You are on page 1of 12

Pengertian Cerpen Cerpen adalah singkatan dari cerita pendek, disebut demikian karena jumlah halamannya yang sedikit,

situasi dan tokoh ceritanya juga digambarkan secara terbatas (Rani, 1996:276). Mengutip Edgar Allan Poe, Jassin (1961:72) mengemukakan cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam (dalam Nurgiyantoro, 2000:72). Dalam bukunya berjudul Anatomi Sastra (1993:34), Semi mengemukakan: cerpen ialah karya sastra yang memuat penceritaan secara memusat kepada suatu peristiwa pokok saja. Semua peristiwa lain yang diceritakan dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali ditujukan untuk mendukung peristiwa pokok. Masih menurut Semi, dalam kesingkatannya itu cerpen akan dapat menampakan pertumbuhan psikologis para tokoh ceritanya, hal ini berkat perkembangan alur ceritanya sendiri. Ini berarti, cerpen merupakan bentuk ekspresi yang dipilih dengan sadar oleh para sastrawan penulisnya. Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dipatok sebagai karya sastra berbentuk prosa fiksi dengan jumlah kata berkisar antara 750-10.000 kata. Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yakni. 1. Cerpen mini (flash), cerpen dengan jumlah kata antara 750-1.000 buah. 2. Cerpen yang ideal, cerpen dengan jumlah kata antara 3.000-4000 buah. 3. Cerpen panjang, cerpen yang jumlah katanya mencapai angka 10.000 buah. Cerpen jenis ini banyak ditulis oleh cerpenis Amerika Serikat, Amerika Latin, dan Eropa pada kurun waktu 1940-1960 (Pranoto, 2007:13-14). Berdasarkan teknik cerpenis dalam mengolah unsur-unsur intrinsiknya cerpen dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yakni. 1. Cerpen sempurna (well made short-story), cerpen yang terfokus pada satu tema dengan plot yang sangat jelas, dan ending yang mudah dipahami. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat konvensional dan berdasar pada realitas (fakta). Cerpen jenis ini biasanya enak dibaca dan mudah dipahami isinya. Pembaca awam bisa membacanya dalam tempo kurang dari satu jam 2. Cerpen tak utuh (slice of life short-story), cerpen yang tidak terfokus pada satu tema (temanya terpencar-pencar), plot (alurnya) tidak terstruktur, dan kadang-kadang dibuat mengambang oleh cerpenisnya. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat kontemporer, dan ditulis berdasarkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang orisinal, sehingga lajim disebut sebagai cerpen ide

(cerpen gagasan). Cerpen jenis ini sulit sekali dipahami oleh para pembaca awam sastra, harus dibaca berulang kali baru dapat dipahami sebagaimana mestinya. Para pembaca awam sastra menyebutnya cerpen kental atau cerpen berat. Unsur Intrinsik Cerpen Unsur-unsur intrinsik karya sastra berbentuk cerpen, adalah unsur-unsur pembangun struktur cerpen yang ada di dalam cerpen itu sendiri, yakni : (1) tema, (2) tokoh, (3) alur, (4) latar, (5) teknik penceritaan, dan (6) diksi. Dari enam unsur instrinsik cerpen di atas, hanya unsur tokoh dan penokohan saja yang dibahas dalam penelitian ini. Sehubungan dengan itu maka teori sastra yang dikutip pada bagian landasan teori ini hanya teori tentang tokoh dan penokohan saja. Cerpen merupakan karya sastra yang harus mempunyai unsur intrinsik yang disebut tokoh dan penokohan, karena peristiwa demi peristiwa yang diceritakan di dalam sebuah cerpen, tanpa kecuali, sudah pasti adalah peristiwa yang diandaikan sebagai peristiwa yang dialami oleh para tokoh ceritanya. Jelasnya, tanpa tokoh mustahil ada cerita dan tanpa cerita tak ada karya sastra. Tokoh cerita bisa dibedakan berdasarkan peranannya, yakni tokoh utama, tokoh pembantu, dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang memegang peranan penting dalam cerita. Tokoh inilah yang menjadi pendukung tema utama dalam cerita. Berdasarkan watak yang diperankan, tokoh utama dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis (tokoh baik), tokoh antagonis (tokoh jahat), tokoh wirawan/wirawati (tokoh baik pendukung tokoh protagonis), dan tokoh antiwirawan/antiwirawati (tokoh jahat pendukung tokoh antagonis). Dalam kasus di mana tokoh utamanya lebih dari satu orang maka tokoh yang lebih penting disebut tokoh inti (tokoh pusat). Para tokoh dimaksud, lebih-lebih tokoh protagonis dan tokoh antagonisnya harus digambarkan sebagai tokoh dengan profil yang utuh. Menurut Mido (1994:21), tokoh utama harus digambarkan sebagai tokoh yang hidup, tokoh yang utuh, bukan tokoh mati yang sekadar menjadi boneka mainan ditangan pengarangnya. Tokoh cerita harus digambarkan sebagai tokoh yang memiliki kepribadian, berwatak dan memiliki sifat-sifat tertentu. Gambaran lengkap profil tokoh utama yang utuh dimaksud meliputi 3 dimensi, yakni: fisiologis, psikologis, dan sosiologis.

