You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Penyakit diare atau yang juga sering disebut gastroenteritis hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak.1 Gastroenteritis didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dari konsistensi tinja yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar dari biasanya (sama atau lebih dari 3 kali per hari).2 Dari daftar urutan penyebab kunjungan Puskemas/Balai Pengobatan, hampir selalu termasuk dalam kelompok 3 penyebab utama bagi masyarakat untuk berkunjung ke puskesmas. Di Indonesia dapat ditemukan penderita diare sekitar 60 juta setiap tahunnya, dimana sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak dibawah 5 tahun.3 Hingga saat ini terdapat kira-kira 40% kasus diare pada anak yang diduga akibat infeksi namun tidak dapat diidentifikasi kuman patogennya. Hal ini mungkin terjadi akibat kekurang pahaman tentang pentingnya mikroorganisme tertentu pada saluran pencernaan. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan diare yaitu peradangan usus (oleh bakteri, virus, parasit, jamur), keracunan makanan dan minuman, kekurangan gizi (kekurangan energi protein), malabsorpsi terutama intoleransi terhadap laktosa susu atau dapat karena alergi terhadap susu sapi, imunodefisiensi, psikologis (rasa takut dan cemas), hygiene perorangan yang kurang baik, makanan pendamping ASI yang tidak sesuai, dan faktor musim atau geografi daerah.3,4 Diantara faktor-faktor tersebut, salah satu faktor yang dapat menyebabkan diare adalah infeksi jamur yaitu Candida Sp. Diare yang disebabkan oleh jamur makin sering ditemukan dalam beberapa tahun terakhir. Candida telah muncul sebagai salah satu infeksi nosocomial yang paling penting di seluruh dunia dengan angka morbiditas, mortalitas, dan pembiayaan kesehatan yang bermakna. Diare yang disebabkan oleh Candida dapat terjadi pada semua golongan umur dengan prevalensi tertinggi pada bayi berusia 0-12 bulan.2,5,6

1.1. ETIOLOGI Candida merupakan jamur saprofit yang tersebar luas dan terdapat dimanamana. Jamur ini merupakan bagian dari flora normal pada kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan dan saluran genitalia wanita. Di alam bebas jamur ini ditemukan di tanah, buah-buahan, kotoran binatang dan air. Diperkirakan ada sekitar 200 spesies Candida yang telah diidentifikasi. Candida albicans merupakan penyebab infeksi tersering pada manusia dan merupakan spesies yang paling banyak diselidiki. Spesies lainnya seperti Candida tropicalis, Candida

parapsilosis, Candida glabrata, Candida krusei, Candida guillermondii, Candida lusitaniae, Candida lipolytica dan Candida stellatoidea juga dapat menyebabkan infeksi yang serius pada individu yang rentan.7

1.2. FAKTOR PREDISPOSISI Jamur Candida dalam keadaan normal sering ditemukan saprofit pada mukosa saluran pencernaan. Namun demikian, tidak jarang jamur ini dijumpai dalam jumlah yang sangat banyak sehingga dapat merubah hidup dari saprofit menjadi parasit oleh karena adanya berbagai faktor predisposisi, diantara lain :8 1. Kurang Kalori Protein (malnutrisi) 2. Gangguan kekebalan seluler atau pemberian obat imunosupresif 3. Pemberian antibiotika yang berlebihan 4. Bayi berat lahir rendah 5. Diare kronik Jumlah spesies Candida yang berlebihan dapat menyebabkan diare karena terjadi gangguan penyerapan karbohidrat, air dan elektrolit. Jika keadaan ini terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi, maka dapat memperberat derajat malnutrisinya. Keadaan ini kemudian akan menyebabkan bertambah suburnya pertumbuhan jamur Candida yang akan menghalangi penyerapan makanan sehingga akhirnya menimbulkan diare. Sebaliknya diare ini akan memperberat derajat malnutrisinya dan seterusnya, yang merupakan lingkungan yang tidak berujung bila tidak diatasi dengan cepat dan tepat.9

