You are on page 1of 108

JURNAL AKUNTANSI

Universi tas Jember


Volume 8 No. 1 Juni 2010. ISSN: 1693-2420.
AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA : PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

Sudarno

AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI

MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM

AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI

Agung Budi Sulistyo

SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN

Novi Wulandari Widiyanti

(Studi Kasus Pada Pasar Derivatif Di Australia) KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI

SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK? PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK

Wahyu Agus Winarno

EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA (Survei Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek

VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON

PERIODE BULLISH

Animah

Indonesia Periode 2006-2007)

PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI

(Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim) PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI

AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA

Nining Ika Wahyuni

EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN

Kartika

Laboratorium Pusat Pengembangan Akuntansi FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JEMBER

JURNAL AKUNTANSI
Universitas Jember
Volume 8 No. 1 Juni 2010 ISSN: 1693-2420
Ketua Dewan : Wakil Ketua Dewan : Dewan Penyunting :

Dra. Yosefa Sayekti, M.Com., Ak. Dr. Siti Maria W., M.Si., Ak. Drs. Wasito, M.Si., Ak. Drs. Djoko Supatmoko, Ak Drs. Sudarno, M.Si., Ak. Drs. Imam Masud, MM., Ak. Dra. Ririn Irmadariyani, M.Si., Ak. Dr. Alwan Sri Kustono, SE., M.Si., Ak. Rochman Effendi, SE., M.Si., Ak. M. Miqdad, SE., MM., Ak. Indah Purnamawati, SE., M.Si., Ak. Drs. Ahmad Akhsin, M.Si. Prof. Tatang Ari Gumanti, M.Buss., P.hD. Hadi Paramu, SE., MBA., P.hD. Agung Budi Sulistiyo, SE, M.Si., Ak. Hendrawan Santosa Putra, SE., M.Si., Ak. Novi Wulandari, SE., MAcc & Fin., Ak. Taufik Kurrohman, SE., M.SA., Ak Ahmad Sugiono Laboratorium Pusat Pengembangan Akuntansi (LPPA) Fakultas Ekonomi Universitas Jember Jl. Jawa 17 Tegalboto - Jember 68121. Telp. :(0331) 337990. Fax: (0031)332150. Email : ja_unej@hotmail.com

Penyunting Kehormatan : Pelaksana :

Administrasi : Alamat Redaksi :

Jurnal Akuntansi Universitas Jember dimaksudkan sebagai media pertukaran informasi dan karya ilmiah di antara staf pengajar, alumni, mahasiswa, pembaca yang berminat dan masyarakat pada umumnya. Jurnal Akuntansi Universitas Jember terbit setahun 2 (dua) kali pada setiap bulan Juni dan Desember. Redaksi menerima naskah yang belum pernah diterbitkan atau dalam proses diterbitkan oleh media lain. Pedoman penulisan Jurnal tercantum pada bagian akhir Jurnal ini. Surat-menyurat mengenai naskah yang akan diterbitkan, langganan, dan lainnya dapat dialamatkan ke redaksi.

DAFTAR ISI
AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN Sudarno KRITIK 1

MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI: KONVENSIONAL ATAS UPAYA MENUJU MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI SYARIAH AKUNTANSI DALAM 13

BINGKAI TASAWUF

Agung Budi Sulistyo KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI Novi Wulandari Widiyanti KEUANGAN (Studi Kasus Pada Pasar Derivatif Di Australia) 25

KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI Wahyu Agus Winarno

SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

36

PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH Periode 2006-2007) Animah

RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE (Survei Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

50

PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA Nining Ika Wahyuni (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim) 79

PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL DOSEN AKUNTANSI Kartika

TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN

92

ii

PEDOMAN PENULISAN NASKAH 1. Jurnal Akuntansi Universitas Jember (JAUJ) ini terbit dua kali setahun, yaitu pada setiap bulan Juni dan Desember. 2. Naskah yang diusulkan untuk diterbitkan dalam Jurnal Akuntansi Universitas Jember (JAUJ) adalah naskah yang belum pernah diterbitkan dan atau tidak sedang dipertimbangkan penerbitannya di jurnal lain; 3. Naskah ilmiah yang diterbitkan berupa hasil penelitian, artikel dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan oleh penulisnya; 4. Naskah ilmiah ditulis dalam Bahasa Indonesia, atau dalam Bahasa Inggris; 5. Secara garis besar, naskah disusun dengan sistematika sebagai berikut ini: a. Judul: harus singkat dan jelas sehingga menggambarkan isi tulisan serta dilengkapi dengan nama penulis (tanpa gelar akademik) dan nama institusi tempat kerja penulis; b. Abstrak: dalam Bahasa Inggris untuk artikel dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Indonesia untuk artikel berbahasa Inggris, maksimal 200 kata yang secara singkat menggambarkan aspek-aspek isi naskah secara keseluruhan; serta Kata-kata kunci (keywords); c. Pendahuluan: tanpa sub bab memuat latar belakang, permasalahan, tujuan, dan hasil yang diharapkan; d. Tinjauan pustaka, yang berisi hasil penelitian sebelumnya, kerangka teori dan hipotesis yang diajukan; e. Metode: berisi langkah penelitian yang dilakukan sesuai dengan permasalahan yang disampaikan; f. Hasil dan pembahasan: memuat analisis hasil temuan dalam bentuk diskriptif kuantitatif maupun kualitatif yang dapat disertai gambar, tabel, grafik disertai dengan uraian tentang interpretasi, generalisasi, dan implikasi dari hasil yang diperoleh, serta relevansinya dengan hasil penelitian lain yang menjadi rujukan; g. Kesimpulan dan rekomendasi; h. Daftar pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun secara alfabetis dan kronologis; Contoh: Bryan Lewis dan Robert W. Rouse, Problem of The Small Business Audit, The Accounting Review, September 1984. Carsberg B.V., et. al, Small Company Financial Reporting Research Studies in Accounting, 1985. 6. Setiap pengiriman naskah disertai riwayat hidup penulis secara singkat; 7. Naskah dikirim dalam bentuk print out pada kertas ukuran Letter (kwarto), dengan spasi rangkap (dua spasi), menggunakan pengolah kata minimal Microsoft Word versi 6.0 dengan jumlah halaman maksimal 25 lembar, sebanyak 3 eksemplar, dan dalam disk ukuran 3 . Naskah diketik mengikuti kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. 8. Naskah dikirim paling lambat 2 (dua) bulan sebelum penerbitan ke alamat:

iii

Dewan Penyunting JURNAL AKUNTANSI UNIVERSITAS JEMBER (JAUJ) Laboratorium Pusat Pengembangan Akuntansi (LPPA) Fakultas Ekonomi UNEJ Jl. Jawa No. 17 Jember 68121. Telp. (0331) 337990, Fax. (0331) 332150, Email: jauj_uj@hotmail.com 9. Naskah akan disunting, dengan kriteria penilaian meliputi: orisinalitas, memenuhi kualitas keilmuan, kebenaran isi, kejelasan uraian, dan manfaat bagi masyarakat akademik; 10. Dewan penyunting berhak mengirim kembali naskah ke penulis untuk direvisi sesuai dengan saran penilai atau menolak suatu naskah; 11. Naskah yang sudah dikirim dan diputuskan untuk tidak dimuat akan dikembalikan kepada penulis dengan disertai alasan penolakan, jika disertai dengan perangko balasan. FORMAT PENILAIAN: Naskah ilmiah untuk diterbitkan dalam Jurnal Akuntansi dinilai berdasarkan criteria: 1. Apakah naskah cukup penting untuk pengembangan ilmu dan empiris yang ada? 2. Apakah naskah menyinggung hal-hal aktual dan pemecahan masalah akuntansi, keuangan, dan bisnis? 3. Apakah naskah orisinil dan mempunyai kualitas keilmuan yang baik? 4. Apakah naskah terbebas dari kesalahan atau miskonsepsi? 5. Apakah susunan naskah ditulis dengan baik? Apakah judul yang dibuat sudah cukup baik? 6. Apakah Abstrak sudah mencakup poin-poin dalam naskah? 7. Apakah naskah ditulis dengan bahasa yang baik? 8. Apakah kepustakaan yang berkaitan dengan naskah sudah mencukupi? 9. Apakah tabel, gambar, dan keterangan tabel/gambar cukup jelas? 10. Apakah isi naskah bermanfaat bagi masyarakat akademik dan masyarakat luas? REKOMENDASI 1. Naskah dapat dipublikasikan dengan catatan: a) Seperti apa adanya, b) Revisi sebagian, c) Revisi total 2. Naskah ditolak untuk diterbitkan.

iv

AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

Sudarno* Abstract The objective of this study is to examine the accounting treatment for human resource, whether human resource is recognized as an asset or as a periodical expense. Conventional accounting believe that investment on human resources is recognized as cost as its occured. However, investment on human resources meets criteria as an expense and also as an invesment which need to be capitalized. From various measurement method on human resource, the writer believe that human resources should be recognize as an asset and the best measurement method is historical cost since this method is more reliable and objective method. Keywords: human resources accounting, measurement of HRA

1. Pendahuluan Perkembangan dalam bidang ekonomi membawa dampak perubahan yang cukup signifikan terhadap pengelolaan suatu bisnis dan penentuan strategi bersaing, para pelaku bisnis mulai menyadari bahwa kemampuan bersaing tidak hanya terletak pada kepemilikan aktiva berwujud, tetapi lebih pada inovasi, sistem informasi, pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia yang dimilikinya. Pada beberapa dasa warsa terakhir, telah terjadi perkembangan pemikiran yang luar biasa dalam bidang manajemen sumberdaya manusia (SDM). Para pakar banyak yang menganjurkan, agar SDM suatu organisasi perusahaan tidak lagi dipandang sebagai faktor produksi yang bisa dieksploitasi sedemikian rupa sebagaimana mesin atau faktor produksi lain. Hal ini karena SDM mempunyai karakteristik yang berbeda dengan faktor produksi lain. Karakteristik yang menjadikan SDM berbeda adalah karena SDM secara kodrati dilengkapi dengan perasaan dan harapan-harapan. Oleh karenanya, para pakar Manajemen SDM menyarankan agar setiap pemimpin/manajer organisasi perusahaan dapat mengubah paradigma terhadap SDMnya yaitu, SDM harus disikapi sebagai aset yang harus diberdayakan, dikembangkan dan dijaga perasaan serta harapanharapannya, maksudkan, agar SDM selalu dapat meningkatkan motivasi kerja dan kinerjannya. Pada perusahaan jasa dan industri yang berskala besar, sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses pencapaian tujuan perusahaan, sumber daya manusia yang berkualitas sangat berperan dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan, mendayagunakan sumber daya-sumber daya lain dalam perusahaan, dan menjalankan strategi bisnis secara optimal, hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa beberapa saat yang lalu

*Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Jember

2
AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

isu mengenai bajak-membajak manajer ramai dimuat di berbagai media cetak di Indonesia bahkan tidak jarang adanya kontrak manajer yang nilainya sampai mencapai milyaran rupiah. Fenomena ini menunjukkan kecenderungan meningkatnya kesadaran pemilik perusahaan tentang pentingnya peranan sumber daya manusia dalam mengembangkan perusahaannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa ternyata sumber daya manusia yang berkualitas masih merupakan barang langka di Indonesia (Riyanto, 1990:11). Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa untuk sebagian besar perusahaan, sumber daya manusia merupakan suatu aset yang sangat berharga, yang bisa melebihi aset-aset lain milik perusahaan. Henry Ford dalam Ratnawati (2000:1), raja mobil Amerika Serikat pernah mengatakan, bahwa: Anda boleh ambil alih perusahaan-perusahaanku, hancurkan pabrik-pabrikku, tapi kembalikan orangorangku, maka aku akan membangun lagi bisnisku. Pernyataan tersebut sungguh merupakan suatu pengakuan seorang usahawan besar, bahwa sumber daya manusia adalah hal yang sangat berharga, karena jika perusahaan kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas maka perusahaan harus mengeluarkan biaya lagi untuk proses perekrutan, seleksi, pelatihan dan pengembangan dan sebagainya, selain itu diperlukan waktu yang lama untuk bisa mendapatkan SDM yang setara. Kerugian lainnya adalah hilangnya kesempatan memanfaatkan sumber daya manusia tersebut untuk meningkatkan keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan dan bahkan mungkin dapat juga mengancam kelangsungan hidup perusahaan yang belum mempunyai sistem perekrutan serta pendidikan sumber daya manusia yang baik. Sayangnya, revolusi pemikiran dan perlakuan terhadap SDM tersebut masih belum diikuti oleh perkembangan pemikiran yang sepadan pada bidnag Akuntansi, khususnya Akuntansi Sumberdaya Manusia (ASDM). Pada akuntansi konvensional, nilai dari sumber daya manusia ini tidak tampak dalam laporan keuangan, pengeluaran untuk sumber daya manusia, misalnya perekrutan, seleksi, pelatihan dan sebagainya langsung dibebankan ke dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya pengeluaran tersebut, padahal pengeluaran tersebut merupakan pembentukan kapital manusia karena akan memberikan manfaat bagi perusahaan di masa yang akan datang. Hingga kini metode akuntansi yang ada tidak memperlakukan baik manusia atau investasi dalam manusia sebagai aktiva (kecuali budak, yang dipandang sebagai properti). Akuntansi konvensional yang digunakan sebagai dasar pembuatan laporan keuangan dirasa gagal dalam memberikan informasi mengenai sumberdaya manusia yang sangat penting ini, karena pengguna laporan keuangan membutuhkan informasi baik kuantifatif maupun kualitatif sebagai dasar evaluasi kinerja perusahaan serta informasi mengenai sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Bagi perusahaan yang sebagian besar asetnya dalam bentuk sumberdaya manusia seperti kantor akuntan publik, kantor pengacara, perserikatan sepak bola dsb, dengan tidak adanya informasi ini dalam laporan keuangan tentunya akan bisa sangat menyesatkan, karena informasi SDM tersebutlah yang sangat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Dengan semakin pentingnya kapital manusia pada tingkat perekonomian secara keseluruhan, serta pada tingkatan perusahaan individual, sejumlah besar riset telah dirancang untuk mengembangkan konsep dan metode akuntansi bagi manusia sebagai aktiva. Perkembangan akuntansi sumber daya manusia tidak
Jurnal Akuntansi Universitas Jember

3
AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

lepas dari dukungan para ilmuwan untuk mengkapitalisasikan investasi sumber daya manusia dan mengelompokkannya pada pos aktiva. Tetapi sementara itu, banyak pihak yang masih meragukan konsep akuntansi sumber daya manusia dan bahkan menentang dikelompokkannya akuntansi sumber daya manusia sebagai aktiva. Hal ini terlihat dari praktek pelaporan keuangan selama ini yang mengabaikan informasi yang sangat penting yaitu informasi tentang aktiva manusia (human assets) dan perlakuan akuntansi konvensional terhadap pengeluaran-pengeluaran untuk sumber daya manusia selalu dianggap sebagai beban. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, konsep akuntansi sumberdaya manusia telah mendapatkan perhatian besar berbagai kalangan terutama para akuntan. Fenomena ini menutut mereka untuk mencari informasi yang lebih rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya manusia mulai dari cara pengidentifikasian, pengukuran sampai dengan pengungkapannya dalam laporan keuangan perusahaan. Gagasan mengenai akuntansi sumberdaya manusia sebenarnya telah muncul sekitar tahun 1960-an, yang dikemukakan oleh Rensis Linkert, direktur Institut for Social Research of the University of Michigan (Bambang Riyanto, 13). Sejauh ini para pemikir akuntansi nampaknya sependapat bahwa sumberdaya manusia merupakan bagian dari aset perusahaan, namun demikian, gagasan mengenai akuntansi sumber daya manusia masih banyak menimbulkan permasalahan, terutama pada masalah pengukuran dan penguasaannya. Kesulitan mengukur nilai sumberdaya manusia secara obyektif merupakan salah satu sebab belum dikeluarkannya satandar akuntansi yang mengatur perlakuan akuntansi sumberdaya manusia ini, meskipun berbagai riset tentang alternatif pengukuran sumberdaya manusia ini sudah banyak dilakukan oleh para akademisi, namun tampaknya masih belum ada kesepakatan mengenai kriteria pengukuran yang obyektif dari sumberdaya manusia Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulisan ini merupakan upaya untuk turut memberikan sumbangan pemikiran tentang sumberdaya manusia dan bagi perkembangan akuntansi khususnya akuntansi sumberdaya manusia dalam hal perlakuan dan pengukurannya 2. Karakteristik Sumberdaya Manusia Dalam Memperlakukan sesuatu, kita harus mengetahui apa yang akan kita perlakukan tersebut, demikian juga halnya dengan sumberdaya manusia, bagaimana seharusnya sumberdaya manusia didefinisakan. Menurut Simanjuntak (1998:1), sumber daya manusia mengandung dua pengertian: 1. Usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam produksi. Hal ini mencerminkan kualitas yaitu usaha yang diberikan seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. 2. Manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Hal ini mencerminkan kuantitas yaitu jumlah manusia yang bekerja pada suatu perusahaan, dalam arti jasa kerja yang tersedia dan diberikan untuk produksi. Sedangkan menurut Sawajuwono (2003) human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya. (Brinker 2000) memberikan
Jurnal Akuntansi Universitas Jember

4
AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

beberapa karakteristik dasar yang dapat dikukur dari kapital ini, yaitu trainning program, credential, experience, competence, recruitment, mentoring, learning programs, individual potential and personality. Dari kedua pengertian tersebut sudah tidak disangsikan lagi bahwa sumberdaya manusia memiliki manfaat ekonomi masa datang, seperti halnya dengan aset-aset yang lain yang dikuasai entitas. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sumberdaya manusia adalah aset perusahaan, dan bahkan untuk perusahaan tertentu SDM merupakan aset yang paling berharga dalam hal memberi manfaat ekonomiknya dibanding aset-aset yang lain. 3. Pengakuan Sumberdaya Manusia Sebagai Aset Secara konseptual, pengakuan adalah penyajian suatu informasi melalui statemen keuangan, dan secara teknis, pengakuan berarti pencatatan secara resmi (penjurnalan) suatu kuantitas (jumlah rupiah) hasil pengukuran ke dalam sistem akuntansi sehingga jumlah rupiah tersebut akan mempengaruhi suatu pos dan terefleksi dalam statemen keuangan (Suwardjono:195) Sampai saat ini masih terdapat perbedaan di kalangan akuntan bahwa sumberdaya manusia merupakan bagian dari aset perusahaan yang harus dilaporkan di neraca, meskipun mereka telah sepakat bahwa sumberdaya manusia merupakan aset perusahaan yang sangat besar kontribusinya dalam memberikan manfaat ekonomis masa depan ke perusahaan. Upaya memasukkan sumberdaya manusia sebagai aset dalam neraca terganjal karena harus memenuhi kriteria pengakuan sebagai aset perusahaan. Kriteria pengakuan aset seperti dalam Statement of Financial Accounting Concept No. 5 prg. 63 adalah: 1. Definition suatu pos harus memenuhi definisi elemen statemen keuangan 2. Measurability suatu pos harus mempunyai atribut yang berpaut dengan keputusan dan dapat diukur dengan tingkat keandalan yang cukup 3. relevance informasi yang dikandung suatu pos mempunyai daya untuk membuat perbedaan dalam keputusan pemakai 4. reliaability informasi yang dikandung suatu pos secara tepat menyimbulkan fenomena, teruji (terverifikasi) dan netral. Definisi FASB mendifinisikan aset dalam rerangka koseptualnya sebagai berikut (SFAC No. 6, prg. 25) Assets are probable future economic benetits obtained or controlled by a particular entity as a result of past transactions or events (aset adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu). Dengan makna yang sama IASC dan IAI mendifinisikan aset sebagai berikut : An asset is a resource controlled by the enterprise as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the enterprise. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk bisa diakui sebagai aset harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Manfaat ekonomi masa datang untuk memenuhi definisi aset, suatu obyek harus mengandung manfaat ekonomi di masa datang yang cukup pasti (probable), ini mengisyaratkan
Jurnal Akuntansi Universitas Jember

5
AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

bahwa manfaat tersebut terukur dan dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk mendatangkan pendapatan atau aliran kas di masa datang. FASB mengajukan dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menilai apakah pada saat tertentu suatu pos atau obyek masih dapat disebut aset yaitu : a) Apakah suatu pos yang dikuasai oleh suatu kesatuan usaha pada mulanya mengandung manfaat ekonomik masa datang b) Apakah semua atau sebagian manfaat ekonomik tersebut masih tetap ada pada saat penilaian? (manfaat mula-mula dapat berkurang karena pemakaian, dapat juga manfaat berkurang karene penyusutan secara alami) Dari kriteria tersebut jelas kalau sumberdaya manusia telah memenuhi definisi sebagai aset, karena sumberdaya manusia memiliki manfaat ekonomi masa datang sama seperti halnya aset-aset yang lain, bahkan untuk beberapa perusahaan sumberdaya manusia merupakan aset yang memiliki manfaat ekonomi masa datang yang paling besar, dan semakin lama semakin dirasakan bahwa aset yang paling berharga dalam perusahaan adalah sumberdaya manusia. Sikap ini sudah dibuktikan dari berbagai perkembangan ilmiah dan literatur dalam manajemen terutama dalam manajemn sumberdaya manusia. 2. Dikuasai oleh entitas Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu obyek atau pos tidak harus dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Konsep penguasaan lebih penting daripada konsep pemilikan, hal ini dilandasi oleh konsep dasar substansi mengungguli bentuk. Penguasaan di sini berarti kemampuan entitas untuk mendapatkan, memelihara/menahan, menukarkan, menggunakan manfaat ekonomik dan mencegah akses pihak lain terhadap manfaat tersebut. Lebih lanjut, pendefinisian aset lebih difokuskan pada manfaat ekonomik masa datang yang dikuasai oleh entitas dan baru kemudian pada obyek fisis dan pihak yang menyediakan manfaat. Karena pemilikan bukan bagian dari definisi aset, tetapi manfaat ekonomi yang dikuasai oleh entitas, dan pengertian yang dikuasai disini tidak harus mencakupi seluruh obyek fisis atau seluruh manfaat yang dimiliki/dikuasai pihak lain. Dengan kriteria tersebut, menyiratkan kalau sumberdaya manusia dapat memenuhi definisi sebagai aset perusahaan, karena meskipun tidak ada bukti kepemilikaanya namun manfaat atau sebagian manfaat sumberdaya manusia tersebut dikuasai oleh perusahaan selama dia menjadi karyawan perusahaan 3. Akibat Kejadian masa lalu FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset karena trasaksi atau kejadian tersebut dapat menimbulkan (menambah) atau meniadakan (mengurangi) aset. Aset atau nilainya dapat dipengaruhi oleh kejadian atau keadaan yang sebagian atau seluruhnya dil luar kemampuan kesatuan usaha atau manajemnnya untuk mengendalikan. Berbagai transaksi atau kejadian atau keadaan pada akhirnya akan memicu pengakuan atau penghapusan manfaat ekonomik suatu obyek (aset). Aset harus timbul akibat traksaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Kriteria ini juga bisa dipenuhi oleh sumberdaya manusia untuk bisa memenuhi definisi sebagai aset, karena untuk bisa menguasai sumberdaya manusia telah terjadi peristiwa atau kejadian yang menimbulkanya, misalnya seleksi, pengangangkatan, pelatihan, pengembangan dsb.
Jurnal Akuntansi Universitas Jember

6
AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sumberdaya manusia telah memenuhi definisi sebagai aset, baik dilihat dari manfaat ekonomik masa datang, dikuasai oleh entitas maupun akibat kejadian masa lalu. Meskipun demikian, tidak berarti sumberdaya manusia langsung bisa diakui sebagai aset dalam statemen keuangan, karena untuk bisa diakui sebagai aset dalam statemen keuangan masih harus dilihat kriteria berikutnya yaitu. keterukuran, relevan dan reliabel Pengukuran Pengukuran (measurement) adalah penentuan besarnya unit pengukur (jumlah rupiah) yang akan dilekatkan pada suatu obyek (elemen atau pos) yang terlibat dalam suatu transaksi, kejadian, atau keadaan untuk merepresentasi makna atau atribut (atribute) obyek tersebut (Suwardjono). Dengan makna yang sama menurut Stevens, sebagaimana dikutip oleh Vernon Kam, pengukuran merupakan pemberian angka-angka terhadap obyek-obyek atau kejadian-kejadian. Dalam akuntansi, agar data-data yang akan disampaikan mempunyai kegunaan, pengukuran dinyatakan dalam moneter. Menurut FASB pos-pos yang sekarang dilaporkan dalam statemen keuangan diukur dengan berbagai atribut pengukuran bergantung pada ciri pos tersebut, kerelevanan dan keterandalan atribut pos-pos yang diukur. FASB juga mengidentifikasi atribut pengukuran yang sekarang diterapkan dan masih dapat dilanjutkan penggunaannya (SFAC Nol 5 pfg. 67) yaitu : (1) historical cost atau proceeds, (2) current cost, (3) current market value, (4) net realizable/settlement value dan (5) presnt or discounted value of future cash flows). Pendekatan pengukuran untuk sumberdaya manunisia sebenarnya telah banyak dikembangkan baik untuk kepentingan informasi akuntansi maupun untuk kepentingan lain, baik dengan pendekatan pengukuran moneter maupun non moneter. Dalam tulisan ini kami hanya akan membahas beberapa metode pengukuran yang bisa diterapkan yaitu metode pengukuran dengan menggunakan ukuran-ukuran moneter. Pendekatan pengukuran yang bersifat moneter ini dibagi menjadi dua yaitu : pendekatan kos (cost approach) dan pendekatan nilai (value approach). Pendekatan kos bisa dengan menggunakan historical cost, replacement cost dan opportunity cost. Sedangkan untuk pendekatan nilai bisa dengan menggunakan compensation model, adjusted discounted future wages method, present monetary value method, unpurchased goodwill method, discounted future value, dan economic value approach Penjelasan dari setiap pendekatan tersebut adalah sebagai berikut : Historical Cost, Dalam metode ini nilai sumberdaya manusia dihitung dengan mengkapitalisasi biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan rekruitment, seleksi, hiring, pelatihan, penempatan, dan pembinaan personil yang bersangkutan. Akumulasi ini merupakan harga kos yang akan diamortisasikan selama masa kerja personil yang bersangkutan dengan memperhatikan loss yang timbul waktu menghasupkan asset ini atau kenaikan nilai karena adanya tambahan biaya yang meningkatkan potensi mafaat aset tersebut.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

7
AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

Menurut Flamholtz, seperti yang dikutip oleh Harahap bahwa biaya awal sumberdaya manusia ini terdiri dari acquisition cost, dimana termasuk di dalamnya biaya rekruitment, seleksi, biaya wawancara, penempatan dan learning cost, termasuk didalamnya trainning dan orientasi, on-the-job trainning, trainers time, kerugian produktivitas selama masa training. Dengan demikian perlakuannya sama seperti aset tetap lainnya, dan perlakuan historical cost ini disamping bersifat praktis (mudah diterapkan dan konsisten dengan akuntansi konvensional), verifiable (karena berdasarkan apa yang benar-benar terjadi) juga lebih obyektif (sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya), tetapi disamping itu penggunaan metode ini juga memiliki kelemahan antara lain : nilai ekonomis suatu sumberdaya manusia tidaklah musti bertalian dengan historical costnya (tidak selalu sepadan antara kos dengan nilai SDM tersebut), setiap peningkatan nilai SDM atau amortisasi bersifat subyektif (tanpa mesti ada hubungannya dengan naik turunnya produktifitas SDM) dan karena kos yang berhubungan dengan rekruitment, seleksi, hiring, pelatihan, penempatan, dan pembinaan personil berbeda antara satu pegawai dengan pegawai yang lain, maka historical cost ini tidak dapat memberikan nilai SDM yang dapat dibandingkan. Replacement Cost, Dalam metode ini nilai SDM dikukur dengan menaksir kos yang harus dikeluarkan untuk mengganti SDM yang sekarang ada dalam perusahaan. Artinya, nilai dari sumber daya manusia adalah sebesar taksiran seluruh pengeluaran yang terjadi apabila para karyawan yang ada sekarang digantikan dengan karyawankaryawan baru sampai mencapai tingkat kecakapan dan keterampilan yang sama dengan para karyawan lama tersebut. Pengeluaran-pengeluaran ini meliputi taksiran pengeluaran yang diandaikan terjadi sekarang untuk perekrutan, penyeleksian, penggajian, pelatihan, penempatan dan pengembangan para karyawan baru tersebut sampai mereka mencapai tingkat kecakapan dan keterampilan yang sama dengan karyawan yang digantikan. Keuntungan utama metode ini adalah karena replacement cost merupakan surrogate yang baik untuk nilai ekonomis aset tersebut. Karena pertimbanganpertimbangan mengenai harga pasar sangat penting dalam menentukan hasil akhir, dimana hasil akhir ini umumnya, secara konseptual dimaksudkan sebagai ekuivalen dengan gagasan manajemen nilai ekonomis seseorang. Metode ini juga memiliki kelemahan yakni: perusahaan mungkin mempunyai pegawai yang nilainya dianggap lebih besar daripada replacement cost-nya, untuk sebagian aset sumber daya manusia mungkin tidak ada ekuivalen replacement cost-nya, para manajer yang diminta menaksir biaya untuk menggantikan seluruh bawahannya mungkin akan mengalami kesulitan untuk memberikan taksiran biaya dalam hal penggantian seluruh organisasi mereka, dan manajer yang satu dengan manajer yang lain mungkin dapat memberikan taksiran biaya yang berbeda-beda. Opportunity Cost Untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan replacement cost Hekimian dan Jones seperti yang dikutip oleh Tuanakota (1984) menyarankan Opportunity

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

8
AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

cost. Metode ini digunakan agar nilai sumber daya manusia ditentukan melalui suatu proses penawaran yang bersifat kompetitif yang dilakukan secara intern dan didasarkan pada konsep opportunity cost. Seorang investment center manager mengajukan bid untuk karyawan yang langka yang harus di recruit, harga penawaran maksimum terhadap karyawan yang berkualitas tersebut dianggap sebagai nilai sumber daya manusia dalam perusahaan tersebut dan dimasukkan sebagai basis investasi jika perusahaan tersebut merupakan sebuah investment center. Apabila karyawan untuk jenis tugas tertentu tidak langka jumlahnya, ia dapat diabaikan dari human asset base. Keuntungan dari metode ini adalah dapat mendorong persaingan di antara investment center agar dapat memberikan sumbangan pendapatan income (ROI) yang paling besar, tetapi metode ini juga memiliki kelemahan yang mendasar, yakni: dengan dimasukkannya karyawan yang langka saja dalam asset base dapat diinterpretasikan sebagai diskriminasi terhadap karyawan yang lain, Investment center yang tingkat keuntungannya kurang menjadi korban karena tidak mampu memenangkan bid untuk dapat merekrut karyawan yang lebih baik, dan metode ini dapat dipandang sebagai mengada-ada dan bahkan tidak bermoral. Compensation Model Model kompensasi didasari oleh teori konsep ekonomi human capital, yaitu bahwa sumber daya manusia merupakan sumber arus pendapatan dan nilainya adalah sebesar nilai sekarang manfaat masa datang yang didiskonto dengan rate tertentu bagi pemilik sumber daya tersebut. Lev dan Schwartz (1971:103) menyarankan penggunaan pembayaran balas jasa atau kompensasi seseorang karyawan di masa depan sebagai surrogate mengenai nilai orang tersebut. Nilai sumber daya manusia yang terkandung dalam seorang karyawan yang berumur x tahun adalah nilai sekarang (present value) dari sisa penghasilan yang akan diterimanya dari pekerjaannya sampai pensiun. Kelemahan dari metode ini terletak pada subjektivitas dalam menentukan besarnya penghasilan seorang karyawan di kemudian hari, lamanya orang bekerja dalam perusahaan itu dan discount rate. Adjusted Discounted Future Wages Method Metode ini juga disarankan oleh Hermanson, seperti yang ditulis Tuanakota (1984). Saran Hermanson didasarkan pada asumsi bahwa ada hubungan antara gaji seseorang dengan nilai orang tersebut bagi organisasi. Menurut metode ini, nilai seorang individu bagi organisasi adalah nilai sekarang dari aliran gaji/upah di masa depannya, yang disesuaikan dengan suatu rasio efisiensi. Rasio efisiensi merupakan rata-rata tertimbang dari rasio ROI (Return On Investment) suatu perusahaan terhadap ROI seluruh perusahaan yang ada dalam ekonomi untuk suatu periode tertentu. Pengakuan akan perlunya rasio ini, didasarkan pada thesis bahwa perbedaan dalam tingkat profitabilitas pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan dalam human asset performance. Oleh karena itu maka compensation value harus di-adjust dengan suatu faktor efisiensi

