You are on page 1of 142

11111

Perbedaan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi Sebelum Dan Sesudah Diberikan Terapi Musik Di Bangsal Bedah RS XX
Posted on 8 September 2011 by grahacendikia Kecemasan adalah keadaan yang tidak mengenakan dan tidak merasa nyaman yang terjadi di kehidupan sehari-hari yang juga dapat terjadi pada seseorang yang akan menjalani operasi. Dalam studi pendahuluan di Rumah Sakit Daerah XX pada bulan April 2011 didapatkan data bahwa, dari 10 orang pasien yang akan dilakukan operasi dengan General Anastesi, ternyata kurang lebih 60% mengalami kecemasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pasien preoperasi sebelum dan sesudah diberikan terapi musik di Bangsal Bedah RS XX. Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Eksperiment dengan pendekatan potong lintang (cross sectional). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasein preoperasi yang berada di bangsal bedah RS XX selama kurun waktu bulan Juli sampai Agustus 2011. Teknik sampel yang digunakan adalah convinience sampling dengan jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 orang. Hasil penelitian ini diperoleh tingkat kecemasan pasien preoperasi sebelum dilakukan terapi musik di RS XX sebagian besar adalah tingkat kecemasan sedang yaitu sebanyak 21 orang (70%). Tingkat kecemasan pasien preoperasi sesudah dilakukan terapi musik di RSD sebagian besar adalah tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 20 orang (66,7%). Berdasarkan uji Wilcoxon diketahui nilai p = 0,0005 (p<0,05) menunjukkan adanya perbedaan sangat signifikan antara tingkat kecemasan pasien preoperasi sebelum dan sesudah diberikan terapi musik di RS XX. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terapi musik dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien yang akan menjalani operasi.
http://grahacendikia.wordpress.com/2011/09/08/perbedaan-tingkat-kecemasan-pada-pasienpreoperasi-sebelum-dan-sesudah-diberikan-terapi-musik-di-bangsal-bedah-rs-xx/ 222222222222

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI Undergraduate Theses from JIPTUMM / 2002-09-01 08:53:00 Oleh : FERLINA INDRA S.(99010074), Nursing Academy Dibuat : 2002-10-30, dengan 1 file Keyword : hubungan pasien Latar Belakang:Persiapan pra bedah penting sekali untuk memperkecil resiko operasi, karena hasil akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian keadaan penderita dan persiapan pra bedah yang telah dilakukan, dari hasil penelitian didapatkan sekitar 80% dari semua pasien yang menjalani pembedahan,mengalami kecemasan.Tujuan Penelitian:Untuk mengetahui ada

atau tidaknya hubungan pengetahuan dengan kecemasan pada pasien pre operasi.Metode Penelitian:Metode yang digunakan adalah korelasional dengan sampel 20 orang.Pengambilan sampel dengan total populasi Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Pengumpulan data dimulaidaripersiapan, pelaksanaan dan pengambilan data. Dalam pengolahan data digunakan prosentase yang selanjutnya dianalisa dengan menggunakan chi-square.Dari hasil analisa data didapatkan hasil x2 tabel =1,82 dan x2 (0,05)(1) =1,sehingga didapatkan keputusan analisa x2 hitung < x2(0,05)(1) .Kesimpulan Ho diterima dan HI ditolak,ini berarti tidak ada hubungan pengetahuan pengetahuan dengan kecemasan pada pasien pre operasi.Hal ini bisa dipengaruhi banyak hal antara lain waktu penelitian,pemilihan sampel,dan lingkungan rumah sakit. Deskripsi Alternatif : Latar Belakang:Persiapan pra bedah penting sekali untuk memperkecil resiko operasi, karena hasil akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian keadaan penderita dan persiapan pra bedah yang telah dilakukan, dari hasil penelitian didapatkan sekitar 80% dari semua pasien yang menjalani pembedahan,mengalami kecemasan.Tujuan Penelitian:Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan pengetahuan dengan kecemasan pada pasien pre operasi.Metode Penelitian:Metode yang digunakan adalah korelasional dengan sampel 20 orang.Pengambilan sampel dengan total populasi Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Pengumpulan data dimulaidaripersiapan, pelaksanaan dan pengambilan data. Dalam pengolahan data digunakan prosentase yang selanjutnya dianalisa dengan menggunakan chi-square.Dari hasil analisa data didapatkan hasil x2 tabel =1,82 dan x2 (0,05)(1) =1,sehingga didapatkan keputusan analisa x2 hitung < x2(0,05)(1) .Kesimpulan Ho diterima dan HI ditolak,ini berarti tidak ada hubungan pengetahuan pengetahuan dengan kecemasan pada pasien pre operasi.Hal ini bisa dipengaruhi banyak hal antara lain waktu penelitian,pemilihan sampel,dan lingkungan rumah sakit.
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-gdl-s1-2002-ferlina-5477-2002 3333333333

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI APENDIKTOMI DI BANGSAL BEDAH BRSD RAA SOEWONDO PATI
Posted: Maret 22, 2011 in Keperawatan (S1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat mempunyai kontak paling lama dalam menangani persoalan klien (pasien) dan peran perawat dalam upaya penyembuhan klien menjadi sangat penting. Seorang perawat dituntut bisa mengetahui kondisi dan kebutuhan pasien.Termasuk salah satunya dalam mengendalikan kebutuhan emosi diri pasien, terutama pada pasien pre operasi dan post operasi. Seperti yang dikemukakan oleh perkumpulan dokter spesialis indonesia, bahwa tindakan operasi dapat menaikkan tingkat kecemasan pasien dan meningkatkan hormon pemicu stress (Ibrahim, 2006). Perawat profesional sebagai tenaga kesehatan yang dalam tugas pokoknya adalah memenuhi kebutuhan dasar klien harus mampu merespon dan bersikap secara profesional dalam mengendalikan kebutuhan emosi pasien. Karena perawat merupakan tenaga profesional terbesar dalam struktur ketenagaan rumah sakit yang akan ikut mewarnai mutu pelayanan kesehatan (Gillies, 1995). Perawatan pre operasi yang efektif dapat mengurangi resiko post operasi, salah satu prioritas keperawatan pada periode ini adalah mengurangi kecemasan pasien. Cemas merupakan reaksi normal terhadap ancaman pembedahan. Orang yang sangat cemas dan mencoba menyesuaikan diri dengan kecemasan sebelum operasi sering kali menderita kesukaran pada pasca operasi. Mereka cenderung banyak marah, kesal, dan bingung (Ellis dan Nowlis,1994). Tindakan pembedahan seringkali menjadi ancaman potensial atau aktual bagi integritas seseorang. Hal ini disebabkan tindakan pembedahan dapat membangkitkan reaksi stress baik fisiologis maupun psikologis. Setiap klien berbeda pandangan dalam menanggapi tindakan bedah atau operasi sehingga responnya berbeda-beda pula. Pada respon fisiologis ada tindakan langsung dengan bedah, karena tindakan bedah merupakan stresor pada tubuh. Respon ini terdiri dari sistem saraf simpati dan respon hormonal yang bertugas melindungi tubuh dari ancaman cidera. Bila stress terhadap sistem cukup gawat atau kehilangan darah cukup banyak, tubuh akan terlalu banyak beban dan terjadi shock. Sedangkan respon psikologi secara umum berhubungan dengan adanya ketakutan terhadap anestesia, diagnosis yang belum pasti, keganasan, nyeri, ketidakmampuan dan cerita dari orang lain (Long,1996). Operasi apendiktomi termasuk salah satu tindakan pembedahan yang juga dapat membangkitkan reaksi stress pada pasien. Karena pasien yang mengalami proses peradangan apendiktomi harus dilakukan operasi ( Martius, 1990). Apendiktomi begitu sering dijumpai sehingga lebih dari 50 persen kasus dari operasi abdomen akut yang dirawat di rumah sakit adalah peradangan apendiks (Cope, 1991). Hal ini sesuai dengan data yang tercatat pada bagian rekam medis BRSD RAA Soewondo Pati dari tahun 20022006 ditemukan kasus apendiktomi sebanyak 498 kasus, sedangkan pada tahun 2006 sebanyak 172 kasus dan jumlah operasi yang mengalami kecemasan di BRSD RAA Soewondo Pati pada tahun 2001- 2005 ada 456 orang atau 80,4% (Medical Record BRSD RAA Soewondo Pati, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien pre operasi dapat berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain berupa usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan tipe kepribadian. Sedangkan faktor eksternal berupa ancaman tarhadap integritas biologis dan ancaman terhadap konsep diri (Stuart dan Sundeen, 1998). Kecemasan yang terjadi pada pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan termasuk

operasi apendiktomi, dapat diantisipasi baik dengan memahami bagaimana cara panyebab kecemasan secara tepat. Pemberian informasi yang adekuat pada klien yang akan dilakukan tindakan pembedahan umumnya mampu mengurangi tingkat kecemasan yang dirasakan klien. Hal ini sesuai dengan pendapat Amran, bahwa penyampaian prosedur atau informasi merupakan salah satu tindakan yang digunakan dalam mengatasi atau mengurangi pada kecemasan sebelum operasi (Amran, 2007). Sesuai dengan uraian diatas penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi apendiktomi di bangsal bedah BRSD RAA Soewondo Pati. B. Perumusan Masalah 1. Faktor apa saja yang mempengaruhi kecemasan pasien pre apendiktomi. 2. Bagaimanakah hubungan antara masing-masing faktor dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi apendiktomi. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien pre operasi apendiktomi dibangsal bedah BRSD RAA Soewondo Pati. 2. Tujuan Khusus a. Menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien pre operasi apendiktomi dibangsal bedah BRSD RAA Soewondo Pati. b. Menganalisis hubungan antara usia dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi apendiktomi dibangsal bedah BRSD RAA Soewondo Pati. c. Menganalisis hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi apendiktomi dibangsal bedah BRSD RAA Soewondo Pati. d. Menganalisis hubungan antara pekerjaan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi apendiktomi dibangsal bedah BRSD RAA Soewondo Pati. e. Menganalisis hubungan antara pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi apendiktomi dibangsal bedah BRSD RAA Soewondo Pati. f. Menganalisis hubungan antara sosial ekonomi dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi apendiktomi dibangsal bedah BRSD RAA Soewondo Pati. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat: 1. Sebagai bahan masukan di BRSD RAA Soewondo Pati terutama dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre apendiktomi. 2. Sebagai landasan dasar dalam membuat daftar tilik SOP (standard operational prosedur) bagi pasien sebelum dilakukan operasi.
http://bankjudul.wordpress.com/2011/03/22/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-tingkat-kecemasanpada-pasien-pre-operasi-apendiktomi-di-bangsal-bedah-brsd-raa-soewondo-pati/ 444444444

Asip KU
search:

Selasa, 24 Mei 2011


HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PERAN PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI DI RUANG SERUNI RSUD. M. YUNUS BENGKULU TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Rumah sakit adalah sebuah fasilitas, sebuah institusi dan sebuah organisasi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan. Pelayanan yang ada di Rumah Sakit adalah pelayanan pengobatan baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik fisik maupun psikologisnya misalnya harga diri, gambaran diri, dan identitas diri (Tjandra, 2003). Sebagian besar pasien beranggapan bahwa operasi merupakan pengalaman yang menakutkan. Reaksi cemas ini akan berlanjut bila pasien tidak pernah atau kurang mendapat informasi yang berhubungan dengan penyakit dan tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. Setiap pasien pernah mengalami periode cemas, apalagi yang akan menjalani operasi. Kecemasan merupakan gejala klinis yang terlihat pada pasien dengan penatalaksanaan medis. Bila kecemasan pada pasien pre operasi tidak segera diatasi maka dapat mengganggu proses penyembuhan, untuk itu pasien yang akan menjalani operasi harus diberi pendidikan kesehatan untuk menurunkan atau mengurangi gejala kecemasan (Carbonel, 2002). Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum di alami oleh pasien yang dirawat dirumah sakit, kecemasan yang sering terjadi adalah apabila pasien yang dirawat di rumah sakit harus mengalami proses pembedahan. Pembahasan tentang reaksi reaksi pasien terhadap pembedahan sebagian besar berfokus pada persiapan pembedahan dan proses penyembuhan (Dewi wijayanti, 2006). Berdasarkan data WHO (2007), Amerika Serikat menganalisis data dari 35.539 pasien bedah dirawat di unit perawatan intensif antara 1 oktober 2003 dan 30 september 2006, Dari, 8.922 pasien (25,1%) mengalami kondisi kejiwaan dan 2,473 pasien (7%) mengalami kecemasan.

Berdasarkan data dari RSUD Sragen Wijaya Kusuma, didapatkan bahwa 10% dari pasien yang akan menjalani pembedahan, terjadi penundaan proses operasi karena peningkatan kecemasan. Kecemasan yang terjadi dapat berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah (RSUD Sragen, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh makmur et.al (2007) tentang tingkat kecemasan pre operasi bahwa dari 40 orang responden dalam tingkat kecemasan berat sebanyak 7 orang (17,5%), 16 orang (40%) yang memilki tingkat kecemasan dalam kategori sedang, 15 orang (37,5%) dalam kategori ringan dan responden yang tidak merasa cemas sebanyak 2 orang (5%). Hasil penelitian di Rumah Sakit Ortopedi Prof Dr. R. Soeharso tahun 2008 dari 3827 pasien yang mengalami pembedahan sekitar (2%) mengalami kecemasan (Makmur, 2007). Kecemasan pre operasi dapat dipengaruhi dari beberapa faktor antara lain adalah faktor biologis yang terjadi akibat dari reaksi saraf otonom yang berlebihan dengan naiknya system tonus saraf simpatis, dan faktor psikologis yang dapat terjadi akibat implusimplus bawah sadar yang masuk kealam sadar seperti tidak didampingi oleh orang tua, suami, anak ataupun keluarga yang lain, Selain itu faktor pendidikan pasien juga dapat mempengaruhi kecemasan yaitu tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya dukungan dari perawat (Sadock dan Kaplan, 1998). Pendidikan dapat mempengaruhi seorang termasuk juga prilaku seseorang akan kepatuhannya, terutama dalam motivasi untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap perubahan-perubahan hidup sehat (Notoatmojo, 2002). Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang paling sering berinteraksi dengan pasien, mempunyai kewajiban membantu pasien mempersiapkan fisik dan mental untuk menghadapi operasi, termasuk dalam pemberian pendidikan kesehatan, maka memerlukan keterampilan komunikasi yang baik. Sikap dan tingkah laku perawat membantu menumbuhkan rasa kepercayaan pasien. Salah satu cara melakukan hal ini ialah dengan mencurahkan perhatian sampai kepada hal yang sekecil-kecilnya dalam merawat pasien. Perawat harus mau mendengarkan semua keluhan pribadi pasien (Widodo, 1999). Peran perawat sangat penting dalam penanggulangan kecemasan dan berupaya agar pasien tidak merasa cemas melalui asuhan keperawatan komprehensif secara biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Peran perawat sangat penting untuk memberikan suport atau dukungan dan penyuluhan terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi ( Kuntjoro, 2002 ). Perawat mempunyai kontak paling lama dalam menangani persoalan pasien. Peran perawat dalam upaya penyembuhan klien menjadi sangat penting. Seorang perawat dituntut bisa mengetahui kondisi dan kebutuhan pasien. Termasuk salah satunya dalam mengendalikan kebutuhan emosi diri pasien terutama pasien pre operasi dan post operasi. (Ibrahim, 2006).

Berdasarkan hasil pengumpulan data di RSUD M.Yunus Bengkulu, pada tahun 2007 terdapat 4449 pasien yang mengalami pembedahan, yang dirawat 2154 pasien, dengan rincian sembuh 2259 dan 36 pasien meninggal (15%) dilakukan penundaan karena peningkatan kecemasan. Kecemasan yang terjadi dapat berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah, sehingga tindakan anestesi atau pembedahan ditunda. Pasien yang akan menjalani operasi besar dianjurkan untuk minimal masuk rumah sakit 12 jam sebelum pre operasi dilaksanakan dan operasi kecil 6 jam sebelum dilaksanakan. Tujuan agar persiapan yang dilakukan dapat sebaik mungkin (RSUD M. Yunus Bengkulu, 2008). Sementara dari pengumpulan data awal diruang Seruni RSUD M. Yunus Bengkulu didapatkan data 2008 sebanyak 1033 dan data 2009 dari januari sampai tanggal Desember sebanyak 786 orang yang melakukan operasi. Berdasarkan hasil observasi dengan teknik wawancara selama tiga hari di ruang seruni RSUD M. Yunus Bengkulu didapatkan data bahwa dari 15 pasien yang akan melakukan operasi 5 orang yang mengalami kecemasan berat dengan ciri-ciri muka merah, nafas pendek, gelisah, susah tidur, sering buang air kecil, gemetar sehingga dapat menghambat proses operasi. Dari 5 orang yang mengalami kecemasan berat tersebut mempunyai pendidikan SMA kebawah dan kurang mendapatkan penkes dari perawat. Untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien tersebut keluarga dan perawat harus lebih banyak memberikan dukungan salah satunya yaitu selalu berada dekat pasien, memotivasi pasien untuk memberi keyakinan bahwa operasi dapat berjalan dengan lancar. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan pendidikan pasien dan peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu.
2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, masalah penelitian ini adalah masih tingginya tingkat kecemasan pasien pre operasi di RSUD M. Yunus Bengkulu. Sedangkan rumusan masalah penelitian ini adalah "apakah ada hubungan pendidikan pasien dan peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD M. Yunus Bengkulu".
3. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada Hubungan antara pendidikan dan peran perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu.
2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran tingkat pendidikan pada pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu.. 2. Mengetahui gambaran peran perawat di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu.

3. Mengetahui tingkat Kecemasan pasien pre operasi di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. 4. Mengetahui hubungan pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu. 5. Mengetahui hubungan peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M.Yunus Bengkulu. 4. Manfaat penelitian 1. Bagi Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur bagi perpustakaan. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa dan masyarakat mengenai tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.
2. Bagi Rumah sakit

Hasil penelitaan ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para tenaga kesehatan khususnya pada perawat di ruang seruni dan ruangan yang lain. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan di bidang kesehatan.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai masukan atau informasi bagi peneliti lain dalam mengembangkan penelitian dengan variabel-variabel yang lain.
4. Bagi Masyarakat

Dapat memperoleh pelayanan yang lebih baik terutama yang mengalami ketakutan, kecemasan, atau depresi dalam menghadapi pembedahan.
5. Keaslian penelitian

Sebagai bahan perbandingan penelitian serupa pernah diteliti oleh :


1. Agri Maha Tirani dengan judul penelitian "Perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan pada pasien pre operasi di RSUD. M. Yunus Bengkulu". 2. Rinda Lesti Sentia dengan judul penelitian " Hubungan Tingkat Pendidikan dan Umur Kehamilan dengan Tingkat Kecemasan Ibu Hamil Primigravida di Rumah Bersalin YKWP Desa Kangkung Kabupaten Demak.Adapun perbedaan antara karya tulis ini dengan karya tulis tersebut adalah pada variabel, rancangan dan waktu penelitian.

3. Elika dengan judul penelitian " Hubungan peran perawat dan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD M. Yunus Bengkulu. Adapun perbedaan antara karya tulis ini dengan karya tulis di atas adalah pada variabel, rancangan dan waktu penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Kecemasan 1. Pengertian

Cemas adalah keadaan emosi individu yang berkaitan dengan perasaan yang tak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki subyek yang spesifik, kondisi ini dialami secara subyektif (yang hanya dirasakan individu tersebut) dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Stuard and Sundeen, 1998). Kecemasan adalah Suatu kondisi yang menyangkut terminologi kesehatan jiwa dengan suatu kondisi was-was, perut terasa kosong, nafas sesak dan dada terasa nyeri (Ayub Sani, 2007). Kecemasan merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan (psychiatric disorder). Secara klinis gejala kecemasan dibagi dalam beberapa kelompok yaitu gangguan kecemasan, gangguan cemas menyeluruh (Generalized anxiety disorder/GAD), gangguan panik, gangguan phobik dan gangguan obsesifkompulsif (Dadang Hawari, 2006). Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan (Siti Sundari, 2005) Jadi, Kecemasan adalah suatu keadaan dimana psikologis seseorang berada pada ketakutan dalam menghadapi masalah yang ada pada dirinya.
2. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan 1. Faktor Biologis

Kecemasan terjadi akibat dari reaksi saraf otonomi yang berlebihan dengan naiknya sistem tonus saraf simpatis.
2. Psikologis

Ditinjau dari aspek psikoanalisa, kecemasan dapat muncul akibat implus-implus bawah sadar (misalnya : sex, ancaman) yang masuk kealam sadar. Mekanisme

pembelaan ego yang tidak sepenuhnya berhasil juga dapat menimbulkan kecemasan yang mengambang, Reaksi pergeseran yang dapat mengakibatkan reaksi fobia. Kecemasan merupakan peringatan yang bersifat subyektif atas adanya bahaya yang tidak dikenali sumbernya.
3. Sosial

Kecemasan yang timbul akibat hubungan interpersonal dimana individu menerima suatu keadan yang menurutnya tidak disukai oleh orang lain yang berusaha memberikan penilaian atas opininya (Sadock dan Kaplan, 1998). 3. Selain itu faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan menurut Soewandi (1998) antara lain :
1. Potensi stressor

Suatu keadaan yang menyebabkan perubahan dalam individu, sehingga individu harus melakukan penyesuaian diri (adaptasi).
2. Tingkat pendidikan

Status pendidikan yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Kecemasan bisa terjadi pada individu yang tingkat pendidikannya rendah disebabkan karena kurangnya informasi yang didapat individu tersebut.
3. Sosial budaya

Individu yang tidak bersosialisasi dengan masyarakat lebih mudah mengalami kecemasan.
4. Ekonomi

Seseorang yang memiliki pendapatan rendah lebih mudah mengalami kecemasan, dibandingkan dengan orang yang memiliki pendapatan tinggi.
5. Keadaan fisik

Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cacat badan, sakit, operasi, penyakit, lebih mudah mengalami kecemasan. Disamping itu kelelahan fisik (lemah, letih, lesu) lebih mudah megalami kecemasan.
6. Lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh pada kecemasan seseorang, dimana lingkungan yang tidak kondusif berpotensial besar terhadap kecemasan yang dialami

seseorang, begitu juga sebaliknya jika lingkungannya kondusif mempercepat penyembuhan seseorang.

7. Umur

Umur ikut menentukan kecemasan, biasanya kecemasan sering dialami oleh usia muda.
8. Jenis kelamin

Kecemasan lebih banyak dialami wanita, dibandingkan dengan pria.


4. Gejala gejala Kecemasan

Keadaan cemas mempunyai gejala-gejala somatik atau fisik dan gejala psikologis atau mental. Gejala-gejala tersebut antara lain: Iritabilitas, hiperaktifitas, energi menurun, kebingungan, nadi cepat, hiperventilasi, sulit tidur, muntah-muntah, nyeri pada gastro intestinal, sering buang air besar atau kecil, gangguan kulit, gangguan muskulo skeletal, berkeringat, mulut kering, mengetuk jari-jari, gagap, berhenti berbicara dan terjadi perubahan suara. Reaksi fisik terhadap kecemasan pada masingmasing individu berbeda (Setyonegoro, 1994). Menurut Dadang Hawari (2006), menyebutkan gejala klinis dari cemas antara lain :
Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri, mudah tersinggung. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut. Takut sendiri, takut pada keramaian, dan banyak orang. Gangguan pola tidur, mimpi yang menegangkan Gangguan konsentrasi dan daya ingat Keluhan somatik misalnya rasa sakit pada otot tulang, pendengaran berdenging (tinnitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya. 5. Tingkat kecemasan 1. Ansietas Ringan (Tingkat I) 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Berhubungan dengan ketegangan yang dialami dalam kehidupan sehari- hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan.
2. Ansietas Sedang (Tingkat II)

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
3. Ansietas Berat (Tingkat III)

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
4. Tingkat Panik

Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan terror-terror. Perincian terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (Hudak dan Gallo, 1997).
6. Stressor Pencetus

Stressor pencetus berasal dari sumber internal atau eksternal. Sterssor dapat di kelompokkan dalam dua kategori, yaitu:
1. Ansietas terhadap integritas seorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas sehari-hari. 2. Ansietas terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial (Brunner dan suddarth, 1997). 7. Teknik Mengatasi ansietas

Teknik kognitif dapat membantu pasien ansietas dan tidak tergantung pada wawasan atau pemahaman yang kompleks dari kondisi psikologi diri sendiri.
1. Dialog Internal

Membantu pasien mengembangkan pesan dialog sendiri yang meningkatkan :


1. Percaya diri 2. Perasaan pengendalian 3. Kemampuan untuk mengatasi 4. Optimisme 5. Harapan 2. Dialog Eksternal

Dengan dialog eksternal kebutuhan pasien untuk berbicara cara akurat tentang dirinya dengan orang lain. Hal ini menurunkan rasa ketidak berdayaan dan ansietas mereka.
3. Khayalan Mental dan Relaksasi

Mendorong pasien untuk mengkhayalkan tempat yang indah atau menjadi bagian dari pengalaman yang menyenangkan sehingga dapat membantu pasien menurunkan ketegangan (Abraham dkk, 1997).
8. Alat ukur kecemasan

untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan apakah ringan atau berat dengan menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal denga nama Hamilton Rating Scale or Anxiaty (HRS-A) dengan skor ringan jika 28 dan berat jika 28.
9. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah suatu bentuk pertahanan yang di gunakan oleh seseorang yang sedang berada pada suatu bentuk kecemasan untuk menghindar atau mengurangi respon yang ditimbulkan oleh kecemasan tersebut. Dimana mekanisme koping setiap orang berbeda-beda. Tipe - tipe tingkah laku seperti mennangis, tertawa, tidur, melakukan kegiatan fisik, merokok dan minum-minum (Brunner dan Suddarth, 1997).

10. Pre Operasi 1. Pengertian

Pasien Pre operasi dapat mengalami berbagai ketakutan. Takut terhadap anestesi, takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuan, takut tentang deformitas dan ancaman lain terhadap citra tubuh dapat menyebabkan ketidaktenangan atau ansietas (Brunner dan Suddarth, 1997). Perawatan pre operasi merupakan bagian dari perawat perioperatif yang di mulai dari kapan di putuskan tindakan operasi dibuat dan diakhiri dengan pemindahan klien ke meja ruang operasi. Lingkup kegiatan perawatan pre operasi termasuk dalam menetapkan batas pengkajian klien setting secara klinis atau dalam ruangan, interview preoperatif, menyiapkan klien untuk diberikan anestesi dan pembedahan bagaimanapun kegiatan perawatan dibatasi oleh pengkajian pre operasi dalam ruangan atau selama operasi.
2. Tujuan Prosedur pembedahan

Sebagai salah satu bentuk pengobatan dan penatalaksanaan berbagai macam penyakit untuk mempercepat proses penyembuhan (Perry Potter, 2006).
3. Jenis-jenis operasi

Menurut derajat kepentingan Perry dan potter (2006), di kelompokkan menjadi dua bagian yaitu :
1. Pembedahan Mayor (pembedahan resiko tinggi ) 2. Pembedahan Minor (pembedahan resiko kecil ) 4. Kecemasan pada pasien pre operasi

Kecemasan pada pasien pre operasi adalah kecemasan yang di akibatkan sterssor tindakan operasi, obat-obatan dan perawatan tindakan, perawatan menjelang operasi yang dianggap sebagai hal baru, kurangnya dukungan keluarga terhadap pasien pre operasi. Khawatir meninggal di meja operasi dan meninggalkan anakanak ditinggalkan seandainya ia meninggal saat atau setelah operasi, stressor tersebut merupakan faktor timbulnya kecemasan yang mengakibatkan terancamnya integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis atau menurunkan kapasitas untuk melakukan hidup sehari-hari (Brunner dan suddarth, 1997).
5. Persiapan psikologis pasien pre operasi

Pasien yang akan di operasi biasanya akan mengalami kegelisahan dan rasa takut. Perasaan gelisah dan takut kadang-kadang tidak tampak jelas, tapi kadang-kadang dapat terlihat dalam bentuk lain. Pasien yang gelisah dan takut biasanya sering bertanya berulang-ulang walaupun pertanyaan tersebut telah dijawab. Pasien biasanya tidak mau bicara dan memperhatikan keadaan sekitarnya, tetapi berusaha mengalihkan perhatiannya kepada buku atau sebaliknya ia bergerak terus-menerus dan tidak mau tidur (Kaplan, 1994). Pengkajian psikologi pada pasien atau keluarga harus di lakukan supaya hal tersebut tidak menghambat rencana operasi. Salah satu caranya yaitu dengan penyuluhan pada keluarga maupun pasien supaya mereka mengerti apa yang akan terjadi. Penyuluhan tersebut harus melebihi deskripsi tentang berbagai langkah prosedur dan harus mencakup tentang sensasi yang akan di alami. Sebagai contoh, memberitahu pasien hanya medikasi pre operasi yang akan membuatnya rileks sebelum operasi tidaklah selektif bila menyebutkan juga bahwa medikasi tersebut dapat mengakibatkan kepala terasa melayang dan mengantuk. Mengetahui apa yang di perkirakan akan membantu pasien mengantisipasi reaksi-reaksi tersebut dan dengan demikian mencapai tingkat relaksasi yang lebih tinggi daripada yang di perkirakan sebaliknya (Brunner dan suddarth, 1997).

11. Pendidikan 1. Pengertian

Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, (Diknas, 2003). Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia menyelenggarakan Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara indonesia.
1. Jenjang Pendidikan

Menurut Diknas (2003), menyatakan bahwa jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan menjadi:
2. Pendidikan Dasar : warga Negara yang berumur 6 atau 7 tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau sederajat selama 9 tahun yaitu SD dan SLTP. 3. Pendidikan Menengah : pendidikan menengah yang lamanya 3 tahun sesudah pendidikan dasar, diselenggarakan di SLTA atau sederajat. 4. Pendidikan Tinggi: satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi dan universitas yang termasuk perguruan tinggi D1, D2, D3, D4, S1, dan S2. 5. Menurut Ahmadi, (1997) janis pendidikan terbagi atas 3 yaitu : 1. Pendidikan formal :

Pendidikan formal merupakan usaha-usaha dalam pendidikan dasar dapat memberikan sumbangan dalam jangka panjang, bukan saja bagi produktivitas, akan tetapi juga bagi tujuan terakhir pembangunan seperti kualitas keluarga dan kehidupan masyarakat, serta memperkuat kemasyarakatan. Sedangkan menurut Diknas (2003), pendidikan formal yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.
2. Pendidikan Non-Formal :

Pendidikan non-Formal adalah pendidikan yang dilakukan secara teratur, dengan sadar dilakukan, tapi tidak terlalu ketat mengikuti peraturan-peraturan yang tepat, seperti pada pendidikan formal di sekolah. Karena pendidikan non-formal pada umumnya dilaksanakan tidak dalam lingkungan fisik sekolah maka sasaran pokok adalah anggota-anggota masyarakat. Diknas (2003), menyatakan pendidikan non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
3. Pendidikan informal :

Pendidikan informal yakni pendidikan yang diperoleh seorang berdasarkan pengalaman dalam hidup sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seorang lahir sampai akhir hidupnya, di dalam lingkungan keluarga, masyarakat atau dalam lingkungan pekerjaan sehari-hari. Diknas (2003), menyatakan bahwa pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan dapat mempengaruhi seorang termasuk juga prilaku seseorang akan kepatuhannya, terutama dalam motivasi untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pngetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap perubahan-perubahan hidup sehat (Notoatmojo, 2002).

12. Hubungan pendidikan dengan kecemasan

Pendidikan merupakan salah satu faktor sosial dari kecemasan pada pasien pre operasi. Pada pasien yang pendidikannya hanya sebatas pendidikan dasar atau tidak pernah sekolah sangat susah dalam pemberian informasi. Setiap perawat yang menjelaskan pengetahuan tentang kesehatan pasien tidak mengerti. Berdasarkan penelitian yang lakukan di Kabupaten Demak menghasilkan informasi bahwa pendidikan masyarakat disana masih relatif rendah, sehingga tenaga kesehatan disana perlu melakukan konseling kepada ibu hamil primigravida sebagai upaya mengantisipasi terjadinya komplikasi dan kecemasan. Hasil penelitian Lesti, (2009). P < 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara pendidikan pasien dengan tingkat kecemasan.

