You are on page 1of 10

Komunikasi Politik

Mengenai kepemimpinan Presiden dan wakil presiden (Susilo Bambang Yudhoyono Jusuf Kalla) Pada jajaran atas bisa diduga terjadi aliran komunikasi politik mendelegitimasi kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Proses ini diduga diarahkan pada semua aspek pembangunan melalui sikap yang dibaca dari sepak terjang kedua pemimpin tersebut. Apapun yang mereka kerjakan akan menghasilkan anggapan tepat atau tidak tepat, utamanya pada hal-hal yang mempunyai pengaruh pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009. Pertama, tentang kebijakan yang membawa keuntungan pada rakyat. Kedua, berupa upaya memisahkan kerukunan kedua pemimpin itu. Upaya ini mungkin dilakukan dengan memecah belah agar kekompakan terganggu dan kepemimpin keduanya, dalam sisa waktu yang sangat penting ini, tidak efektif. Ketiga, keduanya diduga akan diganggu secara politis, hukum dan ketidak mampuannya mengatasi isu-isu yang menjadi perhatian dunia seperti HAM, terorisme, kebebasan dan demokrasi, upaya mengatasi korupsi serta mengatasi masalah kemiskinan, penyakit rakyat, pendidikan dan lingkungan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Yusuf Kalla pasti mengambil langkah-langkah untuk tetap serius dan populer. Usaha tetap berada diatas angin bisa dengan mudah dipelintir kalau pembantunya tidak menyiapkan segala sesuatunya dengan baik. Sebagai contoh, kegiatan para pemimpin menonton film "Ayat-ayat Cinta" untuk mendorong kemajuan

film Indonesia dipandang dengan sinis sebagai upaya menghindar dari kerjakeras mengatasi melonjaknya harga minyak goreng, minyak tanah, cabe, beras dan kebutuhan pokok lainnya. Upaya Presiden untuk "marah" kepada peserta Lemhannas yang tertidur, dianggap sebagai pernyataan bahwa Presiden "berani" menegur stafnya. Tetapi ada juga yang bisik-bisik menyesalkan kenapa Presiden terpancing kemarahan. Mereka menghembuskan komunikasi politik yang tidak menguntungkan bahwa Presiden yang emosional seperti itu tidak pantas dipilih kembali di tahun 2009. Bahkan ada bisikan sinis yang menyatakan bahwa Presiden mesti belajar pidato lagi agar bisa menarik perhatian dan tidak menyebabkan pendengarnya tertidur karena cara penyampaian yang tidak menarik. Kalau komunikasi politik yang dikembangkannya tidak dikemas dengan rangkaian persiapan yang matang dan manis, dengan derasnya arus delegitimasi, nasib Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, bisa sangat tragis. Gus Dur yang terang-terangan sudah mencalonkan diri sebagai Presiden, mempunyai gaya untuk tetap populer dengan cara yang sukar ditiru calon lainnya. Entah disengaja atau tidak, kemelut dalam PKB yang biasanya selalu dimenangkannya merupakan bahan berita yang aktual dan menempatkannya selalu di halaman utama. Kalau nanti, seperti biasanya Gus Dur menang, atau bisa menempatkan lawannya tidak berdaya, masyarakat bisa diharapkan menempatkannya sebagai manusia tangguh yang harus diperhitungkan. Ibu Megawati, yang disamping kharisma pribadinya juga mewarisi kharisma Bung Karno, melakukan Safari tatap muka yang menarik. Dari daerah ke daerah ibu yang pandai menarik massa ini mengembangkan isu-isu kerakyatan yang bisa mencuri perhatian dalam keadaan segala sesuatu sedang tidak mengenakkan, atau dibuat tidak mengenakkan. Calon Presiden lain juga melakukan komunikasi politik dengan cara yang berbeda-beda.

