You are on page 1of 15

PERDARAHAN POST PARTUM A.

DEFINISI Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah 500 cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta. B. EPIDEMIOLOGI 1. Insiden Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan. 2. Peningkatan angka kematian di Negara berkembang Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi. Perdarahan postpartum lebih sering terjadi pada iu ibu di Indonesia dibandingkan dengan kejadian di luar negeri. Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu : 1. Early Postpartum 2. Late postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir. : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir.

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. Menghentikan perdarahan. Mencegah timbulnya syok. Mengganti darah yang hilang.

Frekuensi perdarahan postpartum 4/5 15% dari seluruh persalinan. Bedasarkan penyebabnya : 1. 2. 3. 4. 5. Atoni uteri ( 50 60% ). Retensio plasenta ( 16 17% ). Sisa plasenta ( 23 24% ). Laserasi jalan lahir ( 4 5% ). Kelainan darah ( 0,5 0,8% ).

Patofisiologi

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus terus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi tterus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit pada darah ibu misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak adanya atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik. C. ETIOLOGI Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum, faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah. 1. Tone Dimished : Atonia uteri Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di control oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan Sindroma Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut dengan gejala : astenia, hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.

4 Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :

Manipulasi uterus yang berlebihan, General anestesi (pada persalinan dengan operasi ), Uterus yang teregang berlebihan : o Kehamilan kembar o Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 5000 gram ) o polyhydramnion Kehamilan lewat waktu, Portus lama Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ), Anestesi yang dalam Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ), Plasenta previa, Solutio plasenta, 2. Tissue a. Retensio plasenta b. Sisa plasenta c. Plasenta acreta dan variasinya. Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena : - kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva ) - Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidva sampai miometrium sampai dibawah peritoneum

3. Trauma

Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir a. Ruptur uterus b. Inversi uterus c. Perlukaan jalan lahir d. Vaginal hematom. 4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa : Hipofibrinogenemia, Trombocitopeni, Idiopathic thrombocytopenic purpura, HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count ), Disseminated Intravaskuler Coagulation, Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak. D. FAKTOR RESIKO Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya hemorraghe postpartum : 1. Grande multipara 2. Perpanjangan persalinan 3. Chorioamnionitis 4. Kehamilan multiple 5. Injeksi Magnesium sulfat 6. Perpanjangan pemberian oxytocin

E. DIAGNOSIS

Hemorraghe postpartum digunakan untuk persalinan dengan umur kehamilan lebih dari 20 minggu, karena apabila umur kehamilan kurang dari 20 minggu disebut sebagai aborsi spontan Beberapa gejala yang bisa menunjukkan hemorraghe postpartum : 1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol 2. Penurunan tekanan darah 3. Peningkatan detak jantung 4. Penurunan hitung sel darah merah ( hematocrit ) 5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan ditatalaksana sesuai penyebabnya.Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir. Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum 1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri 2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak 3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari : a. Sisa plasenta dan ketuban b. Robekan rahim c. Plasenta succenturiata 4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah. 5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-lain.

Adapun faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : umur, paritas, partus lama dan partus terlantar, obstetric operatif dan narkosa, uterus terlalu renggang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio plasenta, factor sosio ekonomi yaitu malnutrisi. F. PENCEGAHAN DAN MANAJEMEN 1. Pencegahan Perdarahan Postpartum Perawatan masa kehamilan Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit Persiapan persalinan Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi.Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan. Jika perdarahan teratasi, periksa kadar hemoglobin : Hb < 7 g/dl atau Ht < 20% (anemia berat) :Beri transfusi sampai dengan Hb >7 g/dl Hb 7-11 g/dl :Beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan Persalinan Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum.

