikatakan : artinya : memahamkannya / mengajarkan dan mengigatkannya , pegetahuan & pengertian & kepandaian ( ) sebagaiman doa nabi kepada ibnu abbas : " ya allah pahamkanlah dia kepada ilmu agama " maka jika dikatakan : : tafaqqahu = mempelajari ilmu fiqh atau : fiqh adalah = ilmu hukum syariat ( istilahnya) Maka orang yang pinter dan mendalami hukum syariat di sebut : : Al faquh atau al faqih dan jamaknya ; fuqoha' artinya orang yang sangat cerdas dalam pemahaman. : ().

adapun mana fiqh secara istilahi adalah : mengetahui hukum-hukum syari'at serta cabangya dengan dalil dari kitab dan sunnah dan ijma' serta qiyas yang shohih.[/b] :" "

Dan adalah al imam al izzi bin abdus salam semoga allah merahmatinya- bwliau wafat thn 606 H dan beliau mengarang kitab " qowaidul ahkam fi masolohil anam " dan kitab ini termasuk salah satu kitab yang pertama di tulis tentang qowaidul fiqhiyyah, maka setelah itu para ulama mengikuti jejak beliau dan mulailah mereka mengarang kutub dalam masalah qiwaidul fiqhiyyah. MANFAAT YANG BISA DIAMBIL DARI BERPEGANG DENGAN KETENTUAN-KETENTUAN DAN KAIDAH-KAIDAH INI PERTAMA : Bahwasanya memperhatikan ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah tersebut akan menjaga gambaran seorang muslim dari hal-hal yang tidak sesuai dengan syariat dan sekaligus memantapkan pikirannya tentang gambaran tersebut. Telah dimaklumi bahwa seorang muslim apabila menghadapi suatu masalah tanpa dhobith dan kaidah akan terombang-ambing didalam perbuatannya terhadap diri, mau pun keluarganya, masyarakat serta umatnya. Dari sinilah kita mengetahui pentingnya ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah itu karena dia akan mengatur akal seorang muslim didalam gambaran-gambarannya yang merupakan sumber dari perbuatannya didalam diri, keluarga, ataupun masyarakatnya. KEDUA : Kemudian didalam memperhatikan ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah tersebut ada manfaat yang lain yaitu dia akan menjaga seorang muslim dari kesalahan, karena kalau dia berjalan hanya berlandaskan diatas pendapatnya saja didalam menghadapi apa yang dia temui atau dalam menghadapi suatu masalah, jika telah tampak dan mencari jalan keluar dengan mengandalkan akal pikirannya saja tanpa peduli dengan

Dhowabith serta kaidah-kaidah Ahli sunnah wal jama'ah maka dikhawatirkan akan terjerumus kedalam kesalahan dan jika itu terjadi maka akan berakibat fatal karena kesalahan ini akan bercabang dan berkembang dan mungkin juga bertambah. Dhowabith dan kaidah-kaidah ini apabila kita berpegang teguh kepadanya akan kita dapati banyak sekali manfaatnya, sebab dia akan menjaga kita dari kesalahan. Mengapa bisa demikian? Karena siapakah yang membuat Dhowabith dan kaidah-kaidah tersebut? Yang membuatnya adalah Ahlu sunnah wal jama'ah berdasarkan dalildalil. Maka barangsiapa berjalan dibelakang dalil dan mengikuti ahlu sunnah wal jama'ah maka dia tidak akan menyesal selamanya. KETIGA : Termasuk dari faedah mengikuti Dhowabith serta kaidah-kaidah itu adalah bahwasannya dia akan menyelamatkan seorang muslim dari dosa, sebab jika dia berjalan hanya berlandaskan kepada akal pikirannya saja dan kamu juga seperti itu dan kamu sangka ini adalah benar tanpa peduli terhadap Dhowabith serta kaidah-kaidah tersebut maka sesungguhnya kamu tidak akan bisa selamat dari dosa, karena kamu tidaklah tahu apa yang akan terjadi akibat dari perkataan serta perbuatanmu jika kamu berjalan hanya berlandaskan akal pikiran saja atau perasaanmu yang kau kira itu benar. Adapun apabila kamu mengambil sesuai dengan apa-apa yang ditunjukkan oleh dalil dari Dhowabith dan ushul yang global maka kamu akan selamat dari dosa -insya Allah dan Allah Azza wa Jalla akan mengampunimu karena kamu berjalan sesuai dengan dalil dan sungguh baik orang yang mengambil dalil sebagai pedomannya. Oleh karena itulah wahai saudaraku- telah jelas bagi kita keharusan untuk meng ambil Dhowabith serta kaidah-kaidah yang akan datang penjelasannya. Ini adalah sekelumit makna ushul fiqh secara ringkas serta sejarahnya bagi yang ingin mendalami secara sunguhsungguh kami persilahkan untuk menela'ah kutub para ulama diantaranya yang ana sebutkan diatas. Dalam menuliskan serta menukilkan qoidah fiqhiyyah ini ana tuliskan teks indonesianya setelah tulisan arab untuk mempermudah bagi yang ingin menghapalnya namun tidak bisa membaca arab gundul , dan sebagian juga ana nukilkan suatu qaidah inti isinya sama namun berbeda redaksi seperti misal bisa lihat qaidah yang pertama, marilah kita mulai masuk kepada usul & kaidah fiqhiyyah Last edited by nada ahmad; 12-10-2010 at 20:22. Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10) Daftar isi Qowaidul Fiqhiyyah

Qowa'idul fiqhiyyah Makna al qowai'd, secara bahasa, istilah dan secara fiqh. 1. KAIDAH PERTAMA : An niyatu sartun lisairil 'amal biha sholaku wal fasadu lil'amal Niat itu adalah syarat bagi semua amalan dalam ibadah dengan niat akan diketahui baik & buruknya amalan. 2. KAIDAH KEDUA

Ad dinu mabniyun 'ala masholihi fi jalbiha wa dar ii lilqobaiihi Agama ini bangun untuk kebaikan dan maslahat dalam penetapan syariatnya dan untuk menolak kerusakan. 3. KAIDAH KETIGA Jika dalam suatu masalah bertabrakan antara manfaat satu dengan yang lainnya maka di dahulukan & diambil manfaat yang paling besar / tinggi 4. KAIDAH KEEMPAT WADHIDDUHU TAZAKUMUL MAFASIDDI FARTAKABU ADNA MINAL MAFASIDI Adapun lawannya jika bertabrakan antara mudharat satu dengan yang lainya maka diambil mudharat yang paling kecil dan ringan 5. KAIDAH KE LIMA WAMIN QOWAI'IDIS SARI'ATIT TAISIRU FI KULLI AMRIN NAABAHU TA'SIR Dan termasuk qaidah syari'ah adalah mudah dalam setiap perkara sebagai ganti dari kesulitan ( kesusahan ) 6. KAIDAH KE ENAM WALAISA WAJIBUN BILAA IQTIDARIN WALAA MUHAROMUN MA'AADH DHOROR. Tidak menjadi kewajiban jika tidak mampu mengerjakan dan tidak ada keharaman dalam keadaan darurat ( bahaya ) 7.KAIDAH KE TUJUH Wa kullu mahthurin ma'ad dhorurohi bi qodri maa tahtaajuhu ad dhorurotu Setiap hal yang dilarang itu di bolehkan jika dalam kondisi yang darurat, tetapi sesui dengan kadar yang dibolehkan saja untuk menghilangkan darurat itu. 8. KAIDAH KE DELAPAN Wa turja'ul ahkamu lillyaqini falaa yuziilus sakku lillyaqini Dan dikembalikan hukum itu kepada yang diyakini dan keraguan tidaklah membatalkan keyakinan itu. 9. KAIDAH KE SEMBILAN wal aslu fi miyahinaa at thohaarotu wal ardhu was sama'u wal hijaarotu Hukum asal air tanah, langit dan batu adalah suci. 10. KAIDAH KESEPULUH al aslu fil abdho'i wal luhuumi wan nafsi wal amwaali at tahrim Hukum asal dalam hal perkawinan ( kemaluan ), daging hewan dan jiwa/nyawa dan harta adalah haram. 11.KAIDAH KESEBELAS Wal aslu fi 'aadaatinal ibaahati hatta yajii u sooriful ibahah Dan hukum asal dalam kebiasaan ( adat istiadat ) adalah boleh saja sampai ada dalil yang memalingkan dari hukum asal.

12. KAIDAH KE DUA BELAS Al aslu fil ibaadati at tahrim Hukum asal ibadah adalah haram. 13. Kaidah ke tiga belas al wasailu tu'thii ahkamul maqosid Semua sarana suatu perbuatan hukumnya sama dengan tujuannya ( perbuatan tersebut ).

Kaidah Pertama :
An niyatu sartun lisairil 'amal biha sholaku wal fasadu lil'amal Artinya : niat itu adalah syarat bagi semua amalan dalam ibadah dengan niat akan diketahui baik & buruknya amalan. : Ada sebagian ulama' mengemukakan qaidah ini dengan lafad & siya' ( susunan kata ) yang berbeda : yaitu : la sowaba illa binniyat ( tidak sah suatu amalan kecuali dengan niat ) Atau redaksi yang lain mengatakan ( jumhur ulama') : : al umuru bimaqosidiha Segala sesuatu amalan tergantung niat & tujuannya Penjelasan secara ringkas : :

: . Pengarang ( as syeikh abdur rahman as sa'di ) menyebutkan di sini : bahwasanya niat merupakan syarat sah tidaknya suatu amalan, adapun yang di maksud niat adalah : a' qosdu ( tujuan & keinginan) jika di katakan : nawa kadha : artinya : madsud & tujuannya) adapun makna niat secara istilah :" al azmu 'alal fi'il ( berkeinginan kuat untuk mengerjakan suatu amalan ) maka barang siapa yang memiliki keinginan kuat untuk berbuat suatu amalan maka sudah di katakan itu dia telah berniat, dan sebagian ulama' menjelaskan arti niat maknanya : " berkeinginan & bertujuan mendekatkan diri kepada allah , dan ini kurang tepat , karena disana ada 2 kemunkinan : niat yang benar untuk mendekatkan diri kepada allah dan ada pula niat untuk mendekatkan diri kepada selain allah, dan ini juga termasuk niat , dan semuanya ada hukum dan perinciannya.

Dari qaidah ini ada 2 penjelasan yang pertama : 1.Dalil niat merupakan syarat amalan. 2. kedudukan dan fungsi niat. Dalilnya dari hadist umar ibnu khotob : : :

( ) Dari Amirul Mu minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya

setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) . : . : : : . . : -

: Hadist ini merupakan hadist yang amat agung sehingga sebagian ulama' salaf berkata: " hendaknya hadist ini diletakkan diawal kitab dari kitab-kitab ilmu agama, karena itulah imam bukhari memulai menulis hadist dalam kitab shohihnya dengan hadist ini ( inamal a'malu binniyat ) sesuai lafad yang kami camtumkan diatas. Dan hadist ini merupakan salah satu usul ( pondasi ) dari sekian pondasi agama, dan telah berkata imam ahmad : " tiga hadist yang berputar & di bangun di atasnya islam yaitu : 1 hadist umar RA ini : inamal a'malu binniyat. ( sesunggunya amalan tergantung niyatnya ) 2yang kedua hadistnya aisyah RA : " barang siapa mengada-ada ( berbuat bid'ah ) suatu amalan dalam agama kami ( islam ) yang tidak ada contohnya ( dari rasulullah ) maka amalanya tertolak ( lihat arbai nawawi hadist ke 5 ) . 3. hadistnya nu'man bin basyir : sesunggunya halal telah jelas dan haram sudah jelas ( lihat arbain nawawi hadist ke 6 ) adapun kedudukan & fungsi niat adalah : kedudukan niat adalah didalam hati tidak ada tuntunan dari rasulullah untuk menlafadkan niat & menjaherkannya, kecuali ibadah haji /umrah fungsi niat adalah : 1. untuk membedakan amalan itu ibadah ataupun adat dan perbuatan biasa. Misal : mandi , mandi ini adalah hal biasa, namun jika dilakukan dengan niat ibadah , maka mandi ini akan bernilai ibadah, misal mandi wajib, mandi sebelum ihram, mandi sebelum sholat jum'at, begitu juga orang berkumurkumur kemudian mencuci muka dan tangan dan mengusap kepala serta kaki , kalo dilakukan habis bangun tidur dengan tujuan biar bersih maka ini adalah hal biasa bukan ibadah, namun jika di lakukan dengan niat wudhu maka inilah ibadah dsb. 2. untuk membedakan amalan satu dengan yang lainnya. Misalnya: orang menjamak sholat dhuhur dan asar, keduanya dilakukan dalam satu waktu & sama-sama 4 raka'at , maka untuk membedakan ini sholat dhuhur & itu sholat asyar adalah dengan niat, atau misalnya : kita masuk masjid kemudian kita sholat 2 raka'at , ada kemunkinan kita melakukan sholat tahiyatal masjid atau sholat sunnah qobliyah ( sunnah rawatib ) untuk membedaknya adalah dengan niat dsb. Dan dengan niat akan diketahui benar salahnya amalan itu, karena syarat ibadah selain niat adalah iklash dan mutaba'ah ( mengikuti sunnah nabi ) dan ibadah apapun harus memenuhi syarat ini, sedang iklhas ataupun tidak amalan tersebut juga tergantung niatnya , kalo niyatnya iklhas maka ibadahnya benar tapi kalo niatnya riya' maka ibadahnya salah. Maka dari sini ada 4 kemungkinan dalam ibadah : 1. iklash yang sesui dengan syariat 2. iklash namun tidak sesui syar'iat 3. sesui syariat tetapi tidak iklash 4. tidak iklash dan tidak sesui dengan syariat

dan dari 4 kemunkinan ini hanya yang iklas & sesuai syariatlah ibadahnya yang di benar . sebagian Ayat dan hadist yang berhubungan dengan niat : Allah telah berfirman : ( :5) Dan tidaklah mereka disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus ( al bayyinah : 5 ) { (18) (19) : 18-19 7: 17:18. Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. 17:19. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik. ( al isra': 18-19 ) { ( : 114) Dan barang siapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.( an nisa: 114 ) Rasulullah telah bersabda : - :" " Hadistnya mua'd RA sesunguhnya rasulullah telah bersabda : " barang siapa yang berperang karena ghonimah maka baginya niat tersebut ( artinnya: dia tidak mendapat pahala karena niatnya untuk mendapat harta rampasan perang pent.) :" " : Dan dalam musnad sesunggunya rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya antara 2 kelompok yang berperang ( saling membunuh ) allah lah yang tahu niat dalam hatinya (al hafidh ibnu hajar menghukumi bahwasannya hadist ini rawinya terpercaya sebagaiamana beliau berkata : rijaluhu mausuqun. :" Dalam hadist lain dikatakan : "kemudian Allah membangkitkan manusia sesui dengan niatnya "

QAIDAH KEDUA :

Ad dinu mabniyun 'ala masholihi fi jalbiha wa dar ii lilqobaiihi " agama ini dibangun untuk kebaikan dan maslahat dalam penetapan syariatnya dan untuk menolak kerusakan" dalam kitab mulakhos mandhumah fiqhiyyah yang di ringkas oleh abu humaid abdullah al falasi dari kitabnya as syeikh muhammad sholeh al usaimin di katakan dalam qaidah pertamnya ( ad dinu ja a lisa'adatil basari ) artinya : agama islam datang untuk kebahagian manusia, dalam konteks lain dikatakan :

( ad dinu kuluhu jalbun lilmasholikhi wa daf'un lilmafasidi Agama ini ( islam) seluruh syari;atnya adalah untuk mendatangkan kebaikan & manfaat dan untuk menolak

kerusakan & mudhorot . .

Dan qaidah ini adalah qaidah umum dalam agama ( dienullah ) allah SWT , yang padanya dikembalikan urusan agama ini. : : : -: { : }( :19) .

Karena makna ad dien ( agama ) adalah : as syari'at diambil dari kata fi'il : daana artinya : taat maka jika dikatakan daana lighoirihi :artinya : taat kepada selainnya, dan makna ato'a adalah menyerahkan semua dien ( keta'atan ) kepadnya, maka tatkala orang yang beriman mereka menta'ati allah SWT maka dinamakan syari'at allah itu adalah : ad dien ( agama ) sebagaimana firmannya : sesunggunya ad dien (agama ) yang benar disisi allah hanyalah islam ( ali imran : 19) Dari firman Allah disini dapat dipahami : bahwasanya agama islam di bagun untuk kemaslahatan artinya : semua syari'at dalam perintah dan larangannya serta hukum-hukumnya adalah untuk maasholihil ( manfaat-manfaat ) dan makna masholihi adalah : jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan Misal : allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat ( bahayanya ) lebih besar dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : al baqorah :219)

2:219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan misal-misal yang lainya : seperti pengaraman babi, nikah mut'ah ( bagi yang ngotot menghalalkannya mudharatnya lebih besar: misal : menimbulkan penyakit sexual ,karena sering berganti-ganti pasangan karena vagina menerima kadar asam sperma yang berbeda-beda, bisa merusak keturunan, si anak tidak diketahui siapa bapaknya , merusak kaidah berumah tangga dsb sebagaimana dijelaskan oleh akh metrix, DI tread lainnya) ( 15) } (2) . :{ ( : 26) . } -: { *

Dan bukanlah manfaat dan maslahatnya kembali kepada ALLAH , karena sesungguhnya allah maha kaya sebagaimana firmanya : QS alfatir 35:15. Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Sesungguhnya ALLAH maha kaya dan maslahat serta faedahnya kembali untuk hambaNYA dan bukanlah yang dimaksud disini adalah sesui dengan hawa nafsu dan apa-apa yang di inginkan nafsu manusia, karena itu menyelisihi makna addien ( agama ) dan keta'atan , sedangkan ketaatan dibangun diatas iltizam ( berpegang teguh ) dengan perintah serta larangan allah, maka untuk inilah syari'at islam melarang untuk mengikuti dan memperturutkan hawa nafsu sebagaimana firmanya : : jangan lah kamu mengikuti hawa nafsu sehingga kamu tersesat dari jalan allah ( QS : shood : 26 ) Karena mengikuti hawa nafsu akan menumbulkan bahaya yang banyak, kejelakan serta kehinaan, dan tidak ada di

dalamnya maslahat serta manfaatnya sedikitpun dalam mengikuti hawa nafsu, maka jika kita mengakui hal tersebut maka apakah sumber beragama kita yang kita mengambil hukum tatakala mempertimbangkan : ini adalah bermanfaat dan baik buat manusia ataupun sebaliknya ?

Dari sini ada 2 golongan manusia yang mensikapi agama ini : 1. orang yang tidak memperdulikan dan tidak bersungguh-sungguh dalam mempertimbangkan masalah manfaat dan mudharat ( seperti sebuah fatwa yang bisa merugikan orang banyak & membunuh jiwa pent.) yang ada pada mereka adalah hanya semangat sehingga tidak memperhatikan qaidah fiqh & menjauhi ilmu fiqh dan usul serta qaidahnya. 2. orang yang menimbang dengan timbagan yang shahih dalam menolak mudharat dan mengambil manfaat dalam beragama dan berkata dan berfatwa, dan ini harus dengan dalil dan syari'at ALLAh bukan hanya sekedar perasaan & dengan akal lebih-lebih hawa nafsu.

