You are on page 1of 31

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

• Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22


adalah PPh yang dipungut oleh:
– Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah,
instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan
dengan pembayaran atas penyerahan barang
– Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah
maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang
lain

PPh 22 & 24 1
Lanjutan1……..

• Pemungut PPh Pasal 22

– Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai, atas


impor barang
– Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah
Pusat/Daerah, BUMN/D, yang melakukan
pembayaran atas pembelian barang dari
belanja negara dan/atau belanja daerah
– Badan usaha yang bergerak di bidang industri
semen, industri rokok, industri kertas, industri
baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh
Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas penjualan
hasil produksinya di dalam negeri

PPh 22 & 24 2
Lanjutan2……

• Pemungut Pasal 22 (lanjutan)

– Pertamina dan badan usaha selain


Pertamina yang bergerak di bidang
bahan bakar minyak jenis premix dan
gas, atas penjualan hasil produksinya
kepada penyalur dan/atau agennya.
– Badan Urusan Logistik (Bulog), atas
penyerahan gula pasir dan tepung
terigu.

PPh 22 & 24 3
Lanjutan3…….

• Besarnya Pungutan PPH Pasal 22


– Atas Impor :
• Yang menggunakan Angka Pengenal Impor
(API), sebesar 2,5% dari nilai impor :
• Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5%
dari nilai impor
• Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari
harga jual lelang

(Catatan: Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar
perhitungan bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF)
ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang
dikenakan berasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan pabean di bidang impor)

PPh 22 & 24 4
Lanjutan4………

– Atas pembelian barang yang dibiayai


dengan APBN/APBD sebesar 1,5% dari
harga pembelian
– Atas penjualan hasil produksi yang
dilakukan oleh badan usaha yang
bergerak di bidang:
• Industri semen sebesar 0,25%dari dasar
pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan
Nilai (PPN)

PPh 22 & 24 5
Lanjutan5………

• Industri rokok kretek/putih sebesar 0,1%


dari harga bandrol, dan bersifat final
• Industri kertas sebesar 0,1% dari DPP PPN
• Industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN
• Industri otomotif sebesar 0,45% dari DPP
PPN

* Yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan


Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam
negeri

PPh 22 & 24 6
Lanjutan6……

– Atas penjualan hasil produksi


Pertamina dan badan usaha selain
Pertamina yang bergerak di bidang
bahan bakar minyak jenis premix dan
gas kepada penyalur dan/atau agennya:
• Premium untuk SPBU Swastanisasi
sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp. 2.100,-
/KL, dan untk SPBU Pertamina sebesar
0,25% dari penjualan atau Rp. 1.750,-/KL

PPh 22 & 24 7
Lanjutan7……

• Solar untuk SPBU Swastanisasi sebesar


0,3% dari penjualan atau Rp. 1.140,-/KL dan
untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25% dari
penjualan atau Rp. 950,-/KL
• Premix untuk SPBU Swastanisasi sebesar
0,3% dari penjualan dan untuk SPBU
Pertamina sebesar 0,25% dari penjualan
• Minyak tanah sebesar 0,3% dari penjualan
atau Rp. 912,-/KL
• Gas LPG sebesar 0,3% dari penjualan atau
Rp. 2.250/Kl
• Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan

PPh 22 & 24 8
Lanjutan8……

* Catatan : PPh pasal 22 atas penjualan hasil


produksi Pertamina dan badan lain yang
bergerak dibidang bahan bakar minyak
jenis premix dan gas, bersifat final

PPh 22 & 24 9
Lanjutan9….

– Atas penyerahan barang yang dilakukan


oleh Bulog berupa:
• Gula Pasir kepada:
– Penyalur sebesar Rp. 380,-/kuintal
– Grosir sebesar Rp. 270,-/kuintal
– Pembeli lainnya sebesar Rp. 650,-/kuintal
• Tepung Terigu kepada:
– Penyalur sebesar Rp. 53,-/zak
– Grosir sebesar Rp. 38,-/zak
– Pembeli lainnya sebesar Rp. 91,-/zak

Catatan: PPh pasal 22 atas penyerahan gula pasir


dan tepung terigu oleh Bulog Bersifat Final

PPh 22 & 24 10
Lanjutan10……

• Pengecualian Pemungutan PPh


Pasal 22
– Impor barang-barang dan/atau
penyerahan barang yang bersifat final
berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang
PPh
Pengecualian tersebut harus dinyatakan
dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal
22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak

PPh 22 & 24 11
Lanjutan11……

– Impor barang-barang yang dibebaskan


dari bea masuk:
• Yang dilakukan ke dalam kawasan berikat
dan Entrepot Produksi untuk Tujuan
Ekspor(EPTE)
• Sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan
pasal 7 PP Nomor 6 tahun 1969 tentang
Pembebanan atas Impor sebagaimana
diubah dan ditambah terakhir dengan PP
Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan
Pemerintah Nomor 2 tahun 1973
• Berupa kiriman hadiah
• Untuk tujuan keilmuan

PPh 22 & 24 12
Lanjutan12…..

– Pembayaran atas penyerahan barang


yang dibebankan kepada belanja
negara/daerah yang meliputi jumlah
kurang dari Rp. 500.000,- (bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah)
– Pembayaran untuk pembelian bahan
bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos, dan
telepon

PPh 22 & 24 13
Lanjutan13…..

• Tata cara Pemungutan, Penyetoran,


dan Pelaporan PPh Pasal 22
– Atas Impor
• Impor dilengkapi dengan LKP (PPh pasal 22
disetor oleh importir ke Bank Devisa
dengan menggunakan formulir SSP yang
berlaku sebagai bukti pungutan pajak)
• Impor tidak dilengkapi LKP (PPh pasal 22
dipungut dan disetor oleh Dirjen Bea dan
Cukai)

PPh 22 & 24 14
Dirjen Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti
Pemungutan PPh pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :

1. lembar pertama untuk pembeli


2. lembar kedua untuk disampaikan kepada Dirjen
Pajak sebagai lampiranlaporan bulanan
3. lembar ke tiga untuk arsip Pemungut Pajak yang
bersangkutan
Dirjen Bea dan Cukai harus menyetorkan
pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dalam
jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak
dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau Bank-
Bank Persepsi, dan harus melaporkan hasil
pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan
Pajak secara mingguan selambat-lambatnya
tujuh hari setelah batas waktu penyetoran
pajak terakhir
PPh 22 & 24 15
Lanjutan…..

– Dirjen Anggaran, Bendaharawan


Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D,
harus memungut dan menyetorkan
pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor
Pos dan Giro atau Bank Persepsi, pada
hari yang sama dengan pelaksanaan
pembayaran, dengan menggunakan
formulir SSP yang telah diisi oleh dan
atas nama rekanan serta ditandatangani
oleh Bendaharawan. SSP berlaku
sebagai bukti pungutan pajak.
Pelaporan harus disampaikan selambat-
lambatnya empat belas hari setelah
Masa Pajak berakhir
PPh 22 & 24 16
Lanjutan….

– Badan usaha yang bergerak di bidang


industri semen, rokok, kertas, baja dan
otomotif yang ditunjuk oleh Kepala KPP
harus memungut PPh pasal 22 atas
penjualan hasil produksinya di dalam
negeri dan wajib menerbitkan Bukti
Pemungutan PPh Pasal 22 dalam
rangkap tiga, yaitu:
• Lembar pertama untuk pembeli
• Lembar kedua untuk disampaikan kepada
Dirjen Pajak sebagai lampiran bulanan
• Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak
yang bersangkutan
PPh 22 & 24 17
Lanjutan…..

Badan usaha tersebut harus menyetor


secara kolektif pemungutan PPh Pasal
22 selambat-lambatnya tanggal lima
belas bulan takwim setelah Masa Pajak
berakhir. Pelaporan dilakukan dengan
cara menyampaikan SPT Masa
selambat-lambatnya dua puluh hari
setelah Masa Pajak berakhir

PPh 22 & 24 18
Lanjutan…..

– PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina


atas hasil produksinya, dari penyerahan bahan
bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain
Pertamina dan dari penyerahan gula pasir dan
tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan
cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank
Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum
Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery
Order) ditebus, dengan menggunakan SSP
yang juga merupakan bukti pungutan pajak.

• Pelaporn dilakukan dengan cara


menyampaikan SPT Masa selambat-
lambatnya dua puluh hari setelah Masa
Pajak berakhir

PPh 22 & 24 19
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Pengertian :
ÎPPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan
besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan
terhadap pajak penghasilan yang terutang atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri

ÎPengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam


tahun digabungkannya penghasilan dari luar
negeri dengan penghasilan di Indonesia.