MANAJEMEN AKTIF KALA III

Untuk membantu proses kelahiran plasenta dilakukan tindakan Penegangan Talipusat Terkendali (Controlled Cord Traction), hal ini akan mencegah kejadian perdarahan pasca persalinan. Mengingat Kematian Ibu Bersalin yang terjadi sebagian besar adalah karena perdarahan pasca persalinan, utamanya disebabkan karena atonia uteri dan retensio plasenta, maka upaya pencegahan yang baik adalah melakukan penatalaksanaan aktif kala III. 1. Jepit dan potong tali pusat segera setelah bayi lahir Segera setelah bayi lahir, jepit tali pusat menggunakan klem Kelly atau kocher sekitar 3 cm dari umbilikus bayi. Urut tali pusat dari klem ke arah ibu. Jepit tali pusat dengan klem kedua pada jarak 2 cm ke arah ibu dari klem pertama. Lakukan tindakan asepsis diantara kedua klem menggunakan Povidon iodine (Betadine, Isodine) Pegang tali pusat dengan tangan kiri dan potong diantara kedua klem, sementara tangan kiri penolong persalinan melindungi bayi dari gunting. 2. Pemberian uterotonika Uterotonika diberikan untuk menghasilkan kontraksi yang adekuat. Ada dua jenis uterotonika yang dapat dipakai yaitu Oksitosin dan Ergometrin. Uterotonika yang dianjurkan adalah Oksitosin 10 IU secara intramuskuler. 3. Peregangan Talipusat Terkendali (Controlled Cord Traction) Peregangan talipusat terkendali adalah tindakan yang dilakukan untuk membantu proses kelahiran plasenta. Langkah-langkah utama tindakan ini adalah : Penolong berdiri di sisi kanan ibu bersalin Pasang klem pada tali pusat (kurang lebih pada 2.5 sentimeter di depan vulva) kemudian letakkan (4 jari) tangan kiri pada suprasimfisis (di antara korpus depan dan segmen bawah uterus) Perhatikan kontraksi uterus. Saat terjadi kontraksi, pegang klem dengan tangan kanan, tegangkan tali pusat, sementara tangan kiri mendorong uterus ke arah dorso-kranial, hingga plasenta masuk ke lumen vagina Apabila plasenta belum meluncur keluar, ulangi langkah-langkah menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri mendorong uterus ke arah dorsokranial pada saat uterus berkontraksi. Pindahkan tangan kiri pada suprasimfisis, kemudian tegangkan kembali tali pusat dengan tangan kanan dan tekan suprasimfisis dengan tangan kiri ke arah dorso-kranial hingga plasenta meluncur keluar.

Referensi pemberian uterotonica 1. Pitocin a. Onset in 3 to 5 minutes b. Intramuscular : 10-20 units c. Intravenous : 40 units/liter at 250 cc/hour 2. Ergotamine ( Methergine ) a. Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 hour b. Onset in 2 to 5 minutes c. Kontraindikasi Hypertensi Pregnancy Induced hypertntion hypersensitivity 3. Prostaglandin ( Hemabate ) a. Dosing : 0.25 mg Intramuscular or intra myometrium b. Onset < 5 minutes c. Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg 4. Misoprostol 600 mcg PO or P 4. Masase fundus uteri setelah plasenta lahir (pada Kala IV) Setelah plasenta lahir maka kala III telah berakhir, tetapi tugas penolong persalinan belum selesai karena masih ada risiko perdarahan yang terjadi. Diantara penyebab kematian ibu melahirkan, salah satu penyebab utama adalah perdarahan pasca persalinan. Penyebab terbesar kejadian perdarahan pasca persalinan adalah atonia uteri. Untuk mengurangi kemungkinan atonia ini dilakukan masase uterus secara aktif untuk menunjang terjadinya kontraksi uterus yang baik. Masase uterus dilakukan dengan langkah berikut: Letakkan tangan di atas fundus uteri, lakukan gerakan sirkuler pada permukaan fundus, sehingga teraba uterus yang mengeras Perhatikan apakah kontrasi uterus baik atau tidak, lakukan penilaian setiap 12 menit. Bila uterus melunak lagi, lakukan masase ulang Atonia uteri Masase uterus, pasang minimal 2 IV line Oksitosin 20-40 IU dlm RL 500 cc 20-40 tts, Ergometrin 0,2 mg IM/IV Perlukaan (-), retensio/ sisa plasenta (-)Uterus tidak berkontraksi Ergometrin 0,2 mg dapat diulang 15 dari I Misoprostol 1000 mcg rektal Kompresi bimanual Kompresi aorta abdominal jika perdarahan (+) Tampon uterus Rujuk RS Ligasi arteri atau histerektomi

HIPOTERMIA PADA NEONATUS

keseimbangan suhu pada neonatus diatur oleh dua komponen, yaitu lemak pada lapisan subkutan dan lemak cokelat yang terletak di sekitar kelenjar adrenal, ginjal, tengkuk, daerah skapula dan aksila. metabolisme pada lemak cokelat ini menghasilkan panas, sehingga darah yang mengalir melewati lemak cokelat (brown fat) akan menjadi hangat. Neonatus rentan mengalami hipotermia karena permukaan yang lebih besar dari massa tubuhnya.Neonatus yang memiliki berat badan lebih ringan akan semakin rentan mengalami hipotermi, karena cadangan lemak subkutan dan lemak cokelat lebih sedikit. kehilangan panas pada neonatus dapat melalui beberapa cara, yaitu 1. evaporasi, evaporasi cairan amnion dari permukaan kulit 2. konduksi, kontak dengan objek dingin, seperti pakaian dll 3. konveksi, pajanan oleh udara dingin yang menggantikan udara hangat disekitar bayi 4. radiasi, pengaruh benda dingin, seperti dinding yang dingin