1. Dimensi fisiologis, meliputi penggambaran ciri-ciri fisik tokoh cerita, seperti: jenis kelamin, bentuk tubuh, usia, ciri-ciri tubuh, kadaan tubuh, dan raut wajah, pakaian dan perhiasan. 2. Dimensi sosiologis meliputi penggambaran ciri-ciri sosial tokoh cerita, seperti: status sosial, jabatan, pekerjaan, peranan sosial, pendidikan, kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, pandangan hidup, ideologi, agama, aktifitas sosial, orpol/ormas yang dimasuki, kegemaran, keturunan dan suku bangsa. 3. Dimensi psikologis meliputi penggambaran ciri-ciri psikologis tokoh cerita, seperti: mentalitas, norma-norma moral, temperamen, perasaan, keinginan, sikap, watak/karakter, kecerdasan (IQ), keahlian dan kecakapan khusus. Dalam rangka menggambarkan dimensi fisiologis, psikologis, dan sosioloogis, para tokoh ceritanya, para pengarang ada yang melakukannya secara langsung dengan metode diskursif (eksplisit) dan ada pula yang melakukannya secara tidak langsung dengan metode dramatik (implisit). Metode langsung (eksplisit) mengarah pada cara pengarangnya yang menyebutkan secara langsung ciri-ciri fisik (dimensi fisioloogis), ciri-ciri fisik (dimensi fisikologis), ciri-ciri sosial (dimensi sosial) dan ciri-ciri psikologis (dimensi psikologis) yang dilekatkannya pada tokoh cerita. Sementara metode tidak langsung (implisit) mengarah pada cara mengarangnya yang tidak menyebutkan secara langsung ciri-ciri fisik (dimensi fisiologis), ciri-ciri sosial (dimensi sosial) dan ciri-ciri psikologis (dimensi psikologis) yang dilekatkannya pada tokoh cerita (Mido, 1994:22-23). Menurut Mido (1994:24-36), watak tokoh cerita dalam metode tidak langsung (implisit) dilukiskan melalui sejumlah deskripsi yang bersifat implisit seperti : (1) melalui deskripsi fisik, (2) melalui deskripsi mimik dan sikap tubuh, (3) melalui ucapan dan pikiran tokoh yang bersangkutan, (4) melalui deskripsi perbuatan, (5) melalui dialog antara tokoh cerita, (6) melalui deskripsi kepemilikan atas benda-benda dan lingkungan tempat tinggalnya, (7) melalui nama tokoh, dan (8) melalui reaksi, ucapan dan pendapat tokoh lain. Unsur Ekstrinsik Cerpen Para kritikus sastra saling berbeda-beda dalam menetapkan unsur-unsur apa saja yang termasuk dalam lingkup struktur ekstrinsik karya sastra berbentuk prosa fiksi. M. Atar Semi berpendapat bahwa struktur ekstrinsik mencakapi faktor sosial-ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosio-politik, kegamaan, dan tata nilai yang dianut dalam masyarakat (1993:35).