Wiranto, biarpun tidak terang-terangan mengumumkan pencalonannya, menggelar iklan seakanakan siap makan bersama si miskin, jenis makanan apapun yang dimakan si miskin. Akan sangat menjanjikan kalau komunikasi politik itu diarahkan sebagai rintisan program pemberdayaan keluarga agar apabila nanti terpilih, gagasan itu bisa dituangkan dalam program yang kuat dan betul-betul menghilangkan kelaparan dan kemiskinan secara terhormat. Bukan dengan memberi jatah kepada si miskin uang Rp. 300.000,- tiap tiga bulan atau beras murah yang murahan. Prabowo Subianto dengan gaya yang manis memihak kaum tani. Bisa saja komunikasi ini dikaitkan dengan kedudukannya sebagai Ketua Umum HKTI, organisasi kaum tani yang kuat. Banyak pihak mengetahui bahwa Prabowo juga siap menjadi calon Presiden menantang sesama jendral yang rame-rame mencalonkan diri. Kalau apa yang dijanjikannya dalam iklan betul-betul bisa ditagih manakala Prabowo menjadi Presiden, rakyat tani di pedesaan bisa lega memilihnya. Sutiyoso, yang terkenal dengan sebutan Bang Yos, mantan Gubernur DKI Jakarta, yang seminggu sebelum lengser secara terbuka menyatakan siap menjadi Presiden RI, menggelar langkah-langkah strategis yang mengesankan. Biarpun belum didukung partai besar, dengan sabar Bang Yos membina partai-partai kecil, bahkan yang belum lulus pendaftaran, untuk menjadi kendaraannya. Sambil menunggu pendukung resminya, hampir tiap minggu dilakukan perjalanan keliling memperkenalkan diri dan menggalang simpatisan rakyat kecil di pedesaan. Pernyataannya yang terakhir di Semarang mengejutkan banyak lawan politiknya. Secara tajam Sutiyoso menyoroti perlunya reformasi Birokrasi. Sutiyoso, yang sangat berpengalaman dalam mengelola pemerintahan daerah di Jakarta, yakin bahwa tanpa birokrasi yang mempunyai shared vision dan mission yang sama dengan presidennya, hampir tidak mungkin seorang presiden sehebat apapun, dipilih oleh mayoritas rakyat dan mendapat dukungan yang kuat dari DPR, bisa melakukan tugas dan memenuhi janjinya. Seorang Presiden, seperti halnya pengalaman Gubernur

Sutiyoso yang berhasil, hanya akan berhasil kalau didukung birokrasi yang handal dan kompak, bekerja keras menterjemahkan janji-janji kampanye Presidennya dalam program-program yang tidak bisa ditolak oleh siapapun, serta dilaksanakan dengan baik dalam suasana keterbukaan dan akuntabilitas yang tinggi. ANALISI KOMUNIKASI POLITIK SERTA PERAN MEDIA MASSA SAAT ITU Sama dengan komunikasi pada umumnya, komunikasi politik juga memiliki lima unsur, yaitu :

Pelibat ( aktor atau partisipan ) Aktor dalam komunikasi politik merupakan orang yang mempunyai peran dalam proses penyampaian dan penerimaan pesan. Aktor ini dapat berupa individu, kelompok, organisasi, lembaga, ataupun pemerintah.

Pesan Pesan dalam komunikasi politik selalu mempunyai kaitan dengan politik. Maksudnya pesan ini berisi tentang semua kepentingan penjatahan sumber daya politik. Apabila penjatahan ini di terima oleh rakyat maka peluang munculnya konflik semakin kecil, namun jika penjatahan sumber daya publik tidak dapat diterima hal ini dapat memicu terjadinya konflik

Saluran Media massa merupakan saluran komunikasi politik yang mempunyai peran besar. Media massa selalu ada pada peristiwa yang penting, mengamati, merekam, mencatat, dan setelah itu menyebarluaskan pada publik dengan sudut pandang masing-masing dari media massa.