13. Peran Perawat 1. Definisi

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasisosial tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21). Peran Perawat (Ali Zaidin, 2001) meliputi : (a) Pelaksana pelayanan keperawatan, (b)Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi Pendidikan, (c) Pendidik dalam keperawatan, (d)Peneliti dan pengembang keperawatan Perawat profesional baik dalam lingkungan perawatan kesehatan institusional maupun komunitas mengemban tiga peran : peran pelaksana, peran kepemimpinan dan peran peneliti. Meski tiap peran memiliki tanggung jawab khusus, peran-peran ini saling berhubungan satu dengan yang lain dan dapat ditemui pada semua posisi keperawatan. Peran ini dirancang untuk memenuhi perawatan kesehatan saat ini dan kebutuhan keperawatan dari konsumen yang merupakan penerima pelayanan keperawatan.
2. Peran Pelaksana

Peran pelaksana dari perawat mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perawat ketiaka ia mengemban tanggung jawab yang ditujakan untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan dan kebutuhan keperawatan pasien secara individu, keluarga mereka dan orang terdekat pasien. Peran ini merupakan peran yang dominan dari perawat dalam lingkungan pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier dan dalam keperawatan kesehatan rumah dan komunitas. Peran ini merupakan peran yang hanya dapat dicapai melalui proses keperawatan, yang merupakan dasar untuk semua praktik keperawatan.
3. Peran Kepemimpinan

Peran Kepemimpinan dari perawat yang secara tradisional dikerap sebagai peran spesialisasi yang diembankannya oleh perawat yang mempunyai gelar yang menunjukkan kepemimpinan dan mereka yang memimpin sekelompok besar perawat atau profesional perawatan kesehatan yang berhubungan.Definisi kepemimpinan keperawatan yang dirumuskan oleh memberi cakupan yang luas pada konsep tersebut dan mengidentifikasi kepemimpinan sebagai peran yang melekat didalam semua posisi keperawatan. Peran kepemimpinan dari perawat mencakup tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh perawat saat ini ia mengemban tanggung jawab untuk mempengaruhi tindakan orang lain yang ditujukan untuk menentukan dan mencapai tujuan.
4. Peran Peneliti

Peran peneliti dari perawat pada mulanya dianggap hanya dilakukan oleh para akademikus, perawat ilmuwan dan mahasiswa keperawatan di tingkat sarjana. Kini, partisipasi dalam proses penelitian dianggap sebagai tanggung jawab dari perawat dalam praktik klinis. Tugas utama dari penelitian keperawatan adalah untuk memberikan konstribusi pada dasar ilmiah praktik keperawatan. Kajian dibutuhkan untuk menentukan keefektifan intervensi dan asuhan keperawatan. Melalui upaya penelitian semacam ini, ilmu keperawatan akan berkembang dan rasional yang didasarkan secara ilmiah untuk membuat perubahan dalam praktik keperawatan akan tercipta (Brunner dan Suddarth, 2001). Peran Perawat menurut Para Sosiolog
5. Peran terapeutik : kegiatan yang ditujukan langsung pada pencegahan dan pengobatan penyakit. 6. Expressive/mother substitute role, yaitu kegiatan yang bersifat langsung dalam menciptakan lingkungan dimana pasien merasa aman, diterima dilindungi, dirawat dan didukung oleh perawat. Menurut Johnson dan Martin, peran ini bertujuan untuk menghilangkan ketegangan dalam kelompok pelayanan (dokter, perawat, pasien, dan lain-lain)

Menurut konsorsium ilmu kesehatan (1989) dalam Ali Haidin (2001) peran perawat terdiri dari :
7. Sebagai pemberi asuhan keperawatan

Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
8. Sebagai advokat klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluaga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan. Perawat juga berperan dalam mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri, hak menerima ganti rugi akibat kelalaian.
9. Sebagai edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.

10. Sebagai koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
11. Sebagai kolaborator

Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan.
12. Sebagai konsultan

Perawat berperan sebagai tempat konsultasi dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan
13. Sebagai pembaharu

Perawat mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

14. Fungsi Perawat

Fungsi adalah pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan perannya. Tujuh Fungsi Perawat Kozier Barbara, (2002) yaitu, (1) Melaksanakan instruksi dokter (fungsi dependen), (2) Observasi gejala dan respons pasien yang berhubungan dengan penyakit dan penyebabnya, (3) Memantau pasien, menyusun, dan memperbaiki rencana keperawatan secara terus menerus berdasarkan pada kondisi dan kemampuan pasien, (4) Supervisi semua pihak yang ikut terlibat dalam perawatan pasien, (5) Mencatat dan melaporkan keadaan pasien, (6) Melaksanakan prosedur dan teknik keperawatan, (7) Memberikan pengarahan dan penyuluhan untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental.

15. Hubungan peran perawat dengan kecemasan

Orang yang sakit sangat memerlukan seseorang yang bisa mengobati penyakitnya tersebut dan orang sehat memerlukan seseorang yang bisa mengarahkan agar bisa

mencegah dan terhindar dari berbagai penyakit. Seseorang tersebut ialah perawat yang mempunyai banyak peran untuk melaksanakan praktek keperawatan. Secara unum perawat mempunyai peran terapeutik yaitu kegiatan yang ditujukan langsung pada pencegahan dan pengobatan penyakit. Karena masih kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya, sehingga kekambuhan sering terjadi dan bahkan bertambah parah. Begitu pula dengan Pembedahan. Proses pembedahan sering menimbulkan stress psikologi yang tinggi. Klien merasa cemas tentang pembedahan. Klien merasa kurang dapat mengontrol situasi mereka sendiri untuk memahami dampak pembedahan pada kesehatan emosional klien tersebut, Perawat harus dapat mengkaji perasaan klien tentang pembedahan, konsep diri, citra diri, sumber koping klien serta asuhan keperawatan yang terbaik (Perry Potter, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Makmur et. al (2007) dan penelitian rumah Sakit Ortopedi Prof Dr. R. Soerharto tahun 2008, terdapat 37,5% yang mengalami kecemasan ringan. Dan hasil penelitian yang dilakukan Elika tahun 2009, dengan nilai p < 0.05 yang mengalami kecemasan ringan sehingga dapat disimpulkan ada hubungan peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi.

16. Hipotesa peneliti 1. Ada hubungan antara pendidikan pasien dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD.M.Yunus Bengkulu Tahun 2010. 2. Ada hubungan antara peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD.M.Yunus Bengkulu Tahun 2010.

BAB III METODE PENELITIAN


1. Desain penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana variabel independen dan variabel dependen di kumpulkan pada saat bersamaan (Notoadmodjo, 2010).

Bagan 3.1 Desain Penelitian B. Variabel Penelitian Sesuai dengan desain penelitian di atas, maka Variabel Penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel Variabel Dependen

Independen

Bagan 3.2 Variabel Penelitian C. Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara ukur Hasil Ukur 0=Cemas Berat jika, Tingkat kecemasan (Dependen) Suatu kondisi yang menyangkut kekhawatiran seseorang pada masalah yang terjadi. Kuisioner Wawancara (14 komponen pertanyaan HRS-A) dan observasi 1= Tidak Berat jika, < 28 28 Ordinal Skala Ukur

0=Rendah SMA Pendidikan (Independen) Pendidikan Formal yang ditempuh pasien Kuisioner Dengan cara mengisi (1 pertanyaan kuisioner ) 1= Tinggi >SMA 0= kurang baik jika skor 75% Dengan cara mengisi kuisioner 1= baik, jika skor 75% Ordinal Ordinal

Peran Perawat (Independent)

Tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam proses penyembuhan.

Kuisioner (15 pertanyaan)

1. Populasi dan Sampel

1. Populasi Populasi adalah Keseluruhan dari objek penelitian yang di teliti. (Noto atmojo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah kelompok pasien pre operasi yang ingin menjalankan operasi di ruang Seruni dari bulan januari sampai bulan desember tahun 2010, berdasarkan data jumlah pasien pada tahun 2009 adalah 1.786 orang. 2. Sampel Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi ( Notoatmojo, 2010). Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik Simple Random sampling n = Z1-/2.P(1-P)

= (1,96).0,175. 0,825

=3,84. 0,175. 0,825

= 55 responden (Aziz Alimul, 2008) Keterangan : n = Sampel

Z(1-/2) = Nilai Z pada derajat kemaknaan ( 5%=1,96) P = Proporsi suatu kasus yaitu proporsi kecemasan 0,175 =17,5% D = Derajat akurasi (presisi) yang diinginkan 0,1.

Jumlah sampel yang didapat adalah 55 responden. D. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Ruang Seruni RSUD. M.Yunus Bengkulu pada bulan Desember 2010
2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember sampai dengan februari 2010.

E. Pengumpulan, Pengolahan Dan Analisa Data 1. Pengumpulan data Data dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang didapat langsung dari responden yaitu pasien dalam perawatan pre operasi di Ruang Seruni RSUD M. Yunus Bengkulu dengan cara wawancara dan observasi dengan skala HARS, dengan penilaian tidak berat jika skor < 28 dan berat jika skor 28. untuk mengukur tingkat kecemasan, kuisioner pendidikan dan kuisioner peran perawat dengan skala selalu (SL), sering (SR), kadang (KD), jarang (JR), tidak pernah (TP). yang nantinya akan diisi oleh responden dan dibantu oleh satu orang perawat yang bertugas di ruang Seruni RSUD M. Yunus Bengkulu yang sudah diberi penjelasan tentang pengisian kuisoner. Sedangkan data Sekunder adalah data yang didapatkan secara tidak langsung dari responden, tetapi didapat dengan metode pencarian data rumah sakit dalam bentuk

Rekam Medik misalnya: nama, umur, pekerjaan, alamat, jumlah pasien yang melakukan operasi, tanggal masuk rumah sakit, tanggal keluar rumah sakit dan lain-lain.

F. Pengolahan Data Data yang telah diperoleh atau terkumpul diolah dan dianalisis dengan program komputer melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. Editing

Editing data adalah meneliti kembali apakah isian pada kuisioner yang dilakukan responden sudah cukup dan benar sesuai dengan petunjuk yang ada. Editing dilakukan langsung pada saat responden mengembalikan kuesioner yang sudah diisi dengan harapan apabila ada kekurangan data atau kesalahan dalam pengisian dapat segera diperbaiki.
1. Coding (Pengkodean)

Jawaban-jawaban atau hasil yang ada kemudian di klasifikasikan dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode-kode..
2. Entry Data (Pemasukan Data)

Data yang telah ada dicoding dan hasil scoring kemudian diolah kedalam komputer dengan menggunakan program SPSS For Window.
3. Cleaning (Pembersihan Data)

Sebelum melakukan analisa data dengan dilakukan pengecekan kembali terhadap data yang sudah masuk apakah data yang dimasukkan sudah benar dan tidak ada lagi kesalahan. Selanjutnya dilakukan transformasi data untuk menggambarkan variabel bebas dan variabel terikat. Kemudian dilakukan scoring terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan masing-masing variabel dan diteruskan dengan pengujian kebenaran data dengan menggunakan uji Chi-Square dengan signifikan = 5 %.

G. Analisa Data 1. Analisa Univariat

Untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari masing-masing variabel penelitian baik independent maupun dependent. . Rumus yang digunakan, yaitu : Keterangan : P F = Persentase yang ingin dicapai = Jawaban dalam setiap kategori

N = Jumlah seluruh responden (Budiarto, 2001) 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas (pendidikan pasien dan peran perawat) dengan variabel terikat (kecemasan pada pasien pre operasi). Untuk melihat hubungan antara dua variabel kategorik maka digunakan Uji X (Chi-Square) Ha diterima jika nilai p 0,05 Ha ditolak jika nilai p > 0,05 (Budiarto, 2001)
http://yulnico.blogspot.com/2011/05/hubungan-pendidikan-dan-peran-perawat.html 555555555

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI BANGSAL MELATI RSD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA
3 Mei 2009

DEWI WIJAYANTI A. Latar Belakang Masalah

Rumah sakit adalah salah satu organisasi kesehatan yang dengan segala fasilitas kesehatannya diharapkan dapat membantu pasien dalam meningkatkan kesehatan dan mencapai kesembuhan baik fisik, psikis, maupun sosial. Tujuan kesehatan tidak hanya memulihkan kesehatan pasien secara fisik tetapi sedapat mungkin diupayakan menjaga kondisi emosi dan jasmani pasien menjadi nyaman, namun kemajuan yang pesat dalam teknologi medis belum diiringi dengan kemajuan yang sama pada aspek-aspek kemanusiaan dari perawatan pasien. Proses perawatan di rumah sakit seringkali mengabaikan aspek-aspek psikologis sehingga menimbulkan berbagai permasalahan pisikologis bagi pasien yang salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum dialami oleh pasien yang dirawat di rumah sakit, kecemasan yang sering terjadi adalah apabila pasien yang dirawat di rumah sakit harus mengalami proses pembedahan. Pembahasan tentang reaksi-reaksi pasien terhadap pembedahan sebagian besar berfokus pada persiapan pembedahan dan proses penyembuhan. Pembedahan adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa semua pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial aktual terhadap integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stress fisiologis maupun psikologis (Barbara C.Long, 1989) Pandangan setiap orang dalam menghadapi pembedahan berbeda, sehingga respon pun berbeda. Setiap menghadapi pembedahan selalu menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada pasien, kecemasan sering muncul pada usia sebelum 30 tahun (Stuard and Sundeen, 1998). Seseorang yang sangat cemas sehingga tidak bisa berbicara dan mencoba menyesuaikan diri dengan kecemasan sebelum operasi, seringkali menjadi hambatan pada paska operasi, pasien menjadi cepat marah, bingung, lebih mudah tersinggung akibat reaksi psikis, dibandingkan dengan orang yang cemas ringan (Barbara C. Long, 1996). Pasien pre operasi sangat membutuhkan dukungan keluarga, pasien dapat mengekspresikan ketakutan dan kecemasannya pada keluarga dengan mengurangi kecemasan dan ketakutan yang berlebihan dan tidak beralasan, akan mempersiapkan pasien secara emosional. Selain itu, mempersiapkan keluarga terhadap kejadian yang akan dialami pasien dan diharapkan keluarga banyak memberi dukungan pada pasien dalam menghadapi operasi (Anderson dan Masur 1989).
1. Dukungan keluarga sebagai salah satu sumber dukungan bagi anggota keluarga yang sedang sakit. Dari hasil observasi atau studi pendahuluan selama satu minggu, dengan teknik wawancara di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta, pada tanggal 15 Februari tahun 2008, didapatkan data bahwa dari 15 pasien yang mau melakukan operasi, 9 orang diantaranya merasa cemas, dengan data sebagai berikut:

1. Satu pasien mengatakan cemas dikarenakan tidak didampingi oleh kedua orang tua dan suami yang merupakan sumber dukungan, kedua orang tuanya berada diluar kota sedang suami sibuk mencari surat keringanan biaya operasi, tanda-tanda kecemasan yang dimiliki adalah pasien lebih banyak berdiam diri dan murung. 2. Tiga pasien mengatakan cemas karena saat di rumah sakit tidak didampingi oleh keluarga namun hanya didampingi oleh suami, dan tanda-tanda kecemasan yang dimiliki antara lain nafsu makan berkurang,sering bangun saat malam hari, muka terlihat puat dan murung. 3. Lima pasien mengatakan cemas dikarenakan tidak ada dukungan dari anak-anak dan sanak saudara, tanda-tanda kecemasan yang dimilliki adalah jarang berkomunikasi, sering menanyakan keluarga, dan sulit untuk memulai tidur. 4. Enam pasien mengatakan tidak cemas dikaranakan mendapatkan dukungan dari keluarga, yaitu anak, istri, orang tua yang selalu mendampingi dan sanak keluarga yang bergantian mengunjungi. B. Rumusan Masalah

Dari berbagai uraian latar belakang tersebut diatas maka akan timbul masalah sebagai berikut Adakah Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Di Bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
1. Tujuan Khusus

a Diketahuinya dukungan keluarga yang diberikan pada pasien pre operasi di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. b Diketahuinya tingkat kecemasan pasien pre operasi di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perawat Di RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta

Mengoptimalkan fungsi perawat dalam penatalaksanan asuhan keperawatan kepada pasien yang mengalami kecemasan, tanpa mengabaikan aspek-aspek psikologis, sehingga profesionalisme perawat dalam bekerja dapat ditingkatkan lagi dan operasi berjalan dengan lancar.
1. Bagi RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta

Dapat dipakai sebagai masukkan untuk meningkatkan pelayanan

1. Bagi Pasien Dan Keluarga Di RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta 1. Memberikan rasa nyaman pada pasien sehingga pasien tidak cemas pada proses operasi 2. Memberikan masukan bahwa dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien 3. Bagi Peneliti 1. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan 2. Memberikan masukan bagi peneliti bahwasanya dukungan keluarga sangat diperlukan bagi pasien. E. Ruang Lingkup Masalah 1. Variabel Yang Diteliti 2. Dukungan keluarga adalah variable bebas 3. Tingkat kecemasan pada pasien pre operasi adalah variabel terikat 1. Responden

Pasien dewasa yang berumur 21 40 tahun yang menjalani rawat inap dan akan melakukan operasi di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.
1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.


1. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei tahun 2008.
1. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dititik beratkan pada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Penelitian yang sama sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan oleh peneliti yang lain, namun ada beberapa penelitian yang mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti antara lain :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Rondhianto (2004) dengan judul Hubungan antara dukungan keluarga dengan kecemasan perpisahan akibat hospitalisasi pada pasien anak usia pra sekolah di bangsal anak RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Menggunakan metode penelitian non eksperimental, dengan pendekatan cross sectional.

Tempat penelitian di bangsal Ibnu Sina RSU PKU Muhammadiyah, pada bulan Januari sampai Maret 2004. Sampel adalah orang tua dari anak pra sekolah yang dirawat di bangsal Ibnu Sina RSU PKU Muhammadiyah. Alat ukur untuk pengumpulan data adalah daftar pertanyaan dalam bentuk kuesioner, dengan uji validitas menggunakan product moment dari pearson. Hasil penelitian adalah ada hubungan

dukungan keluarga dengan kecemasan pada anak akibat hospitalisasi pada pasien anak usia pra sekolah di bangsal Ibnu Sina RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rondhianto (2004) diantaranya, peneliti meneliti tentang Hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan pendekatan cross sectional. Tempat penelitian di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta, pada bulan April sampai Mei tahun 2008, sampel adalah pasien pre operasi di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Menggunakan metode quota sampel, alat ukur penelitian menggunakan kuesioner, dengan uji validitas menggunakan product moment dan reliabilitas menggunakan alpha dan kr 20.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Efrita Herliyati (2005) dengan judul Hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kooperatif anak usia pra sekolah saat pemasangan infus di INSKA RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Instrumen penelitian menggunakan angket sedangkan uji validitas dan reabilitas mengunakan product moment dari pearson. Hasil penelitian yang dilakukan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kooperatif anak usia pra sekolah saat pelaksanaan pemasangan infus.

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah, peneliti meneliti tentang Hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Jenis penelitian non eksperimental dengan pendekatan cross sectional, sampel yang diteliti adalah pasien pre operasi di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah quota sampel, alat ukur penelitian menggunakan kuesioner yang diuji validitas dan reabilitas menggunakan product moment dan alpha serta kr 20.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Liliyanti (2000) dengan judul Peran keluarga dalam proses hospitalisasi di lakukan di bangsal Bedah RS Dr. Sardjito, Yogyakarta. Jenis penelitian yang telah dilakukan tersebut bersifat penelitian deskriptif kualitatif dengan penggunaan wawancara mendalam pada responden dalam metode pengumpulan datanya.

Peneliti melakukan penelitian yang berjudul Hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta, yang merupakan penelitian non eksperimental dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang dipakai adalah pasien pre operasi di bangsal Melati RSD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Menggunakan kuesioner sebagai alat ukur yang bersifat tertutup dan langsung dalam bentuk check list, untuk mengukur tingkat kecemasan dan rating-scale (skala bertingkat) untuk mengukur dukungan keluarga pada pasien pre operasi.
http://skripsistikes.wordpress.com/2009/05/03/ikpiii18/ 6666666666

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kecemasan Dan Pengetahuan Pada Pasien Preoperasi Fraktur Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
ABSTRAK Burhanuddin, S541002006. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kecemasan Dan Pengetahuan Pada Pasien Preoperasi Fraktur Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Komisi Pembimbing I : Prof. Dr. Sri Yutmini, M. Pd. Pembimbing II : Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. Tesis: Magister Kedokteran Keluarga. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011. Latar Belakang: Kecemasan juga dapat terjadi pada pasien yang akan menjalani operasi patah tulang atau fraktur. Kecemasan pada masa preoperasi fraktur meliputi takut terhadap anestesi, takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuan atau takut tentang deformitas atau ancaman lain terhadap citra tubuh. Pendidikan kesehatan adalah salah satu yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien preoperasi fraktur melalui pemenuhan kebutuhan informasi mengenai pembedahan. pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi keperawatan yang mandiri untuk membantu klien, baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik yang bertugas untuk meningkatkan pengetahuan klien Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kecemasan dan pengetahuaan pada pasien preoperasi fraktur sebelum dan sesudah memperoleh pendidikan kesehatan. Metode: Desain dalam penelitian ini adalah Pre-eksperimental design (Pre-eksperimental one group pre test-post test design). Populasi sumber penelitian ini adalah penderita yang akan menjalani operasi fraktur di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dari tanggal 07 Juli s/d 07 Agustus 2011. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Penentuan jumlah sampel menggunakan metode exhaustive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang berisi pernyataan tentang kecemasan dan tes pengetahuan. Data dianalisis dengan menggunakan uji Paired Sample T-Test. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kecemasan pada pasien preoperasi fraktur sebelum dan sesudah memperoleh pendidikan kesehatan (t = 92,697 dan p = 0,000). Ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan pada pasien preoperasi fraktur sebelum dan sesudah memperoleh pendidikan kesehatan (t = 16,683 dan p = 0,000). Simpulan: Pendidikan kesehatan dapat menurunkan tingkat kecemasan dan meningkatkat pengetahuan pada pasien preoperasi fraktur. Disarankan pada penyelenggara pelayanan kesehatan agar melakukan pendidikan kesehatan pada pasien preoperasi fraktur karena terbukti mampu menerunkan kecemasan dan meningkatkan pengetahuan pasien. Kata Kunci: Pendidikan Kesehatan, Kecemasan, Pengetahuan, Preoperasi fraktur. ABSTRACT

Burhannudin, S541002006. Effect of Health Education on Worry and Knowledge of Fracture Presurgery Patients in Dr. Soeradji Tirtonegoro General Hospital of Klaten. The first commission of supervision : Prof. Dr. Sri Yutmini, M. Pd. The second supervision is Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. Thesis. Family Medical Magister. Postgraduate Program of Sebelas Maret University of Surakarta. Background: Worry may occur in a patient who will go through surgery for his/her fracture. Worry in fracture presurgery period includes worry of anesthesia, worry of pain or death, worry of ignorance or worry about deformity or other threats on body image. One of health education aims is to reduce worry level of patients of fracture presurgey through meeting information needs of the patient. Health education is one of independent nursing intervention in attempts of helping client, individually or collectively and people in overcoming health problems by conducting learning activities in which nurse has a role as educator nurse whose duty is to enhance clients knowledge. Purpose: The research aims to know difference of worry and knowledge of fracture presurgery patients before and after receiving health education. Method: Design of the research is pre-experimental one (pre-experimental one group pretest posttest design). Population of the research is patients who will go through fracture surgery in Dr. Soeradji Tirtonegoro General Hospital of Klaten during 07 July - 07 August 2011. Sample of the research is taken by using purposive sampling technique. Number of sample is determined by using exhaustive sampling method. Data is collected by using questionnaire asking about worry and test of knowledge. The data is, then, analyzed by using Paired Sample T-Test. Results: Results of the research indicated that there was a significant difference between worry of fracture presurgery patients before and after receiving health education (t=92.696 and p = 0.000). There was a significant difference between knowledge of fracture presurgey patients before and after receiving health education (t=16.683 and p = 0.000). Conclusion: Health education can reduce worry level of fracture presurgery patients and increase knowledge of the patients. It is suggested that health provider should perform health education for fracture presurgery patients because it is proved to be able to reduce worry and to improve knowledge of the patients.
http://pasca.uns.ac.id/?p=1891 7777777

Manfaat membaca al-Qur'an untuk kehidupan


Sebagai wahyu yang Allah turunkan kepada nabi-Nya, tentu al-Qur'an memiliki keutamaan dan keistimewaan tersendiri bagi para pembaca dan penggemarnya. Ayat-ayat al-qur'an yang kita baca sehari-sehari tidak lepas dari karunia Allah untuk setiap muslim yang demikian besar. Karena saking istimewanya al-Qur'an ini dari kitab-kitab samawi lainnya, Allah memberikan tempat istimewa bagi para pecintanya. Oleh karena bagi anda yang ingin memaksimalkan peran al-Qur'an dalam kehidupan, nampaknya harus lebih banyak lagi mengetahui manfaat dan perannya, terutama untuk kehidupan. Di antara

manfaat itu adalah: 1. Ayat-ayat al-Qur'an yang dibaca setiap hari akan memberikan motivasi dan penyemangat bagi si pembacanya. 2. Ketika membaca al-Qur'an, Allah akan menegur diri kita pada setiap ayat-ayat-Nya. 3. Bacaan al-Qur'an yang melibatkan emosi akan memberikan kedamaian dan ketenangan yang tidak bisa dilukiskan, seperti yang dialami dan dirasakan oleh Sayyid Quthb Rahimahullah. 4. Orang yang membaca al-Qur'an akan senantiasa ingat Allah dan kembali kepada-Nya. 5. Orang yang membaca al-Qur'an akan selalu berada dalam kecukupan dan nikmat Allah meski ia merasakan serba kurang di dunia. 6. Ayat-ayat Alloh akan menjadi penjaganya selama ia hidup di dunia, karena ia telah menjaga ayat-ayatNya. 7. Orang yang paham al-Qur'an adalah orang yang memiliki banyak ilmu. 8. Orang yang membaca al-Qur'an bagaikan orang yang sedang menyelami samudera kehidupan, dan mengambil manfaat darinya. 9. Orang yang selalu akrab dengan ayat-ayat akan diberikan jiwa yang sejuk, hati yang damai dan pikiran yang jernih, sehingga membuatnya ingin selalu beramal, kreatif, inovatif dan produktif. 10. Orang yang membaca al-Qur'an akan selalu berada dalam kegembiraan dan penuh harapan, di saat orang lain merasakan kesedihan, kecemasan dan rasa pesimis. Karena diri mereka selalu dipompa dengan siraman ayat-ayat-Nya yang lembut. 11. Orang yang rajin membaca al-Qur'an akan selalu diberikan jalan kemudahan dan petunjuk sehingga tidak mudah untuk menyimpang dan menyerah karena ayat-ayat Allah akan selalu mengingatkan dirinya ketika dirinya 'tersandung dosa dan maksiat.' 12. Orang yang membaca dan menjaga al-Qur'an selalu berada dalam lindungan dan penjagaan Allah. Ayat-ayat al-Qur'an mengajak pembacanya untuk senantiasa berpikir, merenung dan beramal sebanyakbanyaknya. Dan masih banyak manfaat-manfaat lainnya yang terus update dengan kondisi kehidupan kita...Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu belajar dan meningkatkan diri untuk lebih dekat lagi dengan alQur'an...Amiin wallahu a'lam http://baskomm.blogspot.com/2011/06/manfaat-membaca-al-quran-untuk.html 888888

Penawar Hati..., Katakanlah: Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. QS. Fushilat: 44).
Wednesday, 16 March 2011 06:15 Lady Ukhtifillah Rahimakumullah

As-salmu alaikum wa Bismillah Ar Rahman Ar Raheem Penawar Kebingungan dan Kebimbangan

rahmatul

lhi

wa

baraktuh!

Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-Nahl: 97) Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wataala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya. Amma Badu: Terkadang, didalam kehidupan seorang yang beriman tidak terlepas dari kebimbangan dan kesedihan yang mengeruhkan kebeningan kehidupannya dan mematahkan kenikmatannya. Perkara ini akan menghapuskan dosa-dosanya dan mengangkat derajatnya. Selain itu, dia akan mendapat manfaat yang lain, yang paling penting adalah bahwa semua cobaan hidup ini akan mengarahkan seorang yang beriman untuk kembali kepada Allah subhanahu wataala, bersimpuh di hadapan -Nya, bertdharru kepada -Nya, sehingga dengannya hati akan mendapatkan ketenangan dan ketentraman, serta akan merasakan kebahagiaan dan merasa dekat dengan Allah Azza Wa Jalla, yaitu sebuah kebahagiaan yang tidak bisa terlukiskan. Selain itu, semua perkara yang mengeruhkan hidup akan menjadikan seorang mumin mengetahui kehinaan duniawi. Perasaan ini akan membawanya kepada zuhud dengan dunia dan tidak cendrung kepadanya, dia akan mementingkan akherat dengan penuh keyakinan bahwa dia lebih baik dan lebih kekal abadi, sebab tidak ada kebimbangan di dalam surga dan tidak pula kesedihan sebagaimana ditegaskan di dalam firman Allah subhanahu wataala: Dan mereka berkata: Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (35)Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga) dari karunia -Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu. (QS. Fathir: 34-35) Alangkah agungnya manfaat yang didapatkan bagi orang yang mengetahui hikmah Allah yang terakandung di dalamnya. Dan di bawah ini beberapa langkah yang bermanfaat untuk menghalau rasa bimbang, bingung, sedih dan berencana bagi orang yang menggunakannya secara baik: Pertama: Beriman dan beramal shaleh. Allah subhanahu wataala berfirman: Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-Nahl: 97)

Ini adalah janji Allah subhanahu wataala kepada orang yang beriman dan beramal shaleh bahwa Dia akan menganugarahkan kepada mereka kehidupan yang baik. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Shuhaib RA berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: Sungguh menakjubkan perkara seorang yang beriman, sesungguhnya segala perkara orang yang beriman itu baik, dan hal itu tidak terjadi kecuali bagi orang yang beriman, jika dia mendapatkan kebaikan maka dia bersyukur maka itu adalah lebih baik baginya, dan apabila mendapat musibah dia bersabar dan itu lebih baik baginya. Kedua: Kegembiraan seorang muslim karena apa yang diperolehnya berupa pahala yang agung, upah yang besar, sebagai balasan atas kesabaran dan harapan pahala dari Allah subhanahu wataala atas bencana-bencana yang menimpanya itu baik berupa kebimbangan duniawi dan segala bentuk musibahnya. Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda: Apa apa yang menimpa seorang muslim baik keletihan, penyakit yang akut, kebimbangan, kesedihan, gangguan, kebingungan bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapuskan dengannnya kesalahan-kesalahannya, di dalam riwayat yang lain disebutkan: Bahkan kecemasan kecuali Allah subhanahu wataala akan menghapuskan dengannya segala keburukan-keburukannya, di dalam riwayat yang lain disebutkan oleh Imam Muslim: Apapun yang menimpa seorang muslim baik duri atau yang lebih kecil darinya kecuali Allah akan mengangkat derajatnya dengan musibah tersebut atau dia akan dihapuskan kesalahannya. Akhirnya seorang muslim menyadari bahwa apapun musibah yang menimpanya, baik kebimbangan dan kecemasan pada hakekatnya hal itu sebagai penghapus bagi kesalahankesalahannya dan tabungan bagi kebaikannya. Seorang ulama salaf berkata: Seandainya bukan karena musibah maka kita akan datang pada hari kiamat sebagai orang yang merugi. Bahkan salah seorang di antara mereka senang jika ditimpa musibah sebagaimana kesenangan mereka hidup dalam suasana sentosa. Ketiga: Mengetahui hakekat dunia, bahwa dia fana, kesenangan yang ada padanya sangatlah sedikit, kelezatannya bisa mendatangkan kekeruhan, tidak pernah menjanjikan kecerahan bagi siapapun, jika seseorang tertawa di dunia dalam sesaat, maka orang itu menangis di dunia dalam waktu yang panjang, jika dia seseorang gembira di dunia dalam waktu yang pendek maka dia juga membuat seseorang, banyak bersedih. Allah subhanahu wataala berfirman: Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran);. (QS. Ali Imron: 140). Maka hari-hari bergilir satu hari untuk kemenangan dan di hari yang lain penderitaan. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda: Dunia ini adalah penjara bagi orang yang beriman dan surga bagi orang kafir. Dunia juga sebagai ladang kelelahan, gangguan, kebingungan, kecemasan maka seorang yang beriman akan merasa tenang setelah meninggalkannya. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Qotadah bahwa jenazah seseorang melewati Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam lalu bersabda: Tenang dan orang lain tenang darinya.