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

9
AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

Kelemahan dari metode ini terletak pada subjektivitas dalam menentukan besarnya gaji di kemudian hari, lamanya orang bekerja dalam perusahaan itu dan discount rate serta dalam penentuan faktor efisiensinya Present Monetary Value Method Dalam metode ini akan dihitung present value dari sumber daya manusia dengan mempertimbangkan faktor nilai jasa baik secara total maupun individu, waktu, kompensasi baik langsung maupun tidak langsung, dan tingkat bunga. Nilai yang didapatkan dari perhitungan ini adalah nilai total sumber daya manusia bagi suatu organisasi. Kelemahan dari metode ini terletak pada subjektivitas dalam menentukan besarnya nilai jasa dan kompensasi di kemudian hari baik total maupun individual, lamanya orang bekerja dalam perusahaan itu dan discount rate. Goodwill Method Hermanson seperti yang ditulis oleh Brummet (1978:37-12) menyatakan bahwa: value of human resources of an organization may be assessed by capitalizing earning in excess of normal earning for industry or group of companies of which is a part. Dalam metode ini disarankan untuk mendiskontokan kelebihan diatas normal expected earning berdasarkan perbandingan perusahaan dalam suatu sektor industri dan mengalokasikannya ke aset yang belum ada misalnya pada aset sumber daya manusia. Atau dengan kata lain nilai goodwill dialokasikan pada aset sumber daya manusia dan aset nonsumber daya manusia berdasarkan rasionya terhadap total aset. Brummet menjelaskan metode ini dengan contoh sebagai berikut : Tingkat hasil pengembalian rata-rata dari owned assets (aset yang dimiliki, maksudnya aset yang tercantum dalam neraca) untuk industri selama 5 tahun terakhir adalah sebesar 12%. Suatu perusahaan menikmati tingkat hasil pengembalian dari owned asset-nya sebesar 15%, yaitu sebesar Rp. 6.000.000,-. Maka unowned asset (aset yang tidak tercantum dalam neraca), yaitu nilai sumber daya manusia dapat dihitung. Laba adalah sebesar Rp. 900.000,- yaitu 15% dari Rp. 6.000.000. Diasumsikan bahwa ini adalah laba yang diperoleh dari total aset (owned assets dan unowned assets) pada tingkat hasil pengembalian industri. Berarti total aset adalah sebesar Rp. 7.500.000 (yaitu Rp. 900.000 : 12%). Maka, nilai sumber daya manusia (selisih antara total aset dan owned assets) adalah sebesar Rp. 1.500.000. Kelemahan metode ini juga terletak pada subyektifitas dalam menentukan expected earning, dan perbandingan aset sumberdaya manusia dan non sumberdaya manusia. Discounted Future Value Metode ini dikembangkan oleh Brummer, Flamholtz, dan Pyle (Harahap: 2007). Mereka menyarankan untuk meramalkan present value dari laba perusahaan pada tingkat rate of return yang normal dan mengalokasikan sebagian dari nilai ekonomis perusahaan sebagai sumber daya manusia berdasarkan konrtibusi relatif dari mereka. Kelemahan metode ini juga terletak pada subyektifitas dalam meramalkan present value dari laba dan juga penentuan besarnya kontribusi relatif serta discount rate-nya
Jurnal Akuntansi Universitas Jember

10
AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

Economic Value Approach Dalam metode ini akan digunakan nilai masa depan yang diharapkan dari service levels dan service group. Tingkat gaji dan jabatan merupakan service level sedangkan perbedaan tingkat prestasi menggambarkan service group. Dengan mempertimbangkan probabilitas individu untuk menduduki tiap keadaan dalam susunan service yang ada maka Nilai expected service output = Jumlah produk dari jumlah jasa yang diharapkan diperoleh dari setiap kemungkinan service x expected probabilitas terjadi. Probabilitas ini juga dapat dihitung dengan probabilitas masa lalu yang diperoleh dari perhitungan aktuaris atau probabilitas berdasarkan pertimbangan pribadi Kelemahan metode ini juga terletak pada subyektifitasnya dlam menentukan jasa yang diharapkan dan probabilitas terjadinya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa suatu pos atau obyek untuk bisa diakui dalam arti dilaporkan dalam statemen keuangan harus memenuhi kriteria definisi, keterukuran, relevan dan reliable. Dari aspek definisi SDM sudah dapat dikatakan memenuhi syarat sebagai aset, sedangkan untuk keterukuran, seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa sebenarnya telah cukup banyak upaya yang telah dilakukan untuk mencari cara atau metode pengukuran yang dapat diterapkan dalam menilai SDM sebagai aset perusahaan, yang menjadi pertanyaan adalah apakah alternatif pengukuran tersebut ada yang dapat memenuhi kriteria reliable dan relevan? Meskipun telah banyak usulan altenatif pengukuran atas SDM sebagai aset, kalau kita kaji dari bergai alternatif pengukuran tersebut tidak satupun yang dapat memenuhi pengukuran yang benar-benar reliable dan relevan. Dalam metode historical cost, harga kos sumber daya manusia yang akan diamortisasikan selama masa kerja yang bersangkutan digunakan biaya historis sebagi dasar pencatatannya, perlakuannya sama dengan aset tetap lainnya, metode ini mengkapitalisasi seluruh biaya yang berkaitan dengan proses perekrutan, seleksi, pendidikan dan pelatihan, sedangkan gaji, tunjangan dan bonus tidak termasuk dalam kelompok biaya yang dikapitalisasi, karena ketiganya merupakan pengeluaran untuk mempertahankan atau memelihara pegawai agar tetap bekerja dan berprestasi seperti yang diharapkan perusahaan. Tatapi metode ini tidak bisa menggambarkan nilai manfaat ekonomi masa datang yang akan dapat disumbangkan ke perusahaan, padahal iniformasi inilah yang sebenarnya dibutuhkan oleh stakehorders. Pada metode replacement cost kerumitannya terletak pada biaya pengganti dari masing-masing individu akan berbeda, adanya unsur persepsi yang menjadikan penilaiannya masih subyektif, dan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai suatu keterampilan tertentu akan berbeda dari satu orang dengan lainnya. Metode opportunity cost terlalu diskriminatif dan apabila tidak disikapi dengan baik akan menimbulkan suasana yang negatif dan persaingan yang tidak sehat serta kesulitannya dalam menaksir harga pasar. Dalam discounted certainty equivalent net benefit model dari penggunaan rumus yang ada untuk diaplikasikan masih terlalu rumit dan adanya faktor probabilitas menunjukkan penilaian yang subyektif.demikian juga metode-metode yang lain memiliki kerumitan dan subyektifitas dalam penilaiannya.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

11
AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

Menurut penulis yang paling memenuhi kriteria, dalam arti tidak bertentangan dengan konsep yang digunakan dalam kerangka kerja akuntansi yang diterapkan saat ini adalah metode historical cost. Historical Cost sebagai nilai masukan merupakan pengukur potensi jasa yang paling obyektif untuk pos aset yang baru diperoleh. Kos ini menunjukkan harga pertukaran pada saat terjadinya, salah satu keunggulan historical cost dari sudut penilaian adalah dapat diujinya hasil penilaian tersebut (verifiable) karena historical cost terjadi dari hasil kesepakatan dua pihak yang independen. Karena dapat diuji validitas penilaiannya, historical cost dapat diandalkan sebagai informasi (reliable) Historical cost method penulis anggap sebagai metode yang paling memungkinkan dan mudah untuk diterapkan karena : 1. Adanya bukti pendukung atas pengeluaran sumber daya manusia. Dalam proses perekrutan, seleksi, pendidikan dan pelatihan semua biayabiaya yang dikeluarkan dicatat berdasarkan bukti transaksi yang jelas dan lengkap. Jumlahnya akan digunakan sebagai dasar pencatatan. 2. Kemudahan penelusuran biaya-biaya yang dikapitalisasi Biaya-biaya sumber daya manusia yang telah dicatat kemudian akan dikapitalisasi sesuai dengan konsep akuntansi sumber daya manusia dengan menggunakan jurnal kapitalisasi. Penelusuran atas biaya-biaya ini mudah dilakukan karena mengacu pada adanya bukti transaksi. 3. Penilaian yang cukup obyektif Peneliti anggap cukup obyektif karena pengukurannya tidak hanya berdasarkan pada persepsi tertentu dan dapat diperoleh jumlah yang jelas dari bukti transaksi yang ada. 4. Dapat dipertanggungjawabkan Dengan dasar pencatatan yang jelas dan berasal dari bukti transaksi yang sah, maka jumlahnya dapat dipertanggung jawabkan. Hal ini dibuktikan dengan adanya bukti transaksi yang mempunyai kekuatan hukum yang jelas. Jadi dapat disimpulkan bahwa metode ini lebih realistis dengan adanya bukti transaksi, lebih aplikatif karena tidak hanya berdasarkan persepsi yang bersifat subyektif, lebih mudah diterapkan karena bagian akuntansi dapat menerapkan konsep ini hanya dengan menggunakan jurnal kapitalisasi, dan nilainya dapat dipertanggungjawabkan apabila kita bandingkan dengan metodemetode pengukuran lain metode ini juga merupakan suatu ukuran untuk menghitung nilai individual yang konsisten dengan penerapan akuntansi konvensional. 4. Simpulan Salah satu masalah pokok dalam akuntansi sumber daya manusia adalah masalah pengakuan sumber daya manusia, topik perdebatan terutama menyangkut masalah apakah sumber daya manusia dicatat sebagai aktiva ataukah sebagai beban periodik. akuntansi konvensional memperlakukan investasi dalam sumber daya manusia langsung diakui sebagai beban pada periode terjadinya tetapi penulis menganggap bahwa investasi sumber daya manusia mempunyai dua komponen yaitu komponen beban dan komponen investasi yang harus dikapitalisasi. Dari beberapa metode penilaian SDM sebagai aset yang paling mungkin untuk diterapkan adalah metode historical cost karena reliabilitas dan
Jurnal Akuntansi Universitas Jember

12
AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

obyektivitasnya, meskipun kurang relevan karena masih tidak mampu memberikan informasi tentang berapa manfaat ekonomi masa depan dari SDM yang dapat diperoleh perusahaan yang menguasainya (informasi ini yang sebenarnya dibutuhkan oleh pengguna informasi). Daftar Pustaka Brinker, Barry (2000), Intelectual Capital: Tomorrows Assets, Todays Challenge http:www.cpavision.org/vision/wpaper05b.cfm. Brummet, R.L, E. Flamholtz & W.C Pyle.1969. Human Resource Accounting. Ann Arbor, Michigan. Foundation for research on human behaviour. ---------------,1991, Stetement of Financial Accounting Consepts. Homewood, IL: Irwin. Harahap, Sofyan Safri.2007.Teori Akuntansi Edisi Revisi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Ikatan Akuntansi Indonesia.2007. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat . Kam, Vernon. 1990, Accounting Theory, New York: John Wiley & Sons. Lev B, & Schwartz BA.1971. On the Economic Concept of Human Capital in Financial Statements. The Accounting Review, January. Ratnawati, Yohana D.2000.Pengukuran dan Pengakuan Manajer sebagai Aktiva. Malang : Universitas Merdeka Malang. Riyanto, Bambang dkk.1990.Teori Akuntansi: Isu-Isu Kontemporer. Yogyakarta: Andi Offset Yogyakarta. Sawarjuwono & Kadir. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran, dan Pelaporan. Surabaya : Universitas Airlangga Simanjuntak, Pajaman J.1998.Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. LPFE UI, Jakarta Suwardjono, 2006, Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE Tuanakota, Theodorus M, 1984, Teori Akuntansi, LPFE UI, Jakarta

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI: KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF Agung Budi Sulistiyo* Abstract
Until now, have not many Shariah accounting researchers and thinkers who perform critical review of the various Shariah accounting concepts. This paper done in order to view critically one of Shariah accounting concepts, that is manunggaling kawulo gusti. This concepts is to symbolize or representate of the pairs of epistemology. This symbolizasion is not precise because of these two things have difference understanding. The pairs of epistemology to point out combination from two differences characteristic, but have same level whereas manunggaling kawulo gusti need to united and disolved from these two differences characteristic and level. Because of that, in principle to describe reality of accountancy that holistic characteristic,we must give two characteristic like egoisticaltruistic, masculine-feminin, materialistic-spiritualistic etc in same level and isnt disolved each other to or change one of other. Keywords: syariah accounting, pairs of epistemology, manunggaling kawulo gusti

1.

Pendahuluan Dalam ruh ilmu pengetahuan barat mengandung doktrin sekulerisme. Sebuah doktrin yang ingin membebaskan ilmu pengetahuan (science) dari belenggu agama/dogma. Paham ini menganggap bahwa kehadiran agama akan menghambat kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Doktrin ini berawal dari revolusi ilmu pengetahuan yang terjadi di Eropa Barat pada abad 16 masehi, ditandai dengan turunnya pamor dan kekuasaan gereja. Kondisi ini terjadi dikarenakan banyaknya kontradiksi atau pertentangan antara ajaran gereja dengan fakta-fakta ilmiah pada saat itu. Oleh karena itu terjadilah upaya untuk memisahkan nilai-nilai agama, ketuhanan maupun ajaran moral dari ranah ilmu pengetahuan. Inilah yang disebut dengan proses sekulerisasi. Perkembangan sekulerisasi ini pada akhirnya melahirkan ilmu pengetahuan yang bersifat positivistik. Perspektif positivistik menitikberatkan pada praktik akuntansi sebagaimana adanya (menjawab pertanyaan what is). Dalam Watts and Zimmerman (1986) menyatakan bahwa fungsi dari ilmu pengetahuan positivistik adalah to explain (menjelaskan hubungan antar variabel) dan to predict (memprediksi kejadian di masa yang akan datang berdasarkan teori yang telah ada). Sebaliknya pertanyaan normatif seperti what should atau apa yang seharusnya dilakukan menjadi terpinggirkan bahkan diserahkan sepenuhnya kepada individu-individu sesuai dengan selera dan hawa nafsunya. Dalam sejarah ilmu pengetahuan barat kondisi demikian mencerminkan adanya semangat
*Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Jember

13

14
MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

kebangkitan manusia (renaissance) dan gerakan pencerahan (aufklarung) di Eropa Barat. Manusia menjadi bebas dari belenggu agama dan Tuhan. Efek dari sekulerisasi ini melahirkan praktik kapitalisme yang merambah hampir di sebagian besar negara di dunia. Kapitalisme global mengancam ke semua aspek kehidupan manusia tak terkecuali di bidang pendidikan. Hal ini diperkuat Yusran (2002) yang menilai penerapan sistem pendidikan di semua negara-negara dunia termasuk negara kaum muslimin mengalami westoxciation (racun pemikiran barat) yaitu pluralisme, sikretisme, nasionalisme, liberalism, sekulerisme dan isme-isme lainnya yang berupaya untuk melakukan proses imitasi, perkawinan campuran Islam-Barat menjadi Islam Liberal bahkan substitusi secara total terhadap nilai-nilai ke-Islaman yang suci dan fitrah. Menurut Qutb (1986) sekulerisme dimaknai sebagai Iqomatu al-hayati ala ghoyri asasina mina al-dini yakni membangun struktur kehidupan di atas landasan selain sistem Islam. An-Nabhani mendefinisikan sebagai pemisahan agama dengan kehidupan dan gagasan ini menjadi aqidah (asas) baik sebagai qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis) maupun qaidah fikriyah (landasan berpikir) sehingga menjadi jelas dalam hal ini bahwa manusialah yang memiliki kewenangan mutlak untuk membuat peraturan hidupnya sesuai dengan hawa nafsu dan akal yang terbatas (dalam Dudung, 2010).. Kalau agama diarahkan agar sesuai dengan kehendak masyarakat maka pada hakikatnya agama dipotong dan hanya dijadikan urusan privat sama artinya dengan memuseumkan agama dan menjadikannya sebagai barang antik Dalam konteks ini tepatlah kalau dikatakan bahwa paham sekulerisme sebagai al-Laadiniyah atau tanpa agama dan alLaaaqidah atau tanpa akidah (Purnomo, 2010). 2. Islam is A Way of Life Islam merupakan pedoman hidup yang lengkap bagi umat muslim. Islam merupakan agama, sistem nilai, tata cara ritual, ilmu dan juga sistem kehidupan. Al Attas (1989, dalam Harahap, 2008) menyatakan bahwa pengertian agama dalam Islam sama dengan istilah din yang berarti bukan saja semata suatu konsep tetapi sesuatu yang harus dijabarkan ke dalam realitas kehidupan secara mendalam dan kental dalam pengalaman hidup manusia. Oleh karena itu dalam Islam tidak dikenal adanya pemisahan antara agama dengan ilmu pengetahuan sehingga sekulerisme menjadi suatu keyakinan yang sangat ditentang. Ilmu pengetahuan membutuhkan agama agar dalam praktiknya tidak melanggar norma dan nilai-nilai etika sedangkan ilmu pengetahuan akan membantu manusia untuk memahami dan mengerti tentang agamanya. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Adz-Dzaariyaat ayat 56 :

Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Dalam konteks surat tersebut menunjukkan bahwa manusia diberikan kelebihan oleh Allah berupa akal, panca indera maupun mata batin untuk menjalankan misinya sebagai kalifah di muka bumi yakni mengabdi hanya kepada

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

15
MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

Allah SWT. Pengabdian (ubudiyah) ini dalam kehidupan manusia memiliki makna ganda yaitu aktifitas ibadah dalam rangka syiar dan perilaku hidup yang mencakup aspek ekonomi, sosial, politik dan pendidikan. Munir & Djalaluddin (2006) menjelaskan keempat aspek tersebut sebagai berikut : a. Aspek politik hendaknya mampu memberikan jaminan kebebasan bagi manusia untuk menegakkan tauhid dan menjalankan ibadah. b. Aspek pendidikan hendaknya mampu menciptakan budaya yang mendukung misi ubudiyah ini serta memastikan peran ilmu dan proses pendidikan dalam peningkatan kualitas ubudiyah. c. Aspek sosial diharapkan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis dan tentram dengan adanya hubungan yang kokoh dan adanya takaful (gotong royong) dalam masyarakat. d. Aspek ekonomi hendaknya difokuskan pada penciptaan al-insan al abid (manusia ahli ibadah) bukan manusia ekonomi (homo economicus). 3. Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Akuntansi Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan ilmu pengetahuan barat sangat pesat dan melampaui ilmu yang dikembangkan oleh kaum muslimin. Berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, agama, kultur dan pendidikan, umat Islam berada pada posisi bangsa yang tertinggal. Ada beberapa masalah yang sedang dihadapi umat muslim yaitu (a) keterbelakangan umat; (b) kelemahan umat; (c) stagnasi intelektual umat; (d) absennya ijtihad umat; (e) mandegnya kemajuan kultur umat; (f) kesenjangan umat dari norma-norma dasar peradaban Islam (Abu Sulayman, 1988). Oleh karena itu Al Faruqi (1984) memberikan 5 langkah untuk melakukan islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu : a. Penguasaan disiplin ilmu modern b. Penguasaan khazanah Islam c. Penentuan relevansi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern d. Pencarian sintesa kreatif antara khazanah Islam dengan ilmu modern dan, e. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah SWT. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah suatu upaya pembebasan pengetahuan dari asumsi-asumsi Barat terhadap realitas dan kemudian menggantikannya dengan pandangan dunia Islam sendiri (Zainuddin, 2003). Dalam khazanah keilmuan akuntansi proses Islamisasi juga berlangsung. Hal ini dirumuskan oleh Harahap (2008, 55) yang menjelaskan langkah-langkah untuk membentuk akuntansi Islam(syariah) sebagai berikut : a. Memahami teori akuntansi kapitalis b. Memahami beberapa pendapat normatif dari para ahli atau lembaga tentang teori akuntansi Islam c. Menguasai syariah, konsep, filosofi dan prinsip-prinsip kehidupan Islam d. Rekonstruksi teori akuntansi kapitalis menjadi teori akuntansi Islam dengan cara : - Memakai konsep atau teori yang tidak bertentangan dengan syariah Islam

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

16
MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

- Membuang, menolak dan menghilangkan konsep akuntansi kapitalis atau norma yang bertentangan dengan norma Islam - Menganalisa dan meredefinisi konsep-konsep yang dikategorikan masih kabur antara teori akuntansi kapitalis atau teori akuntansi Islam - Merumuskan konsep baru yang dimasukkan ke dalam teori akuntansi islam jika belum ada. e. Menguji konsep akuntansi Islam hasil rekonstruksi dengan cara diskusi, seminar, konferensi, symposium, public hearing, atau Delphi System dengan menggunakan tenaga ahli di bidangnya untuk mengkritisinya f. Menguji teori akuntansi syariah tersebut melalui penelitian empiris. Namun demikian ada beberapa ilmuwan muslim yang tidak sepakat dengan pendekatan Al Faruqi dan mengajukan kritik terhadapnya. Fazlurrahman dan Ziauddin Sardar (dalam Zainuddin, 2003) menyatakan bahwa ide Islamisasi ilmu pengetahuan dinilai menyesatkan dan akan menjadikan prinsip Islam tetap dalam posisi subordinate (di bawah) dari ilmu-ilmu modern. Semestinya kita dianjurkan untuk melahirkan ilmu pengetahuan yang murni berasal dari kandungan Al Quran untuk mengobati penyakit jahilliyah modern akibat krisis ilmu pengetahuan dan peradaban. Pada keilmuan akuntansi yang mengikuti paham Fazlurrahman dan Sardar adalah Triyuwono (2006) yang mengembangkan pemikiran tentang akuntansi syariahnya dengan cara memfokuskan pada metodologi yang berangkat dari nilai-nilai syariah yang murni. Jadi, dapat kita sarikan bahwa pengembangan konsep dan teori akuntansi syariah dilakukan melalui dua cara yakni (a) pendekatan filosofis teoritis atau deduktif normatif yang bermula pada konsep yang umum dan abstrak selanjutnya diderivasi pada tingkatan yang lebih pragmatis dan konkret, dan (b) pendekatan praktis, sebagaimana dijelaskan melalui metode yang dikembangkan oleh Harahap (2008). 4. Kelemahan Fundamental Akuntansi Konvensional Akuntansi adalah sebuah disiplin ilmu maupun praktik yang bersifat dinamis dan mengikuti perubahan lingkungan. Hal ini sejalan dengan pemahaman bahwa akuntansi sangat dipengaruhi oleh lingkungannya (Morgan, 1988; Hines, 1989; dan Francis, 1990), namun di sisi yang lain akuntansi juga dapat mempengaruhi lingkungannya (Mathews dan Perera, 1993). Pada kenyataannya yang namanya lingkungan memiliki karakter bawaan yang tidak mungkin diubah yaitu perubahan. Perubahan merupakan sebuah keniscayaan dalam hidup ini yang akan mempengaruhi sendi-sendi dalam kehidupan kita. Fakta menunjukkan banyaknya skandal akuntansi dan manipulasi laporan keuangan yang melanda perusahaan serta rendahnya kepedulian mereka akan tanggung jawab sosial dan lingkungan menyiratkan bahwa terjadi perubahan yang sangat besar pada para pelaku akuntansi. Kondisi ini menunjukkan bahwa akuntansi telah gagal untuk menggambarkan realitas bisnis secara utuh. Triyuwono (2006) menyatakan bahwa akuntansi modern tidak mampu merefleksikan realitas non ekonomi yang diciptakan perusahaan. Ia hanya mampu mengakui dan merefleksikan peristiwa ekonomi saja.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

17
MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

Dalam Harahap (2008) dinyatakan ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan dari sebuah laporan keuangan yang merupakan produk utama dari akuntansi konvensional (modern) yaitu : Masyarakat pengguna akuntansi keuangan adalah masyarakat dengan ideologi sekuler, materialisme dan rasional semata, tidak mengakui keberadaan Tuhan dan tidak percaya adanya pertanggungjawaban di akhirat; Tujuan laporan keuangan hanya untuk masyarakat Amerika atau yang seideologi; Laporan keuangan mayoritas dipakai oleh perusahaan besar atau go public; Laporan keuangan kapitalis hanya untuk tujuan informasi akumulasi kekayaan; Laporan keuangan bersifat historis; Bersifat umum bukan melayani kepentingan pihak khusus; Proses penyusunan bersifat taksiran dan pertimbangan subyektif; Hanya melaporkan informasi yang material; Mengabaikan informasi yang bersifat kualitatif; Hasil penelitian menunjukkan peran informasi akuntansi dalam menggambarkan nilai perusahaan sekitar 15-25% Triyuwono (2006) juga secara sistematis menjelaskan beberapa kelemahan yang muncul berkaitan dengan praktik akuntansi konvensional (modern) yakni : Akuntansi modern mengabaikan dua aspek penting yaitu lingkungan dan sosial sehingga gagal menggambarkan realitas bisnis yang semakin kompleks; Sifat egoisme sangat melekat pada akuntansi modern sehingga terefleksi ke dalam bentuk private costs/benefits dan berorientasi melaporkan profit untuk kepentingan pemilik modal/pemegang saham. Oleh karena itu informasi akuntansi menjadi egois dan mengabaikan pihak lain. Akuntansi modern lebih bersifat materialistik sehingga memarjinalkan nilainilai spiritualitas padahal manusia sebagai pelaku akuntansi memiliki dua hal tersebut yakni material dan spiritual. Jika manusia diarahkan untuk menjalankan praktik akuntansi yang beorientasi pada materi (profit) maka perilaku yang muncul berkaitan dengan upaya pencapaian tujuan tersebut berpotensi melanggar aturan dan kehilangan nilai-nilai etika, agama dan moralitas. 5. Konsep Manunggaling Kawulo Gusti Sebagai Upaya Mengatasi Kelemahan Fundamental Akuntansi Konvensional Berkaitan dengan formulasi akuntansi syariah, Triyuwono (2006) memaparkan ada empat perspektif yang dapat dipakai yaitu (1) Positivisme, (2) Interpretiv, (3) Kritisisme dan (4) Postmodernisme. Lebih khusus pada perspektif postmodernisme yang menekankan bahwa pendekatan apapun dalam merumuskan sebuah teori dihalalkan sepanjang sesuai dengan konteksnya. Triyuwono (2006) menyatakan bahwa pendekatan Manunggaling Kawulo-Gusti untuk merumuskan akuntansi syariah merupakan hal yang wajar dan sah untuk digunakan apalagi jika ditinjau dari perspektif posmodernisme. Di Indonesia, khususnya Jawa, ajaran Manunggaling Kawulo-Gusti disebarkan oleh toko sufi besar Syekh Siti Jenar. Ajaran ini pada dasarnya terkait dengan konsep sangkan paraning dumadi yaitu
Jurnal Akuntansi Universitas Jember

18
MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

asal mula dan arah tujuan semua kejadian yaitu memahami bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan berakhir pada Allah. Hal ini sejalan dengan Djaya (dalam Triyuwono, 2006, 362) yang menyatakan : Ajaran sangkan paraning dumadi yang berarti pangkal atau mula dan arah tujuan semua kejadian, menggambarkan suatu (filsafat) proses, kesinambungan awal-akhir, bagaimana permulaannya dan juga kesudahannya. Hal itu menumbuhkan pemahaman Manunggaling Kawulo-Gusti. Ilmu sangkan paran yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar terbagi atas beberapa tahap, yaitu 1) asaling dumadi sebagai asal permulaan segala yang maujud, (2) sangkaning dumadi yakni darimana kedatangan serta bagaimana arah perkembangan yang wujud tersebut; (3) purwaning dumadi sebagai permulaan eksistensi yang maujud; (4) tataraning dumadi atau martabat suatu yang maujud, melalui berbagai cobaan kehidupan dunia, yang seharusnya diperlakukan sebagai alam kematian atau mati sakjeroning urip, agar bisa mendapatkan kondisi urip sakjeroning mati dan (5) paraning dumadi sebagai arah akhir perkembangan suatu wujud (Sholikhin, 2008, 371). Esensi ajaran ini (Triyuwono, 2006, 364) adalah kemanunggalan (unity) atas dua hal atau lebih yang berbeda. Misalnya, kemanunggalan manusia (sebagai makhluk) dengan Tuhan (sebagai Sang Pencipta), kemanunggalan suka dengan duka, kemanunggalan benar dengan salah, dan lain-lainnya. Kedua hal yang berbeda tersebut tidak saling meniadakan (mutually exclusive), tetapi sebaliknya saling menyatu. Nilai filsafat Manunggaling Kawulo-Gusti yang digunakan termasuk dalam paradigma posmodernisme. Karena Manunggaling Kawulo-Gusti pada dasarnya mensinergikan dua hal yang sangat berbeda, mensinergikan kawulo dengan Gusti, sifat maskulin-feminin, sifat ekspansif-defensif, sifat egoistikaltruistik, sifat rasional-intuitif, sifat obyektif-subyektif maupun sifat materialspiritual. Kemanunggalan sifat-sifat ini akan berimplikasi pada bentuk laporan keuangan Akuntansi Syariah yang mengedepankan epistemologi berpasangan sehingga kemampuan akuntansi syariah untuk menggambarkan realitas bisnis yang utuh dapat tercapai. Konsep Manunggaling Kawulo Gusti menurut Triyuwono (2006, 362) juga ada dalam Al Quran surat Al Baqarah 156 yaitu :

Artinya : (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Kalimat Inna lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun bermakna : Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Pada dasarnya manusia menjalani hidup di dunia ini dalam rangka mencapai kesempurnaan
Jurnal Akuntansi Universitas Jember

19
MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

menuju Dzat Yang Tertinggi yaitu Allah SWT (ngelmu kasampurnan). Konteks kesempurnaan ini digambarkan oleh Triyuwono (2006, 363) sebagai sebuah proses dimana manusia (sang pribadi/self) kembali kepada Allah (THE SELF) melalui siklus kehidupan yang panjang, sehingga ketika sang pribadi sudah kembali kepada Allah maka pada hakekatnya ia menyatu dengan Allah (manunggaling kawulo gusti). Sang pribadi/self/kawulo menjadi tiada dan yang tinggal hanyalah GUSTI/THE SELF/Allah SWT. Filsafat manunggaling kawulo gusti jika dihubungkan dengan ilmu akuntansi menjadi sebuah Konsep Kemanunggalan Dalam Akuntansi (istilah yang diberikan penulis). Konsep ini merupakan versi Triyuwono (2006) yang penulis coba untuk mengilustrasikan sebagai berikut :

Akuntansi Konvensional Nilai-Nilai Penyeimbang

Konsep Kemanunggalan Dalam Akuntansi

Egoistik Materialistik Maskulin Kuantitatif

Altruistik Spiritualistik Feminin Kualitatif

Egositik-Altruistik Materialistik-Spiritualistik Maskulin-Feminin Kuantitatif-Kualitatif

Gambar 1. Konsep Kemanunggalan Dalam Akuntansi Berdasarkan gambar 1 dapat dilihat bahwa nilai-nilai tunggal yang melekat pada akuntansi konvensional (modern) yang melahirkan wajah akuntansi cenderung parsial dan tidak utuh diseimbangkan oleh lawannya masing-masing yang sejatinya melambangkan sesuatu yang berpasang-pasangan yang secara kodrati terjadi di dunia ini. Oleh karena itu ketika nilai-nilai egoistik berpadu dengan sifat altruistik akan menghasilkan wajah akuntansi yang bersifat egositikaltruistik. Demikian pula dengan nilai materialistik-spiritualistik, maskulinfeminin atau juga nilai kuantitatif-kualitatif. 6. Telaah Kritis Atas Konsep Kemanunggalan Dalam Akuntansi Perlu dipahami bahwa kelemahan fundamental yang ada dalam akuntansi konvensional menjadikan praktik akuntansi sarat dengan rekayasa, manipulasi, kecurangan maupun perilaku kreatif lainnya. Ketika akuntansi modern menjadi alat bisnis untuk membantu para pemilik modal (kapital) memupuk kekayaan yang sebesar-besarnya (profit maximization) demi kesejahteraan mereka

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

20
MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

(shareholder wealth) maka perilaku individu-individu yang ada dalam perusahaan cenderung menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan yang utama tersebut. Angka-angka dalam akuntansi dimainkan sedemikian rupa dengan alasan earnings management atau creative accounting, laba dipercantik dengan cara income smoothing ataupun teknik-teknik akuntansi lainnya yang cenderung mengabaikan nilai-nilai etika dan moralitas. Ada kebohongan terhadap publik yang tersirat dari tindakan-tindakan negatif yang mereka lakukan. Merujuk pada etika bisnis Islam maka tindakan yang merugikan orang lain termasuk perbuatan yang dhalim dan berdosa. Filsafat akuntansi manunggaling kawulo gusti versi Triyuwono (2006) atau kemanunggalan dalam akuntansi versi penulis sebenarnya berakar pada konsep epistemologi berpasangan. Konsep ini merujuk pada ayat Al Quran dalam surat Yasin 36 yaitu :

Artinya : Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. Ayat ini menggambarkan bahwa segala sesuatu di dunia diciptakan berpasang-pasangan yakni ada pria-wanita, siang-malam, jantan-betina, putihhitam, besar-kecil dan analogi lainnya. Oleh karena itu sangat masuk akal ketika Triyuwono (2006) merefleksikan filosofis berpasangan ini untuk menggambarkan realitas akuntansi yang lebih utuh sebagaimana berikut : a. Salah satu kelemahan mendasar akuntansi modern terletak pada sifatnya yang egoistik. Dengan orientasi memaksimalkan profit untuk kepentingan pemegang saham atau manajemen maka perusahaan akan melakukan eksploitasi terhadap orang lain dan lingkungan alam sehingga mereka mengabaikan proses rehabililitasi untuk menjaga kelestarian lingkungan tersebut karena dipandang akan mengeluarkan banyak biaya sehingga dapat memperkecil laba (profit). Akuntansi menjadi kehilangan makna dan realitasnya, oleh karena itu supaya lebih utuh maka akuntansi juga harus memiliki sifat altruistik yang menjadikan perilaku individu maupun perusahaan menjadi lebih berbagi dengan orang lain maupun lingkungan sekitar. Konservasi alam dilakukan, masyarakat sekitar diperhatikan kesejahteraannya maupun tindakan sosial lainnya. b. Akuntansi modern hanya fokus terhadap dunia materi (gender maskulin) dan sebaliknya mengabaikan dan menghilangkan dunia non materi (spiritual) yang sifatnya feminin. Semua simbol-simbol akuntansi adalah simbol-simbol materi. Simbol-simbol ini akan menggiring manajemen dan pengguna kearah

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

21
MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

dunia materi yang pada akhirnya akan menciptakan dan memperkuat realitas materi. Oleh karenanya manusia menjadi terkooptasi dengan materi. Jika kita perhatikan lebih mendalam maka epistemologi berpasangan merupakan sebuah konsep yang sudah tepat untuk menggambarkan realitas akuntansi yang lebih utuh (lengkap) karena mencakup dua hal yang berbeda tetapi saling melengkapi. Dua hal ini mencerminkan obyek-obyek yang memiliki kedudukan saling setara. Kesetaraan ini mengandung arti bahwa kedua hal yang berpasangan tersebut tidak bisa saling menyatu, melebur atau menggantikan satu dengan lainnya. Kesetaraan menunjukkan tidak ada yang lebih superior dibandingkan dengan yang lain. Kedua pasangan tersebut bersifat saling melengkapi sehingga keberadaannya memang dibutuhkan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Ketika akuntansi dengan realitas yang utuh memiliki kekuatan untuk mempengaruhi praktek akuntansi modern menjadi lebih manusiawi, memiliki empati sosial dan berkeadilan maka akuntansi syariah dengan semangat keislamannya dan nilai-nilai ke-ilahiyahan-nya akan membawa akuntansi modern menjadi lebih bersifat spiritual. Spiritual yang menjadikan para pelaku akuntansi bukan hanya bertanggung jawab kepada pimpinannya (manusia) atau hablum minanas tetapi juga bertanggung jawab kepada Allah SWT (hablum minnalah). Dengan demikian substansi dari filsafat manunggaling kawulo gusti tentu menjadi berbeda makna jika disejajarkan dengan pemahaman epistemologi berpasangan. Manunggaling kawulo gusti menjadi gugur sebagai sebuah simbolisme dari epistemologi berpasangan dengan dua alasan sebagai berikut : 1. Dua hal yang bersifat setara tidak akan saling menggantikan bahkan melebur sekalipun jika kedua hal tersebut dibutuhkan keberadaannya. Akuntansi modern yang egoistik dan beorientasi pada pencapaian laba yang setinggitingginya akan memiliki kepekaan lingkungan dan tanggung jawab sosial jika dikombinasikan dengan sifat altruistik. Wajah akuntansi yang sangat berorientasi pada materialisme (kebendaan) atau duniawi akan menjadi lebih seimbang dengan masuknya nilai spiritualisme (akhirat) sehingga praktek akuntansi menjadi lebih beretika, berkeadilan dan bernuansa ke-Ilahiyah-an. 2. Bahasa manunggaling kawulo gusti menunjukkan adanya penyatuan antara dua zat yang berbeda bentuk dan tingkatan. Kawulo merujuk pada manusia atau makhluk sedangkan Gusti berarti Allah SWT atau Sang Khalik (Pencipta). Adapun konsep epistemologi berpasangan menyiratkan adanya kesamaan tingkatan sehingga menganalogikannya dengan pemahaman kawulo dan gusti tentu menjadi tidak sama artinya bahkan tidak sepadan untuk diperbandingkan. Dalam Al Quran surat Al Ikhlash secara tegas, jelas dan tidak terbantahkan menunjukkan keesaan Allah SWT dan menggambarkan bahwa tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya.