Misalnya : sebagian ulama mengharamkan rokok , karena dan mudharatnya lebih besar dari pada manfaatnya dengan dalil sbb ( sekalin ini bantahan kepada akh dalam treadnya ) 1. Firman Allah ta'ala : ( : 157)

Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan bagi mereka segala sesuatu yang buruk " ( al a'raf : 157 ) Rokok termasuk hal yang buruk dan membahayakan diri sendiri , & orang lain serta tak sedap baunya. 2. ( : 195 )

' dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan " ( al baqoroh : 195) rokok mengakibatkan penyakit yang bisa membinasakan seperti kanker, penyakir paru-paru dan lain sebagainya. 3. ( : 29 )

Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya allah terhadap kalian maha menyayangi ( an nisa : 29 ) Rokok bisa membunuh penghisapnya secara perlahan-lahan 4. ( : 19 )

'dosa keduanya ( minuman keras & judi ) lebih besar dari pada manfaatnya ( al baqoroh : 219 ) rokok bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya baik bagi dirinya sendiri ataupun orang lain. 5. ( : 26 )

' janganlah menghambur-hamburkan ( hartamu ) dengan boros, sesungguhnya pemborosan itu adalah saudaranya syaithon ( al isra' : 26 ) membeli rokok adalah merupakan pemborosan & pemborosan termasuk perbuatannya syaithon. 6. Rasulallah SAW bersabda : ' tidak boleh membahayakan diri sendiri ataupun orang lain ' merokok membahayakan si perokok, menganggu orang lain & membuang-buang harta. 7. Sabda Nabi Muhammad SAW :

' Allah membenci untukmu perbuatan menyia-yiakan harta' ( HR bukhari-muslim ). Merokok adalah menyia-nyiakan harta & dibenci Allah. 8. sabda Rasulallah SAW : ( )

' perumpamaan kawan duduk yang baik dengan kawan duduk yang jelek ialah seperti pembawa minyak wangi dengan peniup api ( tukang pandai besi )' ( HR Bukhari-muslim ) perokok adalah kawan duduk yang jelek yang meniup api yang bisa membakar orang di sekitarnya ataupun menyebabkan bau yang tidak sedap. ( )

' Barang siapa menghirup ( meminum ) racun hingga mati maka racun itu akan berada di tangannya lalu dihirupkan slama-lamanya di neraka jahannam ( HR Muslim ). Rokok mengandung racun ( nikotin ) yang membunuh penghisapnya perlahan-lahan & menyiksanya. Sabda Rasulallah SAW : ( )

' Barang siapa makan bawang putih atau bawang merah hendaknya menyingkir ( menjauh ) dari kita dan menjauhi masjid kami dan duduklah dirumah ( HR Bukhari-Muslim ).

Rokok lebih busuk baunya dari pada bawang putih ataupun bawang merah . 11. Sebagian besar ahli fiqh mengharamkan rokok, sedang yang tidak mengaharamkan rokok belum melihat bahayanya yang nyata yaitu penyakit kanker dan paru-paru yang bisa membunun penghisapnya. ( bisa lihat buku bimbingan islam untuk masyarakat karya as syeikh muh. zamil zainu ) sumber dalil dari qaidah ini adalah : : (107) } :{ . Dari qaidah ini : dalam membangun hukum-hukum syari'at untuk mengambil manfaat & faedah serta menolak mudharat telah menunjukkan dalil-dalil yang jelas dari alqur'an diantaranya : 1. ( : 107) } : -: { -

Dan tidak lah kami mengutusmu ( ya muhammad ) kecuali sebagai rahmat untuk semesta alam ( al anbiya: 107 ) Dan salah satu tujuan dari di utusnya Rasulullah adalah sebagai rahmat : dan salah satu tuntutan dari kalimat " rahmad " adalah : hendaknya syari'at itu untuk mengambil manfaat dan maslahat dan untuk menolak bahaya dan kerusakan. 2. { } :3

" pada hari ini telah aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah kami cukupkan nikmatKU dan telah aku ridahi islam sebagai agama kalian ( al amidah : 3 )

sempurna dan cukupnya nikmat ini : adalah dengan di sempurnakannya agama islam dan nikmat itu sempurna serta cukup dengan agama yang syariatnya untuk mendapatkan faedah & manfaat bagi manusia serta untuk menolak bahaya dan kerusakan.

Karena pentingnya qaidah ini maka ulama merasa cukup dan bersungguh sunguh dalam meperhatikan qaidah ini bahkan telah mengemukakannya al imam al izzi bin abdus salam dalam kitabnya yang lengkap dan menjadikan hukum-hukum syari'ar semuanya berputar dan bersumber dari qaidah ini Last edited by nada ahmad; 27-11-2009 at 21:56. Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10) CONTOH LAIN DARI QAIDAH KEDUA INI DALAM AL QUR'AN : Allah ta'ala berfirman : ( :108 ) Artinya : 6:108. Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Dari ayat ini allah melarang kita mencaci & menhina sembahan orang-orang kafir karena manfaatnya lebih kecil bahkan mudharatnya akan lebih besar yaitu : mereka orang kafir akan balik mencaci maki allah dengan melampaui batas tanpa ilmu; CONTOH DARI PERBUATAN RASULULLAH SAW 1.Ucapan beliau kepada istrinya aisyah RA : ( : 1583 1584 1585 : 1333)

" kalulah bukan baru masuk islam kaummu sungguh akau akan hancurkan ka'bah dan aku bangun kembali diatas pondasi ibrahim ( HR bukhari kitab hajj bab keutamaan ka'bah dan bangunnanya no : 1483,3584,1585 dan muslim kitab hajj bab renofasi ka'bah dan bangunanya no : 1333) dalam hadist ini Rasulullah SAW lebih mendahulukan maslahat, padahal beliau ingin sekali memhancurkan ka'bah dan membangun kembali sesui pondasi yang dibangun nabi Ibrahim AS dulu, karena saat kaum quraish merenofasi ulang ka'bah mereka kekurangan harta yang baik dan bagus untuk membangun ka'bah sehingga hanya sampai ( sebelum ) hijr ismail, namun demi maslahat dan tidak ingin timbul fitnah rasulullah mengurungkan niatnya untuk merenofasi ka'bah karena umatnya ( orang quraish ) saat itu baru masuk islam . 2.contah lain , tatkala umar mengemukan kepada rasulullah untuk minta idzin membunuh tokoh munafiq abdullah bin ubai bin salul yang tingkah lakunya sudah sangat meresahkan rasulullah dan kaum mukminin saat itu umar berkata :

: : 2584 )

: : 3518

Kata umar ya rasulullah biarkan aku untuk memengal lehernya, maka Rasulullah SAW menjawab : jangan ya umar , jangan sampai manusia membicarakan bahwa Muhammad telah membunuh para shahabatnya ( HR bukhari kitab munafiq bab: larangan berdoa untuk orang jahiliyyah hadist no : 3518 dan muslim : kitab : berbuat baik dan menyambung silaturrahmi dan adab bab : menolong saudara yang berbuat dhalim atau di dhalimi no : 2584 ) Dari hadist ini dapat kita pahami : bahwasanya Rasulullah tidak ingin timbulnya fitnah , dengan sebab membunuh tokoh munafiq ini karena tokoh ini memiliki pengaruh dan pengikut dikaumnya dan saat itu sebagian besar umatnya adalah baru saja masuk islam , padahal kalo kita lihat banyak dosa & penghianatan kepada Rasulullah , menfitnah aisyah ( hadist ifki ), membuat masjid dhiror, mengatakan rasulullah orang yang rakus & orang yang hina ( bisa lihat QS al munafiqun ) dsb, namun demi maslahat secara umum Rasulullah SAW melarang umar untuk membunuh tokoh munafiq ini. 3. tatkala ada orang arab badui masuk kemasjid dan kencing didalamnya, pada saat itu para shohabat ingin mencegahnya namun rasulullah melarangnya, beliau bersabda : ( .... :284,285 ) : 6025

Kata Rasululah : biarkan saja, dan beliau memerintahkan untuk menyiramnya dengan air , maka para shohabat menyirmanya dengan air ( HR bukhari kitab adab , bab lemah lembut dalam segala hal hadist no : 6025 dan muslim kitab : thoharah bab wajibnya mencuci air kencing dan najis yang lain jika didapati dalam masjid no : 284&285 ) Dari peristiwa ini mudharat yang di cegah oleh rasulullah SAW diantaranya : 1. jika dibiarkan para shahabat mencegahnya maka akan terbukalah aura orang badui ini sehingga akan banyak orang melihatnya. 2. jika dicegah munkin akan menyebar air kencingnya ke mana-mana. 3. jika dicegah maka akan terputus air kencingnya dengan terpaksa dan ini bisa menimbulkan penyakit bagi orang badui tersebut dan Rasulullah tidak ingin terjadi itu semuanya Inilah diatara manfaat dan faedah dari lemah lembutnya Rasulullah SAW kepada orang yang jahil dan bodoh. Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10)

KAIDAH KETIGA :

( FA IDHA TAZAKHAMA ADADUL MASHALIKHI YUQODDAMUL A'LA MINAL MASHOLIKHI ) artinya : jika dalam suatu masalah bertabrakan antara manfaat satu dengan yang lainnya maka di dahulukan &

diambil manfaat yang paling besar / tinggi

: ( : 55) -: { (17) -{ }( } : 17-18) . Qaidah ini disebut " tazakhumul masholeh " ( bertabrakan beberapa maslahat/ keutamaan ) dan yang dimaksud dengan qaidah ini adalah: :jika seorang tidak bisa memilih salah satu dari 2 keutamaan / maslahat, kecuali dengan mengalahkan salah satu dari maslahat itu, maka apa yang harus dilakukan ? maka di sini pengarang ( as syeikh abdur rahman as sa'di) menyebutkan : harus mengutamakan maslahat / keutamaan yang lebih besar walaupun harus meningalkan maslahat / keutamaan yang lebih kecil, dan qaidah ini dalam syari'at islam bersumber dari ayat al qur'an dan hadist rasulullah SAW diantaranya : 1. firman allah dalam QS az zumar: 55:. Dan ikutilah sebaik-baik apa yang Telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu[ alqur'an ] 2. firman allah QS al zumar : 17-18 :sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku, 18. Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaran mereka. Maka yang paling baik dikembalikan kepada ucapan ini, jika bertabrakan antara manfaat/ keutamaan yang didalamnya untuk mendapatkan hukum dari hukum-hukun syariat maka kami mengikuti yang palin baik.

: : : .

Jika manusia mau memperhatikan hukum-hukum syariat maka akan mendapati maslahat yang banyak jenisnya : ada maslahat yang sudah ditentukan dan merupakan kewajiban seperti : sholat wajib, kadang mendapati maslahat yang disukai dan di sunnahkan, seperti sholat-sholat sunnah, kadang maslahat yang di syari'atkan yang harus ada di masyarakat walaupun tidak semunya mengerjakan seperti misal : sholat jenazah, memandikan mayit, dan kadang juga ada maslahat yang harus dikerjakan oleh semua angota masyarakat. : Dan maslalat-maslahat ini diantaranya maslahat yang mu'tabar ( diakui & dikenal ) dalam syariat dan telah di tentukan hukumnya, dan ulama' menbagi maslahat ini menjadi 3 bagian : : . Pertama:maslahatul mutabaroh (maslahat yang sudah terkenal ) dan dia adalah yang telah di akui oleh syari'at kemaslahatannya, baik dengan dalil alqur'an ataupun sunnah, ataupun ijma & qiyas. ( seperti contoh-contoh diatas ) :

Kedua : maslahatul mulqoh (maslahat yang gugur), dia dia maknanya: yang bertabrakan dengan dalil, seperti misal, orang yang melangar sumpahnya sedang dia tidak bisa menebus kafarahya kecuali dengan puasa, karena tidak mampu memberi makan fakir dan miskin atau memberikan penghidupan & pakaian, maka jika dikatakan kepada orang ini : wajib bagi kamu puasa 3 hari karena tidak bisa menjaga sumpahnya kecuali dengan puasa, akan tetapi maslahat ini digugurkan oleh syari'at, karena dalam syari'at kafarah bagi yang melangar sumpah, harus memberi makan fakir dan miskin atau memberikan kehidupan & pakaian atau membebaskan budak, namun jika tidak di dapati dan tidak mampu maka sebagia gantinya adalah puasa. : . : : . Tiga : masholihil mursalah yaitu : maslahat yang tidak didapati dalilnya, baik pengugurannya atau penetapanya, dan telah berselisih sebagian ulama' dalam menjadikan dalil& hujjah maslahat ini , ada sebagian yang menjadikan nya dalil dan ada sebagian yang menolaknya, dan telah berpendapat as syeikhul islam ibnu taimiyyah dan ibnu qayyim, (semoga allah meroahmati mereka berdua) : bahwasanya tidak munkin ada maslahat mursalah, karena semua maslahat itu sudah pasti mu'tabar ( di kenal dan ditetapkan syari'at ) ,jika ada sebagian yang menganggap itu maslahat mursalah maka tidak lepas dari dua hal : 1.munkin hal itu mafsadah ( mudharat & bahaya ) bukan maslahat ( manfaat & faedah ) 2.sudah ada dalil penetapannya oleh syari'at namun tersembunyi ( samar ) bagi sebagian faqih ( orang yang mengerti fiqh ) dan pendapat ini sangat kuat , karena menetapkan bahwasanya syari'at islam sudah paripurna dan sempurna, jika kita memperhatikan dalil-dalil syar'iyyah maka akan kita dapati bahwasanya syari'at ini mencapuk keumuman maslahat bagi manusia, dan seseorang itu tidak membutuhkan qiyas kecuali hanya pada hal-hal yang amat sedikit sekali yang munkin kurang adanya dalil-dalil dalam hal-hal ( kejadian ) tersebut. CONTOH PENERAPAN QAIDAH INI : . :

:"

".

Mencari ilmu syar'iyyah lebih utama dari pada sholat sunnah, karena mencari ilmu selain bermanfaat bagi dirinya juga bermanfaat bagi orang lain, berbeda dengan sholat sunnah manfaatnya untuk diri sendiri, maka dari sini mengerjakan hal yang wajib lebih diutamakan dari pada hal yang sunnah, sebagaimana dikatakan dalam hadist bukhari : "sesunggunya dekatnya seorang hamba kepadaku semisal apa-apa yang telah aku wajibkan atas mereka" artinya semakin banyak seorang hamba mengerjakan kewajiban akan semakin dekat dengan allah dan rasululnya, ..

Dari sini maka : jika dia masuk masjid sedang sholat wajib sudah di tegakkan maka mendahulukan sholat wajib tersebut dari pada sholat tahiyatul masjid, atau sunnah yang lainya ( seperti 2 rakaat sebelum subuh) dan semisalnya. : . : . Maka dari qaidah tarjih antara bebera maslahat (keutamaan ) mereka ( ulama ) berkata: sesunggunya maslahat yang khusus di dahulukan dari pada maslahat yang umum dalam tempat-tempat yang tertentu, dan mengerjakan maslahat yang umum jika tidak pada tempat yang tertentu dan khusus, misalnya : membaca alqur'an , mereka berkata : dan ini termasuk maslahat & keutamaan , dan alqur'an merupakan dzikir paling utama, akan tetapi jika di tempat & waktu tertentu lebih diuatamakan dzikir khusus misalnya : dzikir sholat , ( setelah sholat wajib ), dzikir & doa pagi dan petang ( jika telah tiba waktunya ) maka ini maknanya mendahulukan dzikir khusus di tempat yang khusus, sedang alqur'an bisa dibaca dialin waktu dan kapanpun., misal lainya, mengikuti & menjawab adhan, doa setelah adhan lebih diutamakan dapi pada membaca alqur'an karena waktunya yang khusus & tertentu. Misal yang lain: Dalam masalah yang wajib : seseorang memiliki hutang puasa ramadhan 3 hari sedang dia juga memiliku hutang puasa nadhar sedang waktu nya sudah mendekati bulan ramdhan sedang keduanya sama-sama wajib mana yang diuatamakan ? melihat keutamaan yang yang agung dan besar maka lebih diutamakan untuk mengerjakan puasa ramadhan. Contoh dalam hal yang sunnah : seseorang masuk masjid dan dia ingin mengerjakan sholat sunnah tahiyatal masjid dan sunnah qobliyah ( rowatib ) sedang waktunya sudah mepet dan tinggal sedikit karena imam sudah ada sedang mngerjakan sholat sunnah juga mana yang di diutamakan ? para ulama: mengatakan diutamakan dahulu tahiyatal masjid karena sunnah muakad bahkan sebagian ahlul ilmi ada yang mengatakan wajib. Misal dalam alqur'an al : :271. Jika kamu menampakkan sedekah(mu)[1], Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya[2] dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. ( al baqoroh : 271 -273 ) [1] menampakkan sedekah dengan tujuan supaya dicontoh orang lain. [2] menyembunyikan sedekah itu lebih baik dari menampakkannya, Karena menampakkan itu dapat menimbulkan riya pada diri si pemberi dan dapat pula menyakitkan hati orang yang diberi. Dari ayat ini dapat kita ketahui bahwasanya : bersedekah dengan sirr ( sembunyi ) lebih utama dan didahulukan dari pada sedekah denagn jahr ( terang-terangan ) Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan). : :

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10)

KAIDAH KEEMPAT

WADHIDDUHU TAZAKUMUL MAFASIDDI FARTAKABU ADNA MINAL MAFASIDI ARTINYA: adapun lawannya jika bertabrakan antara mudharat satu dengan yang lainya maka diambil mudharat yang paling kecil dan ringan

-: {

}(

: 173)

Adapun lawan dari kaidah yang sebelumnya adalah " tazakumul mafsid " ( bertabrakan antara mudharat satu dengan yang lainnya ) dimana seseorang tidak mampu meningalkan dua mudharat & mafsadah ( bahaya) secara bersamaan yang dia mampu adalah meninglakan yang satu tetapi tidka bisa lepas dari bahaya yang lainnya, maka jika menghadapi kondisi yang demikian itu : dia harus memilih bahaya yang lebih kecil & ringan untuk mencegah bahaya & mafsadah yang lebih besar,. Adapun dalil dari qaidah ini adalah firman allah ta'ala : { }( : 173)

Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( al baqorah : 173 ) : : . Dari ayat ini diketahui adanya dua bahaya, yaitu bahaya bagi diri sendiri ( jika tidak makan dia akan mati ) , dan bahaya kedua memakan bangkai yang haram , maka jalan keluat dari 2 bahaya itu adalah memilih bahaya yang lebih ringan yaitu memakan bangkai. :

"

":

:" :

" : .

Sebagaiaman masholeh ( mashatah & manfaat ) itu terbagi menjadi berbagai macam ( lihat pembahasan sebelumnya ) maka begitu juga al mafasid ( muhdarat & bahaya ) ,dan makan ucapan dari qaidah kedua an dinu mabniyun " ala mashalihi fil jalbiha "artinya : untuk memndatangkannya dan beramal dengannya. Dan makna dari " ad dar'ii lil qobaikhi " : ad dar'ii maknanya menjauhkan & menhilangkan, sedang makna " al qobaikhi "adalah mafsadah atau bahaya, dan diantara macam-macam mafsadah & bahaya itu diantaranya : 1.mafsadah yang makruh, : 2. mafsadah yang haram , yang diantaranya bisa termasuk bahaya yang besar adapula yang kecil , dan perbedan ini bertingkat-tingkat tergantung keadanya.

