You are on page 1of 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan beserta seperangkat aturannya, karena berkat limpahan rahmat, taufik, hidayah serta inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tema FILSAFAT yang sederhana ini dapat terselesaikan tidak kurang dari pada waktunya. Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi salah satu dai sekian kewajiban mata kuliah Filsafat Pendidikan serta merupakan bentuk langsung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak Djailan Mansur selaku dosen mata kuliah Filsafat Pendidikan. Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan di mana penulis pun sadar bahwasanya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya miliki Tuhan Azza WaJala hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna.

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................... DAFTAR ISI ............................................................................................ UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... A. Latar Belakang .......................................................................... B. Rumusan Masalah..................................................................... C. Tujuan Penulisan ....................................................................... D. Manfaat Penulisan ..................................................................... BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... A. Pengertian Filsafat..................................................................... B. Model-Model Filsafat ................................................................. 1. Filsafat Spekulatif ................................................................. 2. Filsafat Preskriptif 3. Filsafat Analitik ..................................................................... C. Misi Filsafat................................................................................ D. Lapangan Filsafat ...................................................................... 1. Metafisika ............................................................................. 2. Epistemologi......................................................................... 3. Aksiologi ............................................................................... BAB III PEMBAHASAN ........................................................................... BAB IV PENUTUP .................................................................................. A. Kesimpulan ................................................................................ B. Saran .........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, seiring perkembangan zaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti: philosophic dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis: philosophy dalam bahasa Inggris: Philosophia dalam bahasa Latin: Falsafah dalam bahasa Arab. Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar, selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminology. Secara etimologi istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu Philosphia-philen: cinta dan Sophia: kebijaksanaan. Jadi bias dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam, para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan

pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. B. Rumusan Masalah 1. Apakah sebenarnya hakekat filsafat hukum 2. Bagaimana peran filsafat hukum dalam pembentukan hukum di Indonesia.

3. Dapatkah kita memiliki pengetahuan yang benar.

C. Tujuan Penulisan 1. Untuk melengkapi tugas maa kuliah filsafat pendidikan 2. Untuk memahami lebih dalam lagi apa arti filsafat dan kaitannya dengan Agama Islam.

D. Manfaat penulisan Dari hasil penulisan makalah dapat diharapkan untuk

memberikan informasi tentang filsafat yang menyangkut tentang manusia atau yang merupakan pengetahuan benar yang mengenai hakekat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia. Untuk itu diharapkan makalah ini dapat memberikan dasar bagi para pembaca / penulis dalam merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu alam dan dalam pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.

BAB II PEMBAHASAN FILSAFAT

A. Pengertian Filsafat Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata philos dan Sophia. Philos artinya cinta yang sangatn mendalam, dan Sophia artinya kearifan atau kebijakan. Jadi arti filsafat secara harfiah adalah cinta yang sangat mendalam terhadap kearifan atau kebijakan. Istilah filsafat sering dipergunakan secara popular dalam kehidupan sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam penggunaan secara popular, filsafat dapat diiartikan sebagai suatu pendirian hidup (individu), dan dapat juga disebut pandangan hidup (masyarakat). Di Jerman dibedakan antara filsafat dengan pandangan hidup (weltanschauung). Filsafat diartikan sebagai suatu pandangan kritis yang sangat mendalam sampai ke akar-akarnya. Dalam pengertian lain, filsafat diartikan sebagai interpretasi atau evaluasi terhadap apa penting atau apa yang berarti dalam kehidupan. Di pihak lain ada yang beranggapan bahwa filsafat sebagai cara berpikir kompleks, suatu pandangan yang tidak memiliki kegunaan prakris. Ada pula yang beranggapan, bahwa para filsof telah bertanggung jawab terhadap cita-cita dan kultur masyarakat tertentu. Filsafat dapat dipelajari secara akademis, diartikan sebagai suatu pandangan kritis yang sangat mendalam sampai ke akar-akarnya

(radix) mengenai segala sesuatu yang ada (wujud). Philosophy means the attempt to conceive and present inclusive and systematic view of universe and mans in it. Filsafat mencoba mengajukan suatu konsep tentang alam semesta secara sistematis dan inklusif dimana manusia berada di dalamnya. Oleh karena itu, filosof lebih seing menggunakan intelegensi yang tinggi dibandingkan dengan ahli sains dalam memecahkan masalah-masalah hidupnya. Filsafat dapat diartikan juga sebagai Berpikir reflektif dan kritis (reflektif and critical thinking). Namun, Randall dan Buchler (1942) memberikan kritik terhadap pengertian tersebut, dengan

