You are on page 1of 23

JURNAL PENGARUH AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP PENURUNAN DERAJAT KECEMASAN PADA LANSIA DI PANTI WREDHA ST.

YOSEPH KEDIRI

Oleh :

SGD 5
Ni Luh Nining Pratami I Wayan Dedy Surya Adi Tanaya Made Widya Pramesti Ni Luh Putu Ita Kristina P. Evi Noviantini Putu Tania Cicilia Wanti Made Maetri Pradnyayanthi I Dw Gd Suapriyantara I Gede Bayu Wirantika Ni Made Dwiyanti Gst.Pt.Ayu Tyas Meivi Raka P. ( 0902015007 ) ( 0902106026 ) ( 0902105030 ) ( 0902105048 ) ( 0902105056 ) ( 0902105057 ) ( 0902105058 ) ( 0902105062 ) ( 0902105063 ) ( 0902105072 ) ( 0902105077 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang dan tidak bisa dihindari oleh siapapun. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007, jumlah lansia di Indonesia mencapai 18,96 juta orang (Soelistiono, 2009). Meningkatnya jumlah lanjut usia membutuhkan penanganan yang serius karena secara alamiah lanjut usia itu mengalami penurunan baik dari segi fisik, biologi, maupun mentalnya. Menurunnya fungsi berbagai organ lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis (Nugroho, 2008). Proses menua manusia mengalami perubahan menuju ketergantungan fisik dan mental. Keluhan yang menyertai proses menua menjadi tanda adanya penyakit, biasanya disertai dengan perasaan cemas, depresi atau mengingkari penyakitnya. Namun, gangguan kecemasan muncul bila rasa cemas tersebut terus berlangsung lama, terjadi perubahan perilaku, atau terjadinya perubahan metabolisme tubuh (Siburian, 2008). Kecemasan adalah suatu keadaan perasaan kepribadian, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber actual yang tidak diketahui atau dikenal. Kecemasan yang tidak dapat teratasi dapat memperberat timbulnya penyakit fisik dan gangguan akibat stress (Doenges dkk., 2007). Sehingga kecemasan itu harus diatasi sedini mungkin . Dalam mengatasi kecemasan itu tidak hanya oleh lansianya saja namun perlu adanya partisipasi keluarga dan petugas kesehatan khususnya perawat. Peran perawat sangat penting dalam upaya penanggulangan kecemasan dan berupaya agar pasien tidak merasa cemas melalui asuhan keperawatan komprehensif secara biopsikososialspiritual. Sejauh ini kecemasan hanya dapat dikurangi dengan obat-obat farmakologis dan psikoterapi, tetapi kebanyakan orang memilih teknik alternatif yang murah dan aman. Terdapat berbagai macam teknik alternatif yang dapat di pilih seperti salah satunya Aromaterapi lavender. Aromaterapi lavender bekerja dengan mempengaruhi tidak hanya fisik tetapi juga tingkat emosi (Balkam, 2001). Aromaterapi bekerja dengan merangsang sel-sel saraf penciuman dan mempengaruhi kerja sistem limbik dengan meningkatkan perasaan positif

dan rileks (Style, 2006). Berdasarkan latar belakang di atas kami tertarik untuk menganalisa mengenai pengaruh aromaterapi lavender terhadap penurunan derajat kecemasan pada lansia. 1.2 Rumusan Masalah Dalam bab selanjutnya terdapat pembahasan yang dirumuskan sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana pengaruh penggunaan aromaterapi lavender terhadap penurunan derajat

kecemasan pada lansia? 1.2.2 Bagaimanakah penerapan penggunaan aromaterapi lavender terhadap penurunan derajat kecemasan pada lansia berdasarkan teori yang ada?
1.2.3 Bagaimanakah analisa PICOT terhadap jurnal tersebut?

1.2.4 Bagaimanakah implikasi keperawatan dalam penerapan penggunaan aromaterapi lavender terhadap penurunan derajat kecemasan pada lansia? 1.3 Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui pengaruh penggunaan aromaterapi lavender terhadap

penurunan derajat kecemasan pada lansia 1.3.2 Untuk mengetahui penerapan penggunaan aromaterapi lavender terhadap penurunan derajat kecemasan pada lansia berdasarkan teori yang ada
1.3.3 Untuk mengetahui analisa PICOT terhadap jurnal tersebut

1.3.4

Untuk mengetahui implikasi keperawatan dalam penerapan penggunaan

aromaterapi lavender terhadap penurunan derajat kecemasan pada lansia 1.4 Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh melalui pembahasan-pembahasan yang tercantum dalam makalah ini antara lain :
1.4.1 Mengetahui

pengaruh penerapan

penggunaan penggunaan

aromaterapi aromaterapi

lavender lavender

terhadap terhadap

penurunan derajat kecemasan pada lansia 1.4.2 1.4.3 Mengetahui penurunan derajat kecemasan pada lansia berdasarkan teori yang ada Mengetahui analisa PICOT terhadap jurnal tersebut