Sebagaimana penjelasan diatas dalam pembagian mafsadah , maka kita tinggalkan mafsadah yang haram walupun kecil dan kita memilih mafsadah yang makruh, dan kita meningalkan mafsadah muhararomah yang besar walupun harus mengerjakan mafsadah muharromah yang kecil, jika tidak ada pilihan lagi dan tidak munkin bagi kita meninggalkan semuanya.

: . Dan begitu juga ada mafsadah & bahaya yang kadang berhubungan dengan orang lain, dan berhubungan dengan diri sendiri, maka jika dalam hal seperti ini, kita harus memilih mafsadah yang berhubungan dengan diri sendiri jika tidak mungkin meningalkan keduanya, misalnya : Jika ada seseoarang yang sangat membutuhkan kepada makanan dan tidak mendapati kecuali bangkai atau binatang yang haram serta makanan yang halal tetapi milik orang lain yang sama keaadannya dengan dia ( sangat membutuhkan makannan ) , maka jika dia makan makanan yang halal milik orang lain tersebut yang bisa menyebabkan bahaya orang lain , sedang jika kita makan bangkai tersebut tidak membahayakan orang lain maka kita harus memilih memakan bangkai yang hanya berhubungan dengan diri sendiri bukan orang lain. . Missal yang lainnya : Jika dikatakan kepada seseorang bunuh orang lain jika tidak kami akan membunuhmu, maka di sana ada dua mudharat dan bahaya, yaitu : terbunuh jiwanya dan terbunuh orang, maka mafsadah yang kita ambil adalah mafsadah yang berhubungan dengan diri sendiri, dan kita siap dibunuh demi untuk menhilangkan bahaya yang lebih besar yang berhubungan dengan orang lain. CONTOH DARI HADIST : Sebagaimana di ceritakan tentang keinginan umar untuk membunuh Abdullah bin ubai bin salul, di sana ada 2 mudharat yaitu : Abdullah bin salul yang suka mencela & menhina islam dan yang kedua jiak di bunuh akan menimbulkan fitnah dan manusia akan mengira bahwasanya rasulullah telah membunuh para shohabatnya. Maka tidak membunuhnya lebih di utamakan oleh rasulullah demi maslahat yang lebih uatama dan ,memilih mafsadah yang lebih kecil. Contoh lain : Jika dikatakan munimlah khomer ( minuman keras ) kalo tidak aku akn bunuh kamu ? di sana ada dua mudharat yaitu minum khomer yang haram dan di bunuh jika tidak mau minum , maka kita memilih untuk minum khamer demi menolak bahaya yang lebih besar yaitu keselamata jiwa kita terancam :

WADHIDDUHU TAZAKUMUL MAFASIDDI FARTAKABU ADNA MINAL MAFASIDI : " . : -" :

Dan dari qaidah ini ada qaidah lain yang berhubungan dengan qaidah ini yang di katakan oleh jumhur ahli usul yaitu : " DAR UL MAFASIDI MUQODAMUN 'ALA JALBIL MASHOLIHI " menolak mudharat lebih di utamkan dari pada mengambil faedah, karena perhatian pembuat syari'at kepada perkara yang dilarang lebih besar dari perhatiannya kepada hal-hal yang di perintahkan , dan mereka berdalil dengan hadist rasulullah SAW: " jika aku perintahkan dengan suatu perkara maka kerjakanlah semampu kalian, sedang jika aku larang dari sesuatu maka jauhilah, dari hadist ini dapat kita pahami : dalam masalah larangan : Rasulullah SAW memerintahkan untuk menjauhi dan meninggalkan larangan itu secara menyeluruh ( semuanya ) sedang dalam masalah perintah dalam melaksanakanya tergantung kemampuan. : . Akan tetapi Syikhul Islam Ibnu Taimiyyah berpendapat dengan pendapat yang lain beliau berkata : sesunggunya perhatian pembuat syari'at dengan perkara perintah lebih besar dari pada masalah larangan, dan beliau berdalil dengan dalil dari berbagai segi, namun pendapat jumhur dalam masalah ini lebih kuat dari pendapat as syikhul islam, dan harap diketahui penerapan qaidah ini jika antara mafsadah dan maslahat dalam kadar yang sama.Sebagaimana dikatakan oleh as syeikh sholeh al usaimin dalam kitabnya mandhumatul qowaid : -

Wama'a tusaawi dhorarun wa manfa'uhu yakunu mamnu'an li dar il mafasidi ( dan jika kadar mudharat dan manfaatnya sama maka kita cegah ( untuk mengambil manfaat ) demi menolak mudharat ( bahaya ) :" . Dan mereka mengambil contoh yang banyak sekali, diantaranya hadist Rasulullah dalam masalah wudhu : "hendaknya kalian bersungguh-sungguh dalam istinsak (memasukkan / menghirup AIR ) kedalam hidung kecuali kalian dalam keadaan puasa" sebagaimana dalam kitab sunan, mereka berkata: dihadist ini ada mafsadah yang berhubungan puasa dan ada maslahat yang berhubungan menghirup air kedalam hidung dalam wudhu, maka mencegah mudharat lebih diutamakan dari pada mengambil manfaat, yaitu meninggalkan intinsak ( menghirup air) lebih diuatamakan karena bisa merusak/membatalkan puasa. " :

. Adapun jika maslahatnya lebih besar dari mafsadahya maka kita utamakan maslahat dari pada mafsadah, contohnya adalah : orang yang sakit yang tidak bisa berwudhu atau tidak bisa mengunakan air dan debu, disini ada mafsadah , yaitu sholat tanpa bersuci ( wudhu ) dan disana ada maslahat yaitu sholat, maka mana yang diutamakan ? jawabnya adalah : mengutamakan sholat dari mafsadah tersebut, yaitu sholat walaupun tanpa bersuci dan berwudhu. . .

Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10) Reply With Quote Contoh lainya adalah : mendengar dan taat kepada pemimpin (pemerintahan) yang fajir & dhalim, sesungguhnya mendengar dan ta'at ada mafsadah yaitu membiarkan dan mendiamkan mereka untuk berbuat dhalim, dan juga ada maslahat yaitu menjaga keutuhan jama'ah dan ketenangan masyarakat, maka maslahat ini lebih besar dari pada mudharatnya, maka kita utamakan maslahat ini ( yaitu menjadikan masyarakat tenang ) maka kita mendengar dan ta'at kepada pemimpin yang dhalim walaupun dalam keadaan seperti ini kita mendiamkan orang yang berbuta dhalim, karena mafsadah ini lebih kecil yang dimaafkan dan dibanding maslahat yang lebih besar jika kita taat kepada pemimpin / pemerintahan. dan ini sesui dengan perintah ALLAH & Rasulullah SAW diantaranya SBB:

Hai orang-orang yang beriman, ta atilah Allah dan Ta atilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kalian. (QS. An Nisa : 59)

Dari sahabat Ibnu Umar rodiallahu anhu dari Nabi shollallahu alaihi wa sallam Wajib atas setiap orang muslim untuk mendengar dan menta ati, baik dalam hal yang ia suka atau yang ia benci, kecuali kalau ia diperintahkan dengan kemaksiatan, maka tidak boleh mendengar dan menta ati. (Bukhari dan Muslim) : :

Akan ada setelahku para penguasa yang tidak melakukan petunjuk-petunjukku dan tidak melakukan sunnahsunnahku. Dan akan ada diantara mereka orang-orang yang hati-hati mereka adalah hati-hati syaitan yang terdapat di jasad manusia . Aku (Hudzaifah) berkata, Bagaimana aku harus bersikap jika aku mengalami hal seperti ini? Rasulullah bersabda, Engkau tetap harus setia mendengar dan taat kepada pemimpin meskipun ia memukul punggungmu atau mengambil hartamu, maka tetaplah untuk setia mendengar dan taat! (Riwayat Muslim) Ibnu Hajar berkata: Meskipun ia memukul punggungmu dan memakan hartamu , perilaku ini banyak terjadi di masa pemerintahan Al-Hajjaaj dan yang semisalnya. (Fathul Bari 13/36) sampai-sampai khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah berkata:

Seandainya seluruh umat berlomba-lomba dengan orang yang paling keji dari mereka, kemudian setiap umat mendatangkan orang yang paling keji dari mereka dan kita mendatangkan Al Hajjaj, niscaya kita dapat mengalahkan mereka.

) ( ).

Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan merekapun membenci kalian, kalian melaknati mereka dan merekapun melaknati kalian. Dikatakan kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, apakah tidak (sebaiknya tatkala itu) kita melawan mereka dengan pedang? Rasulullah berkata, Tidak, selama mereka masih menegakkan sholat di tengah-tengah kalian. Dan jika kalian melihat sesuatu yang kalian benci dari para pemimpin kalian, maka bencilah amalannya dan janganlah kalian mencabut tangan kalian dari ketaatan kepadanya. (Riwayat Muslim) Pada hadits lain Beliau shollallahu alaihi wa sallam bersabda:

Barangsiapa yang melihat sesuatu dari pemimpinnya yang ia benci, maka hendaknya ia bersabar, karena barangsiapa yang memisahkan diri dari jama ah sejauh sejengkal, kemudian ia mati maka kematiannya bagaikan kematian jahiliyah. (Muttafaqun alaih)

Barangsiapa yang memisahkan diri dari jama ah sejengkal maka seakan-akan ia telah melepaskan kekang Islam dari lehernya (Fathul Bari 13/7). Ibnu Taimiyyah berkata: Dan merupakan ilmu dan keadilan yang diperintahkan untuk dilaksanakan adalah bersabar atas kedzoliman para penguasa dan kelaliman mereka, sebagaimana hal ini merupakan prinsip dasar Ahlus Sunnah wal Jamaa ah. (Majmuu Fataawaa 28/179) Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10)

KAIDAH KE LIMA

WAMIN QOWAI'IDIS SARI'ATIT TAISIRU FI KULLI AMRIN NAABAHU TA'SIR Artinya : dan termasuk qaidah syari'ah adalah mudah dalam setiap perkara sebagai ganti dari kesulitan ( kesusahan ) :" " : : ": " : ": . :"

Dari kalimat ini : wamin qowa'idis sarii'ati at taisir" yang dimaksud at taisiru : diambil dari kata al yusru maknanya adalah: mudah & lembut,dan kalimat ini : fi kulli amrin nabahu taksir" nabahu artinya adalah : ganti darinya, mendapatkannya, adapun makna "at ta'sir " diambil dari kata al 'usru manknanya : keras/susah dan tidak lembut, adapun yang dimaksud dari qaidah ini adalah : sesunggunya termasuk hikmad dan kasih sayang ALLAH kepada para

hambaNya adalah jika mereka mendapatkan kesulitan dan kesusahan maka sesungguhnya syaria'at islam mempermudah dan memberikan keringanan bagi mereka. -: { :{ }( -: { (5) : 185) (28) } ( . Dalil dari qaidah ini banyak sekali diantaranya firman ALLAH : { (5) (6) } ( : 5-6) (6) } ( : 28) : 5-6)

1. 5. Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. ( qs : alam nasrok : 5-6 ) {185 : }( 2. 185. . Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu ( al baqorah : 185 ) { (28) } ( : 28)

3. dan sungguh Allah banyak sekali menghubungkan dalam hukumnya keringanan dan kemudahan bagi hambanya sebagaiamana dalam firmannya : Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. ( an nisa: 28 ) dan telah menunjukkan yang demikian itu dalam penetapan hukum-hukum syari'at dan itu semua karena keutamaan allah yaitu bersama kesusahan itu ada kemudahan dan itu semua demi kemaslahatan makluqnya. Kaidah ini dibatasi oleh kalimat : "Selama tidak mengandung dosa". Kemudahan yang dimaksud dalam Islam bukanlah kemudahan yang bersifat pilihan pribadi. Dan kemudahan di sini tidak berkorelasi dengan "enak". Kemudahan ini tetap dalam koridornya berdasarkan dalil yang sah. 1. Islam memerintahkan berpuasa. Islam memberi "kemudahan" bagi orang yang sakit untuk tidak berpuasa dan mengqadlanya di hari lain. 2. Islam mewajibkan shalat. Hukum asal shalat adalah dikerjakan sambil berdiri. Namun bagi orang yang tidak mampu melaksanakannya, ia diberi "kemudahan" untuk mengerjakannya sambil duduk, dan seterusnya. 3. Tidak diragukan lagi bahwa berjalan menuju ke masjid adalah lebih utama daripada naik kendaraan. Namun jika jarak masjid jauh - misalnya - , apakah keutamaan jalan ini juga bersifat mutlak ? Tidak. Jika ia berjalan, tentu akan menimbulkan kepayahan sementara ia punya kendaraan. Maka, ia tetap diberikan keutamaan dengan "kemudahan" yang diberikan Islam untuk berkendaraan menuju masjid.

Kaidah ini tidak cocok diterapkan dalam kasus berikut :contoh 1. Ada makanan haram di sisinya, yang pada waktu itu ia berada dalam keadaan sangat lapar. Sedangkan makanan halal letaknya agak jauh, namun ia masih bisa menjangkaunya. Maka, ia tidak diperbolehkan mengambil makanan yang haram tersebut selagi ia masih bisa menahan laparnya dan menjangkau makanan halal dimaksud. 2. Ada 2 khilaf ulama tentang masalah wali dalam nikah. Satu pendapat (ini pendapat jumhur) menyebutkan bahwa tidak sah menikah kecuali dengan wali. Pendapat lain mengatakan bahwa sah menikah tanpa wali. Satu ketika seseorang hendak menikah dimana wali-wali nikah yang berhak menikahkan berhalangan. Ia tidak boleh

memilih pendapat kedua (nikah tanpa wali) hanya berdasarkan mengikuti "kemudahan". Ia tetap harus menikah dengan wali (walaupun dengan wali hakim), karena hal ini berdasarkan perkataan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam : Laa nikaahan illaa bi waliyyin "Tidak ada nikah kecuali dengan wali". 3. Begitu juga dengan khilaf-khilaf yang lain. Ia tidak boleh memilih hanya berdasarkan prinsip "kemudahan". Beda antara kata "sahl" (mudah) dan "tasahhul" (bermudah-mudah/menggampangkan). Ia tetap harus mendasari semua perkataan dan perbuatannya dengan dalil. Jika ada khilaf, maka ia tetap harus memilih pendapat yang paling rajih (kuat), walaupun mungkin pendapat itu menimbulkan "kesulitan" padanya. Wallaahu a'lam. Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10) : : Dan para ulama lainya mengetengahkan qaidah ini dengan siyak yang berbeda dengan apa yang di ketengahkan mualif disini ( as syeikh as sa'diy) mengatakan : kesulitan sebab dari kemudahan ( at ta'siru sababun lil taisir) sedang ulama' lainya mengatakan dengan lafadh : kesusahan mendatangkan kemudahan ( al masaqqotu tajlibu at taisir ) namun lafadh dari mualif lebih tepat dari pada lafadhnya para fuqoha, As syeikh abu huamid abdullah al falasi mengatakan dalam ringkasanya dari kitab qowaidul fiqhiyyahnya as syeikh sholeh al usaimin dalam qaidah kelima dengan teks : Kulamaa wajadatil masaqotu wajada at taisuru Dimana jika didapati kesulitan maka akan didapati kemudahan : }( : 196) -: { -

:(

) .

Maka apa saja yang di kategorikan " kesulitan itu bisa mendatangkan kemudahan " diantaranya adalah sbb : 1. orang yang sakit sebagaiman firman ALLAH dalam memberikan keringanan kepada orang yang sakit di waktu haji { }( : 196)

jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. al baqorah : 196 ) Dalam ayat ini allah memberikan keringanan hukum dengan firmannya ( ) namun tidak mutlaq semua sakit, allah tidak mengatakan "man kana bihi mardhon" ( barang siapa yang merasa sakit ) ,maka menunjukkan ayat ini sakit yang dimaksud adalah sakit tertentu, maka yang dimaksudkan dari ayat ini yang termasuk hikmah allah dalam menentukan hukum adalah : jika orang yang sakit tersebut mengerjakan perintah kemudian menyebabkan sakitnya bertambah parah atau menghalangi kesembuhannya, maka syariat memberikan keringanan di saat seperti itu.

: . Contoh lainya adalah: orang yang sakit dalam keadaan puasa jika menyebabkan terhambatnya kesembuhanya atau karena puasa bisa menjadi parah sakitnya maka boleh baginya untuk berbuka ( membatalkan puasanya dan menganti dilain hari ), adapun jika tidak dalam keadan seperti itu maka tidak boleh baginya membatalkan puasanya, walaupun dalam keadaan sakit, contohnya , sakit gigi atau sedikit pusing jika dengan menjalankan puasa tidak menyebabkan sakitnya menjadi parah dan menghambat kesembuhannya maka tidak boleh baginya membatalkan puasanya. . : : : :{ }( : 80) :" " . -{ }( : 184) . 2. dan salah satu sebab kemudahan dan keringanan dalam syariat adalah orang yang bepergian jauh ( safar) , namun ulama' berselisih pendapat jarak nya berapa bisa dikatakan safar ( bepergian jauh ) , sebagian mereka mengatakan : batasannya tidak kurang dari 80 km, sebagian lagi berkata : batasanya perjalanan sehari , dan pendapat ini munkin yang lebih kuat, karena allah mengatakan : :{ }( : 80 80. di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim ( an nahl : 80 ) karena syari'at itu datang dengan dalil yang mensifati safar ( bepergian jauh ) dengan makna sehari, sebagaiman dikatakan dalam hadist : " jangan lah seorang perempaun itu safar ( bepergian ) sehari kecuali dengan mahramnya" dan tidak dikatakan yang lebih sedikit dari batasan waktu itu ( sehari ) Adapun pendapat yang ketiga dalam menentukan batasan safar ( bepergian jauh ) yaitu : hendaknya dikembalikan kepengertian umumnya masyarakat, ( al urfi), maka jika umumnya pemahaman ahlul urfi menyatakan hal itu sudah dikatakan safar maka kita sebut safar, jika tidak maka tidak termasuk dikatakan safar dan belum mendapatkan keringanan. Adapun dalil safar ( bepergian jauh ) mendapatkan keringanan dalam syari'at adalah firman allah : { }( : 184) . 184.. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. ... . Dan sebab lainya dalam mendapatkan keringanan dalam syari'at adalah " an naqs"( kurang sempurna ) maka orang gila mendapatkan keringanan dalam hukum syari'at, begitu juga orang yang sakit, orang yang haid gugur darinya kewajiban sholat dan thowaf wada' dsb. : : : . . :

Dan pembuat syari'at ( Allah & RasulNya ) dalam memberikan keringanan & kemudahan dengan menempuh berbagai manhaj:

1. kadang keringan itu mengugurkan kewajiban, misal : gugurnya kewajiban sholat bagi wanita haid 2. kadang meringankan hal yang wajib, misal : sholatnya orang safar ( boleh dijama' dan di qosor ) , orang yang sakit dan tidak mampu berdiri boleh sholat dengan duduk ataupun berbaring. 3. kadang keringanan itu menganti kewajiban dengan yang lainya, misal: tayamun mengantikan wudhu jika tidak ada air & bagi yang punya udhur ( seperti sakit ). 4. kadang keringan itu bolehnya mendahulukan kewajiban dalam menunaikannya misal : bolehnya mempercepat membayar zakat, dan mendahulukan sholat berjama'ah jika sudah berkumpul. 5. kadang keringan itu bolehnya mengakhirkan suatu kewajiban misal :mengakhirkan sholat berjama'ah jika belum berkumpul jama'ahnya., maka itu semua adalah berhubungan dengan qaidah ini. Dan contoh dari qaidah yang agung ini sangat banyak sekali untuk di kemukakan disini, namun ana cukupkan itu saja Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10)

KAIDAH KE ENAM

WALAISA WAJIBUN BILAA IQTIDARIN WALAA MUHAROMUN MA'AADH DHOROR. ARTINYA: tidak menjadi kewajiban jika tidak mampu mengerjakan dan tidak ada keharaman dalam keadaan darurat ( bahaya ) : : : } (: . Bait ini mengandung dua qaidah yaitu : Qaidah pertama : anal waajibaat tasqutu ma'a 'adamil qudroh, artinya : sesunggunya suatu kewajban menjadi gugur jika tidak ada kemampuan untuk menjalanknnya, sedang maksud al qudrah adalah kemampuan. Jadi maksud dari qaidah ini adalah : barang siapa yang tidak ada kemampuan baginya untuk menjalankan danmelaksanakan salah satu amalan wajib dari kewajiban agama maka gugurlah hukum wajib tersebut. dalilnya adalah firman ALLAH SWT : { } (: 16) : 16) : -" : -{ ".

16. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu ( at taqobun: 16 ) Juga hadist rasulullah SAW "

Jika aku perintahkan dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian. ( HR bukhari no :7288 & muslim no : 1337 ) Adapun macam-macam al qudrah ( kemampuan) disini berbeda-beda tergantung jenis dari kewajiban tersebut, diantara hal yang wajib kadang berhubungan dengan 1.badan, yaitu tidak ada kemampuan ( 'adamul qudrah ) angota badan yang berhubungan dengan kewajiban tersebut, contoh : mencuci tangan tatkala berwudhu padahal orang tersebut tidak memiliki tangan ( putus tangannya ), maka dalam keadaan seperti itu orang tersebut tidak ada kemampuan untuk mencuci tangan, maka gugurlah kewajiban mencuci tangan baginya 2. kadang tidak ada kemampuan juga berhubungan dengan perbuatan ( fiil ) ibadah, misal : orang yang lumpuh / duduk di kursi roda maka tidak ada kemampuan baginya untuk berdiri ( dalam sholat ataupun ibadah lainnya: misal thowah, sa'ii dsb ) maka gugurlah kewajiban berdiri baginya. : : : . 3.Dan kewajiban yang berhubungan dengan harta ( wajibaatul maaliyyah ) kadang gugur darinya karena tidak memiliki kemampuan untuk mengunakan harta yang cukup, misal : tidak memiliki perbekalan dan biaya untuk bepergian ibadah hajji maka gugurlah kewajiban hajji. 4.Dan ada juga kewajiban yang berhubungan dengan ucapan/perkataan, ( wajibaatul qauliyyah ) misal : bacaan dalam sholat, maka gugurlah kewajiban itu dari orang yang bisu yang tidak bisa berbicara. Dan kewajiban ini terbagi menjadi 2 macam : 1. kewajiban yang ada ganti dari kewajiban tersebut jika tidak ada kemampuan untuk mengerjakannya dengan angota badan misal : wudhu gantinya adalah : tayamum, orang tua yang tidak mampu berpuasa : gantinya memberi makan tiap hari satu orang faqir miskin, dsb 2. kewajiban yang tidak ada ganti dari kewajiabn tersebut jika tidak ada kemampuan untuk melaksanakannya, misal : kewajiban haji gugur dari orang yang tidak ada kemampuan untuk melaksanakanya, atau jihad ( berperang melawan orang kafir ) gugur dari orang yang tidak ada kemampuan untuk menegakkannya misal bagi orang yang sakit parah, tua renta, lumpuh, buta dsb. : : :

Jika kita sudah mengetahui hal diatas , sekarang ada pertanyaan apakah lemah ( tidak mampu ) mengerjakan bagian dari suatu kewajiban meyebabkan gugurnya kewajiban tersebut secara mutlaq? qaidah ini yang penting dan perlu di garis bawahi : APAKAH LEMAH UNTUK MENGERJAKAN BAGAIN DARI SUATU KEWAJIBAN MENGGUGURKAN KEWAJIBAN TERSEBUT ? . Ini berbeda dengan jenis & macamnya kewajiban, karena hal yang wajib itu ada dua ,macam : : : . Yang pertama : ibadah wajib yang tidak bisa dipotong ( dibagi-bagi ) karena ibadah tersebut satu bagian yang sempurna, maka jika seorang hamba tidak mampu untuk mengerjakan sebagaiannya maka gugurlah kewajiban : :

tersebut. misalnya : batasan zakat fitrah adalah satu sha' (ukuran sekarang kira-kira 2,176 kg Dan kita bisa menggunakan tangan untuk menjadi takaran dengan cara kita penuhi kedua telapak tangan sebanyak empat kali. Karena satu mud sama dengan genggaman dua telapak tangan orang dewasa dan satu sha' sama dengan empat mud pent. ) jika dia tidak memiliki satu sha' maka gugurlah kewajiban tersebut. Dan para ulama mengatakan tentang qaidah ini : maa laa yataba'adu fakhtiaru ba'dhohu ka ikhtiyaru kuluhu artinya : apa saja dari ibadah yang tidak bisa di bagi & di potong sebagian maka memilih bagainnya merupakan pilihan semuanya. Atau mereka berkata : fasaqothu ba'dhuhu ka saqothu kuluhu artinya jika gugur sebagian saja maka gugur semuanya. : : . Jenis kewajiban yang kedua : ibadah wajib yang bisa di bagi-bagi ( di potong sebagian dalam artian : boleh mengerjakan sebgaian dan boleh meningalkan sebagian jika tidak mampu melaksanakannya secara sempurna) dan bagian satu tidak berkaitan dengan bagain yang lain maka jika tidak mampu untuk melaksanakanya sebagian tersebut maka tidak gugur sebagian kewajiban tersebut, misal : menutup seluruh aurat waktu sholat, maka jika kita tidak mampu menutup semua aurat dan terbuka sebagain, maka kita wajib menutup aurat yang kita mampu untuk menutupinya, dan para ulama mengungkapkan qaidah ini dengan : al maisuuru laa yasqutu bil ma'suuru artinya : hal yang mudah tidak membatalkan hal yang sulit secara mutlaq : : . Dan disana ada ibadah wajib yang terkandung didalamnya dua hal diatas : apakah dia satu bagian yang utuh atau dia itu bisa dibagi-bagi , di sini ada perselisihan diantara fuqoha' : contohnya : wudhu' , jika seseorang tidak mampu mencuci semua angota badan yang wajib di basuh, dan hanya mampu mencuci sebagian saja, apakan wajiba baginya uintuk mencuci amgota wudhu yang tersisa ? para fuqoha' berkata : apaka wudhu bisa dibagi & di potong sebebagain atau satu kwajiban yang utuh yang tidak bisa di bagi-bagi ? maka jika wudhu' merupakan ibadah yang bisa dibagi & di potong maka wajib bagianya mencuci angota badan yang dia mampu untuk mencucinya, dan meningalkan yang lain, namun jika tidk bisa di bagi maka tidak wajib baginya untuk mencuci dan mengantinya wudhu dengan tayamum. Wallahu a'lam. Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan). :

: .

Kaidah kedua yang terkandung dalam bait kaidah ke enam adalah : Laa muharromun ma'a ithdoror, artinya : tidak ada keharaman jika bersaman dengan darurat ( bahaya ) dan banyak dikalangan para fuqoha mengatakan dengan teks lainya : al dhororu tubihul mahdhuuroh " keadaan darurat menhalalkan hal yang haram " dan yang dimaskud ad dhoruruh disini adalah : apa-apa yang menyebabkan bahaya bagi hamba jika di tingalkan, dimana tidak ada lainnya yang menempati sebagai penganti , inilah yang dimaksud ad dhoruroh yang benar .

. :

Berbeda dengan makna al haajah ( kebutuhan /keperluan ) maka hajah / kebutuhan maknanya : apa saja yang bisa menyebabkan bahaya bagi seseorang jika meninggalkannya, akan tetapi ada yang lainnya yang bisa meenempatinya sebagai penganti. Misal dhoruroh : jika seseorang dalam keadaanya sangat genting dan lapar sekali dan tidak mendapati hal yang halal untuk dimakan kecuali bangkai padahal bangkai haram , j ika dia meninggalkan bangkai tersebut untuk tidak dimakan maka orang tersebut akan mendapatkan bahaya, dan tidak ada lagi selain bangkai sebagai pengantinya ( namaun jika ada makanan yang halal yang bisa dia capai & dapatkan maka dia harus mencari yang halal itu ) , maka dia mendapati bangaki tersebut sebagai dhoruroh, dan ini tidak mutlaq semuanya halal, namun ada muqoyyadnya yaitu : sesui kadar nya saja (tidak boleh berlebih lebihan, akan datang penjelasnya insya allah ) }( -: : 173) + :{

Adapun dalil dari qaidah ini (al makdhuroot tubahun bil doruroot / hal yang haram menjadi mubah jika dalam kondisi kritis, bahaya) adalah beberapa ayat diantaranya : 173 barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya ( al baqorah : 173 ) :{ }( : 119) Dan firmanya :119. Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu membutuhkanya ( al an'am :119 ) ..

: 119)

. .

Di ayat yang pertama hanya khusus berhubungan dengan masalah makanan, akan tetapi dalam ayat kedua ini thohirnya berupa umum Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu membutuhkanya ( al an'am :119 ) sedang misal dari qaidah ini adalah : memakan bangkai yang asalnya haram di halalkan jika dalam keadaan bahaya ( lapar sekali dan ngak ada penganti selain bangkai tersebut ) : . Namun dalam qaidah ini ada syarat yang harus kita perhatikan , dimana syarat ini sangat penting sekali karena sebagain manusia mengiginkan keringanan dari hukum syari'at dengan alasan qaidah ini dan tidak memperhatikan syarat-syaratnya : . . . .

Termasuk syarat dari qaidah ini adalah : Syarat pertama: hendaknya kondisi genting, gawat & bahaya tersebut bisa hilang dengan mengerjakan hal yang haram tersebut , jika tidak bisa hilang keadaan genting tersebut maka tidak boleh mengerjakan hal yang haram

tersebut, ahlul fiqh memberikan misal : orang yang sangat kehausan dan tidak mendapati air kecuali khomer ( minuman keras ) maka ini tidak boleh diambil untuk di minum karena khamer ( minuman keras ) tidak menhilangkan dahaga dan haus , bahkan akan membuat orang tersebut semakin kehausan dansemakin dahaga , maka hal yang haram disini malah justru menambah bahaya dan tidak bisa menhilangkan bahaya tersebut . : . . Syarat kedua : tidak ada jalan lain untuk menghilangakn kondisi gawat dan bahaya tersebut , namun jika ada jalan lain maka tidka boleh mengerjakan hal yang haram tersebut, misalnya : ada dokter laki laki dan dokter perempaun , sedang pasiennya adalah pasien perempuan maka kita mengunakan dokter perempuan untuk memeriksa tubuh pasen perempuan yang sakit tersebut, dan kita tidak boleh memilih dokter laki-laki untuk memeriksa pasien perempuan dikarenakan adanya dokter wanita yang siap. : . : . . . . : . :

Dan juga termasuk syarat dari qaidah ini adalah : hendaknya hal yang haram tersebut lebih sedikit dari dhorurah ( bahaya ) maka jika dhorurohnya ( bahayanya) lebih besar maka tidak boleh, misalnya : jika bahayanya adalah menghilangkan nyawa orang lain agar dirinya selamat sebagaimana dalam misal paksaan ( dalam qaidah ke empat ) disini dhorurah lebih sedikit dibanding hal yang diharamkan yaitu membunuh orang lain sedang dhorurohnya ( bahayanya ) ancaman manusia kepada dirinya akan dibunuh, dengan ucapan mereka : bunuh orang lain jika tidak maka kami akan membunuhmu, maka ini tidak boleh dituruti. . . . : . .

Dan perlu diperhatikan : jika hilang bahaya tersebut ( setelah melakukan hal yang dilarang) maka hilal lah hukum halal untuk melakukan hal yang dilarang tersebut, ( artinya tidak boleh menambah lebih banyak hal yang di haramkan) dan tidak boleh bagi manusia untuk menambah lebih banyak dalam melakukan hal yang dilarang tersebut, hanya sekedar hal yang bahaya tersebut bisa hilang. Dan ini akan di jelaskan oleh mualaif ( as syeikh as sa;di ) dalam qaidah berikutnya,dan jika hilang bahaya ( dhoruroh )nya maka tidak boleh melakukan hal yang di larang , untuk itu jika melihat air maka tayamumnya menjadi batal , dan ulama' mengatakan : ma jaaza li 'udrin bathola bizawalihi artinya: apa saja yang bisa menghilangkan udhur maka batallah dhorurah tersebut. __________________ Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10)

KAIDAH KE TUJUH

Wa kullu mahthurin ma'ad dhorurohi bi qodri maa tahtaajuhu ad dhorurotu Artinya setiap hal yang dilarang itu di bolehkan jika dalam kondisi yang darurat, tetapi sesui dengan kadar yang dibolehkan saja untuk menghilangkan darurat itu.

-{

}(

: 173) .

Bait qoidah ini merupakan salah satu syarat dari qaidah yang lalu ( ke enam bait kedua : ( maknanya adalah : tidak boleh mengambil hak yang diharamkan kecuali sesui kadar kebutuhan yang bisa menghilangkan kondisi darurat / bahaya tersebut,(dan tidak boleh lebih pent. ) sadapun dalilnya adalah firman ALLAH SWT dalam QS albaqoroh:173) { }( : 173)

173. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. ( al baqoroh : 173 ) dalam ayat ini ada syarat : tidak ada keinginan terhadapnya , dan tidak pula melampui batas, makan al udwan : terus menambah hinga melampui batas yang di wajibkan, maka barang siapa yang melampui batas tersebut maka dia mendapatkan dosa, dan inilah dalil dai qaidah ini. :" " . : : . : : . Adapun firmanya : " " para ulama mengambil dalil dari lafadh ini , bahwasannya keringanan berlaku jika ada maksiyat, misalnya; barang siapa yang bepergian jauh ( safar ) dalam rangka maksiyat, maka tidak boleh baginya mendapatkan keringanan sebagaimana keringanan dalam safar, seperti : tidak berpuasa, atau menjamak 2 sholat ataupun qosor (meringkas sholat 4 rakaat menajdi 2 ) , dan begitu juga keringana-keringana yang lainya, kecuali memang dalam keadaan dhoruroh dan terpaksa dan butuh akan kerinagan tersebut. Ada masalah lain yang berhubungan dengan kaidah darurat ini, yaitu : apakah kondisi darura membatalkan hak orang lainnya? Atau jika kondisinya darurat dan harus mengambil ( menhilangkan ) harta orang lain , apakah yang punya hak boleh menuntuk untuk menganti harta tersebut ? dalam maslah ini ada perinciannya. . :

1. apakah bahaya / kondisi darurat itu di timbulkan oleh hak milik orang lain atau bukan ? jika kondisi itu di timbulkan oleh hak milik orang lain maka, yang punya hak ngak boleh menuntutnya untuk menganti rugi hak yang hilang tersebut. Misalnya : seseorang tiba-tiba di serang onta ( sapi ) sampai membahayakan dirinya, maka orang tersebut melawannya hingga terbunuh onta/sapi tersebut karena membela diri ,

disini ada kondisi darurat ( membela diri ) ,maka apakah boleh sang pemilik onta/ sapi datang kepadanya dan mengatakan : berikan ganti rugi seharga onta/ sapi tersebut ?, maka kami ( para ulama) katakan : tidak ada hak bagi sang pemilik, kenapa, karena bahaya / kondisi gawat tersebut di timbulkan karena kelalailan sang pemilik, dia lupa menjaga hak miliknya, maka jika yang demikian ittu tidak ada garansi ( ganti rugi ) : . . : : . . . : . .

: . : .

2.adapun jika kondisi darurat ( bahaya ) tersebut tidak ditimbulkan karena hak miliknya ( berhubungan dengan ) orang lain maka wajib mengantinya jika mengambil ( menhilangkan hak milik tersebut ) misalnya: seseorang sangat kelaparan, dan dia tidak mendapati makanan apapun kecuali onta milik ( hak ) orang lain kemudian orang ini menyembelihnya dan memakanya,maka dalam kondisi darurat ( bahaya ) ini ada dan terjadi tanpa ada hubungannya dan bukan karena hak orang lain, maka sang pemilik onta boleh menuntut ganti rugi dari onta yang dimakan orang tersebut, maka para ulama mengambil kaidah dari hal ini : : ( al idhirar laa yubtilu haqol ghoiri ) kondisi bahaya tidak menhalalkan ( membatalkan ) hak orang lain , dengan catatan kondisi darurat ( bahaya ) tersebut timbul bukan disebabkan hak miliknya. Contoh lainnya yang lebih terperinci : para penumpang dalam kapal, membuang sebagian barang milik penumpang lain kelautan ,karena bisa menyebakan bahaya jika tidak membuangnya, masalahnya apakah orang yang membuang barang tersebut harus menganti barang tersebut apa tidak ? maka kita lihat sebabnya : jika dia membuangnya karean kelalain sang pemilik barang, misalnya orang tersebut tinggal dibawah barang tersebut di letakkan , dan sebagian barang tersebut sering menjatuhinya, dan bisa membahayakannya, terus dia membuangnya kelautan barang tersebut, maka bahaya tersebut timbul karena kelalaian sang pemilik barang maka , tidak wajib baginya menganti barang tersebut , namun jika kondisi bahaya tersebut bukan ditimbulkan dari hak ( barang ) oranga lain , misal kapal tersebut kelebihan barang dan muatan , dan bisa menyebabkab kapal tersebut tengelam sehingga pemilik / kapten kapal mengatakan : kita harus membuang sebagain barang kelaut, dan diambillah sebagian barang tersebut dan dibuang kelaut, maka apakah ada garansi ( ganti rugi ) barang tersebut, kita katakan : iya ada garansi, karena bahaya tersebut tidak ditimbulkan dari barang itu sendiri atau kelalaian pemilik barang namun timbul karena kelalaian semua orang dalam kapal, sehingga di katakan kepad semua yang ada di kapal : beri ganti rugi barang tersebut , dan di bagi rata setip penumpang hingga terkumpul seharga barang tersebut, tergantung jumlah danharganya. . -

. Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10)

