You are on page 1of 6

2.3.

2 Rock Mass Rating (RMR) Bieniawski (1989) mempublikasikan suatu metode klasifikasi massa batuan yang dikenal dengan Geomechanics Classification atau Rock Mass Rating (RMR). Metode rating digunakan pada klasifikasi ini. Metode ini telah dikenal luas dan banyak diaplikasikan pada keadaan dan lokasi yang berbeda-beda seperti tambang dengan batuan keras, terowongan, tambang batubara, kestabilan lereng dan kestabilan pondasi. RMR system menggunakan 6 parameter sebagai masukan. Dari 6 parameter yang diperhitungkan dalam RMR system itu, 4 diantaranya mewakili struktur geologi yaitu : 1. RQD (Rock Quality Designation) 2. Spasi kekar 3. Kondisi kekar 4. Orientasi kekar Sedangkan yang dua lainnya masing-masing kuat tekan uniaksial atau kuat tarik dan kondisi air tanah. 2.3.2.1 Rock Quality Designation Seperti yang diusulkan oleh Deere (1967) bahwa RQD merupakan salah satu parameter penting dalam memperkirakan kualitas massa batuan. Oleh sebab itu, banyak para peneliti yang menggunakan parameter ini dalam sistem klasifikasi yang diusungnya. RQD merupakan penjumlahan panjang inti bor yang lebih dari > 100 mm yang kemudian dibagi dengan panjang total dan dinyatakan dalam persen. Apabila core log tidak tersedia maka perhitungan RQD dapat diperoleh dengan metode tak langsung seperti yang diusulkan oleh Priest dan Hudson (1976) seperti yang ditunjukkan pada persamaan (2.4). RQD = 100e-0.1(0.1 + 1) ................................................................................ (2.4)

Keterangan: RQD = Rock Quality Designation = Jumlah Kekar Rata-rata Per Meter. Tabel 2.12 Pembobotan RQD
RQD (%) Rock Quality Rating < 25 Very poor 3 25-50 Poor 8 50-75 Fair 13 75-90 Good 17 90-100 Excellent 20

2.3.2.2 Spasi Kekar Spasi kekar merupakan jarak tegak lurus antar kekar yang berdekatan yang diukur dengan garis bantu scanline. Dalam perhitungannya, spasi kekar dalam satu set kekar dirata-ratakan berdasarkan jumlah kekar dalam satu set tersebut. Kemudian, dalm satu garis scanline, spasi kekar rata-rata tiap set dirata-ratakan berdasarkan jumlah set kekar. Tabel 2.13 Pembobotan spasi kekar
Description Spacing (m) Rating Very wide >2 20 Wide 0,6-2 15 Moderate 0,2-0,6 10 Close 0,06-0,2 8 Very close < 0,06 5

Apabila terdapat lebih dari satu set kekar dan spasi tiap set bervariasi, maka dapat diberikan nilai bobot (rating) terendah. 2.3.2.3 Kondisi Kekar Ada lima karakteristik kekar yang masuk dalam pengertian kondisi kekar, meliputi kemenerusan, jarak antar permukaan kekar, kekasaran kekar, material pengisi dan tingkat kelapukan. Kemenerusan (continuity)

Panjang dari suatu kekar dapat dikuantifikasi secara kasar dengan mengamati panjang jejak kekar pada suatu bukaan. Pengukuran ini masih sangat kasar dan belum mencerminkan kondisi kemenerusan kekar yang sebenarnya. Seringkali panjang jejak kekar pada suatu bukaan lebih kecil dari panjang kekar sesungguhnya, sehingga kemenerusan yang

sesungguhnya hanya dapat ditebak. Jarak antar permukaan kekar atau celah (separation) Merupakan jarak tegak lurus antar dinding batuan yang berdekatan pada bidang diskontinu. Celah tersebut dapat berisi material seperti lempungan atau pasir. Kekasaran kekar (roughness) Tingkat kekasaran permukaan kekar dapat dilihat dari bentuk gelombang permukaannya. Gelombang ini diukur relatif dari permukaan datar dari kekar. Semakin besar kekasaran dapat menambah kuat geser kekar. Material pengisi (infilling/gouge) Material pengisi berada pada celah antara dua dinding bidang kekar yang berdekatan. Sifat material pengisi biasanya lebih lemah dari sifat batuan induknya. Beberapa material yang merupakan material pengisi antara lain breccia, clay, silt, mylonite, sand, quartz dan calcite. Tingkat pelapukan Penentuan tingkat pelapukan kekar didasarkan pada perubahan warna dan disintegrasi (perubahan fisik) batuan. Semakin besar tingkat perubahan warna dan tingkat disintegrasi, batuan semakin lapuk. Tabel 2.14 Pembobotan kondisi kekar
Description Very rough surfaces, not continuous, no separation, unweathered wall rock Slighty rough surfaces, separation < 1 mm, slighty weathered walls Slighty rough surfaces, separation < 1 mm, highly weathered wall Slickensided surfaces, gouge < 5 mm thick, separation 1-5 mm, continuous Soft gouge > 5 mm thick, separation > 5 mm, continuous Rating 30 25 20 10 0

Tabel 2.15 Pembobotan kondisi kekar (modified)