1.3. PATOFISIOLOGI Hingga saat ini, mekanisme patofisiologi yang pasti dari diare yang disebabkan oleh Candida serta faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan bentuk Candida dari organisme yang saprofit menjadi organisme yang patogen belum banyak dimengerti. Saluran pencernaan dapat terinfeksi oleh Candida albicans melalui permukaan mukosanya atau melalui aliran darah. Saluran pencernaan merupakan sumber infeksi endogen untuk timbulnya candidiasis, karena Candida telah terdapat sebelumnya didalamnya. Pada keadaan-keadaan tertentu, yaitu bila terdapat faktor-faktor predisposisi, maka jamur ini dapat menimbulkan penyakit. Selain infeksi endogen, dapat juga terjadi infeksi secara eksogen. Cara infeksi ini misalnya waktu bayi dilahirkan. Bila vagina ibunya mengandung Candida, maka jamur dapat tertelan dan masuk ke dalam usus. Cara lain infeksi adalah melalui alat makan dan minum yang tercemar, misalnya di tempat perawatan bayi baru lahir dan tempat-tempat perawatan anak yang kurang memperhatikan kebersihan.7,9

1.4. MANIFESTASI KLINIS Diare yang disebabkan oleh Candida dapat bersifat intermiten dengan tinja yang lembek hingga cair, dapat berlangsung hingga 8-10 kali dalam sehari, biasanya tanpa darah dan lendir dalam tinja. Kadang-kadang dapat terjadi disertai penurunan berat badan. Gejala-gejala ini biasanya menetap dan dapat berlangsung hingga 3 bulan. Gejala-gejala lainnya seperti demam, mual, muntah dan anoreksia biasanya tidak ditemukan. Pada pemeriksaan fisik biasanya normal, kadangkadang ditemukan nyeri perut yang difus dan sangat ringan.10

1.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan sediaan langsung tinja dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% atau KOH 10%, dimana akan nampak sel-sel jamur yang bertunas atau pseudohifa.11 Kultur tinja untuk Candida dapat dilakukan dengan melarutkan 0,2 gram tinja dalam 1,8 ml larutan salin yang steril. 10 l larutan ini ditanamkan pada media agar dekstrosa Sabouraud yang mengandung 300 g/ml kloramfenikol dan

10 g/ml gentamisin. Media biakan ini diinkubasi pada udara dengan suhu 350C selama 48 jam, sebelum mengidentifikasi dan menghitung jumlah koloni. Candida albicans diidentifikasi melalui pembentukkan germ tube dan dikonfirmasi melalui pembentukkan chlamidospora.12 Saat ini, di berbagai laboratorium klinik, tes serum dengan hasil positif germ tube dipakai sebagai satu-satunya cara untuk mengidentifikasi Candida albicans secara tepat. Hasilnya dapat dibaca setelah inokulasi dieram dalam serum selama 2 jam pada suhu 370C.12 Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah yang lain biasanya menunjukkan nilai yang normal. Leukosit dalam tinja biasanya tidak ditemukan atau jarang.10