neonatus dapat dikatakan suhu tubuhnya normal, jika temperatur aksilanya 36,5-37,5 derajad celsius. Pada hipotermia suhu dibawah 36,5 derajad celsius. Stress dingin 36,0-36,4 derajad celsius. Hipotermia sedang 32,0 -35,9 derajad celsius Hipotermia berat < 32,0 derajad Celsius penanganan untuk meminimalisisr hipotermi pada bayi yang biasa disebut dengan konsep rantai hangat : 1. ruang persalinan yang hangat 2. resusitasi yang hangat 3. pengeringan segera cairan amnion 4. kontak antara kulit bayi dengan kulit ibunya 5. ASI 6. menunda memandikan dan penimbangan 7. pakaian dan lokasi tidur yang layak 8. rawat gabung 9. transportasi gabung 10. pelatihan / penanganan tenaga kesehatan. Bayi-bayi yang sangat rawan terhadap hipotermi yaitu : 1. bayi kurang bulan / prematur 2. bayi berat lahir rendah 3. bayi sakit

tanda dan gejala Hipotermi :

vasokonstriksi perifer

1. Akrosianosis 2. Ekstrimitas yang dingin 3. penurunan perfusi perifer

Depresi sistem saraf pusat Letargi Bradikardi apnoe intoleransi makanan Metabolisme yang meningkat

1. 2. 3. 4.

1. Asidosis metabolik 2. hipoglikemia 3. hipoksia

peningkatan tekanan arteri pulmonalis

1. distress 2. takipnoe

tanda-tanda kronik

1. berat badan yang turun 2. penambahan berat badan yang kurang

Managemen hipotemia, dalam lingkungan pusat pelayanan kesehatan, diagnosis hipotermia dilakukan dengan mencatat suhu tubuh yang sebenarnya, yaitu dengan pengukuran dengan termometer rektal. Suhu rektal sangat akurat, di lakukan pada pusat panas tubuh. Untuk mengetahui perkembangan, pantau temperatur setiap 0,5 jam sekali sampai suhu tubuh mencapai 36,5 derajad celsius. Kemudian setiap jam untuk 4 jam kemudian, 2 jam sekali untuk 12 jam kemudian, dan 3 jam sekali untuk perawatan rutin. Hipotermia sedang (>32-<36), kontak kulit sebaiknya dilakukan diruangan tempat tidur yang hangat . penggunaan wamer atau inkubator dapat pula dilakukan. pemantauan setiap 15- 30 menit sekali. Hipotermia berat (>32), dapat menggunakan inkubator yang dipanaskan dengan suhu (34-36derajad celsius) dan jika suhu bayi sudah naik menjadi 34 derajad celsius, maka panas inkubator harus dikurangi. dapat pula menggunakan lampu pijar 200 watt atau lampu infra merah. Referensi :Medicinal :jurnal kedokteran Indonesia Vol 3 Edisi IX 15 Mei 2010. Hiperbilirubinemia Neonatorum 1.DEFINISI Hiperbilirubinemia adalah meningginya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal yang terjadi pada bayi baru lahir. 2.KLASIFIKASI Dibagi menjadi: a.Ikterus fisiologis Warna kuning akan timbul pada hari ke-2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5-6 dan menghilang pada hari ke-10. Bayi tampak biasa, minum baik, BB naik biasa. Kadar bilirubin serum bayi cukup bulan > 12 mg/dL dan pada BBLR 10 mg/dL, dan akan hilang pada hari ke 14. b.Ikterus patologis 1)Ikterus timbul dalam 24 jam 1 kehidupan; serum bilirubin total > 12 mg/dL. 2)Peningkatan kadar bilirubin 5 mg % atau > dalam 24 jam 3)Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas serum,defisiensi enzim 6-6 pada dan sepsis. 4)Bil direk > 1 mg/dL atau kenaikan bil serum 1 mg/dL/jam atau > 5 mg/dL/hari. 5)Konsentrasi bil serum > 10 mg % pada BKB dari 12,5 mg % pada BCB 6)Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari (bayi cukup bulan) dan > 14 hari pada BBLR. 3.ETIOLOGI a.Ikterus fisiologis 1)Kurangnya protein Z dan Y, enzim glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya. 2)Pemberian ASI yang mengandung pregnanediol atau asam lemak bebas yang akan menghambat kerja G-6-PD.