Para shahabat bertanya: Wahai Rasulullah apa yang anda maksudkan dengan kata tenang dan orang lain tenang darinya?. Maka beliau bersabda: Seorang hamba yang beriman akan tenang terlepas dari keletihan duniawi dan gangguannya menuju rahmat Allah sementara hamba yang bejat akan membuat manusia, negeri, pohon dan hewan akan tenang dengan kepergiannya. Inilah makna tentang hakekat dunia yang disadari oleh orang yang beriman maka dengan kesadaran ini segala musibah dan kebimbangan akan menjadi enteng, sebab dia menyadari bahwa itulah hakekat dunia. Keempat: Kebimbangan dan kecemasan yang terjadi dunia ini akan membuat jiwa ini tercerai berai, memporak-porandakan kekuatannya, namun jika seseorang menjadikan orientasinya mengarah kepada akherat maka Allah subhanahu wataala akan mengumpulkan kekuatannya dan tekadnya akan dimantapkan. Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi di dalam kitab sunannya dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang menjadikan negeri akherat sebagai orientasinya maka Allah akan menjadikan kekayaan di dalam hatinya dan Dia akan mengumpulkan segala kekuatannya sementara dunia ini akan datang mengejarnya dengan penuh ketundukan, dan barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai orientasinya maka Allah akan menjadikan kefakiran di hadapannya dan mencerai beraikan kekuatannya dan dunia tidak datang kepadanya kecuali apa yang telah ditetapkan baginya. Kelima: Berdoa. Langkah ini adalah penawar yang paling ampuh dalam menghilangkan kebimbangan dan kebingungan. Allah subhanahu wataala berfirman: Dan apabila hamba-hamba -Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada -Ku, (QS. Al-Baqarah: 186). Allh subhanahu wataala berfirman: Berkata Musa: Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku. (QS. Thaha: 25). Dan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam meminta perlindungan kepada Allah subhanahu wataala dari segala kebimbangan dan kesedihan. Diriwayatkan oleh Al-Buhkari di dalam kitab shahihnya dari Anas bin Malik berkata : Aku menjadi pembantu Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam di dalam rumah tangganya dan apabila beliau memasuki rumah keluarganya maka beliau bersabda: Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada -Mu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, lilitan hutang dan penindasan orang. Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab sunannya dari hadits riwayat Abdurrahman bin Abi Bakroh bahwa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda: Doa orang yang kesusahan adalah; Ya Allah! Aku mengharapkan (mendapat) rahmat -Mu, oleh karena itu, jangan Engkau biarkan

diriku sekejap mata (tanpa pertolongan atau rahmat dari -Mu). Perbaikilah seluruh urusanku, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Apabila seorang hamba mendengungkan doa ini dengan hati yang sadar, niat yang benar dan dibarengi dengan usaha-usaha yang menyebabkan doa tersebut diterima maka Allah pasti memberikan apa-apa yang dimintanya dan dia berbuat untuk mewujudkan keinginannya serta kecemasan akan berbuah kesenangan dan kegembiraan. Keenam: Bertawakkal kepada Allah subhanahu wataala. Dia berfirman: Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. (QS. Al-Thalaq: 3) Artinya mencukupkan keperluannya baik dari perkara dunia atau akherat. Syekh Abdurrahman As-Sadi berkata: Maka pada saat hati ini bergantung kepada Allah subhanahu wataala, berserah diri kepada -Nya, tidak menyerah pada kecemasan, tidak pula dikendalikan oleh hayalan-hayalan yang buruk, maka dia akan percaya kepada Allah, mengharap pada karunia -Nya, dengannya pula segala serpihan-serpihan kebimbangan dan kebingungan akan terusir, serta akan terbebas dari banyak jenis penyakit hati dan jasad. Hati akan merasakan kekuatan, kelapangan dan kegembiraan yang tidak bisa terlukiskan.. Langakah-langkah untuk menggapai kebahgiaan itu ternyata sangat banyak bagi mereka yang menyadarinya, dan aku hanya menyebutkan beberapa langkah yang penting saja, dan semua langkah ini akan bertumpu pada membaca Al-Quran yang dibarengi dengan perenungan, dia adalah pelipur hati, cahaya bagi dada, penghapus kesedihan, penghilang segala kebimbangan dan kebingungan, obat bagi segala macam penyakit baik penyakit badan atau hati. Allah subhanahu wataala berfirman: Katakanlah: Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. QS. Fushilat: 44). Allah subhanahu wataala berfirman: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Al-Isro: 82) Maka barangsiapa yang membaca Al-Quran ini dengan penuh perenungan dan meresapi maknanya maka segala kecemasan dan kebimbangan akan hilang dari dirinya. Allah subhanahu wataala berfirman: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah -lah hati menjadi tenteram. (QS. Al-Radu: 28). Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau
http://khutbahbank.net/joomla-license/67-penawar-hati-katakanlah-al-quran-itu-adalah-petunjuk-danpenawar-bagi-orang-orang-yang-beriman-qs-fushilat-44.html

999999999 PENGARUH BELAJAR DAN TERAPI MEMBACA AL QURAN SECARA RUTIN TERHADAP HILANGNYA RASA CEMAS PADA ANAK DIDIK SAAT MENGHADAPI UJIAN AKADEMIK. PENGARUH BELAJAR DAN TERAPI MEMBACA AL QURAN SECARA RUTIN TERHADAP HILANGNYA RASA CEMAS PADA ANAK DIDIK SAAT MENGHADAPI UJIAN AKADEMIK.

1. Latar belakang Setiap orang pasti pernah mengalami kecemasan, karena tidak ada cara untuk menghindari kecemasan. Ciri-ciri orang yang mengalami gangguan kecamasan antara lain kesulitan untuk berkonsentrasi, sangat mudah lelah, ketidaksabaran, mudah tersinggung, dan mengalami keteganggang otot yang amat sangat. Ada beberapa teori dalam psikologi yang menjelaskan tentang sebab-sebab kecemasan. Pertama teori psikoanalisis yang berpendapat bahwa sumber kecemasan adalah konflik yang tidak disadari antara ego (alam sadar) dan impuls-impuls id (alam bawah sadar). Dan jika seseorang meninggalkan id maka orang tersebut tidak lagi hidup. Kedua, teori tentang kognitif-Behavioral. Dimana rasa cemas itu disebabkan oleh proses-proses berpikir yang menyimpang. Kecemasan yang sering dihadapi oleh peserta didik di usia sekolah menengah pada saat menghadapi ujian semester, sekolah, dan nasional. Maka untuk mengurangi kecemasan tersebut anak didik harus belajar dan dibutuhkan terapi membaca Al-Quran secara rutin, terapi membaca Al-Quran ini bisa dilaksanakan secara mandiri oleh peserta didik usia sekolah menengah. Tidak gampang menyerah, ini merupakan salah satu kunci kesuksesan Thomas Alfa Edison. Dia tidak gampang putus asa dengan ribuan kasus kegagalannya. Itu justru memicu keingintahuan yang mendalam. Kreativitas adalah sebuah hasil latihan. Suatu upaya terus menerus tak kenal lelah. Kreativitas yang tidak dilatih akan lumpuh, misalnya otot seorang binaraga yang tidak pernah dilatih (Taufiq Pasiak, 2002: 166). Ini adalah proses belajar yang dialami Thomas Alfa Edison. Ketika seorang bermeditasi atau bertafakur, berdzikir, atau bahkan membaca Al-Quran, tidur, dan bermimpi, otak bekerja sedemikian rupa malalui gerakan-gerakan sel saraf dan melepas muatan sehingga di dalam otak ada gelombang listrik. Ada empat jenis gelombang otak yang merekam aktivitas manusia sepanjang waktu. Ketika seseorang tidur dan tidak bermimpi itu artinya ia tidak melakukan apa-apa. Akan tetapi positifnya, keadaan ini adalah kondisi yang prima untuk penyembuhan penyakit. Keadaan tidur ini disebut keadaan delta yang memiliki frekuensi 0.5-3.5 Hz. Ketika seseorang tidur dan bermimpi, berati ia dalam keadaan teta. Keadaan teta adalah kondisi ketika pikiran atau otak bekerja secara baik, jernih, dan bening. Tahap iluminasi dari proses kreatif menunjukkan gelombang alfa pada otak, kisaran 7 atau 8- 13 Hz. Untuk mengingat dengan baik, otak harus berada dalam keadaan alfa. Ketika seseorang dilanda setres atau frustasi dan tidak dapat berpikir jernih. Keadaan ini menunjukkan bahwa kondisi otak sedang berada

dalam kondisi beta. Gelombang ini berkisar di atas 13 Hz yang menunjukkan kinerja logis otak. Otak dalam kondisi ini adalah otak analitis (Taufiq Pasiak, 2002). Tapi dilihat dari fenomena yang ada banyak peserta didik dan guru yang melakukan doa bersama sehari sebelum ujian dan berkeyakinan dapat membuat mereka lulus dalam ujian. Banyak juga peserta didik yang melakukan belajar dengan sistem kebut semalam. Namun seharusnya hal ini dilakukan secara rutin.

2. Tujuan Program Program ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh membaca Al-Quran dan belajar secara rutin terhadap hilangnya rasa cemas pada anak didik saat menghadapi ujian semester, sekolah, maupun nasional.

3. Manfaat program Perancang program berharap program ini bisa menambah wawasan mengenai manfaat membaca AlQuran secara rutin sebagi obat penghilang rasa cemas disertai dengan belajar rutin bagi setiap anak didik di sekolah menengah. Serta program ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi orang tua dan guru agar mengarahkan anak didiknya untuk membaca Al-Quran.

4. Sasaran program Sasaran dari program ini adalah anak didik di sekolah menengah.

5. Metode dan Cara Penyampaian Metode pengumpulan data ini dilakukan dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan manfaat belajar dan membaca Al-Quran. Selain itu, metode yang digunakan adalah observasi partisipan. Dimana observer juga melakukan belajar dan terapi membaca Al-Quran secara rutin dan mandiri. Cara penyampaiannya dengan melakukan sosialisasi di sekolah dan masyarakat tentang pentingnya belajar dan membaca Al-Quran secara rutin.

6. Hambatan yang kemungkinan dialami

1. 2. 3. 4.

Tidak semua anak didik usia sekolah menengah beragama islam. Waktu menonton televisi dan bermain yang berlebihan bagi anak usia sekolah menengah. Orang tua tidak peduli terhadap waktu belajar dan mengaji untuk anak usia sekolah menengah. Guru hanya menekankan segi kognitif dari pada psikis anak didiknya.

7. Solusi 1. Anak didik diajari dan disuruh untuk membaca Al-Quran, baik muslim maupun non muslim karena intonasi dan bacaan Al-Quran itu dapat menghilangkan gelombang beta pada otak, dimana gelombang beta tersebut dapat menyebabkan pikiran tidak bisa fokus dan sulit berkonsentrasi serta tidak dapat berpikir jernih. 2. Anak usia sekolah dibatasi waktu untuk menonton televisi dan bermain agar anak menjadi disiplin. 3. Orang tua memberikan tanggung jawab kepada anak untuk megatur waktu belajar mengajinya sendiri. Selain itu juga orang tua tidak lupa untuk mengontrolnya. 4. Guru tidak hanya mementingkan segi kognitif anak saja tetapi juga harus memikirkan segi psikis anak, misalnya anak diwajibkan mengikuti ekstrakulikuler sesuai dengan bakat dan minat anak.

8. Hasil Pembuat program berharap dengan dilaksanakannya program ini dapat terlahir: 1. Anak didik menjadi lebih tenang saat menghadapi ujian semester, sekolah, maupun nasional. 2. Anak didik lebih percaya diri dengan kemampuannya tanpa mengandalkan contekan dari teman dan bocoran jawaban soal ujian, baik melalui sms maupun dari oknum. 3. Remaja Indonesia yang tidak mudah terpengaruh oleh arus globalisasi dan tidak latah dengan fenomena yang dipropogandakan oleh media masa. 4. Guru dan orang tua yang peduli terhadap kemajuan anak, baik dari segi mentalitas maupun kognitif. 5. Anak didik yang disiplin. http://arifindikromo.blogspot.com/2011/05/pengaruh-belajar-dan-terapi-membaca-al.html

Selasa, 24 Mei 2011


HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PERAN PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI DI RUANG SERUNI RSUD. M. YUNUS BENGKULU TAHUN 2010

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Rumah sakit adalah sebuah fasilitas, sebuah institusi dan sebuah organisasi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan. Pelayanan yang ada di Rumah Sakit adalah pelayanan pengobatan baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik fisik maupun psikologisnya misalnya harga diri, gambaran diri, dan identitas diri (Tjandra, 2003). Sebagian besar pasien beranggapan bahwa operasi merupakan pengalaman yang menakutkan. Reaksi cemas ini akan berlanjut bila pasien tidak pernah atau kurang mendapat informasi yang berhubungan dengan penyakit dan tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. Setiap pasien pernah mengalami periode cemas, apalagi yang akan menjalani operasi. Kecemasan merupakan gejala klinis yang terlihat pada pasien dengan penatalaksanaan medis. Bila kecemasan pada pasien pre operasi tidak segera diatasi maka dapat mengganggu proses penyembuhan, untuk itu pasien yang akan menjalani operasi harus diberi pendidikan kesehatan untuk menurunkan atau mengurangi gejala kecemasan (Carbonel, 2002). Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum di alami oleh pasien yang dirawat dirumah sakit, kecemasan yang sering terjadi adalah apabila pasien yang dirawat di rumah sakit harus mengalami proses pembedahan. Pembahasan tentang reaksi reaksi pasien terhadap pembedahan sebagian besar berfokus pada persiapan pembedahan dan proses penyembuhan (Dewi wijayanti, 2006). Berdasarkan data WHO (2007), Amerika Serikat menganalisis data dari 35.539 pasien bedah dirawat di unit perawatan intensif antara 1 oktober 2003 dan 30 september 2006, Dari, 8.922 pasien (25,1%) mengalami kondisi kejiwaan dan 2,473 pasien (7%) mengalami kecemasan. Berdasarkan data dari RSUD Sragen Wijaya Kusuma, didapatkan bahwa 10% dari pasien yang akan menjalani pembedahan, terjadi penundaan proses operasi karena peningkatan kecemasan. Kecemasan yang terjadi dapat berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah (RSUD Sragen, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh makmur et.al (2007) tentang tingkat kecemasan pre operasi bahwa dari 40 orang responden dalam tingkat kecemasan berat sebanyak 7 orang (17,5%), 16 orang (40%) yang memilki tingkat kecemasan dalam kategori sedang, 15 orang (37,5%) dalam kategori ringan dan responden yang tidak merasa cemas sebanyak 2 orang (5%). Hasil penelitian di Rumah Sakit Ortopedi Prof Dr. R. Soeharso tahun 2008 dari 3827 pasien yang mengalami pembedahan sekitar (2%) mengalami kecemasan (Makmur, 2007).

Kecemasan pre operasi dapat dipengaruhi dari beberapa faktor antara lain adalah faktor biologis yang terjadi akibat dari reaksi saraf otonom yang berlebihan dengan naiknya system tonus saraf simpatis, dan faktor psikologis yang dapat terjadi akibat implusimplus bawah sadar yang masuk kealam sadar seperti tidak didampingi oleh orang tua, suami, anak ataupun keluarga yang lain, Selain itu faktor pendidikan pasien juga dapat mempengaruhi kecemasan yaitu tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya dukungan dari perawat (Sadock dan Kaplan, 1998). Pendidikan dapat mempengaruhi seorang termasuk juga prilaku seseorang akan kepatuhannya, terutama dalam motivasi untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap perubahan-perubahan hidup sehat (Notoatmojo, 2002). Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang paling sering berinteraksi dengan pasien, mempunyai kewajiban membantu pasien mempersiapkan fisik dan mental untuk menghadapi operasi, termasuk dalam pemberian pendidikan kesehatan, maka memerlukan keterampilan komunikasi yang baik. Sikap dan tingkah laku perawat membantu menumbuhkan rasa kepercayaan pasien. Salah satu cara melakukan hal ini ialah dengan mencurahkan perhatian sampai kepada hal yang sekecil-kecilnya dalam merawat pasien. Perawat harus mau mendengarkan semua keluhan pribadi pasien (Widodo, 1999). Peran perawat sangat penting dalam penanggulangan kecemasan dan berupaya agar pasien tidak merasa cemas melalui asuhan keperawatan komprehensif secara biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Peran perawat sangat penting untuk memberikan suport atau dukungan dan penyuluhan terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi ( Kuntjoro, 2002 ). Perawat mempunyai kontak paling lama dalam menangani persoalan pasien. Peran perawat dalam upaya penyembuhan klien menjadi sangat penting. Seorang perawat dituntut bisa mengetahui kondisi dan kebutuhan pasien. Termasuk salah satunya dalam mengendalikan kebutuhan emosi diri pasien terutama pasien pre operasi dan post operasi. (Ibrahim, 2006). Berdasarkan hasil pengumpulan data di RSUD M.Yunus Bengkulu, pada tahun 2007 terdapat 4449 pasien yang mengalami pembedahan, yang dirawat 2154 pasien, dengan rincian sembuh 2259 dan 36 pasien meninggal (15%) dilakukan penundaan karena peningkatan kecemasan. Kecemasan yang terjadi dapat berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah, sehingga tindakan anestesi atau pembedahan ditunda. Pasien yang akan menjalani operasi besar dianjurkan untuk minimal masuk rumah sakit 12 jam sebelum pre operasi dilaksanakan dan operasi kecil 6 jam sebelum dilaksanakan. Tujuan agar persiapan yang dilakukan dapat sebaik mungkin (RSUD M. Yunus Bengkulu, 2008).

Sementara dari pengumpulan data awal diruang Seruni RSUD M. Yunus Bengkulu didapatkan data 2008 sebanyak 1033 dan data 2009 dari januari sampai tanggal Desember sebanyak 786 orang yang melakukan operasi. Berdasarkan hasil observasi dengan teknik wawancara selama tiga hari di ruang seruni RSUD M. Yunus Bengkulu didapatkan data bahwa dari 15 pasien yang akan melakukan operasi 5 orang yang mengalami kecemasan berat dengan ciri-ciri muka merah, nafas pendek, gelisah, susah tidur, sering buang air kecil, gemetar sehingga dapat menghambat proses operasi. Dari 5 orang yang mengalami kecemasan berat tersebut mempunyai pendidikan SMA kebawah dan kurang mendapatkan penkes dari perawat. Untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien tersebut keluarga dan perawat harus lebih banyak memberikan dukungan salah satunya yaitu selalu berada dekat pasien, memotivasi pasien untuk memberi keyakinan bahwa operasi dapat berjalan dengan lancar. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan pendidikan pasien dan peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu.
2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, masalah penelitian ini adalah masih tingginya tingkat kecemasan pasien pre operasi di RSUD M. Yunus Bengkulu. Sedangkan rumusan masalah penelitian ini adalah "apakah ada hubungan pendidikan pasien dan peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD M. Yunus Bengkulu".
3. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada Hubungan antara pendidikan dan peran perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu.
2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran tingkat pendidikan pada pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu.. 2. Mengetahui gambaran peran perawat di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu. 3. Mengetahui tingkat Kecemasan pasien pre operasi di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. 4. Mengetahui hubungan pendidikan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M. Yunus Bengkulu. 5. Mengetahui hubungan peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD. M.Yunus Bengkulu. 4. Manfaat penelitian 1. Bagi Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur bagi perpustakaan. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa dan masyarakat mengenai tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.
2. Bagi Rumah sakit

Hasil penelitaan ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para tenaga kesehatan khususnya pada perawat di ruang seruni dan ruangan yang lain. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan di bidang kesehatan.

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai masukan atau informasi bagi peneliti lain dalam mengembangkan penelitian dengan variabel-variabel yang lain.
4. Bagi Masyarakat

Dapat memperoleh pelayanan yang lebih baik terutama yang mengalami ketakutan, kecemasan, atau depresi dalam menghadapi pembedahan.
5. Keaslian penelitian

Sebagai bahan perbandingan penelitian serupa pernah diteliti oleh :


1. Agri Maha Tirani dengan judul penelitian "Perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan pada pasien pre operasi di RSUD. M. Yunus Bengkulu". 2. Rinda Lesti Sentia dengan judul penelitian " Hubungan Tingkat Pendidikan dan Umur Kehamilan dengan Tingkat Kecemasan Ibu Hamil Primigravida di Rumah Bersalin YKWP Desa Kangkung Kabupaten Demak.Adapun perbedaan antara karya tulis ini dengan karya tulis tersebut adalah pada variabel, rancangan dan waktu penelitian. 3. Elika dengan judul penelitian " Hubungan peran perawat dan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD M. Yunus Bengkulu. Adapun perbedaan antara karya tulis ini dengan karya tulis di atas adalah pada variabel, rancangan dan waktu penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Kecemasan 1. Pengertian

Cemas adalah keadaan emosi individu yang berkaitan dengan perasaan yang tak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki subyek yang spesifik, kondisi ini dialami secara subyektif (yang hanya dirasakan individu tersebut) dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Stuard and Sundeen, 1998). Kecemasan adalah Suatu kondisi yang menyangkut terminologi kesehatan jiwa dengan suatu kondisi was-was, perut terasa kosong, nafas sesak dan dada terasa nyeri (Ayub Sani, 2007). Kecemasan merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan (psychiatric disorder). Secara klinis gejala kecemasan dibagi dalam beberapa kelompok yaitu gangguan kecemasan, gangguan cemas menyeluruh (Generalized anxiety disorder/GAD), gangguan panik, gangguan phobik dan gangguan obsesifkompulsif (Dadang Hawari, 2006). Kecemasan adalah suatu keadaan yang menggoncangkan karena adanya ancaman terhadap kesehatan (Siti Sundari, 2005) Jadi, Kecemasan adalah suatu keadaan dimana psikologis seseorang berada pada ketakutan dalam menghadapi masalah yang ada pada dirinya.
2. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan 1. Faktor Biologis

Kecemasan terjadi akibat dari reaksi saraf otonomi yang berlebihan dengan naiknya sistem tonus saraf simpatis.
2. Psikologis

Ditinjau dari aspek psikoanalisa, kecemasan dapat muncul akibat implus-implus bawah sadar (misalnya : sex, ancaman) yang masuk kealam sadar. Mekanisme pembelaan ego yang tidak sepenuhnya berhasil juga dapat menimbulkan kecemasan yang mengambang, Reaksi pergeseran yang dapat mengakibatkan reaksi fobia. Kecemasan merupakan peringatan yang bersifat subyektif atas adanya bahaya yang tidak dikenali sumbernya.
3. Sosial

Kecemasan yang timbul akibat hubungan interpersonal dimana individu menerima suatu keadan yang menurutnya tidak disukai oleh orang lain yang berusaha memberikan penilaian atas opininya (Sadock dan Kaplan, 1998).

3.

Selain itu faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan menurut Soewandi (1998) antara lain :
1. Potensi stressor

Suatu keadaan yang menyebabkan perubahan dalam individu, sehingga individu harus melakukan penyesuaian diri (adaptasi).
2. Tingkat pendidikan

Status pendidikan yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Kecemasan bisa terjadi pada individu yang tingkat pendidikannya rendah disebabkan karena kurangnya informasi yang didapat individu tersebut.
3. Sosial budaya

Individu yang tidak bersosialisasi dengan masyarakat lebih mudah mengalami kecemasan.
4. Ekonomi

Seseorang yang memiliki pendapatan rendah lebih mudah mengalami kecemasan, dibandingkan dengan orang yang memiliki pendapatan tinggi.
5. Keadaan fisik

Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cacat badan, sakit, operasi, penyakit, lebih mudah mengalami kecemasan. Disamping itu kelelahan fisik (lemah, letih, lesu) lebih mudah megalami kecemasan.
6. Lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh pada kecemasan seseorang, dimana lingkungan yang tidak kondusif berpotensial besar terhadap kecemasan yang dialami seseorang, begitu juga sebaliknya jika lingkungannya kondusif mempercepat penyembuhan seseorang.

7. Umur

Umur ikut menentukan kecemasan, biasanya kecemasan sering dialami oleh usia muda.
8. Jenis kelamin

Kecemasan lebih banyak dialami wanita, dibandingkan dengan pria.


4. Gejala gejala Kecemasan

Keadaan cemas mempunyai gejala-gejala somatik atau fisik dan gejala psikologis atau mental. Gejala-gejala tersebut antara lain: Iritabilitas, hiperaktifitas, energi menurun, kebingungan, nadi cepat, hiperventilasi, sulit tidur, muntah-muntah, nyeri pada gastro intestinal, sering buang air besar atau kecil, gangguan kulit, gangguan muskulo skeletal, berkeringat, mulut kering, mengetuk jari-jari, gagap, berhenti berbicara dan terjadi perubahan suara. Reaksi fisik terhadap kecemasan pada masingmasing individu berbeda (Setyonegoro, 1994). Menurut Dadang Hawari (2006), menyebutkan gejala klinis dari cemas antara lain :
Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri, mudah tersinggung. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut. Takut sendiri, takut pada keramaian, dan banyak orang. Gangguan pola tidur, mimpi yang menegangkan Gangguan konsentrasi dan daya ingat Keluhan somatik misalnya rasa sakit pada otot tulang, pendengaran berdenging (tinnitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya. 5. Tingkat kecemasan 1. Ansietas Ringan (Tingkat I) 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Berhubungan dengan ketegangan yang dialami dalam kehidupan sehari- hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan.
2. Ansietas Sedang (Tingkat II)

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
3. Ansietas Berat (Tingkat III)

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.

4. Tingkat Panik

Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan terror-terror. Perincian terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (Hudak dan Gallo, 1997).
6. Stressor Pencetus

Stressor pencetus berasal dari sumber internal atau eksternal. Sterssor dapat di kelompokkan dalam dua kategori, yaitu:
1. Ansietas terhadap integritas seorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas sehari-hari. 2. Ansietas terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial (Brunner dan suddarth, 1997). 7. Teknik Mengatasi ansietas

Teknik kognitif dapat membantu pasien ansietas dan tidak tergantung pada wawasan atau pemahaman yang kompleks dari kondisi psikologi diri sendiri.
1. Dialog Internal

Membantu pasien mengembangkan pesan dialog sendiri yang meningkatkan :


1. Percaya diri 2. Perasaan pengendalian 3. Kemampuan untuk mengatasi 4. Optimisme 5. Harapan 2. Dialog Eksternal

Dengan dialog eksternal kebutuhan pasien untuk berbicara cara akurat tentang dirinya dengan orang lain. Hal ini menurunkan rasa ketidak berdayaan dan ansietas mereka.
3. Khayalan Mental dan Relaksasi

Mendorong pasien untuk mengkhayalkan tempat yang indah atau menjadi bagian dari pengalaman yang menyenangkan sehingga dapat membantu pasien menurunkan ketegangan (Abraham dkk, 1997).

8. Alat ukur kecemasan

untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan apakah ringan atau berat dengan menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal denga nama Hamilton Rating Scale or Anxiaty (HRS-A) dengan skor ringan jika 28 dan berat jika 28.
9. Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah suatu bentuk pertahanan yang di gunakan oleh seseorang yang sedang berada pada suatu bentuk kecemasan untuk menghindar atau mengurangi respon yang ditimbulkan oleh kecemasan tersebut. Dimana mekanisme koping setiap orang berbeda-beda. Tipe - tipe tingkah laku seperti mennangis, tertawa, tidur, melakukan kegiatan fisik, merokok dan minum-minum (Brunner dan Suddarth, 1997).

10. Pre Operasi 1. Pengertian

Pasien Pre operasi dapat mengalami berbagai ketakutan. Takut terhadap anestesi, takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuan, takut tentang deformitas dan ancaman lain terhadap citra tubuh dapat menyebabkan ketidaktenangan atau ansietas (Brunner dan Suddarth, 1997). Perawatan pre operasi merupakan bagian dari perawat perioperatif yang di mulai dari kapan di putuskan tindakan operasi dibuat dan diakhiri dengan pemindahan klien ke meja ruang operasi. Lingkup kegiatan perawatan pre operasi termasuk dalam menetapkan batas pengkajian klien setting secara klinis atau dalam ruangan, interview preoperatif, menyiapkan klien untuk diberikan anestesi dan pembedahan bagaimanapun kegiatan perawatan dibatasi oleh pengkajian pre operasi dalam ruangan atau selama operasi.
2. Tujuan Prosedur pembedahan

Sebagai salah satu bentuk pengobatan dan penatalaksanaan berbagai macam penyakit untuk mempercepat proses penyembuhan (Perry Potter, 2006).
3. Jenis-jenis operasi

Menurut derajat kepentingan Perry dan potter (2006), di kelompokkan menjadi dua bagian yaitu :
1. Pembedahan Mayor (pembedahan resiko tinggi ) 2. Pembedahan Minor (pembedahan resiko kecil ) 4. Kecemasan pada pasien pre operasi

Kecemasan pada pasien pre operasi adalah kecemasan yang di akibatkan sterssor tindakan operasi, obat-obatan dan perawatan tindakan, perawatan menjelang operasi yang dianggap sebagai hal baru, kurangnya dukungan keluarga terhadap pasien pre operasi. Khawatir meninggal di meja operasi dan meninggalkan anakanak ditinggalkan seandainya ia meninggal saat atau setelah operasi, stressor tersebut merupakan faktor timbulnya kecemasan yang mengakibatkan terancamnya integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis atau menurunkan kapasitas untuk melakukan hidup sehari-hari (Brunner dan suddarth, 1997).
5. Persiapan psikologis pasien pre operasi

Pasien yang akan di operasi biasanya akan mengalami kegelisahan dan rasa takut. Perasaan gelisah dan takut kadang-kadang tidak tampak jelas, tapi kadang-kadang dapat terlihat dalam bentuk lain. Pasien yang gelisah dan takut biasanya sering bertanya berulang-ulang walaupun pertanyaan tersebut telah dijawab. Pasien biasanya tidak mau bicara dan memperhatikan keadaan sekitarnya, tetapi berusaha mengalihkan perhatiannya kepada buku atau sebaliknya ia bergerak terus-menerus dan tidak mau tidur (Kaplan, 1994). Pengkajian psikologi pada pasien atau keluarga harus di lakukan supaya hal tersebut tidak menghambat rencana operasi. Salah satu caranya yaitu dengan penyuluhan pada keluarga maupun pasien supaya mereka mengerti apa yang akan terjadi. Penyuluhan tersebut harus melebihi deskripsi tentang berbagai langkah prosedur dan harus mencakup tentang sensasi yang akan di alami. Sebagai contoh, memberitahu pasien hanya medikasi pre operasi yang akan membuatnya rileks sebelum operasi tidaklah selektif bila menyebutkan juga bahwa medikasi tersebut dapat mengakibatkan kepala terasa melayang dan mengantuk. Mengetahui apa yang di perkirakan akan membantu pasien mengantisipasi reaksi-reaksi tersebut dan dengan demikian mencapai tingkat relaksasi yang lebih tinggi daripada yang di perkirakan sebaliknya (Brunner dan suddarth, 1997).

11. Pendidikan 1. Pengertian

Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, (Diknas, 2003). Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses

pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia menyelenggarakan Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-Undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara indonesia.
1. Jenjang Pendidikan

Menurut Diknas (2003), menyatakan bahwa jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan menjadi:
2. Pendidikan Dasar : warga Negara yang berumur 6 atau 7 tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau sederajat selama 9 tahun yaitu SD dan SLTP. 3. Pendidikan Menengah : pendidikan menengah yang lamanya 3 tahun sesudah pendidikan dasar, diselenggarakan di SLTA atau sederajat. 4. Pendidikan Tinggi: satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi dan universitas yang termasuk perguruan tinggi D1, D2, D3, D4, S1, dan S2. 5. Menurut Ahmadi, (1997) janis pendidikan terbagi atas 3 yaitu : 1. Pendidikan formal :

Pendidikan formal merupakan usaha-usaha dalam pendidikan dasar dapat memberikan sumbangan dalam jangka panjang, bukan saja bagi produktivitas, akan tetapi juga bagi tujuan terakhir pembangunan seperti kualitas keluarga dan kehidupan masyarakat, serta memperkuat kemasyarakatan. Sedangkan menurut Diknas (2003), pendidikan formal yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.
2. Pendidikan Non-Formal :

Pendidikan non-Formal adalah pendidikan yang dilakukan secara teratur, dengan sadar dilakukan, tapi tidak terlalu ketat mengikuti peraturan-peraturan yang tepat, seperti pada pendidikan formal di sekolah. Karena pendidikan non-formal pada umumnya dilaksanakan tidak dalam lingkungan fisik sekolah maka sasaran pokok adalah anggota-anggota masyarakat. Diknas (2003), menyatakan pendidikan non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

3. Pendidikan informal :

Pendidikan informal yakni pendidikan yang diperoleh seorang berdasarkan pengalaman dalam hidup sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seorang lahir sampai akhir hidupnya, di dalam lingkungan keluarga, masyarakat atau dalam lingkungan pekerjaan sehari-hari. Diknas (2003), menyatakan bahwa pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan dapat mempengaruhi seorang termasuk juga prilaku seseorang akan kepatuhannya, terutama dalam motivasi untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pngetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap perubahan-perubahan hidup sehat (Notoatmojo, 2002).