mengemukakan bahwa defenisi tersebut tidak memuaskan karena beberapa alas an, yaitu: 1) tidak menunjukan karakteristik yang berbeda antara filosofi dengan fungsi-fungsi kebudayaan dan sejarah, 2) para ilmuwan yang juga berpikir reflektif dan kritis, padahal antara sains dan filsafat berbeda 3) ahli hukum, ahli ekonomi, juga ibu rumah tangga sewaktu-waktu berpikir reflektif dan kritis, padahal mereka bukan filosof atau ilmuwan. Filsafat diartikan sebagai science of science, dimana tugas utamanya memberi analisis secara kritis terhadap asumsi-asumsi dan konsep-konsep sains, mengadakan sistematisasi atau

pengorganisasian pengetahuan. Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang

berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang kompeherensif tentang alam semesta, hidup, dan makan hidup. Pada bagian lain Harold Titus mengemukakan makna filsafat, yaitu: 1. Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta; 2. Filsafat adalah suatu metode berpikir reflektif, dan penelitian penalaran; 3. Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah; 4. Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berpikir. Berfilsafat merupakan salah satu kegiatan manusia memiliki peran yang penting dalam menentukan dan menemukan

eksistensinya. Dalam kegiatan ini manusia akan berusaha untuk mencapai kearifan dan kebajikan. Kearifan merupakan buah yang dihasilkan filsafat dari usaha mencapai hubungan antara berbagai pengetahuan dan menentukan implikasinya baik yang tersurat maupun tersirat dalam kehidupan. Berfilsafat adalah berpikir dengan sadar, yang mengandung pengertian secara teliti dan teratur, sesuai dengan aturan dan hukumhukum berpikir yang berlaku. Berpikir filosofi harus dapat menyerap secara keseluruhan apa yang ada pada alam semesta, tidak terpotongpotong.

B. Model-Model Filsafat Filsafat sebagai metode berpikir, maupun sebagai hasil berpikir radikal, sistematis, dan universal tentang segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, dapat dibedakan menjadi tiga model, yaitu filsafat spekulatif, filsafat preskriptif, dan filsafat analitik. 1. Filsafat Spekulatif Filsafat spekulatif adalah cara berpikir sistematis tentang segala yang ada. Filsafat spekulatif tergolong filsafat tradisional. Dalam hal ini filsafat sebagai suatu bangunan pengetahuan (body of knowledge). Filsafat spekulatif merenungkan secara rasional spekulatif seluruh persoalan manusia dalam hubungannya sengan segala yang ada pada jagat raya ini. Plato sebagai pelopor filsafat idealism klasik membahas semua persoalan yang berkaitan dengan manusia, masyarakat, dan eksistensi manusia dalam ala mini. Filsafat spekulatif mencari keteraturan dan keseluruhan yang diterapkan, bukan pada suatu item pengalaman khusus, melainkan kepada semua pengalaman dan pengetahuan. Singkatnya, filsafat spekulatif adalah suatu upaya mencari dan menemukan hubungan dalam keseluruhan alam berpikir dan keseluruhan pengalaman. 2. Filsafat Preskriptif Filsafat prskgripktif berusaha untuk menghasilkan suatu ukuran (standard) penilaian tentang nilai-nilai, penilaian tentang perbuatan

manusia, dan penilaian tentang seni. Filsafat preskripktif menguji apa yang disebut baik dan jahat, benar dan salah, bagus dan jelek. Bagi ahli psikologi eksperimental, keanekaragaman perbuatan manusia secara moral bukan baik dan juga bukan jahat, melainkan merupakan suatu bentuk sederhana dari tingkah laku yang dipelajari secara empiris. Bagi pendidik dan ahli filsafat prespkriptif, menilai suatu perilaku ada yang bermanfaat dan ada yang tidak bermanfaat. Ahli filsafat preskriptif berusaha menemukan dan mengajarkan prinsip-prinsip perbuatan yang bermanfaat, dan mengapa harus demikian. Jadi, filsafat perspektif , memberi resep tentang perbuatan atau perilaku manusia yang bermanfaat. 3. Filsafat Analitik Model analitik terdapat dua golongan, yaitu analitik linguistik dan analitik postivistik logis. Model analitik linguistik mengandung arti bahwa filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah. Para filosof memakai metode analitik linguistik untuk menjelaskan arti suatu istilah dan pemakaian bahasa. Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisis tentang arti bahasa merupakan tugas pokok filsafat dan tugas analisis konsep sebagai satusatunya fungsi filsafat. a. Analitik linguistik Pendekatan analitik lunguistik memusatkan perhatiannya pada analisa bahasa. Dengan pendekatan analitik akan menguji