KAIDAH KE DELAPAN

Wa turja'ul ahkamu lillyaqini falaa yuziilus sakku lillyaqini Dan dikembalikan hukum itu kepada yang diyakini dan keraguan tidaklah membatalkan keyakinan itu. Dalam bentuk yang lain dikatakan :

as aslu baqoo u maa kaana 'alaa maa kaana artinya : asal sesuatu perkara dihukumi asalnya, dikatakan dalam mulaqos qowaidul fiqhiyyahnya as syeikh sholeh al usaimin dalam qaidah ke 15 ( ruju'u lil asli ;indas shakk ) dikembalikan hukum sesuatu pada asalnya jika timbul keraguan didalamnya. misalnya : jika seseorang yakin dalam keadaan suci , kemudian timbul keraguan apakah batal atau belum , maka di kembalikan pada asalnya, yaitu suci , karena dia yaqin sebelumnya dalam kedaan suci. Misal lainnya ; jika seseorang sholat dhuhur dan sudah selesai ( sudah salam ) dan selang beberapa saat kemudian timbul keraguan apakah sholatnya sudah sempurna ( 4 rakaat ) atau kurang , maka dikembalikan asalnya bahwasannya sholatnya sudah sempurna. :" : . : " : . : . :

Perkataan mualif ( syeikh abdur rahman as sa'diy ) : " " dikembalikan hukum sesuatu pada keyakinan artinya: sesunggunya syariat itu diletakkan dan disandarkan hukum-hukumnya diatas keyakinan, sedang makna yakin dalam bahasa arab adalah : / zawaalus sha hilangnya keraguan, dan berkatas sebagain ulama' usul : sesungguhnya kata yakin dalam bahasa diambil dari kata : tenang/tetap dan diam, jika dikatakan : yaqonal ma'u artinya air tenang/diam , sedang yakin dalam tinjauan syar'ii adalah: : dan ketetapan ilmu didalamnya, : : . tumakninatul qolbi was tiqroorul ilmi fiihi, ketentraman dan ketenagan hati

. Sedang makna shak ( ragu) dalam tinjaun bahasa adalah : at tadaakhul saling masuk / kemasukan , disebut demikian karena keraguan jika masuk didalam hati timbul dua pilihan, yang menyebabkan tidak bisa mengambil salah satu yang benar diantara keduanya, sedang maknanya secara istilahi adalah : membolehkan dua perkara atau lebih , yang tidak bisa menimbang salah satu dari semuanya, maka menimbulkan dua pilihan/ keputusan atau lebih yang

tidak munkin mengambil salah satu yang benar diantara pilihan-pilihan tersebut. :" " : : } (. Adapun ucapan mualif disini : " " dikembalikan hukum kepada keyakinan: maknanya bahwasanya syari'at itu diletakkan hukum-hukumnya diatas dasar keyakinan, dan bukanlah maksud mualif disini, tidak digunakannya persangkaan yang kuat, karena syari'at kadang mengunakan persangkaan yang kuat di beberapa masalah, sebagaimana firmanya dalam QS : al baqoroh : 230 :230. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya ber-PRASANGKA ( berpendapat )akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Maka dalam ayat ini di bagun hukumnya diatas dasar prasangka yang kuat. maknanya: kemunkinan saja benar. . -" . " : 230) : -: { :

Dan misalnya juga sabda rasulullah SAW : aku tidak mengira bahwasanya fulan dan fulan mengetahui sedikitpun tentang agama kita. Sebagaimana dalam kitab shohih, maka disini disandarkan hukum pada persangkaan ( yang kuat ) dan ini adalah madhab jumhur ahlul ilmi, yaitu persangkaan yang kuat kadang di gunakan secara mutlaq. :" . ": .

Adapun maksud dari : : " ""keraguan tidak menghilangkan keyakinan, maknanya : sesunggunya keraguan jika timbul pada hati manusia sedang sebelumnya ada keyakinan dalam hatinya dan keraguan memutuskan keyakinan yang ada sebelumnya, maka janganlah menghiraukan keraguan tersebut, akan tetapi dikembalikan hukumnya pada keyakinan yang ada sebelumnya.

: : 36)

:{

-{ (28) } ( : 28)

}(

. Adapun dalil dari qaidah adalah beberapa nash syar'iyyah diantaranya : Dari alqur'an { }( : 36)

36. Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran ( QS yunus : 36 ) Serta firmanya : { (28) } ( : 28)

28. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang Sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran. ( QS an najm : 28 ) dari hadist

"

."

Dan di riwayatkan dalam kitab shohihain ( bukahri dan muslim ) : dari hadistnya abdullah bin zaid RA, sesungguhnya ada seorang laki-laki yang mengadu kepada rasulullah SAW bahwasanya dia mendapati sesuatu didalam sholatnya : maka Rasulullah saw bersabda: janganlah kamu berpaling ( membatalkan sholatnya) sampai mendapati bau ( kentut) atau mendengar suara ( kentut ) ( HR bukahri kitab wudhu bab: orang yang tidak berwudhu karena keraguan yang asalnya yakin, hadist no :137, 173 kitabul buyu' ( jual beli ) bab; tidak memperdulikankan rasa was-was dan subhat serta semisalnya no :2056 dan muslim kitab haid hadist no ; 361,362 )

".

:"

Dan diriwayatkan juga dalam kitab shohih sesungguhnya nabi SAW bersabda: jika salah seorang dari kalian ragu dalam sholatnya, dan dia tidak tahu sudah dapat tiga roka'at atau empat roka'at ,maka tinggalkan keraguan dan memilih yang yaqin dan pasti.

. Jika sudah jelas dan menetapkan dalam hal tersebut maka sesunguhnya kaidah ini adalah kaidah yang sangat penting dan masuk didalam semua pembahasab, bab-bab fiqh, bahkan ada beberapa kaidah-kaidah yang sangat berhububgan erat dengan kaidah ini dan mualif menyebutkan kaidah-kaidah yang berhubungan dengan kaidah ini brikutnya ( akan datang kaidah tersebut beserta penjelasnya, misal : hukum asal air, tanah adalah suci, hukum asal sesuatu adalah mubah ( halal ) hukum dalam ibadah adalah haram / dilarang dsb ) Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10) : : . : . Pembahasan yang berhubungan dengan kaidah ini terbagi menjadi 2 macam: 1.masalah yang di sepakati dan sesui dalam kaidah ini , dan disepakati juga hukumnya contohnya: seseorang yang pagi harinya dalam keadaan tidak suci dan berhadast ( belum berwudhu / mandi wajib ) kemudian dia ragu apakah telah bersuci ( wudhu/mandi wajib ) atau belum ? adalah dia berhadast pagi harinya, kemudian ragu sudah berwudhu apa belum ? maka yang diyakini dan tetap serta pasti adalah permulaanya / waktu awalnya yaitu dalam keadaan berhadast maka tidak boleh mengambil keputusan bahwasanya dia sudah bersuci yang masih diragukan kebenaran dan kepastiannya. : . Contoh lainnya : diyakini bahwasanya tidak boleh berhubungan badan ( bersegama ) dengan wanita bukan istrinya

( ajnabi ) maka jika seseorang ragu apakah dia telah menikah wanita tersebut atau belum ? maka kita kembalikan ke kaidah : yaitu hukum asalnya wanita ajnabi tidak boleh di setubuhi. ( maka dia tidak boleh menganbil keputusan bahwasanya boleh bersetubuh dengannya padahal sudah menikahinya atau belum masih diragukan kepastiannya pent.) : : . . : . 2. masalah yang di sepakati dan sesui dalam kaidah ini namun masih diperselisihkan hukum yang cocok bagi permasalahan tersebut, contohnya : jika sesorang dalam keadaan suci waktu paginya kemudian dia ragu apakah sudah batal atau belum ? asalnya dia dalam keadaan suci kemudian timbul keraguan batal atau belum, maka yang benar adalah maka kita ambil kondisi yang pertama ( dalam keadaan suci ) kita menjauhi keputusan untuk menyatakan telah batal yang keadaanya masih diragukan kepastiannya dan ini adalah madhab jumhur ahlul ilmi ( ulama') , dan berkata para pengikut madhab imam malik ( malikiyyah ) : kita telah batal, karena keyakian yang pasti adalah sholat wajib bagi setiap manusia, dankeyakinan ini tidak menjadi batal dengan keadaan suci yang timbul keraguan didalamnya, maka tidak boleh sholat dalam keadaan ragu seperti ini ( kita harus bersuci / wudhu lagi ) : . . Contoh lainnya : jika seseorang telah menthalak ( menceraikan ) istrinya, namun dia ragu apakah sudah talak tiga apa baru satu ? maka jumhur ulama' berpendapat : nikah pada permulaanya adalah hal yang sudah pasti di yakini ( sahnya ) , maka tidak membatalkan pernikahan tersebut thalak yang masih diragukan kepastiannya, maka kita hukumi bahwasanya itu adalah thalak satu. Adapun malikiyyah berpendapat : hukum asal mensetubuhi wanita ajnabi adalah haram maka tidak membatalkan keharamanya keyakinan sahnya nikah yang diragukan, maka kita hukumi bahwasanya dia sudah thalak tiga. . : : : .

Jika kita sudah mengetahui masalah tersebut dengan jelas, maka sketahuilah sesunggunya kaidah ini merupakan pondasi dan pokok-pokok syar'iyyah yang agung dan merupakan dalil dari dalil dalil syar'iyyah, dan ini adalah al istishhab ( penyandaran dan pneyertaan serta berhubungan), dan istishab ada bebrapa macam : : .

Pertama : penyandaran kepada mubah pada hukum asalnya, maka asal dalam perbuatan adalah mubah / boleh : . Kedua : penyandaran kepada berlepas diri ( tidak ada ikatan ) maka hukum asalnya manusia adalah berlepas diri, maka tidak ada kewajiban sesuatau apapun sampai ada dalil yang mewajibkannya dari pembuat syari'at ( allah & rasulnya ) : .

Ketiga: penyandaran kepada dalil syar'ii hingga datang penetapan bahwasanya hal tersebut di mansuh (dihapus/dibatalakan), maka kita tidak boleh menghukumi dan mengatakan dalil syar'ii tersebut mansuh ( batal ) sampai kita bisa membuktikannya dengan dalil. : .

Keempat : penyandaran kepada yang umum sampai ada dalil penghususannya. : . Kelima: penyandaran pada sifat, misal : menyandarkan suci dari hadast yang pasti pada waktu subuh ( setelah sholat shubuh) maka disukai untuk menjadikanya ( keadan suci ) sebagai dalil pada waktu berikutnya, ( kecuali sudah jelas bahwasanya dia telah batal pent.) : . Keenam : penyandaran kepada kesepakatan para ulama ( ijma' ulama) dalam permasalahan yang diperselisihkan , yang demikian itu jika ada suatu permasalahan dan ulama telah bersepakat dalam menentukan hukumya, kemudian berubah suatu sifat ( keadaannya) dari sini timbullah perselisihan ( ikthilaf ) : . : : . : . :

Contohnya adalah : para ulama telah sepakat bahwasanya ' barang siapa melihat ( mendapati ) air sebelum sholat maka batal tayamumnya, kemudian mereka berselisih : gimana kalau melihat air di tengah-tengah sholat ( misal tiba-tiba turun hujan pent) , maka berubahlah sifat ( keadaanya ) maka apakah boleh seseorang mengatakan : jika melihat air sebelum sholat maka batal tayamumnya secara ijma ( kesepakatan ulama'), dan kita mengambil / menyandarkan kepada pendapat ini walaupun kita dalam keadaan melaksanakan sholat, maka jumhur berpendapat : tidak sah kita mengambil pendapat tersebut ( tidak batal di tenggah sholat ) mereka berkata : tidak sah menyatakan pendapat jumhur dalam masalah yang masih di perselisihkan. wallahu a'lam bis showab . Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10)

KAIDAH KE SEMBILAN

wal aslu fi miyahinaa at thohaarotu wal ardhu was sama'u wal hijaarotu

Hukum asal air tanah, langit dan batu adalah suci [/b] :" : " : .

Pengarang ( as syeikh abdur rahamn as sa'dity ) berkata : " "yang dimaksud al aslu ( asalnya ) adalah : pondasi asal yang terus menerus yang dengannya kita mengambil hukun,jika tidak didapati dalil dalam selain asalnya , maka masalah tersebut terbagi menjadi 4 keadaan : : .

Pertama : perkara yang ada dalilnya dalam masalah haram atau najis atau rusak ( fasad ) maka di hukumi dengannya seperti itu. ( misal : daging babai haram , air kencing dan kotoran najis, maka di hukumi hal tersebut haram dan najis pent.) : : .

Kedua : perkara yang dalilnay menunjukkan atas : boleh / halal, atau suci, atau sehat /bagus, maka dihukumi dengan keadaan tersebut ( misal : air lautan suci, ikan dilautan halal, maka hal tersebut di hukumi suci dan halah pent.) : . . Ketiga : perkara yang di dalamnya didapati ada dua dalil yang saling bertentangan. Satu dalil menunjukkan bagus/ sehar , satu dalilnya lagi menunjukan hal tersebut rusak, atau dalam satu sisi dalil menunjukkan halal, dan di lain sisi dalil tersebut menunjukkan keharamannya, maka jika tidak munkin mengambungkan antara keduanya darus diadakan pentarjihan ( mengambil slaah satui hukum yang paling kuat ) , sedang dalam masalah pentanrjihan ulaam menentukan kaidah : ) ( anna dalila at tahrimi yuqoddamu 'alaa dalili al ibahati ) artinya : sesungguhnya dalil yang menunjukkan keharaman lebih didahulukan dari pada dalil yang menunjukkan kehalalannya, ( ana kasih contoh walaupun masalah ini sudah jelas dalil keharamannya namun ada sebagain yang masih ngotot dan pernah ana perdebatkan dalam tread yang sudah ana kunci ( bolehkan kita demontarsi dan memberontak ) , yaitu ; yang lagi ngeteren di kalangan pemikiran para shabab harokah islamiiyah : adalah bom syahid ( sebenarnaya bukan bom syahid tetapi bom bunuh diri ) sebagaian pemuda ada yang mengatakan boleh dengan dalil fatwa seseorang ulama doank katanya ( anda pasti tahu fatwa siapa itu ) dan kebanyakan pemuda mengatakan haram , dengan dalil dari penjelasan berbagai ulama yang terkenal , taruhlah ada 2 hukum yang bertentangan , yaitu ada yang mengatakan halal dan ada yang mengatakan haram , dan ini susah kita jama' maka menurut kaidah tarjih : dalil keharamannya bom bunuh diri lebih di dahulukan dari pada dalil yang membolehkan pent.) : . . : . :

Keempat : perkara yang tidak didapati dalilnya, atau kita tidak tahu dalilnya, maka kita kembalikan dalam pengambilan dalilnay ke kaidah asalnya. :" ". : :

-{ : 48).

}(

: 11)

:{

Adapun ucapannya di sini : " " hukum asal air adalah suci, yang dimaksud kaidah ini adalah : jika ada air yang kita tidak tahu dalil atas kesucianya, ataukah air tersebut najis, maka kita dalam menghukumi air tersebut kita kembalikan kekaidah asalnya, da kaidah tersebut adalah : " air tersebut suci selama tidak ada dalil yang menyatakan lain ( selain suci ), adapun dalil dari kaidah ini beberapa nusus ( nash ) syar'iyyah diantaranya : Dari alqur'an : { }( : 11) 11. dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu ( al anfal : 11 ) :{ ( : 48). 48. dan kami turunkan dari langit air yang amat bersih ( al furqon : 48 ) Dari hadist : :" ". Sabda rasulullah SAW tentang air laut: " dia ( laut ) adalah suci airnya, halal bagkainya ( ikannya ) ) (HR tirmidhi dalam kitab : cara bersuci yang diajarkan rasulullah SAW bab: penjelasan bahwasanya air laut adalah suci hadist no :69, dan abu dawud dalam kitab at thaharah bab berwudhu dengan air laut no : 83, dan imam nasa'ii dalamkitab at thaharah bab air laut no : 59 , dan kitab al miyah ( macam air ) bab berwudhu dengan air laut no : 332, dan kitab tangan dan sembelihan bab bangkai ikan laut no : 4350, dan ibnu majah dalam kitab at thaharah dan sunnahsunnahnya bab berwudhu dengan air laut no : 386,387,388, dan berkata as syeikh al bani : shahih dan imam malik dalam mawatha'nya kitab at thaharah bab selesai dari wudhu no : 43, dan di kitab berburu bab penjelasan tentang berburu ikan laut no : 1074 pent. ) :" " .

dan dalam haidst lainya belau bersabda : " air itu suci tidak menjadikan najis sesuatu apapun " ,( HR tirmidhi dalam kitab : cara bersuci yang diajarkan rasulullah SAW bab: penjelasan bahwasanya air itu tidak ada yang membuatnya najis hadist no : 66 dan abu dawud dalam kitab at thaharah bab penjelasan tentang sumur umum hadist no : 66,67 dan berkata as syeikh albani : shohih pent.), dan selainya dari hadist yang banyak sekali yang menjelaskan tentang kesucian air , dan inilah hukum asal , dan kaidah ini terus dipakai dalam menghukumi air. . . " . Dan begitu juga hukum asal tanah ( bumi ) bahwasannya asalnya adalah suci , sampai kita tahu dalilnya yang menjelaskan tanah tersebut adalah najis, maka hukum asalnya adaalh suci sampai ada dalil yang menyatakan lain ( najis ), adapun dalil yang menyatakan bahwasanya tanah ( bumi ) adalah suci , beberapa nusus (nash ) syar'iyyah diantaranya : sabda rasulullah SAW : " allah memberikan keutamaan kepadaku ( dan umatku ) lima hal yag tidak diberikan kepada nabi sebelumku " diantaranya disebutkan " : dijadikan bagiku semua tanah ( bumi ) itu masjid ( tempat sholat ) dan suci, maka orang muslim siapapun yang telah mendapati waktu sholat maka baginya tempat sholat ( dimanapun ) dan tempat itu ( tanah ) suci , ( HR bukhari dalam kitab : sholat bab sabda nabi : dijadikan bagiku bumi sebagai masjid dan suci hadist no : 438 , dan imam muslim dalam kitab masajid wa mawaadhu'us sholat hadist no:521pent.) dan dalam hadist lain rasulullah bersabda: " sesungguhnya tanah ( debu ) itu adalah suci dan mensucikan seorang :" -" : -: " " "

muslim jika tidak mendapati air untuk bersuci, bahkan walaupun sepuluh tahun dalamkeaadan seperti itu ( tidka mendapati air ) sebagaimaan di raiwayatkan dalam sunan abu dawud. . . . : . .

Begitu juga hukum asal pakaian adalah suci , dan kita tidsk menhukuminya najis kecuali jiak ada dalil yang menunjukkan kenajisannya, adapun dalil nya adalah , rasulullah SAW bersama para shohabatnya ( semoga allah meridhoi mereka semuanya) mereka memakai pakaian yang di buat dan di tenun oleh orang kafir dan mereka ( rasulullah SAW& para shohabat RA ) tidak mencucinya terlebih dahulu, maka dari dalil ini diketahui bahwasanya hukum asalnay pakaina adalah suci , adapun batu , maka ini adalah bagain dan slaah satu jenis bumi ( tanah ) maka kita ambil hukumnya sesui kaidah diatas. wallahu a'lam bis showab Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10)

KAIDAH KESEPULUH :

al aslu fil abdho'i wal luhuumi wan nafsi wal amwaali at tahrim hukum asal dalam hal perkawinan ( kemaluan ), daging hewan dan jiwa/nyawa dan harta adalah haram " ".