Hampir sama dengan itu adalah pendapat Frans Mido yang berpendapat bahwa struktur ekstrinsik mencakupi semua unsur-unsur seperti : sosiologi, ideologi, politik, ekonomi, dan kebudayaan (1994:14). Mengutip Wellek dan Warren (1956:75-135), Nurgiyantoro menyebutkan bahwa unsur-unsur yang termasuk dalam lingkup struktur ekstrinsik ini antara laSastra adalah bentuk karya seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Dengan menggunakan medium bahasa sastra dapat lebih banyak dan leluasa mengungkapkan atau mengekspresikan nilai-nilai yang bermanfaat bagi penyempurnaan kehidupan manusia. Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupan dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 1993:8). Sastra pada umumnya bertalian dengan religiusitas manusia dan humanisme. Manusia alam dan religiusitas membentuk sistem kehidupan. Dalam teori klasik, alamlah yang memberikan inspirasi menggerakkan hati dan tangan manusia dalam penciptaan sesuatu seperti halnya menciptakan suatu karya yang bisa disebut karya sastra (Jarkasi, 2002:1). Dikemukakan, sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dari segala macam kehidupannya maka ia tidak saja merupakan media untuk menampung ide, teori, atau sistem berfikir manusia. Disamping itu, sastra harus pula mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia. 1. Pengertian Cerpen Cerpen sesuai dengan namanya adalah certa pendek akan tetapi berapa ukuran panjang dan pendeknya itu memang tidak ada kesepakatan diantara pengarang dan para ahli sastra. Edgar Allan Poe (Jassin, 1967:72) mengemukakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam (dalam Nurgiyantoro, 2009:1) Didalam Kamus Istilah sastra ,Cerpen adalah kisahan yang dominan tentang satu tokoh dalam satu latar dan situasi dramatik. Cerpen harus memperlihatkan kepaduan sebagai patokan dasarnnya ( Zaidan dkk, 2007: 50). Dalam bukunya yang berjudul Anatomi Sastra, Semi mengemukakan cerpen, cerpen adalah suatu karakter yang dijabarkan lewat rentetan suatu kejadian dari pada kejadian kejadian itu sendiri dari satu persatu .(Hoerip) dalam

Semi, 1993:34) yang ada didalamnnya lazim merupakan suatu pengalaman atau penjelajahan reaksi itulah pada hakikatnya disebut cerpen. Cerpen ialah karya sastra yang memuat penceritaan secara memusatkan kepada satu peristiwa pokok saja. Semua peristiwa lain yang diceritakan dalam sebuah cerpen,hannyalah ditujukan untuk mendukung peristiwa pokok. Dengan begitu cerpen menyuguhkan cerita yang dipadatkan digayakan dan diperkokoh oleh kemampuan imajinasi pengarang atau penulisnya. Cerpen sebagai suatu bentuk karya fiksi sesungguhnya merupakan karya sastra yang leng kap selesai. Semua bagian dari cerpen mesti terikat pada satu kesatuan jiwa : pendek, padat, dan lengkap. Cerpen adalah karya sastra yang paling digemari oleh masyarakat karena ceritanya yang menarik dan penuh imajinatif dari pengarang. Cerpen dalam kesingkatannya, akan tampak pertumbuhan psikologis dari para pelaku cerita berkat perkembangan alur cerita itu sendiri. Jadi, cerpen merupakan pilihan sadar sastrawan; ia merupakan bentuk sastra yang yang berdaulat penuh, bukan hasil belum mampunya seseorang menulis novel tebal; cerpen sesungguhnya lengkap dan selesai sebagai suatu bentuk karya fiksi pengarang cerpen hanyalah membri arah saja. Cerpen adalah arah saja yang menunjuk kesatu atau beberapa arah. Dan arah yang lainnya pembaca diminta mengambil bagian mutlak dalam kehidupan (dari dan dalam) cerpen arah yang diberi pengarang tadi haruslah dijajaki sendiri oleh pembaca. Dia mencernakan lebih lanjut dalam benakanya sendiri menurut gaya dan pikirannya sendiri ( Semi, 1993:35). 2. Pengertian Nilai Nilai adalah sesuatu yang indah. Keindahan suatu nilai itu tergantung pada orang yang menggunakannya. Apakah nilai itu difungsikan dengan baik dan benar seperti nillai kebenaran, nilai moral, nilai kemanusiaan, nilai pendidikan, dan nilai religius. Sebaliknya nilai itu tidak akan berguna bila digunakan pada arah yang negatif. Nilai adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan dan sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya : etika dan berhubungan erat (KBBI,2003:78). Pendapat lain tentang nilai dikemukakan oleh Kaelan (2002:106) yang menyebutkan nilai (value) adalah sebagai sesuatu yang berharga dan