1.4.4

Mengetahui

implikasi

keperawatan

dalam

penerapan

penggunaan

aromaterapi lavender terhadap penurunan derajat kecemasan pada lansia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. AROMATERAPI LAVENDER 2.1.1 Pengertian Aromaterapi Lavender Aromaterapi Secara etimologis, aromaterapi berasal dari dua kata yaitu aroma dan terapi. Aroma berarti bebauan atau wewangian sedangkan terapi berarti penyembuhan. Aromaterapi didefinisikan sebagai penggunaan terapi minyak esensial yang diekstrak dari tanaman dengan penyulingan; digunakan dengan inhalasi, diperkenalkan secara internal, atau dioleskan. (Dorland, 2007). Lavender Lavender memiliki nama latin Lavandula afficinalis syn. L. angustifolia. Tumbuhan yang termasuk dalam suku Lamiaceae ini memiliki 25-30 spesies. Kini Lavender berkembang di seluruh Eropa Selatan, Australia, dan Amerika Serikat. Lavender adalah tumbuhan pendek bercabang yang tumbuh hingga ketinggian sekitar 60 cm. Minyak Lavender dari bunga yang berwarna ungu memberikan aroma yang harum. Aromaterapi Lavender Aromaterapi lavender adalah aromaterapi menggunakan minyak esensial dari bunga lavender. 2.1.2 Kandungan Aromaterapi Lavender

Monoterpene Hidrokarbon Camphene Alokasi-ocimene Limonene Geraniol Lavandulol Nerol

2.1.3

Manfaat dan Efek Samping Aromaterapi Lavender Manfaat Aromaterapi Lavender Meredakan kegelisahan Mengatasi insomnia Mengatasi depresi Mengurangi perasaan ketegangan Mengatasi alopecia (kerontokan rambut) Mengurangi kecemasan, stres, dan nyeri pasca operasi Mempengaruhi suasana hati menjadi tenang Meningkatkan kewaspadaan dan kemampuan berkonsentrasi Beberapa orang mengalami alergi terhadap lavender. Beberapa

Efek Samping Aromaterapi Lavender gejala alergi meliputi mual, muntah, menggigil, dan sakit kepala saat menghirup minyak lavender atau mengoleskannya pada kulit. Mereka yang alergi atau sensitif terhadap minyak lavender harus berhenti menggunakannya dan berkonsultasi dengan dokter. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine pada tahun 2007 menyebutkan bahwa minyak lavender mungkin tidak aman digunakan oleh anak-anak karena bisa menyebabkan gangguan hormon yang mengakibatkan pertumbuhan payudara abnormal. Disarankan untuk memberikan minyak lavender sebagai obat luar pada anak-anak dan hanya pada dosis yang diencerkan.

2.2. KONSEP KECEMASAN PADA LANSIA 2.2.1 Pengertian Lansia Menurut Setiawan (dalam buku Tamher & Noorkasiani) para ahli membedakan lanjut usia dalam dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia biologis. Usia kronologis dihitung dengan tahun kalender. Di Indonesia, dengan usia pensiun 56 tahun, barang kali dapat dipandang sebagai batas seseorang mulai memasuki usia lanjut, namun dalam perkembangan selanjutnya, menurut Undang-

Undang No. 13 Tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60 tahun ke atas adalah yang paling layak disebut usia lanjut. Usia biologis adalah usia yang sebenarnya. Di mana biasanya diterapkan kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia biologis. Selain itu, menurut Departemen Kesehatan RI (Buku Pedoman Pembinaan, 2000) dikenal pula usia psikologis, yaitu yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk dapat mengadakan penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya. Menurut BKKBN 1998, penduduk lansia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, ditandai dengan penurunan daya tahan fisik dan rentan terhadap penyakit yang mengakibatkan kematian. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa usia lanjut meliputi: usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu kelompok usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu kelompok usia 75-90 tahun, usia saat tua (very old) yaitu kelompok usia di atas 90 tahun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lansia adalah kelompok orang yang berumur lebih dari 60 tahun yang secara fisiologis mengalami kemunduran baik dari segi biologis, ekonomi maupun sosial secara bertahap hingga akhirnya sampai pada kematian. 2.2.2 Pengertian Cemas Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Kecemasan itu mempunyai segi yang disadari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa/bersalah, terancam dan sebagainya. Juga ada segi-segi yang terjadi di luar kesadaran dan tidak bisa menghindari perasaan yang tidak menyenangkan itu. (Daradjat, 2001). Gangguan kecemasan berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif konvulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Onset awal gangguan panik pada lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa muda,