1.6. DIAGNOSIS Diagnosis Candidiasis Gastrointestinal sangat sulit terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa terdapat sejumlah kecil jamur Candida yang hidup dalam tubuh orang sehat dan sulit untuk membedakan apakah jamur tersebut bersifat saprofit atau telah menjadi patogen.13 Adanya kesulitan untuk membedakan apakah spesies Candida yang ada pada saluran pencernaan bersifat saprofit atau patogen dapat menjelaskan mengapa organisme ini jarang disebut-sebut dalam kepustakaan sebagai penyebab diare pada anak. Sebelum mencurigai Candida sebagai penyebab diare, sangat penting untuk memastikan bahwa pemeriksaan kultur tinja terhadap bakteri patogen dan pemeriksaan mikroskopik terhadap parasit memberikan hasil yang negatif. Kultur tinja untuk Candida seringkali tidak bermanfaat, terutama bila yang digunakan adalah media rutin mengisolasi baktreri usus, yang hanya memberikan kebutuhan pertumbuhan yang suboptimal untuk Candida. Flora usus tertentu, khususnya Enterobacteriaceae dan lactobacili juga dapat menghambat pertumbuhan Candida pada media. Kultur rutin juga seringkali sudah dibuang sebelum diperoleh pertumbuhan Candida yang bermakna.10,14 Diagnosis candidiasis gastrointestinal tidak selalu dapat dibuat berdasarkan ditemukannya jamur dalam tinja, walaupun pada seorang penderita dengan diare. Hanya bila ditemukan jamur dalam jumlah cukup besar atau adanya bentuk hifa semu pada pemeriksaan langsung, maka Candida dapat dianggap sebagai

penyebab diare, baik primer maupun sekunder oleh penyakit lain. Jumlah jamur yang dianggap besar adalah 104/ml tinja.9 Seringkali hasil kultur tinja dilaporkan sebagai normal flora fekal dan pemeriksaan terhadap telur cacing dan parasit hasilnya negatif, namun pada pemeriksaan mikroskop dengan lapangan pandang besar yang diwarnai dengan iodine, seringkali ditemukan Candida dalam jumlah besar. Hal ini dapat dijadikan sebagai dasar diagnosa. Bukti lainnya bahwa Candida sebagai penyebab diare adalah respons yang baik terhadap pengobatan dengan nystatin.14

1.7. PENATALAKSANAAN Pengobatan candidiasis gastrointestinal yang murni tidak sukar. Obat-obat anti jamur yang tersedia saat ini seperti nystatin, amfotericin dan sebagainya mempunyai khasiat yang baik. Yang sukar adalah mengobati faktor-faktor predisposisi yang menyertai penyakit ini. Bila pada seorang penderita diare ditemukan adanya jamur Candida pada tinja, walaupun dalam jumlah kecil, sebaiknya diobati, karena diare dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi sekunder oleh Candida.9

BAB II LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS Seorang anak laki-laki, umur 10 bulan, BB 8,5 kg, PB 85 cm, suku Sangihe, kebangsaan Indonesia, alamat Tikala, agama Kristen Protestan, masuk rumah sakit tanggal 16 Agustus 2010, jam 18.00 Wita, dengan keluhan utama : BAB encer dan panas 1 hari.

2.2. ANAMNESIS Buang air besar encer dialami sejak pagi dengan frekuensi 10 kali, volume gelas aqua, berwarna kuning, berisi ampas dan berbau asam. BAB tidak berbuih dan tidak menyemprot. BAB encer tidak disertai darah dan lendir. Panas dialami juga bersamaan dengan timbulnya BAB encer. Panas dialami penderita sejak 6 jam yang lalu, panas sumer-sumer pada perabaan, panas turun sampai normal dengan pemberian obat penurun panas tapi kemudian naik lagi pada perabaan. Panas tidak disertai kejang ataupun menggigil. BAK biasa, terakhir 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Muntah tidak dialami oleh penderita, Riwayat batuk beringus disangkal. Nafsu makan berkurang sejak 2 hari yang lalu, Penderita belum pernah berobat ke dokter sebelumnya. Riwayat kehamilan dan kelahiran kesan normal (BBL: 2800gr), demikian juga perkembangan fisik, motorik dan mentalnya. Riwayat makanan kesan cukup, baik kualitas maupun kuantitas. Imunisasi dasar lengkap. Tidak ada keluarga penderita yang menderita sakit seperti ini. Penderita adalah anak tunggal. Ayah berumur 27 tahun, suku Sangihe, pendidikan SMU, pekerjaan buruh. Ibu berumur 22 tahun, suku Sangihe, pendidikan SMP, ibu rumah tangga.