1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

22
MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." Berdasarkan dua argumentasi tersebut maka upaya untuk memanunggalkan antara sifat egoistik dan altruistik menjadi egoistik saja atau altruistik saja atau bahkan melebur menjadi istilah yang baru dan juga antara materialistik-spiritualistik, maskulin-feminin dengan analogi yang sama tentu menjadi tidak tepat untuk dilakukan. Seandainya konsep manunggaling kawulo gusti dianggap sebagai sebuah simbol dari epistemologi berpasangan pun terkesan dipaksakan karena konsep ini berkaitan dengan aqidah dan banyak perdebatan seputar pemahaman ini di kalangan masyarakat. 7. Simpulan Bahwa akuntansi syariah berkembang melalui dua pendekatan yang diyakini keberadaannya yakni aliran filosofis teoritis dan aliran pragmatis/praktis. Khusus untuk aliran filosofis teoritis terdapat suatu perspektif unik dalam upaya mendesain karakter dari laporan keuangan akuntansi syariah yakni filsafat manunggaling kawulo gusti yang dikembangkan oleh Iwan Triyuwono. Konsep manunggaling kawulo gusti ini kalau kita telaah lebih dalam merupakan sebuah simbolisasi dari konsep epistemologi berpasangan yang berupaya mendekonstruksi akuntansi konvensional (modern) menjadi akuntansi syariah dengan penggambaran realitas praktik akuntansi yang lebih utuh (holistik). Akuntansi yang utuh ini menyajikan wajah dengan kombinasi egoistik-altruistik, maskulin-feminin, materialistik-spiritualistik, dan kuantitatif-kualitatif. Diharapkan akuntansi dengan realitas yang utuh ini mampu memperbaiki kelemahan dan kegagalan dari praktik akuntansi modern menjadi lebih manusiawi, berkeadilan dan mengandung nilai ke-Ilahiyah-an. Namun demikian simbolisasi epistemologi berpasangan dengan konsep manunggaling kawulo gusti menjadi tidak tepat dilakukan karena dua konsep tersebut memiliki pemahaman yang berbeda. Epistemologi berpasangan menunjukkan persandingan antara dua sifat dalam realitas praktik akuntansi yang berbeda namun saling berhubungan dan saling melengkapi. Hal ini mengindikasikan bahwa dua hal yang berbeda tersebut tidak saling menyatu atau melebur menjadi istilah baru ataupun diantara dua hal tersebut ada yang lebih superior atau inferior dibandingkan yang lain. Keduanya berdiri sejajar atau

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

23
MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

berkedudukan setara untuk bersama-sama membentuk wajah akuntansi syariah. Adapun konsep manunggaling kawulo gusti menuntut adanya penyatuan, peleburan, atau kemanunggalan dari dua hal yang berbeda tersebut sehingga mengarahkan kita kepada pemahaman akan manunggalnya setiap jiwa manusia (makhluk) dengan Allah SWT (Sang Khalik). Dengan demikian, sebenarnya konsep epistemologi berpasangan merupakan sebuah simbolisasi yang sudah tepat untuk menggambarkan realitas praktik akuntansi yang utuh (holistik) khususnya pada akuntansi syariah.

Daftar Pustaka Al-Quran al-Karim Al Faruqi, Ismail R. 1984. Islamisation of Knowledge, terj. Anas Muhyiddin. Bandung: Pustaka Buletin Islam Al Ilmu. 2005. Membongkar Kedok Sufi: Beraqidah Sesat. www.salafy.or.id Francis, Jere R. 1990. After virtue? accounting as a moral and discursive practice. Accounting, Auditing and Accountability Journal Harahap, Sofyan Syafri. 2008. Kerangka Teori & Tujuan Akuntansi Syariah. Edisi Satu. Jakarta : Pustaka Quantum Hines, D. Ruth. 1992. Accounting Filling The Negative Space. Accounting, Organization, and Society Mathews, MR and MHB Perera. 1993. Accounting Theory and Development. Melbourne. Thomas Nelson Australia Morgan, Gareth. 1988. Accounting as reality construction : towards a new epistemologi for accounting practice. Accounting, Organizations, and Society Muhamad. 2002. Penyesuaian Teori Akuntansi Syariah: Perspektif Akuntansi Sosial dan Pertanggungjawaban. Vol 3 No. 1. Journal of Islamic Economics Munir, Misbahul dan A. Djalaluddin. 2006. Ekonomi Qurani : Doktrin Reformasi Ekonomi dalam Al Quran. Malang. UIN Malang Press Purnomo. 2010. Tuntutan Sekulerisme, Agama Menyesuaikan Masyarakat. http : //www.voa-islam.net

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

24
MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

Saputro, Andik S. 2009. Koreksi Konsep Nilai Tambah Syariah: Menimbang Pemikiran Konsep Dasar Teoritis Laporan Keuangan Akuntansi Syariah. SNA 12 Palembang Sholikhin, Muhammad. 2008. Manunggaling Kawula-Gusti : Filsafat Kemanunggalan Syekh Siti Jenar. Yogyakarta. Penerbit NARASI. Triyuwono, Iwan. 2006. Perspektif, Metodologi, Dan Teori Akuntansi Syariah. Edisi Satu. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Watts, Ross L. and Jerold L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc Yusran, Muhammad. 2002. Sekulerisme Dalam Sistem Pendidikan. http : // www. dudung.net Zainuddin, M. 2003. Filsafat Ilmu : Perspektif Pemikiran Islam. Bayumedia Publishing

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (Studi Kasus Pada Pasar Derivatif di Australia) Novi Wulandari Widiyanti*

Abstract The paper explores the nature of CFDs as a derivative and CFDs as hedging instrument in derivatif markets in Australia. It argues that CFD is leveraged instrument, which means they offer the potential to make a higher return from a smaller initial investment relative to the total position value. Using CFD, we can obtain full exposure to a share or commodity for a fraction of the price of buying the underlying asset. The higher percentage return from the CFD demonstrates how leverage can work. The writer presents two parts in describing CFDs nature and trading mechanism which are: the nature of the CFDs, which include CFDs characteristics and how they are traded. This part will focus on equity CFDs which underlying instrument is stocks. The second part will be an application of delta neutral hedging of long stock position by using and option compare to CFDs. Keywords: derivatif instrument, CFD, underlying asset, hedging, long position, short position 1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir ini, CFD (Contract for Difference) telah banyak digunakan oleh investor sebagai salah satu produk investasi yang relatif menjanjikan di pasar derivatif. CFD menjadi salah suatu produk alternatif investasi di pasar derivatif, selain opsi, warrant, swaps dan futures. Sebelum CFD diperdagangkan secara resmi di pasar derivatif, CFD telah banyak diperdagangkan di bursa pararel atau lebih dikenal dengan instilah over the counter market (OTC). Bursa pararel merupakan segmen pasar sekunder terbesar dalam jumlah sekuritas yang diperdagangkan, dibandingkan pasar reguler seperti bursa efek (Tandelilin, 2007). Namun seiring dengan perkembangan pasar, CFD selanjutnya juga diperdagangkan di pasar reguler khususnya pasar derivatif negara-negara maju seperti Amerika, Inggris dan Australia. Saat ini individual investor dapat memperdagangkan CFD melalui broker masing-masing. Popularitas CFD semakin meningkat karena banyaknya fasilitas/kelebihan yang ditawarkan kepada para pemiliknya. Salah satu kelebihan CFD dibandingkan jenis derivatif lainya adalah kepemilikan penuh atas underlying asset dengan menggunakan porsi yang relatif lebih kecil dari total nilai underlying asset (disebut margin awal) untuk melakukan perdagangan. Kelebihan CFD lainnya terkait dengan kemampuannya untuk menghasilkan laba, meskipun harga underlying asset mengalami penurunan (ASX, 2008). Sehingga CFD banyak

*Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Jember

25

26
KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PASAR DERIVATIF DI AUSTRALIA)

digunakan untuk melakukan imunisasi terhadap risiko atau yang biasa dikenal dengan istilah hedging. Selain itu, tidak seperti opsi yang mempunyai masa manfaat, CFD bersifat perpetual (tidak memiliki batas waktu jatuh tempo) sehingga dapat diperdagangkan sepanjang masa. Di Australia, perdagangan CFD dilakukan di Australian Stock Exchange (ASX). Aturan dalam Corporation Act, mewajibkan bagi ASX untuk terus mengawasi perkembangan pasar derivatif, khususnya terkait dengan perdagangan CFD. Sehingga diharapkan akan tercipta iklim investasi yang fair dan transparan. Selain itu, sebagai satu-satunya sentral atas perdagangan CFD di Australia, maka ASX telah menetapkan standar yang sama atas seluruh CFD yang diperdagangkan. Secara fundamental, pasar CFD di Australia jauh lebih baik dibandingkan pasar di negara-negara lainnya karena adanya standarisasi atas setiap CFD yang diperdagangkan dan jaminan akan pasar yang fair dan transparan. Dengan mengingat perkembangan akan produk derivatif yang sangat cepat dan kebutuhannya sebagai hedging instrumen, maka penelitian ini akan memberikan wacana sebuah alternatif produk derivatif, khususnya CFD yang telah diadopsi banyak negara maju, khususnya Australia. 2. Pasar derivatif Brigham (2004) mendefinisikan pasar derivatif adalah tempat diperdagangankannya surat-surat berharga yang nilainya didasarkan aset yang mendasarinya (underlying asset). Transaksi derivatif merupakan transaksi atas turunan produk pasar keuangan. Produk yang biasa diperdagangkan di pasar derivatif misalnya ospi (call dan put options), warrants, futures, forward. Beberapa ahli ekonomi meyakini bahwa meningkatnya transaksi di pasar derivatif akan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi yang negative (Bentick, 2007). Karena pada dasarnya semakin dinamis dan bertambahnya volume transaksi derivatif semakin mengurangi volume transaksi riil ekonomi, akibat semakin banyaknya uang berputar di pasar keuangan. Semakin banyak produk keuangan modern hakikatnya hanya akan menambah panjang arus perputaran uang, yang berimplikasi pada turunnya kemampuan uang untuk meningkatan produksi di sektor riil seperti untuk produksi barang dan jasa. Pemerintah menyadari sepenuhnya pentingnya keberadaan pasar derivatif sebagai subsistem pasar keuangan yang memiliki peranan strategis sebagai mekanisme tranfer risiko, price discovery, market integrity yang membuat pasar keuangan semakin terpercaya (Fabozzi,2004). Pasar kontrak berjangka sangat berguna bagi suatu negara, sebab secara makro keberadaan pasar derivatif akan membantu terciptanya pasar keuangan yang efisien sehingga pada akhirnya juga akan membantu sektor riil (dunia usaha) untuk mendapatkan modal usaha secara efisien. Dengan pasar keuangan yang efisien dalam arti transparan dan biaya transaksi yang rendah, maka risiko ketidak pastian berusaha akan semakin kecil, sehingga akan terjadi capital inflow yang sangat berguna untuk membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara (Slater, 2007). Chance (2006) mengidentifikasi bahwa setidaknya ada empat manfaat derivatif sebagai salah satu insturmen keuangan. Manfaat pertama adalah pengalihan risiko (risk tansfer). Dengan menggunakan derivatif maka investor atau pengusaha dapat mengalihkan risiko keuangannya karena mereka telah

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

27
KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PASAR DERIVATIF DI AUSTRALIA)

melindungi diri dari ketidakpastian (hedging the risk). Manfaat kedua adalah peningkatan likuiditas (liquidity improvement), maksudnya investor dan dapat menguangkan derivatif relatif cepat di pasar uang ketika mereka membutuhkan likuiditas. Manfaat lainnya adalah penciptaan kredit (credit creation) dan penciptaan ekuitas (equity creation). Derivatif juga dapat menciptakan kredit dan ekuitas karena instrument derivatif memperluas sumber kredit dan ekuitas dengan menciptakan jenis kredit dan ekuitas yang baru. Manfaat penciptaan kredit dan ekuitas ini timbul karena investor dan pengusaha memiliki lebih banyak instrument Keuangan yang bisa dipilih. Namun perlu disadari juga bahwa derivatif bagaikan dua mata pisau yang selain menawarkan manfaat juga mengandung kelemahan yang dapat memicu ketidakstabilan ekonomi dan keuangan sebuah negara (Cooley et.al, 1999). Khorana (1998) menyatakan bahwa tujuan utama dari derivatif adalah untuk melindungi perusahaan dalam melakukan transaksi bisnis. Tujuan ini lebih dikenal dengan istilah pemagaran (hedging). Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa perusahaan yang menggunakan hedging dalam melakukan transaksi bisnisnya akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menggunakan hedging. 3. Jenis-jenis instrumen derivarif Instrumen derivatif pada prinsipnya diturunkan dari instrumen efek lain yang disebut underlying (seperti saham, komoditas, mata uang asing) Ada beberapa macam instrument derivatif di Indonesia, seperti bukti right, waran, dan kontrak berjangka. Brigham (2004) selanjutnya mendeskripsikan beberapa jenis derivatif yang umum ada dalam pasar keuangan yaitut: a. Bukti right Didefinisikan sebagai hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) pada harga yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Bukti Right diterbitkan pada penawaran umum terbatas (right issue), dimana saham baru ditawarkan pertama kali kepada pemegang saham lama. Bukti right juga dapat diperdagangkan di pasar sekunder selama periode tertentu. Apabila pemegang saham tidak menukar bukti right tersebut maka akan terjadi dilusi pada kepemilikan atau jumlah saham yang dimiliki akan berkurang secara proporsional terhadap jumlah total saham yang diterbitkan perusahaan.Bukti right dapat diperdagangkan pada pasar sekunder, sehingga investor dapat mengalami kerugian (capital loss), ketika harga jual dari bukti right tersebut lebih rendah dari harga belinya. b. Waran (Warrant) Waran biasanya melekat pada saham sebagai daya tarik (sweetener) pada penawaran umum saham ataupun obligasi. Biasanya harga pelaksanaan lebih rendah dari pada harga pasar saham. Setelah saham ataupun obligasi tersebut tercatat di bursa, waran dapat diperdagangkan secara terpisah. Periode perdagangan waran lebih lama dari pada bukti right, yaitu 3 tahun sampai 5 tahun. Waran merupakan suatu pilihan (option), dimana pemilik waran mepunyai pilihan untuk menukarkan atau tidak warannya pada saat jatuh tempo. Pemilik waran dapat menukarkan waran yang dimilikinya 6 bulan setelah waran tersebut diterbitkan oleh emiten. Harga waran itu sendiri berfluktuasi selama periode perdagangan. Karena sifat waran hampir sama

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

28
KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PASAR DERIVATIF DI AUSTRALIA)

c.

d.

dengan kepemilikan saham, maka pemilik waran juga dapat mengalami kerugian (capital loss) jika harga beli waran lebih tinggi daripada harga jualnya. Kontrak Berjangka atas Indeks Efek (Index Futures) Adalah kontrak atau perjanjian antara 2 pihak yang mengharuskan mereka untuk menjual atau membeli produk yang menjadi variabel pokok di masa yang akan datang dengan harga yang telah ditetapkan sebelumnya. Obyek yang dipertukarkan disebut Underlying Asset. Setiap pihak sebelum membuka kontrak harus menyetorkan margin awal, dan karena kontrak tersebut memiliki waktu yang terbatas, maka pada saat jatuh tempo posisi kontrak harus ditutup pada berapapun harga yang terjadi bursa. Margin itu sendiri harus berada pada suatu level harga tertentu dan jika margin tersebut turun di bawah level akibat kerugian yang sangat besar, lembaga kliring akan meminta investor untuk menambah dananya kembali. Pada saat jatuh tempo, investor harus menutup atau menyelesaikan posisinya, walaupun harga yang terjadi berbeda dengan harapannya, sehingga investor dapat mengalami kerugian yang sangat besar jika dibandingkan dengan modal awalnya. Apabila investor mengalami kerugian yang besar, maka ia diharuskan untuk menyetor tambahan dana ke lembaga kliring. Opsi (Options) Opsi adalah suatu kontrak berupa hak tapi bukan suatu kewajiban bagi pembeli kontrak untuk membeli atau menjual suatu aset tertentu kepada penjual kontrak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau disepakati. Sebagai salah satu instrumen turunan atau derivatif di pasar modal, ada beberapa aset yang dapat melandasi opsi tersebut, yaitu saham, obligasi, mata uang, dan juga komoditi.

4. Karakteristik dan mekanisme perdagangan CFD 4.1 Definisi Contract for Difference (CFD) Contract for Difference (CFD) didefinisikan sebagai kontrak kesepakatan antara dua pihak untuk memperdagangkan perbedaan nilai investasi dari underlying asset pada saat kontrak dibuka dan ditutup (ASX, 2008). CFD merupakan tipe derivatif yang memberikan kemungkinan kepada investor untuk membeli atau menjual instrumen invesatasi (underlying asset) meskipun tidak secara langsung (fisik) memilikinya. Memiliki CFD berarti menghadapi risiko yang sama dengan memiliki underlying asset karena performa keuangannya akan sama dengan memiliki underlying asset. Underlying asset yang biasa diperdagangkan dalam CFDs adalah saham, indek saham, nilai tukar mata uang asing, dan komoditi seperti minyak dan emas. Pada akhir periode transaksi, perbedaan harga pada waktu pembukaan dan penutupan dari suatu underlying asset akan diperhitungkan sebagai laba atau rugi.. CFDs dikategorikan sebagai leverage derivatives karena pembelian atau penjugalan CFD hanya akan membutuhkan pembayaran yang relatif kecil porsinya jika dibandingkan dengan total harga dari instrumen/underlying asset atau lebih dikenal sebagai margin. Margin yang harus dibayarkan berbeda-beda, tergantung jenis investasinya. Sehingga, dengan memiliki risiko investasi yang sama dengan memiliki underlying asset secara fisik, CFD dapat memperoleh keuntungan yang tinggi dengan inisial investasi yang sangat rendah (margin yang

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

29
KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PASAR DERIVATIF DI AUSTRALIA)

harus dibayar). Akan tetapi, investor CFD juga harus siap menanggung kerugian yang besar atas investasinya. Tidak seperti option, CFD tidak memiliki batasan waktu untuk dapat diperdagangkan. Investor dapat membuka atau menutup posisi CFD tergantung tujuan investasi yang ingin diambil. Investor CFD tidak secara langsung memiliki underlying asset, maka investor tetap bisa mendapatkan keuntungan sekalipun harga underlying asset turun. Dalam memperjual-belikan CFD, investor tidak harus membayar stamp duty. Akan tetapi yang perlu diperhatikan, CFD tidak cocok untuk mempertahankan posisi investor dalam jangka panjang. Hal ini dikarenakan adanya keharusan membayar biaya bunga terbuka setiap harinya dan kontrak atas bunga. Sehingga berinvestasi dalam jangka panjang, akan meningkatkan biaya transaksi (Gramlich, 2004) Berikut beberapa karakteristik spesifik dari CFD dalam ASX (2008) yaitu: a. Perdagangan CFD CFD pada umumnya diperdagangkan di bursa pararel atau lebih dikenal dengan istilah over the counter market (OTC), baik melalui market maker atau direct market access. Market Maker (MM) adalah penyedia CFD yang berperan sebagai prinsipal dan biasanya menawarakan dua arah spread berdasarkan harga pasar dari underlying asset. Dalam kondisi di atas, investor berdagang langsung dengan penyedia CFD. Kebalikannya, pada direct market access (DMA), penyedia CFD mereplikasi permintaan CFD dengan meletakkan koresponden saham (underlying asset) di pasar modal yang riil. Di Australia, Australian Stock Exchange (ASX) telah mendirikan CFDs Exchange Traded yang listed di Sydney Futures Exchange (SFE) dan mulai beroperasi pada kuarter kedua tahun 2007. Investor dapat membeli atau menjual CFD melalui SFE Full Participants yang berperan sebagai perantara, baik sebagai broker perjual maupun broker pembeli. SFE Clearing Corporation selanjutnya berfungsi sebagai pihak yang akan membeli atau menjual CFD dari investor penjual dan investor pembeli CFD. b. Tipe-tipe CFD CFD dikategorikan berdasarkan underlying instrument yang dimilikinya yaitu: (i) Ekuitas CFDs Ekuitas CFDs adalah contract of difference dengan underlying instrument saham tertentu atau indek saham tertentu. Misal, investor dapat membeli dan menjual CFD dari saham BHP atau ASX 200 indeks. Laba atau rugi yang akan diterima oleh investor sepenuhnya tergantung dari kenaikan atau penuruan harga saham BHP atau ASX 200 indeks dan posisi yang diambil yaitu posisi jual atau beli. (ii) Nilai tukar mata uang asing dari CFD Nilai tukar mata uang asing dari CFD adalah contract of difference dengan underlying instrument berupa nilai tukar mata uang asing atas beberapa mata uang dunia yang sering diperdagangkan. Misal, investor dapat membeli atau menjual CFDS dari Australian Dollar (AUD) kurs dengan kurs United States Dollar (USD). Laba atau rugi yang harus ditanggung oleh investor tergantung pada kenaikan dan penuruan nilai tukar mata uang asing antara AUD dan USD serta posisi yang telah diambil yaitu posisi jual dan posisi beli.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

30
KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PASAR DERIVATIF DI AUSTRALIA)

(iii) CFD komoditi CFD komoditas adalah contract for difference dengan underlying instrument komoditas tertentu seperti emas dan minyak. Laba atau rugi yang harus ditanggung oleh investor tergantung pada kenaikan dan penuruan harga dari komoditas yang disepakati dan posisi yang telah diambil yaitu psosisi jual dan posisi beli c. Biaya transaksi dalam perdagangan CFD Biaya trasaksi yang biasa timbul dalam perdagangan CFD adalah: (i) Bid-offer spread; yaitu perbedaan antara harga ketika investor mengambil posisi beli dan investor yang mengambil posisi jual untuk instrumen yang sama dalam waktu yang bersamaan pula. Short price (harga yang ditawarkan untuk posisi jual) biasanya lebih rendah dibandingkan long price (harga yang ditawarkan untuk posisi beli) (ii) Brokerage fee; adalah komisi yang harus dibayarakan kepada broker ketika investor mengambil posisi baik jual maupun beli memlalui broker. Biaya atas broker ini biasanya merupakan prosentasi dari jumlah transaksi. Beberapa broker juga menetapkan biaya tetap yang harus dibayar oleh investor untuk mengeksekusi sebuah transaksi. (iii) Contract Interest adalah biaya harian yang harus ditanggung untuk mempertahankan posisi tertentu dalam perdagangan CFD. Karena perdagangan CFD hanya membutuhkan pembayaran atas margin dari total nilai underlying asset, investor harus membayar interest (bunga) atas total nilai dari underlying asset. Akan tetapi, contract interest hanya akan dibebankan kepada mereka yang mempertahankan posisi mereka sebagai pembeli CFD dalam jangka panjang (holder of long CFDs position or buyer). The short CFDs holder (penjual) akan menerima contract interest; sehingga dapat mengurangi biaya transaksi secara keseluruhan. (iv) Open Interest Charges adalah biaya harian yang harus ditanggung untuk mempertahankan posisi tertentu dalam perdagangan CFD. d. Prosedur perdagangan CFD Investasi dalam CFD pada prinsipnya sama dengan pengambilan posisi investasi pada underlying asset. Investor membeli dan menjual CFD melalui perantara dan membayar komisi berdasarkan jumlah transaksi yang dilakukan. Biaya komisi yang harus dibayar untuk setiap transaksi perdagangan CFD mengacu pada harga dari underlying asset. Untuk ekuitas CFD, investor berdagang melalui broker. Broker akan memberikan order kepada CFD provider atau lansung memperdagankannya di Sydney Futures Exchange (SFE). SFE bertindak sebagai pembeli bagi investor yang ingin menjual ekuitas CFD dan sebaliknya menjadi penjual bagi investor yang ingin membeli ekuitas CFD. Mekanisme perdagangan dapat diilustrasikan dalam gambar di bawah ini:

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

31
KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PASAR DERIVATIF DI AUSTRALIA)

Gambar 1.

Investor memberikan sejumlah dana (biasanya dalam prosentase tertentu dari total nilai underlying asset) sebagai margin awal kepada bursa dan membayar biaya komisi kepada broker. Margin yang harus dibayar besarnya bervariasi, tergantung volatilitas dari underlying asset., Jika pada akhir periode perdagangan, nilai penutupan lebih rendah dibandingkan nilai pembukaan, investor harus membayar variasi dari margin, yaitu margin tambahan untuk mengkonversi perubahan nilai antara penutupan dan pembukaan. Sebaliknya, investor akan mendapatkan variasi margin, jika nilai penutupan menguntungkan posisi investor. Contohnya, jika investor bermaksud terus memiliki ekuitas CFD maka investor harus membayar variasi dari margin tsb jika harga saham (underlying asset) menurun. Open interest charge (OIC) dan contract interest (CI) akan diberlakukan jika investor mempertahankan posisinya pada akhir perdagangan sampai dengan pembukaan perdagaan periode berikutnya. OIC ditetapkan sebagai presentase tertentu dari fee yan harus dibayar jika investor ingin mempertahankan posisinya baik sebagai pembeli maupun penjual selama periode penutupan bursa sampai bursa dibuka kembali. Investor yang mempertahankan posisi untuk memiliki CFD akan membayar OIC dan sebaliknya pihak penjual akan menerima OIC. Tingkat bunga biasanya mengacu pada tingkat bunga atas peminjaman uang kas untuk jangka waktu singkat (2-3 hari). Jika saham (sebagai underlying asset) yang dimiliki oleh investor tsb membayarkan dividen, maka pihak yang mempertahankan kepemilikan atas CFD akan menerima dividen dan sebaliknya penjual CFD yang akan membayarkan dividen. Posisi sebagai penjual (short) maupun pembeli (long) juga akan mendapatkan/membayar FCC (franking credit cashflow) berdasarkan prosentase tertentu dari Net Short Open Position (NSOP) yangditentukan oleh Designated Price Makers (DPM). NSOP dikalkulasikan oleh bursa sebagai prosentasi dari total short open position.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

32
KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PASAR DERIVATIF DI AUSTRALIA)

e.

Investors akan menerima FCC secara penuh jika posisi net DPM adalah panjang. Jika posisi net DPM pendek, maka FCC akan diskontokan. Sumber pendapatan bursa efek atas perdagangan CFD Bursa efek seperti SFE mempunyai beberapa sumber pendapatan terkait perdagangan CFD. Pada umumnya bursa menetapkan biaya keanggotaan atau biaya lisensi untuk institusional investor maupun individual investor. Tetapi, sumber pendapatanb yang utama berupa selisih antara bid-ask price untuk setiap order transaksi yang dilakukan investor, biaya open interest untuk mempertahankan posisi investor dari periode penutupan sampai pembukaan bursa. Bursa biasanya menetapkan biaya open interest diatas tingkat bunga pinjaman kas harian.