Konteks Komunikasi politik berlangsung dalam konteks system politik tertentu dengan segala

aturan dan norma yang berlaku dalam sebuah masyarakat yang mungkin berbeda pada setiap masyarakat atau pada setiap bangsa. Pengaruh ( effect ) Setiap pesan yang di sampaikan tentu akan mendapatkan respon dari pihak yang terkait dan berkepentingan ( komunikan ). Dari respon inilah terlihat efek yang di timbulkan, dan tentu saja setiap komunikator mengharapkan efek berupa perubahan situasi seperti yang dikehendakinya. Namun tentu efek tidak selalu seperti yang di harapkan, terkadang tidak terjadi efek apapun bahkan mungkin dapat berupa perubahan situasi yang lebih buruk. Fungsi Media Massa Lasswell (1995:93-94) membagi fungsi media massa menjadi tiga yaitu, (a) the surveillance of the environment (pengawasan terhadap keadaan lingkungan), (b) the correlation of the parts of society in responding to the environment (menghubungkan bagian-bagian masyarakat dalam merespon lingkungan), dan (c) the transmission of the social heritage from one generation to the next (mentransmisikan warisan sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya). Fungsi pengawasan ditunjukan pada aktivitas media massa dalam mencermati dan melaporkan peristiwa penting kepada masyarakat. Lebih dari itu media massa juga menjadi anjing penjaga (watchdog function) karena media massa mengungkap ketidakberesan dalam penyelenggaraan pemerintah maupun dalam kehidupan masyarakat. Fungsi penghubung ditunjukan media massa dengan menyediakan forum untuk diskusi, saling bertukar pendapat dan aspirasi demi tercipatanya pemahaman bersama (mutual

understanding), kesepakatan bersama (mutual agreement), dan tindakan bersama (mutual action) sehingga akan terwujud kehidupan yang harmonis. Sedangkan fungsi transmisi warisan sosial adalah peran media massa dalam proses sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat luas. Isi dari sosialisasi ini adalah nilai, norma, dan kesepakatan yang berkembang di masyarakat demi keutuhan dan terpeliharanya aturan sosial. Charles R. Wright (1975:8-22) menambahkan satu fungsi selain fungsi yang sudah di jelaskan diatas yaitu fungsi menghibur. Yang dimaksud dengan fungsi menghibur disini adalah penyajian pesan yang akan disampaikan pada khalayak melalui cara-cara yang nantinya akan menimbulkan suasana santai. Contohnya saat ini banyak film dan acara musik di televisi yang memiliki muatan politis, propaganda, dan sosialisasi politik. Sebut saja film Flags of Our Fathers (Warner Bros Picture and Dreamworks Picture,2004) yang berisi nilai-nilai semangat perjuangan dan pengabdian kepada negara oleh para tentara AS di era PD II, khususnya di medan pertempuran Lwo Jima yaitu sebuah pulau kecil yang menjadi sasaran penyerbuan 70.000 pasukan marinir AS. Dan masih banyak lagi film-film lain yang bertujuan politik. Selain kedua tokoh di atas, masih banyak tokoh-tokoh lain yang memaparkan pandapatnya tentang fungsi media massa. Namun yang terbaru adalah pendapat Curran (1996:103-4) yang menyebutkan tiga fungsi dari media massa yaitu fungsi informasi, fungsi representasi, dan fungsi membantu tercapainya tujuan bersama masyarakat. Fungsi informasi, media massa tidak hanya melaporkan peristiwa-peristiwa yang terjadi tapi juga berusaha menumbuhkan kemajemukan pemahaman atas sebuah peristiwa. Semakin banyak media massa yang melaporkan peristiwa itu maka akan semakin bervariasi

pula persepsi yang berkembang karena masing-masing media massa menyajikan berita sesuai dengan framenya. Hal ini akan menimbulkan sikap kritis masyarakat terhadap isu yang sedang beredar di masyarakat.