suatu ide atau gagasan, seperti: istilah / ide kebebasan akademik, hak asasi manusia, demokrasi, potensi anak dan sebagainnya. Menurut pendekatan analitik linguistik

gagasan/ide tersebut memiliki makna yang berbeda dalam konteks yang berlainan. Pendekatan ini lebih bertujuan mengklarifikasi bahasa dan pemikiran yang ada, daripada membuat pendapat-pendapat yang baru tentang hakekat kenyataan. Pendekatan analitik linguistik akan menjelaskan pernyataanpernyataan spekulatif dan preskriptif. Misalnya menguji

rasionalitas yang berkaitan dengan ide-ide atau gagasangagasan pendidikan, dan menguji bagaimana konsistensinya dengan gagasan lain. Misalnya kita memperkenalkan konsep cara belajar siswa aktif. Filsafat analitik linguistik bukan merupakan suatu bangunan pengetahuan, melainkan merupakan suatu aktivitas yang bertujuan menjernihkan istilah-istilah yang dipergunakan. Di antara filosof-filosof analitik akan muncul perbedaan-perbedaan, tetapi mereka masih memiliki tujuan yang sama, yakni pemakaian bahasa yang jelas dan jernih. b. Analitik Model analitik positivistik logis dikenal dengan neo positivism dikembangkan oleh Bertrand Russel yang berakar pada dan

meneruskan filsafat positivism dari Comte yang merupakan peletak dasar pendekatan kuantitatif dalam pengembangan ilmu (science), dengan meletakan matematika sebagai dasar bagi semua cabang ilmu. Menurut Kunto Wibisono (19997) Positivisme merupakan suatu model dalam pengembangan ilmu pengetahuan

(knowledge) yang di dalam langkah kerjanya menempuh jalan melalui observasi, eksperimentasi, dan komparasi sebagaimana diterapkan dalam ilmu kealaman, dan model ini dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial. Positivisme menggunakan presisi verifiabilitas, konfirmasi, dan ekdperimentasi dengan derajat optimal, dengan maksud agar sejauh mungkin dapat melakukan prediksi dengan derajat ketepatan yang optimal pula. Positivisme memiliki pengaruh yang kuat pada metode ilmiah. Konsep-konsep positivisme menyumbangkan

pendekatan baru dalam penemuan kebenaran ilmiah yang melahirkan revolusi paradigm. Prinsip dan prosedur dalam ilmu alam dan ilmu sosial, yang berasal dari asumsi John Stuart Mill (1843), terus hidup sampai sekarang sebagai paradigma metodologis. Mill tidak membedakan metodologi ilmu sosial dan ilmu kealaman. Positivisme merupakan model pendekatan ilmiah kuantitatif dalam keilmuan, para penganutnya menyebut dirinya

berparadigma ilmiah (scientific paradigm). Hal ini ditunjukan dari beberapa hal (Moleong: dalam Hadi Sutarmanto, 1997), yaitu: Teknik yang digunakan kuantitatif yang mendasarkan diri pada matematika-statistika. Kriteria kualitasnya harus bersifat rigor (kaku) yaitu harus memenuhi prinsip validitas eksternal-internal, realibilitas, dan obyektivitas. Berdasar kriteria kualitas ini, membawa

konsekuensi kepada penyusunan desain yang bagus untuk suatu eksperimen. Persoalan kualitasnya menunjuk dapatkah X menyebabkan Y? Lebih pada pengetahuan proporsional yaitu dalam bentuk hipotesis. Kritik terhadap positivisme disampaikan oleh Lincoln dan Guba (1985): 1. Positivisme menghasilkan penelitian dengan responden manusia, namun kurang mengindahkan kemanusiaan. Hal ini dapat dikatakan bahwa pendekatan positivisme tidak memiliki implikasi etis. 2. Positivisme kurang berhasil menggarap formulasi empiris dan konseptual dari berbagai bidang ilmuu (terutama ilmu sosial dan humaniora).

3. Positivisme bermuara paling sedikit pada lima asumsi yang sulit untuk dipertahankan a. Asumsi ontologis tentang terjadinya realitas tunggal yang dapat dipecah-pecah dan dapat diselidiki secara terpisah b. Asumsi epistemologis tentang kemungkinan terpisahnya pengamat dari yang diamati c. Asumsi tentang keterpisahan observasi secara secara temporal dan kontekstual, sehingga yang benar pada suatu waktu dan tempat, benar juga pada waktu dan tempat yang lain

