You are on page 1of 31

MEMBANGUN DESA PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT

Disusun oleh:

Djajeng Baskoro dan Hidayat

Hidayat 2011

Kata Pengantar

Hidayat 2011

Bab 1 Pendahuluan A. Realitas Kualitas Pendidikan di Indonesia Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa negara kita ingin mewujudkan masyarakat yang cerdas. Untuk mencapai bangsa yang cerdas, harus terbentuk masyarakat yang madani. Masyarakat madani dapat terbentuk jika memiliki kemampuan dan keterampilan dalam bidang pendidikan, semangat berusaha, sekaligus menyiapkan potensi generasi yang siap menghadapi masa depan. Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data United Nation Development Parogramma (UNDP) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 182 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), ke-109 (1999), dan ke -111 (2009).

Sumber: www.kabarindonesia.com

Adapun menurut survei yang pernah dikeluarkan Political and Economic Risk Consultant (PERC), dinyatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Realitanya, posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia, Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Masih menurut survai dari lembaga yang sama, Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Salah satu indikatornya adalah

Hidayat 2011

tidak meratanya pendidikan di setiap daerah, terutama di wilayah pedesaan. Hak mendapatkan pendidikan di desa masih harus terus dikembangkan. Perbedaan pendidikan kota dan desa memang secara umum berkisar pada masalah sarana dan prasaran sekolah. Sebagaimana diketahui, hal itu menjadi salah satu hal penting kenapa sekolah di kota lebih maju daripada di desa. Sarana dan prasarana yang menunjang untuk kegiatan belajar mengajar sangat membantu peserta didik daripada yang sarana dan prasarananya tidak menunjang. Hal lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran untuk memberdayakan pendidikan di desa oleh masyarakat. Ciri desa dengan pola yang kurang dinamis terhadap perkembangan merupakan salah satu hal yang menyebabkan mengapa pendidikan di desa lambat berkembang. Padahal, lingkungan desa yang didiami masyarakat sebetulnya menyimpan potensi yang memberi dampak positif jika masyarakat desa itu sendiri mampu mengembangkan/mengolahnya. Keadaan ini bisa timbul jika masyarakat desa mempunyai tingkat kesadaran akan daya dan upaya yang dimilikinya.

Sumber: www.dennicca.files.wordpress.com

Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan kecakapan hidup seperti fasilitas pendidikan, informasi, balai latihan, serta fasilitas untuk kegiatan pengembangan pendidikan di desa. Hal ini dikarenakan program-program umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat desa. Oleh sebab itu, diperlukan langkah-langkah simultan yang bisa membuka pencerahan pada masyarakat desa bahwa pendidikan adalah

Hidayat 2011

modal manusia untuk berkembang. Apalagi di zaman sekarang, akses informasi dan transportasi tidak menjadi penghalang utama.

Sumber: www.koran-jakarta.com

Pendidikan adalah bagian dari masyarakat. Pendidikan yang terintegrasi dalam pola hidup masyarakat akan menghasilkan sosok masyarakat yang mampu memahami dan menerima kondisi yang ada. Ke depannya, akan muncul masyakarat yang bisa berdaya dan mandiri dalam menghadapi segala tantangan keadaan/zaman. Pembangunan dan pengembangan masyarakat, khususnya masyarakat desa, merupakan suatu fondasi penting yang dapat memperkuat dan mendorong makin meningkatnya pembangunan bangsa. Pelibatan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan nonformal dapat menjadi suatu yang memberi makna besar bagi kelancaran pembangunan. B. Mewujudkan Desa Mandiri Pendidikan Mandiri adalah kemampuan memberdayakan diri untuk mengatasi segala permasalahan dan kebutuhan yang dihadapinya dengan segenap potensi dan kemampuan yang ada padanya. Adapun, partisipasi dalam menciptakan desa mandiri pendidikan bisa terdiri dari partisipasi buah pikiran, harta benda, dan tenaga. Dalam makna yang lebih luas maka tujuan pengembangan desa mandiri pendidikan pada dasarnya adalah pengembangan demokratisasi, dinamisasi, dan modernisasi masyarakat desa dalam mengakses pendidikan. Prinsip-prinsip desa mandiri pendidikan yang dikemukakan di sini ialah keterpaduan, berkelanjutan, keserasian, kemampuan sendiri (swadaya dan gotong royong),

Hidayat 2011

dan kaderisasi. Prinsip keterpaduan memberi tekanan bahwa kegiatan pengembangan desa mandiri pendidikan didasarkan pada program-program yang disusun oleh masyarakat dengan bimbingan dari lembaga-lembaga yang mempunyai hubungan tugas dalam pembangunan masyarakat.

Sumber: www.tubanonline.files.wordpress.com

Prinsip berkelanjutan memberi arti bahwa kegiatan pembangunan desa mandiri pendidikan itu tidak dilakukan sekali tuntas tetapi kegiatannya terus menerus menuju ke arah yang lebih sempurna. Prinsip keserasian diterapkan pada program-program pembangunan desa mandiri pendidikan yang memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan Pemerintah. Prinsip kemampuan sendiri berarti dalam melaksanakan kegiatan dasar yang menjadi acuan adalah kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat sendiri. Prinsip-prinsip tersebut memperjelas makna bahwa program-program pendidikan nonformal berbasis masyarakat harus dapat mendorong dan menumbuhkan semangat pengembangan masyarakat, termasuk keterampilan apa yang harus dijadikan substansi pembelajaran dalam pendidikan nonformal. Oleh karena itu, upaya untuk menjadikan pendidikan nonformal sebagai bagian dari kegiatan masyarakat memerlukan upaya-upaya yang serius agar hasil dari pendidikan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas hidup mereka. Untuk lebih jelasnya, berdasarkan pendapat Michael W. Galbraith, pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Menentukan sendiri (Self determination)