tetapi efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia. (Hawari, 2001) 2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Lansia Menurut Noorkasiani dan Tamher (2009), pada setiap stresor seseorang akan mengalami kecemasan, baik ringan, sedang, maupun berat. Pada lansia dalam pengalaman hidupnya tentu diwarnai oleh masalah psikologi. Banyak faktor yang mempengaruhi kecemasan pada lansia, antara lain: Pekerjaan Pada umumnya setelah orang memasuki lansia, ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi semakin lambat. Sementara fungsi psikomotor (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak, seperti gerakan, tindakan, dan koordinasi, yang mengakibatkan lansia kurang cekatan (Sutarto dan Cokro, 2009). Tuckman dan Lorge (dikutip dari Stieglitz, 1954) menemukan bahwa pada waktu menginjak usia pensiun (65 tahun) hanya 20% diantara orang-orang tua tersebut yang masih betul-betul ingin pensiun, sedangkan sisanya sebenarnya masih ingin bekerja terus (Tamher dan Noorkasiani, 2009). Pensiun setelah bertahun-tahun bekerja dapat membahagiakan dan memenuhi harapan, atau hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik dan mental. Setelah pensiun beberapa orang tidak pernah dapat menyesuaikan diri dengan waktu luangnya dan selalu merasa mengalami hari yang panjang. Beberapa lansia tidak termotivasi untuk mempertahankan penampilan mereka ketika mereka tidak atau hanya sedikit melakukan kontak dengan orang lain diluar rumahnya (Stanley dan Patricia, 2006). Kehilangan peran kerja sering memiliki dampak besar bagi orang yang telah pensiun. Identitas biasanya berasal dari peran kerja, sehingga individu harus membangun identitas baru pada saat pensiun. Mereka juga kehilangan struktur pada kehidupan harian saat mereka tidak lagi memiliki jadwal kerja. Interaksi

sosial dan interpersonal yang terjadi pada lingkungan kerja juga telah hilang. Sebagai penyesuaian, lansia harus menyusun jadwal yang bermakna dan jaringan soaial pendukung (Potter Perry, 2009). Status kesehatan Menurut Kuntjoro (2002), setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersikap patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnaya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Meski kebanyakan individu lansia menganggap dirinya dalam keadaan sehat, namun empat dari lima mereka menderita paling tidak satu penyakit kronis. Pada periode kehidupan selanjutnya kondisi akut akan terjadi dengan frekuensi yang lebih jarang, sementara penyakit kronis lebih sering. Kemajuan proses penyakit mengancam kemandirian dan kualitas hidup dengan membebani kemampuan melakukan perawatan personal dan tugas sehari-hari (Smeltzer dan Brenda, 2001). Kecemasan bisa terjadi karena suatu kelainan medis atau pemakaian obat. Penyakit yang bisa menyebabkan kecemasan adalah kelainan neurologis (cedera kepala, infeksi otak, penyakit telinga bagian dalam), kelainan jantung & pembuluh darah (gagal jantung, aritmia), kelainan endokrin (kelenjar adrenal atau kelenjar tiroid yang hiperaktif), kelainan pernafasan (asma dan penyakit paru obstruktif menahun). Obat-obatan yang dapat menyebabkan kecemasan adalah alkohol, stimulan (perangsang), kafein, kokain dan obat-obat yang diresepkan lainnya. Kehilangan pasangan Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya (Tarwoto, 2006). Pengalaman kehilangan melalui kematian kerabat dan teman merupakan

bagian

sejarah kehidupanyang dialami lansia.

Termasuk pengalaman

kehilangan keluarga yang lebih tua dan terkadang kehilangan anak (Potter Perry, 2009). Salah satu dari kehilangan yang terberat yang dapat dialami individu adalah kematian pasangan. Jika kehilangan pasangan terjadi pada masa tua, seseorang tersebut memiliki risiko mengalami depresi, cemas, dan penyalahgunaan zat yang lebih tinggi dibandingkan individu yang yang lebih muda karena penurunan ketahanan terhadap kesulitan, insiden penyakit kronis yang lebih tinggi, dan kerusakan jaringan dukungan sosial. Lansia bahkan memiliki risiko mengalami penyakit fisik dan mental yang lebih tinggi dibandingkan individu yang lebih muda (Stockslager dan Liz, 2007). Kematian pasangan lebih banyak dialami wanita lansia dibandingkan pria dan kecenderungan ini masih akan terus berlangsung (Potter Perry, 2009). Keluarga Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia (Maryam dkk., 2008). Bagi para orang lanjut usia yang tinggal jauh dari anak cucu ataupun tinggal di rumah perawatan, ternyata kehadiran orang lain sangat berarti (Hadi, 2004). Lansia mungkin dapat mengalami pengasingan dari anggota keluarga karena banyak alasan, seperti penyalahgunaan obat atau alkohol dan ketidaksetujuan terhadap agama, orientasi seksual, pilihan terhadap pasangan pernikahan, masalah keturunan, atau masalah bisnis. Pengasingan dari cucu dan cicit dapat sangat menykitkan. Seiring dengan waktu, lansia dapat merindukan untuk membina ikatan keluarga yang pecah tahun-tahun sebelumnya. Merujuk pasien tersebut ke terapi keluarga dapat sangat efektif (Stockslager dan Liz, 2007). Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan

bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang akan terjadi akan meningkat (Stuart dan Sundeen, 1995). Dukungan sosial Komponen penting yang lain dari masa tua yang sukses dan kesehatan mental adalah adanya sistem pendukung yang efektif. Sumber pendukung pertama biasanya merupakan anggota keluarga seperti pasangan, anak-anak, saudara kandung, atau cucu. Namun, struktur keluarga akan mengalami perubahan jika ada anggota yang meninggal dunia, pindah ke daerah lain, atau menjadi sakit. Oleh karena itu, kelompok pendukung yang lain sangat penting. Beberapa dari kelompok ini adalah tetangga, teman dekat, kolega sebelumnya dari tempat kerja atau organisasi, dan anggota lansia di tempat ibadah (Stanley dan Patricia, 2006). Ketika individu dewasa mencapai usia lanjut, jaringan pendukung sosial mereka mulai terpecah ketika teman meninggal atau pindah. Kekuatan dan kenyamanan yang diberikan oleh teman-temannya ini, yang membantu individu menahan atau mengatasi kehilangan, tidak ada lagi. Kehilangan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya penyakit fisik dan mental pada masa tua (Stanley dan Patricia, 2006).

BAB III ANALISIS DATA

3.1 Pengaruh Penggunaan Aromaterai Lavender Terhadap Penurunan Derajat Kecemasan Pada Lansia Berdasarkan hasil uji statistic SPSS T-Test diperoleh hasil dengan tingkat signifikasi 000 yang berarti terdapat pengaruh antara sebelum dan sesudah pemberian aromaterapi lavender dalam menyrunkan derajat kecemasan pada lansia di Panti Wredha St. Yoseph Kediri. Secara teoritis aromaterapi lavender mempengaruhi tidak hanya fisik tetapi juga tingkat emosi (Balkam, 2001) Aromaterapi bekerja dengan merangsang sel-sel saraf penciuman dan mempengaruhi kerja system limbic dengan meningkatkan perasan positif dan rileks (Style, 2006) sewaktu menarik nafas rangsangan bau mendatangi sel pengindra lewat difusi melalui udara. Molekul bau terikat langsung ke reseptor pembau atau ke protein pengikat spesifik yang membawa bau ke reseptor. Jika jumlah molekul bau cukup terikat ke reseptor, potensial reseptor menjadi kuat untuk menyebabkan saraf menyalakan potensial aksi. Seluruh peristiwa disampaikan ke otak menuju sistem limbik yang bertanggung jawab terhadap emosi secara bertahap dan otak mendaftar sebagai bau spesifik. Karena ada bau yang spesifik otak kemudian melepaskan serotonin yang membuat perubahan fisiologis pada tubuh, pikiran, jiwa, dan menghasilkan efek menenangkan pada tubuh (Admin , 2007 dan Nurachman , 2004). Hasil penelitian di atas menunjukkan adanya pengaruh aromaaterapi lavender terhadap penurunan derajat kecemasan. Hal ini dikarenakan setelah lansia menghirup aromaterapi lavender akan masuk melalui hidung kemudian oleh reseptor saraf diterima sebagai signal yang baik dan kemudian dipresentasikan sebagai bau yang menyenangkan dan akhirnya sensori bau tersebut masuk dan mempengaruhi sistem limbik sebagai pusat emosi seseorang sehingga perasaan menjadi lebih rileks. Dengan perasaan yang tenang akan membuat lansia dapat berfikir dengan tenang untuk mengatasi stressor, sehingga akan tercipta koping yang adaptif. Koping yang adaptif membuat lansia dapat menerima kondisinya dengan baik dan tidak menjadikan beban penuaan sebagai beban hidupnya. Dari pemikiran tersebut maka lansia akan mengalami kecemasan dengan tingkat ringan saja atau bahkan tidak ada kecemasan sama sekali. Dan menurut Dr. Alan Huck (neurology psikiater dan Direktur Pusat Penelitian Bau dan Rasa di Chicago), bau berpengaruh langsung terhadap otak manusia, mirip narkotika. Ternyata hidung kita memiliki kemampuan untuk membedakan lebih dari 100.000 bau yang berbeda yang mempengaruhi kita dan itu terjadi tanpa kita sadari. Bau-bauan tersebut mempengaruhi bagian otak