Hukum asal perkawinan ( kemaluan ) dan daging ( hewan ) adalah haram sampai ada sebab yang menghalalkanya, begitu juga hukum asal jiwa (kehormatan ) harta adalah terjaga maka fahamilah semoga allah memberikan petunjuk terhadap apa yang kamu harapkan ( munkin yang bagus adalah diganti ) . : . :

Hukum asal dalam hal perkawinan ( kemaluan ) adalah haram , kata ( al budh'u) artinya dalam bahasa arab : adalah potongan daging , adapun arti secara istilah syar'ii mencakup tiga hal : : (7) } ( -{ : 5-7) . . (5) (6) . :

Makna yang pertama ( ) adalah : / kemaluan . Dan tidak diragukan bahwasanya hukum asal dalam hal kemaluan adalah haram, maka tidak boleh memakai dan menjamahnya kecuali ada dalil ( sebab) yang membolehkan dan menghalalkanya untuk menjamahnya, adapun dalilnya adalah : 5. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 6. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka

miliki(1)Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa. 7 Barangsiapa mencari yang di balik itu ( 2) Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas ( al mukminun : 5-7). __________________ ( 1) Maksudnya: budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. dalam peperangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan Biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan kebiasan Ini bukanlah suatu yang diwajibkan. imam boleh melarang kebiasaan ini. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya ( pent.) (2) Maksudnya: zina, lesbiaan, homoseksual, dan sebagainya ( pent.) " . :" . . -

Dan dalam sebuah hadist , rasulullah bersabda tentang kehormatan perempuan : " bertakwalah kepada allah dalam mempergauli istri-istri kalian , karena sesungguhnya kalian dihalalkan menjamah (menjima') kemaluan istri kalian dengan kalimat allah " Maka dari hadist ini ( dan ayat sebelumnya pent.) dapat kita ketahui bahwasannya hukum asal perempuan dan kehormatan serta kemaluannya adalah haram sampai ada sebab yang menghalalkannya yaitu dengan kalimat allah, sedang yang dimaksud kalimat allah dalam hadist tersebut yang benar adalah : ikatan pernikahan, dan masih banyak lagi dalil-dalil yang lainya dalam al qur'an dan as sunnah yang mengharamkan al abdho' yaitu kemaluan. : . .

Makna ( / ) yang kedua adalah: jima' ( bersetubuh ) sedang jima' itu harus pada kemaluan, maka jika kita hubungkan dengan kemaluan ( penjelasan diatas pent.) adalah haram, maka demikian juga dalam jima' (karena jma' tidak terjadi kecuali pada kemaluan pent.) : . . Makna yang ketiga : yang dimaksud adalah ikatan pernikahan, berpendapat sebagaian ulama' bahwasanya hukum asal dalam ikatan pernikahan adalah haram, sebagaimana pendapat as suyuthi dalam kitabnya "al asbaahu wan nadhooiru" dan juga sebagian ahlul ilmi, dan inilah yang nampak dari ungkapan bait syair mualif disini ( as syeikh as sa'dhiy pent ) dan juga apa yang nampak dari syarah / penjelasan bait kaidah tersebut. Maka makna ini kurang benar, bahkan hukum asal dalam ikatan pernikahan adalah adalah boleh dan halal sampai ada dalil yang menunjukkan akan keharamannya. .

: .

-: {

}( .

: 1)

Adapun dalilnya adalah : beberapa nusus ( nash-nash ) syar'iyyah diantaranya firmannya: { ( : 1) Artinya:1. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu (1). termasuk didalamnya adalah perjanjian dalam pernikahan, maka hukum asal dalam perjanjian tersebut adalah boleh dan syah, sampai ada dalil yang menunjukkan rusak dan batalnya ikatan perjanjian tersebut. _______________________

(1) Aqad (perjanjian) mencakup: janji setia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya, juga perjanjian dalam pernikahan , perjanjian dalam jual beli ( pent.) : -: { ..... } ( : 23) . Dan menunjukkan hal tersebut firman allah jalla wa'alla : 23. Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anakanakmu yang perempuan (2) .. ( an nisa : 23 ) dalam ayat ini sesungguhnya allah membatasi perempaun yang haram di nikahi, maka ini menunjukkan selain yang disebutkan tersebut adalah halaj dan boleh di nikahi ___________________ (2) maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. sedang yang dimaksud dengan anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu, menurut Jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya. ( pent .) -{ }( : 24) .Dan menunjukkan yang demikian juga adalah firman allah di akhir ayat 24 surat an nisa : 24. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian(3) (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.. Maka ayat ini menunjukkan hukum asal dalam ikatan pernikahan adalah boleh dan halal sampai ada dalil yang memalingkannya. ______________________ (3) ialah: selain dari macam-macam wanita yang tersebut dalam surat An Nisaa' ayat 23 dan 24. ( pent.) :" " : . . ". :" . . -

Adapun perkataanya : " ". Hukum asal daging hewan adalah haram" ini adalah madhab sebagaian fuqoha', mereka berpendapat bahwasanya hukum asal daging hewan adalah haram, mereka berdalil dengan hadist yang di riwayatkan 'adhiy bin hatim ( pent.) , bahwasanya rasulullah SAW bersabda: " jika kalian berburu dengan anjing yang terlatih, dan kamu dapati bersamanya hewan yang lain dan dia membunuhnya, maka jangan kamu makan, karena sesungguhnya kamu tidak tahu siapa yang saling memyerang dan membunuh." Mereka berdalil dengan hadist ini : bahwasanya jika berkumpul antara jenis daging yang di halalkan dan jenis daging yang berbahaya/haram, maka mengutamakan pendapat daging yang berahaya ( tidak memakan daging yang halal namun tercampur dengan yang haram tersebut pent.) sebagaimana pula kuda/keledai biqol ( peranakan dari kuda dengan keledai pent.) , dan burung yang mati karena dipanah kemudian jatuh di air ( karena tidak jelas apakah matinya karena di panah atau karena tengelam dalam air pent. ) , dan sebagaimana di sebutkan dalam sebuah hadist dalam sunan nasa'i. Bersangkutan dengan masalah ini ( hal yang mubah bercampur dengan hal yang haram / berbahaya ) ana dapatkan dalam kitab mulakhos qowaid al fiqhiyyahnya as syeikh sholeh al usaimin yang di rinkas oleh as syeikh abu humaid Abdullah al falasiy mengatakan dalam kaidah ke dua puluh satu : . Idhaa ijtama'a mubahun wa mahthurun, gholabal mahthuru Artinya Jika berkumpul menjadi satu antara sesuatu yang halal dengan yang haram/berbahaya maka di dahulukan ( diambil ) yang haram/berbahaya.

: [ :90] .

Penjelas dari kaidah ini : jika berkumpul dalam sesuatu antara hal yang mubah dan hal yang haram / berbahaya, maka di utamakan sisi yang haram untuk menjaga diri dari haram tersebut, dan tidak munkin menjauhi / menjaga diri dari sisi yang haram tersebut kecuali jika menjauhi secara total sesuatu yang yang bercampur antara yang halal dengan yang haram tersebut, adapun dalil yang menunjukkan kaidah ini adalah firman allah SWT " Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah (1), adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" ( QS al maidah : 90 ). Dalam ayat ini allah mengharamkan khamer ( minuman keras ) dan judi (serta mengundi nasib pent.) padahal di dalamnya terdapat manfaat dan faedah buat manusia, namun jika bayak mudharat dan kejelekannya maka mnjadi haram dan dilarang. _____________________________ ______ (1) Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: lakukanlah, Jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila mereka hendak melakukan sesuatu Maka mereka meminta supaya juru kunci ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi.

: . : . .

Munkin saja dalil-dalil ini bukan inti dari permasalahan hukum asalnya, karena dalil-dalil ini jika berkumpul antara daging yang halal dan yang haram didalamnya ada dua sebab yaitu : sebab keharamanya dan sebab kehalalanya, antara daging dari anjing pemburu ( terlatih ) dan anjing biasa, antara hewan yang mati karena anak panah atau karena tengelam. Namun permasalahan inti asalnya sebagiamana penjelasan di atas- adalah : perkara dan sesuatu yang tidak ada /tidak didapati dalilnya, baik dalil yang menghalalkannya atapun dalil yang mengharamkannya, oleh karena itu yang nampak jelas dan rajih : bahwasanya hukum asal daging hewan adalah halal bukan haram. : . Sebagaimana kami katakana tentang air : hukum asal air adalah suci, seandainya berkumpul antara sebab kesuciannya dan sebab kenajisannya maka air itu menjadi najis ( tidak boleh di gunakan untuk bersuci pent.) maka dari hal tersebut tidak menunjukkan bahwasanya : " hukum asal air adalah najis " : }( :{ : 145) : . . :

.....

Adapun dalil : hukum asal daging adalah boleh dan halal, adalh firmanNYA : 145. Katakanlah: "Tiadalah Aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - Karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha penyayang". ( al an'am : 145 terjemahannya saya nukil dengan lengkap pent. ) Maka dari ayat ini menunjukkan bahwasanya : hukum asal daging hewan adalah halal dan boleh dimakan , dan pengharammnya adalah dengan pengecualaian ( istisna' ) dari yang halal.

: : 119)

:{ .

} (-

Dan dalil yang lainya adalah firman Allah SWT :Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. ( al an'am : 119 ) maka ayat ini menunjukkan bahwasanya hukum asal daging adalah halal dan boleh memakanya, sedangkan pengharamnya dengan pengecualain ( istisna') dari yang halal. Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10) -" : . . Dan menunjukan demikian juga ( asal daging halal ) hadist yang ada di sunan, dari hadistnya aisyah RA : bahwasanya rasulullah pernah di Tanya tentang daging yang diberikan kepada mereka, sedang mereka tidak tahu apakah dalam penyembelihannya menyebut asma allah apa tidak ? maka beliau menjawab :" maka bacakan basmalah atasnya kemudian makanlah daging itu "( HR bukhari kitabul buyu' bab: tidak memperdulikan was-was dan semisalnya dari subhat hadist no : 2057, kitabut tauhid bab: berdoa dengan nama allah dan mohon perlindungan denganya hadist no:7398) kalau seandainya hukum asal daging adalah haram , sungguh akan dikatakan : " janganlah kamu makan sampai kamu tahu dalil ( bukti ) halalnya daging tersebut. Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang menyetakan bahwasanya hukum asal daging adalah halal dan boleh, sampai ada dalil yang menyatakan lain ( haram/subhat pent.) :" }( : 151) :{ ". : . 29 ( }( . : :{ : 68) . }( : :{ " :

KAIDAH : HUKUM ASAL JIWA ( NYAWA ) MANUSIA ADALAH HARAM Adapun ucapanya disini : :" ". Al aslu fin nafsi at tahrimu " ARTINYA :Hukum asal jiwa manusia adalah haram ditumpahkan darahnya" yang dimaksud kaidah ini adalah : tidak boleh menumpahkan darah manusia kecuali dengan dalil syar'ii yang menghalalkanya, maka hukum asalnya : haram menumpahkan darah makhluqnya sampai datang dalil tentang masalah tersebut, DALIL KAIDAH INI Dari al qur'an

telah menunjukkan banyak sekali dalil dari nash-nash syar'ii diantaranya : firman allah SWT : { ( 29) } artinya :. dan janganlah kamu membunuh dirimu(1); Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.( QS an nisa:29) (1) larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, Karena umat merupakan suatu kesatuan. Dan juga firmnanya : : { }( : 151) 151.dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar(2)"( QS : al an'am :151). (2)maksudnya yang dibenarkan oleh syara' seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya. Firmanya : { }( : 68) 68. Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, ( QS:al furqan : 68 ) dari as sunnah " Sabda nabi SAW: tidaklah halal darah seorang muslim kecuali salah satu dari tiga alasan : orang dewasa ( sudah berumah tangga ) yang berzina , orang yang membunuh orang lain, dan orang yang meningalkan agamanya ( murtad ) dan meninggalkan jama'ah umat islam ( HR : bukhari kitabut diyat bab firman allah ( al maidah :45 ) hadist no :6878 dan muslim kitab al qosamah wal muharibin bab : sebab dihalalkannya darah seorang muslim hadist no : 1676 ) :" " Dan sabda nabi SAW tentang orang kafir yang dilindungi negara : barang siapa yang membunuh al mu'ahid ( kafir yang dilindungi negara muslim karena suatu perjanjian atau kepentingan , misal bisnis, turis, belajar dsb pent.) maka dia tidak akan mencium baunya surga ( HR bukhari kitabul jiziyah wal muwaada'ah bab: dosa orang yang membunuh mu'ahid tanpa sebab kejahatan hadist no : 3266) . :{ -" }( " : 5) . . : -" :

Dan inilah hukum asalnya dan kaidah ini selalu dan senantiasa dipakai dalam pengharaman dan terjaganya jiwa seseorang, kecuali memang disana ada dalil yang membolehkan untuk menumpahkan darah ,( seperti membunuh tanpa sebab, maka hukumnya orang tersebut di qisos ( dibunuh juga ) , atau dalam peperangan dsb pent.) atau selainya seperti jiwa yang tidak terjaga kehormatannya ( boleh dibunuh ) seperti : tukang sihir ( jaman sekarang lebih terkenal dengan sebutan para normal pent.) dan ini yang boleh membunuhnya adalah pemimpin negara (atau dengan keputusan hakim pent. ) sebagaimana sabda rasulullah SAW : hukuman bagi tukang sihir ( paranormal) adalah dengan pedang ( dipengal lehernya ) sebagaimana disebutkan dalam kitab sunan, contoh lainya: orang yang keluar dari agama islam ( murtad) , atau orang yang memerangi kaum muslimin, sebagaiman firmanya SWT: :{ }( : 5) Maka bunuhlah orang-orang musrik ( yang memerangi kalian ) ( QS : at taubah:5) Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10)

KAIDAH : BAHWASANYA HUKUM ASAL DALAM HARTA SESORANG ADALAH HARAM BAGI YANG LAINNYA.
" " Al aslu fil amwaali at tahrimu " Artinya :" hukum asal harta orang lain adalah haram " dan kaidah ini sellau dan senantiasa dipakai dalam syari'at islam . Adapun dalil dari kaidah ini, banyak sekali nash-nash syar'ii yang menunjukkan hal tersebut diantaranya : Dalil dari al qur'an Firman allah SWT : ( : 29)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu ( an nisa':29 ) Dan firmanNYA : { ( 190) }

janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. ( al baqorah: 190 ) firmanNYA : { ( 188) }

188. Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.( al baqarah : 188 )

Dalil dari as sunnah : " -" . " -"

Sabda rasulullah SAW: " sesungguhnya darah kalian dan harta kalian adalah haram ( terjaga ) bagi selain kalian " dan juga sabdanya SAW :" tidak halal harta seseorang muslim kecuali atas kebaikan sang pemiliknya untuk memberikannya " dan banyak seklai dalil-dalil yang lain yang menunjukkan kaidah ini . :" . " :

Dan ucapan mualaif disini : " " maksudnya di sini adalah kecualai dalam peperangan, maka sesungguhnya boleh memgambil harta mereka, jika terjadi peperangan antara kaum muslimin dengan selainya. : : 27 ) }( -{ : 41) . -{ }( : 1) :{* }(

Adapun dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah beberapa dalil dari nash-nash syar'iyyah DALIL DARI AL QUR'AN firman Allah SWT : { }( : 27)

27. Dan dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak [1]. ( QS : al ahzab : 27) _____________________________ ____ [1] Tanah yang belum diinjak ialah: tanah-tanah yang akan dimasuki tentara Islam. Dan firrmanNYA SWT : { }( : 1) 1. Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul[2], ( QS al anfal : 1) _____________________________ ____________ [2] Maksudnya: pembagian harta rampasan itu menurut ketentuan Allah dan RasulNya. Dan juga firman ALLAH SWT : {* .......... } ( : 41) 41. Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang[3], Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, . ( QS al anfal : 41) _____________________________ ____________ [3] yang dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir dengan melalui pertempuran, sedang yang diperoleh tidak dengan pertempuran dinama fa'i. pembagian dalam ayat Ini berhubungan dengan ghanimah saja. Fa'i dibahas dalam surat al-Hasyr. DALIL DARI AS SUNNAH -

-"

"

Dan sabda rasulullah SAW : " barang siapa yang berperang dalam peperangan maka baginya harta rampasan , dan sudah mashur dalam syiroh bahwasanya rasulullah SAW berperang melawan orang-orang musrik dan belaiu mengambil harta rampasanya. : . : . . . Dan lebih bagus dang afdhol jika tidak disebutkan ististna' . : : :

") dalam kaidah ini maka cukup dikatakan : ( hukum asal harta adalah haram ) tanpa di sebutkan kalimat " "karena tujuannya disini adalah untuk mejelaskan kaidah asalnya, dan hukum asal adalah umum,tanpa ada pengecualian, adapaun mustasniyat ( pengecualian-pengecualain ) tidak seharusnya diambil dalam menjelaskan kaidah asal, dan menunjukkan hal yang demikian itu adalah : bolehnya mengunakan harta dalam hal-hal tertentu , misalnya : mengunakan untuk kebenaran / kepentingan umum, misalnya : mengambil / menghancurkan sebagian bangunan yang di buuhkan manusia untuk memperbaiki / memperluas jalan bagi kepentingan umum, dan misal yang lain : harta benda orang yang yang meganggu orang lain, misal : onta/ sapi gila yang bisa membahayakan orang lain , maka ini boleh diambil ( di bunuh ) untuk kebaikan / kepentingan umum, walauapun mualaif di sini tidak menyebutkannya penguat ( pengecualian ) diatas maka sungguh lebih bagus dan sesui dengan penjelasan para ahlu usul, dalam meyebutkan kaidah umum tanpa menyebutkan pengecualian-pengecualain.

("

KAIDAH : HUKUM ASAL KEHORMATAN ORANG MUSLIM ADALAH TERJAGA ( HARAM ) . . Dan termasuk kaidah yang berhubungan dengan pembahasan ini dan juga termasuk kaidah penting adalah : (al aslu fil a'roodhi at tahrim ) Artinya : hukum asal kehormatan seseorang adalah haram merendahkannya, maka tidak boleh menganggu, mengambil dan merampas kehormatan seorang muslim, baik dengan ucapan ataupun dengan perbuatan, ini adalah hukum asalanya ( disini tidak disebutkan pengecualian-pengecualiannya walaupun ada, karena kita membicarakan hukum asalanya, dimana hukum asal adalah umum pent.) dan kaidah ini selalu dan senantiasa dipakai dalam syari'at, maka tidak boleh membicarakan kehormatan orang lain , dan tidak boleh menghibahnya, dan berbicara tentang kejelekan , aib dan kekurangganya, kecuali disana ada dalil yang membolehkan hal yang demiakian itu . : :{ }( }( " ". .

: 11) : 12) .

:{

Adapun dalil dari kaidah ini adalah firmanNYA : 11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[2] dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.(QS al hujurat : 11 ) dan dalam ayat berikutnya allah berfirman : 12. . dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (QS al hujurat : 12 ) . _____________________________ ________ [1] Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh. [2] panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.