Hidayat 2011

2. Menolong diri sendiri (Self help) 3. Pengembangan kepemimpinan (Leadership development) 4. Lokalisasi (Localization) 5. Keterpaduan pemberian pelayanan (Integrated delivery of service) 6. Mengurangi tumpang tindih pelayanan (Reduce duplication of service) 7. Menerima perbedaan (Accept diversity) 8. Tanggung jawab kelembagaan (Institutional responsiveness) . Penjabaran pendidikan berbasis masyarakat berdasarkan pendapat Michael W. Galbraith tersebut akan dijelaskan dalam bab-bab selanjutnya secara poin per poin.

Bab 2 Prinsip Menentukan Sendiri (Self Determination)

Hidayat 2011

Prinsip menentukan sendiri (Self Determination) mengandung pengertian bahwa semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut. Kesiapan masyarakat dalam belajar dapat diarahkan dengan pemahaman pentingnya pendidikan berbasis masyarakat (communihy based education). Dalam hal ini, diperlukan usaha dalam meningkatkan kesadaran masyarakat pedesaan akan pentingnya pendidikan dalam menyiapkan generasi yang berkualitas untuk kepentingan masa depan desa. Hal ini terkait dengan eksistensi serta keberlangsungan hidup dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan kehidupan yang berkelanjutan; baik bagi masyarakat di pedesaan pada khususnya maupun bangsa pada umumnya. Dengan demikian, masyarakat bisa menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok dalam kehidupan mereka dalam mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam situasi yang baru. Misalnya, masyarakat bisa mengikuti kegiatan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) atau mengikuti Kejar Paket A, Kejar Paket B, Kejar Paket C. Memang, mau tidak mau masyarakat dituntut untuk lebih terbuka pada perkembangan zaman globalisasi ini.

Sumber: www.tubanonline.files.wordpress.com

Peranan bidang pendidikan berbasis masyarakat (community based education) merupakan salah satu upaya pembangunan dalam memberantas kebodohan dan diharapkan mampu memberantas kemiskinan yang terjadi serta dapat meningkatkan kesejahteraan

Hidayat 2011

yang berkelanjutan bagi masyarakatnya. Dalam hal ini, terlebih masyarakat di pedesaan yang tingkat kesejahteraan hidupnya cukup rendah dibandingkan masyarakat di sekitar perkotaan yang mudah dan serba cepat dalam mengakses sumber daya yang tersedia. Dalam pencapaiannya, upaya lain yang dilakukan untuk mendukung tercapainya pemberantasan kemiskinan melalui partisipasi masyarakat untuk bergotong royong dan saling membantu dalam melakukan pemberdayaan secara terpadu, berkelanjutan dengan sasarannya yang jelas. Sinergitas pembangunan karakter (character building), hal ini mengandung arti pada satu sisi pendidikan membutuhkan peran masyarakat sebagai media dan sumber pembelajaran, dan pada sisi lain pendidikan juga harus mampu berperan membentuk karakter lulusan pendidikan formal maupun nonformal yang mampu menyumbangkan ilmu, wawasan, keahlian dan sikap diri kepada desa/masyarakat untuk mewujudkan dan memperkuat kemandirian desa yang dijiwai semangat gotong royong. Semua itu bisa dilakukan jika ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini, perlu diberi pemahaman kepada masyarakat bahwa jalur pendidikan yang disediakan oleh pemerintah tidak akan mengandung banyak manfaat jika masyarakat itu sendiri kurang merespons. Ini diperlukan adanya pendekatan dan program khusus sebagai ajang sosialisasi pentingnya pendidikan kepada masyarakat.

Bab 3 Prinsip Menolong Diri Sendiri (Self Help)

Hidayat 2011

Prinsip ini mengandung pengertian bahwa anggota masyarakat dilayani dengan baik dalam pendidikan ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri telah didorong dan dikembangkan. Mereka menjadi bagian dari solusi dan membangun kemandirian pendidikan dengan lebih baik, bukan tergantung karena mereka beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri. Salah satu contoh bagian yang bisa diaplikasikan dalam prinsip ini adalah belajar menjadi wirausahawan (interpreneur). Wirausahawan adalah seseorang yang menciptakan sebuah usaha baru. Dalam memulai dan menjalankan usahanya, ia selalu siap dalam menghadapi resiko dan ketidakpastian. Hal ini tentunya untuk tujuan mencapai keuntungan dan pertumbuhan dengan mengidentifikasi peluang dan sumber daya yang diperlukan. Untung menunjang hal ini, pemerintah telah menyediakan fasilitas Lembaga Kursus dan Pelatihan, yaitu salah satu bentuk satuan Pendidikan Nonformal yang diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, serta mengembangkan profesi, bekerja, serta usaha mandiri (wirausaha). Program kursus dan pelatihan ini adalah jenis keterampilan yang diselenggarakan satuan pendidikan nonformal, dalam hal ini lembaga kursus dan pelatihan, dalam setiap lembaga kursus dan pelatihan dapat terdiri dari satu atau lebih program kursus dan pelatihan. Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) yang disediakan pemerintah ini rata-rata sudah diakreditasi keberadaannya di setiap daerah. Akreditasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur formal maupun informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang bersifat terbuka. Kriteria tersebut dinyatakan, bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan standar penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Peserta bisa semakin mudah meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan informasi jika ingin membangun suatu bentuk usaha mandiri (wirausaha). Dengan LKP ini peserta dapat bersinergi untuk menemukan dan mengembangkan hal-hal baru. Apalagi anda bisa langsung bertanya pada tutor/pembimbing.