yang berkaitan dengan mood (suasana hati), emosi, ingatan, dan pembelajaran. Misalnya, dengan menghirup aroma lavender maka akan meningkatkan gelombang-gelombang alfa di dalam otak dan gelombang inilah yang membantu kita untuk merasa rileks. Sementara dengan menghirup aroma bunga melati maka akan meningkatkan gelombang-gelombang beta dalam otak yang meningkatkan ketangkasan dan kesiagaan.) Selain itu Lavender dipercaya bisa membantu terciptanya keseimbangan tubuh dan pikiran. 3.2 Penerapan Penggunaan Aromaterai Lavender Terhadap Penurunan Derajat Kecemasan Pada Lansia Berdasarkan Teori yang Ada Dalam buku saku Asuhan Keperawatan Gerontik edisi 2 oleh Jaime L.Stockslager & Liz Schaeffer tahun 2007, menguraikan bahwa penggunaan aroma terapi telah dilakukan, dan sangat popular di eropa dengan metode penggunaan dihirup/inhalasi, dimassage ke kulit, atau dimasukkan ke dalam air mandi untuk menciptakan sensari menyenangkan, meningkatkan relaksasi, atau mengobati/mencegah penyakit tertentu baik fisik maupun psikologis seperti cemas. ketika diabsorpsi minyak aromaterapi diabsorpsi oleh jaringan tubuh, minyak ini akan bertinteraksi dengan hormon dan enzim untuk menghasilkan perubahan tekanan darah, frekuensi nadi dan fungsi fisiologis lainnya. terapi aroma dapat dipakai aroma dapat dipakai sendiri atau diberikan oleh terapi aroma yang terlatih. Aromaterapi terdapat berbagai macam jenisnya salah satunya adalah lavender(lavandula angustifolia) yang dapat berfungsi untuk efek antiinflamasi dan antibakteri, mengobati luka bakar, sengatan serangga, meredakan sakit perut dan kolik, meredakan sakit gigi dan nyeri karena tumbuh gigi, meredakan stress fisik atau mental seperti cemas. Metode pemakaian aromaterapi seperti: 1. Massase, massase membutuhkan minyak perantara dan untuk massase seluruh tubuh membutuhkan meja massase. Massase mencakup mengencerkan minyak alami seperti lavender dengan minyak perantara dan mengoleskannya ke seluruh tubuh dengan menggunakan teknik massase 2. Inhalasi, membutuhkan semangkuk air hangat dan sebuah handuk besar. Dengan handuk digunakan untuk menutupi kepala, pasien menunduk di atas mangkuk berisi air beruap yang mengandung beberapa tetes minyak alami. Pasien menghirup uap air selama beberapa

menit. Perhatian khusus pada inhalasi, pasien pasien harus menjaga wajahnya cukup jauh dari permukaan air untuk menghindari cedera luka bakar. 3. Untuk mandi, pasien membutuhkan bak mandi yang diisi dengan air hangat. Tambahkan beberapa tetes minyak alami ke permukaan air hangat dan kemudian berendam di dalam bak mandi selam 10-20menit dengan menghirup uap air saat berendam 4. Difusi, membutuhkan micromist atau alat difusi lilin atau cincin keramik yang dapat diletakkan di lampu pijar. Metode ini mencakup memberikan beberapa tetes minyak alami pada alat difusi dan menyalahkan sumber panas untuk mendisfusikan pertikel-partikel mikro minyak ke udara. Rata-rata membutuhkan waktu 30menit. Perhatian khusus pada difusi adalah pasien setidaknya harus 1m jauhnya dari alat(Jaime L.Stockslager & Liz Schaeffer, 2007) Beberapa jurnal dan artikel yang mendukung dalam penggunaan aromaterapi khususnya lavender dalam mengatasi kecemasan yang sering terjadi pada lansia diantaranya:
1.

Jurnal berjudul Lavender Minyak Untuk Kegelisahan dan Depresi oleh Jeremy Appetonl tahun 2012, menguraikan bahwa lavender dapat mengatasi kecemasan dan telah terbukti efektif dalam pengelolaan kecemasan dari uji klinis terkontrol pada hewan dan tidak terkontrol dengan mekanisme kadungan linalool asetat linalyl yang merupakan bahan aktif mutama pada minyak lavender, terbukti menghambat pengikatan glutamate di otak, menghambat pelepasan asetilkolin dan mempengaruhi konduktasi ion dalam neuron. linalool asetat linalyl menunjukan dapat mengerahkan efek relaksasi. Komisi E Monographs Jerman terdaftar kontraindikasi, efek samping, atau interaksi obat untuk bunga lavender. bahwa tidak ada Tetapi Penggunaan

internal dari minyak atsiri minyak lavender telah dilaporkan menyebabkan mual dan mengantuk setelah asupan berlebihan. Efek ini mungkin dosis dan / atau kualitas, seperti terjadinya mual adalah lebih tinggi pada kelompok plasebo daripada di kelompok perlakuan. Dosis efektif minyak lavender disarankan untuk menjadi 20-80 mg per hari. Dengan kombinasi paling kuat dari efikasi dan tolerabilitas digunakan suplementasi oral 80 mg per hari dari minyak lavender yang jelas.
2.