Description persistence/ countinuity separation/ aperture Rougness infilling/ gouge Weathering <1 m 6 None 6 Very rough 6 None 6 Unweathered 6 1-3 m 4 <0.1 mm 5 Rough 5 Rating 3-10 m 2 0.1- 1.0 mm 4 Slighty rough 3 10- 20 m 1 1- 5 mm 1 Smooth 1 Soft < 5 mm 2 Highly weathered 1 > 5 mm 0 Decomposed 0 > 20 m 0 >5 mm 0 Slickensided 0

Hard < 5 mm > 5 mm 4 2 Slighty Moderately weathered weathered 5 3

2.3.2.4 Kekuatan Batuan Kekuatan batuan dapat diperoleh dari uji kuat tekan uniaksial (Uniaxial Compressive Strength, UCS) atau uji beban titik (Point Load Index, PLI). Kekuatan batuan merupakan parameter yang sangat penting yang harus diukur guna memprediksi sifat mekanik batuan. Tabel 2.16 Pembobotan kekuatan batuan
Qualitative Description Exceptionally strong Very strong Strong Average Weak Very weak Extremely weak UCS (MPa) > 250 100-250 50-100 25-50 5-25 1-5 <1 PLI (MPa) > 10 4-10 2-4 1-2 Uniaxial Compressive Test is prefered Rating 15 12 7 4 2 1 0

2.3.2.5 Kondisi Air Tanah Kondisi air tanah juga mempengaruhi proses penggalian, termasuk penggaruan. Misal pada shale, semakin tinggi kadar air maka semakin rendah kekuatan batuan, tetapi dalam kondisi kering shale dapat menjadi sulit digaru. Kondisi air tanah yang ditemukan pada pengukuran kekar diidentifikasikan sebagai salah satu

kondisi berikut : kering (completely dry), lembab (damp), basah (wet), terdapat tetesan air (dripping) atau terdapat aliran air (flowing). Tabel 2.17 Pembobotan kondisi air tanah
General Conditions Inflow per 10 m tunnel length (litres/min) Joint water pressure/ major principal stress Rating Completely dry None 0 15 Damp <10 <0.1 10 Wet 10-25 0.1-0.2 7 Dripping 25-125 0.1-0.2 4 Flowing >125 >0.5 0

2.3.2.6 Orientasi Kekar Parameter ini merupakan tambahan terhadap parameter lainnya. Orientasi kekar yang dimaksud adalah strike dan dip kekar. Bobot yang diberikan untuk parameter ini sangat tergantung pada hubungan antara orientasi kekar-kekar yang ada dengan metode penggalian yang dilakukan. Oleh karena itu dalam perhitungan, bobot parameter ini biasanya diperlakukan terpisah dari kelima parameter lainnya. Tabel 2.18 Pembobotan orientasi kekar
Strike and dip orientations Tunnels & mines Rating Foundations Slopes Very Very Favourable Fair Unfavourable favourable unfavourable 0 0 0 -2 -2 -5 -5 -7 -25 -10 -15 -50 -12 -25

Tabel 2.19 Hubungan antara orientasi kekar dan arah penggalian terowongan
Strike perpendicular to tunnel axis Drive with dip Drive with dip Dip 45-90 Dip 20-45 Very favourable Favourable Drive againts dip Drive againts dip Dip 45-90 Dip 20-45 Fair Unfavourable Strike parallel to tunnel axis Dip 45-90 Very unfavourable Dip 20-45 Fair

Dip 0-20 - irrespective of strike Fair

Pada awalnya, RMR memang digunakan untuk menghitung kestabilan lubang bukaan pada pekerjaan penggalian bawah tanah. Namun, para peneliti mengembangkan aplikasi sistem klasifikasi ini dalam pekerjaan penggalian

lainnya, termasuk penggaruan. Pada prinsipnya, orientasi kekar dihubungkan dengan arah kemajuan penggalian. Abdullatif dan Cruden (1983) telah melakukan studi di 23 kuari hubungannya dengan kemampugalian (excavatability) massa batuan. Massa batuan digali dengan 3 metode: penggalian langsung, penggaruan dan peledakan. Studi yang dilakukan meliputi kekuatan massa batuan dan karakteristik bidang lemah pada batuan yang berbeda-beda dan melakukan pengujian metode penggalian secara langsung. Data-data diperoleh dengan menggunakan scanline pada massa batuan yang telah terbuka. Pengujian yang dilakukan didasarkan pada sistem klasifikasi berikut: Point Load Index dan spasi kekar Q-system RMR

Metode yang digunakan oleh Abdullatif dan Cruden (1983) untuk memperoleh RQD adalah dengan rumus yang diusulkan oleh Priest dan Hudson (1976). Para peneliti yang melakukan studi mengenai hubungan antara RMR dan Qsystem antara lain Bieniawski (1984), Abad dkk (1983), Udd dan Wang (1985) dan Kramadibrata (1996). Meskipun Q-system pada awalnya dikembangkan untuk membantu perhitungan kestabilan lubang bukaan tambang bawah tanah, ternyata juga dapat diaplikasikan pada penggalian di permukaan (Kramadibrata, 1996). Abdullatif & Cruden (1983) mengusulkan bahwa penggalian langsung dapat dilakukan apabila nilai RMR dan 30, penggaruan dilakukan apabila nilai RMR >30

60 dan apabila nilai RMR >60 maka massa batuan harus diledakkan.

You might also like