Hidayat 2011

10

Sumber: www./liveskilloke.files.wordpress.com

Adapun Lembaga Kursus dan Pelatihan merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan pada jalur pendidikan nonformal mempunyai kaitan yang sangat erat dengan jalur pendidikan formal. Selain memberikan kesempatan bagi peserta yang ingin mengembangkan keterampilan pada jenis pendidikan tertentu dan juga memberikan kesempatan bagi peserta yang ingin mengembangkan pendidikan keterampilan yang tidak dapat ditempuh dan tidak terpenuhi pada jalur pendidikan formal. Jika masyarakat mengikuti kegiatan kursus atau pelatihan ini, kecakapan hidupnya dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan yang memungkinkan masyarakat dapat hidup mandiri dalam berwirausaha. Ini artinya, dengan mengikuti kegiatan kursus atau pelatihan, masyarakat akan menemukan manfaat lebih, yaitu: - Belajar untuk memperoleh pengetahuan(learning to know) - Belajar untuk tahu cara belajar (learning to learn) - Belajar untuk dapat berbuat/melakukan pekerjaan(learning to do) - Belajar agar dapat menjadi orang yang berguna sesuai dengan minat, bakat dan potensi diri (learning to be) - Belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain (learning to live together). Kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan masyarakat mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam berwirausaha secara lebih efektif. Kecakapan hidup hidup masyarakat dalam berwirausaha akan sesuai kelayakan dengan adanya: (1) kecakapan

Hidayat 2011

11

mengenal diri, (2) kecakapan berpikir, (3) kecakapan sosial, (4) kecakapan akademik, dan (5) kecakapan kejuruan.

Bab 4 Prinsip Pengembangan Kepemimpinan (Leadership development) Dalam prinsip ini, para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai keterampilan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya mengembangkan

Hidayat 2011

12

masyarakat. Ketika peran pemerintah sangat dominan dan peran serta masyarakat hanya dipandang sebagai kewajiban, maka masyarakat justru akan terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri. Penguatan partisipasi masyarakat haruslah menjadi bagian dari agenda pembangunan itu sendiri, lebih-lebih dalam era globalisasi.

Sumber: www.upkciomas.files.wordpress.com

Peran serta seluruh elemen masyarakat dalam pendidikan harus lebih dimaknai sebagai hak daripada sekadar kewajiban. Kontrol rakyat (anggota masyarakat) terhadap isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan penyelenggaraan pendidikan harus dimaknai sebagai hak masyarakat untuk ikut mengontrol agenda dan urutan prioritas pendidikan untuk dirinya atau kelompoknya. Oleh karena itu, tidak akan dapat diterima jika satu golongan (misalnya tokoh masyarakat) mendiktekan keinginan dan kepentingannya dalam isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pendidikan. Seiring perkembangan zaman, titik pusat perhatian adalah pada pendekatan ke arah pendidikan yang lebih berpihak kepada rakyat. Individu bukanlah sebagai objek, melainkan berperan sebagai pelaku, yang menentukan tujuan, mengontrol sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi hidupnya sendiri. Penyelenggaraan pendidikan yang memihak rakyat menekankan nilai pentingnya prakarsa dan perbedaan lokal. Oleh karena itu, maka penyelenggaraan pendidikan seperti itu mementingkan sistem swaorganisasi yang dikembangkan di sekitar satuan-satuan organisasi berskala manusia dan masyarakat yang berswadaya. Tingkat pengetahuan dan realisasi diri manusia merupakan jantung konsep pendidikan yang memihak rakyat. Dalam

Hidayat 2011

13

hal ini, perasaan berharga diri adalah sama pentingnya bagi pencapaian mutu hidup yang tinggi melalui pendidikan. Penyadaran diri masyarakat merupakan satu di antara argumen-argumen yang diajukan oleh Paulo Freire (1984), dan ini adalah inti dari usaha bagaimana bisa mengangkat rakyat dari kelemahannya selama ini. Kesempitan pandangan dan cakrawala rakyat diubah ke arah suatu kesadaran, perasaan, pemikiran, dan gagasan bahwa hal-ihwal dapat menjadi lain dan tersedia alternatif-alternatif melalui pendidikan. Bentuk aktualisasi dan pernyataan penyadaran diri masyarakat terhadap pendidikan secara kolektif dapat berupa partisipasinya dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kebutuhan dirinya dan kelompoknya dalam komunitas yang melingkupinya. Cara-cara kolektif berpartisipasi oleh masyarakat bisa teraktualisasikan dalam bentuk musyawarah dan juga terbentuknya institusi lokal oleh masyarakat itu sendiri. Musyawarah adalah sebuah pendekatan kultural khas Indonesia yang dapat dimasukkan dalam proses eksplorasi kebutuhan dan identifikasi masalah. Musyawarah juga merupakan bentuk sarana untuk meningkatkan partisipasi dan rasa memiliki atas keputusan dan rencana pembangunan. Musyawarah dapat merupakan cara analisis kebutuhan (needs) dan tidak sekadar keinginan yang bersifat superfisial demi pemenuhan kebutuhan sesaat. Oleh karena itu, pemilihan orang-orang yang mewakili sebagai peserta musyawarah untuk suatu keperluan seperti merumuskan kebutuhan masyarakat haruslah benar-benar yang mampu menyalurkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Langkah lain dalam proses partisipasi masyarakat itu adalah pembentukan kelompok. Melalui kelompok akan dibina solidaritas, kerja sama, musyawarah, rasa aman dan percaya kepada diri sendiri (Karsidi, 2001). Salah satu cara yang efektif untuk membentuk kelompok adalah melalui pendekatan kepentingan yang sama secara primordial. Dalam kelompok primordial itu, para anggota kelompok akan memperoleh referensi yang sama. Dengan bertolak dari kelompok primordial, maka para anggota akan merasakan adanya hal-hal baru jika mereka bersedia membandingkannya dengan situasi lama. Ini akan menimbulkan keasyikan dan motivasi tersendiri. Melalui kelompok, para anggota akan menyusun program, dan bekerja secara sistematis, serta bisa merasakan adanya