Dalam review of aromatherapy studies, Cook and Ernst tahun 2000 dikatakan bahwa aromaterapi dapat membantu menurunkan kecemasan dan stress jangka pendek Dalam penelitian Lavender Untuk Gangguan Kecemasan Umum th 2010 oleh Woelk H, Schlafke S. mengatakan bahwa kapsul minyak lavender mampu mengurangi tingkat kecemasan. Selain itu,

3.

para peneliti juga mencatat bahwa kapsul minyak lavender tidak menyebabkan kantuk dan tidak memiliki risiko penyalahgunaan (kecanduan).
4.

Dalam penelitian Nervine Herbs For Treating Anxiety th 2004 oleh Kathy Abascal, B.S., J.D., R.H. (AHG) & Eric Yarnell, N.D., R.H. (AHG) mengatakan bahwa obat herbal dapat mengatasi kecemasan dari tingkat ringan hingga sedang. Penggunaan lavender dikatakan dapat membantu memberikan ketenangan, mengurangi sakit kepala, antimikroba dan penyembuhan luka ringan.

3.3 Analisa PICOT Populasi/ Pasien : Populasi dari penelitian ini berjumlah 10 orang, dengan usia 60 69 tahun sebanyak 2 orang, 70 79 tahun sebanyak 8 orang dengan tingkat pendidikan tidak sekolah sebanyak 4 orang, dan SD sebanyak 6 orang. Lansia diberikan pre test dan post test sebagai indicator penurunan kecemasan sebelum dan sesudah diberikan aroma terapi. Intervensi : Intervensi yang diberikan pada lansia dengan tingkat kecemasan ringan hingga berat adalah dengan pemberian aroma terapi lavender. Comparison : Pada jurnal tersebut tidak dijelaskan penggunaan aroma lavender itu dalam satu hari serta efek jangka panjang setelah penggunaan terapi seperti efek ketergantungan dan sebagainya. Di dalam jurnal ini dijelaskan perubahan penurunan stressor setelah menghirup aroma lavender. Setelah lansia menghirup aromaterapi lavender molekul serta pertikel lavender akan masuk melalui hidung kemudian oleh reseptor saraf diterima sebagai signal yang baik dan kemudian di presentasikan sebagai bau yang menyenangkan dan akhirnya sensori bau tersebut masuk dan mempengaruhi sistem limbik sebagai pusat emosi seseorang sehingga perasaan menjadi lebih rileks. Berikut tabel perbandingan antara lansia sebelum diberikan terapi dan sesudah diberikan terapi No responden 1. 2. Sebelum Aroma terapi Kecemasan Derajat Berat Ringan 3 1 Sesudah Aroma terapi Kecemasan Derajat Ringan Tak ada 1 0 Penurunan kecemasan 2 1

3. Sedang 2 Ringan 1 1 4. Sedang 2 Ringan 1 1 5. Berat 3 Sedang 2 1 6. Ringan 1 Tak ada 0 1 7. Ringan 1 Tak ada 0 1 8. Ringan 1 Ringan 1 9. Sedang 2 Ringan 1 1 10. Sedang 2 Ringan 1 1 Jumlah 18 8 10 Rata rata 1,8 0,8 1,0 Dalam artikel yang dipublikasian oleh University Maryland Medical Center, disebutkan juga bahwa aromaterapi lavender dapat menurunkan tingkat agitasi karena dapat memperlambat aktivitas system saraf sehingga meningkatkan relaksasi dan memperbaiki suasana hati. Dalam artikel juga dijelaskan penggunaan aromaterapi yaitu dengan 2 - 4 tetes dalam 2 - 3 gelas air mendidih. Bagi penderita asma dan memiliki penyakit paru lainnya sebaiknya dikonsulkan dulu penggunaan aroma terapi ini. Dalam artikel juga dijelaskan bahwa lavender kemungkinan memiliki efek samping berupa efek depresan saraf pusat karena memiliki efek relaksasi meskipun belum ada laporan. Dijelaskan juga mengenai efek alergi terhadap terapi seperti mual, muntah, sakit kepala dan menggigil. Dalam jurnal Nerving herb for anxiety treatment dijelaskan selain lavender terdapat tanaman lainnya yaitu kayu putih sebagai terapi, kayu putih mengandung mucilages, flavonoids, phenolic carbon acids, and minyak essential selain efek sedatif kayu putih juga memiliki efek diuretik yang dapat mengurangi jumlah air di dalam tubuh, sehingga penggunaannya harus diawasi.