4.2 Hedging strategi untuk mempertahankan kepemilikan atas saham Investasi dalam saham mengandung risiko. Ada dua jenis risiko, yaitu risiko perusahaan dan risiko pasar (Chance, 2006). Risiko perusahaan berkaitan dengan kondisi internal perusahaan dan risiko ini dapat dikurangi dengandiversifikasi/portofolio. Hasil di masa depan atas investasi saham kita tidak dapat diprediksi. Sehingga, strategi hedging sangat perlu dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian yang akan terjadi di masa depan. Oleh karena itu hedging strategi menjadi alat yang potensial untuk mengurangi risiko ketidakpastian di masa yang akan datang.Untuk mengimplementasikan hedging strategi yang tepat,maka investor harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut. Yang pertama adalah mengidentifikasi risiko apa yang ingin dikurangi. Kemudian mengimplementasikan hedging strategi sesuai dengan risiko yang akan dikurangi. Karakteristik dari hedging instrumen harus sesuai dengna risiko akan dieliminasi. 4.2.1 Kelebihan strategi hedging dengan CFD dibandingkan dengan menggunakan saham perusahaan lain CFD adalah salah satu instrumen derivatif yang bisa digunakan untuk mengurangi risiko berinvestasi langsung terhadap underlying asset. Investor lebih baik menjual CFD daripada menjual saham lain untuk mempertahankan kepemilikan atas saham tertentu jika kondisi dibawah ini terpenuhi. Pertama, jika biaya transaksi untuk menjual saham secara langung lebih besar daripada menjual CFD. Kedua, penjual saham adalah subjek dari capital gains tax (CGT), sehingga menjual CFD dapat menghemat pembayaran pajak daripada menjual saham lain. Ketiga, secara teoritis kita dapat melakukan hedging dengan menggunakan jumalah tertentu dari saham lain yang telah diperhitungkan sebelumnya.Akan tetapi pada praktiknya, sangat sulit mendapatkan saham lain yang memiliki sifat perubahan harga berlawanan dengan underlying asset yang ingin dipertahankan kepemilikannya. Alasannya, karena setiap saham perusahaan sangat dipengaruhi oleh karakteristik unik dari perusahaan tsb. Sehingga sulit menggunakan saham lain untuk melakukan hedging yang sempurna untuk mempertahakan kepemilikan investor atas saham tertentu. Sebaliknya, CFD dapat bekerja secara efekting untuk melakukan hedging yang sempurna. Ini disebabkan CFD adalah miror dari underlying asset. Pergerakan CFD mengikuti pergerakan harga dari underlying asset. Dengan menggunakan posisi yang berlawanan arah dengan posisi long di saham tertentu,

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

33
KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PASAR DERIVATIF DI AUSTRALIA)

maka kerugian-kerugian dapat dieliminasi dengan sempurna. Misalnya, posisi long dalam saham BHP bisa dihedging secara sempurna dengan menggunakan posisi short di BHP CFDs. Manfaat lainnya terkait dengan pendapatan tambahan yang dapat diperoleh setiap harinya. Misal: harga saham X saat ini adalah $56.5, dan diprediksikan masa yang akan datang harga akan turun sebesar $6.5, investor dapat menjual CFD dalam jumlah yang sama sebagai kompensasi atas kerugian dari penurunan nilai $6.5 dari saham X. Investor juga mendapatkan keuntungan dari selisih contract interest dikurangi open interest charge setiap harinya. Biaya transaksi atas penjualan CFD lebih murah daripada menjual saham secara langsung. Selain itu penggunaan CFD bisa digunakan alternatif menghemat pajak. 4.2. 2 Kelebihan hedging strategi dengan menggunakan CFD dibandingkan dengan ospi Opsi digunakan sebagai alternatif hedging instrumen yang tepat untuk jangka panjang. Investor mempertahankan portofolio saham karena diasumsikan kondisi di masa depan relatif menguntungkan, tetapi kondisi makro ekonominya tidak menguntungkan dalam jangka pendek. Jika investor memperhatikan risiko yang spesifik untuk setiap perusahaan, hedging dengan opsi dari saham yang sama akan lebih dipilih. Akan tetapi, investor harus sepenuhnya sadar, jika risiko pasar secara keseluruhan meningkat, strategi ini akan membutuhkan kesediaan dana yang besar untuk diaplikasikan. Hal ini disebabkan opsi saham menggambarkan volatilitas dari tiap saham tetapi tidak mempertimbangkan manfaat diversifikasi atas portofolio yang disusun. Dibandingkan CFD, opsi memiliki masa manfaat tertentu. Ini berarti, kesempatan untuk mendapatkan manfaat dari opsi terbatas sampai opsi tsb jatuh tempo atau expired. Sebaliknya, CFD tidak memiliki expired dates dan masa manfaatnya perpetual. Hedging dengan CFD harus dilakukan secara berkesinambungan, sehingga investor dapat terus menggunakan CFD yang memliki umur tidak terbatas dibandingkan opsi. Keunggulan kedua terkait dengan notasi nilai. Misal: 1 lembar BHP CFD memiliki nilai yang sama dengan 1 lembar harga saham BHP. Sehingga, menjual satu lembar BHP CFD akan menghilangkan risiko kerugian yang mungkin terjadi jika 1 lembar saham BHP mengalami penurunan. Keunggulan ketiga, penjualan CFD untuk hedging posisi long dalam saham, akan memberikan contract interest yang akan diterima setiap hari. Di masa depan, jika harga saham terus bergerak berlawanan misal harga saham cenderung turun, maka secara teoritis, keuntungan tidak terbatas akan terakumulasi bagi pemilik posisi short dalam CFD. 5. Simpulan CFD (Contract for Difference) telah banyak digunakan oleh investor sebagai salah satu produk investasi yang relatif menjanjikan di pasar derivatif. Salah satu kelebihan CFD dibandingkan jenis derivatif lainya adalah kepemilikan penuh atas underlying asset dengan menggunakan porsi yang relatif lebih kecil dari total nilai underlying asset (disebut margin awal) untuk melakukan perdagangan. Kelebihan CFD lainnya terkait dengan kemampuannya untuk menghasilkan laba, meskipun harga underlying asset mengalami penurunan. CFD dikategorikan berdasarkan underlying instrument yang dimilikinya. Investasi dalam CFD pada prinsipnya sama dengan pengambilan posisi investasi

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

34
KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PASAR DERIVATIF DI AUSTRALIA)

pada underlying asset. Investor membeli dan menjual CFD melalui perantara dan membayar komisi berdasarkan jumlah transaksi yang dilakukan. Namum perlu diantisipasi bahwa hasil di masa depan atas investasi saham kita tidak dapat diprediksi. Sehingga, strategi hedging sangat perlu dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian yang akan terjadi di masa depan. Penggunaan CFD sebagai hedging instrumen secara teoritis memberikan fasilitas yang lebih unggul dibangingkan penggunaan saham lain maupun opsi. Kelebihan-kelebihan inilah yang akhirnya meningkatkan popularitas CFD sebagai alternatif investasi di pasar derivatif yang menguntungkan.

Daftar Pustaka Australian Stock Exchange, 2008, Hedging, http://www.asx.com.au/product/cfds/types/equity/hedging.htm. diakses 29/08/2008 Australian Stock Exchange, 2008, Hedging a portofolio using option, http://www.asx.com.au/product/options /how/library/Hedging_a _portofolio_using _options.htm. diakses 29/08/2008 Australian Stock Exchange, 2008, Option Futures, http://www.asx.com.au/market/14/OptionFeatures_AM4.sht, diakses 29/08/2008 Australian Stock Exchange, 2008, Understanding ASX CFD Australian Securities Exchange-ASX, http://www.asx.com.au/products/pdf/understanding_asx_cfds.pdf, diakses 29/08/2008 Bentick, T, 2007, Macroeconomics, 7th edition, Pearson Education Australia, New South Wales Brigham, H, 2004, Fundamentals of Financial Management, 10th edition, Thomson, South Western Chance, D. M, 2007, An Introduction to derivatives and risk management, 7th edition, Thomson, South Western Cooley, P. L., Roenfeldt, R. L, dan Modani, N. K, 1999, Interdependence of Market Risk Measures, Journal of Business, July 1999 Fabozzi, FJ 2007, Bond markets, analysis, and strategies , 6th edition, Pearson Prentice Hall, New Jersey.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

35
KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PASAR DERIVATIF DI AUSTRALIA)

Gramlich, E. M, 2004, Remarks by Governor Edward M. Gramlich: At the Financial Service Roundtable Annual Housing Policy Meeting Chicago, diakses 9 Oktober 2008, http://www.federalreserve.gov/boarddocs/speeches/2004/20040621/default.htm Slater, A., 2007, Where is the risk in global financial market, Oxford Economics, diakses 7 Oktober 2008, http://www.blackwell.synergy.com/dot/pdf/10.111/J.14680319.2007.000612X Tandelilin, E, 2007, Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi Pertama, BPFE Yogyakarta.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK? Wahyu Agus Winarno* Abstract Enterprise Resource Planning (ERP) are information systems that destined for firm manufacturing and also service that gets role to integrate and automates business process that is engaged operation aspect, production, and distribution at firm. ERP systems is a packaged business software system that enables a company to manage the efficient and effective use of resources and providing a total integrated solution for the organization's information-processing needs. But, ERP systems success own is not easily to be reached, because ERP software is not something that while is assembled/ implementation gets to walk success by itself. In this article tries to identify critical success factors (CSFs) ERP implementation. There are 14 CSFs and 10 failure factors that shall be regarded in the ERP Implementation. Keywords: ERP; ERP Implementation; critical success factors.

1.

Pendahuluan

Perkembangan proses busines dan kompleksnya persaingan busines global, memberikan tantangan tersendiri bagi managemen untuk meningkatkan kinerja sistem informasi yang ada dalam perusahaan, agar lebih efektif dan efisien dalam mendukung pengambilan. Perusahaan yang ingin tetap dapat mempertahankan keunggulan kompetitif dan kesuksesannya, maka akan disibukkan dengan pendesainan program sistem informasi yang disesuaikan secara internal. Hal ini mengakibatkan adanya banyak sistem yang berdiri sendiri, meskipun sistem tersebut efisien bagi masing-masing bagian, tetapi sistem tersebut tidak memberikan keuntungan untuk keputusan strategis pada tingkat perusahaan karena kurangnya integrasi antar bagian yang memungkinkan transfer informasi lintas perusahaan (Hall dan Singleton, 2007). Salah satu cara untuk mewujudkan kesuksesan tersebut dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan sistem informasi, peningkatan efisiensi dari sistem informasi untuk menghasilkan managemen yang lebih efisien dalam proses busines. Enterprise Resource Planning (ERP) adalah sistem informasi managemen yang mengoptimalkan distribusi sumber daya perusahaan dan membantu busines untuk mengintegrasikan semua sumber dayanya lebih cepat dan efektif untuk meningkatkan kinerja operasinya dan menambah daya saing (Hsiao, 2007). ERP menggabungkan semua sistem komputer dari area fungsional atau departemen ke dalam sebuah sistem terintegrasi yang mengakses sebuah basis data untuk memfasilitasi proses berbagai informasi untuk meningkatkan komunikasi di
*Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Jember

36

37
KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

perusahaan. Sistem seperti itu tidak disesuaikan untuk perusahaan tertentu, tetapi merupakan sistem umum yang menggabungkan berbagai praktik terbaik yang digunakan dalam busines. Sehingga perusahaan yang mengimplementasikan ERP membaurkan dan menyesuaikan proses busines dengan ERP. Dengan kata lain perusahaan mungkin harus mengubah cara dalam menjalankan busines agar bisa mendapatkan keuntungan penuh dari ERP. Implementasi sistem ERP secara khusus memerlukan beberapa modul untuk diinplementasikan dan diintegrasikan kedalam busines, sehingga ada beberapa perbedaan strategi implementasi yang tersedia untuk perusahaan (Okrent dan Vokurka, 2004). Dengan mengimplementasikan ERP, tidak serta merta suatu perusahaan langsung memperoleh dampak yang menguntungkan dan survive dalam dunia busines. Banyak perusahaan berbondong-bondong untuk mengimplementasikan ERP, dan ternyata tidak dapat mencapai efisiensi dan penghematan biaya sesuai yang mereka rencanakan. Walaupun sebuah sistem ERP menawarkan keuntungan-keuntungan untuk perusahaan pengadopsinya, namun banyak perusahaan yang gagal dalam implementasinya sehingga menyebabkan kerugian karena investasi besar untuk sistem ERP tidak memberikan keuntungan-keuntungan. Tujuh puluh persen dari keseluruhan proyek ERP secara keseluruhan gagal untuk diimplementasikan setelah tiga tahun implementasi (Gillooly, 1998 dalam Gergaya dan Brady, 2005).

2. Pembahasan
2.1 Perencanaan Sumber Daya Perusahaan (Enterprise Resource Planning) Sistem ERP adalah sebuah sistem informasi yang terintegrasi pada seluruh fungsi-fungsi perusahaan. ERP menyediakan layanan untuk semua departemen dalam organisasi. ERP sering disebut sebagai Back Office Systems yang mengindikasikan bahwa pelanggan dan publik secara umum tidak dilibatkan dalam sistem ini. Berbeda dengan Front Office Systems yang langsung berurusan dengan pelanggan seperti sistem untuk e-Commerce, Customer Relationship Management (CRM), e-Government dan lain-lain (Wikipedia). Fungsionalitas ERP dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok umum aplikasi: aplikasi inti dan aplikasi analisis busines. Aplikasi inti (core application) adalah aplikasi yang secara operasional mendukung berbagai aktivitas harian perusahaan. Aplikasi inti meliputi, tetapi tidak terbatas pada penjualan, dan distribusi, perencanaan busines, perencanaan produksi, pengendalian pabrik, dan logistik. Aplikasi inti juga disebut sebagai aplikasi pemrosesan transaksi online (On-line Transaction Processing OLTP). Sedangkan yang kedua adalah aplikasi busines (business application) atau yang sering disebut pemrosesan analitis online (Online Analitical Processing OLAP) meliputi pendukung keputusan, pemodelan, penarikan informasi, laporan/analitis ad hoc, serta analitis what-if. Sehingga disini ERP lebh dari sekadar sistem pemrosesan transaksi terperinci tetapi ERP adalah sebuah alat pendukung keputusan yang memasok pihak managemen informasi real-time dan memungkinkan keputusan tepat waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja dan mencapai keunggulan kompetitif (Hall dan Singleton, 2007). Berikut merupakan gambar dari sistem ERP;

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

38
KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

Gambar 2.1: Sistem ERP (Hall dan Singleton, 2007)

2.2 Implementasi Sistem ERP Mengimplemantasikan ERP lebih banyak hubungannya dengan mengubauh cara suatu perusahaan menjalankan businesnya, daripada berhubungan dengan teknologi. Ada dua strategi untuk mengimplementasikan ERP yaitu pendekatan langsung (big-bang approach) dan pendekatan bertahap (phased-in approach) (Hall dan Singleton, 2007). Pendekatan serentak adalah lebih ambisius dan berisiko daripada pedekatan bertahap. Pendekatan ini berusaha untuk berganti dari sistem lamanya ke sistem baru dalam satu kali kegiatan yang akan mengimplementasikan ERP di seluruh perusahaan. Kelebihan dari pendekatan ini adalah ketika perioda penyesuaian awal telah dilewati dan budaya baru mulai berkembang, maka ERP akan beroperasi secara efektif dan akan memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Kelemahannya adalah (1) membuat seluruh perusahaan berpindah sistem dan bersinkronisasi merupakan pekerjaan yang sulit, (2) dalam kebanyakan kondisi sistem ERP tidak memiliki kisaran fungsionalitas terkait serta tidak mirip dengan dengan sistem lama yang digantikan, (3) orang yang berada pada bagian input sering kali merasa memasukkan data lebih banyak daripada yang sebelumnya. Pendekatan yang kedua adalah pendekatan bertahap yang menjadi alternatif. Pedekatan ini akan sesuai untuk perusahaan yang terdiversifikasi dengan unit-unit yang tidak memiliki proses dan data yang sama. Implementasinya dimulai dengan satu atau lebih proses utama, dengan tujuan memasang ERP dan menjalankannya bersama-sama dengan sistem yang lama, dan kemudian secara sistematis sistem yang lama dihentikan. 2.3 Faktor-Faktor Sukses Kritis Implementasi Sistem ERP Faktor kesuksesan kritis dalam konteks ERP didefinisikan sebagai faktorfaktor yang dibutuhkan untuk menjamin sebuah kesuksesan proyek ERP. Dalam penelitian Sanchez dan Bernal (2007) berdasarkan faktor-faktor yang diidentifikasi dari sembilan penelitian, dapat diidentifikasi bahwa terdapat 14 faktor sukses kritis dalam implementasi ERP. Dasar penentuan untuk proses seleksi adalah dengan berpedoman pada beberapa pertanyaan berikut: (1)
Jurnal Akuntansi Universitas Jember

39
KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

seberapa sering faktor-faktor tersebut muncul? (2) seberapa jelas deskripsi dari faktor-faktor tersebut? (3) seberapa relevan faktor-faktor tersebut ditemukan? Berikut merupakan ringkasan dari studi referensi yang dilakukan Sanchez dan Bernal (2007) dari Sembilan penelitian yang dipilih:
Al-Mudimigh, Zairi, Al-Mashari, 2001

Relevant CSF Studies


Jarrat, Al-Mudimigh, Zairi,2000 Bingi, Sharma, Godla, 1999

Akkermans and Van Helden, 2002

Nah, Zuckweiler, Lau, 2003

Zhang, Lee, Banerjee, 2002

Somers and Nelson, 2001

Holland and Ligth, 1999

Critical Success Factors Analyzed


Top management support/ top management commitment Project champion User training and education/ Training employees Employee morale User involvement Management expectation ERP consultants/ Vendor/ Customer partnership User of vendor's development tools ERP software package selection/ Careful selection of the appropriate package Software development, testing, and troubleshooting Sustainability of Software and Hardware Project management/ Effective project management Steering committee Use of consultant
Jurnal Akuntansi Universitas Jember

Onur, and Eray, 2003

40
KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

Minimal customization Data analysis and conversion/ Data accuracy BPR/ BPC Defining the architecture Dedicated resources Project team competence ERP teamwork and composition Change management culture and program/Change management Clear goals and objectives Business plan and vision Education on new business process Effective communication/ Interdepartmental communication Interdepartmental cooperation ERP vendor/ Ongoing vendor support Implementation time Implementation cost ERP consultants Business case Monitoring and evaluation of performance Appropriate business and information technology legacy systems IT infrastructure
Jurnal Akuntansi Universitas Jember

41
KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

Dari beberapa faktor kritis yang ada di tabel diatas dapat diringkas menjadi 14 faktor sukses kritis implementasi ERP yaitu: 1. Top management support. 2. Business process reengineering. 3. Project management. 4. Project champion. 5. End users involvement. 6. Training and support for users. 7. Having external consultants. 8. Change management plan. 9. ERP system selection. 10. Vision statement and adequate business plan. 11. . 12. Communication. 13. Teamwork composition for the ERP project. 14. Tests and problem solutions. Dari hasil penelitian tersebut, peneliti mengelompokkan dan meranking faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan implementasi ERP. Berikut ringkasan hasil penelitian Sanchez dan Bernal (2007):
Kelompok (Group) Human Factors Faktor sukses Kritis (CSFs) Teamwork composition Communication Project Champion End users involvement Technological Factors Project management ERP system selection Training and support for users Tests and problem solution To facilitate changes in ture Organizational Factors Top management support Business process reengineering Having External Consultants Change Management Plan Vision statement and adequate business plan 1 5 7 11 14 the Peringkat 3 4 9 10 2 6 8 12 13

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

42
KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

2.4 Faktor-Faktor yang Memberi Kontribusi Kegagalan Implementasi ERP Investasi ERP sangat mahal dan pilihan ERP yang salah bisa menjadi mimpi buruk bagi perusahaan. Sistem ERP dapat menghancurkan perusahaan yang mengistalnya. Dalam survey yang dilakukan Deloitte Consulting atas 64 perusahaan yang tercantum dalam Fortune 500, 25% perusahaan yang disurvei menyatakan bahwa mereka pernah mengalami penurunan kinerja yang tajam pada perioda setelah impelmentasi (Hall dan Singleton, 2007). ERP yang berhasil digunakan oleh sebuah perusahaan tidak menjadi jaminan berhasil di perusahaan yang lain. Bahkan dalam beberapa kasus yang ekstrim, evaluasi pilihan ERP menghasilkan rekomendasi untuk tidak membeli ERP, tetapi memperbaiki proses busines yang ada. Berikut merupakan faktor-faktor kegagalan implementasi ERP (Barton, 2001).
Failure Factors of ERP Implementations Inherent complexity of ERP implementation Explanation Sistem ERP adalah komplek, dan pengimplementasiannya bisa jadi sulit, membutuhkan waktu yang banyak dan merupakan suatu proyek yang mahal bagi perusahaan. Teknologi sangat terintegrasi dan memerlukan komitmen dari seluruh divisi dan sering berakibat pada berubahnya proses busines perusahaan. Keberhasilan proyek tergantung pada keahlian dan pengalaman yang biasanya tidak dimiliki secara internal. Hampir semua implementasi ERP melibatkan konsultan luar yang mengkoordinasi proyek, mengidentifikasi kebutuhan perusahaan, memilih paket ERP dan mengelola perpindahannya. Keluhan yang sering timbul adalah perusahaan konsultan yang menjanjikan praktisi berpengalaman ternyata mengirim pekerja magang yang tidak berkompetensi. Jika tidak, meskipun konsultan yang dikirim mengetahui dan paham atas peranti lunak yang di instal, tetapi mempunyai keterbatasan pada pemahaman atas proses busines klien. Kurangnya pelatihan merupakan penyebab kegagalan implementasi ERP. Tidak hanya pendidikan pada staff teknik, tetapi juga komunitas pengguna yang mendukung secara nyata pekerjaan dengan sistem. ERP merubah cara perusahaan untuk menjalankan busines, alih-alih pelatihan setiap orang bagaimana menjalankan busines secara berbeda, tetapi mereka dilatih pada software komputer baru. Perusahaan harus mencari orang yang tepat

Outside consultant issues

Inadequate training

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

43
KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

untuk memberi pelatihan, dan memahami proses busines sekarang dan dapat menghubungkan dengan peranti lunak yang baru (ERP). Process risk and process barriers Process Risk atau risiko proses adalah risiko yang akan diterima berupa kerugian keuangan signifikan atau kerugian akan reputasinya sebagai hasil perubahan yang signifikan dalam perusahaan melakukan sesuatu. Terdapat beberapa tipa dari risiko proses:

1. Performance dips menurunnya efisiensi selama para karyawan belajar pekerjaan dan teknologi baru. 2. Project fights
managemen proyek. ketika masalah terjadi, puncak menurunkan

3. Process fumbles

implementasi baru, mungkin tidak tepat waktu sesuai yang direncanakan, dan masalah kinerja. setelah berjalan, proses baru yang sederhana tidak dapat bekerja.

4. Process failures

Terdapat tiga hambatan proses yang memberikan kontribusi kegagalan ERP: 1. Focusing on technology peranti lunak dengan sendirinya tidak akan dapat memecahkan masalah busines.

2. Ignoring requirements definition


proses-proses yang diadopsi untuk menyesuaikan peranti lunak atau prosesproses warisan/ yang lama diangkat kedalam peranti lunak yang tidak didesain untuk menanganinya.

3. Skipping the implementation plan phase


melompat dari definisi yang diperlukan untuk tahap pengembangan. Corporate culture Beberapa proyek ERP gagal karena para karyawan tidak menyadari kebutuhan dan keuntungan dari proyek. Perioda penyesuaian akan dibutuhkan bagi setiap orang untuk dapat mencapai titik kenyamanan bekerja dalam kurva pembelajaran. Tergantung pada budaya perusahaan dan sikap atas perubahan dalam

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

44
KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

perusahaan, penyesuaian mungkin akan membutuhkan waktu lama dan bahkan akan menjadi resistan terhadap perubahan. Orang biasanya cenderung mempertahankan comfort zone, yang dalam hal ini, jika sudah merasa nyaman akan sangat sulit untuk melakukan perubahan, apalagi jika sampai saat tersebut semua operasi dan prosedur dirasa sudah cukup baik tanpa perlu memakai suatu sistem baru dalam hal ini ERP. Unrealistic expectations Terkadang harapan karyawan tidak realisitis dengan aplikasi baru. Sebagai contoh karyawan menginginkan aplikasi kecerdasan busines dipasang berdampingan dengan ERP, disisi lain ERP tidak dapat bolt-on dengan aplikasi tersebut, sehingga perusahaan menganggap proyek itu gagal. Padahal disebabkan harapan yang lebih atas proyek ERP. Kustomisasi yang berlebih atas peranti lunak juga dapat memicu kegagalan implementasi ERP. Terkadang pemilihan peranti lunak ERP tidak memperhatikan proses busines perusahaan, jadi akan terlalu banyak modifikasi dan kustomisasi atas software ERP yang dipilih. Ketika perusahaan mengimplementasikan ERP dan berantarmuka dengan sistem managemen hubungan pelanggan dan peranti lunak logistik dari dua vendor yang berbeda dan tidak dapat bolt-on maka ERP tidak akan efektif berjalan. Kesuksesan ERP adalah juga tergantung bagaimana agen mencari dan menemukan paket ERP yang mencerminkan praktik businesnya, sehingga tidak perlu lagi modifikasi yang signifikan. Atau jika dengan modifikasi setidaknya dapat bolt-on dengan peranti lunak yang lain. Beberapa perusahaan terkadang beranggapan bahwa kebutuhan busines diukur dengan kepuasan tingkat tinggi dengan ERP. Sering kali managemen mengaplikasikan teknologi sebagai solusi yang benar atas kekurangan fundamental yang mendasari proses busines. Perusahaan mengimplementasikan ERP sering memandang teknologi baru sebagai kompetensi inti baru, tetapi hal tersebut seharusnya hanya dipandang sebagai cara

Over-customization of software

Using IT to solve the problem

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

45
KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

untuk mencapai kompetensi melalui proses busines yang lebih baik. Seharusnya juga bahwa evolusi busines pada ERP adalah tidak lebih dari alat-alat peranti lunak saja. Sebuah kesuksesan organisasi akan tergantung pada pendesainan ulang proses dan pengkustomisasian teknologi yang sesuai dengan prosesnya daripada cara yang lain. Sebelum melakukan pemilihan paket ERP, perlu dilakukan evaluasi kebutuhan atas ERP yang antara lain: Apa yang diinginkan untuk menjalankan businesnya. Masalah apa yang perlu dipecahkan. Apa yang menjadi pioritas. Proses sekarang apa yang bekerja dan apa yang tidak dapat bekerja. Sebuah rencana implementasi termasuk ketepatan waktu dan apa yang dapat diberikan. Software apa yang terbaik yang dapat memecahkan masalah itu dan sesuai dengan tujuan serta prioritas perusahaan. Timeline flexibility Fleksibilitas ketepatan waktu juga merupakan sesuatu yang krusial dalam implementasi ERP. Sangat penting untuk membuat jadwal dalam implementasi ERP. Karena proses adalah panjang dan rumit dan penundaan akan meningkatkan seara substansial biaya-biaya. Sehingga managemen harus mereviu dengan hati-hati perpanjangan waktu yang tepat untuk meyakinkan proyekitu sukses. Sebagai contoh pada kwartal ketiga Hershey tahun 1999 turun sebesar 12,4% dibandingkan penjualan sebelumnya dan pendapatan turun 18,6%. Masalah disebabkan oleh dua kesalahan strategis yaitu keterlambatan jadwal untuk memutuskan berpindah ke sistem baru dan Hershey mencoba untuk melakukan terlalu banyak hal dalam satu kali implementasi (Hall dan Singleton, 2007). Masalah ketidaksiapan infrastruktur juga akan menjadi faktor kegagalan impelentasi ERP. Masalah infrastruktur harus dipertimbangkan dalam memperlancar

Infrastructure issues

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

46
KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

sistem yang besar. Teknologi server, pengukuran bandwith, dan basis data yang diperlukan harus semua dipersiapkan sebelum instalasi sistem.

Penelitian yang dilakukan Somers dan Nelson 2001 menunjukkan bahwa ranking mean dari faktor-faktor sukses kritis implementasi ERP adalah dari faktor organisasi yaitu dukungan managemen puncak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Plant dan Willcocks, 2007 yang menyatakan bahwa dukungan managemen pucak baik sebelum maupun sesudah implementasi adalah sangat luar biasa penting. Penelitan Sanchaz dan Bernal, 2007 menyatakan bahwa masalah utama untuk dipecahkan ketika implementasi ERP adalah meyakinkan bahwa waktu dan lingkungan yang melingkupi organisasi adalah cukup untuk meyakinkan dukungan yang kuat dari managemen pucak untuk proyek. Managemen seharusnya meng-upate pengetahuannya mengenai sistem informasi komputer dan dalam waktu yang sama harus membuat dan mengkolaborasi dengan ahli dan anggota tim sistem informasi. Managemen harus benar-benar mendefinisikan dari awal strategi yang membuat kepemimpinan proyek tampak dan efektif. Aktivitas yang dipersiapkan yang berhubungan dengan faktor-faktor sukses kritis adalah (1) dukungan managemen puncak (top management support), (2) managemen proyek, (3) komposisi anggota kerja dari proyek ERP dan komunikasi (teamwork commposition for the ERP project and communication). Seperti diketahui bahwa instalasi dan implementasi ERP adalah suatu keputusan yang harus diambil dan dimulai oleh para Top Executive, artinya keputusan harusnya adalah Top Down. Apalagi dengan implementasi dan instalasi ini akan berakibat perubahan terhadap proses business. ERP adalah crossfuction dalam satu perusahaan. Orang-orang harus komit untuk melakukan perubahan di bagian masing-masing. Orang yang dimasukkan dalam proyek akan meluangkan waktunya sebagian besar untuk proyek ini yang pada awalnya tentu kelihatan seperti hal yang tidak berguna sama sekali. Disinilah dibutuhkan support dan sponsorship dari Top Executive (Supriyadi, 2005). Faktor kedua yang juga penting adalah muncul dari faktor teknologi yaitu pelatihan dan dukungan untuk para pengguna (training and support users). Training memberikan peran yang besar untuk menentukan sukses tidaknya implementasi dan instalasi dari ERP. Karyawan yang selama ini bekerja dengan prosedur yang telah ada dan akan berubah tentu sesuatu yang sulit, tapi perubahan bisa dilakukan dengan meberikan pelatihan bagi para implementor dan user sehingga saat sistem dijalankan maka para user sudah mengetahui kira-kira apa yang akan dilakukan. Biaya pelatihan dapat lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebelumnya karena pihak managemen hanya fokus pada biaya untuk mengajarkan pada karyawan tentang peranti lunak, padahal keryawan juga harus belajar berbagai prosedur baru yang sering kali dilupakan dalam proses penganggaan (Hall dan Singleton, 2007). Faktor ketiga adalah komposisi anggota tim (teamwork composition). Kepedulian atas implementasi ERPadalah merupakan tugas dari semua bagian, bukan hanya milik satu departemen atau bagian saja. Ketika proyek dianggap sebagai proyek dari satu departemen saja maka implementasi tidakakan berhasil karena implementasi dan instalasi ERP adalah crossfuction, artinya proyek tidak
Jurnal Akuntansi Universitas Jember

47
KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

akan berjalan semestinya jika ada asumsi bahwa proyek ini hanya milik satu bagian atau departemen saja, misalnya saat implementasi di Departemen Finance, maka deparetemen lain merasa tidak berkepentingan dan jika terjadi fail, dianggap adalah fail tersebut hanya milik depertemen yang bersangkutan. Padahal dengan ERP ini nantinya akan terjadi keterkaitan yang erat antar departemen dan terjadi transparansi dan juga sinergi antara satu bagian dengan bagian yang lain (Supriyadi, 2005). Dari paparan diatas bahwa dapat dilihat ternyata faktor terpenting dalam kesuksesan implementasi ERP adalah bukan semata-mata terletak pada faktor teknologi yaitu peranti lunak dari ERP itu sendiri. Terkadang kebanyakan perusahaan beranggapan bahwa ketika proses pengimplementasian gagal, maka peranti lunak yang dianggap salah atau gagal, padahal satu area yang perlu mendapat perhatian khusus adalah proses dari implementasi itu sendiri. 3. Simpulan ERP adalah salah satu solusi busines yang sekarang ini dapat menjadikan proses busines lebih terintegrasi dan lebih efisien. Tetapi ERP bukan kunci utama untuk menciptakan keunggulan kompetitif ketika proses implementasi proyek tidak sesuai dengan proses busines perusahaan. Disisi lain, perusahaan juga tidak boleh beranggapan bahwa ketika implementasi ERP gagal, maka sistem peranti lunak-lah yang mempunyai kekurangan atau salah. Perusahaan harus melihat banyak sisi untuk mengevaluasi kesuksesan implementasi ERP. Banyak faktor yang mempengaruhi kesuksesan dan kegagalan implementasi ERP. Faktor sukses kritis implementasi ERP dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok yaitu faktor manusia, teknologi dan organisasi. Ketiga faktor itu harus menjadi pegangan bagi perusahaan untuk mengevaluasi kesuksesan implementasi. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan managemen puncak, memegang peranan terpenting dalam faktor organisasi. Managemen proyek dan pelatihan serta dukungan dari para pengguna menempati urutan kedua sebagai faktor teknologi atas kesuksesan ERP. Sedangkan komposisi kerja tim sebagai faktor manusia, menempati urutan ketiga dari kesuksesan implementasi ERP. Hal ini menunjukkan bahwa bukan peranti lunak yang menjadi faktor kunci kesuksesan melainkan ketiga faktor tersebut. Kegagalan yang terjadi dalam proses implementasi, dapat ditelusuri melalui tiga area kunci, yang pertama adalah seberapa baik proses sesuai dengan teknologi. Tia akan bekerja dengan baik jika sesuai dengan proses busines, karena peranti lunak saja adalah tidak cukup. Kedua adalah bagaimana sistem itu disusun, dan yang ketiga adalah tipa dari pelatihan yang diterima oleh karyawan. Jika pelatihan hanya fokus pada bagaimana menggunakan sistem yang baru tanpa memperhatikan bagaimana sistem itu bekerja dengan proses businesnya, tidak ada satupun bagian dari organisasi yang dapat membuat lompatan dan memperoleh nilai tambah dari proses busines yang baru untuk mencapai keunggulan kompetitif kecuali hanya sekadar pemborosan waktu dan biaya saja.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

48
KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

Daftar Pustaka Akkermans, H., dan Helden K. Van. 2002 Implementation: A Case Study of Interrelations between Critical Success Factors. European Journal of Information Systems. Al-Mudimigh, A., Zairi,M., dan Al-Mashari,M. 2001. ERP Software Implementation: An Integrative Framework. European Journal of Information Systems. Enterprise Resource Planning Factors Affecting Success http://www.umsl.edu/~sauterv/analysis/488_f01_papers/Barton.doc

of Adopting SA Management Journal. Vol. 11 No. 5. 2nd ed. Thomson Learning. s Factors Model for ERP . Hsiao, Yuan-Du., Yang, Ching-Chow., Lin, Wen-Tsann., Lee, Wei-Cheng. 2007.