Hidayat 2011

14

perkembangan dan kemajuan sebagai hasil kegiatan mereka. Para pemimpin yang ada di desa bisa dijadikan sebagai mediator suara masyarakat dengan program yang dijalankan pemerintah. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, konsep musyawarah adalah solusi terbaik untuk menghasilkan kesepakatan-kesepakatan dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di desa.

Bab 5 Prinsip Lokalisasi (Localization) Dalam prinsip ini terkandung pengertian bahwa potensi terbesar untuk tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup. Hal ini dilatarbelakangi bahwa bangunan seluruh aspek penentu perubahan negara ini dapat dipastikan tidak lepas dari proses pendidikan, baik formal maupun nonformal. Dalam aspek ekonomi, politik, kelautan, pertanian, pertahanan, dll. Semua akan berhasil tepat sasaran,

Hidayat 2011

15

terukur, dan berkelanjutan, apabila didukung dengan konsep pendidikan yang mengarah pada penguatan untuk perubahan yang mengarah perbaikan dan kemajuan pada aspekaspek tersebut. Disinilah peran signifikan pendidikan dalam berkontribusi membangun sistem pendidikan berbasis lokalitas. Peran tersebut diwujudkan dengan terbentuknya sistem pendidikan nasional yang mengarah pada pemberdayaan potensi lokal Indonesia, misalnya pendidikan berbasis maritim, agraris, dan ciri khas lokal lainnya, sehingga memperkuat budaya dan potensi lokal yang dapat menopang perkembangan dan kemajuan pendidikan.

Sumber: www.warsi.or.id

Potensi terbesar tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup. Pendidikan yang lebih dimaknai dan bersifat membumi adalah ketika pendidikan itu dekat dengan kondisi dan lingkungan warga belajar. Salah satu contohnya adalah dengan penggunaan bahasa ibu dalam proses kegiatan belajar-mengajar. Dengan menggunakan bahasa ibu dalam menyampaikan pesan-pesan pendidikan nonformal, sekaligus dapat melestarikan bahasa ibu guna memperkaya kebudayaan nasional. Pengalihan lintas bahasa dapat terjadi secara dua arah. Dalam hal ini, jika bahasa ibu dipromosikan di sekolah nonformal, konsep kemampuan berbahasa dan ketrampilan keaksaraan yang dipelajari oleh warga belajar dalam bahasa ibu mereka. Singkatnya, kedua bahasa itu bisa saling terpelihara jika lingkungan pendidikan mendukung warga belajar untuk menggunakan dua bahasa.

Hidayat 2011

16

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa tanggung jawab pengembangan pendidikan sebagai proses sosialisasi adalah berada pada orang tua dan kelompokkelompok masyarakat yang berkepentingan. Paradigma pengembangan lokalitas tersebut telah bergeser menuju kepada peluang yang lebar bagi teraktualisasikannya kembali partisipasi masyarakat, maka perlu segera dilakukan upaya pemulihan dan pengembalian tanggung jawab masyarakat terhadap pengembangan pendidikan baik yang berbasis kekayaan lokalnya masing-masing. Sebenarnya yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah justru masyarakat itu sendiri. Mengacu pada lingkup partisipasi masyarakat, maka dalam pengembangan pendidikan, masyarakat harus dilibatkan sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasinya.

Bab 6 Prinsip Keterpaduan Pemberian Pelayanan (Integrated Delivery of Service) Dalam prinsip ini terkandung pengertian adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat dan agen-agen yang menjalankan pelayanan publik dalam memenuhi tujuan dan pelayanan publik yang lebih baik. Masyarakat pedesaan yang terberdayakan sebagai hasil pendidikan yang baik dapat memiliki nilai tambah dalam kehidupan yang tidak dimiliki oleh masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Dengan demikian, peranan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang mendasar dan haruslah terpenuhi bagi masyarakat pedesaan dalam manfaat lainnya untuk meningkatkan taraf hidup dan kesajahteraan hidup yang berkelanjutan. Dalam kasus yang terjadi,

Hidayat 2011

17

pembangunan yang menggerus sektor ekonomi, misalnya, dapat tergantikan dengan jenis usaha baru yang membuat masyarakat bertahan.