"

"

:" "

Dan dinyatakan dalam hadist shohih yang mutafak alaihi bahwasanya rasulullah SAW bersabda: " sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian haram ( terjaga ) dari selaianya, sebagaiamana keharaman pada hari ini ( fathul makkah ) di bulan ini , dan di negri kalian ini ( makkah), adapun kalimat " kehormatan kalian apakah ada dalam shohihain ( bukahri-muslim ) atau hanya ada dalam kitab muslim saja. Wallahu a'lam . Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

KAIDAH KESEBELAS

Wal aslu fi 'aadaatinal ibaahati hatta yajii u sooriful ibahah Artinya : dan hukum asal dalam kebiasaan ( adat istiadat ) adalah boleh saja sampai ada dalil yang memalingkan dari hukum asal. " . }( : : 29) . -{ ". :

Kaidah ini termasuk dalam ruang lingkup pembahasan kaidah "hal yang pasti diyakini tidak gugur dengan keraguan (" ") Adapun yang dimaksud dengan kebiasaan (( adalah : apa saya yang dilakukan seorang hamba dalam kehidupan sehari-hari bukan untuk mendekatkan diri kepada allah dan bukan merupakan ibadah, dalam syarahnya as syeikh ubaid al jabiri dikatakan (( jamak dari kata : adapun maknanya : apa saya yang biasa di kerjakan dan dilakukan oleh manusia, dan setiap kaum, kabilah , masyarakat dan negara memiliki adat dan kebiasaan yang berbeda, dan hukum asal dari kebiasaan adat istiadat adalah boleh selama tidak menyelisihi hukum syar'ii, ( pent.) adapun yang dimaksud dengan boleh ( ) adalah : boleh mengerjakan sesuatu ataupun meninggalkannya. Adapun dalil dari kaidah ini adalah beberapa nash-nash syar'ii diantaranya Dalil dari al qur'an firman Allah SWT : { }( : 29) Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu ( QS al baqarah : 29 ) Firman allah SWT : (15) Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. ( QS al mulk : 15 ) Firman Allah SWT :

Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hambaNya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik ( QS al a'raf: 32 ) . dari ayat ini kita dapat mengambil faedah bahwasanya hukum asal perhiasan serta apa saya yang allah anugerahkan buat hambanya adalah boleh dan halal. Dalil dari as sunnah ( : 3800 : )

" sesuatu yang halal itu adalah apa yang dihalalkan allah dan sesuatu yang haram apa-apa yang diharamkan allah , adapun sesuatu yang didiamkanNYA adakah dimaafkan ( HR abu dawud kitab " al ath'imah bab: apa saja yang tidak disebutkan pengharamanya hadist no : 3800 dan berkata as syeikh al albani : shahih sanadnya)

-"

"

Dalam kaidah ini menunjukkan tidak adanya keharaman atau larangan maka menunjukkan pula tidak adanya perintah wajib untuk melakukannya, karena semua kebiasaan manusia adalah boleh-boleh saja dilakukan, dan tidak wajib dan tidak pula haram dan ataupun dilarang, adapun yang memalingkan dari hukum asalnya ada kalanya dalil tersebut merupakan perintah untuk mengerjakan, dan ada kalanya dalil tersebut merupakan larangan untuk mengerjakannya, dan termasuk dalil dari masalah ini adalah sabda rasulullah SAW : " sesungguhnya paling besar dosanya seorang muslim adalah orang yang bertanya sesuatu yang tidak ada pengharamannya, kemudian dia mengharamkanya karena demi suatu masalahnya." Sebagaiaman dalam kitab shahih. :" . " " . : ". :

Adapun makna sampai ada dalil yang memalingkan hukum asalnya yang mubah " adalah : jika ada suatu dalil syar'ii yang menunjukkan bahwasanya kebiasaan tersebut adalah dilarang maka kita mengamalkan dalil tersebut, dan tidak mengamalkan kaidah tersebut " " dan ini menunjukkan bahwasanya syari'at islam ini mencakup semua perbuatan hambanya dan perbuatan tersebut ada hukum-hukumnya, dan bukanlah syari'at islam ini hanya khusus berputar disekitar masjid dan hanya membahas masalah ibadah saja, akan tetapi syari'at islam ini mencakup semua perkara secara umum, dan mencakup semua perbuatan hambanya baik hal itu adalah adat kebiasaan ataupun masalah ibadah, dan ini merupakan keutamaan yang Allah limpahkan kepada kita dengan syari'atnya Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10)

KAIDAH KE DUA BELAS


Al aslu fil ibaadati at tahrim ( hukum asal ibadah adalah haram ) Dalam mandhumah qowaidil fiqhiyyah nya as syeikh as sa'dhiy dikatakan:

Walaisal masru'an minal umuri ghoirul ladhi fi syar'inaa madhkurun ( dan semua perkara agama yang tidak ada dalam syari'at kita maka itu bukanlah syari'at islam ) sebagaian ulama mengungkapan kaidah ini dengan redaksi yang berbeda diantaranya:

Al aslu fil ibaadaati al khatri illa binassin ( hukum asal dalam semua ibadah adalah haram kecuali ada nash yang mensyariatlannya) Dalam mulakhos qowaidul fiqhiyyah as syeikh al usaimin yang di ringkas oleh abu humaid abdullah al falasy dikatakan dalam kaidah ke empat belas: : .

Hukum asal dalam semua ibadah adalah dilarang. : . . -

Dalam mandhumah diatas terdapat kaidah : hukum asal dalam peribadatan adalah haram, maka tidak boleh bagi siapaun untuk beribadah kepada allah SWT dengan suatu ibadah kecuali ada dalil dari al qur'an dan as sunnah yang mensyariatkan ibadah tersebut, dan tidak boleh bagi kita untuk membuat suatu bentuk ibadah-ibadah yang baru dan kita beribadah kepada allah dengannya, baik dalam bentuk ibadah yang baru yang kita ada-adakan dan tidak ada syari'atnya, atau menambah bentuk ibadah yang ada dengan sifat dan tata cara yang tidak ada contohnya dalam syari'at, atau kita mengkhusukan suatu ibadah pada waktu tertentu dan tempat tertentu yang tidak ada dalilnya dari al qur'an dan as sunnah. }( :{ : 31) }( . : 21) -: { -{ }( :{ : 158.)

}( : 21) . Karena semua perkara ibadah yang tidak ada perintah dan dalil syar'ii merupakan bid'ah dan semua perkara bid'ah dalam agama hukumnya haram , adapun dalil yang melarang bid'ah dan tidak boleh beribadah kepada allah dengan suatu ibadah yang baru diantaranya all Dalil dari al qur'an : { }( : 31) Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." ( QS ali imran : 31) dalam ayat ini di perintahkan bagi kita untuk mengikuti ( itiba') rasulullah SAW . -: { }( : 158.) dan ikutilah Dia ( muhammad ) supaya kamu mendapat petunjuk".( QS al a'raf : 158 )

:{ }( : 21) Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu ( QS al ahzab:21 ). . apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.( QS al hasr : 7). -{ }( : 21) Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? ( Qs as suura': 21 ) Maka membuat syari'at dalam agama merupakan hak khusus bagi allah semata, Dalil dari sunnah :" ( )

Di riwayatkan oleh aisyah RA : rasulullah bersabda : barang siapa yang mengada-adakan dalam perkara agama kami yang tidak ada perintahnya maka perkara tersebut tertolak ( HR bukhari dalam kitab : as shulhu, hadist no : 2697 dan muslim dalam kitab aqdhiyyah hadist no : 1718) " :" "

Dalam riwayat lain dikatakan : " barang siapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami ( allah dan rasulnya ) maka amalan tersebut tertolak. " . :"

Dan dalam hadist yang di riwayatkan oleh irbadh bin syari'ah, bahwasanya rasulullah bersabda: dan berhati-hatilah kalian dari perkara perkara yang baru dalam agama,karena sesunggunya semua perkara yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat ( lihat sunan nasa'i ) . .

Maka jika kita sudah mengetahui yang demikian itu , sesungguhya kaidah inu meruoakan kaidah yang sangat agung, dimana kaidah ini merupakan kaidah untuk menjaga syari'at ini dari penyelewengan dan perubahan, karena jika dikatakan boleh membuat dan mengada-ada dalam ibadah sungguh yang demikian itu merupakan sarana dan jalan untuk menganti dan merubah syari'at islam, dan menyebabkan suatau keyakinan bahwasanya : agama dan syari'at islam belum sempurna , dan kita datang dengan ibadah yang beru tersebut sebagai pelengkap dan penyempurna agama ini, dan yang demikian itu merupakan cercaan kepada nabi muhammad sebagai penutup para nabi dan rasul dan menyatakan bahwasanya nabi muhammad menyembunyikan syari'at, padahal allah telah berfirman : ( :3 ) .

pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. ( al maidah : 03 ) kaidah ini merupakan kebalikan dari kaidah sebelumnya ( ) hukum asal dalam kebiasaan adalah boleh dan mubah, namun maksud dan tujuan nya adalah satu , kalo dalam adat dan kebiasan harus mengemukakan dalil dalam pengharamnya, sedang dalam

perkara ibadah harus mengemukakan dalil dalam perintah dan syariatnya : . : . . -

Adapun contoh-contoh ibadah yang tidak ada syari'atnya diantaranya: apa yang di lakukan oleh sebagain orang dalam rangka beribadah mendekatkan diri kepada allah SWT dengan cara : bertepuk tangan, sambil berjoget dan menari, dan mendendangkan nyanyian ( seperti yang dilakukan oleh kaum sufi ) , maka hal yang demikian itu jika dimaskudkan dengan tujuan ibadah, maka hal tersebut adalah bid'ah dan menyelisihi syari'at. contah lainya adalah : perayaan tahun baru, atau peraaan maulid nabi, atau suatu ibadah denagn dalil hadist dhoif, maka hal itu di hukumi sebagai bid'ah, karena tidak boleh menetapkan suatu ibadah yang baru dengan dalil haidst dhaif, seperti hadist tentang shalat tasbih. . " . Contoh lain , jika seseorang bernadhar dengan suatu ibadah yang tidak ada syari'atnya maka nadharnya tidak boleh di yakini dan tidak boleh melaksanakan nadhar tersebut, dan tidak wajib baginya kafarah ( membayar denda) adapun dalilnya: bahwasanya rasulullah SAW melihat seorang laki-laki berdiam diri dengan berdiri dibawah terik matahari, maka rasulullah bertanya tentangnya, maka dikatakan kepada belaiu: dia itu adalah abu israil, dia bernadhar akan untuk berdiam diri dibawah terik matahari, tidak duduk dan tidak berteduh sambil berpuasa, maka rasulullah berkata: perintahkan kepadanya untuk duduk dan berteduh ( membatalkan nadharnya) dan boleh melanjutkan puasanya, dan rasulullah melarang dari melaksanakan nadhar ibadah yang tidak ada perintah dari syariat, yaitu berdiri dan tidak berteduh, dan rasulullah tidak memrintahkan untuk mengantinya dengan kafarah. . -" : .

. : : : : . .

: . :

Dari penjelasan diatas maka ada suatu pembahasan yaitu : menambah dalam ibadah yang disyariatkan dengan perkara yang tidak ada syari'atnya, maka tidak diragukan lagi tambahan tersebut bathil, namun apakah ibadah tersebut menjadi batal dan tidak syah dan kita harus mengulangnya lagi , maka di sana ada dua pembahasan : Pertama : jika tambahan tersebut bersambung lansung dengan ibadah aslinya dan terus berhubungan tanpa ada pemisah maka batallah ibadahnya, misalnya : orang yang sholat dhuhur lima raka'at maka rakaat tambahanya membatalkan sholat tersebut karena satu rakaat tamabahan tersebut bersambung lansung dengan 4 rakaat ibadah asalnya. Kedua: jika tambahan tersebut terpisah dengan ibadah aslinya maka tidak membatalkan ibadah aslinya dan tidak harus mengulanginya dari awal, misalnya: orang yang berwudhu empat kali empat kali , maka tambahan empat

tersebut bid'ah namun tidak membatalakan yang tiga kali yang merupakan ibadah asalnya, karena tambahan tersebut ada jarak dan pemisah dengan ibadah aslinya, atau misal lainya : nadhar dan puasa yang dilakukan oleh abu israil dalam hadist diatas. contoh gampang dari kaidah ini adalah : puasa ramadhan , sebelum Allah SWT mewajibkannya Rasulullah SAW dan para shohabatnya selama 13 tahun di makkah sebelum hijrah dan satu tahun dimadinah ( tahun pertama hijrah ) tidak menjalankan puasa ramadhan, karena puasa ramadhan di wajibkan pada tahun kedua hijriyyah, begitu juga ibadah ibadah yang lainnya, seperti sholat 5 waktu di wajibkan setelah isra' dan mikraj, dsb. ( wallahu a'lam bishowab ) Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10)

KAIDAH KETIGABELAS
( al wasailu tu'thii ahkamul maqosid ) Artinya : semua sarana suatu perbuatan hukumnya sama dengan tujuannya ( perbuatan trersebut ). Dalam kitab mandhumah qowaidul fiqhiyyah karya as syeikh abdur rahman as sa'diy dikatakan :

Wasaa ilul umuri kal maqoosidi wahkum bihaadhal hukmi lizzawaid Semua sarana untuk melakukan suatu perbuatan hukumnya sama dengan tujuan perbuatan itu maka hukumilah dengan hukum tersebut sebagai penyempurna. Adapun kaidah yang terkenal dikalangan fuqoha' adalah :

( lilwasaaili hukmul maqoosidi ) hukum sarana suatu pebuatan sama dengan hukum perbuatannya, sebagain ulaam yag lain menjelaskan :

( al amru bis syai yasmulu maa yatimu bihi dhalikas syai) artinya : suatu perbuatan ( perkara) hukumnya mencakup semua sarana yang menyempurnakan perbuatan ( perkara ) tersebut. ( lihat kitab syarah mandhumah qowaidul fiqhiyyah li syeikh abdur rahman as sa'diy karya as syeikh ubaid al jaabirii )

: :

. .

: .

Yang dimaksud wasail adalah jamak dari kata wasiilah artinya : sarana atau jalan yang bisa menyampaikan kepada tujuan perbuatan tersebut, adapun makna al maqosid adalah : tujuan perbuatan yang dimaksud. Sedang makna az

zawaaid adalah : semua hal yang menyempurnakan perkara tersebut ( hanya sekedar pelengkap, atau tambahan seperti: dzikir setelah sholat, doa setelah berwudhu dsb ). : .

Contoh dari kaidah ini adalah : sarana yang bisa mewujudkan sesorang untuk bisa menjima' perempaun yaitu : ikatan pernikahan, maka nikah merupakan sarana untuk menhalalkan jima' dengan perempaun lain, maka menikah hukumnya wajib. Contoh lain : berjalan menuju masjid untuk menegakkan sholat berjama'ah, maka berjalan merupakan sarana untuk melakukan suatu kewajiban sholat berjamaah. : . ". . : :" : : . Adapun jika tidak ada dalil yang mengkhususkan wasilah / sarana tersebut, maka wasilah terbagi menjadi 3 macam : 1/ wasilah yang pasti yang bisa menyampaikan kepada tujuan perbuatan tersebut, maka wasilah ini dihukumi sesui dengan perbuatannya, dan para ahlul usul mengungkapkan jika berhubungan dengan hal-hal yang wajib dengan qaidah : " ". ". . :" .

( maa laa yatimul wajibu illa bihi fahuwa waajibun) : tidak semprnalah suatu kewajiban kecuali dengannya maka mengunakanya menjadi wajib. Misalnya : mencuci kaki tatkala berwudhu, dan tidaklah sempurna mencuci kaki kecuali harus mencuci sebagian betis ( kaki bagian bawah diatas mata kaki) maka mncuci sebagain betis adalah wajib, atau misal berjalan menuju masjid untuk menegakkan sholat wajib berjama'ah diatas. Dan ahlul usul mengungkapkan juga jika berhubungan dengan hal yang haram : :" "

( maa laa yatimu ijtinaabul harami illa bij tinaabihi fahuwa haramun ) , tidaklah sempurna dalam menjauhi hal yang haram kecuali dengan nya maka hal itu menjadi haram ) maknanya : jika tidak bisa menjauhi sesutau yang haram kecuali harus menjauhi sarananya maka sarana itu menjadi haram. Misalnya : j ika seorang perempuan bercampur baut dengan laki-laki asing ( bukan muhrimnya ) ,sedang lelaki itu adalah haram baginya, karena tidak ada ikatan pernikahan dan tidak boleh menyentuhnya ( jima' ) dan tidak ada ikatan persaudaraan, maka tidaklah sempurna menjauhi lelaki asing yang haram baginya itu kecauli dengan menjauhi ikthilat ( bercampur baur ) maka ikthilat itu menjadi haram. : : . 2/ wasilah atau sarana yang digunakan dalam masalah yang sangat jarang,( tidak umum ) , maka sarana ini tidak dihukumi seperti tujuan perbuatan tersebut, maksudnya jarang ( nadir ) adalah tidak umum dibahas dalam syari'at. misalnya : jika ada yang berkata : janganlah kamu menanam angur, supaya buahnya tidak dijadikan minuman : . . . : -

keras, maka kita jawab : sarana ini ( menanam angur ) merupakan sarana yang di gunakan dalam masalah yang jarang dilakukan, maka tidak dihukumi sesui dengan perbuatannya menjadikannya sebagai minuman keras, ( karena umunya angur untuk dimakan, walupun ada yang menjadikanya minuman keras namun tidak menjadi suatu hal umum. : . . : . . }( 10) 3/ wasilah /sarana yang digunakan untuk suatu tujuan perkara yang agak samar, dan para fuqoha berselisih pendapat dalam masalah ini misalnya:menjual angur ke pabrik pembuatan minuman keras, atau menjual senjata di saat terjadi fitnah, atau menjual senjata tatkala terjadi peperangan dikalangan intern kaum muslimin, kalangan dhohiriyyah, sebagian syafii'yah dan hanafiyyah berpendapat: tidak melarangnya di saat itu, : : 59) :{ }( :{ :

dan tidak dihukumi dengan keharamannya, dan tidak apa-apa menjual kurma ke pabrik pembuat minuman keras, dan mereka berdalil dengan kaidah : asalnya perbuatan ini ( jual-beli ) adalah boleh dan halal, dengan dalil: Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), ( QS an nisa':59) dan juga firmannya : Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah ( QS as syuro:10) : : -{ . . . }( . : 108) : -

Pendapat yang kedua dalam masalah ini : bahwasanya sarana tersebut dalam masalah seperti ini dihukumi dengan maksud dan tujuan dari perbuatannya, dan wasilah / saran tersebut dihukumi dengan hal yang merusak pada umumnya, yaitu dengan hukum haram, adapun dalilnya : bahwasanya Allah SWT telah memperingatkan dan melarang semua hal dan sarana yang digunakan dalam perkara yang merusak dan hal ini banyak sekali disebutkan dalam syari'at diantaranya firmanAllah SWT : }( : 108) Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan ( QS: al an'am : 108 ) Dalam ayat ini allah melarang kita untuk mencaci maki sembahan orang-orang musrik, karena bisa menyebabkan mereka akan mencaci maki Allah , sedangkan mencaci amki allah adalah hal yang haram, maka segala sarana yang digunakan untuk suatau yang haram hukumnya juga haram. Adapun dalil yang kedua : bahwasanya kita berhati-hati dan memperingatkan segala sarana yang bisa di gunakan dalam perkara yang haram menunjukkan kesungguhan dalam memegangi dan mengamalkan nash al qur'an dan syari'at islam pada umumnya, disaat kita melarang dari suatu hal yang haram, maka kita juga harus melarang semua jalan dan sarana yang digunakan dalam hal yang haram, dan ini menunjukkan bahwasanya hal tersebut lebih berpegang teguh dengan dalil dan nash syar'iiyah, da inilah madhab jumhur dan pendapat ini lebih kuat dan lebih rajih dari pada pendapat yang pertama.