ÎIndonesia menganut Tax credit yang ordinary


credit method dengan menerapkan per country
limitation

PPh 22 & 24 20
Penggabungan Penghasilan
Penggabungan Penghasilan yg berasal dari LN dilakukan sbb:

• Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan


dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan
tersebut (accrual basis)
• Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan
dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut (cash basis)
• Penggabungan penghasilan yang berupa dividen
(pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun
pajak pada saat perolehan dividen tersebut di
tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan

PPh 22 & 24 21
Batas Maksimum Kredit Pajak
Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah
dari 3 unsur/perhitungan berikut ini :
• Jumlah Pajak yang terutang atau dibayardi
Luar Negeri
• ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh
Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas
seluruh yang dikenakan tarif pasal 17
• Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh
penghasilan kena pajak (dalam hal
penghasilan kena pajak adalah lebih kecil
daripada penghasilan luar negeri)

PPh 22 & 24 22
Batas Maksimum Kredit Pajak untuk
setiap Negara
(per Country Limitation)

Apabila penghasilan luar negeri berasal dari


beberapa negara, maka perhitungan batas
maksimum kredit pajak dilakukan untuk
masing-masing negara

PPh 22 & 24 23
Rugi Usaha di Luar Negeri
Dalam menghitung penghasilan
kena pajak, kerugian yang
diderita oleh Wajib Pajak di luar
Negeri tidak boleh
dikompensasikan dengan
penghasilan yang diterima di
dalam negeri ( Indonesia)

PPh 22 & 24 24
Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang
terutang atau dibayar di luar negeri, Wajib
Pajak wajib menyampaikan permohonan
kepada Dirjen Pajak dengan melampirkan :
• Laporan Keuangan dari penghasilan di luar
negeri
• Fotocopi Surat Pemberitahuan Pajak yang
disampaikan di luar negeri
• Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
– Penyampaian permohonan kredit pajak yang
terutang atau dibayar di luar negeri tersebut
dilakukan bersamaan dengan penyampaian
SPT Tahunan PPh.

PPh 22 & 24 25
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Pengertian :
PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan
besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan
terhadap pajak penghasilan yang terutang atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri
Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam
tahun digabungkannya penghasilan dari luar
negeri dengan penghasilan di Indonesia.
Indonesia menganut Tax credit yang ordinary
credit method dengan menerapkan per country
limitation

PPh 22 & 24 26
Penggabungan Penghasilan Penggabungan
Penghasilan yg berasal dari LN dilakukan sbb:

‰ Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan


dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan
tersebut (accrual basis)
‰ Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan
dalam tahun pajak diterimanya penghasilan
tersebut (cash basis)
‰ Penggabungan penghasilan yang berupa dividen
(pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun
pajak pada saat perolehan dividen tersebut di
tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan

PPh 22 & 24 27
Batas Maksimum Kredit Pajak
Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang
terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini :
• Jumlah Pajak yang terutang atau dibayardi Luar
Negeri
• ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan
Kena Pajak ) x PPh atas seluruh yang dikenakan
tarif pasal 17
• Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh
penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan
kena pajak adalah lebih kecil daripada
penghasilan luar negeri)

PPh 22 & 24 28
Batas Maksimum Kredit Pajak untuk
setiap Negara (per Country Limitation)

Apabila penghasilan luar negeri


berasal dari beberapa negara,
maka perhitungan batas maksimum
kredit pajak dilakukan untuk
masing-masing negara

PPh 22 & 24 29
Rugi Usaha di Luar Negeri

ÎDalam menghitung penghasilan kena pajak,


kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak
di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan
dengan penghasilan yang diterima
di dalam negeri ( Indonesia)

PPh 22 & 24 30
Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak
yang terutang atau dibayar di luar negeri,
Wajib Pajak wajib menyampaikan
permohonan kepada Dirjen Pajak
dengan melampirkan :

™ Laporan Keuangan dari penghasilan di luar


negeri
™ Fotocopi Surat Pemberitahuan Pajak yang
disampaikan di luar negeri
™ Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
ÎPenyampaian permohonan kredit pajak
yang terutang atau dibayar di luar negeri
tersebut dilakukan bersamaan dengan
penyampaian SPT Tahunan PPh.

PPh 22 & 24 31

You might also like