Sumber: www.4.bp.blogspot.com

Cara untuk penyaluran partisipasi dapat diciptakan dengan berbagai variasi cara sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah atau komunitas tempat masyarakat dan lembaga pendidikan itu berada. Kondisi ini menuntut kesigapan para pemegang kebijakan dan manajer pendidikan untuk mendistribusi peran dan kekuasaannya agar bisa menampung sumbangan partisipasi masyarakat. Sebaliknya, dari pihak masyarakat (termasuk orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat) juga harus belajar untuk kemudian bisa memiliki kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan. Sebagaimana diamanatkan oleh UU Sisdiknas, 2003 bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan, serta berkewajiban memberikan layanan dan kemudahan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah dan pemerintah daerah juga wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara dari usia tujuh sampai usia lima belas tahun. Lebih dari itu, sebenarnya peluang bagi orang tua/warga dan kelompok masyarakat masih sangatlah luas. Untuk itu, maka dalam kondisi kualitas layanan dan output pendidikan sedang banyak dipertanyakan mutu dan relevansinya, maka pemerintah seharusnya memberikan peluang yang luas bagi partisipasi masyarakat. Lebih dari itu, pemerintah perlu menyusun

Hidayat 2011

18

mekanisme sehingga orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat dapat berpartisipasi secara optimal dalam pengembangan pendidikan di Indonesia Berkenaan dengan upaya untuk mewujudkan pembangunan pendidikan seperti dimaksud di atas, dibutuhkan langkah-langkah yang sistematis, terpadu dan terencana dalam membina kerjasama dengan berbagai pihak dalam bentuk kemitraan. Secara konseptual, kemitraan mengandung makna adanya kerjasama antara satu pihak/agen pendidikan dengan pihak lainnya disertai pembinaan dan pengembangan usaha atau program yang berkelanjutan oleh kedua belah pihak dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Salah satu contoh mitra untuk membantu mengembangan pendidikan di masyarakat adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Eksistensi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang identik dengan reformis dan visioner adalah sebuah image yang masih diharapkan terus melekat dalam setiap aktivitasnya, namun di sisi yang lain LSM juga diharapkan menjadi salah satu pilar penyangga dalam penyelenggaraan pendidikan non formal sehingga perannya menjadi kian urgen dan tidak dapat dinafikan begitu saja, apalagi jika dikaitkan dengan implementasi kehendak Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya yang berkenaan dengan peran serta masyarakat dalam pendidikan sehingga akan terbuka ruang akselerasi yang cukup kepada semua elemen masyarakat termasuk LSM, untuk turut memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya perluasan akses pendidikan non formal. Konsekuensi sebagai lembaga mitra yang berkiprah pada community development sector LSM dituntut memiliki program dan kegiatan yang bersifat sinergis dan realistis dalam rangka kepentingan nasional sehingga tercipta ruang aktualisasi yang konstruktif bagi mereka, sehingga paradigma lama yang menganggap bahwa persoalan Pendidikan Nonformal hanya dapat diselesaikan oleh orang Pendidikan Nonformal-Informal (PLS) sendiri sudah saatnya ditinggalkan untuk bersama-sama merekonstruksi dan mereformulasi program Pendidikan Nonformal-Informal, agar program yang digulirkan kepada masyarakat dapat menjadi sebuah solusi untuk menjawab persoalan-persoalan pendidikan bagi masyarakat marginal. Iklim kerjasama dan kemitraan yang baik dengan melibatkan LSM sebagai mitra pemerintah akan menjadi sebuah lahan yang kondusif untuk membangun profesionalisme,

Hidayat 2011

19

kemandirian, objektivitas dan independensi dalam penyelenggaraan berbagai program pendidikan nonformal-informal.

Bab 7 Mengurangi Tumpang Tindih Pelayanan (Reduce Duplication of Service) Dalam prinsip ini, pelayanan masyarakat seharusnya memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber daya manusia dalam ciri khas lokal dan mengkoordinir usaha mereka. Masyakarat yang berkeinginan kuat untuk maju dan berkembang harus diberi pelayanan untuk mewujudkan apa yang mereka programkan/dijalankan. Untuk melaksanakan paradigma pendidikan berbasis masyarakat pada jalur nonformal berbasis pelayanan masyarakat, setidak-tidaknva mempersyaratkan lima hal: 1. Teknologi yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi dan situasi nyata yang ada di masyarakat. Teknologi yang canggih yang diperkenalkan dan adakalanya dipaksakan

Hidayat 2011

20

sering berubah menjadi pengkarbitan masyarakat yang akibatnva tidak digunakan, sebab kehadiran teknologi ini bukan karena dibutuhkan, melainkan karena dipaksakan. Hal ini membuat masyarakat menjadi rapuh.

Sumber: www.4.bp.blogspot.com

2. Ada lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki atau dipinjam, dikelola, dan dikembangkan oleh masyarakat. Di sini dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam peencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan luar sekolah. Ketiga, program belajar yang akan dilakukan harus bernilai sosial atau harus bermakna bagi kehidupan peserta didik atau warga belajar dalam berperan di masyarakat. Oleh karena itu, perancangannya harus didasarkan pada potensi lingkungan dan berorientasi pasar, bukan berorientasi akademik semata. 4. Program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik instansi pemerintah. Hal ini perlu ditekankan karena bercermin pada pengalaman selama ini bahwa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah terbukti belum mampu membangkitkan partisipasi masyarakat. Yang terjadi hanyalah pemaksaan program, karena semua program pendidikan dirancang oleh instansi yang bersangkutan. 5. Aparat pendidikan luar sekolah/nonformal tidak menangani sendiri programnya, namun bermitra dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini yang menjadi pelaksana dan mitra masyarakat dalam memenuhi kebutuhan belajar mereka dan dalam berhubungan dengan sumber-sumber pendukung program.