2.3. PEMERIKSAAN FISIK KU Tanda Vital : Tampak sakit sedang : Nadi Respirasi Suhu Kesadaran : Compos mentis

:140 kali /menit , regular, isi cukup. : 44 kali/menit : 38,5 C

Kepala

: UUB datar, rambut hitam, tidak mudah dicabut Konjungtiva anemis -/Sclera ikterik -/-, Mata cowong -/-, air mata +/+ pupil bulat isokor, RC +/+ Telinga : sekret -/Hidung : sekret -/-, PCH (-) Bibir : sianosis (-), mukosa bibir dan mulut : agak kering Lidah beslag (-) Gusi perdarahan (-) Bau pernapasan normal

Leher

: Tonsil : T1/T1, hiperemis (-), granula (-) Faring : hiperemis (-) Trakhea letak ditengah, pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)

Toraks

: Simetris Retraksi (-), Cor/Pulmo tidak ada kelainan

Abdomen

: Datar, lemas, Peristaltik usus (+) meningkat Hepar/ Lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat.

Genitalis Anus Ekstremitas Kulit

: laki-laki normal : Eritema natum (-) : Akral hangat, deformitas - , CRT < 2, sianosis (-) : Warna kuning langsat, lapisan lemak cukup, turgor kembali cepat.

Tanda tanda dehidrasi : 1. UUB cekung -/2. Mata cowong -/3. Air mata +/+ 4. Turgor kulit kembali cepat 5. Mukosa bibir dan mulut basah

Laboratorium : Hemoglobin Leukosit Trombosit Hematokrit Natrium Kalium : 10,5 gr% : 16.000/mm3 : 255.000/mm3 : 32,7 % : 135 mEq/l : 3,5 mEq/l DDR (-)

Diagnosis kerja

: Gastroenteritis Akut

Terapi : Paracetamol Amoksisilin Vitamin A Oralit ad lib : 3 x 80 mg (k/p) : 3 x 125 mg : 3 x 1000 IU

Anjuran : Pemeriksaan feses mikroskopis dan kultur tinja

2.4. FOLLOW UP Hari 1 (17 Agustus 2010) Keluhan : BAB 5x, cair, warna kuning, ampas +, bau asam +, lendir -, darah, panas + KU Tanda Vital : Tampak sakit : Nadi Respirasi Suhu Kepala Kesadaran : Compos mentis

:132 kali /menit , regular, isi cukup. : 36 kali/menit : 38 C

: UUB datar, rambut tidak mudah dicabut Konjungtiva anemis -/Sclera ikterik -/-, Mata cowong -/-, air mata +/+ PCH (-),

Mukosa bibir dan mulut : basah Tenggorokan : Tonsil T1/T1, hiperemis (-), granula (-) Toraks : Simetris Retraksi (-), Cor/Pulmo tidak ada kelainan Abdomen : Datar, lemas, Peristaltik usus (+) normal Hepar/ Lien tidak teraba , turgor kulit kembali cepat. Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 Tanda tanda dehidrasi : 1. UUB cekung -/2. Mata cowong -/3. Air mata +/+ 4. Turgor kulit kembali cepat 5. Mukosa bibir dan mulut basah

Pemeriksaan laboratorium : DDR (-) Feces makroskopis : Warna kuning , konsistensi cair, bau biasa, sisa makanan +, cacing -, parasit Faeces mikroskopik : Jamur : candida 1-2/ LP bertunas

Diagnosis

: Gastroenteritis Akut e.c. Candida Sp.