diperjuangkan karena berguna (nilai pragmatis) benar (nilai logika),indah (nilai estetis) baik (nilai moral)dan diyakini (nilai religius) Menurut Notonogoro sebagaimana yang dikutip (Budiyanto,2004) dalam Kaelan (2002:107) membagi nilai menjadi tiga bagian yaitu : a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kebutuhan fisik manusia, seperti : pangan, sandang, perumahan, kendaraan dan lain sebagainnya. b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan, seperti : buku dan alat tulis bagi mahasiswa, palu bagi hakim. c. Nilai kerohaniaan, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani (batin) manusia. Nilai kerohaniaan dapat dibedakan lagi menjadi empat macam : a) Nilai kebenaran, yaitu nilai yang bersumber dari unsur akal manusia (rasio, budi, dan cipta). b) Nilai keindahan, yaitu nilai yang bersumber dari unsur rasa manusia (Perasaaan, estetika, dan intuisi) c) Niali moral / kebaikan yaitu nilai yang bersmber dari unsur kehendak atau kemauan manusia (karsa dan etika) d) Nilai religius merupakan nilai ketuhanan yang bersumber dari keyakinan / kepercayaan terhadap Tuhan . Nilai adalah kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin (Kaelan, 2002: 92). Menurut Muhammad (2005:81-82) menjelaskan bahwa nilai adalah sesuatu yang dianggap bernilai apabila arah pilihan ditujukan pada yang baik, yang menarik dan yang diperbolehkan karena ada manfaat bagi manusia dan inilah yang diinginkan oleh manusia dalam hidup bermanfaat. Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan ahwa nilai merupakan sesuatu berharga dan di yakini oleh seseorang atau masyarakat sebagai acuan dalam bertindak. Nilai bermanfaat bagi kehidupan manusia baik lahir maupun batin jika difungsikan dengan baik dan benar. Adapun nilai-nilai itu adalah nilai pragmatis nilai logika, nilai estetis, nilai moral, nilai religius dan juga nilai etika. 2. Pengertian Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno Ethos artinya adat kebiasaan, akhlak yang baik, bentuk jamaknya etha. Dari bentuk jamak ini dibentuk istilah bahasa Inggris Ethics yang kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi Etika, yaitu ilmu tentang kebiasaan yang baik. Kebiasaan yang baik itu berupa perilaku, yaitu terbiasa berbuat baik. (Muhammad, 2005:66). Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan belbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan belbagai aspek kehidupan manusia.( Suseno,1987). Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup bermasyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus (Kaelan, 2002:86). Etika atau moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Ia merupakan petunjuk yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kahidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun dalam pergaulan (Nurgiyantoro, 2002:321). Dengan demikian nilai-nilai etika itu merupakan nilai yang menyangkut kelakuan dan perbuatan manusia yang sesuai dengan atau menghargai martabat manusia. Apabila kelakuan dan perbuatan tidak sesuai dengan atau merendahkan martabat manusia, yang timbul adalah masalah kemanusiaan. Ada dua jenis hubungan dalam kehidupan manusia, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan sang pencipta dan hubungan sesama manusia dalam hidup bermasyarakat. Manusia dibekali dengan etika atau moral yang mengandung sifat baik, benar, jujur, dan adil dalam besikap dan berbuat terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain dalam masyarakat. Etika atau moral kodrat adalah kebiasaan berperilaku atau berbuat baik, dan benar bermanfaat bagi semua orang karena kodrat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Apa yang dilakukan dan diharapkan hasilnya adalah nilai kebaikan, dan nilai kebenaran, nilai kemanfaatan bagi diri sendiri dan bagi orang lain masyarakat (Muhammad, 2006:71)