Hidayat 2011

21

Bila dikaitkan dengan kebutuhan belajar masyarakat pedesaan, maka perlu dirancang ujicoba model-model pembelajaran pendidikan nonformal yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Kegiatan ujicoba ini lebih intensif bila dilaksanakan pada suatu wilayah/lokasi yang dirancang khusus sebagai lab-site PNF. Selain itu pelatihan bagi para tenaga tutor dan pembelajaran warga masyarakat akan lebih berhasil bila diselenggarakan pada lab-site PNF. Dengan demikian sangat diperlukan suatu lab-site PNF yang akan berfungsi sebagai tempat praktek atau tempat rintisan program-program PNF dan tempat latihan bagi tutor-tutor dalam membelajarkan warga belajar. Pendidikan berbasis masyarakat (communihy-based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola secara desentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat. Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnva. Partisipasi pada konteks ini berupa kerja sama antara warga dengan pemerintah dalam merencanakan, Bab 8 Prinsip Menerima Perbedaan (Accept Diversity) Dalam prinsip ini terkandung pengertian menghindari pemisahan masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Ini berarti, pelibatan warga masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin dan mereka didorong/dituntut untuk aktif dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan aktifitasaktifitas kemasyarakatan. Dalam hal ini, ada beberapa pandangan tentang pemberdayaan masyarakat yang mencakup hal-hal berikut: melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas pendidikaan.

Hidayat 2011

22

1. Struktural, pemberdayaan pendidikan merupakan upaya pembebasan. Masyarakat mampu mengenali keadaan yang ada dan mampu memahami struktur rencana pembangunan yang akan dilaksanakan. 2. Pluralis, pemberdayaan pendidikan sebagai upaya meningkatkan daya seseorang atau sekelompok orang untuk dapat bersaing dengan kelompok lain. Dalam hal ini diperlukan sosok masyarakat yang terdidik, terampil, dan mempunyai latar ilmu pengetahuan melalui proses pendidikan mandiri.

Sumber: www.rumahzakat.org

3. Elitis, pemberdayaan pendidikan sebagai upaya mempengaruhi elit, membentuk aliniasi dengan elit-elit tersebut. Contohnya dalam strata sosial masyarakat. Tokoh masyarakat hendaknya mampu menjadi penggerak sekaligus penyambung lidah masyarakat. Dengan demikian, hubungan birokrasi dan masyarakat akan terjalin harmonis. 4. Post-Strukturalis, pemberdayaan merupakan upaya mengubah wacana serta menghargai subyektivitas dalam pemahaman realitas sosial. Ini berarti, sebuah pemberdayaan pendidikan yang dijalankan akan dipahami dampak yang ditimbulkan. Dengan demikian, masyarakat akan siap sedia mengubah paradigma baru sekaligus mampu menjaga local genius (kearifan lokal) yang dimilikinya. Salah satu hal yang patut diperhatikan adalah masalah hak pendidikan bagi anak di pedesaan. Pengembangan desa peduli pendidikan anak menuntut pelibatan semua komponen di dalamnya. Kebanyakan pendekatan yang digunakan dalam pengembangan desa peduli anak adalah model pendekatan berbasis hak (right based). Namun seringkali

Hidayat 2011

23

implementasi di lapangan sangat berbeda dengan konsep idealnya. Melihat kondisi desa, maka ada beberapa model pendekatan dan pengembangan strategi yang dapat dilakukan untuk menjadikan hak pendidikan anak sebagai arus utama pengembangan. Tokoh agama, institusi dan lembaga yang ada di desa dan pemerintah desa. Semua harus berperan dalam upaya pengembangan desa ramah anak. Ini adalah sebuah kerja besar mengubah paradigma masyarakat dan semua komponen yang ada di dalamnya. Mengubah kebiasaan, adat dan budaya yang telah mengakar kuat. Dalam mengembangkan desa peduli anak pendekatan yang dilakukan harus benarbenar dapat menyentuh semua komponen. Pendekatan berbasis hak dengan berlandaskan budaya lokal adalah pendekatan yang cukup efektif. Model pendekatan ini cenderung mudah diterima oleh masyarakat mengingat masyarakat desa sangat kental dengan budaya dan adat istiadat. Ada empat sasaran strategis dari kegiatan pengembangan desa peduli pendidikan anak yaitu:

1. Anak Anak harus diberikan pemahaman akan hak dan kewajibannya agar memahami peran dan tanggung jawab yang harus diembannya dimasa datang. Partisipasi anak perlu didorong dan di sediakan media/wadah partisipasi yang benar-benar kondusif. 2. Orang tua/Keluarga Orang tua/keluarga dipandang sebagai sasaran yang cukup penting karena keluarga menjadi tempat dimana anak tumbuh dan berkembang. Yang pertama dilakukan adalah penyadaran terhadap orangtua bahwa anak punya hak dan orang tua harus memperhatikan hak anak ini. Posisi dan peran orangtua/wali adalah penting. Di satu pihak orangtua/wali mempunyai fungsi fasilitasi terutama dalam perlindungan dan pemenuhan hak anak. 3. Masyarakat dan Kelompok Masyarakat Masyarakat dan kelompok masyarakat diharapkan mampu menciptakan sebuah lingkungan dimana hak-hak anak dihargai dan terpenuhi. Kelompok-kelompok masyarakat adalah sebuah sarana yang efektif untuk penguatan ekonomi dan advokasi. Kelompok

Hidayat 2011

24

masyarakat perlu disadarkan dan dilatih mengenai hak-hak anak serta peran dan tanggung jawabnya terhadap pemenuhan hak anak.