12. Hubungan pendidikan dengan kecemasan

Pendidikan merupakan salah satu faktor sosial dari kecemasan pada pasien pre operasi. Pada pasien yang pendidikannya hanya sebatas pendidikan dasar atau tidak pernah sekolah sangat susah dalam pemberian informasi. Setiap perawat yang menjelaskan pengetahuan tentang kesehatan pasien tidak mengerti. Berdasarkan penelitian yang lakukan di Kabupaten Demak menghasilkan informasi bahwa pendidikan masyarakat disana masih relatif rendah, sehingga tenaga kesehatan disana perlu melakukan konseling kepada ibu hamil primigravida sebagai upaya mengantisipasi terjadinya komplikasi dan kecemasan. Hasil penelitian Lesti, (2009). P < 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara pendidikan pasien dengan tingkat kecemasan.

13. Peran Perawat 1. Definisi

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasisosial tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21).

Peran Perawat (Ali Zaidin, 2001) meliputi : (a) Pelaksana pelayanan keperawatan, (b)Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi Pendidikan, (c) Pendidik dalam keperawatan, (d)Peneliti dan pengembang keperawatan Perawat profesional baik dalam lingkungan perawatan kesehatan institusional maupun komunitas mengemban tiga peran : peran pelaksana, peran kepemimpinan dan peran peneliti. Meski tiap peran memiliki tanggung jawab khusus, peran-peran ini saling berhubungan satu dengan yang lain dan dapat ditemui pada semua posisi keperawatan. Peran ini dirancang untuk memenuhi perawatan kesehatan saat ini dan kebutuhan keperawatan dari konsumen yang merupakan penerima pelayanan keperawatan.
2. Peran Pelaksana

Peran pelaksana dari perawat mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan oleh perawat ketiaka ia mengemban tanggung jawab yang ditujakan untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan dan kebutuhan keperawatan pasien secara individu, keluarga mereka dan orang terdekat pasien. Peran ini merupakan peran yang dominan dari perawat dalam lingkungan pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier dan dalam keperawatan kesehatan rumah dan komunitas. Peran ini merupakan peran yang hanya dapat dicapai melalui proses keperawatan, yang merupakan dasar untuk semua praktik keperawatan.
3. Peran Kepemimpinan

Peran Kepemimpinan dari perawat yang secara tradisional dikerap sebagai peran spesialisasi yang diembankannya oleh perawat yang mempunyai gelar yang menunjukkan kepemimpinan dan mereka yang memimpin sekelompok besar perawat atau profesional perawatan kesehatan yang berhubungan.Definisi kepemimpinan keperawatan yang dirumuskan oleh memberi cakupan yang luas pada konsep tersebut dan mengidentifikasi kepemimpinan sebagai peran yang melekat didalam semua posisi keperawatan. Peran kepemimpinan dari perawat mencakup tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh perawat saat ini ia mengemban tanggung jawab untuk mempengaruhi tindakan orang lain yang ditujukan untuk menentukan dan mencapai tujuan.
4. Peran Peneliti

Peran peneliti dari perawat pada mulanya dianggap hanya dilakukan oleh para akademikus, perawat ilmuwan dan mahasiswa keperawatan di tingkat sarjana. Kini, partisipasi dalam proses penelitian dianggap sebagai tanggung jawab dari perawat dalam praktik klinis. Tugas utama dari penelitian keperawatan adalah untuk memberikan konstribusi pada dasar ilmiah praktik keperawatan. Kajian dibutuhkan untuk menentukan keefektifan intervensi dan asuhan keperawatan. Melalui upaya penelitian

semacam ini, ilmu keperawatan akan berkembang dan rasional yang didasarkan secara ilmiah untuk membuat perubahan dalam praktik keperawatan akan tercipta (Brunner dan Suddarth, 2001). Peran Perawat menurut Para Sosiolog
5. Peran terapeutik : kegiatan yang ditujukan langsung pada pencegahan dan pengobatan penyakit. 6. Expressive/mother substitute role, yaitu kegiatan yang bersifat langsung dalam menciptakan lingkungan dimana pasien merasa aman, diterima dilindungi, dirawat dan didukung oleh perawat. Menurut Johnson dan Martin, peran ini bertujuan untuk menghilangkan ketegangan dalam kelompok pelayanan (dokter, perawat, pasien, dan lain-lain)

Menurut konsorsium ilmu kesehatan (1989) dalam Ali Haidin (2001) peran perawat terdiri dari :
7. Sebagai pemberi asuhan keperawatan

Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
8. Sebagai advokat klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluaga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan. Perawat juga berperan dalam mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri, hak menerima ganti rugi akibat kelalaian.
9. Sebagai edukator

Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
10. Sebagai koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
11. Sebagai kolaborator

Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan.
12. Sebagai konsultan

Perawat berperan sebagai tempat konsultasi dengan mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan
13. Sebagai pembaharu

Perawat mengadakan perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

14. Fungsi Perawat

Fungsi adalah pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan perannya. Tujuh Fungsi Perawat Kozier Barbara, (2002) yaitu, (1) Melaksanakan instruksi dokter (fungsi dependen), (2) Observasi gejala dan respons pasien yang berhubungan dengan penyakit dan penyebabnya, (3) Memantau pasien, menyusun, dan memperbaiki rencana keperawatan secara terus menerus berdasarkan pada kondisi dan kemampuan pasien, (4) Supervisi semua pihak yang ikut terlibat dalam perawatan pasien, (5) Mencatat dan melaporkan keadaan pasien, (6) Melaksanakan prosedur dan teknik keperawatan, (7) Memberikan pengarahan dan penyuluhan untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental.

15. Hubungan peran perawat dengan kecemasan

Orang yang sakit sangat memerlukan seseorang yang bisa mengobati penyakitnya tersebut dan orang sehat memerlukan seseorang yang bisa mengarahkan agar bisa mencegah dan terhindar dari berbagai penyakit. Seseorang tersebut ialah perawat yang mempunyai banyak peran untuk melaksanakan praktek keperawatan. Secara unum perawat mempunyai peran terapeutik yaitu kegiatan yang ditujukan langsung pada pencegahan dan pengobatan penyakit. Karena masih kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakit yang dideritanya, sehingga kekambuhan sering terjadi dan bahkan bertambah parah. Begitu pula dengan Pembedahan.

Proses pembedahan sering menimbulkan stress psikologi yang tinggi. Klien merasa cemas tentang pembedahan. Klien merasa kurang dapat mengontrol situasi mereka sendiri untuk memahami dampak pembedahan pada kesehatan emosional klien tersebut, Perawat harus dapat mengkaji perasaan klien tentang pembedahan, konsep diri, citra diri, sumber koping klien serta asuhan keperawatan yang terbaik (Perry Potter, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Makmur et. al (2007) dan penelitian rumah Sakit Ortopedi Prof Dr. R. Soerharto tahun 2008, terdapat 37,5% yang mengalami kecemasan ringan. Dan hasil penelitian yang dilakukan Elika tahun 2009, dengan nilai p < 0.05 yang mengalami kecemasan ringan sehingga dapat disimpulkan ada hubungan peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi.

16. Hipotesa peneliti 1. Ada hubungan antara pendidikan pasien dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD.M.Yunus Bengkulu Tahun 2010. 2. Ada hubungan antara peran perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang seruni RSUD.M.Yunus Bengkulu Tahun 2010.

BAB III METODE PENELITIAN


1. Desain penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana variabel independen dan variabel dependen di kumpulkan pada saat bersamaan (Notoadmodjo, 2010).

Bagan 3.1 Desain Penelitian

B. Variabel Penelitian Sesuai dengan desain penelitian di atas, maka Variabel Penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel Variabel Dependen

Independen

Bagan 3.2 Variabel Penelitian C. Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara ukur Hasil Ukur 0=Cemas Berat jika, Tingkat kecemasan (Dependen) Suatu kondisi yang menyangkut kekhawatiran seseorang pada masalah yang terjadi. Kuisioner Wawancara (14 komponen pertanyaan HRS-A) dan observasi 1= Tidak Berat jika, < 28 0=Rendah SMA Pendidikan (Independen) Pendidikan Formal yang ditempuh pasien Kuisioner Dengan cara mengisi (1 pertanyaan kuisioner ) 1= Tinggi >SMA 0= kurang Dengan cara baik jika skor 75% mengisi kuisioner Ordinal 28 Ordinal Skala Ukur

Peran Perawat (Independent)

Tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam proses penyembuhan.

Kuisioner (15 pertanyaan)

Ordinal

1= baik, jika skor 75%

1. Populasi dan Sampel

1. Populasi Populasi adalah Keseluruhan dari objek penelitian yang di teliti. (Noto atmojo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah kelompok pasien pre operasi yang ingin menjalankan operasi di ruang Seruni dari bulan januari sampai bulan desember tahun 2010, berdasarkan data jumlah pasien pada tahun 2009 adalah 1.786 orang. 2. Sampel Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi ( Notoatmojo, 2010). Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah teknik Simple Random sampling n = Z1-/2.P(1-P)

= (1,96).0,175. 0,825

=3,84. 0,175. 0,825

= 55 responden (Aziz Alimul, 2008) Keterangan : n = Sampel

Z(1-/2) = Nilai Z pada derajat kemaknaan ( 5%=1,96) P = Proporsi suatu kasus yaitu proporsi kecemasan 0,175 =17,5%

= Derajat akurasi (presisi) yang diinginkan 0,1.

Jumlah sampel yang didapat adalah 55 responden. D. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Ruang Seruni RSUD. M.Yunus Bengkulu pada bulan Desember 2010
2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember sampai dengan februari 2010.

E. Pengumpulan, Pengolahan Dan Analisa Data 1. Pengumpulan data Data dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang didapat langsung dari responden yaitu pasien dalam perawatan pre operasi di Ruang Seruni RSUD M. Yunus Bengkulu dengan cara wawancara dan observasi dengan skala HARS, dengan penilaian tidak berat jika skor < 28 dan berat jika skor 28. untuk mengukur tingkat kecemasan, kuisioner pendidikan dan kuisioner peran perawat dengan skala selalu (SL), sering (SR), kadang (KD), jarang (JR), tidak pernah (TP). yang nantinya akan diisi oleh responden dan dibantu oleh satu orang perawat yang bertugas di ruang Seruni RSUD M. Yunus Bengkulu yang sudah diberi penjelasan tentang pengisian kuisoner. Sedangkan data Sekunder adalah data yang didapatkan secara tidak langsung dari responden, tetapi didapat dengan metode pencarian data rumah sakit dalam bentuk Rekam Medik misalnya: nama, umur, pekerjaan, alamat, jumlah pasien yang melakukan operasi, tanggal masuk rumah sakit, tanggal keluar rumah sakit dan lain-lain.

F. Pengolahan Data Data yang telah diperoleh atau terkumpul diolah dan dianalisis dengan program komputer melalui beberapa tahapan, yaitu :
1. Editing

Editing data adalah meneliti kembali apakah isian pada kuisioner yang dilakukan responden sudah cukup dan benar sesuai dengan petunjuk yang ada. Editing dilakukan langsung pada saat responden mengembalikan kuesioner yang sudah diisi dengan harapan apabila ada kekurangan data atau kesalahan dalam pengisian dapat segera diperbaiki.
1. Coding (Pengkodean)

Jawaban-jawaban atau hasil yang ada kemudian di klasifikasikan dalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode-kode..
2. Entry Data (Pemasukan Data)

Data yang telah ada dicoding dan hasil scoring kemudian diolah kedalam komputer dengan menggunakan program SPSS For Window.
3. Cleaning (Pembersihan Data)

Sebelum melakukan analisa data dengan dilakukan pengecekan kembali terhadap data yang sudah masuk apakah data yang dimasukkan sudah benar dan tidak ada lagi kesalahan. Selanjutnya dilakukan transformasi data untuk menggambarkan variabel bebas dan variabel terikat. Kemudian dilakukan scoring terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan masing-masing variabel dan diteruskan dengan pengujian kebenaran data dengan menggunakan uji Chi-Square dengan signifikan = 5 %.

G. Analisa Data 1. Analisa Univariat Untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari masing-masing variabel penelitian baik independent maupun dependent. . Rumus yang digunakan, yaitu : Keterangan : P F = Persentase yang ingin dicapai = Jawaban dalam setiap kategori

N = Jumlah seluruh responden

(Budiarto, 2001) 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel bebas (pendidikan pasien dan peran perawat) dengan variabel terikat (kecemasan pada pasien pre operasi). Untuk melihat hubungan antara dua variabel kategorik maka digunakan Uji X (Chi-Square) Ha diterima jika nilai p 0,05 Ha ditolak jika nilai p > 0,05 (Budiarto, 2001) DAFTAR PUSTAKA

Aditama.Y. (2003). Manajemen Administrasi Rumah sakit. Universitas Indonesia: Jakarta

Ahmadi.A. (1997). Definisi Pendidikan. http://www.google.com. (Diakses tanggal 26 oktober 2010)

Ali, Z.2001. Dasar-dasar Keperawatan Profesional. Widya Medika: Jakarta

Alimul A. (2008). Metode Penelitian keperawatan dan Teknik Analisa Data. Salemba Medika: Jakarta

Brunner,Sudarth Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1. EGC: Jakarta Carbonel (2002). http://etd.eprints.ums.ac.id.

(1997).

Hawari D. (2006). Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Penerbit Gaya Baru: Jakarta Ibrahim (2006). http://etd.eprints.ums.ac.id.

Kozier, dkk. (2002). Praktek Keperawatan Profesional : Konsep dan Perspektif, Edisi 4: Jakarta Makmur, (2007). http://etd.eprints.ums.ac.id.

Medical Record. (2009). Laporan Tahunan RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu. Bengkulu

Notoatmodjo S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta: Jakarta

Nursalam (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta

Oswari E. (2005). Bedah Dan Perawatannya. EGC : Jakarta

Patricia,Potter dkk. (2006). Fundamental Keperawatan.Volume 2. EGC : Jakarta

Sabiston (1995). Buku Ajar Bedah..Volume I. EGC : Jakarta

Sani A. (2007). Takut mati Cemas, Was-was dan Khawatir (Ansietas). CV Ref Grafika: Jakarta

Setiadi (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu: Yogyakarta Sundari S. (2005). Kesehatan Mental Dalam Kehidupan. PT.Rineka Cipta: Jakarta

Widodo, (1999). http://etd.eprints.ums.ac.id.

Diposkan oleh FERYN di 09:38


0 komentar:

Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Blog Archive

2011 (26) o Desember (1) PENDAHULUAN Pada masa kehamilan, semua zat yang di... o Mei (12) Gejala Anemia Pada Ibu Hamil EKSTRAKSI VAKUM

Kumpulan Askep MAKALAHASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.N Dengan FRAKTU... MAKALAH SEMINARASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENG... Arbosi HIV/AIDS Ultasonik Yuk Pasang Sendiri Per dan Kampas Kopling Racing !... HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PERAN PERAWAT DENGAN TINGK... Proposal KTI Keperawatan ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS April (13) ASKEP ATRIUM SEPTAL DEFEK (ASD) DFX on AIMP BASALIOMA NASOLABIAL SINISTRA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS Cara Mengatasi Browser Mozilla Firefox Yang Hang S... Tips Membuat Hotspot Menggunakan Laptop Di Windows... Tips Adsense Tips -Tips Dalam Memasang Ikl... CARA POSTING BLOGSPOT DENGAN MENGGUNAKAN MICROSOFT... Free Download Game : Worms 3D free download Adobe Fireworks CS3 Portable trik dan cara mempercepat koneksi modem semua mode... Tips mempercepat koneksi dial-up modem Koneksi in... Cara memrubah prosesor

2010 (2) o Maret (1) Download Game Gratis hide Google Search Result... o Januari (1) 10 Cara Memperbaiki Windows XP Yang Tidak Bisa Boo... 2009 (6) o Desember (6) if (WIDGETBOX) WIDGETBOX.renderWidget('54bcd528-3d... Membuat Daftar File dan FolderHello there! If you ... Melewatkan Serial Number Pada MS Office 2000Hello ... Membongkar Password Office 2000Hello there! If you... Googling Dengan Google HacksHello there! If you ar... Start Menu Windows XP Bergaya Windows VistaHello t...

Total Tayangan Laman


4783

Blogroll

Kura kura

Template by : kendhin x-template.blogspot.com

Minggu, 13 Juni 2010


KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI SEKSIO CAESAR DIRUANG KEBIDANAN RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG TAHUN 2010

Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

Oleh : AGUSTUS 02 07 832

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PALEMBANG TAHUN AKADEMIK 2009/2010

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI SEKSIO CAESAR DIRUANG KEBIDANAN RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PELEMBANG TAHUN 2010 Nama : Agustus Nim : 02.07.832 Telah di pertahankan didepan dewan penguji karya tulis ilmiah pada Tanggal 01 Februari 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima SUSUNAN DEWAN PENGUJI Pembimbing Penguji I Penguji II

Suzanna, S.Kep. Ns Adi Santosa, S.Kep. Ns H. Lailani Badrun SPd. M,Kes

Program Studi D III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiayah Palembang Ka. Prodi D III Keperawatan

Trilia WM, SMIP. SPd. M, Kes Ketua STIKES Muhammadiyah Palembang

dr. Santi Mismeriyanti BIOGRAFI Nama : Agustus Jenis kelamin : Laki-laki Tempat tanggal lahir : Betung, 16 Agustus 1989 Agama : Islam Status dalam keluarga : Anak ke 11 Dari 12 saudara

Alamat : Jalan Palembang Jambi Lk II Rt 031 Rw 08 No 24 Betung Kel. Rimbah Asam. Kec. Betung Kab. Banyuasin Riwayat Pendidikan : 1. SD : SD 06 NEGERI I Betung Tahun 1995 - 2001 2. SMP : SMP PGRI I Betung Tahun 2001 - 2004 3. SMA : SMA PGRI I Betung Tahun 2004 2007 4. DIII Keperawatan (STIKes) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Palembang. Tingkat I tahun : 2007 - 2008 Tingkat II tahun : 2008 - 2009 Tingkat III tahun : 2009 - 2010

MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto : Ingatlah MATI seakan-akan kau mati besok, dan ingatlah duniamu seakan-akan kau hidup 1000 tahun Kupersembahkan : Ayahanda (Lahmad. Alm) dan Ibuda yang ku cinta yang telah berjasa dan selalu mendoakan keberhasilanku setiap saat. Buat saudaraku ayuk Tuti, ayuk Sumi K Sudarsono K Amran K Rudi, K Dedi Yuk Anita, dan adikku yang tercinta Kusmiati. Suzanna, Skep, Ns sebagai pembimbing ku yang telah membantu dalam penyusunan KTI ku Buat K Ali Hafis yang telah banyak memberi motivasi. Sahabat terbaik ku yang tidak bisa diucapkan satu persatu Teman2 PKLku Khusunya kelompok II Almamater yang tercinta.

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadiran allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah (KTI) ini dengan judul Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Seksio Caesar Diruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Pelembang Tahun 2010 Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dikarnakan keterbatasan ilmu pengetahuan, pengalaman serta khilafan yang penulis miliki. Maka dari itu, dengan ikhlas penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mendidik dan membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya tulis ilmiah dimasa yang akan datang. Penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak akan terlaksana dengan baik tampa bantuan, bimbingan serta saran dari berbagai pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Ibu dr. Santi Mismeriyanti, Selaku Ketua (STIKes) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Palembang. 2. Ibu Trilia WM, SMIP. SPd. M, Kes, Selaku Kepala Program Studi DIII Keperawatan STIKes Muhammadiyah Palembang. 3. Ibu Suzanna S,Kep. Ns, Selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan selama penulisan karya tulis ilmiah ini. 4. Bapak Adi Santosa, S,Kep Ns, Selaku penguji I yang memberikan kritik dan saran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. 5. Bapak H. Lailani Badrun, SPd. M, Kes, Selaku penguji II yang memberikan kritik dan saran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. 6. Bapak dr. Yudi Fadila, selaku Direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang yang telah memberi kemudaan dalam pengurusan administrasi penelitian. 7. Ibu Eva Yulianti, AMKeb, SKM selaku kepala ruangan Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang yang memberikan kemudaan dalam pengumpulan data. 8. Para dosen dan staf Program Studi DIII Keperawatan STIKes Muhammadiyah Palembang. 9. Dan semua pihak yang telah memberikan bantuan, Sehingga karya tulis ilmiah ini dapat penulis selesaikan. Semoga Allah SWT membalas selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, Akhirnya semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu pendidikan dan ilmu keperawatan serta bagi kita semua, amin. Palembang, Maret 2010

Penulis, ABSTRAK SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PALEMBANG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KARYA TULIS ILMIAH, JUNI 2010 AGUSTUS Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Seksio Caesar Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang 2010 ( xiii + 68 Halaman + 7 Tabel + 6 Lampiran)

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, tujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien. Penelitian ini bertujuan mengetahui Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre Operasi Seksio Caesar di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang 2010. Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah semua pasien pre operasi seksio caesar dan perawat di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dari tanggal 22 Februari 6 Maret tahun 2010 dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 14 respondenn yang dipilih secara non random dengan teknik accidental sampling. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angket yang berupa kuesioner dan observasi yang berupa cheklis. Hasil analisis univariat didapatkan komunikasi terapeutik perawat dengan kategori baik sebesar 36% dan kategori cukup sebesar 64%, sedangkan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi dengan tingkat kecemasan sedang sebesar 57% dan dengan tingkat kecemasan berat sebesar 43%. Dari hasil uji chisquare dengan pValue <0,05 menunjukan bahwa ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik perawat mempengaruhi tingkat kecemasan pasien pre operasi seksio caesar. Saran kepada petugas kesehatan diharapkan lebih meningkatkan komunikasi terapeutik yang baik kepada pasien pre operasi seksio caesar ataupun pasien yang lainnya.

Daftar Bacaan : 15 (1996-2009)

ABSTRACT HEALTH SCIENCE HIGH SCHOOL MUHAMMADIYAH PALEMBANG STUDY PROGRAMMES DIPLOMA OF NURSING WRITING SCIENTIFIC, JUNE 2010

AUGUST Relationps Communication Anxiety Therapeutic Nurse Level In Patients With Pre Caesar In Operating Room Midwifery Section Hospital Muhammadiyah Palembang 2010 ( xiii + 68 Pages + 7 Table + 6 Annex ) Therapeutic communication is consciously planned communication, goals and activities focused on healing the patient. Basically, therapeutic communication is a professional communications that lead to the goal of healing the patient. This study aimed to Therapeutic Communication Nurse Relations Anxiety Level in Patients with Pre Operation Caesar section Obstetric Hospital in Room 2010 of Muhammadiyah Palembang. This research is an analytical survey with cross sectional approach. The study population was all patients pre and caesar section operation room nurse at Muhammadiyah Palembang Obstetric Hospital of the date of 22 February to 6 March 2010 with the number of samples is 14 respondenn selected non random accidental sampling technique. This research was conducted using a questionnaire in the form of questionnaires and observation in the form cheklis. Results Univariate analysis showed a nurse therapeutic communication with both categories by 36% and 64% adequate category, while the level of anxiety in patients with pre surgery anxiety level was at 57% and with severe anxiety level of 43%. From the results of chi-square test with p value <0.05 indicates that there is a relationship between therapeutic communication nurse with the anxiety level in patients pre Caesar section operation. From these results it is concluded that therapeutic communication nurse patient anxiety level welsh pre Caesar section operation. Advice to health workers is expected to further improve therapeutic communication both to the patient pre Caesar section operation or other patients. Reading List : 15 (1996 - 2009)

DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii BIOGRAFI iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN iv KATA PENGANTAR v ABSTRAK vi ABSTRACT vii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 6 1.3 Pertanyaan Penelitian 6 1.4 Tujuan 7 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 7 1.6 Manfaat Penelitian 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Terapeutik 9 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik 9 2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik 10 2.1.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik 10 2.1.4 Syarat-Syarat Komunikasi Terapeurik 10 2.1.5 Prinsip-Prinsip Komunikasi Terapeutik 11 2.1.6 Sikap Komunikasi Terapeutik 13 2.1.7 Tehnik-Tehnik Komunikasi Terapeutik 14 2.1.8 Fase Fase Dalam Komunikasi Teraupetik 20 2.2 Kecemasan (Ansietas) 22 2.2.1 Definisi Kecemasan (Ansietas) 22 2.2.2 Klasifikasi Kecemasan 24 2.2.3 Tingkat Kecemasan 25 2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan 26 2.2.5 Bentuk-Bentuk Kecemasan 27 2.2.6 Ciri-Ciri Kecemasan 27 2.2.7 Tanda-Tanda Kecemasan 28 2.2.8 Penyebab Kecemasan (Ansietas) 28 2.2.9 Pengukuran Skala Kecemasan 29 2.3 Seksio Sesarea 34 2.3.1 Pengertian Seksio Sesarea 34 2.3.2 Faktor-faktor yang Menyebabkan Seksio Sesarea 34 2.3.3 Klasifikasi Seksio Sesarea 35 2.4 Penelitian Terkait 39

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep 41 3.2 Variabel 42 3.3 Definisi Operasional 43 3.4 Hipotesis 44 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian 45 4.2 Populasi dan Sampel Penelitian 45 4.2.1 Populasi Penelitian 45 4.2.2 Sampel Penelitian 45 4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 46 4.4 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 46 4.5 Tehnik Pengumpulan Data 46 4.6 Instrumen Pengumpulan Data 46 4.7 Pengolahan Data 47 4.8 Analisa Data 48 4.9 Etika Penelitian 48 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 5.1 Hasil 51 5.2 Variabel Peneliti 54 5.3 Pembahasan 59 5.3.1 Persalinan 59 5.3.2 Komunikasi Terapeutik Perawat 61 5.3.3 Tingkat Kecemasan Pasien Seksio Caesar 63 5.3.4 Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Seksio Caesar ` 65 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 67 6.2 Saran 67 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Bagan Kerangka Konsep Tabel 4.1 : Perencanaan Waktu Penelitian Tabel 5.1 : Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tabel 5.2 : Persalinan Seksio Caesar Dan Spontan Tabel 5.3 : Komunikasi Terapeutik Perawat Tabel 5.4 : Tingakat Kecemasan Pasien Pre Operasi Seksio Caesar Tabel 5.5 : Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Surat Penelitian Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3 : Quisioner Penelitian Lampiran 4 : Cheklist Penelitian Lampiran 5 : Output SPSS Lampiran 6 : Lembar Konsultasi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan bagian integral dari kehidupan manusia tidak terkecuali seorang perawat, yang dalam kegiatan sehari-harinya selalu berhubungan dengan orang lain. Komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien disebut dengan komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Komunikasi terapeutik juga termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan klien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah adanya saling membutukan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003). Komunikasi terapeutik juga merupakan kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Dan juga Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa diabaikan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003). Pandangan setiap orang dalam menghadapi operasi berbeda, sehingga respon pun berbeda. Setiap menghadapi operasi selalu menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada pasien, kecemasan sering muncul pada usia sebelum 30 tahun (Stuard and Sundeen, 1998). Seseorang yang sangat cemas sehingga tidak bisa berbicara dan mencoba menyesuaikan diri dengan kecemasan sebelum operasi, seringkali menjadi hambatan pada paska operasi, pasien menjadi cepat marah, bingung, lebih mudah tersinggung akibat reaksi psikis, dibandingkan dengan orang yang cemas ringan (Barbara C. Long, 1996). Hal ini juga terkait dengan komunikasi perawat yang sangat dibutuhkan pada pasien operasi seksio caesar karena pada kondisi ini pasien cemas, untuk mengurangi kecemasan itu maka perawat harus memberikan komunikasi terapeutik kepada pasien pre operasi seksio caesar.

Proses perawatan di rumah sakit seringkali mengabaikan aspek-aspek psikologis sehingga menimbulkan berbagai permasalahan pisikologis bagi pasien yang salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum dialami oleh pasien yang dirawat di rumah sakit, kecemasan yang sering terjadi adalah apabila pasien yang dirawat di rumah sakit harus mengalami proses operasi. Pembahasan tentang reaksi-reaksi pasien terhadap pembedahan sebagian besar berfokus pada persiapan pembedahan dan proses penyembuhan. Kecemasan merupakan sesuatu hal yang tidak jelas, adanya perasaan gelisah atau tidak tenang dengan sumber yang tidak spesifik dan tidak diketahui oleh seseorang. Untuk dapat menurunkan kecemasan pada pasien pre operasi salah satunya diperlukan komunikasi yang efektif terutama komunikasi terapeutik. Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari perawat karena perawat merupakan petugas kesehatan yang terdekat dan terlama dengan pasien. (Dewi wijayanti, 2009) Operasi adalah salah satu tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan. Bila kecemasan pada pasien pre operasi tidak segera diatasi maka dapat mengganggu proses penyembuhan, untuk itu pasien yang akan menjalani operasi harus diberi komunikasi terapeutik untuk menurunkan atau mengurangi gejala kecemasan serta dapat meningkatkan pengetahuan kesehatan pada pasien. Komunikasi terapeutik pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Operasi merupakan tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa semua operasi yang dilakukan adalah operasi besar. Tindakan operasi merupakan ancaman potensial aktual terhadap integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stress fisiologis maupun psikologis (Barbara C.Long, 1989) Menurut World Heath Organization (WHO) angka persalinan dengan seksio caesarea yang wajar adalah 5-10 % dari seluruh kelahiran. Ternyata diseluruh dunia angka operasi seksio caesarea meningkat dengan pesat, sedangkan angka di Indonesia belum diketahui secara pasti. (http://www.drdidispog.com ) Di Amerika Serikat, 1 diantara setiap 10 wanita yang melahirkan setiap tahunnya pernah menjalani seksio caesar. Lebih dari 825.000 wanita melahirkan dengan seksio caesar pada tahun 1998, dan 37% di antaranya pernah menjalani seksio caesar sebelumnya. Sebagian besar peningkatan ini berlangsung pada tahun 1970-an sampai awal 1980-an dan terjadi di seluruh negara barat. Penyebab peningkatan ini adalah nulipara, wanita yang hamil berusia lebih tua, pemantauan janin secara elektronik, presentasi bokong, dan tuntutan malpraktik (Cunningham, 2005). Data dari RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta tahun 2000, menyebutkan dari jumlah persalinan sebanyak 404 per bulan, 30% merupakan persalinan caesar, 52,5% adalah persalinan spontan, sedangkan sisanya dengan bantuan alat seperti vakum atau forsep (Kasdu, 2003). Sedangkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang pada tahun 2009 menyebutkan dari jumlah persalinan sebanyak 2331 per tahun, 48% merupakan persalinan caesar, 40% persalinan normal, sedangkan sisanya dengan bantuan alat seperti vakum dan forsep. Kelahiran manusia dimuka bumi ini sudah di jelaskan dalam Al-Quran Surat Al-Hajj Ayat : 5 yang berarti Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai

waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya......(Al-Quran Terjemah : Tohaputra Ahmad, 1998). Beberapa penelitian telah membuktikan adanya kemungkinan untuk menurunkan angka seksio caesar di Institusi kesehatan mengurangi peningkatan mordibitas (kelahiran) atau mortalitas (kematian) perinatal. Program-program yang ditujukan untuk mengurangi seksio caesar yang tidak diperlukan, umumnya difokuskan pada upaya pendidikan dan pengawasan, mendorong percobaan persalinan pada wanita dengan riwayat seksio caesar transversal, membatasi seksio caesar atas indikasi distosia persalinan pada wanita yang memenuhi kriteria yang ditentukan dengan ketat (Cunningham, 2005) Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas bahwa komunikasi terapeutik sangat dibutuhkan bagi pasien yang akan menjalani operasi seksio caesar. Karena komunikasi terapeutik salah satu tindakan perawat yang dapat mengurangi kecemasan. Diamana pada tahap ini tingkat kecemasan pasien yang akan di operasi masih sangat tinggi. maka penulis tertarik untuk meneliti Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Seksio Caesar 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada data diatas maka belum diketahui Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien pre Operasi Seksio Caesar Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang 2010. 1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimana Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Seksio Caesar Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Seksio Caesar Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. 1.4.2 Tujuan Khusus a) Diketahuinya gambaran komunikasi terapeutik perawat pada pasien pre operasi seksio caesar. b) Diketahuinya gambaran tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar c) Diketahuinya gambaran hubungan antara komunikasi terapeutik perawat/bidan dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar. 1.5 Ruang Lingkup Masalah 1.5.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. 1.5.2 Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 22 Febuari sampai dengan tanggal 6 Maret tahun 2010.