Terapi

: Paracetamol 3x 80 mg (k/p) Nystatin 3 x 0,5 cc Vit. A, 3 x 1000 IU Oralit ad lib

Hari ke -2 (18 Agustus 2010) Keluhan KU : BAB 3x, ampas +, bau asam -, lendir -, darah -, panas : Tampak sakit Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital

: Nadi Respirasi Suhu

: 112 kali /menit , regular, isi cukup. : 28 kali/menit : 37,2C

Kepala

: UUB datar, rambut tidak mudah dicabut Konjungtiva anemis -/Sclera ikterik -/-, Mata cowong -/-, air mata +/+ Mukosa bibir dan mulut : basah PCH (-),

Tenggorokan : Tonsil T1/T1, hiperemis (-), granula (-) Toraks : Simetris Retraksi (-), Cor/Pulmo tidak ada kelainan Abdomen : Datar, lemas, Peristaltik usus (+) normal Hepar/ Lien tidak teraba , turgor kulit kembali cepat. Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 Tanda tanda dehidrasi : 1. UUB cekung -/2. Mata cowong -/3. Air mata +/+ 4. Turgor kulit kembali cepat 5. Mukosa bibir dan mulut basah Pemeriksaan laboratorium : DDR (-) Diagnosis Terapi : Gastroenteritis Akut e.c. Candida Sp. : Paracetamol 3x 80 mg (k/p) Nystatin 3 x 0,5 cc Vit. A. 3 x 1000 IU Oralit ad lib Pasien pulang dengan edukasi kepada orang tua Anjuran : Kontrol poliklinik anak

10

BAB III PENILAIAN FARMAKOLOGIK KLINIK

Dalam bab ini akan dibahas tentang penilaian terhadap farmakologi klinik terhadap terapi yang diberikan pada pasien ini. Obat-obat yang dibahas adalah Nystatin, Paracetamol, dan Oralit.

3.1. Nystatin Nystatin merupakan suatu antibiotik polien yang dihasilkan oleh Streptomyces noursei. Obat yang berupa bubuk warna kuning kemerahan ini bersifat higroskopis, berbau khas, sukar larut dalam kloroform dan eter, larutannya mudah terurai dalam air dan plasma.15

3.1.1. Rasionalitas pemilihan obat dalam terapi Aktivitas anti jamur dari nystatin menghambat pertumbuhan berbagai jamur dan ragi, tetapi tidak aktif terhadap bakteri, protozoa dan virus. Jadi tidak menimbulkan bahaya superinfeksi.15 Mekanisme kerjanya, nystatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitif. Aktivitas antijamur tergantung dari adanya ikatan dengan sterol pada membran sel jamur atau ragi terutama sekali ergosterol. Akibat terbentuknya ikatan antara sterol dan antibiotik ini akan terjadi perubahan permeabilitas membran sel sehingga sel akan kehilangan berbagai molekul kecil. Candida albicans hampir tidak memperlihatkan resistensi terhadap nystatin. Nystatin tidak dipakai secara parenteral. Obat ini tidak diserap melalui saluran cerna, kulit atau selaput lendir. Nystatin dikeluarkan bersama tinja.15

3.1.2. Efektivitas obat yang dipakai Nystatin terutama digunakan untuk infeksi kandida di kulit, selaput lendir dan saluran cerna. Obat ini tidak efektif untuk kandidiasis pada kuku dan kulit yang mengalami hiperkeratinisasi atau berkrusta. Kandidiasis di