Sumber: www. rumahbacaasmanadia.com

Penguatan pada kelompok-kelompok masyarakat harus lebih khusus dan disesuaikan dengan basis potensi kelompok.Ini untuk lebih mengefektifkan peran kelompok di masyarakat dan diharapkan mampu memperkuat ekonomi desa dan mengadvokasi pemenuhan hak-hak anak. Sebuah Aliansi perlu dibentuk untuk memperkuat proses-proses pemberdayaan dan Advokasi. Aliansi ini yang nanti akan menjadi sebuah lembaga yang bertindak mengawasi pemenuhan hak anak dan menangani jika terjadi pelanggaran. 4. Pemerintah dan Institusi pemerintahan Pemerintah desa dan institusi pemerintahan di desa adalah representasi dari negara. Dengan kata lain, mereka adalah pemangku tanggung jawab utama terhadap pemenuhan hak anak di desa. Namun seringkali mereka tidak menyadari hal ini. Untuk itu para pemangku kewajiban ini perlu disadarkan akan peran penting mereka dalam pemenuhan hak anak. Penguatan terhadap para pemangku kewajiban ini adalah dengan memberikan pelatihan tentang Undang-undang Perlindungan anak dan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). Institusi pemerintahan di tingkat desa Bukan hanya Pemerintah desa. Sekolah, Puskesmas/ Polindes, LKD/ BPD dan Ranting parpol adalah beberapa institusi pemerintah (negara) yang ada di desa.

Hidayat 2011

25

Bab 9 Prinsip Tanggung Jawab Kelembagaan (Institutional Responsiveness) Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus-menerus adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat. Lembaga harus dapat dengan cepat merespons berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat agar manfaat lembaga akan terus dapat dirasakan. Pendidikan sebagai proses pemanusiaan manusia membutuhkan sinergi antarkomponen dan membutuhkan kesepahaman visi seluruh stake holder yang terlibat. Komponen pendidikan yang meliputi raw material (input peserta didik), tools (alat-alat dan sarana prasarana), serta process (metode pembelajaran) adalah sebuah sistem yang akan menentukan kualitas out put (lulusan), sedangkan stake holder yang terdiri atas siswa, guru,

Hidayat 2011

26

kepala sekolah, wali murid, dinas terkait dan pemerintah daerah harus sevisi dan sinergi sehingga memperlancar dan mempermudah pencapaian tujuan baik tujuan akademis maupun pembentukan moral. Sebagaimana kita ketahui, lembaga pendidikan di Indonesia dalam UU diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu: sekolah dan luar sekolah, selanjutnya pembagian ini lebih rincinya menjadi tiga bentuk: - informal. - formal - dan nonformal Ketiga klasifikasi di atas di masyarakat memiliki peran yang berbeda-beda, lembaga pendidikan pertama, yaitu informal atau keluarga, ranah garapannya adalah lebih banyak di arahkan dalam pembentukan karakter atau keyakinan dan norma. Lembaga pendidikan kedua, yaitu formal atau sekolah, peran besarnya lebih banyak di arahkan pada pengembangan penalaran murid. Yang terakhir lembaga pendidikan ketiga, yaitu masyarakat, peranya lebih banyak pada pembentukan karakter sosial. Pihak birokrasi (pemerintah) harus dapat menyesuaikan prinsip kelembagaan ini. Dengan demikian, pola memahami kondisi masyarakat mutlak diperlukan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penyediaan pendidikan di masyarakat. Dalam rangka ini ada beberapa upaya yang harus dilakukan: a. Birokrasi harus memahami aspirasi rakyat dan harus peka terhadap masalah yang dihadapi oleh rakyat. b. Birokrasi harus membangun partisipasi rakyat. Berilah sebanyak-banyaknya kepercayaan pada masyarakat untuk memperbaiki dirinya sendiri. Aparat pemerintah membantu memecahkan masalah yang tidak dapat diatasi oleh masyarakat sendiri. c. Birokrasi harus menyiapkan masyarakat dengan sebaiknya, baik pengetahuannya maupun cara bekerjanya, agar upaya pemberdayaan masyarakat dapat efektif. Ini merupakan bagian dari upaya pendidikan sosial untuk memungkinkan rakyat membangun dengan kemandirian. d. Birokrasi harus membuka dialog dengan masyarakat. Keterbukaan dan konsultasi ini amat perlu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, dan agar aparat dapat segera membantu jika ada masalah yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh rakyat.

Hidayat 2011

27

e. Birokrasi harus membuka jalur informasi dan akses yang diperlukan oleh masyarakat yang tidak dapat diperolehnya sendiri. f. Birokrasi harus menciptakan instrumen peraturan dan pengaturan mekanisme pasar yang memihak golongan masyarakat yang lemah. Untuk dapat menjalankan upaya ini, harus ada penitikberatan pada pihak yang langsung berhadapan dengan masyarakat, baik secara hierarkis seperti aparat desa dan kecamatan. Hal ini berlaku juga pada tataran fungsional, misalnya pada pendidikan nonformal. Peran aktif tutor hingga aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) harus ditingkatkan kinerjanya dengan memberi dukungan yang lebih. Mengapa? Sebab mereka yang hafal langsung dengan mendapatkan dari objeknya.