Outcome : Dari hasil penelitian di Panti Wredha St.Yoseph Kediri diketahui bahwa lansia disana mengalami derajat kecemasan yang berbeda. Lansia di Panti Wredha St.Yoseph Kediri yang mengalami kecemasan ringan cenderung memiliki sikap terbuka, mudah bersosialisasi dengan orang lain bahkan dengan orang baru, memiliki banyak teman dan lebih bisa menerima perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya baik secara fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual. Lansia yang mengalami kecemasan sedang cenderung kurang dapat menerima setiap perubahan yang terjadi dari proses menua, kurang mau bergaul dengan temannya dan memiliki sifat sedikit tertutup. Berbeda dengan lansia yang mengalami kecemasan berat yang cenderung menutup diri,

menghindar bila ada orang baru dalam lingkungannya dan lebih suka menyendiri dikamar. Dari hal diatas dapat diketahui adanya perbedaan dari sikap penerimaan lansia terhadap perubahan yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis dari lansia ternyata dapat memberikan pengaruh terhadap kecemasan, berdasarkan hasil penelitian derajat kecemasan pada lansia sesudah diberikan aromaterapi lavender di Panti Wredha St.Yoseph Kediri didapatkan mayoritas responden (lebih 90%) mengalami penurunan derajat kecemasan setelah di berikan aromaterapi Lavender yaitu sebanyak 9 orang (90%). Time : Penelitian ini menghabiskan waktu selama 1 bulan yaitu dari 5 Agustus 2008 sampai dengan 5 September 2008, Jurnal ini dipublikasikan pada bulan Desember 2010. 3.4 Implikasi Keperawatan dalam Penerapan Penggunaan Aromaterai Lavender Terhadap Penurunan Derajat Kecemasan Pada Lansia 1.Perawat sebagai Pemberi Perawatan Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan social. Pemberi asuhan memberikan bantuan bagi klien dan keluarga dalam menetapkan tujuan dan mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan energi dan waktu yang minimal. (Potter&Perry, 2005) Peran utamanya adalah memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang meliputi intervensi/tindakan keperawatan, observasi, pendidikan kesehatan, dan menjalankan tindakan medis sesuai dengan pendelegasian yang diberikan. Peran perawat dalam pengkajian : pengumpulan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan klien dan keluarga, observasi pemeriksaan fisik, konsultasi dengan anggota tim kesehatan lainnya dan meninjau kembali tingkat kecemasan pasien Peran perawat dalam menegakkan diagnosis keperawatan : perawat menganalisis data yang telah dikaji dari klien baik itu dari data subjektif ataupun data objektif. Dalam hal ini diagnosa yang ditekankan adalah adanya kecemasan. Peran perawat dalam melakukan intervensi keperawatan: Peran perawat dalam hal ini melakukan tindakan pemberian aromaterapi, dan melakukan evaluasi setelah

melakukan tindakan. Dimana dalam hal ini perawat mempunyai kewajiban menentukan dan memberikan jenis terapi yang sesuai dengan kondisi pasien menggunakan prinsip pemberian terapi yang benar dan memperhatikan efek kerja dari terapi tersebut dalam menunjang keberhasilan tindakan yang dijalani oleh pasien. 2.Perawat sebagai Pembuat Keputusan Klinis Untuk memberikan perawatan yang efektif, perawat menggunakan keahliannya berfikir kritis melalui proses keperawatan. Perawat membuat keputusan sendiri ataupun berkolaborasi dengan klien dan keluarga. Selain itu, perawat juga bekerja sama dan berkonsultasi dengan pemberi perawatan kesehatan professional lainnya. (Potter&Perry, 2005) Dalam hal ini, implikasi keperawatan sebagai pembuat keputusan klinis antara lain: perawat terlebih dahulu membina hubungan saling percaya dengan pasien sehingga pasien dapat mengungkapkan masalah kecemasan yang dialaminya terkait dengan berbagai etiologinya dan mekanisme koping yang dimiliki oleh pasien, perawat dapat berkolaborasi dengan klien atupun keluarga klien untuk menilai kecemasan pasien dan membantu pasien untuk menggunakan mekanisme koping yang adaptif dalam mengatasi setiap permasalah yang menyebabkan kecemasan, perawat juga dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya misalnya seorang psikolog.

3.Perawat sebagai Pelindung dan Advokat Klien Sebagai pelindung perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan. (Potter&Perry, 2005) Dalam hal ini perawat dapat membantu pasien dengan cara memberikan lingkungan yang nyaman bagi pasien, memastikan bahwa pasien tidak memiliki alergi terhadap obat yang diberikan selama tindakan. Dalam menjalankan peranya sebagai advokat, perawat melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan. Seperti contoh perawat memberikan informasi tambahan bagi klien yang sedang berusaha untuk memutuskan tindakan yang terbaik bagi pasien.