11

mulut, esofagus dan lambung biasanya merupakan komplikasi dari penyakit darah yang ganas terutama pada penderita yang mendapat pengobatan imunosupresif. Sebagian besar infeksi ini memberikan respons yang baik terhadap nystatin. Namun demikian, bila disfagia tidak menunjukkan perbaikan setelah beberapa hari pengobatan atau bila penderita dalam keadaan sakit berat sebaiknya diberikan ketokonazol. Kandidiasis saluran cerna jarang ditemukan, tetapi keadaan ini dapat merupakan penyebab timbulnya nyeri perut dan diare. Dosis nystatin dinyatakan dalam unit, tiap 1 mg obat ini mengandung tidak kurang dari 200 unit nystatin. Untuk pemakaian klinik tersedia dalam bentuk krem, salep, tablet vagina yang mengandung 100.000 unit/tablet, suspensi obat tetes oral yang mengandung 100.000 unit/ml, dan tablet oral yang mengandung 500.000 unit nystatin. Untuk kandidiasis mulut dan oesofagus pada orang dewasa diberikan dosis 500.000-1.000.000 unit 3 atau 4 kali sehari. Pada anak dan bayi diberikan bentuk suspensi masingmasing 400.000 dan 200.000 unit 3-4 kali sehari. Obat tidak langsung ditelan tetapi ditahan dulu dalam rongga mulut. Pada pasien sudah tepat diberikan dengan dosis 3 kali 0,5 cc per dosis.15

3.1.3. Keamanan terapi Jarang ditemukan efek samping pada pemakaian nystatin. Mual, muntah, dan diare ringan mungkin didapatkan setelah pemakaian per oral. Iritasi kulit dan selaput lendir pada pemakaian topikal belum dilaporkan.15

3.1.4. Terapi ekonomis Nystatin sebagai obat anti fungal tergolong cukup ekonomis dan relatif dapat dijangkau oleh masyarakat.

3.2. Paracetamol 3.2.1. Rasionalitas pemilihan Obat Dalam Terapi

12

Asetaminofen yang di Indonesia dikenal dengan nama parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik dan analgetik. Dalam dosis biasa parasetamol hanya efektif sebagai analgetik dan antipiretik sebanding dengan NSAID, tapi tidak memiliki efek anti inflamasi atau efek anti inflamasi yang sangat lemah. Parasetamol mempunyai efek analgesik yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Sebagai analgetik tempat kerja utama dari parasetamol adalah menurunkan produksi prostaglandin pada jalur nyeri di susunan saraf pusat seperti di hipotalamus, serta meskipun lebih kecil efeknya juga bekerja perifer dengan menghambat timbulnya impuls rasa sakit. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral, panas yang diturunkan melalui penghambatan prostaglandin di hipotalamus dan menghasilkan vasodilatasi perifer yang mengakibatkan peningkatan aliran darah melalui kulit, berkeringat dan hilangnya panas.16 Dalam kasus ini parasetamol ditujukan untuk pengobatan simptomatis dengan efek anti piretik.

3.2.2. Efektivitas Obat Parasetamol efektif diberikan pada anak untuk pengobatan simptomatis sebagai antipiretik dan analgetik. Efektivitas obat terutama ditentukan oleh farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Bila konsentrasi tertentu obat mencapai tempat aksinya, maka biasanya obat akan menghasilkan efeknya. Paracetamol diberikan oral dan dapat diabsorpsi dengan cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Pada anak digunakan dosis 10-15 mg/kgbb/dosis. Setelah pemberian dosis terapeutik, penurunan demam terjadi dalam 30 menit, puncak dicapai sekitar 3 jam dalam darah dan akan rekuren 3-4 jam setelah pemberian. Pada pasien ini sudah diberikan dosis yang tepat, yaitu 3 kali 80 mg atau 10 mg/kg/dosis.16

13

3.2.3. Keamanan Terapi Paracetamol berikatan dengan protein secara minimal sehingga dieliminasi dengan cepat. Karena itu, keracunan kronik hampir tidak pernah terjadi. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak ditemukan. Reaksi alergi pada paracetamol jarang terjadi. Manifestasinya dapat berupa eritema atau urtikaria. Efek samping paracetamol yang ringan (dosis terapi) diantaranya mual, muntah, nyeri perut, ruam dan penglihatan kabur. Pada dosis besar, efek samping yang dapat terjadi adalah pusing, eksitasi, disorientasi dan dapat menyebabkan toksisitas pada hati dan ginjal.12 Pada kasus ini, paracetamol aman digunakan karena tidak menimbulkan efek samping maupun interaksi obat yang tidak diinginkan.16

3.2.4. Terapi Ekonomis Parasetamol tergolong obat analgetik dan antipiretik yang sangat ekonomis, relatif terjangkau oleh masyarakat yang berdaya beli rendah.