Jarrar, Y. F., AlSuccess Factors the Role and Impact of Business Process Management. In: Management of Innovation and Technology, ICMIT 2000: Proceedings of the 2000 IEEE International Conference. Chief Information Of International Journal of Human Okrent, Michael D., dan Vokurka, Systems. Vol. 104. No. 8.

Computer Interaction.

Computer Information Systems. tion of Critical Success Factors in Implementing an ERP System: a Field Study in Mexican

the stages of enterpr

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

49
KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

Proceedings of The 34thHawaii International Conference On System Science, January, 3 6. http://supriadi.awardspace.com/TI%20dan%20Fungsi%20Bisnis.doc Resource Planning Systems Implementation Success in China. IEEE Proceedings of the 36th Hawaii International Conference on System Sciences.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (Survei Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2007)

Animah Abstract The objective of this research was to know the impact of Price Earning Ratio, Price To Book Value Ratio, Debt To Equity Ratio, Return On Equity dan Size to the stock return period bullish. This research uses purposive sampling method with judgment and conducted for 27 manufacturing companies listed in the Jakarta Stock Exchange during the period 2006-2007. The data was analysed by using multiple linear regression. The results showed that there is significant influence simultaneously (21.2%) and partially significant for the price earning ratio variable which is shown by the significance value of 0,05%. The results also show that other variables such as Price To Book Value Ratio, Debt To Equity Ratio, Return On Equity dan Size is not significant to the stock return period bullish. For the next researcher, it is suggested to add another variable like debt to asset ratio, Current ratio, Earning yield and to expand the population (all go public companies). Keywords: price earning ratio, price to book value ratio, debt to equity ratio, return on equity, size, stock return

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Para investor sebelum melakukan investasi di pasar modal perlu melakukan analisis di pasar modal untuk mengetahui perusahaan manakah dalam industri terpilih yang mampu menawarkan keuntungan bagi investor. Berdasarkan analisis ini, akan terlihat sahamsaham manakah dalam industri terpilih yang paling menguntungkan bagi investor. Pergerakan harga saham di bursa efek umumnya diramalkan pemodal dan pialang dengan analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal adalah sebuah metode peramalan gerak harga saham, indeks atau instrumen keuangan lainnya dengan menggunakan grafik berdasarkan data historis (Fakhruddin, Firmansyah dan Hadianto, 2001:21). Sedangkan analisis fundamental adalah analisis untuk menghitung nilai instrinsik suatu saham dengan

Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Mataram

51
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

menggunakan data keuangan perusahaan sehingga disebut juga analisis perusahaan (Jogiyanto, 1998:70). Analisis fundamental menganggap bahwa harga saham merupakan refleksi dari nilai perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam melakukan penelitian suatu saham melalui pendekatan fundamental dapat digunakan informasi akuntansi dengan teknik analisis rasio keuangan yang merupakan hasil perhitungan lebih lanjut dari laporan keuangan (Subekti, 1999: 34). Para pemodal cenderung memilih saham-saham yang harganya rendah pada periode bullish dengan harapan pada kondisi ini harga-harga saham akan terus naik atau akan mengalami apresiasi. Pada pasar bearish (menurun) pemodal cenderung menjual sahamnya dalam jumlah sedikit, karena mereka memiliki keyakinan bahwa hargaharga saham akan terus turun (Ghozali dan Sugiyanto, 2002 dalam Rusman dan Wibowo,2004). Penelitian mengenai analisis fundamental dan return saham banyak dilakukan antara lain : Prasetya (2000), Rusman dan Wibowo (2004), Kodrat (2007), Daniati dan Suhairi (2007), Prayitno (2007) Swastika (2007) dan Wirawati (2008). Penelitian ini merupakan replikasi dari beberapa peneliti di atas tetapi yang diteliti hanya pada periode bullish saja, dengan menggunakan rasio : price earnings ratio (PER), price to book value ratio (PBVR), Debt to equity ratio (DER), return on equity (ROE) dan size sebagai variable independen dan return saham sebagai variable dependen. Rasio-rasio yang digunakan merupakan gabungan dari rasio yang digunakan oleh peneliti terdahulu, sedangkan periode bullish yang dipilih dengan alasan bahwa berdasarkan data indeks harga saham gabungan 2002-2007 untuk perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan penentuan kondisi bullish dan bearish berdasarkan penelitian Kodrat (2006) terlihat bahwa hanya pada dua tahun terakhir (2006-2007) yang menunjukkan kondisi bullish. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Price Earning Ratio, Price To Book Value Ratio, Debt To Equity Ratio, Return On Equity dan Size Terhadap Return Saham Pada Periode Bullish Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2007 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan pada penelitian ini sebagai berikut : a. Apakah terdapat pengaruh secara simultan antara Price Earning Ratio (PER), Price To Book Value Ratio (PBVR), Debt To Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), dan Size terhadap Return saham pada periode bullish? b. Apakah terdapat pengaruh secara parsial antara Price Earning Ratio (PER), Price To Book Value Ratio (PBVR), Debt To Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), dan Size terhadap Return saham pada periode bullish? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Sesuai dengan masalah yang dikemukakan pada bagian sebelumnya, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

52
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

a. Untuk mengetahui pengaruh PER, PBVR, DER, ROE, dan Size secara simultan terhadap return saham pada periode bullish. b. Untuk mengetahui pengaruh PER, PBVR, DER, ROE, dan Size secara parsial terhadap return saham pada periode bullish 1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Secara praktis penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi investor untuk mengambil keputusan investasinya di pasar modal (khususnya instrument saham). b. Bagi peneliti lain, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi bagi penelitian selanjutnya 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Penelitian Terdahulu Prasetya (2000) meneliti tentang Analisis Rasio Keuangan dan Nilai Kapitalisasi Pasar sebagai Prediksi Harga Saham di Bursa Efek Jakarta pada Periode Bullish dan Bearish. Rasio keuangan yang digunakan adalah PER, PBV, DTA, ROE, NPM dan OPM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel DTA berpengaruh signifikan terhadap return saham, pengaruhnya positif pada periode bullish dan negatif pada periode bearish. Variabel PBV, OPM dan ROE berpengaruh positif signifikan terhadap return saham, ukuran perusahaan yang direpresentasikan oleh Market Capitalization berpengaruh negatif signifikan terhadap return pada periode bullish dan negatif tidak signifikan pada periode bearish. Secara overall pooled section, variabel PER mempunyai pengaruh yang negatif terhadap return saham. Sendangkan variabel NPM tidak signifikan terhadap return baik pada periode bullish ataupun bearish. Penelitian yang dilakukan oleh Prayitno (2007) dengan judul Analisis Pengaruh Price Earning Ratio, Price To Book Value Ratio, dan Return On Equity Terhadap Return saham Pada Industri Real Estate dan Property Di BEJ tahun 2002-2006 menyimpulkan bahwa secara simultan variabel PER, PBV, dan ROE mampu menjelaskan variasi return saham sebesar 64,9%. Sedangkan secara parsial, PER berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham, PBV berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham, sedangkan variabel ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Penelitian Swastika (2007) menguji pengaruh Size, Book Value To Market Equity, Price Earning Ratio dan Earning Yield terhadap Return saham (20002005). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa semua variabel penelitian secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap return saham. Secara parsial variabel size dan PER berpengaruh positif tapi tidak signifikan terhadap return saham, variabel Book Value To Market Equity dan Earning Yield berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham. Daniati dan Suhairi (2006) meneliti tentang pengaruh kandungan informasi komponen laporan arus kas, laba kotor, dan size perusahaan terhadap expected return saham. Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan antara arus kas dari aktifitas investasi, laba kotor dan size terhadap

53
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

expected return saham. Sedangkan arus kas dari aktifitas operasi tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap expected return saham. Kodrat (2006) menganalisis tentang Efisiensi pasar modal pada saat bullish dan bearish di pasar modal Indonesia. Penentuan kondisi bullish dan bearish dilakukan dengan menggunakan Indeks Harga Saham Properti (IHS Properti). Apabila Indeks Harga Saham Properti di atas 64, maka kondisi pasar modal dikatakan dalam kondisi bullish dan sebaliknya. Penentuan indeks harga saham dengan cut of point 64 berdasarkan rata-rata (arithmatic mean) Indeks Harga Saham Properti pada tahun 1994 - 2002. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Pasar modal Indonesia adalah efisien dalam bentuk lemah (weak form efficiency) pada kondisi bearish dan pada kondisi gabungan dan bullish pasar modal Indonesia tidak efisien, data gabungan dari kedua kondisi memberikan kontribusi yang lebih baik untuk mengambil keputusan dibandingkan dengan analisis data berdasarkan kondisi bullish atau kondisi bearish saja dan Pergerakan harga saham kemarin (Ht-1) lebih menjadi acuan investor dalam berinvestasi pada kondisi bullish dibandingkan pada kondisi bearish. Rusman dan Wibowo (2004) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Fundamental terhadap Return Saham pada Periode Bullish dan Bearish IHSG. Rasio keuangan perusahaan yang diteliti adalah Price Earning Ratio (PER), Price To Book Value Ratio (PBVR), Debt To Total Equity (DTE), dan Return On Equity (ROE). Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua variabel penelitian secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return saham periode bullish dan bearish. Secara parsial variabel PER berpengaruh positif tidak signifikan terhadap return saham periode bullish dan bearish IHSG. PBVR berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham pada periode bullish dan bearish. Variabel DTE berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap return saham periode bullish dan bearish IHSG. Sedangkan ROE memiliki pengaruh positif signifikan terhadap return saham pada periode bullish dan bearish IHSG. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Penentuan Periode Bullish Kondisi pasar yang sedang aktif (bull market) ditunjukkan oleh kenaikan harga saham disertai dengan kenaikan volume transaksi, frekuensi transaksi dan indeks harga saham. Sebaliknya kondisi pasar sedang lesu (bear market) ditunjukkan oleh penurunan harga saham yang diikuti dengan penurunan volume transaksi, frekuensi transaksi dan indeks harga saham (Jones, 1998 dalam Kodrat 2006). Suatu kondisi pasar tertentu (bullish atau bearish) akan mempengaruhi langkah-langkah dan keputusan investasi. Pada kondisi tersebut, harus ditemukan saham dengan rasio keuangan bagaimana yang akan memberikan peluang atau prospek untuk memperoleh return yang maksimal dengan tingkat risiko tertentu atau bagaimana saham akan memberikan risiko yang lebih kecil dengan tingkat return tertentu (Jauhari dan Wibowo, 2004). Secara psikologis, pemodal cenderung memilih saham-saham yang harganya rendah pada periode bullish dengan harapan pada kondisi ini harga-harga saham akan terus naik atau akan mengalami apresiasi. Pada pasar bearish (menurun) pemodal cenderung menjual

54
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

sahamnya dalam jumlah sedikit karena mereka memiliki keyakinan bahwa hargaharga saham akan terus turun (Ghozali dan Sugiyanto, 2002) dalam Jauhari dan Wibowo (2004). Pada penelitian ini, penentuan periode bullish dan bearish dilakukan berdasarkan pada penelitian Kodrat (2006). Pada penelitian Kodrat (2006), penentuan kondisi bullish dan bearish dilakukan dengan merata-ratakan IHS properti yang menjadi sample penelitian dari tahun 1994-2002, dan diperoleh cut of point sebesar 64 (572,42/9 atau dari jumlah total IHS Properti/jumlah tahun). Berdasarkan cut of point tersebut, kondisi bullish dan kondisi bearish dapat ditentukan dengan cara yaitu, apabila Indeks Harga Saham Properti di atas 64, maka kondisi pasar modal dikatakan dalam kondisi bullish dan apabila Indeks Harga Saham Properti di bawah 64, maka kondisi pasar modal dikatakan dalam kondisi bearish. Pada penelitian ini, penentuan kondisi bullish dan bearish yaitu dengan menggunakan Indeks Harga Saham Manufaktur (IHS Manufaktur). Penggunaan Indeks Harga Saham Manufaktur lebih mencerminkan fluktuasi harga saham perusahaan di sektor Manufaktur. Penentuan kondisi bullish dan bearish dilakukan berdasarkan rata-rata (arithmatic mean) HIS Manufaktur yang menjadi sample penelitian dari tahun 2002-2007 dan diperoleh cut of point sebesar 217.08 (1.302.48/6 atau dari jumlah total IHS Manufaktur/jumlah tahun penelitian) Berdasarkan cut of point sebesar 217.08, kemudian ditentukan kondisi pasar modal apakah dalam kondisi bullish atau dalam kondisi bearish sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan cut of point tersebut, kondisi bullish dan kondisi bearish dapat ditentukan dengan cara berikut ini: a. Periode bullish yaitu apabila indeks harga saham manufaktur > 217.08. b. Periode bearish yaitu apabila indeks harga saham manufaktur < 217.08. 2.2.2 Return Saham Return saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi, yang dihitung berdasarkan data. Return realisasi ini penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan, sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan risiko di masa mendatang. Sedangkan return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang (Jogiyanto, 1998:85). Tujuan investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return tanpa melupakan faktor risiko investasi yang harus dihadapinya. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya (Tandelilin, 2001:47). Beberapa pengukuran return realisasi yang banyak digunakan adalah Total Return, Relative Return, Cummulative Return, Adjusted Return, Geometric mean (Jogiyanto, 2003 : 111): Pada penelitian ini, penulis memfokuskan pengamatan pada return total yang dianggap telah mewakili return secara keseluruhan dari suatu investasi pada

55
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

periode tertentu. Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu. Return total terdiri dari capital gain (loss) dan dividen yiedl. Capital gain (loss) merupakan selisih untung (rugi) dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode lalu. Sedangkan yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi. 2.2.3 Price Earning Ratio (PER) PER atau earning multiplier adalah jumlah besarnya rupiah yang harus dibayarkan investor untuk memperoleh satu rupiah earnings perusahaan. PER adalah salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan nilai instrinsik saham. Jika nilai instrinsik saham lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasarnya maka saham tersebut undervalued sehingga sebaiknya dibeli. Bila nilai instrinsik saham lebih rendah dibandingkan harga pasarnya, maka saham tergolong overvalued sehingga saham tersebut sebaiknya tidak dibeli dan investor yang memiliki saham akan menjual saham tersebut (Tandelilin, 2001:245). Penelitian Prayitno (2007) menyimpulkan PER berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham, sehingga PER dapat digunakan untuk memprediksi besarnya return saham yang akan diterima oleh pemegang saham. Hasil ini senada dengan penelitian Prasetya (2000) memperoleh hasil bahwa PER mempunyai pengaruh yang negatif terhadap return saham. Sedangkan hasil yang berbeda dalam penelitian Jauhari dan Wibowo (2004) menyatakan bahwa PER berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap return saham baik pada periode bullish maupun pada periode bearish. Ketidaksignifikannya ini mungkin terjadi karena perbedaan ramalan setiap investor. Sebagian investor menganggap bahwa dengan nilai PER yang tinggi, perusahaan memiliki peluang untuk mencapai pertumbuhan yang tinggi, sebagian yang lain menyatakan bahwa dengan PER yang tinggi, peluang kenaikan harga saham semakin kecil. Rumus untuk menghitung PER suatu saham adalah dengan membagi harga saham perusahaan terhadap earning per lembar saham. 2.2.4 Price To Book Value Ratio (PBVR) Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2001:303) Price To Book Value Ratio (PBVR) menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku suatu saham. Semakin besar rasio ini menggambarkan kepercayaan pasar akan prospek perusahaan tersebut. PBVR menunjukkan seberapa jauh suatu perusahaan mampu menciptakan nilai perusahaan relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. Semakin besar rasio, semakin besar nilai pasar (market value) dibandingkan nilai buku (book value). Analis pasar modal mempertimbangkan suatu saham dengan PBVR yang rendah merupakan investasi yang aman. Penelitian Jauhari dan Wibowo (2004), menyimpulkan bahwa PBVR berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham periode bullish dan bearish. Hasil ini didukung oleh pendapat Rosenberg.et all (1985) dalam Wirawati (2008) yang menyatakan bahwa saham-saham yang memiliki nilai PBVR rendah akan menghasilkan return yang secara signifikan lebih tinggi dari pada saham-saham dengan nilai PBVR tinggi. Wirawati (2008)

56
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

menyimpulkan terdapat hubungan yang negatif signifikan antara PBVR dengan return saham. Menurut Prayitno (2007) untuk perusahaan yang berjalan baik, umumnya nilai PBVR mencapai di atas satu, yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari pada nilai bukunya. Semakin tinggi PBVR, semakin tinggi perusahaan dinilai oleh pemodal relatif dibandingkan dengan dana yang telah ditanamkan di perusahaan. Oleh karena itu dapat disimpulkan semakin tinggi PBVR semakin tinggi tingkat kepercayaan pasar terhadap prospek perusahaan, maka akan menjadi daya tarik bagi investor untuk membeli saham perusahaan tersebut. Sehingga permintaan akan saham tersebut akan naik, kemudian mendorong meningkatnya harga saham. Nilai PBVR dapat diketahui dengan membandingkan nilai pasar saham dengan nilai buku yang menunjukkan aktiva bersih (net asset) yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham. (Jogiyanto, 2000:82). 2.2.5 Debt To Equity Ratio (DER) Debt To Equity Ratio (DER) menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya (Sawir, 2003:13). Semakin rendah angka DER maka akan semakin baik, karena akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Total utang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh utang yang dimiliki oleh perusahaan, baik yang bersifat jangka panjang maupun jangka pendek. Penelitian Jauhari dan Wibowo (2004) menyimpulkan variabel DER berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap return saham pada periode bullish dan bearish. Sedangkan Prasetya (2000) menyatakan bahwa variabel Debt To Total Asset (DTA) berpengaruh positif signifikan terhadap return saham pada periode bullish dan negatif signifikan pada periode bearish. Hal ini mungkin disebabkan pada periode bullish, dengan semakin meningkatnya utang, maka akan semakin meningkatkan keuntungan yang didapat oleh investor. Sedangkan pada periode bearish, dengan semakin meningkatnya utang, maka perusahaan akan semakin berisiko dalam menjalankan usahanya, dan investor khawatir bahwa perusahaanya akan bangkrut. Besarnya nilai DER dapat diketahui dengan membandingkan total utang dengan total modal perusahaan. 2.2.6 Return On Equity (ROE) Return On Equity (ROE) merupakan rasio yang sering digunakan oleh pemegang saham untuk menilai kinerja perusahaan bersangkutan. ROE menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Semakin besar nilai ROE, maka perusahaan dianggap semakin menguntungkan. Oleh sebab itu investor kemungkinan akan mencari saham perusahaan ini sehingga menyebabkan permintaan bertambah dan harga penawaran dipasar sekunder terdorong naik, akibatnya return yang diperoleh investor juga besar. Pendapat tersebut didukung oleh Jauhari dan Wibowo (2004) yang dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa variabel ROE mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap return saham pada periode bullish dan bearish. Hasil yang

57
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

sama juga didukung oleh penelitian Prasetya (2000) yang menyatakan bahwa ROE berpengaruh signifikan terhadap return saham pada periode bullish dan bearish. Dengan demikian investor dapat mempelajari ROE sebagai rasio profitabilitas untuk memperkirakan tingkat keuntungan yang akan diperoleh dimasa yang akan datang. 2.2.7 Size Ukuran (size) perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total aktiva, penjualan atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolok ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil (Indriani, 2005 dalam Daniati dan Suhairi, 2006). Size yang menunjukkan ukuran perusahaan merupakan faktor penting dalam pembentukan return saham. Benz (1981) dalam Tandelilin (2001:125) menunjukkan bukti empiris paling awal mengenai adanya size effect, yaitu adanya kecenderungan saham-saham perusahaan kecil mempunyai return yang lebih tinggi dibandingkan saham-saham perusahaan besar. Oleh karena itu jika seseorang mempertimbangkan size effect dalam return saham, mereka akan mengarahkan pada small firm effect. Pendapat tersebut didukung oleh Prasetya (2000) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan yang direpresentasikan oleh Market Capitalization mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap return saham pada periode bullish dan berpengaruh negatif tidak signifikan pada periode bearish. Menurut Daniati dan Suhairi (2006) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara ukuran (size) perusahaan dalam hal ini total aktiva terhadap expected return saham. Dalam penelitian ini size (ukuran perusahaan) diukur dengan menggunakan nilai total aktiva perusahaan (Daniati dan Suhairi, 2006). 2.3 Kerangka Konseptual Berdasarkan pada kajian teori diatas, maka dapat disajikan gambar kerangka konseptual sebagai berikut: Gambar 1 : Kerangka Konseptual
Price Earning Ratio (X1) Price To Book Value Ratio (X2) Debt To Equity Ratio (X3) Return On Equity (X4) SIZE (X5)

Return Saham Periode Bullish (Y)

Keterangan: = Pengaruh simultan = Pengaruh parsial

58
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

2.4 Hipotesis Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tinjauan penelitian terdahulu dan tinjauan teori, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Variabel Price Earning Ratio (PER), Price To Book Value Ratio (PBVR), Debt To Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), dan Size mempunyai pengaruh secara simultan dan parsial terhadap Return saham periode bullish. 2. Variabel Price Earning Ratio (PER), Price To Book Value Ratio (PBVR), Debt To Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), dan Size mempunyai pengaruh secara simultan dan parsial terhadap Return saham periode bearish. 3. Metodologi Penelitian 3.1 Jenis Penelitian Jenis peneltian yang digunakan adalah penelitian asosiatif dengan hubungan kausal (hubungan yang bersifat sebab akibat). 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan khususnya pada perusahaan manufaktur yang listed di Bursa Efek Indonesia (BEI). Adapun alasan pemilihan lokasi dan objek penelitian adalah sebagi berikut: 1. BEI merupakan bursa efek yang terbesar di Indonesia dan pihak BEI secara rutin menerbitkan laporan keuangan semua perusahaan yang listed dan dilengkapi dengan rasio-rasio keuangan. 2. Sektor manufaktur merupakan sektor terbesar yang terdapat di BEI sehingga mempermudah dalam penentuan kriteria. Selain itu, sektor ini adalah sektor yang potensial dan berkembang dengan cepat. 3.3 Populasi dan Metode Penarikan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang listed di Bursa Efek Indonesia. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populsi karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Adapun teknik sampling yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling dengan metode Judgment Sampling (pemilihan sample berdasarkan pertimbangan). Pada penelitian ini kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangannya secara konsisten selama tahun penelitian. 2. Perusahaan menggunakan periode akuntansi per 31 Desember. 3. Perusahaan membagikan dividen secara berturut-turut pada tahun 2006-2007. 4. Memiliki laba selama periode 2006-2007. Berdasarkan kriteria tersebut, maka diperoleh 27 perusahaan (lampiran 1) 3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi dan studi pustaka

59
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

3.5 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dalam bentuk data eksternal yang dipublikasikan, yang diperoleh dari ICMD (Indonesian Capital Market Directory), website www.jsx.co.id 3.6 Identifikasi Dan Klasifikasi Variabel 3.6.1 Identifikasi Variabel Berdasarkan perumusan masalah yang diajukan, maka variabel-variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut: a. Return saham pada periode Bullish b. Price Earning Ratio (PER) c. Price To Book Value Ratio (PBVR) d. Debt To Equity Ratio (DER) e. Return On Equity (ROE) f. Size 3.6.2 Klasifikasi Variabel 1. Variabel Dependen (Y) Variabel dependen atau terikat merupakan variabel yang nilainya mengalami perubahan dengan adanya perubahan nilai variabel lainnya. Pada penelitian variabel dependen adalah return saham periode bullish (Y) 2. Variabel Independen (X) Variabel independen atau variabel bebas merupakan variabel-variabel yang secara bebas berpengaruh terhadap variabel dependen atau terikatnya (Y). variabel independen dalam penelitian ini adalah Price Earning Ratio (PER/X1), Price To Book Value Ratio (PBVR/X2), Debt To Equity Ratio (DER/X3), Return On Equity (ROE/X5), dan Size (X5). 3.7 Definisi Operasional Variabel Berdasarkan identifikasi variabel diatas, maka definisi operasional dari masing-masing variabel adalah sebagai berikut : 1. Return saham (tingkat keuntungan) Return saham dalam penelitian ini adalah return total yang merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu yang terdiri dari capital gain (loss) dan yield. Return saham periode bullish merupakan hasil dari investasi yang diperoleh investor pada periode bullish. Secara matematis return saham menurut Jogiyanto (2003:303) dapat dirumuskan sebagai berikut: P Pt 1 D Rt = t + t Pt 1 Pt 1

60
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

Keterangan: Rt = Return total Pt Pt Dt


1

= closing price periode sekarang = closing price periode lalu = Dividen per lembar saham

2. Price Earning Ratio (PER) Nilai PER suatu saham dapat dihitung dengan membagi harga saham perusahaan terhadap earning per lembar saham. Satuannya adalah persentase. Secara matematis, menurut Tandelilin (2001:192) PER dapat dirumuskan sebagai berikut: H arg a saham PER Earning per share 3. Price To Book Value Ratio (PBVR) Nilai PBV dapat diketahui dengan membandingkan nilai pasar saham dengan nilai buku yang menunjukkan aktiva bersih (net asset) yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham. Satuanya adalah persentase (%). Secara matematis, menurut Jogiyanto (2000:82) PBVR diformulasikan sebagai berikut:. nilai Pasar PBVR = nilai Buku 4. Debt To Equity Ratio (DER) Nilai DER dapat diketahui dengan membandingkan antara total utang dan total modal. Satuannya adalah persentase (%). Menurut Sawir (2003:13) DER diformulasikan sebagai berikut: Total Hu tan g DER Total Ekuitas 5. Return On Equity (ROE) ROE menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik. Nilai ROE dapat dihitung dengan membandingkan antara laba bersih setelah pajak dengan total modal sendiri. Satuannya adalah persentase (%). Secara matematis, ROE dalam Sawir (2003:20) dirumuskan sebagai berikut: Laba bersih setelah pajak ROE Total mod al sendiri 6. Size (ukuran perusahaan) Size merupakan pencerminan besar kecilnya perusahaan yang tampak dalam nilai total aktiva, penjualan atau modal perusahaan pada neraca dan laporan rugi laba akhir tahun. Size / ukuran perusahaan diukur dengan logaritma natural dari total aktiva (Daniati dan Suhairi, 2006).

61
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

3.8 Prosedur Analisis Data Untuk memecahkan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan, maka dilakukan analisis sebagai berikut: 3.8.1 Uji Asumsi Klasik Pada analisis regresi, terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi agar persamaan regresi yang dihasilkan menjadi valid. Uji asumsi klasik yang digunakan pada penelitian adalah uji Normalitas, Uji Multikolonieritas (multicollinearity), Uji Heteroskedastisitas (heteroscedasticity) dan Uji Autokorelasi (autocorrelation) 3.8.2 Analisis Regresi Linier Berganda Data yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis dengan metode analisis regresi linier berganda. Adapun persamaan regresi berganda dalam Supranto (2001:236) adalah: Y1 = a + b1X1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + b 5 X 5 + e Keterangan: Y = Return Saham periode bullish X1 = Price Earning Ratio (PER) X2 = Price To Book Value Ratio (PBV) X3 = Debt To Equity Ratio (DER) X4 X5 a bi e = = = = = Return On Equity (ROE) Size Konstanta Koefisien Regresi Random Error

3.8.3 Uji Signifikansi Uji signifikansi yang dilakukan adalah uji regresi parsial dan uji regresi simultan. 1. Uji Simultan (Uji F) Uji F bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh semua variabel independen yang terdapat didalam model secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen. Uji simultan dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung degan F tabel. Apabila nilai F hitung lebih besar dari pada F tabel maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel independen (Price Earning Ratio (PER), Price To Book Value Ratio (PBVR), Debt To Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), dan Size) secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen. Demikian juga sebaliknya. 2. Uji Parsial (Uji t) Uji parsial (Uji t) digunakan untuk mengetahui besarnya skor masingmasing variabel independent secara parsial dalam distribusi.

62
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

3.8.4 Koefisien Determinasi Untuk mengetahui besarnya pengaruh Price Earning Ratio (PER), Price To Book Value Ratio (PBVR), Debt To Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), dan Size terhadap return saham pada periode bullish dan return saham, digunakan koefisien determinasi parsial (r2YiX1.X2X3X4). Nilai ini berkisar antara 0 sampai 1. Variabel yang mempunyai nilai koefisien determinasi parsial paling tinggi menunjukkan variabel tersebut yang paling berpengaruh. Sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh secara bersama-sama atau serentak dari Price Earning Ratio (PER), Price To Book Value Ratio (PBVR), Debt To Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), dan Size terhadap return saham pada periode bullish, digunakan koefisien determinasi yang disesuaikan (adj.R2). Nilai berkisar 0 1 (0 adj.R2 1) apabila nilai adj.R2 mendekati angka 1 berarti pengaruh dari Price Earning Ratio (PER), Price To Book Value Ratio (PBVR), Debt T o Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), dan Size terhadap return saham pada periode bullish pada perusahaan manufaktur di BEI semakin kuat, sebaliknya jika adj.R2 mendekati angka 0, berarti pengaruh kelima variabel tersebut semakin lemah terhadap return saham pada periode bullish pada perusahan manufaktur di BEI. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Deskripsi Data Untuk lebih memahami hasil penelitian ini terlebih dahulu diberikan gambaran terhadap masing-masing faktor yang akan diteliti sebagai berikut : 4.1.1. Return Saham Berdasarkan hasil perhitungan return saham yang diperoleh dari penjumlahan capital gain (loss) dengan dividen yield pada periode bullish 27 perusahaan manufaktur yang menjadi sampel penelitian tahun 2006-2007 (Lampiran 2) dapat diketahui nilai rata-rata return saham periode bullish tertinggi dimiliki oleh PT. Citra Tubindo Tbk. yaitu sebesar 1,04. sedangkan rata-rata terendah dimiliki oleh PT. Delta Djakarta Tbk. sebesar -0,28. 4.1.2. Price Earning Ratio Berdasarkan hasil perhitungan PER yang diperoleh dari harga saham dibagi dengan Earning Per Share pada periode bullish tahun 2006-2007 pada perusahaan yang menjadi sampel penelitian (Lampiran 2), maka rata-rata nilai PER tertinggi dicapai oleh PT. Colorpak Indonesia Tbk. yaitu sebesar 4.723,64% dan rata-rata PER terendah dimiliki oleh PT. Lion Metal Works Tbk. Sebesar 602,26%. 4.1.3. Price To Book Value Ratio Berdasarkan hasil perhitungan Price To Book Value Ratio yang diperoleh dari nilai pasar (harga saham) dibagi dengan nilai buku pada perusahaan yang menjadi sampel penelitian (Lampiran 2), maka rata-rata PBVR tertinggi dimiliki oleh PT. Unilever Indonesia Tbk. Yaitu sebesar 1.923,63%. Sedangkan rata-rata PBVR terendah dimiliki oleh PT. Kageor Igar Jaya Tbk sebesar 60,86%.