1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Bagi Rumah Sakit Diharapkan dapat dijadikan masukan dan motivasi bagi rumah sakit untuk lebih menerapkan komuniksi terapeutik perawat dalam mengurangi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar. 1.6.2 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat menambah informasi dan referensi yang berguna bagi mahasiswa sekolah tinggi ilmu kesehatan Muhammadiyah Palembang.

1.6.3 Manfaat Bagi Pasien Diharapkan dapat memberikan rasa nyaman dan aman pada semua pasien yang akan menjalankan operasi seksio caesar sehingga pasien yang menjalankan operasi tidak cemas dan operasi bisa berjalan dengan lancar. 1.6.4 Manfaat Bagi Peneliti Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi peneliti mengenai hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (As Hornby Dalam Intan, 2005). Maka disini dapat di artikan bahwa terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan dan pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi perawat. ( Mukhripah Damaiyanti, 2008 ). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, tujuan dan kegiatannya

dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan. ( Indrawati, 2003 ). 2.1.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa. (Indrawati, 2003 ). 2.1.3 Manfaat Komunikasi Terapeutik Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat. Christina, dkk, (Mukhripah Damaiyanti, 2008 ). 2.1.4 Syarat-Syarat Komunikasi Terapeutik Stuart dan Sundeen (dalam Christina, dkk, 2003) mengatakan ada dua persyaratan untuk komunikasi terapeutik efektif : a. Semua komunikasi terapeutik harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan. b. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memberikan sarana, informasi atau masukan. Persyaratan - Persyaratan untuk komunikasi terapeutik ini dibutuhkan untuk membentuk hubungan antara perawat dengan pasien sehingga klien memungkinkan untuk mengimplementasikan proses keperawatan. Komunikasi terapeutik ini akan efektif bila melalui penggunaan dan latihan yang sering. 2.1.5 Prinsip-Prinsip Komunikasi Terapeutik Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers (dalam Perwanto, 1994) adalah : a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut. b. Komunikasi harus di tandai dengan sikap saling menerima, saling pecaya dan saling menghargai. c. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuan pasien baik fisik maupun mental. d. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa takut. e. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya sehingga tumbuh mangkin matang dan dapat memecahkan masalahmasalah yang dihadapi.

f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih marah, keberhasilan maupun frustasi g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan konsistensinya. h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan terapeutik dan sebaliknya sempati bukan tindakan terapeutik. i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukan dan menyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat perlu mempertahan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual dan gaya hidup. k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap menganggu. l. Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi. m. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia. n. Bertanggung jawab dalam dua demensi yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan bertanggung jawab dengan orang lain. 2.1.6 Sikap Komunikasi Terapeutik Egan (dalam Keliat, 1992), mengindentifikasi lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik, yaitu : a. Berhadapan Arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda b. Mempertahankan kontak mata Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi. c. Membungkuk kearah klien Posisi ini menunjukan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu. d. Mempertahankan sikap terbuka Tidak melipat kaki atau tangan menunjukan keterbukaan untuk berkomunikasi dan siap membantu. e. Tetap rileks Tetap dapat mengendalikan keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang menyenangkan.

2.1.7 Tehnik-Tehnik Komunikasi Terapeutik 2.1.7.1 Bertanya Bertanya (Questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering digunakan pada tahap orientasi. a. Pertanyaan Fasilitatif Dan Nonfasilitatif Pertanyaan fasilitatif (Facilitative Question) terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitif terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan nonfasilitatif (Nonfacilitative Question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan

pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien (Gerald. D, dalam Suryani, 2005). b. Pertanyaan Terbuka Dan Tertutup Pertanyaan terbuka (Open Question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya (Antai-Otong dalam Suryani, 2005). Pertanyaan tertutup (Closed Question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang singkat. 2.1.7.2 Mendengarkan Mendengarkan (Listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik (Keliat, Budi Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson, S dalam Suryani, 2005). Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibacakan klien dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan ( Purwanto Heri, 1994 ). 2.1.7.3 Mengulang Mengulang (Restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien ( Keliat, Budi Anna, 1992 ). Restarting (pengulangan) merupakan suatu strategi yang mendukung listening ( Suryani, 2005). 2.1.7.4 Klarifikasi Klarifikasi (Clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya ( Gerald, D dalam Suryani, 2005 ). Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Apabila perawat menginterpretasikan pembicaraan klien, maka penilaiannya akan berdasarkan pandangan dan perasaannya. Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami klien. 2.1.7.5 Refleksi Refleksi (Reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005). 2.1.7.6 Memfokuskan Memfokuskan (Focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa arah dan penggantian topik pembicaraan. Hal yang

perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah penting (Suryani, 2005). 2.1.7.7 Diam Tehnik diam (Silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran masing-masing (Stuart & Sundeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini memberikan waktu pada klien untuk berfikir dan menghayati, memperlambat tempo interaksi, sambil perawat menyampaikan dukungan, pengertian, dan penerimaannya. Diam juga memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna pada saat klien harus mengambil keputusan (Suryani, 2005). 2.1.7.8 Memberi Informasi Memberikan tambahan informasi (Informing) merupakan tindakan penyuluhan kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternatif pemecahan masalah (Suryani, 2005). 2.1.7.9 Menyimpulkan Menyimpulkan (Summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan kembali komunikasi yang telah dilakukan (Murray, B & Judith dalam Suryani, 2005). 2.1.7.10 Mengubah Cara Pandang Tehnik mengubah cara pandang (refarming) ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaat terutama ketika klien berfikiran negatif terhadap sesuatu, atau memandang sesuatu dari sisi negatifnya. Seorang perawat kadang memberikan tanggapan yang kurang tepat ketika klien mengungkapkan masalah, misalnya menyatakan : sebenarnya apa yang anda pikirkan tidak seburuk itu kejadiannya. Reframing akan membuat klien mampu melihat apa yang dialaminya dari sisi positif (Gerald, D dalam Suryani, 2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. 2.1.7.11 Eksplorasi Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah yang dialami klien (Antai-Otong dalam Suryani, 2005) supaya masalah tersebut bisa diatasi. Tehnik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien. 2.1.7.12 Membagi Persepsi Stuart G.W (1998) dalam Suryani (2005) menyatakan, membagi persepsi (Sharing Peception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Tehnik ini digunakan ketika

perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respos verbal dan respons nonverbal klien. 2.1.7.13 Mengidentifikasi Tema Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu manangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya adalah untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting (Stuart & Sadeen dalam Suryani, 2005). Tehnik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien. 2.1.7.14 Humor Humor bisa mempunyai beberapa fungsi dalam hubungan terapeutik. Florence Nightingale dalam Anonymous (1999) dalam Suryani (2005) pernah mengatakan suatu pengalaman pahit sangat baik ditangani dengan humor. Humor dapat meningkatkan kesadaran mental dan kreativitas, serta menurunkan tekanan darah dan nadi.

2.1.7.15 Memberikan Pujian Memberikan Pujian (Reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Reniforcement bisa diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui isyarat nonverbal. 2.1.8 Fase Fase Dalam Komunikasi Terapeutik 2.1.8.1 Tahap Persiapan (Preinteraksi) Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005). 2.1.8.2 Tahap Perkenalan Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). 2.1.8.3 Tahap Kerja Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap

perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien. Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih. Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005). 2.1.8.4 Tahap Terminasi Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina, dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). a. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan. b. Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan. 2.2 Kecemasan (Ansietas) 2.2.1 Definisi Kecemasan (Ansietas) Ansietas atau kecemasan adalah : a. Respon emosional terhadap penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya (stuart dan sundeen, 1998) b. Keadaan dimana individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem syaraf autonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak jelas, ninspesifik (Carpenito, 2000) c. Suatu keadaan ketidakseimbangan atau tegangan yang cepat mengusahakan coping (Hudak dan Gallo, 1997) d. Suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologi (Tom, 2003) e. Suatu sinyal yang menyadarkan, yang memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman (Kaplan dan Sadock, 1997) Ansietas adalah perasaan yang dialami terlalu mengkhwatirkan kemungkinan peristiwa yang menakutkan yang terjadi dimasa depan yang tidak bisa dikendalikan dan jika itu terjadi akan menilai mengerikan atau dapat diungkapkan sebagai orang yang benar-benar tidak mampu menata pikiran. (www.silvalintar.2007.com ) Menurut Post (1978), kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat. Freud (dalam Arndt, 1974) menggambarkan dan mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan. Menurut Freud, kecemasan melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya.

2.2.2 Klasifikasi Kecemasan Ada tiga macam kecemasan yaitu : a. Kecemasan realistik adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf kecemasannya sesuai dengan derajat ancaman yang ada. b. Kecemasan neorotik adalah ketakutan rehadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu tindakan yang mendatangkan hukuman bagi dirinya. c. Kecemasan moral adalah ketakutan terhadap hati nuraninya sendiri. Orang yang hati nuraninya berkembang baik cendrung merasa berdosa apabila dia melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kode moral yang dimilikinya. (Corey Gerald, 2007) Adapun pendapat lain yang menyatakan bahwa kecemasan ada dua yaitu : a. Kecemasan Akut Keadaan dimana perasaan sakit berat, dan takut bisa berjalan beberapa menit atau beberapa jam. Mungkin penderita sadar, sebelumnya punya pengalaman emosi (biasa terdapat pada Ibu yang akan bersalin). Gejala-gejalanya : Perasaan takut, Mudah berdebar-debar, Hyperventilas,Perasaan payah (lemah, lesu), Tachy cardi, Hyperhyrosis, Pernafasan kasa, Hypertensi sifatnya sistolik, Diarrhee, Polyuri (sering kencing), Perasaan tersumbat di tenggorokan. b. Kecemasan Kronis Kecemasan timbul untuk sebab yang tidak diketahui (tidak di sadari). Mungkin karena penderita tidak tahu sebab maka justru kecemasannya akanbertambah, sehingga fisik makin bertambah pula. Gejalagejalanya: Sakit kepala, Keluhan-keluhan gastro intestinal, Kelelahan, Pada pemeriksaan fisik , lengkap tidak ditemukan kelainan apa-apa. 2.2.3 Tingkat Kecemasan Menurut Jersild (1963) menyatakan bahwa ada dua tingkatan kecemasan. Pertama, kecemasan normal, yaitu pada saat individu masih menyadari konflik-konflik dalam diri yang menyebabkan cemas. Kedua, kecemasan neurotik, ketika individu tidak menyadari adanya konflik dan tidak mengetahui penyebab cemas, kecemasan kemudian dapat menjadi bentuk pertahanan diri. Menurut Struat & Sunden (1998) mengidentifikasikan tingkat kecemasan dapat dibagi menjadi : a. Kecemasan Ringan Pada tingkat kecemasan yang terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai kemungkinan. Bila gejala kecemasan hanya sedikit (40-50%)

b. Kecemasan Sedang Pada ringkat ini individu lebih menfokuskan hal penting saat ini dan mengesampingkan yang lain

sehingga mempersempit lahan persepsinya. Bila gejala kecemasan ada sebagian (51-75%) c. Kecemasan Berat Pada tingkat ini lahan individu sangat menurun dan cendrung memusatkan perhatian pada hal-hal lain, semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi kecemasan, individu tersebut mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan. Bila semua gejala kecemasan ada (76100%) d. Panik Keadaan ini mengancam pengendalian diri, individu tidak mampu untuk melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi keperibadian yang ditandai dengan meningkatnya kegiatan motorik, menurunnya respon untuk berhubungan dengan orang lain, distory persepsi dan kehilangan pikiran yang rasional. Tingkah laku panik ini tidak mendukung kehidupan individu tersebut.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan a. Faktor-faktor kultural merupakan faktor yang tidak dapat di abaikan. b. Nilai-nilai moral c. Ketentuan pendidikan dan agama d. Ketentuan hukum, Tingkatkan individu tersebut dalam menanggapi batasan-batasan sosiokulturil tersebut 2.2.5 Bentuk-Bentuk Kecemasan Menurut Bucklew (1980), para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat, yaitu: a. Tingkat Psikologis. Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, perasaan tidak menentu dan sebagainya. b. Tingkat Fisiologis. Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya. 2.2.6 Ciri-Ciri Kecemasan Simptom-simptom somatis yang dapat menunjukkan ciri-ciri kecemasan menurut Stern (1964) adalah muntah-muntah, diare, denyut jantung yang bertambah keras, seringkali buang air, nafas sesak disertai tremor pada otot. Kartono (1981) menyebutkan bahwa kecemasan ditandai dengan emosi yang tidak stabil, sangat mudah tersinggung dan marah, sering dalam keadaan excited atau gempar gelisah.

2.2.7 Tanda-Tanda Kecemasan Menurut Sue, dkk (dalam Kartikasari, 1995) menyebutkan bahwa manifestasi kecemasan terwujud dalam empat hal berikut ini : a. Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikiran seseorang, seringkali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi. b. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar.

c. Perubahan somatik, muncul dalam keadaaan mulut kering, tangan dan kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lain-lain. Hampir semua penderita kecemasan menunjukkan peningkatan detak jantung, respirasi, ketegangan otot dan tekanan darah. d. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang yang berlebihan. 2.2.8 Penyebab Kecemasan (Ansietas) Menurut Hudak dan Gallo (1997) penyebab yang paling umum dari ansietas di rumah sakit : a. Ansietas dialami saat terdapat suatu ancaman ketidak berdayaan atau kurang pengendalian. b. Perasaan terisolasi dapat dikurangi dengan mengajak pasien berbicara tentang pengobatan dan penyentuhannya saat keadaan yang menakutkan. c. Timbunya stimulus ansietas termasuk hal yang mengancam keamanan individu. Penerimaan di unit perawatan kritis secara daramatid meyakinkan pasien dan keluarga bahwa keamanan meraka pada semua tingakat secara hebat terancam. Penyebab ansietas adalah kejadian yang dapat menimbulkan ansietas. Ansietas terjadi bila ada : a. Ancanman ketidakberdayaan b. Kehilangan kendali c. Perasaan kehilangan fungsi dan harga diri d. Kegagalan membentuk pertahanan e. Perasaan terisolasi f. Takut mati 2.2.9 Pengukuran Skala Kecemasan Instrumen lain yang dapat digunakan untuk mengukur skala kecemasan adalah Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Yaitu mengukur aspek kognitif dan efektif yang meliputi (Hawari, 2001) : a. Perasaan cemas, ditandai dengan : cemasan, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, dan mudah tersenggung. b. Ketegangan yang di tandai oleh : merasa tegang, lesu, tidak dapat istirahat tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar, gelisah, gelisah dan mudah terkejut. c. Ketakutan ditandai oleh : Ketakutan pada gelap, Ketakutan ditinggal sendiri, Ketakutan pada orang asing, ketakutan pada binatang besar, ketakutan pada keramaian lalu lintas, ketakutan pada kerumunan orang banyak. d. Gangguan tidur ditandai oleh : sukar untuk tidur, terbangun malam hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi-mimpi, mimpi buruk, mimpi yan menakutkan. e. Gangguan kecerdasan ditandai oleh: sukar konsentrasi, daya ingat buruk, daya ingat menurun. f. Perasaan depresi di tandai oleh : kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, kurangnya kesenangan pada hoby, perasaan berubah sepanjang hari. g. Gejala somatik ditandai oleh : nyeri pada otot, kaku, kedutan otot, gigi gemeretak, suara tidak stabil. h. Gejala sensorik ditandai oleh : tintus, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemah, perasaan di tusuk-tusuk. i. Gejala kardiovaskuler ditandai oleh : takikardia, berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemah seperti mau pingsan, detak jantung hilang sekejap. j. Gejala pernafasan di tandai oleh : Rasa tertekan atau sempit didada, perasaan tercekik, merasa nafas

pendek/sesak, sering menarik nafas panjang. k. Gejala Gastrointestinal ditandai oleh : sulit menelan, mual, perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum atau sesudah makan, rasa panas di perut, perut terasa kembung atau penuh, muntah, defekasi lembek, berat badan menurun, dan kontipasi (sukar buang air besar) l. Gejala Urogenital ditandai oleh : sering kencing, tidak dapat menahan kencing, amenorrhoe, amenorrhagia, masa haid berkepanjangan, masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, frigiditas, ejakuasi prekok, ereksi melemah, ereksi hilang dan inpoten. m. Gejala Otonom ditandai oleh : mulut kering, muka merah kering, mudah berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat, bulu-bulu berdiri. n. Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh : gelisah, tidak tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat dan muka memerah. Salah satu pengukuran kecemasan menurut : Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS). Pernyataanpernyataan adalah sebagai berikut : a. Saya tidak cepat lelah, Saya sering merasa mual, Saya lebih tenang bila dibandingkan dengan orang lain, Saya jarang sakit kepala, Saya sering merasa tegang pada waktu bekerja. b. Saya mengalami kesukaran untuk melakukan konsentrasi menanggapi suatu masalah. c. Saya merasa risau bila memikirkan masalah-masalah keuangan dan pekerjaan. d. Tangan saya sering terasa gemetar bila mencoba mengerjakan sesuatu. e. Kalau terjadi sesuatu pada diri saya, saya tidak mudah tersipu-sipu seperti kebanyakan orang lain. f. Saya mengalami mencret sekali atau lebih dalam 1 bulan. g. Saya khawatir akan terjadi kesulitan yang menimpa diri saya. h. Saya tidak pernah merasa tersipu-sipu bila sesuatu terjadi pada diri saya. i. Saya merasa khawatir kalau-kalau muka saya menjadi merah karena malu. j. Saya sering mengalami mimpi yang menakutkan pada waktu tidur malam hari. k. Tangan dan kaki saya biasanya cukup hangat. l. Ketika saya merasa malu, kadang-kadang keringat saya bercucuran, hal ini sangat menjengkelkan saya. m. Saya jarang berdebar-debar maupun bernafas tersengal-sengal. n. Saya merasa lapar hampir setiap saat, Saya jarang mengalami sakit perut. o. Saya jarang merasa sembelit, Kadang-kadang saya tidak dapat tidur karena mengkhawatirkan sesuatu, Tidur saya sering terganggu dan tidak nyenyak. p. Seringkali saya bermimpi tentang sesuatu yang sulit untuk diceritakan pada orang lain, Saya mudah merasa malu. q. Saya lebih merasa sensitif (peka) daripada kebanyakan orang. r. Saya sering mengkhawatirkan diri saya terhadap sesuatu. s. Saya menginginkan kebahagiaan seperti orang yang saya lihat. t. Biasanya saya bersikap tenang dan tidak mudah marah. u. Saya mudah menangis, Saya sering mencemaskan sesuatu maupun orang lain. v. Saya selalu merasa gembira setiap saat, Menunggu membuat saya gelisah. w. Pada waktu-waktu tertentu saya merasa gelisah, sehingga saya tidak duduk terlalu lama, Kadangkadang saya merasa gembira sekali, sehingga sukar untuk tidur x. Saya sering merasa bahwa saya dihadapkan pada banyak kesulitan yang tidak dapat saya selesaikan, Saya akui, bahwa saya kadang-kadang merasa khawatir tanpa sesuatu alasan tertentu pada suatu hal

yang tidak berarti. y. Bila dibandingkan dengan teman-teman maka saya tidak seperti mereka. 2.3 Seksio Caesar 2.3.1 Pengertian Seksio Caesar Seksio caesar adalah melahirkan janin yang sudah mampu hidup (beserta plasenta dan selaput ketuban) secara transabdominal melalui insisi uterus (Benson, 2008). Seksio caesar adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh (Sarwono, 2007).

2.3.2 Faktor-faktor yang Menyebabkan Seksio Sesarea a. Faktor Ibu Menurut Cunningham (2005) dan Benson (2008), faktor-faktor yang menyebabkan seksio sesarea adalah dari faktor ibu dan janin. Faktor Ibu yang menyebabkan seksio sesarea adalah: usia, tulang panggul, persalinan sebelumnya dengan seksio caesar, faktor hambatan jalan lahir, ruptur uteri (Cunningham,2005). Penyakit ibu yang dapat mempengaruhi seksio sesarea adalah: preeklampsi-eklampsi berat, diabetes, eritroblastosis, penyakit jantung berat pada ibu, keadaan melemahkan lainnya (Benson, 2008). b. Faktor Janin Faktor janin yang menyebabkan seksio caesar adalah: janin dengan anomali (Meningokel, Hidrosefalus), bayi terlalu besar (Makrosomia (>4000 gram), malposisi dan malpresentasi (presentasi bokong, defleksi kepala, letak lintang, presentasi dahi, posisi dagu posterior, presentasi bahu, presentasi majemuk), gawat janin atau fetal distress, faktor plasenta: solusio plasenta, plasenta previa, ruptur uteri, vasa previa, kelainan tali pusat (prolapsus tali pusat/tali pusat menumbung, bayi kembar (Multiple Pregnancy) (Benson, 2008).

2.3.3 Klasifikasi Seksio Caesar a. Seksio Caesar Klasik Sebuah pengirisan memanjang di bgian tengah yang memberikan satu ruang yang lebih besar (10-14 cm) untuk mengeluarkan bayi (Cunningham, 2005). Teknik Seksio Caesar Klasik 1) Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengn kain suci hama. 2) Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang 12 cm sampai dibawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum peritoneal terbuka.

3) Dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi. 4) Di buat insisi secara tajam dengan pada segmen atas rahim (SAR), kemudian dierlebar secara sagital dengan gunting. 5) Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan dengan meluksir kepala dan mendorong fundusuteri. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong diantara kedua penjepit. 6) Plasenta dilahirkan secara manual disuntikkan 10 U oksitosin ke dalam rahim secara intra mural. 7) Luka insisi SAR dijahit kembali. Lapisan I : Endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur dengan benang catgut khoromik. Lapisan II : Hanya miometrium saja dijahit secara simpul. Lapisan III : Perimetrium saja, dijahitbsecara simpul dengan benang cutgut biasa. 8) Setelah dinding rahim dijahit, kedua adneksa dieksplorasi. 9) Rongga perut dibersihkan dari isa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit. b. Indikasi Seksio Caesar Indikasi seksio Caesar klasik menurut Sarwono 2007 : 1) Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung kencing untuk mencapai segmen bawah rahim, misalnya karena adanya perlekatan perlekatan akibat pembedahan seksio caesar yang lalu, atau adanya tumor-tumor di daerah segmen bawah rahim. 2) Janin besar dalam letak lintang. 3) Plasenta previa dengan insersi plasenta di dinding depan segmen bawah rahim. Kelebihan: a) Memerlukan sedikit pemisahan kandung kemih dari miometrium. b) Keluarnya janin lebih cepat. c) Tidak menyebabkan perlekatan usus atau omentum ke garis insisi. d) Lebih mudah diperbaiki. Kekurangan: a) Lebih berisiko terkena peritonitis (radang selaput perut). b) Memiliki risiko empat kali lebih besar terkena ruptur uteri pada kehamilan selanjutnya. c) Otot-otot rahimnya tebal dan lebaih banyak pembuluh darah sehingga sayatan ini lebih banyak mengeluarkan darah. d) Jika menggunakan anestesi lokal, sayatan ini akan memerlukan waktu dan obat lebih banyak (Kasdu, 2003). c. Seksio Caesar Transperitoneal Profunda Dilakukan dengan membuat sayatan atau irisan horizontal di bagian bawah rahim (Kasdu, 2003). Teknik Seksio Caesar Transperitoneal Profunda 1. Mula- mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain suci hama. 2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga peritonei terbuka.

3. Dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi. 4. Dibuat bladder-flap, yaitu dengan menggunting peritoneum kandung kencing (plika vesikouterina) didepan segmen bawah rahim (SBR) secara melintang. Plika vesikouterina ini disisihkan secara tumpul ke arah samping dan bawah, dan kandung kencing yang telah disisihkan ke arah bawah dan samping dilindungi dengan spekulum kandung kencing. 5. Di buat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm di bawah irisan plika vesikouterina tadi secara tajam dengan pisau bedah 2 cm, kemudian diperlebar melintang secara tumpul dengan kedua jari telunjuk perator. Arah insisi pada segmen bawah rahim dapat melintang (transversa) atau membujur (sagital). 6. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan dengan meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya. Tali pusat dijepit dan dipotong, plasenta dilahirkan secara manual. Kedalam otot rahim intra mural disuntikkan 10 U oksitosin. Luka dinding rahim dijahit Lapisan I : Dijahit jelujur, pada endometrium da miometrium Lapisan II : Dijahit jelujur hanya pada miometrium saja Lapisan III : Dijahit jelujur pada plika vesikouterina 7. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa diejsplorasi 8. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dindina perut dijahit (Sarwono, 2007). Kelebihan : Penjahitan luka lebih mudah, Penutupan luka dan reperetonialisasi yang baik, Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan kurang atau lebih kecil. Kekurangan : Luka dapat melebar kekiri, kanan bawah, Uterin putus sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak,Keluhan kandung kemih. 2.4 Penelitian Terkait Menurut penelitian Eka Fitrianti 2008, Di peroleh data mengenai gambaran peran perawat pelaksana dalam menerapkan teknik komunikasi terapeutik pada teknik menyimpulkan pada pasien gangguan jiwa diruang rawat inap Rumah Sakit Dr. Ernaldi Bahar Propinsi Sumatra Selatan tahun 2008.Untuk kategori baik sebanyak 47,62% dan kategori kurang sebanyak 52,38%. Penelitian ini dapat digambarkan bahwa peran perawat pelaksana komunikasi terapeutik pada teknik menyimpulkan tergolong kurang. Dari hasil penelitian Rosalina 2008, Mengenai penerapan komunikasi terapeutik pada pasien DM Di Irna Non Bedah Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang, yang dilakukan pada keseluruhan responden didapatkan bahwa dari 34 responden yang melakukan komunikasi terapeutik pada fase kerja dengan baik yaitu 20 orang ( 58,8% ), Kategori cukup 9 orang ( 26,5% ) sedangkan kategori kurang yaitu sebanyak 5 orang ( 14,7% ). Pada fase ini 14,7% masih dalam kategori kurang dimana responden tidak menjelaskan tindakan keperawatan yang dilakukan seharusnya perawat menjelaskan tindakan keperawatan yang dilakukan agar tidak menimbulkan kecemasan pada pasien dengan demikian komunikasi terapeutik pada fase kerja tidak ada lagi dalam katogori kurang. Menurut penelitian Tri Setiani 2009, dari hasil penelitian di instalasi kebidanan dan penyakit kandungan Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang terdapat 30 responden didapat data bahwa pengetahuan ibu bersalin dengan SC tentang perawatan bekas sayatan SC dengan kategori baik sebanyak 16 responden (53%), Kategori cukup 8 responden (27%) dan 6 responden (20%) dikategorikan

kurang.

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti, konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu pengertian oleh karena itu konsep tidak dapat diamati dan dapat diukur, maka konsep tersebut harus dijabarkan kedalam variabel-variabel, dari variabel itulah konsep dapat diamati dan diukur (Notoatmodjo, 2005). Tingkat kecemasan merupakan salah satu tolak ukur yang digunakan untuk mengukur kecemasan pada pasien pre operasi seksio sesarea. Komunikasi terapeutik merupakan suatu hubungan atau interaksi antara perawat dengan pasien. Berdasarkan hal tersebut maka kerangka konsep penelitian hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar adalah sebagai berikut:

Variabel Dependen Variabel Independen

Keterangan : : Yang diteliti : Tidak diteliti Sumber : Menurut teori Lawrence Green (Dalam Notoatmodjo Soekidjo, 2007)

3.2 Definisi Operasional No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Operasi seksio caesar Merupakan salah satu cara melahirkan janin melalui insisi pada dinding perut dan dinding uterus Observasi Cheklist 1. Persalinan SC 2. Persalinan normal / spontan Nominal 2 Komunikasi terapeutik perawat

Komunikasi yang dilakukan oleh perawat dengan pasien yang meliputi dari fase prainteraksi, orientasi, kerja, dan terminasi. Wawancara Kuiesioner 1. Baik jika yang menjawab benar > 75 % dari pertayaan yang diajukan 2. Cukup jika yang menjawab benar antara 60-75% dari pertayaan yang diajukan 3. Kurang jika yang menjawab benar < 60 % dari pertayaan yang diajukan ( Arikunto, 2006 ) Ordinal 3 Tingkat kecemasan pasien pre operasi seksio caesar Merupakan tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien pre operasi SC yang diukur dengan cara Anxiety Scale Observasi Checklist 1. Ringan jika nilainya ( < 50 %) 2. Sedang jika nilainya (50-75 %) 3. Berat jika nilainya (> 75 %) (Struat & Sunden, 1989) Ordinal 3.3 Hipotesis Ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat/bidan dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat hubungan analitik menggunakan tehnik cross sektional. Penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Seksio Caesar Di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang 2010. 4.2. Populasi dan Sampel Penelitian 4.2.1. Populasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien pre operasi seksio caesar dan perawat/bidan di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. 4.2.2. Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmojo, 2005). Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode accidental yaitu sampel yang diambil dari responden atau kasus yang kebetulan ada atau tersedia. 4.3. Tempat dan Waktu Penelitian 4.3.1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan Diruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang 2010. 4.3.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan dengan perencanaan waktu sebagai barikut : Tabel 4.1 Perencanaan Waktu Penelitian Kegiatan Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli 1. Pengajuan judul 2. Pembahasan bab I-IV 3. Persiapan seminar proposal 4. Seminar proposal

5. Penelitian 6. Pembahasan bab V-VI 7. Persiapan komprehensif 8. Komprehensif 9. Ujian

4.4. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 4.4.1. Tehnik Pengumpulan Data Pada penelitian ini data yang diperoleh adalah data primer yaitu Data primer berupa angket yang dibagikan kepada responden dengan cara menggunakan kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh penulis (Notoatmojo, 2003). Penelitian langsung mengambil data pada subyek penelitian langsung pada nilai operasi, Pengumpulan data dilakukan sendiri oleh penulis dengan cara melakukan pengamatan (observasi) secara langsung kepada responden dengan menggunakan observasi atau cheklist yang dikembangkan sendiri oleh peneliti dan wawancara langsung dengan pasien dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti. Dan data sekunder diperoleh dari Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang yang berupa data yang diambil dari Medical Record. 4.4.2. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah Wawancara (Kuesioner) dan observasi (Check List).