Fungsi representasi berkenaan dengan tuntutan agar media massa dapat membantu menciptakan alternative perspektif yang dapat dipilih oleh masyarakat. Ini jadi penting karena demokrasi menjunjung tinggi kesederajatan dan kemajemukan. Pemerintahan yang di pimpin oleh mayoritas harus dapat menjamin hak-hak minoritas, jangan sampai mayoritas menindas kalangan minoritas. Disinilah media massa dituntut untuk mengimbangi pemberitaan agar tidak memihak salah satu kalangan sehubungan dengan kemajemukan ataupun konflik yang ada. Media massa membantu mewujudkan tujuan bersama masyarakat ditunjukan dengan media massa tidak hanya melaporkan ketidakberesan yang terjadi di pemerintahan ataupun di masyarakat. Namun lebih dari itu, media massa di tuntut untuk dapat membantu mewujudkan the common objective of society through agreement or compromise between opposed groups (tujuan bersama masyarakat melalui kesepakatan atau kompromi diantara kelompok-kelompok yang saling berlawanan). Maksudnya media massa harus membantu mempromosikan dan memfasilitasi prosedur demoktratik dalam upaya mensosialisasikan tujuan bersama, menampung setiap aspirasi dan gagasan terutama ketika perbedaan mulai menajam dan tanda-tanda konflik akan terjadi. Dalam konteks pemilu, media massa harus menginformasikan dengan jujur, akurat, dan fair mengenai calon-calon yang ada, meyakinkan publik bahwa pemilu merupakan moment yang penting untuk menentukan arah dan masa depan bangsa, dan menonjolkan gagasan yang berupa solusi ketika ada gelagat konflik. Gagasan ini dapat diperoleh dengan

wawancara pihak terkait sehingga masyarakat dapat memberikan penilain sendiri tentang isu yang sedang berkembang. Kekuatan Media Massa Kekuatan media massa di tengah masyarakat meliputi mengkonstruksi dan mendekonstruksi realitas hingga tercipta citra dan persepsi tertentu di masyarakat, mengagregasikan dan mengartikulasikan kepentingan atau tuntutan, memproduksi dan mereproduksi identitas budaya. Mengkonstruksikan dan Mendekonstruksikan Realitas Ini di tunjukan dalam hal pemberitaan. Dalam pemberitaan media massa biasanya memberikan prioritas liputan mengenai peristiwa ataupun isu tertentu dan mengabaikan yang lain (agenda setting). Disamping ini media massa juga memberikan penekanan pada substansi persoalan tertentu berkenaan dengan peristiwa atau isu tertentu dan mengabaikan substansi persoalan lain (framing).

Mengagregasikan dan Mengartikulasikan Kepentingan Dapat diamati dalam surat pembaca, liputan berita yang ekstensif dari hasil wawancara dengan elit politik, pemberitaan tentang penyampaian aspirasi termasuk aksi protes dan demonstrasi, pemuatan karikatur dan kartun, polling pendapat umum, serta acara talkshow. Memproduksi dan Mereproduksi Identitas Budaya

Kekuatan media massa dalam memproduksi dan mereproduksi identitas budaya dengan cara menyampaikan dan menyebarluaskan nilai-nilai budaya seperti busana, arsitektur, patung, lukisan, gaya hidup, masakan, kesenian, acara keagamaan, adat istiadat, yang semuanya memiliki signifikasi dengan identitas budaya. Pengaruh Media Massa Pada dasarnya media massa berpengaruh dalam menguatkan pendapat atau sikap tapi tidak untuk merubahnya. Namun secara rinci pengaruh media massa adalah: Pengendalian isu publik pada khalayak Terlihat dalam penguatan demi penguatan dalam teori agenda setting yang pada dasarnya akan mempengaruhi agenda masyarakat. Frame khalayak mengenai isu-isu public Saat ini sedang berkembang teori media framing yang mengatakan bahwa frame media mempengaruhi frame khalayak (persepsi khalayak tentang peristiwa dan isu tertentu). Pembentukan pendapat khalayak mengenai isu-isu public Hal ini nampak dengan berkembangnya teori spiral of salience yang mengatakan bahwa individu-individu khalayak sampai tingkat tertentu merajuk pada pemberitaan media untuk membangun pendapat-pendapat mengenai peristiwa atau isu tertentu dan juga membandingkan pendapat mana yang banyak pendukungnya. Pandangan, persepsi, dan penilaian terhadap realitas Setiap individu akan cenderung memiliki pandangan yang sama dengan yang dilaporkan oleh media massa terhadap sebuah realitas. Penumbuhan citra pada khalayak mengenai objek

Dengan adanya pemberitaan tentang sebuah objek (tokoh, partai politik, pemerintah, organisasi, perusahaan), baik yang positif ataupun yang negatif akan membentuk citra di mata masyarakat sesuai dengan pemberitaan.

You might also like