63
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

4.1.4. Debt To Equity Ratio Berdasarkan hasil perhitungan Debt To Equity Ratio yang diperoleh dari total utang dibagi dengan total modal perusahaan yang menjadi sampel penelitian pada periode (lampiran 3), maka dapat dilihat nilai rata-rata DER tertinggi pada perusahaan manufaktur periode bullish dimiliki oleh PT. Tunas Ridean Tbk. yaitu sebesar 314,89%. Sedangkan nilai rata-rata DER terendah sebesar 12,34% dimiliki oleh PT. Mandom Indonesia Tbk. 4.1.5. Return On Equity (ROE) Berdasarkan hasil perhitungan ROE pada periode bullish dalam penelitian ini (Lampiran 3), maka nilai rata-rata tertinggi dimiliki PT. Unilever Indonesia Tbk. sebesar 62,68% dan rata-rata terendah sebesar 4,71% dimiliki PT. Kimia Farma Tbk. 4.1.6. Size Pada penelitian ini, size / ukuran perusahaan diukur dengan logaritma natural dari total aktiva. Berdasarkan nilai logaritma natural total aktiva periode bullish dalam penelitian ini, maka dapat dilihat nilai rata-rata logaritma natural total aktiva tertinggi perusahaan manufaktur periode bullish tahun 2006-2007 dimiliki oleh PT. Gudang Garam Tbk. sebesar 16,92. dan nilai rata-rata terendah dimiliki oleh PT. Lion Mesh Prima Tbk. sebesar 10,80. 4.2. Analisis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis dengan metode analisis regresi linier berganda. Sebelum dilakukan analisis regresi berganda terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik 4.2.1. Uji Asumsi Klasik A. Uji Normalitas Normalitas diuji dengan Kolmogrov-Smirnov. Jika nilai signifikansi kolmogrov-smirnov kurang dari 5%, maka dapat dikatakan bahwa residual data dari model regresi tidak normal. Pengujian normalitas menunjukkan bahwa data belum berdistribusi secara normal, karena hasil pengujian kolmogorov-smirnov menunjukkan angka yang signifikan, atau probabilitas di bawah 5%. Masalah ini di atasi dengan mengganti data ke dalam bentuk logaritma (lihat Lampiran 4). Berikut hasil pengujian normalitas setelah transformasi data. Tabel 1 : Hasil Uji Normalitas Residual Data Dengan Uji KolmogorovSmirnov Variabel Asymp. Sig. (2-tailed) 0,944 Sig Keterangan

Residual p > 0.05 Normal Sumber: Lampiran 4 Berdasarkan hasil perhitungan uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa nilai signifikansi yaitu 0,944 dimana nilai ini di atas 5% artinya bahwa residual data persamaan tersebut telah berdistribusi normal.

64
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

B.

Uji Multikolonieritas Berdasarkan hasil pengolahan data dengan bantuan program SPSS 12.0 for Windows seperti dalam lampiran 4, maka berikut ini disajikan hasil uji multikolinieritas. Tabel 2 : Hasil Uji Multikolinearitas Dari Collinearity Statistic Variabel Return Saham periode bullish (Y) Tolerance VIF 0,489 0,253 0,912 0,356 0,838 2,047 3,956 1,097 2,810 1,193

Price earning ratio (X1) Price to book value ratio (X2) Debt to equity ratio (X3) Return on equity (X4) Size (X5)

Sumber: lampiran4 Hasil uji multikolinearitas untuk persamaan adalah tolerance menunjukkan nilai semua variable bebas lebih besar dari 0,10 dan Variance Inflation Factor (VIF) menunjukkan nilai kurang dari 10, yang berati tidak ada korelasi antar variabel. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel bebas dalam model regresi yang dibentuk. C. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji Glejser. Jika nilai t hitung signifikan (<5%), berarti terdapat permasalahan heteroskedastisitas. Berikut tabel hasil uji heteroskedastisitas Tabel 3 : Hasil Uji Heteroskedastisitas Dengan Uji Glejser Variabel Signifikansi Return Saham periode bullish (Y) Price earning ratio (X1) 0,355 Price to book value ratio (X2) 0,616 Debt to equity ratio (X3) 0,841 Return on equity (X4) 0,708 Size (X5) 0,816 Sumber: lampiran 4 Dari tabel di atas, dapat kita lihat bahwa nilai signifikansi di atas 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. D. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan dengan Run Tes. Pengujian ini ditujukan untuk menguji apakah terdapat hubungan antara residual data dengan variabel itu sendiri. Jika antar residual tidak terdapat hubungan, maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run Tes digunakan untuk melihat apakah data

65
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

residual terjadi secara random atau tidak (sistematis). Apabila signifikansi Run Tes di atas 5%, maka tidak ada gejala autokorelasi. Berikut adalah hasil pengujian autokorelasi: Tabel 4: Hasil Uji Autokorelasi Residual Data Dengan Run Tes Variabel Asymp. Sig. (2-tailed) Keterangan Residual 0,583 Tidak ada autokorelasi Sumber: Lampiran 4 4.2.2 Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh Price Earning Ratio (PER), Price To Book Value Ratio (PBVR), Debt To Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE),dan Size terhadap return saham periode bullish tahun 2006-2007 pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Dari hasil analisis regresi linier berganda (program SPSS 12.0 for Windows), diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 5: Regresi Linier Berganda Periode Bullish Variabel Bebas Koef. Standart TRegresi Eror hitung Konstanta Price earning ratio (PER(X1)) Price to book value ratio (PBVR(X2)) Debt to equity ratio (DER(X3)) Return on equity (ROE(X4)) SIZE (X5) R R Square R Adjusted Square F Hitung Sign F A E Sumber: Lampiran 5 -2,019 0,923 0,151 0,006 -0,002 -0,061 0,826 0,323 0,323 0,177 0,007 0,045 -2,446 2,859 0,466

Sig.

Keterangan

0,018 0,006 Signifikan

0,644 Tidak signifikan 0,032 0,975 Tidak signifikan -0,204 0,839 Tidak signifikan -1,338 0,187 Tidak signifikan 0,535 0,286 0,212 3,849 0,005 0,05 0,43954

Berdasarkan perhitungan analisis regresi berganda periode bullish di atas, diketahui bahwa besarnya R Adjusted Square adalah 0,212. Hal ini berarti 21,2% variasi naik turunnya return saham periode bullish bisa dijelaskan oleh variasi dari kelima variabel independen (PER, PBVR, DER, ROE, dan Size). Sedangkan sisanya 78,8% (100% - 21,2%) dijelaskan oleh factor-faktor lain diluar model

66
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

penelitian. Dalam perhitungan ini terdapat standar error (e) pada periode bullish sebesar 0,43954 yang artinya kemungkinan kesalahan estimasi dalam penelitian ini sebesar 0,43954. Berdasarkan hasil analisis di atas, maka dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut : Y = 2,019 + 0,923X1 + 0,151X2 + 0,006X3 0,002X4 0,061X5 + eit Koefisian regresi a = 2,019 menunjukkan apabila setiap variabel independen sama dengan nol, maka return saham perusahaan manufaktur periode bullish (Y1) diprediksi tetap bernilai 2,019 Koefisien regresi b1 = 0,923, menunjukkan bahwa apabila PER bertambah satu persen sedangkan variabel independen lain konstan, maka return saham periode bullish akan bertambah sebesar 0,923. Koefisien regresi b2 = 0,151 menunjukkan bahwa apabila PBVR bertambah sebesar satu persen sedangkan variabel independen lain konstan, maka return saham periode bullish akan bertambah juga sebesar 0,151. Koefisien regresi b3 = 0,006, menunjukkan bahwa apabila DER bertambah sebesar satu persen, maka return saham periode bullish akan bertambah sebesar 0,006. Koefisien regresi b4 = 0,002, menunjukkan apabila nilai ROE bertambah satu persen sedangkan variabel independen lain konstan, maka return saham periode bullish akan berkurang sebesar 0,002. Koefisien regresi b5 = 0,061, menunjukkan apabila Size bertambah satu persen sedangkan variabel independen lain konstan, maka return saham periode bullish akan berkurang sebesar 0,061. 4.3.3. Pengujian Hipotesis a. Uji Simultan (F test) Uji F digunakan untuk menguji apakah terdapat pengaruh secara simultan dari variabel PER, PBVR, DER, ROE, dan Size terhadap return saham pada periode bullish (Y). Variabel-variabel tersebut dikatakan berpengaruh apabila nilai signifikansi F hitung di bawah 5%. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 12 for windows, diperoleh nilai signifikansi F = 0,005 (di bawah 5%) sehingga diputuskan untuk menerima Ha1. Dengan demikian secara simultan semua variabel independen (X1, X2, X3, X4, X5) berpengaruh terhadap return saham periode bullish. b. Uji Parsial (t test) Uji t digunakan untuk menguji apakah terdapat pengaruh secara parsial dari variabel PER, PBVR, DER, ROE dan Size terhadap return saham perusahaan manufaktur periode bullish (Y). Apabila signifikansi t hitung lebih kecil dari 5% maka dapat dikatakan bahwa hipotesis penelitian diterima. Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 20 di atas, dapat dilihat bahwa: 1. Variabel PER menunjukkan nilai signifikan t hitung sebesar 0,006 yang berarti kurang dari 5% sehingga diputuskan bahwa Ha2 diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PER berpengaruh secara parsial terhadap return saham periode bullish. 2. Variabel PBVR menunjukkan nilai signifikan t hitung sebesar 0,644 yang berarti lebih besar dari 5% sehingga diputuskan bahwa Ha2 ditolak. Ini berarti bahwa tidak ada pengaruh secara parsial dari variabel PBVR terhadap return saham periode bullish.

67
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

3. Variabel DER menunjukkan nilai signifikan t hitung sebesar 0,975 yang berarti lebih dari 5% sehingga diputuskan bahwa H02 diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh secara parsial dari variabel DER terhadap return saham periode bullish. 4. Variabel ROE menunjukkan nilai signifikan t hitung sebesar 0,839 yang berarti lebih dari 5% sehingga diputuskan bahwa H02 diterima. Ini berarti tidak ada pengaruh secara parsial dari variabel ROE terhadap return saham periode bullish. 5. Variabel Size menunjukkan nilai signifikan t hitung sebesar 0,187 yang berarti lebih dari 5% sehingga diputuskan bahwa H02 diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada pengaruh secara parsial dari variabel size terhadap return saham periode bullish. 4.4 Interpretasi Data Berdasarkan hasil analisis data dengan uji simultan (uji F) periode bullish menunjukan bahwa signifikan F hitung sebesar 0.005 yang berarti bahwa signifikansi di bawah 5%. Angka tersebut berarti bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel PER, PBVR, DER, ROE dan Size terhadap return saham periode bullish. Besarnya kontribusi atau pengaruh kelima variabel bebas tersebut secara simultan terhadap return saham periode bullish dapat dilihat dari nilai Adjusted R2 sebesar 0.212 yang artinya kelima variabel bebas tersebut secara simultan mempengaruhi return saham sebesar 21,2% atau 21,2% variasi turun naiknya return saham periode bullish dijelaskan oleh kelima variabel bebas. Pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap return saham periode bullish tergolong lemah. Sedangkan sisanya 78,8% dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor lain yang dapat mempengaruhi return saham antara lain : rasio keuangan (DAR, OPM, EPS, CR, Earning yield), serta kondisi perekonomian seperti inflasi, jumlah uang beredar, rata-rata kurs, perkembangan politik dan keamanan. Pada perhitungan ini terdapat standar error (e) pada periode bullish sebesar 0,43945 artinya kemungkinan kesalahan estimasi dalam penelitian ini sebesar 0,43945. Analisis yang dilakukan secara parsial mengenai pengaruh variabel bebas (PER, PBVR, DER, ROE, dan Size) terhadap return saham periode bullish dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hanya variabel Price earning ratio (PER) yang berpengaruh terhadap return saham periode bullish. Ini dilihat dari nilai signifikansi t hitung variabel tersebut sebesar 0,006 atau di bawah 5%. Sedangkan variabel PBVR, DER ROE dan Size tidak berpengaruh terhadap return saham periode bullish karena nilai signifikansi keempat variabel tersebut lebih dari 5%. Variabel-variabel PBVR, DER, dan ROE dalam perhitungannya memiliki unsur modal. Investor dalam menentukan keputusan investasinya menilai bahwa, besarnya modal yang dimiliki perusahaan belum bisa digunakan dalam menentukan besarnnya return yang akan diperoleh. Variabel size tidak berpengaruh terhadap return saham pada periode bullish. Ini menunjukkan bahwa, investor belum menggunakan size yang diukur dengan total aktiva sebagai dasar pengambilan keputusan investasi. Para investor beranggapan bahwa besarnya perusahaan bukan menjadi suatu ukuran bahwa perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan dan mempunyai prospek yang baik dalam jangka panjang. Para

68
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

investor lebih memperhatikan size perusahaan yang diukur dari nilai market capitalization daripada diukur dari total aktiva yang dimiliki perusahaan. Hubungan antara masing-masing variabel X dengan variabel Y berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PER berpengaruh terhadap return saham periode bullish Hal ini dapat dilihat dari signifikansi t hitung kurang dari 5% pada periode bullish. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Prasetya (2000) dan penelitian Prayitno (2007) yang menyatakan bahwa PER berpengaruh terhadap return saham. Hubungan positif yang dilihat dari nilai koefisien pada periode bulish menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai PER, maka akan semakin tinggi tingkat keuntungan (return) yang diperoleh. Perusahaan dengan peluang tingkat pertumbuhan yang tinggi, biasanya memiliki PER yang tinggi, sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah, cenderung memiliki PER yang rendah (Prastowo, 1995 dalam Jauhari dan Wibiwo, 2004). 2. Variabel PBVR mempunyai hubungan positif dan tidak signifikan terhadap return saham periode bullish. Hasil ini tidak konsisten dengan penelitian Jauhari dan Wibowo (2004) dan penelitian Swastika (2007) yang menunjukkan bahwa PBVR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham periode bullish. Hal ini berarti bahwa, investor dalam menentukan keputusan investasinya tidak mempertimbangkan variabel PBVR, karena investor menilai PBVR tinggi belum tentu menggambarkan tingkat pertumbuhan perusahaan juga tinggi. Hubungan positif pada periode bullish ini sesuai dengan penelitian Prayitno (2007) yang menyimpulkan bahwa, PBVR memiliki hubungan yang positif terhadap return saham perusahaan Properti dan Real estate. 3. DER memiliki hubungan yang positif dan tidak berpengaruh terhadap return saham periode bullish. Ini dilihat dari koefisien t hitungnya menunjukkan nilai positif dan signifikansi t hitung yang lebih besar dari 5% pada periode bullish. Hasil ini sesuai dengan penelitian Jauhari dan Wibowo (2004) yang menyatakan bahwa DER mempunyai hubungan negatif tetapi tidak berpengaruh terhadap return saham. Hasil yang tidak signifikan pada periode bullish ini muncul karena sebagian investor berpendapat bahwa perusahaan yang memiliki utang akan menggunakan utang tersebut untuk kegiatan investasi yang nantinya akan meningkatkan laba (Jauhari dan Wibowo, 2004). Hasil ini juga disebabkan karena investor memandang bahwa tinggi rendahnya rasio ini bukan semata-mata disebabkan oleh kinerja manajemen perusahaan, namun juga sangat dipengaruhi oleh faktor diluar perusahaan seperti kondisi perekonomian saat itu. 4. Variabel ROE menunjukkan hubungan yang negatif pada periode bullish dan tidak berpengaruh terhadap return saham periode bullish. Hasil yang tidak berpengaruh terhadap return saham baik pada periode bullish ini konsisten dengan penelitian Prayitno (2007) yang menyimpulkan bahwa ROE memiliki hubungan yang positif tapi tidak signifikan dalam menjelaskan return saham. Akan tetapi hasil ini tidak konsisten dengan penelitian Jauhari dan Wibowo (2004) dan penelitian Prasetya (2000) yang menyatakan bahwa ROE berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham periode bullish.

69
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

Hasil yang tidak signifikan pada periode bullish ini dimungkinkan karena investor menganggap bahwa pada periode tersebut (tahun 2006-2007) perusahaan malakukan manajemen laba, akibatnya ROE yang dimiliki tidak menggambarkan tingkat profitabilitas perusahaan sesungguhnya sehingga belum mencerminkan besarnya pengembalian modal dari perusahaan. 5. Variabel Size dalam penelitian ini tidak signifikan terhadap return saham pada periode bullish. Ini dilihat dari nilai signifikansi t hitungnya yang lebih besar dari 5%. Sedangkan dilihat dari nilai koefisien t hitungnya menunjukkan nilai negatif pada periode bullish. Hubungan negatif pada periode bullish ini sesuai dengan penelitian Prasetya (2000) yang menyatakan bahwa size memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap return saham periode bullish. Hasil ini juga didukung oleh pendapat Benz (1981) dalam Tandelilin (2001:125) yaitu adanya kecenderungan saham-saham perusahaan kecil mempunyai return lebih tinggi dibandingkan saham-saham perusahaan besar. Variabel size tidak berpengaruh terhadap return saham pada periode bullish ini menunjukkan bahwa, investor belum menggunakan size yang diukur dengan total aktiva sebagai dasar pengambilan keputusan investasi. Kemungkinan hal ini dikarenakan investor beranggapan bahwa besarnya perusahaan tidak menjadi ukuran bahwa perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan dan mempunyai prospek yang baik dalam jangka panjang. Kemungkinan lainnya adalah investor lebih memperhatikan size perusahaan yang diukur dari nilai market capitalization daripada diukur dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. 5. Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis data pada penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Hasil perhitungan Uji F (simultan) dengan menggunakan SPSS 12.0 for Windows menunjukkan bahwa nilai signifikansi F = 0,005 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho1 ditolak, berarti secara serentak atau simultan variabel-variabel independen (PER, PBVR, DER, ROE, dan Size) berpengaruh terhadap variabel dependen (return saham periode bullish). b. Hasil perhitungan uji t (parsial) menunjukkan bahwa secara parsial hanya variabel PER yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel return saham periode bullish. Hal ini dapat dilihat dari besarnya signifikansi t untuk variabel PER sebesar 0,006 lebih kecil dari 5%, artinya hanya variable PER yang dapat digunakan untuk menjelaskan tingkat return saham pada periode bullish. Sedangkan variabel PBVR, DER, ROE dan Size tidak berpengaruh secara parsial terhadap return saham periode bullish. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi t untuk masing-masing variabel lebih besar dari 5% (0,644; 0,975; 0,839; dan 0,187 > 0,05).

70
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

5.2 Saran Berdasarkan hasil analisis data serta kesimpulan yang telah diuraikan di atas, saran yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan sebaiknya memperhatikan PBVR, DER, ROE, dan tingkat kemapanan perusahaan (aktiva) dalam rangka mengupayakan tingkat return sehingga dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan. 2. Bagi pihak investor dan calon investor yang akan menginvestasikan dananya di Pasar Modal disarankan untuk memperhatikan PER untuk mengambil keputusan melakukan investasi pada periode bullish pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, karena terkait dengan perkembangan dan kemampuan perusahaan untuk memberikan tingkat kembalian investasi yang layak. 3. Bagi peneliti selanjutnya, penulis menyarankan untuk menambah variabel penelitian, seperti DAR, CR, Earning yield, dan variabel lainnya, dan menggunakan populasi penelitian seluruh perusahaan yang go publik.

Daftar Pustaka Ahmad, Kamaruddin. 2004. Dasar-Dasar Manajemen Investasi dan Portofolio. Jakarta: PT Rineka Cipta. Anonim. 2008. Buku Panduan Indeks Harga Saham Bursa Efek Indonesia. Jakarta. Anonim. 2002-2007. Indonesian Capital Market Directory. 2002-2007. Jakarta. Anoraga, Pandji dan P.Pakarti. 2006. Pengantar Pasar Modal. Rineka Cipta. Jakarta. Daniati, Ninna dan Suhairi.3006. Pengaruh Kandungan Informasi Komponen Laporan Arus Kas, Laba Kotor, dan Size Perusahaan Terhadap Expected Return Saham. Simposium Nasional Akuntansi IX Padang. Darmadji, Tjiptono, Fakhrudin dan Hendy M. 2001. Pasar Modal Indonesia, Pendekatan Tanya Jawab. Jakarta:Salemba Empat. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Edisi Keempat. Yogyakarta : Universitas Diponegoro. Harahap, Sofyan S. 1999. Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. Husnan, Suad. 2003. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi ketiga. Yogyakarta : AMP.YKPN.

71
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama.Yogyakarta : BPFE. Jauhari, Budi Rusman dan Basuki Wibowo. 2004. Analisis Fundamental Terhadap Return Saham Pada Periode Bullish dan Bearish IHSG. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, juli, vol 9 No.2. Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta. BPFE. Kodrat, David Sukardi. 2006. Efisiensi Pasar Modal Pada Saat Bullish dan Bearish Di Pasar Modal Indonesia. Jurnal Pasar Modal Indonesia. Prasetya, Teguh. 2000. Analisis Rasio Keuangan Dan Nilai Kapitalisasi Pasar Sebagai Prediksi Harga Saham Di BEJ Pada Periode Bullish dan Bearish. Simposium Nasional Akuntansi III. 652-695. Prayitno, Joko.2007. Analisis Pengaruh Price Earning Ratio, Price To Book Value Ratio, Dan Return On Equity Terhadap Return Saham Pada Industri Real Estate Dan Property Di BEJ (2002-2006). Tesis magister manajemen sekolah tinggi ilmu ekonomi ipwija. Jakarta. Rusdin. 2005. Pasar Modal: Teori, Masalah, dan Kebijakan Dalam Praktik. Bandung : Alfhabeta. Sawir, Agnes. 2003. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan. Cetakan Ketiga. Jakarta : PT. SUN. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfhabeta. Swastika, Novita.2007. Pengaruh Size, Book Value To Market Equity, Price Earning Ratio dan Earning Yield terhadap Return saham (2000-2005). Skripsi Fakultas Ekonomi. Universitas Mataram. Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Edisi Pertama.Yogyakarta : BPFE. Wirawati, Ni Gusti Putu. 2008. Pengaruh Faktor Fundamental Perusahaan Terhadap Price To Book Value Dalam Penilaian Saham Di Bursa Efek Jakarta Dalam Kondisi Krisis Moneter. Buletin Studi Ekonomi Volume 13 No 1 Tahun 2008. www.jsx.co.id

72
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

Lampiran 1 : Daftar Data Sampel Penelitian


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Kode AQUA ASGR AUTO BATA CLPI CTBN DLTA FAST GGRM HEXA HMSP IGAR INDF KAEF LION LMSH LTLS MERK MLBI MYOR SMGR SMSM TBLA TCID TOTO TURI UNVR Nama Perusahaan PT. Aqua Golden Mississippi Tbk. PT. Astra GraphiaTbk. PT. Astra Otoparts Tbk. PT. Sepatu Bata Tbk. PT. Colorpak Indonesia Tbk. PT. Citra Tubindo Tbk. PT. Delta Djakarta Tbk. PT. Fast Food Indonesia Tbk. PT. Gudang Garam Tbk. PT. Hexindo Adiperkasa Tbk. PT. HM Sampoerna Tbk. PT. Kageo Igar Jaya Tbk. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. PT. Kimia Farma Tbk. PT. Lion Metal Works Tbk. PT.Lion Mesh Prima Tbk. PT. Lautan Luas Tbk. PT. Merck Tbk. PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. PT. Mayora Indah Tbk. PT. Semen Gersik (Persero) Tbk. PT. Selamat Sempurna Tbk. PT. Tunas Baru Lampung Tbk. PT. Mandom Indonesia Tbk PT. Surya Toto Indonesia Tbk. PT. Tunas Ridean. Tbk. PT. Unilever Indonesia Tbk.

Sumber : www.jsx.co.id

73
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

Lampiran 2 : Return Saham, Price Earning Ratio dan Price To Book Value Ratio Periode Bullish Tahun 2006-2007
Price Earning Ratio 2007 Ratarata 2,786.93 3,261.98 3,024.45 2006 PBVR 2007 346.35

NO

Perusahaan

Return Saham 2006 2007 Ratarata

2006 323.75

2 3 4 5 6 7 8 9 10

11 12 13 14 15 16 17 18

19

20 21

22

23

PT. Aqua Golden Mississippi Tbk. PT. Astra GraphiaTbk. PT. Astra Otoparts Tbk. PT. Sepatu Bata Tbk. PT. Colorpak Indonesia Tbk. PT. Citra Tubindo Tbk. PT. Delta Djakarta Tbk. PT. Fast Food Indonesia Tbk. PT. Gudang Garam Tbk. PT. Hexindo Adiperkasa Tbk. PT. HM Sampoerna Tbk. Kageo Igar Jaya Tbk. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. PT. Kimia Farma Tbk. PT. Lion Metal Works Tbk. PT.Lion Mesh Prima Tbk. PT. Lautan Luas Tbk. PT. Merck Tbk. PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. PT. Mayora Indah Tbk. PT. Semen Gersik (Persero) Tbk. PT. Selamat Sempurna Tbk. PT. Tunas Baru Lampung Tbk.

Ratarata 335.05

0.76 0.20 0.07 0.02

0.19 1.07 0.22 1.10

0.47 740.29 0.63 799.18 0.14 902.64 0.56 3,920.00 5,527.27 4,723.64 462.02 647.86 554.94 1,805.72 1,354.18 95.75 148.76 122.25 894.90 847.04 120.98 122.51 121.74 1,103.48 921.88 139.00 261.87 200.43

1.43 1.21 -0.33

0.56 0.86 -0.24

1.00 891.45 1.04 843.51 -0.28 1,181.82 1,634.85 1,408.33 281.80 320.00 300.90 808.31 825.91 83.34 57.07 70.20 1,214.54 1,053.00 183.64 302.82 243.23

0.54 -0.10

0.37 -0.14

0.46 1,946.56 -0.12 2,093.02 1,769.08 1,931.05 218.78 169.65 194.21 1,343.25 1,644.91 149.16 117.71 133.44

-0.04

-0.15

-0.10 1,204.97 2,894.14 2,049.56 746.67 841.84 794.26

0.10 -0.07

0.44 0.31

0.27 1,261.62 0.12 1,730.77 3,558.93 2,644.85 258.56 384.42 321.49 1,004.50 1,133.06 56.31 65.41 60.86

0.55 0.15

0.94 1.03

0.75 2,083.33 0.59 554.37 650.15 602.26 76.41 67.69 72.05 4,178.08 3,130.71 105.26 188.98 147.12

0.15 -0.09 -0.14 0.73

0.01 0.26 0.16 -0.13

0.08 611.51 0.09 1,065.79 0.01 1,035.46 0.30 1,575.03 2,432.40 2,003.71 583.92 608.90 596.41 1,085.00 1,060.23 380.40 282.39 331.39 671.65 868.72 62.36 62.16 62.26 678.05 644.78 69.49 77.03 73.26

0.15 1.02

0.07 0.10

0.11 1,327.87 0.56 2,035.89 261.09 1,148.49 391.51 542.42 466.96 1,160.03 1,243.95 128.10 126.93 127.52

1.16

-0.84

0.16 1,000.00 659.17 829.58 111.71 80.88 96.30

0.25

-0.10

0.07 1,248.05 4,997.88 3,122.97 114.50 289.30 201.90

0.22

1.70

0.96

74
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)
24 PT. Mandom Indonesia Tbk PT. Surya Toto Indonesia Tbk. PT. Tunas Ridean. Tbk. PT. Unilever Indonesia Tbk. 1,236.65 0.76 0.25 0.50 410.19 816.53 613.36 116.48 128.08 122.28 1,407.75 1,322.20 206.97 226.74 216.86

25

0.17 0.04

0.22 0.82

0.19 2,840.00 0.43 2,920.35 3,268.06 3,094.20 2,126.15 1,721.10 1,923.63 1,226.04 2,033.02 162.08 214.20 188.14

26 27

0.57

0.05

0.31

Sumber : www.jsx.co.id (diolah)

75
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

Lampiran 3 : Debt To Equity Ratio, Return On Equity dan Natural Total Aktiva Periode Bullish Tahun 2006-2007
Debt To Equity Ratio NO Perusahaan 2006 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 PT. Aqua Golden Mississippi Tbk. PT. Astra GraphiaTbk. PT. Astra Otoparts Tbk. PT. Sepatu Bata Tbk. PT. Colorpak Indonesia Tbk. PT. Citra Tubindo Tbk. PT. Delta Djakarta Tbk. PT. Fast Food Indonesia Tbk. PT. Gudang Garam Tbk. PT. Hexindo Adiperkasa Tbk. PT. HM Sampoerna Tbk. Kageo Igar Jaya Tbk. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. PT. Kimia Farma Tbk. PT. Lion Metal Works Tbk. PT.Lion Mesh Prima Tbk. PT. Lautan Luas Tbk. PT. Merck Tbk. PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. PT. Mayora Indah Tbk. PT. Semen Gersik (Persero) Tbk. PT. Selamat Sempurna Tbk. PT. Tunas Baru Lampung Tbk. PT. Mandom Indonesia Tbk PT. Surya Toto Indonesia Tbk. PT. Tunas Ridean. Tbk. PT. Unilever Indonesia Tbk. 76.67 97.61 57.22 42.81 105.24 112.92 31.48 67.79 65.05 248.46 120.71 44.17 213.42 2007 72.19 98.86 58.69 64.76 163.54 73.49 24.13 66.07 64.58 264.54 105.35 64.79 185.86 Ratarata 74.43 98.23 57.96 53.79 134.39 93.20 27.81 66.93 64.81 256.50 113.03 54.48 199.64 2006 10.92 18.77 15.13 10.61 11.80 28.52 9.88 23.92 7.66 11.41 62.00 5.63 13.41 2007 10.62 22.95 13.69 8.24 11.72 24.93 7.05 19.56 8.76 9.59 29.09 6.51 10.80 Ratarata 10.77 20.86 14.41 9.42 11.76 26.73 8.47 21.74 8.21 10.50 45.55 6.07 12.11 Return On Equity

Logaritma

Logaritma Natural Total Aktiva 2006 2007 Ratarata 13.59 13.66 13.62 13.28 14.92 12.51 11.80 14.27 13.27 13.09 16.89 14.00 16.35 12.58 16.60 13.34 15.05 12.71 12.15 14.14 13.24 13.25 16.95 14.10 16.51 12.80 16.82 13.31 14.99 12.61 11.98 14.20 13.25 13.17 16.92 14.05 16.43 12.69 16.71

43.57 25.32 85.58 243.41 20.01 207.55 58.11 34.83 53.13 136.90 10.63 223.56 324.11 94.97

48.22 32.71 111.90 275.91 19.97 222.18 68.14 27.79 57.10 147.17 14.06 201.50 305.67 78.95

45.90 29.01 98.74 259.66 19.99 214.86 63.12 31.31 55.12 142.03 12.34 212.53 314.89 86.96

4.91 13.78 11.36 5.86 36.74 37.08 9.65 23.56 14.67 6.12 16.48 28.40 3.30 72.69

4.52 10.41 11.36 9.25 26.03 24.95 10.93 20.77 12.26 5.80 16.11 15.69 17.47 52.67

4.71 12.10 11.36 7.56 31.38 31.01 10.29 22.16 13.47 5.96 16.29 22.04 10.38 62.68

14.05 12.14 10.68 14.42 12.55 13.32 14.32 15.83 13.48 14.53 13.42 13.72 14.87 15.35

14.10 12.27 10.92 14.59 12.64 13.33 14.40 15.88 13.63 14.62 13.55 13.75 15.00 15.49

14.07 12.21 10.80 14.51 12.60 13.32 14.36 15.86 13.56 14.58 13.48 13.73 14.93 15.42

Sumber : www.jsx.co.id (diolah)

NRUTER :elbairaV tnednepeD .a

391.1 838. 018.2 653. 790.1 219. 659.3 352. 740.2 984. FIV ecnareloT scitsitatS ytiraenilloC

781. 833.1938. 402.579. 230. 446. 664. 600. 958.2 .giS 810. 644.2-

871.240.400. 311. 994. t ateB stneiciffeoC dezidradnatS

540. 160.700. 200.771. 600. 323. 151. 323. 329. rorrE .dtS 628. 910.2stneiciffeoC dezidradnatsnU

EZIS EOR RED RVBP REP )tnatsnoC(

ledoM 1

a stneiciffeoC

449. 778. 850. 809. 666. 567. 360. 725. 095. 923.1 465. 727. 766. 513.1 060.660.251.770.270.070.301.270. 080. 181. 450. 990. 190. 971. 270. 080. 181. 770. 990. 190. 971. 37502814. 58354.1 95277.31 01853. 83173. 95762. 99494. 0000000. 1679.31 9116.71 7598.1 3392.2 6421.3 6443. laudiseR de EZIS EOR RED RVBP REP NRUTER 45 45 45 45 45 45 45 zidradnatsnU

tseT vonrimS-vorogomloK elpmaS-enO

629. 778. 850. 640. 200. 830. 360. 745. 095. 923.1 573.1 298.1 804.1 513.1 260.660.251.221.752.021.301.470. 080. 181. 781. 632. 291. 971. 470. 080. 181. 781. 752. 291. 971. 63025593. 58354.1 95277.31 12256.28 59380.373 329.1401 99494. 0000000. 1679.31 9116.71 7827.601 4522.992 6293.4061 6443. laudiseR de EZIS EOR RED RVBP REP NRUTER 45 45 45 45 45 45 45 zidradnatsnU

tseT vonrimS-vorogomloK elpmaS-enO

HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS


.atad morf detaluclaC .lamroN si noitubirtsid tseT .b .a )deliat-2( .giS .pmysA Z vonrimS-vorogomloK evitageN evitisoP etulosbA noitaiveD .dtS naeM secnereffiD emertxE tsoM
b,a sretemaraP

lamroN N

BENTUK LOGARITMA: HASIL UJI NORMALITAS SETELAH TRANSFORMASI DALAM


.atad morf detaluclaC .lamroN si noitubirtsid tseT .b .a )deliat-2( .giS .pmysA Z vonrimS-vorogomloK evitageN evitisoP etulosbA noitaiveD .dtS naeM secnereffiD emertxE tsoM
b,a sretemaraP

lamroN N

HASIL UJI NORMALITAS LAMPIRAN 4 : Hasil Pengujian Asumsi Klasik Periode Bullish
PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

76

naideM .a 385. 055. 03 45 72 72 laudiseR de 43350.-natsnU zidrad )deliat-2( .giS .pmysA Z snuR fo rebmuN sesaC latoT eulaV tseT => sesaC eulaV tseT < sesaC a ulaV tseT e

tseT snuR

391.1 838. 018.2 653. 790.1 219. 659.3 352. 740.2 984. FIV ecnareloT scitsitatS ytiraenilloC

618. 432. 807. 773.148. 202. 616. 505. 553. 539. .giS 782. 670.1-

530. 780.920. 931. 581. t ateB stneiciffeoC dezidradnatS

620. 600. 400. 200.990. 020. 281. 290. 281. 071. rorrE .dtS 564. 005.stneiciffeoC dezidradnatsnU

a stneiciffeoC

HASIL UJI AUTOKORELASI


ORETEH :elbairaV tnednepeD .a B EZIS EOR RED RVBP REP )tnatsnoC( ledoM 1

HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS


PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

77

NRUTER :elbairaV tnednepeD .a

391.1 838. 018.2 653. 790.1 219. 659.3 352. 740.2 984. FIV ecnareloT scitsitatS ytiraenilloC

781. 833.1938. 402.579. 230. 446. 664. 600. 958.2 .giS 810. 644.2-

871.240.400. 311. 994. t ateB stneiciffeoC dezidradnatS

540. 160.700. 200.771. 600. 323. 151. 323. 329. rorrE .dtS 628. 910.2stneiciffeoC dezidradnatsnU

EZIS EOR RED RVBP REP )tnatsnoC(

ledoM 1

a stneiciffeoC

NRUTER :elbairaV tnednepeD RVBP ,REP ,RED ,EOR ,EZIS ,)tnatsnoC( :srotciderP .b .a

500a .