4.Perawat sebagai Pembaharu dan Peneliti Disini perawat berperan melakukan riset keperawatan guna mengembangan metode yang semakin baik untuk memberikan layanan kepada pasien secara maksimal. Perawat tidak hanya bertugas dalam pelayanan langsung terhadap pasien tapi juga dapat membuat suatu inovasi yang dapat membuat suatu sistem baru dalam pelayanan kesehatan misalnya dalam jurnal ini yaitu aromaterapi lavender yang dapat mengurangi tingkat kecemasan lansia. Dalam kasus ini kita sebagai perawat juga dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai keefektifan terapi aromaterapi lavender untuk menurunkan kecemasan apakah bisa membantu secara optimal pada lansis. Selain itu kita sebagai perawat dapat meneliti metodemetode yang terkait dengan masalah kecemasan. 5.Perawat sebagai Pemberi Kenyamanan Sebagai pemberi kenyamanan, perawat sebaiknya membantu klien untuk mencapai tujuan yang terapeutik bukan memenuhi ketergantungan emosi dan fisiknya. (Potter&Perry, 2005) Implikasi keperawatan yang dapat dilakukan seorang perawat terkait dengan perannya sebagai pemberi kenyamanan adalah tentunya memberi kenyamanan terhadap pasien saat terapi. Kenyamanan yang diberikan baik dari kenyamanan fisik dan psikologis. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien harus tetap menjaga kenyamanan pasien sehingga tidak menambah kecemasan pasien. 6.Perawat sebagai Penyuluh Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan dalam hal ini kecemasan sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Perawat memberikan edukasi bagaimanana pentingnya penanganan pemberian aromaterapi lavender, dan peran perawat dalam manajemen kecemasan selama tindakan pemberian aromaterapi.

BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan 1. Aromaterapi lavender dapat digunakan untuk menciptakan sensari menyenangkan, meningkatkan relaksasi, atau mengobati/mencegah penyakit tertentu baik fisik maupun psikologis seperti cemas dengan menggunakan berbagai macam metode seperti massase, inhalasi, untuk mandi ataupun difusi. 2. Aromaterapi lavender dapat menurunkan derajat kecemasan pada lansia, hal ini dikarenakan setelah lansia diberikan aromaterapi lavender dengan berbagai metode seperti metode inhalasi, yang ada akan masuk melalui hidung kemudian oleh reseptor saraf

diterima sebagai signal yang baik dan dipresentasikan sebagai bau yang menyenangkan dan akhirnya sensori bau tersebut masuk dan mempengaruhi sistem limbik sebagai pusat emosi seseorang sehingga perasaan menjadi lebih rileks. Ketika penggunaan secara massase, minyak aromaterapi diabsorpsi oleh jaringan tubuh, minyak ini akan bertinteraksi dengan hormon dan enzim untuk menghasilkan perubahan tekanan darah, frekuensi nadi dan fungsi fisiologis lainnya 3. Peran keperawatan dalam pemberian aromaterapi lavender kepada lansia dapat meliputi peran sebagai pemberi asuhan keperwatan, peneliti, pelindung/advokat klien, pemberi keputusan klinis, kenyamanan dan penyuluh 4.2 Saran 1. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat secara continue menggali informasiinformasi terbaru mengenai penggunaan aromaterapi lavender dalam menurunkan tingkat kecemasan pada lansia untuk mengetahui perkembangan terbaru baik dari efek samping yang mungkin terjadi dalam jangka panjang penggunaan, dosis pemberian dan hal-hal khusus yang perlu diperhatikan. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dapat melakukan studi penelitian lanjutan mengenai penggunaan aromaterapi lavender untuk lansia 3. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dapat memberikan asuhan keperwatan kepada masyarakat mengenai penggunaan aromaterapi lavender, evidence base practice menangani kecemasan pada lansia

Daftar Pustaka Elli, Erva. 2010. Jurnal Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Penurunan Derajat Kecemasan Pada Lansia Di Panti Wredha ST Yoseph Kediri: Kediri: STIKES RS. Baptis Kediri Anonim. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24374/3/Chapter%20II.pdf (akses tgl 21 Juni 2012) Anonim. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24808/4/Chapter%20II.pdf (akses tgl 21 Juni 2012) Rizal, F. Muhammad.2011. http://www.scribd.com/doc/88638540/PENDUDUK-LANJUTUSIA. UGM : Yogyakarta (Akses tanggal 21 Juni 2012) Hartanto, D. Agung. 2010. http://health.detik.com/read/2010/04/27/184146/1346625/769/herballavender (Akses tgl 22 Juni 2012)

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,dan Praktek Volume 1 Edisi 4. Jakarta :EGC

You might also like