Bab 10 Penutup Kita mungkin sudah terbiasa, mendengar ungkapan: Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Akan tetapi pada kenyataannya, sampai saat ini, peran serta masyarakat dapat dikatakan masih sangat kecil. Mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satunya adalah adanya opini masyarakat bahwa tanggung jawab utama bidang pendidikan hanya terletak di tangan pemerintah. Hal ini menyebabkan masyarakat merasa hanya ditempatkan sebagai objek dan berakibat melemahkan kemauan berpartisipasi warga dan kelompok- kelompok masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Kondisi tersebut telah merugikan pengembangan pendidikan itu sendiri dan semakin memberatkan pemerintah sebagai penyelenggara negara. Padahal, pendidikan bukan hanya sebatas hak menerima, tetapi juga kewajiban masyarakat untuk

Hidayat 2011

28

memberdayakannya. Dengan demikian, ada pola hubungan sinergis antara pelaku (masyarakat) dan mediator pendidikan (pemerintah). Masyarakat dituntut untuk dapat menggali potensi pengembangan pendidikan di daerahnya. Penggalian potensi pendidikan tersebut khususnya bisa dikembangkan di desa-desa. Pembangunan desa pendidikan bisa diwujudkan dengan adanya pengembangan antara berbagai pihak. Adapun masyarakat dapat menjadi objek sekaligus subjek pendidikan dengan difasilitasi pihak terkait (pemerintah). Potensi pendidikan bisa digali dari keadaan masyarakat itu sendiri, mulai dari kearifan lokal, seni-budaya, sistem kerja, hingga pola hidup. Prinsip pendidikan berbasis masyarakat seusai yang dikemukakan Michael W. Galbraith: 1. Menentukan sendiri (Self determination) 2. Menolong diri sendiri (Self help) 3. Pengembangan kepemimpinan (Leadership development) 4. Lokalisasi (Localization) 5. Keterpaduan pemberian pelayanan (Integrated delivery of service) 6. Mengurangi tumpang tindih pelayanan (Reduce duplication of service) 7. Menerima perbedaan (Accept diversity) 8. Tanggung jawab kelembagaan (Institutional responsiveness) adalah poin-poin penting yang bisa diaplikasikan dalam membangun desa pendidikan berbasis masyarakat. Kesimpulannya, masyarakat bukan hanya sebagai objek tetapi juga pelaku dalam pengembangan pendidikan di wilayahnya. Hal ini tentunya diperlukan pola kerja sama yang sinergis antara pihak terkait (instansi pemerintah), masyarakat, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM). Komponen-komponen tersebut adalah agen perubahan yang dapat membawa masyarakat dalam paradigma baru dalam dunia pendidikan. Dengan demikian, masyarakat akan memahami dan merasakan bahwa pendidikan dapat diperoleh dimana saja dan bisa dilakukan seluruh kalangan, tanpa memandang status, profesi, usia, atau jenis kelamin. Prinsip-prinsip yang telah dijelaskan di muka tiada lain sebagai bagian upaya membangun desa dengan menciptakan sumber daya manusia berpendidikan dan siap menghadapi segala perubahan serta tantangan zaman.

Hidayat 2011

29

DAFTAR PUSTAKA Abustam M. Idrus 1990. Gerak Penduduk, Pembangunan dan Perubahan Sosial. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Faisal, Sanapiah. 1981. Pendidikan Luar Sekolah. Surabaya: CV Usaha Nasional Fananie, Zainuddin. 1996. Pembangunan Berwawasan Bermartabat Manusia. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Hall Coombs, Philip, dkk. 1985. Memerangi Kemiskinan di Pedesaan Melalui Pendidikan Non-Formal. Jakarta: Rajawali Press. Joesoef, Soelaiman.2004. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah.Jakarta: PT Bumi Aksara. Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia. Sastrapratedja, M dkk. 2004. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku

Hidayat 2011

30

Kompas. Soeharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat. Bandung: PT. Refika Aditama. Suharto, Edi. 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial, Spektrum Pemikiran. Bandung: LSP-STKS.

BIODATA PENULIS Ir. Djajeng Baskoro, M.Pd lahir di Kediri Jawa Timur 48 tahun yang lalu. Sejak Taman Kanak Kanak sampai Sekolah Menengah Atas dilaksanakan di Kota Kediri. Lulus Sarjana Pertanian Jurusan Agronomi tahun 1987 dari Univeritas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan lulus Magiter Pendidikan Jurusan Teknologi Pendidikan tahun 1999 dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta. Sejak mahasiswa bersama kawan-kawan mahasiswa mendirikan Yayasan Swadaya Sembada di kota Surakarta tahun 1986 dengan fokus kegiatan pada pelayanan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan di bidang pertanian dengan lokasi kegiatan di propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Tahun 1990 menjadi CPNS dan tahun 1992 menjadi PNS di Direktorat Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal Diklusepora. Tahun 1995 diberi kepercayaan menjadi Kepala Seksi Sistem dan Metoda dan tahun 2003 menjadi Kepala Sub Direktorat Pendidikan Tenaga Teknis Direktorat Tenaga Teknis Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah. Tahun 2004 2008 diberikan amanah untuk menjadi Kepala Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional V Makassar. Tahun 2008-2009 kembali ke Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal menjadi Kepala Bagian Perencanaan. Tahun 2009 sampai dengan sekarang diberikan anakah kembali menjadi Kepala Pusat Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional I Bandung.

Hidayat 2011

31

You might also like