4.5. Pengolahan Data Menurut Hastono (2001) pengolahan data dapat jelaskan sebagai berikut : 4.5.1. Coding ( Pengkodean ) Dalam melakukan pengolahan data dengan baik, data tersebut perlu diperiksa terlebih dahulu apakah telah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. 4.5.2. Editing ( Pegolahan Data ) Klasifikasikan jawaban / hasil yang ada menurut macamnya ke bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode. 4.5.3. Entry Data ( Memasukan Data ) Memasukan hasil data penelitian ke dalam tabel sesuai dengan kriteria. 4.5.4. Cleaning Data ( Pembersihan Data ) Pemeriksaan kembali data yang telah dimasukan sehingga benar benar bebas dari kesalahan kemudian diuji kebenarannya. Rumus pengolahan data bila respon :

a. Baik jika yang menjawab benar > 75 % dari pertayaan yang diajukan b. Cukup jika yang menjawab benar antara 60 - 75% dari pertayaan yang diajukan c. Kurang jika yang menjawab benar < 60 % dari pertayaan yang diajukan Jika responden menjawab Ya nilainya 1, jika responden menjawab Tidak nilainya 0. maka setiap kuisioner nilainya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : R = n x 100 % N Keterangan : R : Indeks kesesuaian prilaku n : Jumlah responden yang menjawab Ya N : Jumlah pertayaan 4.6. Analisa Data 4.6.1. Analisa Univariat Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah univariat terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dalam hal ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. 4.6.2. Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel independen yang meliputi : Tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar dengan variabel dependen : Komunikasi terapeutik perawat. Dalam hal ini untuk melihat hubungan antara dua variabel independen dan dependen digunakan uji Chi square (SPSS). 4.7. Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu membawa rekomendasi dari Institusi dari pihak lain dengan cara mengajukan permohonan izin pada Instiusi/Lembaga penelitian yang dituju oleh peneliti. Setelah mendapat persetujuan barulah penelitian menekankan masalah etika yang meliputi: a. Informend Consent Lembar persetujuan ini diberikan pada responden yang akan diteliti. Responden harus memenuhi kriteria inklusi. Lembar informend consed harus dilengkapi dengan judul penelitian dan manfaat penelitian. Bila subjek menolak, maka peneliti tidak boleh memaksa dan harus tetap menghormati hakhak subjek. b. Anonimity (Tanpa Nama) Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi pada lembar tersebut diberiakan kode. c. Confidentiality (Kerahasiaan) Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, dan hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Rumah Sakit Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang adalah Amal Usaha Persyarikatan Muhammadiyah yang diresmikan tanggal 10 Dzulhijjah 1417 H/ 18 April 1997 oleh Gubernur Propinsi Sumatera Selatan (Bapak H. Ramli Hasan Basri) bersama Ketua PP Muhammadiyah (Bapak Prof. DR. Amien Rais) merupakan satu satunya amal usaha dibawah langsung PWM SumSel. Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang telah berkembang cukup pesat dan berkat ridho Allah SWT dan dukungan masyarakat rumah sakit ini sudah sama dengan rumah sakit lainnya di kota Palembang. Insya Allah Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang akan selalu memupuk dan memelihara kepercayaan masyarakat melalui dipenuhinya dokterdokter spesialis, dokter umum, Paramedis (Perawat, Bidan) dan karyawan yang terampil dan berkemampuan dengan didukung oleh peralatan-peralatan canggih, ruangan yang bersih, pelayanan yang cepat, ramah, simpatik, mengesankan dan bernuansa islami. Pada saat ini Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang lebih menggembirakan jika dilihat dari berbegai sektor, baik pelayanan, peralatan medis, peralatan non medis dan peralatan penunjang lainnya.

5.1.1 Visi, Misi, dan Motto a) Visi Terwujudnya Rumah Sakit yang profesional, modern, terkemuka, dan islami sehingga menjadi rahmatan lilalamin bagi masyarakat. b) Misi 1. Memberikan pelayanan kesehatan secara profesional, modern, dan islami kepada masyarakat. 2. Mewujudkan citra sebagai Rumah Sakit islam kebanggaan Muhammadiyah yang berfungsi sebagai wahana ibadah dan berperan aktif sebagai media dakwah persyarikatan dalam bidang kesehatan. 3. Menjadi pusat persemaian kader Muhammadiyah dalam bidang kesehatan. c) Motto Pelayanan sebagai Ibadah dan Dakwah. 5.1.2 Fasilitas Pelayanan a. Kebidanan dan Kandungan b. Syaraf c. Penyakit Dalam d. Paru e. Anak

f. Jantung g. THT h. Bedah i. ICCU /ICU, IGD, Mata. 5.1.3 Tempat Tidur Tabel 5.1 Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang 2010 RUANG Kelas TT Tidur VIP Khusus VIP Utama I A I B II A II B IIIA III B Bedah - - - - 8 10 - 24 42 P D L - - - 4 4 11 11 62 92 Kebidanan - - - - - 6 8 16 30 Anak - - - - - 6 16 10 32 VIP Atas 1 6 - - - - - - 7 VIP Bawah 2 - 2 10 - - - - 14 ICU/ ICCU 10 - - - - - - - 10 Total TT 3 6 2 14 12 33 35 112 227 5.1.4 Pelayanan Penunjang / Tindakan Medis a. Instalasi Farmasi b. 6 Konsultasi Gizi c. Kamar Operasi d. Echo e. Laboratorium f. Treadmil g. Radiologi h. USG/ECG i. Fisioterapi j. Ambulance 5.2 Variabel Penelitian Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 22 Februari sampai 8 Maret tahun 2010, didapatkan dari 14 responden pada perawat dan pasien pre operasi seksio caesar yang dilakukan di ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. 5.2.1 Analisa Univariat Analisa ini yang digambarkan dalam bentuk distribusi frekuensi dari variabel komunikasi terapeutik perawat dan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar. Daftar ditampilkan dalam bentuk tabel dan teks.

a) Persalinan Pada penelitian ini persalinan dikelompokan menjadi 2 kategori persalianan spontan dan persalinan operasi seksio caesar berdasarkan medical record Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dari bulan Nopember 2009 sampai dengan Maret 2010 untuk lebih jelas lihat tabel 5.2 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Persalinan Spontan Dan Seksio Caesar di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2010 No Bulan Persalinan Seksio Caesar % Spontan % 1 Nopember 116 25 76 19 2 Desember 106 23 89 23 3 Januari 85 19 67 17 4 Februari 73 16 65 17 5 Maret 75 16 92 24 Total 455 100 389 100 Dari data diatas bahwa dari 844 persalinan yang bulan Nopember seksio caesar 116 pasien (25%) spontan 76 (20%), Desember seksio caesar 106 pasien (23%) spontan 89 (23%), Januari seksio caesar 85 pasien (19%) spontan 67 (17%), Februari seksio caesar 73 pasien (16%) spontan 65 (17%), dan bulan Maret seksio caesar 75 pasien (16%) spontan 92 (24%).

b) Komunikasi Terapeutik Perawat Pada penelitian ini komunikasi terapeutik perawat dikelompokan menjadi 3 kategori komunikasi terapeutik baik > 75%, cukup 60%-75%, dan kurang < 60% untuk lebih jelas lihat tabel 5.3 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Komunikasi Terapeutik Perawat di

Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2010 No Komunikasi Terapeutik Perawat N % 1 Baik 5 36 2 Cukup 9 64 Jumlah 14 100 Dari data di atas bahwa dari 14 perawat yang komunikasi terapeutik baik 5 perawat (36 %), cukup 9 perawat (64%).

c) Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Seksio Caesar Pada penelitian ini tingkat kecemasan dikategorikan menjadi menjadi 3 yaitu ringan 40% - 50%, sedang 51% - 65%, dan berat 66% -100 %, untuk lebih jelas lihat tabel 54. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Seksio Caesar Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2010 No Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Seksio Caesar N % 1 Ringan 8 57 2 Sedang 6 43 Jumlah 14 100 Dari data di atas bahwa dari 14 pasien seksio caesar yang tingkat kecemasan ringan sebanyak 8 pasien (57%), sedang sebanyak 6 pasien (43%).

5.2.2 Analisa Bivariat Analisa ini untuk mengetahui hubungan antara variabel independent (komunikasi terapeutik perawat) dengan variabel dependent (tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar) dengan uji statistik yang menggunakan uji Chi-Square.

a) Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Seksio Caesar Komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pasien dikategorikan menjadi 2 dengan jumlah responden 14, hasil uji Chi-Square lihat tabel 5.5 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Seksio Caesar Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2010 No Komunikasi Terpeutik Perawat Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi SC Jumlah Value Ringan Sedang N%N%N% 1 Baik = 0.0315 36 0 0 5 36 2 Cukup 3 21 6 43 9 64 Total 8 57 6 43 14 100 Dari data diatas dapat diketahui bahwa perawat dengan komunikasi terapeutik yang baik didapatkan tingkat kecemasan kategori ringan (36%) dari pada perawat dengan komunikasi terapeutik yang cukup didapatkan tingkat kecemasan kategori ringan (21%) dan sedang (43%). Dari uji statistik diperoleh pValue = 0,031 setelah dibandingkan dengan 0,05 dapat diketahui bahwa pValue = 0,031 0,05, maka dapat diketahui bahwa ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar.

5.3 Pembahasan Pembahasan dalah suatu penelitian untuk membandingkan hasil penelitian di lapangan dengan teori yang mendukung. Pada penelitian ini sampel di ambil secara accicidental sample, Sehingga sampel yang didapatkan adalah pasien pre operasi seksio caesar yang ada di ruangan kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Untuk variabel mempengaruhi seperti perawat yang merawat pasien operasi seksio caesar tersebut yang ada diruang tempat pasien dirawat. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, Maka akan diuraikan satu persatu oleh penulis di bawah ini : 5.3.1 Persalinan

Dari hasil penelitian di ruang kebidanan rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dapat dilihat bahwa dari bulan Nopember sampai Maret yaitu persalinan SC sebanyak 455 pasien dan persalinan spontan sebanyak 389 pasien Maka angka persalinan SC meningkat dan persalinan spontan terjadi penurunan di ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammdiyah Palembang tahun 2010. Seksio caesar adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh (Sarwono, 2007). Menurut Cunningham (2005) dan Benson (2008), faktor-faktor yang menyebabkan seksio sesarea adalah dari faktor ibu dan janin. Faktor Ibu yang menyebabkan seksio sesarea adalah: usia, tulang panggul, persalinan sebelumnya dengan seksio caesar, faktor hambatan jalan lahir, ruptur uteri (Cunningham,2005). Penyakit ibu yang dapat mempengaruhi seksio sesarea adalah: preeklampsieklampsi berat, diabetes, eritroblastosis, penyakit jantung berat pada ibu, keadaan melemahkan lainnya. Faktor janin yang menyebabkan seksio caesar adalah: janin dengan anomali, bayi terlalu besar (>4000 gram), presentasi bokong, defleksi kepala, letak lintang, presentasi dahi, posisi dagu posterior, presentasi bahu, presentasi majemuk), gawat janin atau fetal distress, solusio plasenta, plasenta previa, ruptur uteri, vasa previa, kelainan tali pusat, bayi kembar (Multiple Pregnancy) (Benson, 2008). Dari hasil Tri Setiani dari 30 responden didapat data bahwa pengetahuan ibu bersalin dengan SC tentang perawatan bekas sayatan SC dengan kategori baik sebanyak 16 responden (53%), Kategori cukup 8 responden (27%) dan 6 responden (20%) dikategorikan kurang. Dari hasil penelitian yang didapatkan dan dari teori yang mendukung, menunjukan bahwa kejadian persalinan seksio caesar mengalami peningkatan dikarnakan adanya faktor-faktor yang membahayakan ibu dan bayi, sehingga dilakukan operasi seksio caesar yang membantu persalinan bukan karena suatu Trens. Operasi merupakan salah satu tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan. Bila kecemasan pada pasien pre operasi tidak segera diatasi maka dapat mengganggu proses penyembuhan, untuk itu pasien yang akan menjalani operasi harus diberi komunikasi terapeutik untuk menurunkan atau mengurangi gejala kecemasan serta dapat meningkatkan pengetahuan kesehatan pada pasien. 5.3.2 Komunikasi Terapeutik Perawat Dari hasil penelitian di rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dapat dilihat bahwa dari 14 perawat komunikasi terapeutik kategori cukup (64%). Berarti komunikasi terapeutik perawat masih cukup di ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan dan pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional bagi perawat bertujuan untuk kesembuhan pasien. ( Mukhripah Damaiyanti, 2008 ). Didalam komunikasi terapeutik perawat ada empat fase yaitu fase preinteraksi (persiapan) Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien fase orientasi (perkenalaan) Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien. Fase kerja pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal maupun nonverbal klien. Fase terminasi akhir dari pertemuan perawat dengan klien. Hasil penelitian yang di peroleh data mengenai gambaran peran perawat pelaksana dalam menerapkan

teknik komunikasi terapeutik pada teknik menyimpulkan pada pasien gangguan jiwa diruang rawat inap Rumah Sakit Dr. Ernaldi Bahar Propinsi Sumatra Selatan tahun 2008. Untuk kategori baik sebanyak 47,62% dan kategori kurang sebanyak 52,38%. Penelitian ini dapat digambarkan bahwa peran perawat pelaksana komunikasi terapeutik pada teknik menyimpulkan tergolong kurang. Dari hasil penelitian yang didapatkan dan dari teori yang mendukung, menunjukan bahwa komunikasi terapeutik perawat masih banyak yang belum berkomunikasi terapeutik yang baik. Dikarenakan perawat kurang mencari informasi tentang klien dan perawat tidak memperkenalkan dirinya terlebih dahulu serta pada saat melakukan tindakan operasi perawat tidak menjelaskan prosedur tindakan operasi pada pasien yang akan menjalankan operasi. karena perawat tidak mempunyai waktu yang lama. Oleh sebab itu untuk mengurangi kecemasan pada pasien yang akan menjalankan operasi seksio caesar dibutuhkan komunikasi terapeutik yang baik.

5.3.3 Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Seksio Caesar Dari hasil penelitian di rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dapat dilihat bahwa dari 14 pasien tingkat kecemasan yang kategori berat (43%). Berarti tingkat kecemasan pasien pre operasi seksio caesar masih berat di ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Kecemasan (ansietas) adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivitas sistem syaraf autonom dalam berespon terhadap ancaman yang tidak jelas, ninspesifik (Carpenito, 2000). Respon emosional terhadap penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya (Stuart Dan Sundeen, 1998). MASUKKAN PENELITIAN YANG TERKAIT TENTANG KECEMASAN ? Dari hasil penelitian yang didapatkan dan dari teori yang mendukung, menunjukan bahwa tingkat kecemasan pasien pre operasi seksio caesar masih mengalami kecemasan dikarenakan lingkungan yang bising dan kurang nyaman, kurangnya dukungan keluarga hal ini suami serta kurangnya pendekatan dan komunikasi terapeutik perawat. Dan perawat mengatahui bahwa menurunkan suatu kecemasan pasien perlu suatu metode yang baik yaitu komunikasi yang terapeutik sehingga pasien dapat merasakan rasa nyaman dalam menghadapi operasi yang akan dilakukan oleh klien. Oleh sebab itu perawat dapat membagi waktu untuk memberikan informasi dan dapat meningkatkan pengetahuan pasien terutama untuk mengurangi kecemasan psien itu sendiri. Karena dengan banyaknya pengetahuan dan penjelasan dalam suatu masalah dapat meringankan kecemasan terhadap pasien tersebut. Untuk perawat harus melakukan komunikasi terapeutik, karena dengan komunikasi terapeutik dapat mengurangi kecemasan terhadap pasien tersebut dan membuat pasien merasa lebih baik dan operasi bisa berjalan dengan

lancar.

5.3.4 Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Seksio Caesar Dari hasil penelitian di rumah Sakit Muhammadiyah Palembang dapat dilihat bahwa komunikasi terapeutik perawat di ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang tergolong dalam kategori cukup dan pasien pre operasi seksio caesar mengalami kecemasan sedang sebanyak 8 pasien (56%) dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa pValue 0.016 0,05, berarti ada hubungan komunikasi teraputik perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar di ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Menurut Northouse (1998) Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. (Arwani, 2003) Menurut Yadi (2001) kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak nyaman yang disertai dengan rasa takut yang mengancam dan perasaan tidak nyaman terhadap sesuatu. Kecemasan juga merupakan sesuatu hal yang tidak jelas, adanya perasaan gelisah atau tidak tenang dengan sumber yang tidak spesifik dan tidak diketahui oleh seseorang. Untuk dapat menurunkan kecemasan pada pasien pre operasi salah satunya diperlukan komunikasi yang efektif terutama komunikasi terapeutik. Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari perawat karena perawat merupakan petugas kesehatan yang terdekat dan terlama dengan pasien. (Dewi Wijayanti, 2009) Hasil penelitian Supono (2005) mengatakan bahwa tingkat kecemasan pasien persalinan dapat berkurang dengan adanya komunikasi terapeutik perawat. Dari hasil penelitian yang didapatkan dan dari teori yang mendukung, menunjukan bahwa komunikasi terapeutik perawat dapat mempengaruhi serta menurunkan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar karena salah satu untuk menurunkan kecemasan dengan cara komunikasi yang efeksif yaitu komunikasi terapeutik yang baik oleh perawat. Karena komunikasi tersebut sangat dibutuhkan oleh pasien yang akan menjalankan operasi, maka pasien yang akan menjalankan operasi akan timbul kecemasan dalam dirinya, perawatlah yang berperan penting dalam meningkatkan pengetahuan pasien terutama menjelaskan tentang prosedur tindakan operasi maka perawatlah yang harus melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien pre operasi seksio caesar. Karena perawat tenaga kesehatan yang

dekat dengan pasien dan memberikan rasa nyaman pada pasien yang akan menjalankan operasi seksio caesar.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian terhadap 14 responden di ruangan Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang 22 Februari sampai 6 Maret tahun 2010 dapat disimpulkan bahwa : 7.1.1 Komunikasi terapeutik perawat dirumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2010 didapatkan sebagian besar dengan kategori cukup. 7.1.2 Tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar di ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2010 didapatkan sebagian besar dengan kategori ringan. 7.1.3 Ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar. Dari hasil uji Chi-Square, didapatkan pValue = 0, 031.

7.2 Saran 7.2.1 Manfaat Bagi Rumah Sakit Dapat dijadikan masukan dan motivasi bagi rumah sakit untuk lebih meningkatkan komunikasi terapeutik perawat dalam mengurangi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar. 7.2.2 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Dapat menambah informasi dan referensi yang berguna bagi mahasiswa sekolah tinggi ilmu kesehatan Muhammadiyah Palembang. 7.2.3 Manfaat Bagi Pasien Dapat memberikan rasa nyaman dan aman pada semua pasien yang akan menjalankan operasi seksio caesar sehingga pasien yang menjalankan operasi tidak cemas dan operasi bisa berjalan dengan lancar. 7.2.4 Manfaat Bagi Peneliti Dapat menambah ilmu pengetahuan maternitas serta riset penelitian dan wawasan bagi peneliti mengenai hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi seksio caesar. Diposkan oleh agustus di 09:06 0 komentar

Kamis, 10 Juni 2010


patens ductus PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) 1. DEFINISI Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir. Kelainan ini merupakan 7% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Sering dijumpai pada bayi prematur, insidennya bertambah dengan berkurangnya masa gestasi ( Betz & Sowden. 2002 : 375 ) Patent Ductus Arteriosus (PDA) atau Duktus Arteriosus Paten (DAP) adalah kelainan jantung kongenital ( bawaan ) dimana tidak terdapat penutupan ( patensi ) duktus arteriosus yang menghubungkan aorta dan pembuluh darah besar pulmonal setelah 2 bulan pasca kelahiran bayi ( www.google.com ) Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. ( Suriadi, Rita Yuliani. 2001; 235 )

2. ETIOLOGI Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan : 1. Faktor Prenatal : Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella. Ibu alkoholisme. Umur ibu lebih dari 40 tahun. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu. 2. Faktor Genetik : Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain. 3. PATOFISIOLOGI Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan aliran darah pulmonal ke aliran darah sistemik dalam masa kehamilan ( fetus ). Hubungan ini ( shunt ) ini diperlukan oleh karena sistem respirasi fetus yang belum bekerja di dalam masa kehamilan tersebut. Aliran darah balik fetus akan bercampur dengan aliran darah bersih dari ibu ( melalui vena umbilikalis ) kemudian masuk ke dalam atrium kanan dan kemudian dipompa oleh ventrikel kanan kembali ke aliran sistemik melalui duktus arteriosus. Normalnya duktus arteriosus berasal dari arteri pulmonalis utama (arteri pulmonalis kiri) dan berakhir pada bagian superior dari aorta desendens, 2-10 mm distal dari percabangan arteri subklavia kiri.

Dinding duktus arteriosus terutama terdiri dari lapisan otot polos ( tunika media ) yang tersusun spiral. Diantara sel-sel otot polos terdapat serat-serat elastin yang membentuk lapisan yang berfragmen, berbeda dengan aorta yang memiliki lapisan elastin yang tebal dan tersusun rapat ( unfragmented ). Selsel otot polos pada duktus arteriosus sensitif terhadap mediator vasodilator prostaglandin dan vasokonstriktor (pO2). Setelah persalinan terjadi perubahan sirkulasi dan fisiologis yang dimulai segera setelah eliminasi plasenta dari neonatus. Adanya perubahan tekanan, sirkulasi dan meningkatnya pO2 akan menyebabkan penutupan spontan duktus arteriosus dalam waktu 2 minggu. Duktus arteriosus yang persisten (PDA) akan mengakibatkan pirai (shunt) L-R yang kemudian dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan sianosis. Besarnya pirai (shunt) ditentukan oleh diameter, panjang PDA serta tahanan vaskuler paru (PVR). 4. MANIFESTASI KLINIK 1. Tidak menimbulkan gejala bila PDA kecil. Tanda-tanda CHF muncul pada PDA besar. 2. Murmur kontinyu (machinery) derajat 1 sampai 4/6 terdengar dengan jelas pada ULSB atau daerah infraklavikula kiri yang merupakan petanda khas kelainan ini. Rumble apikal terdengar pada PDA besar. 3. Pulsasi nadi perifer yang lemah dan lebar 4. CHF dan infeksi paru berulang seringkali terjadi pada PDA besar. 5. Penutupan spontan PDA tidak akan terjadi pada bayi aterm. 6. Akan terjadi hipertensi pulmonal dan PVOD bila PDA dibiarkan tanpa tindakan penutupan. 7. Sianosis yang terjadi pada PDA dengan PVOD dikenal sebagai sianosis diferensial oleh karena hanya ekstremitas bawah yang biru sedangkan ekstremitas atas tetap normal. 5. KOMPLIKASI a. Endokarditis b. Obstruksi pembuluh darah pulmonal c. CHF ( gagal jantung kongestif ) d. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur) e. Enterokolitis nekrosis f. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia bronkkopulmoner) g. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit h. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin). i. Aritmia j. Gagal tumbuh 6. PENATALAKSANAAN MEDIS a. Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan Pemberian obat-obatan : Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular, Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial. b. Pembedahan : Pemotongan atau pengikatan duktus. c. Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.

7. PEMERIKSAAN a. EKG serupa dengan kelainan VSD. Pada PDA kecil-sedang dapat terjadi LVH atau normal. CVH bila PDA besar. Atau RVH bila telah terjadi PVOD. bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar. b. Foto toraks juga menyerupai kelainan VSD. Pada PDA kecil bayangan jantung normal. PDA sedangbesar terjadi kardiomegali dan peningkatan PVM. Adanya PVOD akan mengakibatkan ukuran jantung normal dengan pembesaran MPA dan peningkatan corakan vaskulerisasi hilus. c. Melalui pemeriksaan ekho 2-D dan Doppler dapat divisualisasi adanya PDA dan besarnya shunt. Pemeriksaan angiografi biasanya tidak dibutuhkan kecuali bila terdapat kecurigaan PVOD. d. Ekhokardiografi yaitu rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan) e. Kateterisasi jantung yaitu hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya. http://agustusstikes.blogspot.com/ 99999999

KONSEP KEPERAWATAN PRE OPERASI


19 Januari 2009 oleh PRO-HEALTH
Keperawatan pre operasi dimulai ketika keputusan tindakan pembedahan di ambil, dan berakhir ketika klien di pindahkan ke kamar operasi. Dalam fase pre operasi ini dilakukan pengkajian pre operasi awal, merencanakan penyuluhan dengan metode yang sesuai dengan kebutuhan pasien, melibatkan keluarga atau orang terdekat dalam wawancara, memastikan kelengkapan pemeriksaan praoperasi, mengkaji kebutuhan klien dalam rangka perawatan post operasi.

A. Pengkajian

Sebelum operasi dilaksanakan pengkajian menyangkut riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik dilakukan, tanda-tanda vital di catat dan data dasar di tegakkan untuk perbandingan masa yang akan datang. Pemeriksaan diagnostik mungkin dilakukan seperti

analisa darah, endoskopi, rontgen, endoskopi, biopsi jaringan, dan pemeriksaan feses dan urine. Perawat berperan memberikan penjelasan pentingnya pemeriksaan fisik diagnostik.

Disamping pengkajian fisik secara umum perlu di periksa berbagai fungsi organ seperti pengkajian terhadap status pernapasan, fungsi hepar dan ginjal, fungsi endokrin, dan fungsi imunologi.

Status nutrisi klien pre operasi perlu dikaji guna perbaikan jaringan pos operasi, penyembuhan luka akan di pengaruhi status nutrisi klien. Demikian pula dengan kondisi obesitas, klien obesitas akan mendapat masalah post operasi dikarenakan lapisan lemak yang tebal akan meningkatkan resiko infeksi luka, juga terhadap kesulitan teknik dan mekanik selama dan setelah pembedahan.

B. Informed Consent

Tanggung jawab perawat dalam kaitan dengan Informed Consent adalah memastikan bahwa informed consent yang di berikan dokter di dapat dengan sukarela dari klien, sebelumnya diberikan penjelasan yang gamblang dan jelas mengenai pembedahan dan kemungkinan resiko.

C. Pendidikan Pasien Pre operasi

Penyuluhan pre operasi didefinisikan sebagai tindakan suportif dan pendidikan yang dilakukan perawat untuk membantu pasien bedah dalam meningkatkan kesehatannya sendiri sebelum dan sesudah pembedahan. Tuntutan klien akan bantuan keperawatan terletak pada area pengambilan keputusan, tambahan pengetahuan, keterampilan,dan perubahan perilaku.

Dalam memberikan penyuluhan klien pre operasi perlu dipertimbangkan masalah waktu, jika penyuluhan diberikan terlalu lama sebelum pembedahan memungkinkan klien lupa,

demikian juga bila terlalu dekat dengan waktu pembedahan klien tidak dapat berkonsentrasi belajar karena adanya kecemasan atau adanya efek medikasi sebelum anastesi.

Beberapa penyuluhan atau instruksi pre operasi yang dapat meningkatkan adaptasi klien pasca operasi di antaranya :

1. Latihan Nafas Dalam, Batuk dan Relaksasi

salah satu tujuan dari keperawatan pre operasi adalah untuk mengajar pasien cara untuk meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Hal ini dapat dicapai dengan memperagakan pada pasien bagaimana melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas dengan lambat pasien dalam posisi duduk untuk memberikan ekspansi paru maksimum. Setelah melakukan latihan nafas dalam beberapa kali, pasien di instruksikan untuk bernafas dalam-dalam, menghembuskan melalui mulut, ambil nafas pendek, dan batukkan, (Gambar 2.2 dan 2.3 ). Selain meningkatkan pernafasan latihan ini membantu pasien untuk relaksasi.

http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/19/konsep-keperawatan-pre-operasi/ 100000000

sted on November 1, 2008 by kuliahbidan


Tujuan 1. mengenal pasien, mengetahui masalah saat ini, mengetahui riwayat penyakit dahulu serta keadaan / masalah yang mungkin menyertai pada saat ini. 2. menciptakan hubungan dokter-pasien 3. menyusun rencana penatalaksanaan sebelum, selama dan sesudah anestesi / operasi 4. informed consent

Penilaian catatan medik (chart review) 1. Membedakan masalah obstetri / ginekologi dengan masalah non-obstetri yang terjadi pada kehamilan. 2. Jenis operasi yang direncanakan 3. indikasi / kontraindikasi 4. ada/tidak kemungkinan terjadinya komplikasi, faktor penyulit 5. obat-obatan yang pernah / sedang / akan diberikan untuk masalah saat ini yang kemungkinan

dapat berinteraksi dengan obat / prosedur anestesi 6. hasil-hasil pemeriksaan penunjang / laboratorium yang diperlukan Pemeriksaan pasien Anamnesis : penting mengumpulkan data tambahan tentang riwayat penyakit yang dapat menjadi penyulit / faktor risiko tindakan anestesi (asma, hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal, gangguan pembekuan darah, dsb), riwayat operasi / anestesi sebelumnya, riwayat alergi, riwayat pengobatan, kebiasaan merokok / alkohol / obat-obatan. Pemeriksaan fisik : tinggi / berat badan, tanda vital lengkap, kepala / leher (perhatian KHUSUS pada mulut / gigi / THT / saluran napas atas, untuk airway maintenance selama anestesi / operasi), jantung / paru / abdomen / ekstremitas. Pada kasus obstetri / kasus non-obstetri dalam kehamilan, penting dilakukan : pemeriksaan obstetri (umumnya telah dilakukan oleh dokter obstetri), pemantauan kesejahteraan janin (dengan fetal monitoring). Menetapkan rencana anestesi 1. Konsultasi dengan dokter yang akan melakukan tindakan obstetrik. 2. Penjelasan kepada pasien : metode, kemungkinan risiko, cara, persiapan (diet, puasa, premedikasi), pemulihan, dsb.
PENTING DIKETAHUI : FARMAKOLOGI OBAT-OBAT (uterotonik / tokolitik, vasopresor / vasodilator, , anestesi, analgesi, musclerelaxant, dsb) Untuk detail nya, baca sendiri yaaaaa !!!.