b.Ikterus patologis 1)Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak seperti rhesus antagonis, ABO. 2)Kelainan dalam SDM, ex. Defisiensi G-6-PD, thalasemia, dll. 3)Hemolisis: polisitemia, perdarahan karena trauma lahir 4)Infeksi: hepatitis 5)Kelainan metabolik: hipoglikemia 6)Obat-obat yang menggantikan ikatan bil d, albumin ex. Salgonamida, salisilat, gentamisin, sodium benzoat, dll. 7)Piaro enterohepatik yang meningkat: obstruksi usus letak meningkat.Meningkatnya kadar bilirubin total pada minggu pertama kelahiran. Kadar normal maksimal adalah 12-13 mg% (205-220 mol/L). PATOFISIOLOGI a. Produksi bilirubin yang meningkat : peningkatan jumlah sel darah merah, penurunan umur sel darah merah, peningkatan pemecahan sel darah merah (Inkompatibilitas golongan darah dan Rh, defek sel darah merah pada defisiensi G6PD atau sferositosis, polisitemia, sekuester darah, infeksi). Penurunan konjugasi Bilirubin: prematuritas, ASI , defek kongenital yang jarang. Peningkatan Reabsorpsi Bilirubin dalam saluran cerna : ASI, asfiksia, pemberian ASI yang terlambat, obstruksi saluran cerna. Kegagalan ekskresi cairan empedu : infeksi intrauterin, sepsis, hepatitis, sindrom kolestatik, atresia biliaris, fibrosis kistik.

b. c. d.

GEJALA KLINIS Kulit, mukosa dan konjungtiva kuning. DIAGNOSIS a. b. anamnesis : riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemi dan pembesaran hati dan limpa, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat infeksi maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia. Pemeriksaan fisik : Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll) Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan dilakukan padapencahayaan yang memadai Berdasarkan Kramer

Derajat Daerah ikterus ikterus I II III IV V Kepala dan leher Sampai badan atas (di atas umbilikus) Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut) Sampai lengan, tungkai bawah lutut Sampai telapak tangan dan kaki

Perkiraan kadar bilirubin 5,0 mg% 9,0 mg% 11,4 mg/dl 12,4 mg/dl 16,0 mg/dl

c. Pemeriksaan laboratorium: kadar bilirubin, golongan darah (ABO dan Rhesus) ibu dan anak, darah rutin, hapusan darah, Coomb tes, kadar enzim G6PD (pada riwayat keluarga dengan defisiensi enzim G6PD). d. Pemeriksaan radiologis : USG abdomen (pada ikterus berkepanjangan)

PENYULIT - Ensefalopati hiperbilirubinemia (bisa terjadi kejang, malas minum, letargi dan dapat berakibat pada gangguan pendengaran, palsi serebralis TATALAKSANA 1. Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis. Tindakan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar 2. Pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl (170 mmol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 15 mg/dl (260 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total 20 mg/dl (> 340 mmol/L) dilakukan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (> 260 mmol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisi Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (260 mmol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 18 mg/dl (310 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 25 mg/dl (430 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 mmol/L) fototerapi dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mmol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

3.

4.

Pada usia > 72 jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 17 mg/dl (290 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 mmol/L) dilakukan fototerapi sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mmol/L) pada usia > 72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

Syok hipovolemik Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik). Dua penyebab utama kehilangan darah dari dalam yang cepat adalah cedera pada organ padat dan rupturnya aneurisma aorta abdominalis. Syok hipovolemik dapat merupakan akibat dari kehilangan cairan yang signifikan (selain darah). Dua contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan, antara lain gastroenteritis refrakter dan luka bakar yang luas. Pembahasan utama dari artikel ini adalah syok hipovolemik akibat kehilangan darah dan kontraversi mengenai penanganannya. Pembaca dianjurkan membaca artikel lain untuk mendiskusikan tentang patofisiologi dan penanganan syok hipovolemik akibat kehilangan cairan dibandingkan darah. Intervensi sebelum ke rumah sakit terdiri dari immobilisasi (pada pasien trauma), menjamin jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi, dan memaksimalkan sirkulasi. Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positif dapat mengurangi aliran balik vena, mengurangi cardiac output, dan memperburuk status/keadaan syok. Walaupun oksigenasi dan ventilasi penting, kelebihan ventilasi tekanan positif dapat merusak pada pasien dengan syok hipovolemik.

Daftar Pustaka

1. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi POGI, Pelatihan Asuhan Persalinan Normal, Jakarta 2009 2. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi POGI, Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar, Jakarta 2009

3. Yayasan Bina Pustaka, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta 2008 4. Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg, edisi Ketiga cetakan Kelima,Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999 5. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke tiga Jilid Pertama , Editor Arif Mansjoer , Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri , Wahyu Ika Wardani , Wiwiek Setiowulan.

You might also like