.giS

948.3

391. F erauqS naeM 347.

35 84 5

fd

689.21 962.9 serauqS 617f.o muS 3

latoT laudiseR noissergeR

ledoM 1

b AVONA

NRUTER :elbairaV tnednepeD RVBP ,REP ,RED ,EOR ,EZIS ,)tnatsnoC( :srotciderP erauqS R 682. R .b

etamitsE eht 5fo ror.rE .dtS 4934

erauqS R 2det.sujdA 12

535a .

.a ledoM 1

b yrammuS ledoM

HASIL UJI REGRESI PERIODE BULLISH LAMPIRAN 5 : HASIL UJI REGRESI


PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (SURVEI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2007)

78

PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim)

Nining Ika Wahyuni* Abstract By using quarterly financial statement, this research aims to provide empirical evidence of the relations between income smoothing based real activities manipulation and earning persistence. This research hypothesized that income smoothing based real activities manipulation has positive effect to the earning persistence. This study investigates three types of real activity manipulation: abnormal cash flow operation, abnormal discretionary expense, and abnormal production cost. Real earning management is measured by summing the standardized of the three proxies. The numbers of companies that serve as a sample according to the criteria is consist of 63 in research period from 2004 to 2008. From this number, samples which are included into income smoothing criteria based on Eckel Model consist of 26 firms. Data were collected with purposive sampling method. The hypothesis was tested with regression. This research failed to support the hypothesis. Further, the result shows that income smoothing via real earning manipulation negatively affect the earning persistence. Keywords: Real Earning Management, Income Smoothing, Earning Persistence.

1.

Pendahuluan

Informasi harus disampaikan sedini mungkin untuk dapat digunakan sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan ekonomi dan menghindari kelambatan pengambilan keputusan. Dengan meningkatnya jumlah perusahaan yang menjual surat berharga di pasar modal, laporan keuangan interim manjadi semakin diperlukan. Oleh karena itu, mulai tahun 2004 melalui Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Peraturan Nomor I-E Tentang Kewajiban Penyampaian Informasi, perusahaan tercatat wajib menyampaikan laporan keuangan secara berkala ke bursa yang meliputi laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan interim. Dengan adanya kewajiban untuk membuat laporan keuangan interim, kini investor dapat melihat kinerja perusahaan secara lebih cepat. Investor biasanya lebih menyukai apabila perusahaan melaporkan laba yang lebih stabil atau lebih rata (smoother) daripada laba dengan tingkat volatilitas tingggi (Graham et al.

*Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Jember

79

80
PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim)

2005; Hunt et al. 2000; Lambert 1984; Tucker and Zarowin 2006). Untuk memenuhi harapan investor ini, manajer mungkin melakukan intervensi di dalam proses penyusunan laporan keuangan atau memanipulasi aktivitas riel untuk memanipulasi laba (Barnea et al. 1976; Beidleman 1973; Copeland 1968; Ronen and Sadan 1981; Trueman and Titman 1988). Hal ini sesuai dengan Dascher dan Malcom (1970) yang menyatakan bahwa terdapat 2 (dua) tipe perataan laba, yaitu real smoothing dan artificial smoothing. Artificial smoothing sangat bergantung pada fleksibilitas akuntansi. Graham et al. (2005) dalam Roychowdhury (2006) menunjukkan bahwa para eksekutif keuangan lebih memilih untuk memanipulasi laba melalui aktivitas-aktivitas riel daripada aktivitas akrual karena beberapa alasan. Pertama, manipulasi akrual cenderung membuat para auditor atau regulator melakukan pemeriksaan dengan cepat dibandingkan jika berhadapan dengan keputusan-keputusan tentang aktivitas riel atau produksi. Hal ini menunjukkan bahwa baik auditor ataupun regulator kurang memberikan perhatian terhadap aktivitas-aktivitas riel yang dimanipulasi oleh manajemen, sehingga manajemen memiliki kesempatan untuk memanfaatkan peluang ini dalam mencapai target laba. Kedua, hanya bersandar pada manipulasi akrual saja akan membawa risiko. Hal ini dimungkinkan karena untuk mencapai target laba maka manajemen dapat menunggu sampai akhir tahun untuk menggunakan akrual diskresioner dalam mengelola laba. Oleh karena itu manajer yang ingin agar laba yang dilaporkannya terlihat lebih smooth mungkin lebih memilih meratakan laba melalui manipulasi aktivitas riel (real smoothing). Isu income smoothing (perataan laba) telah banyak didiskusikan dalam literatur akuntansi untuk beberapa dekade1. Pada literatur-literatur terdahulu, praktik perataan laba dianggap sebagai prilaku yang cheating, misleading, immoral yang dilakukan oleh manajemen perusahaan (Ronen dan Sadan, 1981). Tetapi sekarang banyak sekali penelitian yang menyatakan bahwa laba yang dihasilkan dari perataan laba lebih disukai investor. Zhelmi dan Thomas (1994) menyatakan bahwa angka perataan laba dipandang disukai oleh pasar dan perusahaan dengan laba yang rata dianggap sebagai kurangnya risiko. Zarowin (2002) menguji hubungan perataan laba dan keinformatifan harga saham. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan dengan perataan yang lebih besar mempunyai harga saham yang lebih informatif, hal ini mengimplikasikan bahwa manajer menggunakan perataan laba untuk mengungkapkan informasi privat mereka tentang keuntungan perusahaan masa depan. Serial angka laba yang rata dianggap investor lebih bisa mencerminkan kinerja perusahaan di masa depan. Angka laba yang stabil dan tidak terlalu berfluktuasi lebih memudahkan investor untuk melakukan prediksi karena menganggap angka laba tersebut lebih persisten. Persistensi laba mencerminkan kualitas laba perusahaan dan menunjukkan bahwa perusahaan dapat mempertahankan laba dari waktu ke waktu. Komponen laba yang persisten
1

White (1970) melaporkan bahwa terdapat probabilitas perusahaan melakukan perataan laba dengan tingkat signifikasi 0,025. Barnea et al (1976) dalam penelitiannya telah memberi bukti bahwa perusahaan melakukan perataan laba melalui manipulasi atas item-item pos luar biasa (extra-ordinary items). Ashari et al (1994) melaporkan bahwa terdapat indikasi tindakan perataan laba dan laba operasi merupakan sasaran umum yang digunakan untuk melakukan perataan laba.

81
PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim)

adalah komponen laba perusahaan yang berulang dan bertahan dan diekspektasi akan terus terjadi di masa yang akan datang. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud menguji apakah tindakan perataan laba melalui manipulasi aktivitas riel ini berpengaruh terhadap persistensi laba. 2. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai dampak perataan laba melalui manipulasi aktivitas riel terhadap persistensi laba. Hasil penelitian dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi akademisi, penelitian ini memberikan tambahan bukti kajian literatur tentang keterkaitan antara manajemen laba riel dengan motif perataan laba. Penelitian ini juga memberi kontribusi bagi literatur kualitas laba dengan memberikan bukti bahwa tindakan perataan laba dengan memanipulasi aktivitas riel menyebabkan persistensi laba semakin meningkat. 2. Bagi calon investor dan analis, penelitian ini memberikan masukan untuk lebih berhati-hati akan adanya bahaya manipulasi aktivitas riel yang berdampak pada penurunan nilai perusahaan ke depan, sehingga calon investor lebih bijak dalam mengambil keputusan investasi. 3. Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis 3.1. Perataan Laba Perataan laba diartikan sebagai usaha manajemen untuk mengurangi variabilitas laba selama satu atau beberapa perioda tertentu sehingga laba tidak terlalu berfluktuasi. Praktik perataan laba ini dapat dianggap sebagai pemberian sinyal kepada pasar. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Barnea et al. (1976) yang menyatakan bahwa manager melakukan perataan laba untuk mengurangi fluktuasi dalam laba yang dilaporkan dan meningkatkan kemampuan investor untuk memprediksi laba di masa yang akan datang. Menurut Fudenberg dan Tirole (1995), perataan laba adalah proses manipulasi waktu terjadinya laba atau laporan laba agar laba yang dilaporkan kelihatan stabil. Koch (1981) mendefinisikan perataan laba sebagai cara yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artifisial (melalui metoda akuntansi) maupun secara riel (melalui transaksi). Hal ini didukung oleh penelitian Brayshaw dan Eldin (1989) dan Dascher dan Malcom (1970). Dascher dan Malcom (1970) menyatakan bahwa terdapat 2 (dua) tipe perataan laba yaitu: 1. Real smoothing, yaitu merupakan suatu transaksi yang sesungguhnya untuk dilakukan atau tidak dilakukan berdasar pengaruh perataannya pada laba. 2. Artificial smoothing, yaitu merupakan perataan laba dengan menerapkan prosedur akuntansi untuk memindahkan biaya dan/ atau pendapatan dari suatu perioda ke perioda lainnya. Artificial smoothing tentu saja akan sangat bergantung pada fleksibilitas standar akuntansi. Oleh karena itu manajemen yang ingin agar laba yang dilaporkannya terlihat lebih smooth mungkin lebih memilih meratakan laba melalui manipulasi aktivitas riel (real smoothing

82
PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim)

3.2 Manipulasi Aktivitas Riel Roychowdhury (2006) mendefinisikan manajemen laba riel sebagai: Departures from normal operational practices, motivated by managersdesire to mislead at least some stakeholders into beliving certain financial reporting goals have been met in the normal course of operations. Penyimpangan ini tidak memberikan kontribusi terhadap nilai perusahaan meskipun hal ini memungkinkan manager untuk mencapai target pelaporan.2 Survey yang dilakukan oleh Graham et al. (2005) menunjukkan bahwa (a) para eksekutif keuangan menaruh banyak perhatian terhadap pemenuhan target laba misalnya seperti zero earning, laba perioda sebelumnya, dan ramalan analis, dan (b) mereka kemungkinan akan memanipulasi aktivitas riel untuk memenuhi target ini, meskipun manipulasi ini akan menurunkan nilai perusahaan. Manajemen laba riel dapat menurunkan nilai perusahaan karena tindakan yang mengakibatkan peningkatan laba perioda saat ini dapat mempunyai pengaruh negatif terhadap aliran kas perioda yang akan datang. Secara lebih rinci hasil survey ini menunjukkan bahwa 80% partisipan memilih penurunan pengeluaran diskresioner pada litbang, iklan dan pemeliharaan untuk mencapai target laba. Para eksekutif keuangan lebih memilih untuk memanipulasi laba melalui aktivitas-aktivitas riel daripada aktivitas akrual karena beberapa alasan. Pertama, manipulasi akrual cenderung membuat para auditor atau regulator melakukan pemeriksaan dengan cepat dibandingkan jika berhadapan dengan keputusankeputusan tentang aktivitas riel atau produksi. Hal ini menunjukkan bahwa baik auditor ataupun regulator kurang memberikan perhatian terhadap aktivitasaktivitas riel yang dimanipulasi oleh manajemen, sehingga manajemen memiliki kesempatan untuk memanfaatkan peluang ini dalam mencapai target laba. Kedua, hanya bersandar pada manipulasi akrual saja akan membawa risiko. Hal ini dimungkinkan karena untuk mencapai target laba maka manajemen dapat menunggu sampai akhir tahun untuk menggunakan akrual diskresioner dalam mengelola laba. Akan tetapi, strategi ini menimbulkan risiko yaitu jika jumlah laba yang perlu dimanipulasi lebih besar daripada akrual diskresioner yang dapat digunakan manager sehingga kemampuan manager dalam memanipulasi laba terbatas. Keputusan operasi ada di tangan manager, sedangkan pilihan akuntansi adalah sesuatu yang menjadi pokok perhatian auditor dalam melakukan pemeriksaan. Teknik yang dapat dilakukan dalam manajemen laba melalui manipulasi aktivitas riel antara lain manipulasi penjualan, pengurangan biaya diskresioner, dan overproduction (Roychowdhury, 2006). 1. Manajemen penjualan berkaitan dengan usaha manager yang mencoba menaikkan penjualan selama periode akuntansi dengan tujuan meningkatkan laba untuk memenuhi target laba. Sebagai contoh manajer melakukan tambahan penjualan atau mempercepat penjualan dari periode mendatang ke periode sekarang dengan cara menawarkan potongan harga yang terbatas. Perusahaan juga dapat menawarkan jangka waktu kredit yang lebih lunak.
2

Manager terlibat dalam manipulasi aktivitas nyata karena memperoleh manfaat privat (misalnya bonus karena mencapai target yang ditetapkan) dan juga karena manager bertindak sebagai agen dalam transfer nilai diantara para stakeholder (misalnya untuk menhindari pelanggaran perjanjian kredit atau untuk mennghindari intervensi pemerintah) (Roychodury, 2006 p 3)

83
PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim)

Sebagai contoh perusahaan retailer dan otomobil sering menawarkan tingkat bunga kredit yang rendah sampai dengan akhir periode akuntansi. Volume penjualan yang meningkat menyebabkan laba tahun berjalan tinggi namun arus kas menurun karena arus kas masuk kecil akibat penjualan kredit dan potongan harga. Oleh karena itu, aktivitas manajemen penjualan menyebabkan arus kas kegiatan operasi periode sekarang menurun dibandingkan level penjualan normal dan pertumbuhan abnormal dari piutang. 2. Menaikkan laba atau menghindari melaporkan laba negatif atau rugi juga dapat dilakukan dengan mengurangi biaya diskresi. Biaya diskresi yang dapat dikurangi adalah biaya iklan, biaya penelitian dan pengembangan, dan biaya penjualan, umum, dan administrasi seperti biaya pelatihan karyawan dan biaya perbaikan dan perjalanan. Pengurangan terhadap biaya-biaya ini pada akhir periode menyebabkan rekening hutang berkurang di bawah normal dan berdampak pada akrual abnormal yang positif. 3. Teknik berikutnya adalah dengan melakukan produksi besar-besaran (overproduction). Manajer dari perusahaan manufaktur dapat melakukan produksi besar-besaran yaitu memproduksi barang lebih besar daripada yang dibutuhkan dengan tujuan mencapai permintaan yang diharapkan sehingga laba dapat meningkat. Produksi dalam skala besar menyebabkan biaya overhead tetap dibagi dengan jumlah unit barang yang besar sehingga rata-rata biaya per unit dan harga pokok penjualan menurun. Penurunan harga pokok penjualan ini akan berdampak pada peningkatan margin operasi. Dampak lain dari penurunan harga pokok per unit barang yang diproduksi besar-besaran adalah arus kas kegiatan operasi lebih rendah daripada tingkat penjualan normal. Thomas dan Zhang (2002) menemukan bahwa perusahaan melakukan produksi besar-besaran dengan tujuan untuk meningkatkan laba yang dilaporkan. 3.3 Persistensi Laba Persistensi laba merupakan pengaruh suatu inovasi laba akuntansi yang diharapkan di masa yang akan datang (Komendi dan Lipe, 1987). Lipe (1990) menyatakan bahwa variansi persistensi laba runtun waktu merefleksikan autokorelasi dalam laba. Pengukuran tingkat persistensi laba dimana laba kejutan perioda sekarang berada pada perioda tahun depan dan mengakibatkan ekspektasi pada laba masa depan (Cho dan Jung, 1991). Persitensi laba mencerminkan kualitas laba perusahaan dan menunjukkan bahwa perusahaan dapat mempertahankan laba dari waktu ke waktu. Angka laba yang stabil dan tidak terlalu berfluktuasi lebih memudahkan investor untuk melakukan prediksi karena menganggap angka laba tersebut lebih persisten. Persistensi laba mencerminkan kualitas laba perusahaan dan menunjukkan bahwa perusahaan dapat mempertahankan laba dari waktu ke waktu. Komponen laba yang persisten adalah komponen laba perusahaan yang berulang dan bertahan dan diekspektasi akan terus terjadi di masa yang akan datang.

84
PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim)

3.4 Pengembangan Hipotesis Kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan interim ke publik membuat investor lebih cepat dalam membuat keputusan investasi karena mereka tidak perlu lagi menunggu sampai laporan tahunan diterbitkan. Dengan adanya laporan keuangan interim ini, investor dapat melihat dan membandingkan kinerja perusahaan misalnya dari triwulan kesatu sampai keempat pada tahun X, atau antar triwulan yang sama pada tahun yang berbeda. Investor lebih menyukai apabila perusahaan melaporkan laba yang lebih stabil atau lebih rata (smoother) daripada laba dengan tingkat volatilitas tingggi (Graham et al. 2005; Hunt et al. 2000; Lambert 1984; Tucker and Zarowin 2006). Fudenberg dan Tirole (1995) mengemukakan bahwa income smoothing diasumsikan investor adalah orang yang menolak risiko. Salah satu ukuran risiko bagi investor yang akan dihindari adalah adanya laba perusahaan yang tidak stabil dari perioda ke perioda. Sebaliknya, investor lebih cenderung terhadap laba perusahaan yang relatif stabil sepanjang periode, sehingga mempengaruhi motivasi investor untuk berinvestasi. Gordon (1964) mengemukakan bahwa manajemen melakukan perataan laba karena kepuasan pemegang saham akan naik seiring stabilitas laba suatu perusahaan. Untuk memenuhi harapan investor ini, manajer mungkin melakukan intervensi di dalam proses penyusunan laporan keuangan atau memanipulasi aktivitas riel untuk memanaje laba (Barnea et al. 1976; Beidleman 1973; Copeland 1968; Trueman and Titman 1988). Perataan laba melalui manipulasi aktivitas riel (RM) adalah salah satu cara yang dilakukan perusahaan untuk memenuhi keinginan pasar. Dengan menggunakan model yang digunakan oleh Tucker dan Zarowin (2006) serta Clouton et al. (2008), hubungan RM dengan parataan laba dilihat melalui korelasi antara perubahan dalam pre-managed income(PMI) dengan perubahan dalam unexpected riel activities manipulation (UXRAM). Sebagaimana dinyatakan Tucker dan Zarowin (2006), asumsi yang mendasari pengukuran ini adalah: there is a series of underlying pre-managed income and manajers use accrual and riel activities manipulation to smooth the series of reported income. Suatu perusahaan dengan koefisien korelasi positif yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut lebih banyak meratakan laba yang dilaporkannya melalui RM. Dengan adanya manajemen laba, laba akuntansi sering dianggap tidak berguna untuk memprediksi atau menjelaskan nilai saham karena laba dianggap tidak mencerminkan perubahan arus kas bersih selama satu perioda. Tetapi sekarang banyak sekali penelitian yang menunjukkan bahwa laba yang dihasilkan dari perataan laba lebih disukai investor. Zhelmi dan Thomas (1994) menyatakan bahwa angka perataan laba dipandang disukai oleh pasar dan perusahaan dengan laba yang rata dianggap sebagai kurangnya risiko. Zarowin (2002) menguji hubungan perataan laba dan keinformatifan harga saham. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan dengan perataan yang lebih besar mempunyai harga saham yang lebih informatif, hal ini mengimplikasikan bahwa manajer menggunakan perataan laba untuk mengungkapkan informasi privat mereka tentang keuntungan perusahaan masa depan. Ronen dan Sadan (1981) menyatakan bahwa laporan laba adalah sebuah sinyal tentang laba masa depan dan bahwa smoothing adalah sebuah teknik sinyal. Laporan keuangan digunakan sebagai bentuk prediksi berdasarkan sinyal yang

85
PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim)

diberikan oleh manajemen melalui laporan laba. Smoothing adalah pernyataan untuk memberikan sinyal untuk ramalan yang lebih akurat (Moses, 1987). Beidleman (1973) serta Gordon (1964) menyatakan bahwa dividen adalah sebuah determinan yang penting terhadap nilai saham dan investor percaya bahwa fluktuasi laba yang stabil mampu mendukung tingkat deviden yang lebih tinggi. Smoothing mempromosikan serial laba yang stabil yang akan mengimplikasikan deviden yang lebih tinggi dan harga saham yang lebih tinggi. Serial angka laba yang rata dianggap investor lebih bisa mencerminkan kinerja perusahaan di masa depan. Angka laba yang stabil dan tidak terlalu berfluktuasi lebih memudahkan investor untuk melakukan prediksi karena menganggap angka laba tersebut lebih persisten. Perusahaan yang melakukan perataan laba tentu berharap agar laba yang diumumkannya sesuai dengan yang diekspektasikan investor. Perataan laba melalui manipulasi aktivitas riel adalah salah satu cara yang dilakukan perusahaan untuk memenuhi keinginan pasar. Dengan melakukan perataan laba, pihak perusahaan berharap agar laba yang diumumkan mempunyai respon yang baik juga. Oleh karena itu peneliti menduga bahwa perataan laba melalui RM merupakan suatu cara yang digunakan oleh manajer agar dapat membentuk suatu pola laba yang berulang (sustainable) untuk menyakinkan investor bahwa laba dilaporkan oleh perusahaan tersebut adalah laba yang persisten. Maka hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. H1: Perataan laba melalui manipulasi aktivitas riel (RM) berpengaruh positif terhadap persistensi laba. 4. Metoda Penelitian 4.1 Sumber Data, Populasi dan Sampel Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan triwulanan perusahaan. Data dalam penelitian ini diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (situs http://www.idx.co.id) dan OSIRIS. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metoda purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan tidak tergolong ke dalam jenis industri jasa keuangan. 2. Perusahaan tidak tergolong ke dalam jenis industri perhotelan, travel, transportasi, dan riel estate. 3. Data keuangan triwulanan perusahaan tersedia antara tahun 2004 s.d 2008. Langkah kedua, perusahaan-perusahaan dikelompokkan ke dalam suspect firm, yaitu perusahaan yang diduga melakukan tindakan manipulasi aktivitas riel (real manipulation). Penentuan suspect firms adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan yang menghindari pelaporan kerugian (target laba sama dengan 0) yaitu perusahaan dengan nilai laba bersih dibagi aset total sama dengan atau lebih besar dari nol namun kurang dari 0,005 (Roychowdhury, 2006). 2. Perusahaan yang menghindari pelaporan penurunan laba atau perubahan laba negatif (target laba sama dengan laba tahun lalu) 3. Perusahaan yang memiliki tingkat fleksibilitas akuntansi rendah. Jumlah sampel secara keseluruhan adalah 63 perusahaan dengan jumlah observasi 252.

86
PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim)

4.2 . Identifikasi Variabel dan Pengukurannya Variabel UXRAMqt merupakan jumlah dari standardized variabel UXCFOqt, UXDEXqt, dan UXPRODqt, masing-masing diukur sebagai berikut (Roycowdhury (2006): a) Manipulasi Penjualan (UXCFOqt). CFOqt/Aqt-1 = 1(1/Aqt-1) + 2(Sqt/Aqt-1) + 3(Sqt/Aqt-1) + qt Keterangan: CFOqt/Aqt-1= Arus kas kegiatan operasi perusahaan i pada triwulan qt yang diskala dengan total aktiva pada triwulan qt-1. 1(1/Aqt-1)= Intersep yang diskala dengan total aktiva pada triwulan qt-1 dengan tujuan supaya arus kas kegiatan operasi tidak bernilai 0 ketika penjualan dan lag penjualan bernilai 0. Sqt/Aqt-1= Penjualan bersih pada triwulan qt yang diskala dengan total aktiva pada triwulan qt-1. Sqt/Aqt-1= Perubahan penjualan bersih yang diskala dengan total aktiva pada triwulan qt-1. b) Model untuk mengestimasi biaya diskresioer normal adalah sebagai berikut. DISEXPqt/Aqt-1 = 1(1/Aqt-1) + 2(Sqt-1/Aqt-1) + qt. c) Manipulasi Kos Produksi (UXPRODqt). Model dari Harga Pokok Penjualan (HPP) merupakan fungsi linear yang dinyatakan sebagai berikut: COGSqt/Aqt-1 = 1(1/Aqt-1) + 2(Sqt/Aqt-1) + qt Untuk model pertumbuhan persediaan adalah sebagai berikut. INVqt/Aqt-1 = 1(1/Aqt-1) + 2(Sqt/Aqt-1) + 3(Sqt-1/Aqt-1) + qt Dengan menggunakan dua persamaan di atas, kita bisa mengestimasi tingkat kos produksi normal sebagai berikut.
PRODqt/Aqt-1 = 1(1/Aqt-1) + 2(Sqt/Aqt-1) +2(Sqt/Aqt-1) + 3(Sqt-1/Aqt-1) + qt

Kos produksi perusahaan i pada triwulan qt yang merupakan jumlah dari HPP dan perubahan persediaan. DISEXPqt= Biaya diskresioner perusahaan i di triwulan qt yang merupakan jumlah dari SG&A expense dan R&D expense Tiga proksi manajemen laba riel (abnormal arus kas operasi, abnormal kos produksi dan abnormal discretionary expenses) masing-masing mempunyai arah yang berbeda. Proksi UXCFOqt dan UXDEXqt mempunyai arah yang negatif, artinya semakin kecil nilainya (semakin negatif) menunjukkan semakin besar manajemen laba yang dilakukan. Proksi UXPRODqt mempunyai arah yang positif, artinya semakin besar nilainya (semakin positif) menunjukkan semakin besar manajemen laba yang dilakukan. Untuk menangkap efek keseluruhan dari manipulasi aktivitas riel, sebelum nilai standardized ketiganya dijumlahkan, khusus untuk nilai standardized UXCFOqt dan UXDEXqt harus dikalikan dengan 1 terlebih dahulu (Cohen dan Zarowin, 2008).

Keterangan: PRODqt=

87
PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim)

4.3 Pengujian Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan model yang digunakan Caulton et al.(2008) sebagai berikut: Model 1 (benchmark): EPSqt+1 = 0 + 1(EPSqt) + qt Model 2: EPSqt+1 = 0 + 1(EPSqt) + 2(IS(UXRAMqt)) + 3(IS(UXRAMqt)*EPSqt) + qt Keterangan: EPSqt = Laba per lembar saham di triwulan qt (disesuaikan terhadap stock splits dan dividen saham) EPSqt+1= Laba per lembar saham untuk triwulan qt+1(disesuaikan terhadap stock splits dan dividen saham) IS = Income smoothing, yaitu reversed fractional ranking dari korelasi antara perubahan pre-managed income (PMI) dengan komponen manajeman laba Riel (Corr (PMI, UXRAM). Pre-managed income, merupakan selisih antara laba sebelum pos luar biasa dengan UXRAM. Perusahaan sampel diklasifikasikan ke dalam kelompok perata dan non perata dengan menggunakan Indek Eckel (1981). Suatu perusahaan tidak dimasukkan ke dalam kelompok perata penghasilan apabila CVPMI CVUXRAM. Perataan laba diukur dengan korelasi negatif antara perubahan dalam PMI dan perubahan dalam komponen RM, yaitu suatu perusahaan dengan koefisien korelasi negatif tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan telah meratakan laba yang dilaporkan. Dari data korelasi yang ada, selanjutnya diurutkan mulai dari korelasi terkecil kecil sampai terbesar (rangking 1 sampai 4). IS dihitung dengan menggunakan reserved fractional rangking. Suatu fractional ranking adalah raw rank dibagi dengan jumlah observasi. Jadi reserved fractional rangking untuk rangking 1 sampai 4, masing-masing adalah 0,25 sampai 1. Pada model I diasumsikan tidak ada manipulasi aktivitas riel (zero real activity manipulation). Model II dikembangkan dari model I. Model II ini menunjukkan seberapa persisten laba triwulan saat ini diikuti oleh laba di triwulan-triwulan berikutnya dengan memasukkan pengaruh adanya manipulasi aktivitas riel. Koefisien yang menjadi pokok perhatian dalam model II ini adalah 3 (koefisien pada interaksi IS(UXRAMqt)*EPSqt). Jika 3 secara statistik tidak berbeda dengan nol, hal ini menunjukkan bahwa manipulasi aktivitas nyata tidak berhubungan dengan persistensi laba. Namun, jika 3 secara statistik signifikan positif (negatif), maka dapat disimpulkan bahwa perataan laba melalui manipulasi aktivitas nyata menyebabkan persistensi laba semakin kuat (lemah). 5. Analisis dan Temuan Penelitian Pengujian dalam penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan apakah tindakan perataan laba melalui manipulasi aktivitas riel berpengaruh posistif terhadap persistensi laba. Hasil klasifikasi sampel ke dalam kelompok perata dan bukan perata dengan menggunakan model Eckel (1981) disajikan dalam tabel 5.1 berikut ini.