ANESTESIA / ANALGESIA UNTUK KASUS OBSTETRI Pertimbangan : Fisiologi Kehamilan / Persalinan (Maternal Physiology) Sistem pernapasan Perubahan pada fungsi pulmonal, ventilasi dan pertukaran gas. Functional residual capacity menurun sampai 15-20%, cadangan oksigen juga berkurang. Pada saat persalinan, kebutuhan oksigen (oxygen demand) meningkat sampai 100%. Menjelang / dalam persalinan dapat terjadi gangguan / sumbatan jalan napas pada 30% kasus, menyebabkan penurunan PaO2 yang cepat pada waktu dilakukan induksi anestesi, meskupun dengan disertai denitrogenasi. Ventilasi per menit meningkat sampai 50%, memungkinkan dilakukannya induksi anestesi yang cepat pada wanita hamil. Sistem kardiovaskular Peningkatan isi sekuncup / stroke volume sampai 30%, peningkatan frekuensi denyut jantung sampai 15%, peningkatan curah jantung sampai 40%. Volume plasma meningkat sampai 45% sementara jumlah eritrosit meningkat hanya sampai 25%, menyebabkan terjadinya dilutional anemia of pregnancy. Meskipun terjadi peningkatan isi dan aktifitas sirkulasi, penekanan / kompresi vena cava inferior dan aorta oleh massa uterus gravid dapat menyebabkan terjadinya supine hypertension syndrome. Jika tidak segera dideteksi dan dikoreksi, dapat terjadi penurunan vaskularisasi uterus sampai asfiksia janin. Pada persalinan, kontraksi uterus / his menyebabkan terjadinya autotransfusi dari plasenta

sebesar 300-500 cc selama kontraksi. Beban jantung meningkat, curah jantung meningkat, sampai 80%. Perdarahan yang terjadi pada partus pervaginam normal bervariasi, dapat sampai 400-600 cc. Pada sectio cesarea, dapat terjadi perdarahan sampai 1000 cc. Meskipun demikian jarang diperlukan transfusi. Hal itu karena selama kehamilan normal terjadi juga peningkatan faktor pembekuan VII, VIII, X, XII dan fibrinogen sehingga darah berada dalam hypercoagulable state. Ginjal Aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat sampai 150% pada trimester pertama, namun menurun sampai 60% di atas nonpregnant state pada saat kehamilan aterm. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh aktifitas hormon progesteron. Kadar kreatinin, urea dan asam urat dalam darah mungkin menurun namun hal ini dianggap normal. Pasien dengan preeklampsia mungkin berada dalam proses menuju kegagalan fungsi ginjal meskipun pemeriksaan laboratorium mungkin menunjukkan nilai normal. Sistem gastrointestinal Uterus gravid menyebabkan peningkatan tekanan intragastrik dan perubahan sudut gastroesophageal junction, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya regurgitasi dan aspirasi pulmonal isi lambung. Sementara itu terjadi juga peningkatan sekresi asam lambung, penurunan tonus sfingter esophagus bawah serta perlambatan pengosongan lambung. Enzimenzim hati pada kehamilan normal sedikit meningkat. Kadar kolinesterase plasma menurun sampai sekitar 28%, mungkin akibat hemodilusi dan penurunan sintesis. Pada pemberian suksinilkolin dapat terjadi blokade neuromuskular untuk waktu yang lebih lama. Lambung HARUS selalu dicurigai penuh berisi bahan yang berbahaya (asam lambung, makanan) tanpa memandang kapan waktu makan terakhir. Sistem saraf pusat Akibat peningkatan endorphin dan progesteron pada wanita hamil, konsentrasi obat inhalasi yang lebih rendah cukup untuk mencapai anestesia; kebutuhan halotan menurun sampai 25%, isofluran 40%, metoksifluran 32%. Pada anestesi epidural atau intratekal (spinal), konsentrasi anestetik lokal yang diperlukan untuk mencapai anestesi juga lebih rendah. Hal ini karena pelebaran vena-vena epidural pada kehamilan menyebabkan ruang subarakhnoid dan ruang epidural menjadi lebih sempit. Faktor yang menentukan yaitu peningkatan sensitifitas serabut saraf akibat meningkatnya kemampuan difusi zat-zat anestetik lokal pada lokasi membran reseptor (enhanced diffusion). Transfer obat dari ibu ke janin melalui sirkulasi plasenta Juga menjadi pertimbangan, karena obat-obatan anestesia yang umumnya merupakan depresan, dapat juga menyebabkan depresi pada janin. Harus dianggap bahwa SEMUA obat dapat melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi janin. (baca juga catatan special aspects of perinatal pharmacology) Tindakan Anestesi / Analgesi Regional

Analgesi / blok epidural (lumbal) : sering digunakan untuk persalinan per vaginam. Anestesi epidural atau spinal : sering digunakan untuk persalinan per abdominam / sectio cesarea. Keuntungan : 1. Mengurangi pemakaian narkotik sistemik sehingga kejadian depresi janin dapat dicegah / dikurangi. 2. Ibu tetap dalam keadaan sadar dan dapat berpartisipasi aktif dalam persalinan. 3. Risiko aspirasi pulmonal minimal (dibandingkan pada tindakan anestesi umum) 4. Jika dalam perjalanannya diperlukan sectio cesarea, jalur obat anestesia regional sudah siap. Kerugian : 1. Hipotensi akibat vasodilatasi (blok simpatis) 2. Waktu mula kerja (time of onset) lebih lama 3. Kemungkinan terjadi sakit kepala pasca punksi. 4. Untuk persalinan per vaginam, stimulus nyeri dan kontraksi dapat menurun, sehingga kemajuan persalinan dapat menjadi lebih lambat.
Kontraindikasi : 1. Pasien menolak 5. Sepsis 2. Insufisiensi utero-plasenta 6. Gangguan pembekuan 3. Syok hipovolemik 7. Kelainan SSP tertentu 4. Infeksi / inflamasi / tumor pada lokasi injeksi

Teknik : 1. Pasang line infus dengan diameter besar, berikan 500-1000 cc cairan kristaloid (RingerLaktat). 2. 15-30 menit sebelum anestesi, berikan antasida 3. Observasi tanda vital
4. Epidural : posisi pasien lateral dekubitus atau duduk membungkuk, dilakukan punksi antara vertebra L2-L5 (umumnya L3-L4) dengan jarum / trokard. Ruang epidural dicapai dengan perasaan hilangnya tahanan pada saat jarum menembus ligamentum flavum. 5. Spinal / subaraknoid : posisi lateral dekubitus atau duduk, dilakukan punksi antara L3-L4 (di daerah cauda equina medulla spinalis), dengan jarum / trokard. Setelah menembus ligamentum flavum (hilang tahanan), tusukan diteruskan sampai menembus selaput duramater, mencapai ruangan subaraknoid. Identifikasi adalah dengan keluarnya cairan cerebrospinal, jika stylet ditarik perlahan-lahan. 6. Kemudian obat anestetik diinjeksikan ke dalam ruang epidural / subaraknoid. 7. Keberhasilan anestesi diuji dengan tes sensorik pada daerah operasi, menggunakan jarum halus atau kapas. 8. Jika dipakai kateter untuk anestesi, dilakukan fiksasi. Daerah punksi ditutup dengan kasa dan plester. 9. Kemudian posisi pasien diatur pada posisi operasi / tindakan selanjutnya.

Obat anestetik yang digunakan : lidocain 1-5%, chlorprocain 2-3% atau bupivacain 0.250.75%. Dosis yang dipakai untuk anestesi epidural lebih tinggi daripada untuk anestesi spinal.

Komplikasi yang mungkin terjadi : 1. Jika terjadi injeksi subarakhnoid yang tidak diketahui pada rencana anestesi epidural, dapat terjadi total spinal anesthesia, karena dosis yang dipakai lebih tinggi. Gejala berupa nausea, hipotensi dan kehilangan kesadaran, dapat sampai disertai henti napas dan henti jantung. Pasien harus diatur dalam posisi telentang / supine, dengan uterus digeser ke kiri, dilakukan ventilasi O2 100% dengan mask disertai penekanan tulang cricoid, kemudian dilakukan intubasi. Hipotensi ditangani dengan memberikan cairan intravena dan ephedrine. 2. Injeksi intravaskular ditandai dengan gangguan penglihatan, tinitus, dan kehilangan kesadaran. Kadang terjadi juga serangan kejang. Harus dilakukan intubasi pada pasien, menggunakan 1.0 1.5 mg/kgBB suksinilkolin, dan dilakukan hiperventilasi untuk mengatasi asidosis metabolik. 3. Komplikasi neurologik yang sering adalah rasa sakit kepala setelah punksi dura. Terapi dengan istirahat baring total, hidrasi (>3 L/hari), analgesik, dan pengikat / korset perut (abdominal binder). Tindakan Anestesi Umum Tindakan anestesi umum digunakan untuk persalinan per abdominam / sectio cesarea. Indikasi : 1. Gawat janin. 2. Ada kontraindikasi atau keberatan terhadap anestesia regional. 3. Diperlukan keadaan relaksasi uterus. Keuntungan : 1. Induksi cepat. 2. Pengendalian jalan napas dan pernapasan optimal. 3. Risiko hipotensi dan instabilitas kardiovaskular lebih rendah. Kerugian : 1. Risiko aspirasi pada ibu lebih besar. 2. Dapat terjadi depresi janin akibat pengaruh obat. 3. Hiperventilasi pada ibu dapat menyebabkan terjadinya hipoksemia dan asidosis pada janin. 4. Kesulitan melakukan intubasi tetap merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas maternal. Teknik : 1. Pasang line infus dengan diameter besar, antasida diberikan 15-30 menit sebelum operasi, observasi tanda vital, pasien diposisikan dengan uterus digeser / dimiringkan ke kiri. 2. Dilakukan preoksigenasi dengan O2 100% selama 3 menit, atau pasien diminta melakukan pernapasan dalam sebanyak 5 sampai 10 kali. 3. Setelah regio abdomen dibersihkan dan dipersiapkan, dan operator siap, dilakukan induksi dengan 4 mg/kgBB tiopental dan 1.5 mg/kgBB suksinilkolin. 4. Dilakukan penekanan krikoid, dilakukan intubasi, dan balon pipa endotrakeal dikembangkan. Dialirkan ventilasi dengan tekanan positif. 5. O2-N2O 50%-50% diberikan melalui inhalasi, dan suksinilkolin diinjeksikan melalui infus. Dapat juga ditambahkan inhalasi 1.0% enfluran, 0.75% isofluran, atau 0.5% halotan, sampai

janin dilahirkan, untuk mencegah ibu bangun. 6. Obat inhalasi dihentikan setelah tali pusat dijepit, karena obat-obat tersebut dapat menyebabkan atonia uteri. 7. Setelah itu, untuk maintenance anestesi digunakan teknik balans (N2O/narkotik/relaksan), atau jika ada hipertensi, anestetik inhalasi yang kuat juga dapat digunakan dengan konsentrasi rendah. 8. Ekstubasi dilakukan setelah pasien sadar. 9. (catatan) Jika terjadi hipertonus uterus, sementara diperlukan relaksasi uterus yang optimal, hal ini menjadi indikasi untuk induksi cepat dan penggunaan anestetik inhalasi.
CATATAN : Pada kasus-kasus obstetri patologi yang memerlukan obat-obatan / penanganan medik selain anestesi, diberikan sebagaimana seharusnya. Contoh : 1. pada pre-eklampsia, diberikan juga vasodilator, magnesiumsulfat. 2. pada infeksi atau kemungkinan infeksi, diberikan antibiotika. 3. pada keadaan umum / tanda vital yang buruk, misalnya syok, hipoksia, ditatalaksana dengan oksigen, cairan, obat2an, dan sebagainya.

ANESTESIA / ANALGESIA UNTUK OPERASI NON-OBSTETRI PADA MASA KEHAMILAN (NON-OBSTETRICAL SURGERY DURING PREGNANCY)
Sekitar 1-5% wanita hamil mengalami masalah yang tidak berhubungan secara langsung dengan kehamilannya, yang memerlukan tindakan operasi (misalnya : trauma, appendiksitis, dsb dsb).

Mortalitas / morbiditas maternal : tidak berbeda signifikan dengan tindakan anestesi / operasi pada wanita yang tidak hamil. Mortalitas / morbiditas perinatal : LEBIH TINGGI signifikan, antara 5-35%. Pada kasus gawat darurat, mortalitas maternal dan perinatal SANGAT TINGGI (lihat catatan management of injured pregnant patient). Pertimbangan tindakan anestesi untuk bedah non-obstetri pada masa kehamilan : 1. Keselamatan ibu (prioritas utama) 2. Usaha mempertahankan kehamilan 3. Usaha mempertahankan fisiologi sirkulasi utero-plasenta yang optimal 4. Pencegahan sedapat mungkin, pemakaian obat-obatan yang memiliki efek depresi, efek hambatan pertumbuhan atau efek teratogen terhadap janin. Anjuran / pertimbangan : 1. Operasi elektif sebaiknya ditunda sedapat mungkin sampai 6 minggu pascapersalinan (setelah masa nifas, di mana semua perubahan fisiologis akibat kehamilan diharapkan telah kembali pada keadaan normal). 2. Operasi semi-urgent sebaiknya ditunda sampai trimester kedua atau ketiga. 3. Teknik anestesia regional (terutama spinal) lebih dianjurkan, karena paparan / exposure obatobatan terhadap janin relatif paling minimal. 4. Premedikasi minimal : barbirat lebih dianjurkan dibandingkan benzodiazepin; narkotik dapat digunakan untuk analgesia. 5. Untuk pasien yang direncanakan anestesia dengan N2O, berikan suplementasi asam folat (N2O dapat menghambat sintesis dan metabolisme asam folat). 6. Jika operasi dilakukan dalam masa kehamilan, lanjutkan pemeriksaan antenatal dengan

perhatian khusus pada fetal heart monitoring dan penilaian aktifitas uterus, untuk deteksi kemungkinan persalinan preterm pascaoperasi. ANESTESIA / ANALGESIA UNTUK KASUS GINEKOLOGI Kuretase
Untuk tindakan kuretase, digunakan : 1. analgetika (pethidin 1-2 mg/kgbb, dan/atau neuroleptika ketamin HCl 0.5 mg/kgbb, dan/atau tramadol 1-2 mg/kgbb) 2. sedativa (diazepam 10 mg) 3. atropin sulfat (0.25-0.5 mg/ml) diberikan melalui infus intravena. Untuk meningkatkan kontraksi uterus digunakan ergometrin maleat. (baca juga modul Safe Motherhood tentang Penuntun Belajar Kuretase (POEK))

Laparotomi operasi ginekologi


Untuk operasi ginekologi dengan laparotomi, digunakan anestesia umum.

Laparoskopi
Untuk tindakan laparoskopi, diperlukan keadaan khusus : 1. Pengisian rongga abdomen dengan udara (pneumoperitoneum) 2. Kadang diperlukan posisi Trendelenburg ekstrim. 3. Kadang digunakan elektrokoagulasi.

Tujuan anestesi pada laparoskopi adalah : 1. mencegah peningkatan tekanan parsial CO2 dalam darah (PaCO2) pada insuflasi abdomen dengan gas CO2. 2. mengurangi potensial kejadian aritimia akibat hiperkarbia dan asidosis. 3. mempertahankan stabilitas kardiovaskular pada keadaan peningkatan tekanan intraabdominal yang besar akibat insuflasi CO2 (umumnya tekanan naik sampai 20-25 cmH2O, dapat sampai 30-40 cm H2O). 4. menciptakan relaksasi otot yang adekuat untuk membantu tindakan operasi Pengisian rongga peritoneum dengan CO2 dapat menyebabkan peningkatan PaCO2 jika pernapasan tidak dikendalikan. Kelebihan CO2 dapat diatasi dengan kendali frekuensi pernapasan 1.5 kali di atas frekuensi basal. Peningkatan tekanan intraabdominal akibat insuflasi gas dapat menyebabkan muntah dan aspirasi, serta peningkatan tekanan vena sentral dan curah jantung sekunder akibat redistribusi sentral volume darah. Tekanan intraabdominal sampai 30-40 cm H2O sebaliknya dapat menyebabkan penurunan tekanan vena sentral dan curah jantung dengan cara menurunkan pengisian jantung kanan. Metode yang dianjurkan adalah anestesi dengan N2O-O2 perbandingan 75%-25% inhalasi, dengan anestetik narkotik dan musclerelaxant. Dapat juga digunakan tambahan anestesi inhalasi dalam konsentrasi rendah, seperti 0.5-1.0% isofluran atau enfluran. Jika diperlukan, anestesia

lokal blok regio periumbilikal dapat dilakukan dengan 10-15 cc bupivacain 0.5%. Sedasi ringan dapat diberikan.
111111111

A. Konsep Operasi/ Pembedahan 1. Pengertian Menurut Depkes RI (1998), pembedahan adalah suatu metode pengobatan yang dilakukan dengan terencana atau mendadak terhadap sebagian sistem tubuh. Sedangkan menurut Laksamana (2003), pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani yang umumnya dilakukan dengan membuka sayatan. Pembedahan atau lebihdikenal dengan istilah operasi dapat dibedakan; pembedahan minor atau (operasi kecil), dimana dapat dilakukan di ruang praktek klinik untuk rawat jalan dengan anastesi lokal. Sedangkan operasi mayor (operasi besar) dengan menggunakan anastesi umum yang dilakukan di unit pembedahan rawat inap, yang melibatkan rekonstruksi atau perubahan yang luas pada bagian tubuh dan menimbulkan risiko yang tinggi bagi kesehatan. Jenis prosedur pembedahan atau operasi diklasifikasi berdasarkan tingkat keseriusan, kegawatan dan tujuan pembedahan. Prosedur yang gawat juga dianggap punya keseriusan mayor misalnya, seksio sesarea yang dilakukan sebagai prosedur kedaruratan atau kegawatan untuk melahirkan janin (Poter dan Perry, 2006). 2. Respon Fsiologis Operasi besar merupakan stressor kepada tubuh dan memicu respon neoro endecrine, respon terjadi dari saraf simpati dan respon hormonal yang bertugas melindungi tubuh dari ancaman cedera, bila stress terhadap sistem, cukup gawat atau kehilangan darah cukup banyak maka akan menyebapkan shock intake protein yang tinggi, guna mengisi kebutuhan protein untuk keperluan penyembuhan dan mengisi kebutuhan untuk fungsi yang optimal. 3. Respon Psikologis Sebagian ketakutan yang melatarbelakangi pra pembedahan adalah elusive atau keinginan mengelak dan orang tidak akan mengetahui penyebabnya. Takut yang belum diketahui adalah umum, takut anastesi biasanya dalam maut Tidur terus tidak bangun kembali. Orang yang sangat cemas sehingga tidak bisa berbicara dan mencoba menyesuaikan diri dengan kecemasan sebelum operasi sering kali menderita banyak kesukaran pada pasca pembedahan, mereka cenderung banyak marah, kesal, bingung atau depresi. Mereka lebih mudah tersinggug akibat psikis dibandingkan dengan orang yang cemasnya sedikit.

B. Konsep Seksio Sesarea

1. Pengertian Seksio sesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (kafita selekta kedokteran, 2001). Pesalinan seksio sesarea kelahiran bayi melalui abdomen dan insisi uterus (Mary,1995). 2. Indikasi Menurut statistik tentang 3509 kasus seksio sesarea yang disusun oleh Peel dan Camberlain (dalam Hanifa 2006), indikasi untuk seksio sesarea ialah a. Disproporsi janin panggul. b. Gawat janin. c. Plasenta prepea. d. Pernah seksio sesaresa 3. Komplikasi a. Pada ibu komplikasi- komplikasi yang bisa timbul ialah sebagai berikut : 1). Infeksi puerperal Komplikasi ini bisa bersifat ringan seperti : kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari dalam masa nifas. 2). Pendarahan Pendarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang- cabang ateri ulterina ikut terbuka. Komplikasi lainnya, lika kandung kencing, embolisme paru- paru,. Suatu komplikasi yang baru yang kemudian tampak, kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. b. Pada anak Seperti halnya dengan ibunya, anak yang dilahirkan dengan seksio sesarea menurut data statistik di negara- negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, kematian prenatal pasca seksio sesarea berkisar antara 4 sampai 7%. 4. Kontra indikasi e. Kelainan letak. f. Incoordinate uteria action. g. Preeklamsi. h. Hipertensi

Mengenai komtra indikasi perlu diingat bahwa seksio sesarea dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun kepentingan anak. Oleh sebab itu seksio sesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan terpaksa apabila misalnya janin sudah meninggal dalam uterus, atau apabila janin terlalu kecil untuk hidup di luar kandungan, atau apabila janin terbukti cacat seperti hidro sefalus, anensefalus, dan sebagainya. 5. Jenis- jenis seksio sesarea Dikenal beberapa secsio sesarea yaitu : 1. Seksio sesarea transperitonealis profunda. 2. Seksio sesarea transperitonealis klasik atau korforal. 3. Seksio sesarea ekstraperitoneal. (Hanifa, dkk, 2006).

C. Konsep kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Menurut Stuart & Sundeen (1998) kecemasan adalah kebingungan, ketakutan, pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas yang dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya. Menurut Barbara (1996) kecemasan adalah respon psikologis perasaan takut atau tidak tenang yang sumbernya tidak dikenali dan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik secara fisik maupun secara psikologis . kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini dialami secara obyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Maramis,1990). Freud (1998) memandang bahwa kecemasan timbul secara otomatis apabila kita menerima stimulus yang berlebihan yang melampaui kemampuan untuk menanganinya, stimulus tersebut dapat berasal dari luar maupun dari dalam diri. Stuart dan lararia (1998) mengatakan kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dari perilaku maupun secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan kecemasan (Sofia,Y,2004). Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan; ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman (Kaplan & Sadock). Perasaan tidak nyaman sebagai respon terhadap rasa takut akan terjadinya perlukaan tubuh atau kehilangan sesuatu yang bernilai dari dirinya (DepKes, 1993).

2. Rentang Respon Cemas

Peplu (dalam Stuart & Sundeen , 1995), mengidentifikasikan kecemasan dalam empat tingkat yaitu : ringan, sedang, berat dan panik. Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada. Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada yang selektif. Cemas berat mengurangi lapang persepsi seseorang sehingga cenderung untuk memusatkan pikiran untuk mengurangi ketegangan. Panik berhubungan dengan ketakutan dan teror yang melibatkan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyempit dan kehilangan pemikiran yang rasional. Menurut Stuart & Sundeen (1995) rentang respon individu terhadap kecemasan berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif seperti terlihat pada gambar berikut: Gambar 2.1. : Rentang Respon individu terhadap kecemasan Respon adaptif Respon mal adaptif

# Antisipasi

# Ringan

# Sedang

# Berat

# Panik

Menurut Peplu (dalam Stuart & Sundeen, 1995) menyebutkan bahwa pada orang cemas refleksi tingkah laku terbagi atas fisiologis, kognitif dan afektif yang berbeda-beda. Rentang respon cemas terbagi menjadi empat tingkat: (1) kecemasan ringan, cemas ringan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Cemas ringan dapat menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan area persepsi sehingga dapat memotivasi untuk belajar. Manifestasinya adalah berdebar-debar, otot merasa tegang, gelisah, banyak bicara dan bertanya-tanya, dan masih dapat mengenal waktu, tempat dan orang. (2) kecemasan sedang, pada kecemasan sedang individu merasa lebih tegang, lapang persepsi menyempit, individu merasa tidak bisa memperhatikan lingkungan sehingga fokus terhadap lingkungan berkurang. Manifestasinya adalah mulut kering, anoreksia, sering buang air kecil, badan gemetar, persepsi wajah ketakutan, tidak mampu rileks dan sukar tidur, banyak bicara dan volume keras. (3) kecemasan berat, pada tingkat ini lapang persepsi individu menyempit, orang tersebut tidak mampu menyelesaikan masalah. Manifestasinya adalah nafas pendek, pusing atau sakit kepala, nyeri dada, mual dan muntah, agitasi, bicara terus dan sukar dimengerti, perilaku diluar kesadaran (Sofia Y, 2004). Sementara menurut Dadang (2001) Gejala- gejala kecemasan tersebut adalah : a. Perasaan cemas 1. Cemas (menangis, takut, menolak)

2. Mudah tersinggung b. Ketegangan 1. Merasa tegang 2. Lesu 3. Tidak bisa istirahat tenang/ gelisa 4. Gemetar 5. Bicara cepat 6. Menarik diri c. Ketakutan 1. Pada gelap 2. Pada orang asing 3. Ditinggal sendiri 4. Pada kerumunan orang banyak d. Gangguaan tidur 1. Terbangun pada malam hari 2. Saat bangun kondisi lesu 3. Banyak mimpi/ mengigau 4. Tidur tidak nyenyak e. Gangguan kecerdasan 1. Daya ingat terganggu f. Perasaan defresi

1. Hilandnya minat 2. Pandangan kosong

3. Sedih 4. Bangun dini hari g. Gejala somatic (otot) 1. Gerakan lambat dan janggal h. Gejala somatic (sensorik) i. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)

1. Takikardi (denyut jantung meningkat) 2. Nyeri dada 3. Denyut nadi kasar/ amat jelas terasa/ teraba 4. Rasa seperti mau pingsan j. Gejala respirator (pernapasan)

1. Rasa tertekan dan sempit dada 2. Rasa tercekik 3. Sering menarik napas dalam 4. Napas pendek k. Gejala gastrointestinal 1. Sulit menelan 2. Perasaan terbakar diperut 3. Muntah 4. Sukar buang air besar l. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin)

1. Serimg buang air kecil 2. Tidak dapat menahan kencing

m. Gejala autonom 1. Mulut kering 2. Muka merah 3. Mudah berkeringat 4. Kepala sering terasa pusing n. Tingkah laku pada saat wawancara 1. Gelisah dan muka merah 2. Gemetar 3. Ekspresi wajah tegang Tingkat kecemasan tersebut dapat dikelompokkandengan nilai hasil total score dari masingmasing gejala kecemasan sebagai berikut : a. Tidak ada kecemasan b. Kecemasan ringan c. Kecemasan sedang d. Kecemasan berat e. Kecemasan berat sekali/ panik : jika nilai 7 : jika nilai 8 -13 : jika nilai 14 18 : jika nilai 19 29 : jika nilai 30 44

3. Respon Fisik Dan Psikologi Cemas Cemas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisik dan perilaku. Intensitas fisik dan perilaku dapat meningkat sejalan dengan tingkat cemas (Stuart & Sundeen, 1998). Respon fisik terhadap kecemasan meliputi berbagai sistem organ tubuh: (1) pada sistem kardiovaskuler akan muncul respon palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat. (2) pada sistem pernafasan akan terjadi nafas pendek dan cepat, tekanan pada dada, sensasi tercekik serta terlihat terengah-engah. (3) pada sistem neuromuscular akan muncul respon peningkatan refleks, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah dan adanya gerakan yang janggal. (4) respon pada sistem gastrointestinal meliputi kehilangan nafsu makan, menolak untuk makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual dan mungkin akan diare. (5) respon sistem urinaria meliputi tidak dapat menahan kencing. (6) pada sistem

integumen akan tampak wajah kemerahan, berkeringat setempat, gatal, rasa panas, dingin pada kulit, wajah pucat, serta berkeringat pada seluruh tubuh. Respon cemas pada perilaku berupa gelisah, ketegangan fisik, tremor gugup, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung mendapat cidera, menarik diri dari hubungan interpersonal. Respon terhadap kognitif meliputi perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, lapang persepsi menurun, kreatifitas dan produktifitas menurun dan kesadaran diri meningkat. Sedangkan dari segi afektif akan tampak keadaan mudah terganggu, gelisah, tegang, ketakutan dan tremor (Sofia Y, 2004). 1. 4. Faktor Predisposisi

Pandangan psikoanalitik oleh Sigmund freud mengatakan bahwa faktor predisposisi kecemasan adalah adanya konflik antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Stuart & Sundeen menguraikan bahwa banyak teori telah dikembangkan mengenai faktor terhadap terjadi kecemasan. Pandangan interpersonal oleh Sulivan mengatakan bahwa kecemasan timbul dari adanya perasaan terhadap tidak adanya penerimaan interpersonal. Kecemasan juga berkaitan dengan trauma psikologis seperti perpisahan dan kehilangan. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mempunyai reseptor khusus untuk benzodiasepin. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Hal ini berhubungan dengan aktivitas neurotransmitter gamma aminobutyric acid (GABA) yang mengatur laju dan aktifitas neuron dalam otak untuk menurunkan kecemasan. Pandangan perilaku menganggap kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan. Kajian keluarga menerangkan bahwa kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga berbagai tipe akibat konflik dalam keluarga (Sofia Y,2004).

D. Konsep pendidikan 1. Pengertian Pendidikan Pendidikan adalah dasar untuk menyiapkan peserta didik bimbingan. Atau pendidikan adalah suatu proses yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada individu atau kelompok (Notoatmodjo, 1997). Selanjutnya Panji Anoraga dan Sri Suryati (1999) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis yang berlangsung seumur hidup dalam rangka mengalihkan pengetahuan oleh seseorang kepada orang lain. Menurit Notoadmodjo (2003) kematangan atau kesiapan pribadi menyangkut tiga pengalaman belajar pokok yaitu : a. Aspek pengetahuan (Kongnitif)

b. Aspek sikap dan perilaku (Efektif) c. Aspek yang berkaitan dengan keterampilan (Psikomotorik) 2. Jenis-jenis Pendidikan Pendidikan dasar dibedakan menjadi 3 jenis yaitu: 1. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berstruktur, mempunyai jenjang atau tingkat dalam periode waktu tertentu berlangsung dari SD, SMP, SMA, sampai Universitas dan tercakup disamping studi akademi umum, juga berbagai program khusus dan lembaga untuk latihan. 2. Pendidikan formal, yaitu suatu proses yang sesungguhya terjadi seumur hidup yang karena tiap-tiap individu merupakan sikap melalui keterampilan dan pengetahuan seharihari dan pengaruh lingkungan. 3. Pendidikan non formal yaitu merupakan pendidikan (pada umumnya) di luar sekolah yang secara potensial dapat membantu dan mengartikan pendidikan formal dalam aspek tertentu.

3. Tingkat Pendidikan Notoadmodjo (2003) menyatakan bahwa pendidikan umumnya merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik. Dengan demikian pendidikan umum atau pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi yang meliputi : 1. Pendidikan Dasar yaitu suatu lembaga pendidikan yang diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan perserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah, contoh SD dan SLTP Warga Negara yang berumur 6-7 tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara sampai tamat SLTP (Sekolah Menegah Tingkat Pertama). 1. Pendidikan Menengah yaitu suatu lembaga pendidikan yang diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peseta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebuh lanjut dalam dunua kerja atau pendidikan tinggi, SLTA (Sekoah Menengah Atas) dan SMK. Pendidikan menengah yang lamanya 3 tahun sesudah pendidikan dasar diselenggarakan di

1. Pendidikan Tinggi Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk Akademik, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut dan Universitas yang termasuk perguruan tinggi D2, D3, S1, S2.dan S3. Dari pengertian tentang pendidikan tersebut diatas kiranya dapat diharapkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin luas pengetahuan tentang suatu hal dan semakin luas pula wawasan berfikirnya, sehingga akan lebih terbuka terhadap pembaharuan, dalam kaitannya dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi seksio sesarea sehingga dapat meminimalkan respon terhadap kecemasan.

E. Konsep pengetahuan 1. 1. Pengertian

Pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui proses pengingatan dan pengenalan informasi, ide atau fenomena yang diproses sebelumnya. Pengetahuan merupakan hasil tahu telah terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan melalui panca indra yaitu penglihatan, penciuman, pengecapan (rasa) dan perabaan. Namun sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya, pengetahuan sebagai alat jaminan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa prilaku didasarkan atas pengetahuan akan lebih langgeng dibanding dengan tampa didasari pengetahuan. Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2002). Selanjutnya Notoadmodjo (2002) menyatakan ada tiga unsur pengetahuan yaitu : 1. Pengamatan (menanamkan) yaitu penggunaan indra lahir dan indra batin untuk menangkap objek. 2. Sasaran (objek) yaitu sesuatu yang menjadi bahan pengamatan. 3. Kesadaran (jiwa) salah satu dari alam yang ada pada diri manusia. 1. 2. Tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan dikatagorikan dalam enam bagian yaitu : 1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam timgkat pengetahuan ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. 1. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengukur prestasi materi secara benar. Orang yang telah tahu terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya. 1. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi riil (sebenarnya) yang termasuk aplikasi adalah penggunaan hukum- hukum, metode, prinsip dan sebagainya dalam kontek atau kondisi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam penghitungan-penghitungan siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 1. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari kemampuan menggambarkan, membedakan dan sebagainya. 1. Sintesis (syntesis) Sintesis menunjukan suatu kemampuan untuk melekatkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyelesaikan dan sebagainya. 1. Evaluasi Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan jasvikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian yang didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada misalnya dapat membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi dengan anak-anak yang kurang gizi. 3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Nasution (2002), Khnowledge (pengetahuan)dalam masyarakat dipengaruhi beberapa faktor antara lain sosial ekonomi, kultur (budaya agama), pendidikan dan pengelaman.

1. Sosial ekonomi yaitu lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang sedangkan bila ekonomi baik, tingkat pendidikan tinggi, tingkat pengetahuan akan tinggi juga. 2. Kultur yaitu budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi-informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan yang ada dan agama yang dianut. 3. Pendidikan yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal-hal yang baru tersebut. 4. Pengalaman, pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan lebih luas, sedangkan umur semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan semakin banyak. Pengetahuan ini berpengaruh terhadap sikap seseorang sesuai dengan pemikirannya, kalau positif akan menimbulkan sikap positif demikian sebaliknya (Green dalam Notoadmodjo, 2003). Pada hakikatnya pengetahuan merupakan segenap apa yang diketahui manusia tentang objek tertentu, termasuk didalamnya tentang ilmu. Bila pengetahuan pasien kurang membuat pasien tidak mengerti tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan sehingga membuat pasien merasa lebih cemas dalam menghadapi operasi seksio sesarea. 4. Kriteria Penilaian Menurut Arikunto (1998) kriteria penilaian pengetahua dikelompokkan dalam persentase yaitu : Baik Cukup : Bila jawaban benar mencapai 75-100% dari seliruh pertanyaan. : Bila jawaban benar mencapai 56-74% dari seluruh pertanyaan.

Kurang : Bila jawaban benar mencapai kurang dari 56% dari seluruh pertayaan.

BAB III METODEOLOGI PENELITIAN

1. A.

Rancangan Penelitian dan Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara Deskriptif dengan menggunakan desain penelitian cross sectional yang merupakan rancangan penelitian dengan menggunakan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali waktu) yang bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan pasien pre operasi seksio sesarea ditijau dari tingkat pendidikan dan pengetahuan di Ruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2008.

B. Kerangka Konsep Operasi seksio sesarea merupakan suatu tindakan medis yang dilakukan pada ibu hamil trisemester akhir, kurangnya informasi yang benar tentang seksio sesarea serta tehnik operasi yang akan dijalani akan menambah kecemasan pasien dalam menjalani operasi seksio sesarea sehingga dapat memperburuk proses tindakan dan pemulihan setelah menjalani operasi pembedahan. Tingkat kecemasan Pasien Pre Operasi

v Tingkat Pendidikan

v Pengetahuan

Variabel Indevenden

Variabel Devenden

C. Definisi Operasional No Variabel 1 Tingkat Kecemasan Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Ukur Ordi nal b. Berat : nilai 1929 Hasil Ukur a. Sedang : nilai 14-18

Tingkat Pendidikan

Kondisi yang Melihat Ceklis mengambarkan lang perasaan takut terhadap proses sung operasi/pembedahan yang ingin dijalani pasien. Pendidikan terakhir Mengajukan Questioner yang pernah diraih pertanyaan responden

Ordi nal

0= Dasar (SD, SLTP) 1= Menengah (SMA) 2= Tinggi (PT) 0= Kurang (bila jawaban benar 05) 1= cukup (bila jawaban benar 67) 2= baik bila jawaban 8-10),

Pengetahuan Segala sesuatu yang Mengajukan Questioner diketahui oleh pertanyaan pasien tentang operasi seksio sesarea

Ordi nal

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan subject penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 1997). Populasi dalam penelitian ini pasien yang akan menjalani operasi seksio sesarea di ruang mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. 1. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi (Arikunto, 1998). Dalam penelitian ini sampel yang diambil menggunakan tekhnik pengambilan data dengan Accident Sampling, dimana sampel yang menjadi objek penelitian adalah pasien yang akan menjalani operasi secsio sesarea di Ruang Mawar Dr. M. Yunus Bengkulu dari tanggal 28 Juni sampai dengan 12 Juli 2008.