. : : : .

. .

. :

Adapun masalah tambahan ( az zawa'id ) dan hal-hal penyempurna, maka hukum asalnya bisa mendapatkan pahala ataupun dosa misalnya: pulang dari masjid setelah menjalankan sholat ( perbuatan utamanya sholat penyempurnannya pulang dari masjid pent.) , maka hal ini mendapatkan pahala. Adapun dalam perkara yang haram, apakah perkara tambahan dan penyempurna saja di hukumi haram ? dalam hal ini ada dua jenis: Pertama: perkara yang menyempurnakan hal yang diharamkan tersebut maka hal ini di hukumi haram sesui hukum asal perbuatan haram. Kedua: perkara penyempurna digunanakan untuk bisa lepas dari hal yang diharamkan, maka ini tidak dihukumi haram. Misalnya: orang yang berihram, kemudian ingat kalau di badannya ada satu pakaian yang berjahit, kemudian dia melepaskan pakain tersebut, maka hal ini ( melapaskan kain yang berjahit ) merupakan perkara untuk bisa lepas dari hal yang di haramkan ( memakai pakaian yang berjahit disaat ihram dilarang). Kesimpulan dari kaidah ini adalah :

Sarana untuk melakukan suatu kewajiban maka hukumnya wajib, sarana yang digunakan untuk melakukan perkara sunnah maka hukumnya menjadi sunnah, dan sarana yang digunakan untuk hal yang haram maka hukumnya haram. Misalnya : Hal yang wajib : Sholat berjamaah ( contoh diatas) bagi kaum laki-laki adalah wajib, maka berjalan menuju msajid menjadi wajib, mau melakukan sholat wajib sarana untuk bisa melakukan sholat adalah berwudhu maka berwudhu hukumnya wajib, misal lain: jihad fisabilillah yang hukumnya bisa fardlu ain/fardli kifayah, sarana untuk berjihad adalah memiliki senjata, perbekalan, latihan dsb, maka senjata dan bekal menjadi wajib dimiliki. Dalam perkara sunnah : Memakai minyak wanggi sebelum sholat, ataupun sholat jum'at, sarannya adalah memiliki / membeli minyak wangi , maka membeli minyak wangi dengan tujuan dipakai waktu sholat adalah sunnah hukumnya. Dsb. Dalam perkara yang haram : Berbuat syirik kepada Allah adalah haram, maka sarana berbuat syirik seperti memegang-megang kuburan dengan tujuan mencari barokah, adalah haram, karena membawa pelakunya untuk berbuat syirik, atau membeli menyan / bunga tujuh rupa, dengan tujuan dibawa kedukun sebagai pelengkap ritual kesyrikan , maka membeli menyan menjadi haram hukumnya. Wallahu 'alam bisshowab Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10) Kaidah ke empat belas

Hukum melakukan hal yang dilarang, atau meningalkan suatu kewajiban karena lupa atau salah tanpa disengaja, atau dipaksa

( al khotho u al ikroohu wan nisyanu asqothohu ma'budunar rahmanu lakin ma'al itlaafi yusbitul badhalu wa yantafiyal taksiimu 'anhu waz zalalu) salah ( tanpa di segaja) da dipaksa serta lupa adalh dimaafkan oleh sembahan kita yang maha pemurah , namun jika merugikan harus mengantinya sehingga dia tidak mendapat dosa dan kesalahan ). Pembahsan ini terbagi dalam tiga pasal : PERTAMA : KESALAHAN TANPA SENGAJA : : . :" :{ ". (97) } ( : 97) :

Al khotho ( salah ) ada dua makna : 1.salah lawan dari benar, sebagaiamana perkataan saudara nabi yusuf kepada bapaknya : . Mereka berkata: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)". ( yusuf : 97) maknanya : menyelisihi kebenaran , dan isim fail ( pelaku ) dari kata ini adalah : khootik " ". : . : . 2.kesalahan tanpa sengaja, dikatakan : orang itu salah, maksudnya orang tersebut tidak sengaja melakukannya, dan isim fail ( pelaku ) dari makna ini adalah : "mukthik " " dan ini yang dimaksud dari kaidah ini bukan makna yang pertama ( lawan dari kebenaran ) namun maknanya adalah kesalahan tanpa sengaja. : 286) :" ". :{ :{ }( }( : 5) : : :" ".

Salah tanpa disengaja tidaklah mendapatkan dosa dengan dalil beberapa nash diantaranya firman Allah SWT: "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. ( Qs al baqorah : 286 ) dalam riwayat dikatakan : dan di riwayat lain dikatakan allah menjawabnya : aku telah maafkan (iya ( HR muslim kitab iman bab allah tidak membebani sesuatu kecuali sesui kemampuan manusia hadist no :125 dan 126 ) dan firmanNya : dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf ( salah ) padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. ( QS al ahzab : 5 ) " ". : Dan dalam sebuah hadist dikatakan : " sesungguhnya Allah memaafkan atas umatku :kesalahan tanpa disengaja, dan lupa serta orang yang terpaksa/dipaksa" akan tetapi hadist ini tidak shahih dari segi sanadnya, karena itu

banyak kalangan ahlul ilmi mendhaifkan hadist ini, diantaranya iamam ahmad, akan tetapi sebagian ulama lainya mengatakan hadist ini kuat sanadnya, karena diriwayatkan dengan banyak jalan, mereka berkata : antara riwayat satu dengan yang lainya saling menguatkan . . . Jika sudah jelas dalam masalah ini , sekarang timbul pertanyaan apakah melakukan kesalahan harus mengantinya ataukah tidak ? Jika kesalahan tersebut berhubungan dengan hak-hak manusia, maka diharuskan baginya untuk menganti, jika kesalahan itu menyebabkan kerugian bagi orang lain, baik berupa harta atau yang lainya, dan dalam masalah ini semua ulama telah sepakat, wajibnya membayar denda bagi orang yang salah , atau wajib menganti harta / hak orang lain yang dirugikan . Misal : anda tanpa sengaja menabrak mobil orang lain yang sedang parkir di depan rumahnya, maka anda harus menganti rugi kerusakan mobil tersebut, atau anda menghilangkan barang yang anda pinjam dari temen / orang lain maka anda harus mengantinya sesui bentuk barang atau harga barang tersebut.( pent .) : . . . : .

Jika kesalahan tersebut berhubungan dengan hak Allah, apakah juga haurs mengantinya dengan yang lain ? maka di sini ada perinciannya : jika tidak merugikan ( mengurangi hak-hak allah ) maka tidak wajib mengantinya dan tidak ada kafarahnya, dan ini pendapat kebanyakan para ulama', contohnya : seorang yang sedang ihram ( umrah / hajji ) dan dia menutupi kepalanya tanpa sengaja dan lupa ,maka tidak ada kafarah baginya, begitu juga memakai kain yang berjahit karena lupa atau tanpa sengaja tidak ada kafarah baginya. : . : }( . Pembahasan yang kedua kesalahan yang berhubungan dengan hak allah ( ibadah ) yang merugikan atau mengurangi hak allah misal, memotong kuku dan memotong rambut, atau membunuh binatang buruan waktu ihram, maka disini para fuqoha berselisih , ada dua pendapat : 01/ pendapat yang pertama : tidak wajib menganti atau membayar kafarah, adapun dalil mereka adalah : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, (QS : al maidah : 95) : 95) :" : " -{ :

dalam ayat ini di sebutkan kata : ) " "dengan sengaja ) yaitu orang yang sengaja membunuh binatang buruan di waktu ihram, maka jika tanpa sengaja tidak wajib membayar ganti atau kafarah , dalil ini diambil hari mafhumul mukholafah dari ayat ini ( jika dilakukan dengan sengaja harus menganti, mafhum mukhaolafahnya jika tidak sengaja tidak wajib menganti pent. ) : -

-{

}(

: 92)

02/ pendapat yang kedua : wajib mengantinya atau membayar kafarah, jika berhubungan dengan hak Allah yang merugikan / mengurangi hak tersebut, mereka berdlail dengan nash-nash syar'iyyah diantaranya firman Allah : dan barangsiapa membunuh seorang mukmin tanpa sengaja (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu ( an nisa' : 92 ) Dalam ayat ini Allah menjelaskan wajibnya menganti rugi atau membayar kafarah, walaupun dilakukan tanpa sengaja. : " " .Mereka berkata : adapun kalimat" " ( dengan sengaja ) dalam ayat diatas ( al maidah : 95), maksudnya bukan untuk diambil dan digunakan mafhumnya, adapun yang dimaskud ayat diatas adalah sebagai penegas sifat kesalahan orang yang mengerjakannya. . -

adapun yang rajih dari dua pendapat diatas adalah : pendapat wajibnya membayar ganti atau kafarah bagi orang yang salah tanpa sengaja yang berhubungan dengan hak Allah ( ibadah) jika kesalahannya tersebut menyebabkan kerugian atau mengurangi hak hak allah. : . . -

. Dan dalil yang menunjukkan hal itu adalah hadistnya ka'ab bin 'uzrah, tatkala dia berihram dan dia ditimpa musibah dan ganguan di kepalanya, sampai kutu-kutu jatuh dari rambut kepalanya, maka tatkala Rasulullah SAW membolehkan untuk mencukur rambutnya namun belaiu tidak mengugurkan kafarah baginya, padahal dia ( ka'ab ) dalam keadaan terkena musibah dan ganguan dikepalanya, dan syari'at membolehkan untuk mencukurnya namun harus membayar kafarah, maka hal ini lebih utama di terapkan bagi orang yang berbuat salah walaupun tanpa sengaja, kita tidak membahas tentang dosa, namun kita sedang membahas kafarahnya jika kesahannya menyebabkan kerugian bagi selainnya. KEDUA: ORANG YANG DIPAKSA DAN TERPAKSA : : " " . Adapun makna terpaksa / dipaksa adalah : membawa manusia kepada hal yang tidak diinginkanya dan tidak ada kemauan untuk melakukannya, dalil tentang dipaksa adalah ( : 106) kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (Dia tidak berdosa), ( an nahl : 106) dan dipaksa / terpaksa terbagi menjadi dua jenis : pertama : dipaksa secara total yang tidak ada kemampuan untuk memilih seperti orang yang di lemparkan dari gunung ( tempat yang tinggi ) maka keadaan seperti ini hilang beban syariat darinya, maka tidak ada beban ganti rugi baginya, atau selainnya, dan jumhur ulama menyebutnya dengan : " ikrohohan malja an " yaitu yang tidak ada kemampuan memilih sama sekali, sedang hanafiyyah menamakanya: " idhroron ", yang jelas secara ijma ( kesepakatan para ulama') beban syariat terlepas dari orang yang dipaksa dalam dalam keadaan . : . " " . . :

seperti ini. : " " ". " ". . : "

Kedua : dipaksa / terpaksa yang masih bisa memilih, seperti orang yang diancam untuk dibunuh, atau diancam mau di potong anggota tubuhnya, atau di tahan dan disiksa, dsbnya, jumhur ulama' menamakan hal ini " ikroh ghoiru maljaak " sedang kalangan hanafiyyah membagi lagi menajdi dua bagian : jika di paksa dan diancam mau dibunuh atau di potong angota tubuhnya di sebut " ikrohan malja an" adapun jika di ancam akan di tahan atau di pukul dinamakan " ikrohan ghoiru maljaak" : . Adapaun terpaksa / dipaksa dalam jenis ini ada syarat-syaratnya baru bisa di sebut dipaksa : 1. yang memaksa bisa dan mampu melakukan ancaman tersebut. 2. yang dipaksa tidak mampu ( lemah ) menentang paksaan tersebut. 3. lebih banyak kemunkinannya yang dipaksa bisa jatuh kedalam paksaan dan a Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10) 4. paksaan dan ancaman tersebut bisa dilakukan dalam waktu cepat ataupun lambat. : . : . Dipaksa dalam jenis ini ( masih mempunyai pilihan ) apakah meniadakan beban syari'at atau tidak ? jumhur ahlul ilmi berpendapat : tidak menghilangkan dan meniadakan beban syari'at darinya, karena di memiliki kemampuan untuk memilih, dan dia bisa memilih melakukan paksaan dan bisa memilih untuk meningalkan paksaan tersebut, adapaun golongan muktazilah berpendapat: keadaan seperti ini mengugurkan beban syari'at, adapun hasil yang rajih dari perselisihan pendapat antara jumhur dengan mu'tazilah dalam masalah ini yaitu orang yang dipaksa melakukan sholat atau dipaksa masuk islam, maka dia niatkan sholatnya atau dia masuk islam karena allah, maka yang demikian itu sah sholatnya menurut pendapat jumhur berbeda dengan kelompok mu'tazilah yang menyatakan tidak sah sholatnya. : : . : . Jika sudah jelas dalam masalah tersebut , kita masuk pembahasan berikutnya : jika seseorang dipaksa melakukan sesuatu, apakah boleh dia melakukan paksaan tersebut atau tidak ? berpendapat sebagaian fuqoha' boleh : . . . . : . : . .

melakukan secara mutlaq, dan sebagian fuqoha yang lain berpendapat : boleh dilakukan jika berupa perbuatan dan tidak boleh jika berupa perkataan, adapaun yang rajih dan shahih dari masalah ini adalah : bahwasanya seseorang yang dipaksa harus memperhatikan dan menimbang, antara akibat dan bahaya paksaan tersebut dengan berat tidaknya paksaan tersebut, maka jika sudah demikian diambil mafsadah ( bahaya ) yang paling ringan ( sesui kaidah jika antara bahaya ( mudharat ) satu dengan yang lainya bertabrakan maka diambil bahaya yang paling ringan , lihat kaidah ke 04 ). Contohnya : jika sesorang dipaksa dan dikatakan kepadanya : masuklah ke rumah orang lain jika tidak mau maka kami akan membunuh kamu ! dlaam hal ini mana yang lebih ringan mafsadahnya? Tentu masuk kerumah orang lain lebih ringan mafsadahnya, maka ngak apa-apa masuk kerumah orang lain dari pada di bunuh, contao yang lain , jika dikatakan : bunuhlah si A dan si B, kalo tidak mau kami akan membunuhmu, Maka kita harus menimbang , akibat jika tidak mau melakukan paksaan dan akibat jika melakukan paksaan , maka kita mesti memilih yang lebih ringan mafsadahnya, maka kaidahnya : jika akibat meningalkan paksaan lebih ringan dari pada melakukan paksaan, maka tidak boleh melakukan perbuatan yang dipaksakan tersebut , inilah kaidah dalam hal paksaan. Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10) Reply With Quote KETIGA : ORANG YANG LUPA. : . : . . : .

Adapun yang dimaksud dengan " an nisyan " ( lupa ) adalah : lalai dan lupa yang biasa terjadi pada manusia, ini yang dimaksud dengan an nisyan, dan jika lupa mengerjakan suatu perbuatan, gugur darinya dosa, maka tidak ada dosa bagi manusia jika meninggalkan sesuatu kewajiban karena lupa, atau mengerjakan sesuatu yang melangar karena lupa. Adapun jika lupa/ lalai yang berhubungan dengan hak-hak orang lain dan merugikannya maka wajib baginya untuk menganti rugi sesui kadar kerugiannya, kedua lupa atau lalai yang berhubungan dengan hak- hak Allah SWT , maka apakah wajib bagi manusia untuk mengerjakan kewajiban yang ia tingalkan karena lupa ? atau mengantinya dilain waktu tatkala ingat ? kami katakan : maka dalam keadaan seperti ini tidak lepas dari dua hal yaitu : ". -. -: " :

Pertama : Perkara yang diperintahkan dan diwajibkan dalam syari'at, maka jika manusia lalai dan lupa mengerjakanya maka wajib mengantinya tatkala ingat, misalnya : orang yang lupa belum mengerjakan sholat, maka wajiba baginya mengantinya tatkala ingat ( walaupun sudah berlalu cukup lama waktunya pent.) sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam shohih imam bukhari: " barang siapa yang tertidur atau lupa dari sholatnya maka hendaknya dia mengantinya tatkala ingat, dan tidak ada kafarah kecuali mengerjakanya seperti

itu" : . " . : ".

Kedua : perkara yang dilarang dalam syari'at, maka jika seseorang melakukan hal yang di dilarang tersebut karena lupa maka tidak apa-apa dan tidak ada dosa, dalilnya adalah hadist yang di riwayatkan oleh abu hurairah RA dalam kitab shahih : " barang siapa makan dan minum karena lupa sedang dia dalam keadaan puasa maka hendaklah menyempurnakan puasanya ( tidak membatalkan puasanya pent ) karena hal tersebut merupakan nikmat Allah baginya"

: . . . .

. . :

Disana ada perbuatan-perbuatan yang terdapat didalamnya dua sisi, satu sisi berhubungan dengan hak-hak makluq satu sisi berhubungan dengan hak-hak khooliq subhaanahu wata'ala, maka diutamakan yang berhubungan dengan hak makluq baru hak sang khaliq jika dia lupa melakukan suatu perkara dari perkara-perkara yang dilarang misal, seorang laki-laki telah menceraikan ( thalaq satu ) istrinya, kemudian telah selesai iddahnya, kemudian dia mengaulinya dan dia lupa kalo sudah menthalaqnya, maka jika seperti ini gugur dosanya karena dia lupa , dan melakukan perkara yang dilarang yang berhubungan dengan khaliq, maka hal ini di maafkan dan tidak dihukumi zina, ataupun selainya yang berhubungan dengan hak-hak khaliq , adpaun yang behubungan dengan hak-hak makhluq adalah hak sang istri yaitu wajib bagi sang suami untuk menafkahinya, baik lahir ataupun batin, atau untuk mendapatkan keturunan dan sebagianya dimana hal tersebut merupakan hal yang pasti. . . . .

Maka dalam kaidah ini ( kaidah orang lupa ) kita bedakan antara syarat dan larangan, maka jika dia meningalkan salah satu syarat karena lupa maka hal ini mempengaruhi dalam ibadahnya, adapun jika mengerjakan perbuatan yang terlarang karena lupa , maka ini tidak memperngaruhi dalam hal ibadah, ini yang perlu diperhatikan. Wallahu a'lam bisshowab . . Kita berdoa : semoga Allah menganugerahkan kepada kami dan anda semuanya ilmu yang bermanfaat, dan amalan yang shalih, dan menjadikan kami dan anda semuanya termasuk hamba-hambanya yang saling menyayangi dan mencintai, dan mengampuni semua dosa-dosa kami dan dosa-dosa anda semuanya, dan menjadikan kami semua termasuk orang yang sesui dengan ilmunya para ulama' us sholeh yan telah mereka jelaskan kepada kita, dan menjadikan para pemimpin-peminpin kaum muslimin berhukum dengan syari'at islam , hanya Allah yang tahu itu semuanya, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabi kita muhammad , semoga allah membalas kebaikan anda semuanya, dan menjadikan kalian orang-orang yang istiqomah dijalannya. .

*pindahan dr thread di dot org Last edited by nada ahmad; 10-10-2010 at 22:06. Hakikat itu tidak dapat diucapkan oleh lisan, bahkan ia adalah perasaan batin (zauq) dan emosi yang halus (wujdan).

" Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". ( AsSyams 9-10) Reply With Quote

You might also like