88
PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim)

Tabel 5.1 Klasifikasi Sampel Dengan Model Eckel (1981) Status CV PMI CV UXRAM Perata 26 Bukan perata 37 Total sampel 63 Penelitian ini melihat pengaruh manajemen laba melalui manipulasi aktivitas riel terhadap persistensi laba hanya pada perusahaan yang melakukan perataan laba saja. Sehingga sampel yang digunakan untuk pengujian hipotesis kedua dan ketiga adalah sebanyak 26 perusahaan. Tabel 5.2 menyajikan rangkuman hasil pengujian hipotesis. Tabel 5.2 Hasil Pengujian Hipotesis Kedua
Triwulan Variabel Intercept EPS IS(UXRAM) IS(UXRAM)*EPS Adjusted R-squre N 0.741 26 0.904 26 0.567 26 0.988 26 Model 1 III II 2.946 10.038 (0.431) (0.077) 1.074 0.533 (0.000) (0.000) Model 2 III II 2.578 6.106 (0.432) (0.185) 0.980 -0.856 (0.000) (0.000) 18.811 45.304 (0.184) (0.243) -2.669 -11.278 (0.000) (0.000) 0.947 0.866 26 26

VI 8.521 (0.366) 1.274 (0.000)

I 2.885 (0.222) 0.747 (0.000)

VI 21.920 (0.192) 1.243 (0.000) -40.780) (0.366) 0.052 (0.978) 0.772 26

I -0.125 (0.950) 0.875 (000) -81.706 (0.326) -7.813 (0.018) 0.990 26

Model 1 adalah benchmark model yang menunjukkan persistensi laba tanpa adanya pengaruh manajemen laba riel. Dari Tabel 5.2 pada model 1 terlihat bahwa koefisien persistensi laba (variabel EPS) di seluruh triwulan bernilai positif pada tingkat signifikansi 0.000. Ketika dimasukkan variabel tambahan untuk menguji pengaruh perataan laba melalui manipulasi aktivitas riel terhadap persistensi laba (variabel IS(UXRAM)*EPS pada model 2), koefisien persistensi laba di triwulan keempat bernilai postif namun secara statistik tidak signifikan. Sedangkan di triwulan lainnya koefisien persistensi laba bernilai negatif yaitu sebesar -2.669 di triwulan ketiga, -11.278 di triwulan kedua dan -7.813 di triwulan pertama dengan masing-masing p-value <0.05. Hal ini menunjukkan bahwa perataan laba melalui manipulasi aktivitas riel berpengaruh negatif terhadap persistensi laba. Artinya, semakin besar perataan laba melalui manipulasi aktivitas riel maka persistensi laba akan semakin berkurang. Sehingga hipotesis kedua yang menyatakan bahwa perataan laba melalui manipulasi aktivitas riel berpengaruh positif terhadap persistensi laba tidak dapat didukung dan terpaksa menerima Ho. Hasil temuan ini bertentangan dengan hasil penelitian Moses (1987), Zarowin (2002) serta Tuker dan Zarowin (2006) yang menyebutkan bahwa perataaan laba dapat meningkatkan keinformatifan laba. Para peneliti tersebut menemukan bahwa perusahaan dengan perataan yang lebih besar mempunyai laba

89
PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim)

yang lebih informatif sehingga memudahkan investor dalam melakukan prediksi karena laba yang dihasilkan dari perataan laba lebih persisten. Temuan penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Ronen dan Sadan (1981), Healy (1985), Lambert (1984) serta Fudenberg dan Tirole (1995). Beberapa hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa laba yang dihasilkan dari perataan laba tidak berguna untuk memprediksi dan menjelaskan nilai saham karena tidak mencerminkan perubahan arus kas bersih yang sebenarnya dalam suatu perioda. 6. Simpulan dan Saran Dari hasil pengujian terhadap hipotesis, penelitian ini gagal mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa perataan laba melalui manipulasi aktivitas riel berpengaruh positif terhadap persistensi laba. Sebaliknya, penelitian ini membuktikan bahwa tindakan perataan laba melalui manipulasi aktivitas riel berpengaruh negatif terhadap persistensi laba. Temuan penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Ronen dan Sadan (1981), Healy (1985), Lambert (1984) serta Fudenberg dan Tirole (1995). Beberapa hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa laba yang dihasilkan dari perataan laba tidak berguna untuk memprediksi dan menjelaskan nilai saham karena tidak mencerminkan perubahan arus kas bersih yang sebenarnya dalam suatu perioda. Berdasarkan hasil penelitian ini, secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa Pada perusahaan yang diduga melakukan perataan laba melalui manajemen laba riel, tingkat persistensi laba di triwulan keempat maupun di triwulan lainnya tidak berbeda hal ini mungkin disebabkan angka laba yang disajikan secara triwulannya tersebut dianggap tidak memiliki makna karena merupakan suatu hasil rekayasa yang tidak berguna bagi para pengguna informasi akuntansi terutama investor dalam melakukan prediksi. Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan yang tidak dapat dihindari oleh peneliti. Keterbatasan yang dimaksud tentu saja akan berpengaruh pada hasil penelitian ini. Adapun keterbatasan tersebut antara lain, pertama, jumlah sampel penelitian ini selama lima tahun adalah sebanyak 63 perusahaan dengan jumlah observasi sebesar 252 mungkin masih dianggap kurang mencukupi untuk dapat menghasilkan suatu kesimpulan penelitian yang dapat digeneralisasi. Penelitian ini memfokuskan semua perusahaan dengan kriteria yang telah ditentukan, terbatasnya data yang tersedia dan dapat diproses di penelitian ini dapat mempengaruhi hasil penelitian, oleh sebab itu peneliti berpendapat bahwa hasil penelitian haruslah diinterpretasikan secara hati-hati.

Daftar Pustaka Barnea, A., J. Ronen, dan S. Sadan. 1976. Classificatory Smoothing Of Income With Extraordinary Items. The Accounting Review 51: 110-122. Beidleman, C.R. 1973. Income Smoothing: The Role Of Management. The Accounting Review 48: 653-667.

90
PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim)

Brayshaw, R.E, dan A. E. K. Eldin. 1989. The Smooting Hypothesis And The Role Of Exchange Differences. Journal Of Business Finance And Accounting, 16(5) Winter. Coultan, J., A.B. Jacson, dan Y. Nagasawa. 2008. The Timing Of Real ActivitiesBased Earning Management. http/www.ssrn.com. Dascher, P.E., dan R.E. Malcom,.1970. A Note On Income Smoothing In The Chemical Industry. Journal of Accounting Research, Autumn. Givoly, D., dan J. Ronen. 1981. Smoothing Manifestations In Fourth Quarter Results Of Operations: Some Empirical Evidence. Abacus 17: 174193. Graham, J.R., C.R. Harvey, dan S. Rajgopal. 2005. The Economic Implications Of Corporate Financial Reporting. Journal of Accounting and Economics 40: 3-73. Hunt, A., S.E. Moyer, dan T. Shevlin. 2000. Earnings Volatility, Earnings Management, And Equity Value. Working paper, University of Washington. Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta Koch, B.S,.1981. Income Smoothing: An Experiment. The Accouting Review, Vol. LVI No. 3, July. Lambert, R.A. 1984. Income Smoothing As Rational Equilibrium Behavior. The Accounting Review 59: 604-618. Lipe, R. C. 1990. The Relation Between Stock Return, Accounting Earnings And Alternative Information. The Accounting Review. (January): 49-7. Ronen, J., dan S. Sadan, 1981. Smoothing Income Numbers, Objectives, Means, And Implications. Reading, MA: Addison Wesley. Roychowdhury, S. 2003. Management Of Earnings Through The Manipulation Of Real Activities That Affect Cash Flow From Operations. (Working Paper, MIT). Roychowdhury, S. 2006. Earnings Management Through Real Activities Manipulation. Journal of Accounting and Economics 42: 335-370. Trueman B., dan S. Titman. 1988. An Explanation For Accounting Income Smoothing. Journal Of Accounting Research (Supplement 1988): 127-139.

91
PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim)

Tucker, J.W., dan P.A. Zarowin. 2006. Does Income Smoothing Improve Earnings Informativeness? The Accounting Review 81: 251-270. Zang, A.Y. 2007. Evidence on the Tradeoff between Real Manipulation and Accrual Manipulation. Working paper, Duke University. Zarowin, P. 2002. Does Income Smoothing Make Stock Prices More Informative. Working Paper. New York University Stern Scholl Of Business. Zhelmi, Wang, dan T. H. William. 1994. Accounting Income Smoothing And Stockholder Wealth. Journal Of Applied Bisiness Research, Summer, Vol 10.

PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI

Kartika* Abstract The aim of this research is to examine the factors supporting individuals knowledge sharing intention. Based on the theory of reasoned action, this study examined influenced of extrinsic reward, and channel richness to knowledge sharing intention. Data was collected using a field study of lecturer and student in university at Malang. We employ independent sample t-test and PLS (Partial Least Squares) version 2.0. The result show that there isnt perception difference betwen student and lecturer about factors that supporting knowledge sharing intention. The result show that channel richness has played significant part influenced attitude toward knowledge sharing. Extrinsic reward imposed no impact on an individuals attitude toward knowledge sharing. The result from this study confirm the theory of reasoned action. This study also find that subjective norm greater influence knowledge sharing intention than attitude toward knowledge sharing. Keywords: theory of reasoned action, extrinsic rewards, channel richness

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam lingkungan bisnis yang penuh dengan persaingan, suatu organisasi diharapkan mempunyai strategi agar dapat bertahan dan memenangkan persaingan di lingkungan yang global ini. Beberapa faktor kunci keberhasilan organisasi ditentukan oleh kemampuan suatu organisasi membangun sumber daya manusia, memanfaatkan teknologi informasi dan mampu mengelola pengetahuan. Sumber daya manusia yang dimaksudkan disini adalah skill dan kemampuan individu dalam organisasi yang dapat diartikan sama dengan banyaknya knowledge dalam suatu organisasi (Cabrera & Cabrera, 2005). Agar suatu organisasi memiliki keunggulan kompetitif maka individu dalam organisasi sebaiknya dapat berbagi pengetahuan dengan individu lainnya baik di dalam maupun di luar organisasi. Suatu strategi yang berbasis pada teknologi dan pengetahuan tidak saja diperlukan oleh organisasi bisnis tetapi juga pada organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, salah satunya adalah universitas. Universitas merupakan lembaga pendidikan yang mengemban misi untuk mencerdaskan dan mengembangkan kehidupan bangsa yang berbudi luhur, menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, ilmu sosial, dan kemanusiaan yang unggul dengan menyelenggarakan pendidikan yang bermutu tinggi. Berbeda

Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Jember

92

93
PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI

dengan organisasi bisnis, suatu lembaga pendidikan terdiri dari banyak sumber daya manusia. Karena banyaknya sumber daya manusia yang dimiliki dalam lembaga pendidikan maka, adanya peningkatan kualitas dan kompetensi individuindividu merupakan syarat utama keberhasilan suatu universitas dalam mengelola sumber dayanya. Dalam penelitian ini, peneliti ingin menguji fenomena berbagi pengetahuan khususnya yang terjadi pada pengajar dan mahasiswa jurusan akuntansi. Adanya perkembangan teknologi pengolahan informasi akuntansi di USA yang melalui empat tahapan yaitu manual system, bookeping machine system, punched card system, dan computerized system mempengaruhi adanya perubahan sistem pengolahan informasi akuntansi di Indonesia yang berbasis teknologi informasi (Torong, 2000). Adanya perubahan ini menyebabkan kebutuhan skill yang dimiliki oleh seorang akuntan berubah. Sekarang ini seorang akuntan dituntut untuk memiliki ketrampilan tidak hanya di bidang pencatatan akuntansi secara manual saja tetapi juga memiliki kemampuan di bidang sistem informasi akuntansi. Selama ini sistem pengajaran akuntansi banyak yang hanya mengandalkan sistem pencatatan dengan sistem manual. ODonnell dan Moore (2005) dalam temuan penelitiannya juga mengemukakan bahwa masih banyak lulusan akuntansi yang tidak memiliki kompetensi dan pengetahuan di bidang teknologi informasi dan terbatasnya pengajar di bidang akuntansi yang memahami sistem informasi akuntansi yang berbasis teknologi informasi. Padahal sekarang ini banyak transaksi keuangan suatu perusahaan yang dikelola dengan menggunakan sistem terkomputerisasi dan berbasis teknologi informasi. Dengan mengamati fenomena dan untuk menyikapi perubahan kebutuhan pasar tenaga kerja akan kompetensi sarjana akuntansi (Amalia, 2006), maka diperlukan adanya kebutuhan untuk berbagi pengetahuan di bidang akuntansi khususnya dalam suatu universitas yang dianggap sebagai pencetak pengajar dan mahasiswa akuntansi. 1.2 Tujuan Penelitian Penulisan ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris tentang pengaruh imbalan eksternal, keragaman media, sikap perilaku seseorang berbagi pengetahuan, dan norma subjektif terhadap niat seseorang berbagi pengetahuan di universitas. Diharapkan penulisan ini juga dapat memberikan validasi empiris mengenai pengembangan faktor-faktor yang mempengaruhi niat seseorang untuk berbagi pengetahuan dan diharapkan memberikan kontribusi bagi universitas untuk mengalokasikan sumber daya atau memfasilitasi tenaga pengajar dan mahasiswa akuntansi untuk dapat meningkatkan niatnya dalam berbagi pengetahuan. Hal ini dimaksudkan agar tenaga pengajar dan mahasiswa akuntansi termotivasi untuk berbagi pengetahuan baik dengan tenaga pengajar maupun dengan mahasiswa lainnya. 2. Landasan Teori Dan Pengembangan Hipotesis 2.1 Manajemen Pengetahuan Untuk dapat mempunyai keunggulan bersaing, perusahaan sekarang ini dituntut untuk mengadopsi teknologi informasi. Adanya inovasi ini tidak hanya dipengaruhi adanya teknologi informasi tetapi juga penggabungan dari proses penciptaan dan transfer pengetahuan. Nonaka (2007) menyatakan bahwa esensi dari inovasi adalah penciptaan pengetahuan.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

94
PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI

Terdapat beberapa keunggulan yang dimiliki oleh pengetahuan sehingga suatu perusahaan mampu bersaing di lingkungan global yang penuh persaingan, yaitu (Stewart, 1997) dikutip oleh Sangkala (2007) yaitu non subtractive, dapat dimiliki oleh banyak pihak, memiliki struktur pembiayaan yang berbeda dari produk lainnya, jarang memiliki skala ekonomi, dan unpredictable Agar suatu pengetahuan dapat digunakan dan dimanfaatkan dengan baik maka diperlukan adanya suatu manajemen pengetahuan (knowledge management). Beberapa ahli berusaha memberikan definisi mengenai manajemen pengetahuan. Santosu & Surmach (2001) yang dikutip (Sangkala, 2007) mencoba memberikan pengertian tentang manajemen pengetahuan sebagai proses di mana perusahaan melahirkan nilai-nilai intellectual assets dan aset yang berbasiskan pengetahuan. Manajemen pengetahuan juga didefinisikan sebagai suatu proses untuk mendapatkan, menyimpan, membagi, dan menggunakan knowledge (Davenport & Prusak, 1998 dalam Bock et al., 2005). Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen pengetahuan merupakan suatu pendekatan untuk mengelola aset tidak berwujud dalam hal ini pengetahuan yang dimaksudkan agar suatu organisasi mampu untuk memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan organisasi lainnya. 2.2 Teori Tindakan Yang Beralasan / Theory of Reasoned Action (TRA) Teori ini dikembangkan oleh Icek Ajzen dan Martin Fishbein. Teori ini menjelaskan bagaimana suatu perilaku seseorang dipengaruhi oleh niat seseorang untuk melakukan sesuatu. Sesuai dengan namanya sebagai teori tindakan yang beralasan, teori ini mengungkapkan bahwa pada dasarnya seseorang berperilaku dengan cara yang sadar dan dengan menggunakan dasar-dasar pertimbangan tertentu. Baik pertimbangan terhadap outcome yang akan diperoleh maupun mempertimbangkan informasi yang tersedia (Hartono, 2007). Secara umum, teori tindakan yang beralasan dapat digambarkan sebagai berikut:

Dari gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa suatu perilaku seseorang (actual behavior) dipengaruhi oleh niat seseorang terhadap suatu perilaku (behavioral intention). Menurut Hartono (2007), niat perilaku dan perilaku adalah dua hal yang berbeda. Niat perilaku atau intensi (behavioral intention) adalah keinginan untuk melakukan perilaku, jadi dalam hal ini niat belum berupa perilaku. Niat seseorang terhadap suatu perilaku dipengaruhi oleh dua penentu utama yaitu fungsi pribadi (attitude toward behavior) dan fungsi sosial (subjective norm). Suatu sikap ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan yang kuat tentang perilakunya. Sedangkan norma subjektif ditentukan oleh kepercayaan-

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

95
PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI

kepercayaan seseorang bahwa individual tertentu atau group-group menyetujui atau tidak menyetujui suatu tindakan tertentu (Hartono, 2007). 2.3 Tinjauan Penelitian Sebelumnya dan Perumusan Hipotesis Berikut ini merupakan hasil dari penelitian terdahulu dan landasan teori yang digunakan guna pengembangan hipotesis penelitian. a. Imbalan Eksternal Social exchange theory yang mengemukakan bahwa seorang individu mempunyai keinginan untuk berinteraksi dengan individu lainnya karena didasarkan adanya keinginan pribadi individu tersebut yang biasanya dianalisis cost benefitnya dari interaksi tersebut (Blau (1964) dikutip Cabrera & Cabrera, 2005). Terdapat beberapa penelitian yang menguji pengaruh imbalan eksternal (extrinsic reward) terhadap keinginan seseorang untuk berbagi pengetahuan. Galia (2006), Moon & Park (2002) dan Burgess (2005) meneliti mengenai pengaruh faktor motivasi eksternal pada perilaku seseorang dalam berbagi pengetahuan. Hasil pengujiannya menunjukkan bahwa motivasi eksternal pengaruh secara positif dengan perilaku karyawan dalam berbagi pengetahuan. Seperti pada penelitian sebelumnya, Bock et al. (2005) dan Kwok & Gao (2006) juga menguji hubungan antara imbalan eksternal terhadap sikap terhadap perilaku seseorang berbagi pengetahuan. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa pemberian imbalan sebagai bentuk dari motivasi eksternal berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap sikap seseorang dalam berbagi pengetahuan. Berdasarkan teori pertukaran sosial dan hasil penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis pertama sebagai berikut: H1 : Imbalan eksternal berasosiasi dengan sikap terhadap perilaku seseorang untuk berbagi pengetahuan b. Keragaman Media Terdapat beberapa penelitian yang menguji pengaruh keragaman media terhadap keinginan seseorang untuk berbagi pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Muray dan Peyrefitte (2007) dan Kwok dan Gao (2006) ini meneliti bermacam-macam media dalam berkomunikasi, mengadakan pertemuan, dan pelatihan dalam rangka memotivasi berbagi pengetahuan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara keragaman media dengan sikap terhadap perilaku seseorang untuk berbagi pengetahuan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2 : Keragaman media untuk berbagi pengetahuan berasosiasi secara positif dengan sikap terhadap perilaku seseorang untuk berbagi pengetahuan c. Teori Tindakan Beralasan (TRA) Teori ini menjelaskan bagaimana suatu perilaku seseorang dipengaruhi oleh niat seseorang untuk melakukan sesuatu. Terdapat satu penelitian yang menguji hubungan antara pengaruh sikap terhadap perilaku berbagi pengetahuan dengan niat seseorang dalam berbagi pengetahuan, pengaruh norma subjektif untuk berbagi pengetahuan dengan niat seseorang untuk berbagi pengetahuan, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Bock et al. (2005). Hasil penelitiannya

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

96
PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara sikap seseorang untuk berperilaku berbagi pengetahuan dan norma subjektif dengan niat seseorang dalam berbagi pengetahuan. Selain itu Bock et al. (2005) juga menguji pengaruh dari norma subjektif terhadap sikap berbagi pengetahuan. Dalam penelitiannya ini Bock at al (2005) menemukan adanya hubungan yang positif antara norma subjektif untuk berbagi pengetahuan dengan sikap terhadap perilaku berbagi pengetahuan. Berdasarkan teori tindakan yang beralasan (TRA) dan penelitian yang dilakukan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3 : Norma subjektif untuk berbagi pengetahuan berasosiasi secara positif dengan sikap terhadap perilaku berbagi pengetahuan H4 : Sikap terhadap perilaku berbagi pengetahuan berasosiasi secara positif dengan niat seseorang untuk berbagi pengetahuan H5 : Norma subjektif untuk berbagi pengetahuan berasosiasi secara positif dengan niat seseorang untuk berbagi pengetahuan

Model Penelitian

3.

Metoda Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian pengujian hipotesis. Metoda pengumpulan data pada penelitian ini adalah survei dengan menggunakan teknik membagikan kuisioner kepada responden. A. Definisi dan Pengukuran Variabel Penelitian Pengukuran dan definisi variabel dalam penelitian ini didasarkan pada instrumen yang dikembangkan oleh Bock et al (2005) kecuali pada variabel keragaman media menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Kwok & Gao (2006). Total pernyataan dalam penelitian ini adalah sebanyak 14 pernyataan dan masing-masing pernyataan diukur dengan menggunakan skala Likert. B. Sampel dan Data Penelitian Sampel merupakan elemen dari populasi yang dijadikan objek penelitian (Indriantoro dan Supomo, 2002). Sampel dari penelitian ini adalah staf pengajar dan mahasiswa jurusan akuntansi di universitas pada wilayah kota Malang. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer. Data primer dalam penelitian ini berupa persepsi dari responden terkait dengan faktor

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

97
PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI

yang mempengaruhinya dalam berbagi pengetahuan. Responden dalam penelitian ini berjumlah 203 responden yang terdiri dari 44 orang dosen dan 159 mahasiswa dengan tingkat pengembalian kuisioner sebesar 94.09%. C. Pengujian Penelitian Dalam penelitian ini akan dilakukan dua macam pengujian, yaitu pengujian instrumen penelitian dan pengujian terhadap hipotesis yang ada. a. Pengujian Instrumen Pengujian instrumen penelitian ini digunakan untuk memastikan bahwa pengalihan bahasa yang dilakukan peneliti tidak mempengaruhi reliabilitas dan validitas data yang didapat. 1. Uji Pendahuluan Uji Pendahuluan ini dilakukan sebelum kuisioner disebarkan kepada responden. Uji pendahuluan ini bertujuan untuk mendeteksi kelemahankelemahan dalam desain dan instrumen-instrumen penelitian dan memberikan data sementara untuk pemilihan sampel probabilita (Cooper & Emory, 2003). Uji pendahuluan ini dilakukan pada responden sebanyak 30 orang. 2. Uji Validitas Uji validitas ini berhubungan dengan ketepatan alat ukur untuk melakukan tugasnya mencapai sasarannya (Jogiyanto, 2004). Uji validitas ini dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu validitas isi (content validity) dan validitas konstruk. Validitas isi mengukur sejauh mana item-item dalam instrumen yang diukur mewakili ciri atribut yang hendak diukur (Azwar, 2006). Untuk memastikan adanya validitas isi, peneliti melakukan review kuisioner penelitian kepada teman dan juga responden penelitian pada saat uji pendahuluan dilakukan. Validitas konstruk menunjukkan seberapa baik hasil-hasil yang diperoleh dari penggunaan suatu pengukur sesuai dengan teori-teori yang digunakan untuk mendefinisikan suatu konstruk (Jogiyanto, 2004). Validitas konstruk ini dinilai melalui validitas konvergen (convergent validity) dan validitas diskriminan (discriminat validity). Validitas konvergen dinilai dari korelasi antara skore item/indikator dengan score konstruknya. Indikator individu dianggap valid jika memiliki nilai korelasi di atas 0.7 (Ghozali, 2006). Berikut ini hasil uji validitas konvergen dari data yang diperoleh. Uji Validitas Konvergen Variabel Factor Loading Reward1 0.858 Reward2 0.958 Channel1 0.916 Channel2 0.869 Attitude1 -0.690 Attitude2 0.910 Attitude3 0.921 Attitude4 0.943 Norm1 0.915 Norm2 0.862
Jurnal Akuntansi Universitas Jember

98
PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI

Intention1 Intention2 Intention3 Intention4


Sumber: Data Diolah

0.773 0.763 0.744 0.748

Berdasarkan pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa terdapat satu indikator yang nilai outer loadingnya dibawah 0.70 yaitu indikator attitude1. Karena itu ketiga indikator ini harus dikeluarkan dari model penelitian. Berikut ini merupakan besarnya factor loading dari masing-masing indikator setelah tiga indikator dikeluarkan dari model. Uji Validitas Konvergen Variabel Factor Loading Reward1 0.744 Reward2 0.995 Channel1 0.921 Channel2 0.863 Attitude2 0.932 Attitude3 0.950 Attitude4 0.947 Norm1 0.913 Norm2 0.864 Intention1 0.780 Intention2 0.768 Intention3 0.738 Intention4 0.741 Sumber: Data Diolah Selain diukur dengan menggunakan uji validitas konvergen, validitas konstruk juga diukur dengan validitas diskriminan. Validitas diskriminan dapat diukur dengan membandingkan crossloading antara indikator dengan konstruknya (Ghozali, 2006). Berikut ini tabel korelasi antara konstruk dan indikatornya. Uji Validitas Diskriminan
Attitude channel attitude2 attitude3 attitude4 channel1 channel2 Intent Norm reward 0.931646 0.435813 0.328741 0.361232 -0.074412 0.949785 0.442991 0.390573 0.452985 0.014466 0.946775 0.422948 0.408685 0.429814 -0.075293 0.456862 0.920508 0.329702 0.345458 -0.088856 0.353880 0.863455 0.174409 0.312140 -0.112330

intention1 0.222601 0.196849 0.779668 0.513577 -0.062163 intention2 0.350836 0.302128 0.768262 0.428170 -0.222665 intention3 0.297027 0.153599 0.737716 0.264574 0.031028 intention4 0.342626 0.210936 0.740631 0.322907 0.107814

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

99
PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI Norm1 Norm2 reward1 reward2 0.478657 0.339176 0.485229 0.912954 -0.054942 0.287726 0.317093 0.431331 0.864368 0.026695 -0.00749 -0.23255 -0.00606 -0.02817 0.743624 -0.05147 -0.08824 -0.07026 -0.01864 0.995248

Sumber: Data Diolah Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa korelasi antara konstruk dan masing-masing indikatornya lebih tinggi dibandingkan korelasi suatu konstruk dengan indikator dari konstruk lainnya. Hal ini menunjukan bahwa konstruk laten dapat memprediksi indikator pada blok masing-masing konstruk lebih baik dibandingkan dengan indikator di blok lainnya. 3. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah tingkat seberapa besar suatu pengukur mengukur dengan stabil dan konsisten (Jogiyanto, 2004). Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi apabila hasil beberapa kali pelaksanaan pengukuran pada subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan melihat pada nilai composite reliability (Ghozali, 2006) dan Cronbachs alpha (Nunnally, 1978 dalam Jogiyanto (2004). Suatu konstruk dianggap reliabel apabila nilai composite reliabilitynya di atas 0,7 (Chin, 2006 dikutip Bock et al (2005) dan nilai Cronbachs alpha di atas 0,7, namun demikian pada riset pengembangan skala loading 0,5 sampai 0,6 masih dapat diterima (Ghozali, 2006). Berikut ini nilai Cronbachs alpha dan composite reliability dari masing-masing konstruk. Uji Reliabilitas Construct Composite Reliability Reward 0.868827 Channel 0.886587 Attitude 0.959968 Norm 0.882797 Intention 0.842730 Sumber: Data Diolah

Cronbachs Alpha 0.805960 0.748221 0.937485 0.737317 0.754494

Dari tabel 10 di atas dapat diketahui bahwa semua nilai composite reliability dan nilai Cronbachs alpha dari konstruk yang ada bernilai di atas 0.7, ini berarti bahwa semua konstruk yang digunakan dalam penelitian ini reliabel. b. Pengujian Penelitian Terdapat dua macam pengujian pada penelitian ini yaitu menggunakan pengujian uji beda rata-rata dan pengujian model penelitian. Uji beda rata-rata pada penelitian ini menggunakan program SPSS 12 (Statistical Program for Social Science). Sedangkan untuk menguji hubungan antar variabel penelitian digunakan PLS 2.0 (Partial Least Square).

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

100
PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI

1.

Pengujian Beda Persepsi Dosen dan Mahasiswa Dalam penelitian ini, uji beda rata-rata digunakan untuk menguji perbedaan persepsi dosen dan mahasiswa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi niat seseorang untuk berbagi pengetahuan. Berikut ini hasil pengujian dengan menggunakan uji beda rata-rata. Independent Sample Test Untuk Dosen dan Mahasiswa Variabel t-test Signifikansi Reward 1,966 0,052 Channel 1,632 0,104 Sumber: Data Primer Diolah Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan nyata antara persepsi dosen dan mahasiswa yang berkaitan dengan beberapa faktor yang mempengaruhi sikap seseorang dalam berbagi pengetahuan yang antara lain adalah imbalan eksternal (REWARD) dan keragaman media (CHANNEL), c. Hasil Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan PLS (Partial Least Squares). PLS yang digunakan dalam pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan PLS versi 2.0. Berikut ini hasil pengujian hipotesis penelitian. Hasil Pengujian Hipotesis

Sumber: Data Primer Diolah

4. Simpulan dan Saran 4.1 Simpulan Tujuan dari penelitian ini adalah membuktikan secara empiris faktorfaktor yang mempengaruhi seseorang berbagi pengetahuan yang terdiri dari imbalan eksternal, keragaman media, sikap terhadap perilaku berbagi pengetahuan dan norma subjektif terhadap niat seseorang berbagi pengetahuan. Uji beda ratarata yang telah dilakukan untuk mengetahui perbedaan persepsi mahasiswa dan dosen mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan secara nyata persepsi

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

101
PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi niat seseorang berbagi pengetahuan antara mahasiswa dan dosen. Hasil pengolahan data menyimpulkan bahwa imbalan eksternal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap sikap seseorang berbagi pengetahuan. Hasil analisis data menyimpulkan bahwa keragaman media merupakan faktor yang berpengaruh besar terhadap sikap berbagi pengetahuan oleh dosen dan mahasiswa. Hasil pengujian juga menyimpulkan bahwa niat seseorang dalam berbagi pengetahuan banyak dipengaruhi oleh norma subjektif dibandingkan oleh sikap terhadap perilaku berbagi pengetahuan. Hal ini disebabkan oleh kultur tempat diadakan penelitian ini mempunyai budaya kolektivisme sehingga dalam berperilaku, seseorang banyak ditentukan oleh norma-norma dan keinginan masyarakat secara umum dibandingkan dengan keinginan pribadi dari seorang individual. 4.2 Saran Berdasarkan kesimpulan hasil analisis dan pembahasan penelitian, maka diajukan saran sebagai berikut: 1. Bagi Universitas Guna meningkatkan keinginan untuk berbagi pengetahuan di antara mahasiswa dan pengajar, hendaknya suatu lembaga pendidikan perlu menyediakan beragam media untuk berbagi pengetahuan misalnya mendesain ruang percakapan, mengadakan pekan pengetahuan seperti workshop dan menambah media yang memudahkan untuk berbagi pengetahuan. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian selanjutnya dapat membandingkan faktor-faktor yang mempengaruhi niat seseorang berbagi pengetahuan melalui media elektronik dan berbagi pengetahuan dengan melalui tatap muka.

Daftar Pustaka Amelia, Luciana Spica. 2006. Perubahan Revolusioner Sistem Informasi Akuntansi. http://www.suarakaryaonline.com/simulate/content/berita.php?nid=38 Azwar, Saifuddin. 2006. Reliabilitas dan Validitas. Edisi Ketiga. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Barney, Jay. 1991. Firm Resources and Sustained Competitive Advantage. Journal of Management, Vol 17, No 1. Bock, Gee Woo, Robert W. Zmud, dan Young Gul Kim. 2005. Behavioral Intention Formation In Knowledge Sharing: Examining The Roles Of Extrinsic Motivators, Social-Pyshological Forces, And Organizational Climate. MIS Quarterly, Vol 29, No 1. Cabrera, Elizabeth F dan Angel Cabrera. 2005. Fostering Knowledge Sharing Through People Management Practices. International Journal of Human Resource Management, Vol 16, No 5.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

102
PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI

Cooper, Donald R dan C. William Emory. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga, Jakarta. Davis, Fed. D, Richard P. Bagozzi, dan Paul R. Warshaw. 1989. User Acceptance of Technology: A Comparison of Two Theoritical Models. Management Science, Vol 35, No 8. Galia, Fabrice. 2006. An Invisible Frontier? Intrinsic-Extrinsic Motivations and Knowledge Sharing in Firms. Workshop on Motivation Foundations of Knowledge Sharing, Copenhagen. Ghozali, Imam. 2006. Structural Equation Modeling Metode Alternatif Dengan Partial Least Square (PLS). Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Hartono, Jogiyanto. 2007. Sistem Informasi Keperilakuan. ANDI, Yogyakarta. Indriantoro, Nur dan Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, BPFE, Yogyakarta. Jogiyanto. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis. Salah Kaprah dan PengalamanPengalaman. BPFE, Yogyakarta. Kwok, Sai Ho dan Sheng Gao. 2006. Attidtude Towards Knowledge Sharing Behavior. Journal of Computer Information Systems. Liao, Li Fen. 2006. A Learning Organization Perspective on Knowledge Sharing Behavior and Firm Innovation. Human Systems Management, Vol 25. Moon, Hyoung Koo dan Moon Soo Park. 2002. Effective Reward Systems for Knowledge Sharing. Knowledge Management Review, Vol 4, No 6. Murray, Samantha R. dan Peyrefitte. 2007. Knowledge Type and Communication Media Choice in the Knowledge Transfer Process. Journal of Managerial Issues, Vol XIX, No 1. Nonaka, Ikujiro dan Noboru Konno. 1998. The Concept of Ba. Building A Foundation for Knowledge Creation. California Management Review, Vol 40, No 3. Nonaka, Ikujiro. 2007. The Knowledge-Creating Company. Harvard Business Review. O Donnell, Joseph dan Jennifer Moore. 2005. Are Accounting Programs Providing Fundamental IT Control Knowledge? The CPA Journal. Rademakers, Martij F. L. 1998. Market Organization in Indonesia: Javanese and Chinese Family Business in the Jamu Industry. Organization Studies.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

103
PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI

Sangkala. 2007. Knowledge Management. Rajawali Pers, Jakarta Santoso, Singgih. (2005). Menguasai Statistik di Era Informasi Dengan SPSS 12. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Setiarso, Bambang. 2006. Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) dan Proses Penciptaan Pengetahuan. Ilmu Komputer.com. Subagyo, Hendro. 2007. Pengantar Knowledge Sharing untuk Community Development. Modul Pelatihan Knowledge Management.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

You might also like