3.3.Cairan Rehidrasi Oral (Oralit) 3.3.1. Rasionalitas Pemilihan Obat Dalam Terapi Rasionalitas pemilihan obat dalam kasus ini sudah sesuai dengan dignosis dan gejala. Terapi rehidrasi oral (oralit) digunakan untuk pencegahan dan pengobatan dehidrasi pada penderita diare. Kombinasi garam-garam elektrolit dalam oralit adalah kalium klorida, natrium klorida, natrium bikarbonat, dan glukosa. Kombinasi ini diberikan untuk memperbaiki/mengembalikan keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh pada keadaan diare akut maupun kronis, serta pada keadaan kekurangan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit lainnya.17 Keterbatasan dari cairan rehidrasi oral ini yaitu tidak dapat diberikan pada dehidrasi berat, tidak dapat memperpendek lama, frekuensi volume diare. Oralit tersedia dalam kemasan sachet. dan

14

3.3.2. Efektivitas Obat Yang Dipakai Pada kasus ini diberikan terapi menurut WHO rencana terapi A Usia (Tahun) Jumlah oralit yang Jumlah disediakan (ml/hr) <1 1-4 >5 Dewasa 50-100 100-200 200-300 300-400 400 (2 bungkus) 600-800 (3-4 bungkus) 800-1000 (4-5 bungkus) 1200-2800 oralit di yang rumah

diberikan tiap BAB (ml)

3.3.3. Keamanan Terapi Jika diberikan berlebihan dapat menyebabkan oedema, yang dapat dilihat jelas pada palpebra. Jika terjadi oedema, hentikan pemberian rehidrasi oral, berikan air putih biasa.Jika terjadi muntah pada penderita, sebaiknya dihentikan dulu selama 10 menit kemudian diberikan oralit lagi dengan jumlah yang lebih sedikit dan perlahan-lahan.17

3.3.4. Terapi Ekonomis Oralit harganya relatif murah,mudah didapat dan dapat diberikan dimana saja terutama rumah. Oleh karena itu dipilih sebagai terapi pilihan pada kasus ini.

15

BAB IV PENUTUP

4.1. KESIMPULAN Pada penderita ini dapat ditegakkan diagnosis gastroenteritis oleh karena Candida Sp berdasarkan anamnesis bahwa peanderita mengalami BAB encer sebanyak 10 kali sehari berwarna kuning, volume gelas aqua tiap kali BAB berisi ampas dan berbau asam. BAB encer tidak disertai dengan lendir dan darah. Dimana pada diare akut sesuai kepustakaan salah satu penyebab adalah infeksi jamur, gambaran klinisnya antara lain tinja lembek sampai cair, dapat berlangsung hingga 8-10 kali dalam sehari, biasanya tanda darah dan lendir dalam tinja Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit tetapi tidak disertai dengan tanda-tanda dehidrasi, bising usus meningkat. Pada pemeriksaan darah didapatkan peningkatan dari lekosit yaitu 16.000 mm3, hal ini menunjukkan adanya proses infeksi sehingga penderita panas. Pada pemeriksaan feses mikroskopis didapatkan adanya candida Sp 1-2 yang bertunas. Pemeriksaan kultur tinja pada anjuran pemeriksaan tidak jadi dilakukan karena berdasarkan kepustakaan, kultur tinja untuk Candida seringkali tidak bermanfaat, terutama bila yang digunakan adalah media rutin untuk mengisolasi bakteri usus, yang hanya memberikan kebutuhan pertumbuhan yang suboptimal untuk Candida. Pada kasus ini diberikan pemberian antifungal nystatin sudah menunjukkan respon yang baik. Hal ini dapat dilihat dengan keadaan penderita yang BABnya mulai berkurang serta tidak ada keluhan lagi. Nystatin merupakan suatu antibiotik yang kurang toksik dan dapat menghambat pertumbuhan berbagai jenis jamur dan ragi. Obat ini hanya digunakan peroral, dengan dosis pada anak 100.000 unit diberikan 3-4 kali sehari. Parasetamol pada kasus ini digunakan sebagai antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral, panas yang diturunkan melalui penghambatan prostaglandin di