3. Nilai Etika yang berhubungan dengan Agama Nilai etika yang berhubungan dengan agama ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu, misalnya hakikat Tuhan, manusia atas segala lainnya. Maka nilai tersebut bersifat mutlak karena hakikat Tuhan adalah kuasa prima (sebab pertama), sehingga segala sesuatu diciptakan (berasal dari Tuhan). Demikian juga jikalau berkaitan dengan hakikat manusia, maka nilai-nilai tersebut bersumber pada hakikat kodrat manusia, sehingga jikalau dijabarkan dalam norma hukum, maka diistilahkan sebagai hak dasar (hak asasi) (Kaelan, 2002:91). Agama dalam pengertian Addien, sumbernya adalah wahyu dari Tuhan. Sedangkan Kebudayaan sumbernya dari manusia, jadi agama tidak dapat dimasukkan kedalam lingkungan kebudayaan selama budaya berpendapat bahwa Tuhan itu dapat dimasukan kedalam hasil ciptaan manusia. Agama adalah bukan produk manusia, tidak berasal dari manusia, tetapi dari Tuhan. Tuhan mengutus Rasul untuk menyampaikan agama kepada umat. Dengan perantara malaikat, Tuhan mewahyukan firman-firman-Nya di dalam kitab suci kepada pesuruh-Nya. Isi kitab suci itu berasal dari Tuhan, disampaikan oleh malaikat, diucapkan oleh Rasul, sehingga dapat ditangkap, diketahui, dipahami dan selanjutnya diamalkan oleh umat. Jadi jelas agama bukan bagian dari kebudayaan tetapi berasal dari Tuhan. Kebudayaan menurut Islam adalah mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam nyata juga mengatur hubungan manusia dengan alam gaib, terutama dengan yang Maha Esa. (Prasetya, dkk, 2004:47-48). 4. Nilai Etika yang berhubungan dengan Kehidupan Nilai adalah kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia, nilai dijadikan landasan, alas, atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku baik disadari maupun tidak. Agar nilai kehidupan tersebut menjadi lebih berguna dalam menutup sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih dikonkritkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara konkrit. Maka wujud yang lebih konkrit dan nilai tersebut adalah merupakan suatu norma (Kaelan, 2002:92). Dalam kehidupan manusia secara alamiah, jaminan atas kebebasan manusia baik sebagai individu maupun mahluk sosial sulit untuk dapat dilaksanakan, karena terjadi pembenturan kepentingan diantara mereka sehingga terdapat suatu kemungkinan terjadi anarkhisme dalam masyarakat. Dalam hubungan inilah manusia memerlukan suatu masyarakat hukum yang mampu menjamin

hak-haknya, dan masyarakat itulah yang disebut negara. Oleh karena itu, berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial, dimensi politis mencakup lingkaran kelembagaan hukum dan negara. Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dimensi politis manusia senantiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitan dengan kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, pendekatan etika senantiasa berkaitan dengan sikap-sikap moral dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat seara keseluruhan (Kaelan, 2002:98-99).in. A. Pengertian Cerpen Cerpen adalah suatu karya sastra yang ceritanya pendek, hanya ada satu permasalahan yang dibahas, bisa habis dibaca dalam sekali duduk. Cerpen sendiri merupana bagian karya sastra yang proses penulisannya bisa didapat dari berbagai macam sumber dan cara. Banyak pendapat mengenai definisi cerpen sehingga dapat dikatakan bahwa definisi cerpen bermacam-macam sesuai pandangan orang yang menyikapi. Di sisi lain, para sastrawan juga memiliki pemikiran yang berbeda-beda mengebai rumusan cerpen secara khususnya. Menurut H.B. Jassin Sang Paus Sastra Indonesia- yang disebut cerita pendek harus memiliki bagian perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian. Disamping itu disampaikan oleh A. Bakar Hamid dalam tulisan Pengertian Cerpen berpendapat bahwa yang disebut cerita pendek itu harus dilihat dari kuantitas, yaitu banyaknya perkataan yang dipakai: antara 500-20.000 kata, adanya satu plot, adanya satu watak, dan adanya satu kesan. Sedangkan Aoh. KH, mendefinisikan bahwa cerpen adalah salah satu ragam fiksi atau cerita rekaan yang sering disebut kisahan prosa pendek. Dan masih banyak sastrawan yang merumuskan definisi cerpen. Rumusan-rumusan tersebut tidak sama persis, juga tidak saling bertentangan satu sama lain. Hampir semuanya menyepakati pada satu kesimpulan bahwa cerita pendek atau yang biasa disingkat cerpen adalah cerita rekaan yang pendek. (http://pelitaku.sabda.org/tips_menulis_cerpen)