1. E.

Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu

Waktu penelitian ini dilakukan sejak tanggal 28 Juni sampai dengan 12 Juli 2008. 1. Tempat Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rawat Inap Ruang Mawar RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

1. F.

Teknik Pengumpulan Data

1. Cara pengumpulan data Dalam upaya untuk mendapatkan data-data atau informasi yang jelas dan akurat, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara, observasi, palpasi dan menggunakan angket dengan cara menyebarkan kuesioner pada pasien yang akan mejalani operasi seksio sesarea untuk menentukan tingkat pendidikan, pengetahuan terhadap tingkat kecemasan. 2. Instrumen pengumpulan data Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan yaitu Wawancara, observasi, palfasi dan menggunakan lembar kuisioner yang digunakan untuk memperoleh data. 3. Jenis data - Data Primer yaitu data yang langsung didapat dari responden yang berisikan tentang pendidikan, pengetahuan, dan tingkat kecemasan pasien pre operasi seksio sesarea, dikumpulkan melalui lembar kuesioner dan ceheck list.

1. G.

Teknik Pengolahan, Analisa dan Penyajian Data.

1. Pengolahan data

Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah dengan beberapa tahapan yaitu : a. Pengeditan datan (Editing) Langkah ini dilakukan peneliti untuk memeriksa kembali kelengkapan data yang diperlikan untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan pengelompokan dan penyusunan data. b. Pengkodean data (Coding) Coding adalah mengalokasikan jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya kedalam bentuk yang lebih ringkas yang menggunakan kode-kode agar lebih mudah dan sederhana, pendidikan dasar 0, menengah 1, tinggi 2. pengetahuan kurang 0, cukup 1, baik 2. tingkat kecemasan ringan 0, sedang 1, berat 2. c. Tabulasi data (Tabulating) Setelah dilakukan coding data, maka dilakukan tabulasi data dengan memberi skore pada masing-masing sub variabel. 2. Analisa Data Dalam penelitian ini digunakan analisa univariat dan analisa bivariat. a. Analisa Univariat analisa univariat yaitu seluruh variabel yang akan digunakan dalam analisa ditampilkan dalam distribusi frekuensi. Analisa univariat untuk melihat distribusi. Analisa univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari masing-masing variabel indevenden dan devenden dengan menggunakan rumus : P= Keterangan : P : Jumlah persentase yang dicari F : Jumlah frekuensi untuk setiap katagori n : Jumlah sampel
http://kutaukomputer.wordpress.com/2011/12/16/gambaran-tingkat-kecemasan-ditinjau-dari-tingkatpendidikan-dan-pengetahuan-pasien-pre-operasi-seksio-sesarea-di-ruang-mawar-rsud-dr-m-yunusbengkulu/ 222222222

Full metadata record DC Field dc.contributor.advisor dc.contributor.advisor dc.contributor.author dc.date.accessioned dc.date.available dc.date.issued dc.identifier.other dc.identifier.uri dc.description Value Language en_US

Tarigan, Mula Sitohang, Nur Asnah Nadeak, Ruspina Jenita 2011-05-19T03:34:25Z 2011-05-19T03:34:25Z 2011-05-19 Fredo Hasugian http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/24606 091121032 Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Kecemasan merupakan bagian dari kehidupan manusia yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruangan RB2 Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah desain studi korelasional. Besar sampel adalah 62 orang dengan metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Analisa data yang dc.description.abstract digunakan adalah statistik univariat dan statistik bivariat.Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi digunakan uji Spearman, dimana didapat nilai r = 0,398 dan nilai p = 0,01. Hasil penelitian diperoleh bahwa dukungan keluarga yang terbesar adalah kategori baik 53,2% dan paling sedikit adalah kategori kurang 17,7%. Untuk tingkat kecemasan kategori tertinggi adalah ringan 46,8% dan yang paling sedikit adalah kategori berat 24,2%. Untuk peneliti keperawatan selanjutnya disarankan agar dapat melakukan pendidikan kesehatan dan memberikan motivasi kepada keluarga dalam memberikan dukungan pada pasien pre operasi untuk mengurangi tingkat kecemasan pasien pre operasi.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/24606?mode=full 3333333333

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERATIF SELAMA MENUNGGU JAM OPERASI ANTARA RUANG RAWAT INAP DENGAN RUANG PERSIAPAN OPERASI RUMAH SAKIT ORTOPEDI SURAKARTA
PARYANTO, PARYANTO (2009) PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERATIF SELAMA MENUNGGU JAM OPERASI ANTARA RUANG RAWAT INAP DENGAN RUANG PERSIAPAN OPERASI RUMAH SAKIT ORTOPEDI SURAKARTA. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
TAMPILKAN FULLTEXT PDF 62Kb

Preview PDF Restricted to Repository staff only 1108Kb

Official URL

Abstract

Kecemasan (ansietas) adalah respon psikologik terhadap stres yang mengandung komponen fisiologik dan psikologik. Ansietas adalah keadaan suasana perasaan (mood) yang ditandai oleh gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang masa depan. Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang bisa menimbulkan kecemasan, oleh karena itu berbagai kemungkinan buruk bisa terjadi yang akan membahayakan pasien. Data dari laporan tahunan Instalasi Bedah Sentral (2008), jumlah tindakan bedah di IBS Rumah Sakit Ortopedi Prof DR R Soeharso Surakarta tahun 2005 : 3589 pasien, tahun 2006 : 3827 pasien ( 6,6 % ), tahun 2007 : 4143 ( 8,2 % ) pasien dan pada tahun 2008 : 3827 pasien ( turun 2 % dibanding tahun 2007 ). Kecemasan timbul pada pasien pre operasi ketika menunggu jam operasi diruang rawat inap dan kondisi ini meningkat ketika pasien berada di ruang persiapan operasi. Tujuan. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pasien pre operatif selama menunggu jam operasi diruang rawat inap dengan ruang persiapan operasi Instalasi Bedah Sentral di Rumah Sakit Ortopedi Prof. DR. R. Soeharso Surakarta. Metode.Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey dengan rancangan penelitian Discriptive Comparative dan pengambilan sampel mengunakan Quota Sampling untuk memperoleh 94 responden. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan alat ukur yang digunakan adalah kuesioner Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Kesimpulan. Analisis statistik menggunakan Mann Whiney U Test. Uji Mann Whiney U Test diperoleh nilai koefisien Mann-Whitney U sebesar 2505.000 dan probability value (r-value) sebesar 0,000 pada tingkat signifikansi 5% berarti terbukti ada perbedaan tingkat kecemasan pasien pre operatif selama menunggu jam operasi antara ruang rawat inap dengan ruang persiapan operasi di Rumah Sakit Ortopedi Surakarta dengan signifikansi . Tingkat kecemasan diruang rawat inap rata-rata ringan yaitu skor 12,02 dan tingkat kecemasan di ruang persiapan operasi mencapai skor 17,99 termasuk kategori sedang.
http://etd.eprints.ums.ac.id/4455/ 444444

Meditasi dengan Al Quran

Sep 5, '07 12:12 AM para Todos

Dunia pengobatan semenjak dahulu selalu berjalan seiring dengan kehidupan umat manusia. Karena sebagai mahluk hidup, manusia amatlah akrab dengan berbagai macam penyakit ringan maupun berat. Keinginan untuk terlepas dari segala macam penyakit inilah yang mendorong manusia untuk membuat upaya menyingkap berbagai metode pengobatan, mulai dari mengkonsumsi berbagai jenis obat-obatan, baik berupa tumbuh-tumbuhan secara tunggal maupun yang sudah terkomposisikan, yang diyakini berkhasiat menyembuhkan jenis penyakit tertentu, atau sistim pemijatan, pembekaman, hingga operasi pembedahan. Semua dilakukan dengan trial dan error. Teknologi medis boleh saja semakin modern dan canggih, namun perkembangan jenis penyakit juga tidak kalah cepatnya ber-regenerasi. Sementara banyak manusia yang tidak menyadari bahwa Allah tidak pernah menciptakan manusia dengan ditinggalkan begitu saja. Setiap kali penyakit muncul, pasti Allah juga menciptakan obatnya. Hanya ada manusia yang mengetahuinya dan ada juga yang tidak mengetahuinya. Namun tentu semua jenis pengobatan dan obat-obatan tersebut hanya terasa khasiatnya bila disertai dengan sugesti dan keyakinan. Disinilah kekuatan Doa - Dzikir, maka Islam mengenal istilah doa dan keyakinan. Dengan pengobatan yang tepat (tentunya berdasarkan pengetahuan

dan pengalaman puluhan tahun), dosis obat yang sesuai disertai doa dan keyakinan, tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan terkecuali maut. Merujuk pada praktek-praktek agung tasawuf praktis, praktik-praktik sufi, seperti sholat, dzikir, tafakur (meditasi), ternyata tidak sekedar ritual-ritual tanpa makna. Dibalik praktik-praktik sufi tersebut, tersimpan potensi-potensi penyembuhan bagi penyakit- penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh kedokteran modern, seperti kanker, strooke, kerusakan kromosom/ DNA, dan jenis-jenis penyakit emosional, psikologis dan non medis. Bahwa untuk mengatasi kekecewaan, kita harus mencari sumbernya dulu yaitu pikiran. Untuk mengatasinya bisa dengan latihan meditasi. Belajar meditasi merupakan bagian dari latihan mengendalikan pikiran. Meditasi adalah latihan konsentrasi yang dapat digunakan untuk mempertajam tehnik dan meningkatkan kepekaan terhadap suasana sekitar. PENGERTIAN MEDITASI Perkataan Meditasi itu sendiri diserap dari bahasa Latin, meditatio yang berarti merenungkan dan juga berakar dari kata Mederi (kesehatan) dari kata ini pula diserap kata medisin. Jadi jelas meditasi itu sebenarnya baik bagi kesehatan. Dalam bahasa Indonesia, Meditasi, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu. Jadi bermeditasi adalah memusatkan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu, tetapi kata meditasi itu lebih dikenal dengan nama samedi yang diserap dari bahasa Sansekerta, samadhi yang juga disebut dhyana atau pranayama. Samedi itu artinya meditasi dalam bahasa Sangsekerta atau dalam bahasa Ibrani = hagah. Dalam Alkitab bahasa Inggris perkataan tsb diterjemahkan sebagai Meditation. Sedangkan pengertian meditasi dalam kamus Cambridge International Dictionary of English, adalah: Meditate is to think seriously (about something), esp. for a long time if you meditate, you give your attention to one thing, and do not think about anything else, usually as a religious activity or as way calming or relaxing your mind. Meditation is serious thought or study, or the product of this activity. Meditation is also the act of giving your attention to only one thing, either as a religious activity or as a way of becoming calm and relaxed: prayer and meditation. Kata meditasi [meditation] didefinisikan sebagai praktek berpikir secara mendalam dalam keheningan, terutama untuk alasan keagamaan atau untuk membuat batin tenang. (Oxford Advanced Learners Dictionary). Dalam kamus yang bersifat umum ini, meditasi dianggap sebagai proses berpikir. Ini hampir sama dengan kontemplasi yang didefinisikan secara persis sama. Tetapi kalau dikaji secara lebih mendalam dan dipraktekkan, akan ternyata bahwa di dalam meditasi justru proses berpikir berhenti untuk sementara. Pada dasarnya, meditasi adalah pemusatan perhatian pada suatu obyek batin secara terusmenerus. Memang ada obyek-obyek meditasi tertentu yang berupa pikiran atau ide/konsep, sehingga terjadi tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan secara tegas antara meditasi dan kontemplasi.

Dengan demikian, meditasi adalah cara lain untuk memahami diri, yang berbeda dengan introspeksi. Justru pemahaman yang diperoleh dari meditasi jauh lebih tepat dan sesuai dengan keadaan sebenarnya dibandingkan dengan pemahaman dari introspeksi yang dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan pikiran yang tidak disadari sehingga memberikan hasil yang bias. Di samping itu,pemahaman diri yang diperoleh dari meditasi bersifat transformatif (mengubah), oleh karena pemahaman itu melibatkan seluruh aspek diri (kognitif, afektif, volisional, dsb). Di lain pihak, pemahaman melalui introspeksi kebanyakan hanya bersifat kognitif saja, sehingga biasanya tidak banyak perubahan yang terjadi. Ada juga yang memberi pengertian bahwa meditasi yang sering kita dengar mempunyai pengertian yaitu: sikap menenangkan pikiran dengan cara-cara tertentu di mana pikiran kita sampai menemukan sensasi-sensasi sehingga menimbulkan rasa damai dalam hati untuk mencapai ketenangan jiwa (ruhani). Dan ada juga yang mengartikan bahwa meditasi adalah sebuah pelatihan yang menggunakan pikiran untuk tujuan mengatur pikiran dengan usaha kita. Meditasi dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang mengakibatkan hubungan erat beberapa orang dengan Tuhan. Kita meditasi pada yang abstrak, tidak berbentuk, tidak bernama. Karena Yang Tertinggi tidak mempunyai bentuk dan tidak mempunyai nama, tidak juga mempunyai kwalitas atau lambang-lambang. Perbedaan Konsentrasi dan Meditasi Terdapat perbedaan jelas antara konsentrasi dan meditasi, meskipun keduanya dalam pelaksanaannya berhubungan. Pengertian konsentrasi ialah untuk memahami dan menguasai pikiran-perasaan sehingga ia tidak lagi menanggapi dengan kacau terhadap suatu peristiwa. Latihan-latihan konsentrasi adalah suatu pendidikan kembali mengenai tekniknya pikiranrendah, sehingga ia menurut perintahnya sang Pribadi, dan menghentikan sifatnya yang bergerak kian kemari dan tidak menentu. Atau dengan kata lain, konsentrasi adalah sebuah upaya keras (baca: dipaksa) untuk memusatkan pada sesuatu, hal ini dianggap bukanlah bagian/tahapan meditasi. Sedangkan tujuan meditasi ialah melatih pikiran, dalam keadaan tenang, dan beristirahat/ berhenti pada pokok yang dipilih, lebih baik pada hal yang mengandung arti yang dalam dan rohaniah, sehingga pokok-caranya dapat membukakan kesadaran yang sedang bermeditasi akan arti makna yang lebih luas dan dalam. Dalam ajaran Budha terdapat sebuah tahapan meditasi, yaitu Dharana yang berarti pemusatan perhatian tanpa paksaan. Pemusatan perhatian tidaklah berarti anda kosong. Sebagaimana namanya pemusatan perhatian, perhatian anda tertunjukkan pada sesuatu. Tidak dianjurkan bagi anda untuk berada dalam keadaan kosong seratus persen karena ini mungkin dapat membiarkan masuknya kekuatan dari luar yang dapat mengganggu. Meditasi tingkat tinggi biasanya mengajarkan untuk memusatkan perhatian ke cakra mahkota untuk menerima lebih banyak kekuatan spiritual, atau ke antara alis mata untuk membangkitkan mata spiritual, ataupun ke cakra jantung untuk memberikan lebih banyak kekuatan kepada roh. Jadi, tidaklah kosong sama sekali. MANFAAT MEDITASI

Menurut ajaran Buddhis, meditasi adalah suatu cara untuk mengembangkan bathin menuju taraf kesempurnaan yang selanjutnya menjadi dasar dari kebijaksanaan. Latihan meditasi dengan pemusatan fikiran pada pernafasan disebut Anaspanasati. Dengan metode ini, fikiran tetap terjaga dengan baik dan senantiasa terkontrol, dengan demikian membuahkan jasmani dan rohani yang selalu jernih dan segar. Juga daya fikir bertambah kuat dan tajam, membawa pada kecerdasan otak. Meditasi bisa mengurangi kecemasan telah diselidiki oleh tokoh-tokoh sarjana Barat, seperti pada penyelidikan Zen Meditation, dan kemudian pada penyelidikan Transcendental Meditation. Tetapi kajian di barat juga telah membuktikan 33% hingga 50% mereka yang melakukan meditasi tanpa teknik yang betul akan mengalami peningkatan dalan tekanan darah, stress, kemurungan serta mudah marah. Maka jika anda benar-benar ingin mendalami meditasi, pastikan anda dilatih oleh mereka benar-benar mahir dan berpengalaman serta mampu memberi penjelasan untuk setiap keadaan. Dalam latihan Meditasi Islam, perkara yang harus diperhatikan ialah bagaimana mereka dapat menemukan makna dan tujuan hidup yang memberikan sense of direction, justeru dapat mengatasi pelbagai masalah serta meningkatkan produktivitas dan meningkatkan kesehatan. Tujuan dari meditasi ini adalah kesunyian yang indah, keheningan dan kejernihan pikiran. AGAMA DAN MEDITASI Meditasi bukan hanya dikenal oleh agama yang berasal dari India & Tiongkok saja bahkan hampir disemua agama mereka mempraktekan meditasi. Meditasi dalam agama Yahudi dikenal dengan nama hitbonenut ini bisa dibaca di Kabbalah sedangkan bangsa Yunani kuno mengenal meditasi dengan nama Gnothi se auton = mengenal diri sendiri. Menurut kepercayaan orang India/Hindu, bahwa di udara bebas ini terdapat unsu-unsur gaib yang bersatu dengan zat asam (oksigen). Unsur-unsur gaib itu berupa zat yang sangat halus sebagai inti dari segala zat yang menjadi roh dari alam. Zat tersebut sedemikian halusnya hingga tak dapat ditanggapi dengan panca indera, maupun dengan alat-alat apapun. Zat ini mempunyai tenaga gaib yang amat berkuasa untuk berbagai macam kepentingan, antara lain untuk penyembuhan penyakit. Zat inilah yang mereka beri nama Prana. Cara mendapatkan zat gaib atau prana tadi ialah dengan jalan pernafasan yang diatur dengan irama tertentu, yang menurut kepercayaan mereka sesuai dengan irama gerakan alam. Beberapa cara meditasi melibatkan pengulangan suara tertentu secara internal, dan menganjurkan kepada para pelakunya agar tidak terlalu melakukan konsentrasi. Teknik seperti itu akan menyegarkan dan membuat orang relaks, namun untuk peningkatan rohani, konsentrasi tetaplah sangat perlu - yaitu usaha intensif untuk memfokuskan pikiran pada mantra. Meditasi ada dua macam, yaitu meditasi duduk dan meditasi gerak (Tai-Chi). Meditasi duduk ini sebenarnya sudah diperkenalkan oleh Islam jauh sebelum Sidharta Gauthama lahir melalui ajaran Budhi Dharma. Meditasi ini juga sering dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika

sebelum dan sesudah diangkat menjadi Nabi dan Rasul, yang pada saat itu disebut dengan berkhalwat dan tahannuts. Beliau melakukan meditasi di Gua Hira, ketika menghadapi masalah yang menimpa diri dan umatnya. Seperti halnya meditasi duduk, meditasi gerak juga sudah ada dalam ajaran Islam yaitu dalam bentuk gerakan shalat. ISLAM DAN MEDITASI Salah satu fase penting yang secara simbolik sering disebut sebagai mencerminkan corak misi yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah saat dia bertahannuts atau melakukan meditasi di Hira, sebuah gua di luar kota Mekah. Setelah nabi mendapat wahyu pada 610 M, dia tidak terus tinggal di sana, menikmati meditasi yang soliter, menjauhkan diri dari masyarakat. Sebaliknya, ia balik ke kota, mendakwahkan ajaran-ajaran, dan melakukan apa yang dalam istilah sekarang disebut sebagai transformasi sosial. Pada saat selanjutnya, Nabi saw pergi ke gua Hira hanya untuk bertemu dengan malaikat Jibril dengan tujuan tasmi? (memperdengarkan) hafalan Alquran beliau dihadapan Jibril. Maka, Gua Hira bukanlah tempat bertahannuts seperti yang dilakukan beliau sebelum diangkat menjadi Rasul. Tetapi dijadikan tempat untuk mengoreksi ayat-ayat Alquran yang telah diterimanya. Al Quran dan Kesehatan Arti Quran menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al Salih berarti bacaan, asal kata qara`a. Kata Alquran itu berbentuk masdar dengan arti isim maful yaitu maqru` (dibaca). Adapun definisi Alquran adalah: Kalam Allah swt. yang merupakan mujizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada nabi Muhammad saw. dan ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Banyak ayat Al Quran yang mengisyaratkan tentang pengobatan karena AlQuran itu sendiri diturunkan sebagai penawar dan Rahmat bagi orang-orang yang mukmin. Dan kami menurunkan Al Quran sebagai penawar dan Rahmat untuk orang-orang yang mumin. (QS. Al Isra/17: 82) (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram. (QS. Ar Rad/13: 28) Menurut para ahli tafsir bahwa nama lain dari Al Quran yaitu Asysyif yang artinya secara Terminologi adalah Obat Penyembuh. Hai manusia, telah datang kepadamu kitab yang berisi pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai obat penyembuh jiwa, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus/10: 57)

Di samping Al Quran mengisyaratkan tentang pengobatan juga menceritakan tentang keindahan alam semesta yang dapat kita jadikan sebagai sumber dari pembuat obat- obatan. Dia menumbuhkan tanaman-tanaman untukmu, seperti zaitun, korma, anggur dan buahbuahan lain selengkapnya, sesungguhnya pada hal-hal yang demikian terdapat tanda-tanda Kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mau memikirkan. (QS. An-Nahl 16:11) Dan makanlah oleh kamu bermacam-macam sari buah-buahan, serta tempuhlah jalan-jalan yang telah digariskan tuhanmu dengan lancar. Dari perut lebah itu keluar minuman madu yang bermacam-macam jenisnya dijadikan sebagai obat untuk manusia. Di alamnya terdapat tandatanda Kekuasaan Allah bagi orang-orang yang mau memikirkan. (QS. An-Nahl 16: 69) Berdasarkan keterangan tadi, dapat dipastikan bahwa orang yang membaca Alquran akan merasakan ketenangan jiwa. Banyak pula hadits Nabi yang menerangkan tentang keutamaan membacanya dan menghafalnya atau bahkan mempelajarinya. Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya. (HR Bukhori) Siapa saja yang disibukkan oleh Alquran dalam rangka berdzikir kepada-Ku, dan memohon kepada-Ku, niscaya Aku akan berikan sesuatu yang lebih utama daripada apa yang telah Aku berikan kepada orang-orang yang telah meminta. Dan keutamaannya Kalam Allah daripada seluruh kalam selain-Nya, seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya. (HR. At Turmudzi) Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah (masjid) Allah, mereka membaca Alquran dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketentraman, mereka diliputi dengan rahmat, malaikat menaungi mereka dan Allah menyebut-nyebut mereka pada makhluk yang ada di sisi-Nya. (HR. Muslim) Hendaklah kamu menggunakan kedua obat-obat: madu dan Alquran (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Masud) Dan masih banyak lagi dalil yang menerangkan bahwa berbagai penyakit dapat disembuhkan dengan membaca atau dibacakan ayat-ayat Alquran (lihat Assuyuthi, Jalaluddin, Al Quran sebagai Penyembuh (Alquran asy Syf), terj. Achmad Sunarto, Semarang, CV. Surya Angkasa Semarang, cet. I, 1995). Walaupun tidak dibarengi dengan data ilmiah, Syaikh Ibrahim bin Ismail dalam karyanya Talim al Mutaalim halaman 41, sebuah kitab yang mengupas tata krama mencari ilmu berkata, Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang kuat ingatan atau hafalannya. Di antaranya, menyedikitkan makan, membiasakan melaksanakan ibadah salat malam, dan membaca Alquran sambil melihat kepada mushaf. Selanjutnya ia berkata, Tak ada lagi bacaan yang dapat meningkatkan terhadap daya ingat dan memberikan ketenangan kepada seseorang kecuali membaca Alquran.

Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Alquran, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar. Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak serampangan. Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Alquran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit. Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan, Alquran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang men dengarkannya. Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Alquran. Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Alquran dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Alquran. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Alquran dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Alquran. Alquran memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan Psikoterapi Islam di Malaysia pada tahun 1997. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Alquran dari tape recorder menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang. Sungguh suatu kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kita memiliki Alquran. Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannya memberikan pengaruh besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jika mendengarkan musik klasik dapat memengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ) seseorang, bacaan Alquran lebih dari itu. Selain memengaruhi IQ dan EQ, bacaan Alquran memengaruhi kecerdasan spiritual (SQ). Mahabenar Allah yang telah berfirman, Dan apabila dibacakan Alquran, simaklah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat (Q.S. 7: 204). Atau juga, Dan Kami telah menurunkan dari Alquran, suatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orangorang yang zalim selain kerugian (Q.S.17:82).

Atau, Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada Allah-lah hati menjadi tentram (Q.S. 13: 28). Unsur Meditasi Al Quran Kitab ini, tentu saja bukanlah sebuah buku sains ataupun buku kedokteran, namun Alquran menyebut dirinya sebagai penyembut penyakit, yang oleh kaum Muslim diartikan bahwa petunjuk yang dikandungnya akan membawa manusia pada kesehatan spiritual, psikologis, dan fisik. Kesembuhan menggunakan Alquran dapat dilakukan dengan membaca, berdekatan dengannya, dan mendengarkannya. Membaca, mendengar, memperhatikan dan berdekatan dengannya ialah bahwasanya Alquran itu dibaca di sisi orang yang sedang menderita sakit sehingga akan turun rahmat kepada mereka. Allah saw menjelaskan, Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS. Al Araf: 204) Menurut hemat penulis, salah satu unsur yang dapat dikatakan meditasi dalam Alquran adalah, pertama, auto sugesti, dan kedua, adalah hukum- ukum bacaan yaitu waqaf. Aspek Auto Sugesti Alquran merupakan kitab suci umat Islam yang berisikan firman-firman Allah. Banyak sekali nasihat-nasihat, berita-berita kabar gembira bagi orang yang beriman dan beramal sholeh, dan berita-berita ancaman bagi mereka yang tidak beriman dan atau tidak beramal sholeh. Maka, alquran berisikan ucapan-ucapan yang baik, yang dalam istilah Alquran sendiri, ahsan alhadits. Kata-kata yang penuh kebaikan sering memberikan efek auto sugesti yang positif dan yang akan menimbulkan ketenangan. Platonov telah membuktikan dalam eksperimennya bahwa kata-kata sebagai suatu Conditioned Stimulus (Premis dari Pavlov) memang benar-benar menimbulkan perubahan sesuai dengan arti atau makna kata-kata tersebut pada diri manusia. Pada eksperimen Plotonov, kata-kata yang digunakan adalah tidur, tidur dan memang individu tersebut akhirnya tertidur. Pikiran dan tubuh dapat berinteraksi dengan cara yang amat beragam untuk menimbul kan kesehatan atau penyakit. Zakiah Daradjat mengatakan bahwa sembahyang, doa-doa dan permohonan ampun kepada Allah, semuanya merupakan cara-cara pelegaan batin yang akan mengembalikan ketenangan dan ketentraman jiwa kepada orang-orang yang melakukannya. Relaksasi Aspek Waqof Alquran adalah sebuah kitab suci yang mempunyai kode etik dalam membacanya. Membaca Alquran tidak seperti membaca bacaan-bacaan lainnya. Membaca Alquran harus tanpa nafas

dalam pengertian sang pembaca harus membaca dengan sekali nafas hingga kalimat-kalimat tertentu atau hingga tanda-tanda tertentu yang dalam istilah ilmu tajwid dinamakan waqaf. Jika si pembaca berhenti pada tempat yang tidak semestinya maka dia harus membaca ulang kata atau kalimat sebelumnya. Waqof artinya berhenti di suatu kata ketika membaca Alquran, baik di akhir ayat maupun di tengah ayat dan disertai nafas. Mengikuti tanda-tanda waqof yang ada dalam Alquran, kedudukannya tidak dihukumi wajib syari bagi yang melanggarnya. Walaupun jika berhenti dengan sengaja pada kalimat-kalimat tertentu yang dapat merusak arti dan makna yang dimaksud, maka hukumnya haram. Jadi cara membaca Alquran itu bisa disesuaikan dengan tanda-tanda waqaf dalam Alquran atau disesuaikan dengan kemampuan si pembaca dengan syarat bahwa bacaan yang dibacanya tidak berubah arti atau makna. Waqaf dalam Alquran > Tanda awal atau akhir ayat > Tanda awal atau akhir surat > Tanda-tanda waqaf Kemampuan nafas pembaca Siapa saja bisa boleh membaca Alqur?an, baik anak kecil, muda maupun tua, baik pria maupun wanita selagi mereka dalam keadaan suci atau berwudlu. Jadi bagaimanapun kemampuan mereka bernafas mereka boleh membaca Alquran. Berhenti berdasarkan kemampuan nafas pembaca, dalam ilmu tajwid, bisa dikategorikan dalam bagian-bagian waqaf. Adapula beberapa penekanan nafas dalam membaca Alquran. Penekanan-penekanan tersebut dalam ilmu tajwid dinamakan mad. Indonesia adalah negara yang mayoritas umat Islam menerapkan hukum-hukum membaca Alquran menurut Rowi, Hafsh, yang telah berguru kepada imam Ashim. Adapun hukumhukum bacaan mad dalam ilmu Tajwid menurut Rowi Hafsh adalah: 1. Mad Munfashil, yaitu apabila terdapat mad bertemu dengan hamzah dalam kalimat yang terpisah. Cara baca hukum ini 4 harakat. 2. Mad Muttashil, yaitu apabila terdapat mad bertemu dengan hamzah dalam satu kalimat. Cara membaca hukum ini adalah 4 harakat. 3. Mad Badal, yaitu apabila terdapat hamzah yang berharakat bertemu dengan huruf mad yang sukun. Cara membaca hukum ini adalah 2 harakat. Waktu Meditasi dengan Alquran

Pada hakikatnya tidak ada waktu yang makruh untuk membaca/meditasi Alquran, hanya saja memang ada beberapa dalil yang menerangkan bahwa ada waktu-waktu yang lebih utama dari waktu-waktu yang lainnya untuk membaca Alquran. Waktu-waktu tersebut adalah: 1. Dalam sholat An-Nawawi berkata; Waktu-waktu pilihan yang paling utama untuk membaca Alquran ialah dalam sholat. Al Baihaqi meriwayatkan dalam asy Syuab dari Kaab r.a. ia berkata: Allah telah memilih negeri-negeri, maka negeri-negeri yang lebih dicintai Allah ialah negeri al Haram (Mekkah). Allah telah memilih zaman, maka zaman yang lebih dicintai Allah ialah bulan-bulan haram. Dan bulan yang lebih dicintai Allah ialah bulan dzulhijjah. Hari-hari bulan Dzulhijjah yang lebih dicintai Allah ialah sepuluh hari yang pertama. Allah telah memilih hari-hari, maka hari yang lebih dicintai Allah ialah hari Jum?at. Malam-malam yang lebih dicintai Allah ialah malam Qadar. Allah telah memilih waktu-waktu malam dan siang, maka waktu yang lebih dicintai Allah ialah waktu-waktu sholat yang lima waktu. Allah telah memilih kalam-kalam (perkataan), maka kalam yang dicintai Allah adalah lafadz La ilha illallh wallhu akbar wa subhanallhi wal hamdulillh. 2. Malam hari Waktu-waktu yang paling utama untuk membaca Alquran selain waktu sholat adalah waktu malam, Allah menegaskan, Di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sholat). (QS. Ali Imron 3:113) Waktu malam ini pun dibagi menjadi 2: > antara waktu Maghrib dan Isya > bagian malam yang terakhir 3. Setelah Subuh Sebagai penutup mudah-mudahan ini merupakan langkah awal untuk bisa lebih membuktikan unsur-unsur kesehatan dari Alquran, baik makna-maknanya, cara membacanya maupun
http://musiconlinecairo.multiply.com/journal/item/34 55555

You might also like