hipotalamus. Terapi rehidrasi oral (oralit) digunakan untuk pencegahan dan pengobatan dehidrasi pada penderita diare. Kombinasi garam-garam elektrolit dalam oralit adalah kalium klorida, natrium klorida, natrium bikarbonat, dan glukosa. Kombinasi ini diberikan untuk memperbaiki/mengembalikan

16

keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh pada keadaan diare akut maupun kronis, serta pada keadaan kekurangan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit lainnya.

4.2. SARAN Masih diperlukan pemahaman dan pengertian tentang farmakologi klinik untuk tercapainya pola penggunaan klinik obat yang bersifat rasional, efektif, aman dan ekonomis.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan R dkk. Gastroenteritis. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 1. Jakarta. FKUI. 1985: 283-311 2. Salendu SW. Gastroenterologi Anak. Buku pedoman Diagnosis dan Terapi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsrat Manado. 2001 : 27-33. 3. Noerasid H dkk. Gastroenteritis (Diare) Akut. Dalam : Suharyono dkk. Gastroenterologi Anak Praktis. Jakarta. FKUI. 1988 : 51-76 4. Sujono H. Diare. Dalam : Gastroenterologi. Penerbit Alumni. Bandung. 1986 : 22-7. 5. Paisley. Infections: Parasitic & Mycotic, in Current Pediatric Diagnosis & Treatment. Connecticut. Appleton & Lange. 1993 : 1086-7 6. Greenberg ME. Candidiasis. Jan 6, 2002. Available from :

http://www.emedicine.com/ped/topic1492.htm 7. Committee on Infectious Diseases American Academy of Pediatrics. Candidiasis. Elk Grove Village, American Academy of Pediatrics, 2000 : 198201 8. Sunoto. Candidiasis Usus ; Hubungannya dengan Diare dan KKP. Disampaikan pada Simposium Penanganan Mycosis Masa Kini, Semarang, 12 Juni 1982 9. Suprihatin SD. Candidiasis Usus. Cermin Dunia Kedokteran 1983 ; 29 : 26-7 10. Gupta TP, Ehrinpreis MN. Candida-associated Diarrhea in Hospitalized Patients. Gastroenterology 1990 ; 88:780-5 11. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Perhimpunan Mikologi Kedokteran Manusia dan Hewan Indonesia. Konsensus FKUI-PMKI tentang Tatalaksana Mikosis Sistemik. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2001 12. Forbes D, Ee L, Camer-Pesci P, Ward PB. Faecal Candida and Diarrhoea. Arch Dis Child 2001 ; 84:328-31 13. Rippon JW. Medical Mycology : The Pathogenic Fungi and The Pathogenic Actinomycetes. Philadelphia : WB Saunders, 1974 :184-6

18

14. Chretien JH, Garagusi VF. Current Management of Fungal Enteritis. Medical Clinics of North America 1982 ; 66:675-87 15. Bahroelim Bahry, R. Setiabudy. Obat Jamur dalam Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta 1995 : 567-8. 16. Wilmana F. Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid dalam Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta 1998 ; 15: 207-22. 17. Cohen Ms. Specials Aspects of Perinatal and Pediatrics Pharmacology. Katsung BG,eds. Basic and Clinical Pharmacology; 5th ed. Norwalk Connecticut,1992 : 853-61.

19

20

You might also like