B. Langkah-langkah Membuat Cerpen 1. Tentukan Tema Setiap tulisan harus memiliki pesan atau arti yang tersirat di dalamnya. Sebuah tema adalah seperti sebuah tali yang menghubungkan awal dan akhir cerita dimana Anda menggantungkan alur, karakter, setting cerita dan lainnya. 2. Setting Setting atau tempat kejadian juga harus berperan untuk turut mendukung jalannya cerita. Hal itu tidak berarti Anda harus selalu memilih setting yang tipikal dan mudah ditebak. Sebagai contoh, beberapa setting yang paling menakutkan bagi sebuah cerita seram bukanlah kuburan atau rumah tua, tapi tempat-tempat biasa yang sering dijumpa pembaca dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Buatlah agar pembaca juga seolah-olah merasakan suasana cerita lewat setting yang telah dipilih tadi. 3. Penokohan Sebuah cerpen cukup memiliki sekitar tiga tokoh utama saja, karena terlalu banyak tokoh malah bisa mengaburkan jalan cerita Anda. Jangan terlalu terbawa untuk memaparkan sedetail-detailnya latar belakang tiap tokoh tersebut. Tentukan tokoh mana yang paling penting dalam mendukung cerita dan fokuskan diri padanya. 4. Dialog Dialog harus mampu turut bercerita dan mengembangkan cerita Anda. Jangan hanya menjadikan dialog hanya sebagai pelengkap untuk menghidupkan tokoh Anda. Tiap kata yang ditaruh dalam mulut tokoh-tokoh Anda juga harus berfungsi dalam memunculkan tema cerita. 5. Alur

Buat paragraf pembuka yang menarik yang cukup membuat pembaca penasaran untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Pastikan bahwa alur Anda lengkap, artinya harus ada pembukaan, pertengahan cerita dan penutup. Cara membaca cerpen yang baik
Membaca cerpen yang baik Apa yang harus dilakukan dalam membaca cerpen? Ini lah proses-proses untuk membuat pembacaan cerpen menjadi baik: -1.mengerti isi cerita sebelum menceritakan sebuah cerita -2.menentukan pokok-pokok isi cerita agar dapat ingat pokoknya lalu yang lain akan teringat pula -3. melatih intonasi Ada pula yang harus diperhatikan sebelum membaca cerpen yaitu: -1. Tema :untuk dapat mengetahui apa isi cerita tersebut -2.tokoh dan watak:agar dapat mengetahui seperti apa wataknya dan ketika membaca tidak semuanya datar, ada yang baik di baca dengan lembut dan yang jahat di baca sedikit keras. -3. Latar :agar mengetahui situasi dan keadaan dalam cerita -4. Alur : agar tidak terlalu bingung dengan membacanya Agar tidak terlalu malu mungkin kita dapat mencoba untuk berlatih dengan menggunakan kaca agar pada saat membacakan sudah membayang kan situasi pada saat membaca dan tidak terlalu

kaget dalam membaca.

Cara Membaca Cerpen yang Baik

Cerpen adalah cerita yang dapat dibaca dengan cepat tanpa membutuhkan waktu yang lama. Cerpen sebagai karya sastra terdiri dari unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Tokoh dan penokohan termasuk unsur yang terdapat di luar karya sastra. Pembacaan cerpen ditujukan untuk suatu pertunjukan baca cerpen, pembaca harus memperhatikan beberapa persyaratan. Pembaca harus mempersiapkan diri untuk banyak hal. Persiapan yang baik akan menyebabkan pertunjukan baik pula, sehingga dapat dinikmati secara optimal oleh para pendengar, yang pada akhirnya pendengar memperoleh kenikmatan tersendiri dari pertunjukan cerpen yang didengarkannya. Keberhasilan pembaca cerpen tidak hanya ditentukan oleh baik tidaknya cerpen yang akan dibacakannya, tetapi lebih ditentukan oleh kemampuan pembaca mengkomunikatifkan pembacaannya, secara lisan, dengan cara yang menarik di depan para pendengarnya. Langkah-langkah membaca cerpen kepada orang lain : 1. Memahami isi cerita sebelum bercerita. 2. Bercerita di depan agar dapat terlihat orang lain.

3. Pada saat menceritakan harus dengan ekspresi, dan mimik agar membuat orang yang mendengarkan tertarik untuk mendengar cerita. 4. Menggunakan alat peraga yang sesuai. 5. Bercerita dengan ekspresif dengan kombinasi suara, lafal melalui tokohtokohnya supaya lebih imajinatif. Juga kesesuaian alur cerita yang diceritakan. 6. Menutup cerita dengan akhiran yang menarik.

You might also like