C. Misi Filsafat Para filosof berusaha memecahkan masalah-masalah yang penting bagi manusia, baik langsung maupun tidak langsung. Melalui pengujian yang kritis, filosof mencoba mengevaluasi informasiinformasi dan kepercayaan-kepercayaan yang kita miliki tentang alam semesta serta kesibukan dunia manusia. Filosof mencoba membuat generalisasi, sistematisasi, dan gambaran-gambaran yang konsisten tentang semua hal yang ia ketahui dan pikirkan. Titus (1959) mengemukakan bahwa terdapat tiga tugas utama filsafat, yaitu: a. Mendapatkan pandangan yang menyeluruh; b. Menemukan makna dan nilai-nilai dari segala sesuatu; c. Menganalisis dan memadukan kritik terhadap konsep-konsep

Filsafat mencoba memadukan hasil-hasil dari berbagai sains yang berbeda ke dalam suatu pandangan yang menyeluruh. Filsafat tertarik terhadap aspek-aspek kualitatif segala sesuatu, terutama berkaitan dengan makna dan nilai-nilainya. Filsafat menolajk untuk mengabaikan setiap aspek yang otentik dari pengalaman manusia.

D. Lapangan Filsafat Seperti telah dikemukakan terdahulu, bahwa filsafat adalah berpikir radikal, sistematis, dan universal tentang segala sesuatu. Jasi yang menjdai objek pemikiran filsafat adalah segala sesuatu yang ada. Segala yang ada merupakan bahan pemikiran filsafat. Karena, filsafat merupakan usaha berpikir manusia secara sistematis. Sidi Gazalba (1973) mengemukakan bidang permasalahan filsafat yang terdiri atas: 1. Metafisika, dengan pokok-pokok masalah: filsafat hakekat atau ontology, filsafat alam atau kosmologi, filsafat manusia, dan filsafat ketuhanan atau teodyce. 2. Teori pengetahuan, yang mempersoalkan: hakekat pengetahuan, dari mana asal atau sumber pengetahuan, bagaimana membentuk pengetahuan yang tepat dan yang benar, apa yang dikatakan pengetahuan yang benar, mungkinkah manusia mencapai

pengetahuan yang benar dan apakah dapat diketahui manusia, serta sampai di mana batas pengetahuan manusia.

3. Filsafat nilai, yang membicarakan: hakekat nilai, dimana letak nilai, apakah pada bendanya, atau pada perbuatannya, atau pada manusia yang menilainya, mengapa terjadi perbedaan nilai antara Selanjutnya Butler (1957) mengemukakan beberapa persoalan yang dibahas dalam filsafat, yaitu: 1. Metafisika, membahas: teologi, kosmologi, dan antropolgi 2. Epistemologi, membahas: hakekat pengetahuan, sumber

pengetahuan dan metode pengetahuan. 3. Aksiologi, membahas: etika dan estetika. Alat-alat yang digunakan dalam merumuskan dan mengklalrifikasi filsafat pendidikan, adalah berkaitan dengan lapangan filsafat yang menjadi perhatian sentral bagi guru: metafisika, epistemologi,

aksiologi, etika, estetika,dan logika. Masing-masing dari bidang ini memfokuskan pada salah satu pertanyaan yang berhubungan dengan para filosof dunia terbesar selama berabad-abad. 1. Metafisika Secara etimologi, metafisika berasal dari bahasa Yunani Kuno yang terdiri dari dua kata meta dan fisika. Meta berarti sesudah, di belakang, atau melampaui, dan fisika berarti alam nyata. Metafisika merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat yang tersimpul di belakang dunia fenomena. Metafisika melampaui pengalaman objeknya di luar hal yang dapat ditangkap pancaidera.

Metafisika dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) Ontologi dan 2) metafisika khusus. Ontologi mempersoalkan tentang esensi dari yang ada, hakekat dari segala wujud yang ada. Metafisika mempelajari manusia melampaui atau di luar fisiknya dan di luar gejala-gejala yang dialami manusia. Metafisika mencoba untuk mengkaji secara mendalam: siapa manusia, dari mana asal manusia, apa yang dituju manusia, dan untuk apa hidup di dunia ini. 2. Epistemologi Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, dengan asal kata episteme yang berarti pengetahuan, dan logos yang berarti teori. Secara etimologi, epistemologi berarti teori

pengetahuan. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas atau mengkaji tentang asal, struktur, metode, serta keabsahan pengetahuan. Menurut Langeveld (19610, epistemologi membicarakan

hakekat pengetahuan, unsur-unsur dan susunan berbagai jenis pengetahuan, pangkal tumpuannya yang fundamental, metodemetode dan batasan-batasannya. a. Jenis-jenis pengetahuan 1. Pengetahuan wahyu (revealed knowledge) 2. Pengetahuan intuitif (intuitive knowledge) 3. Pengetahuan rasional (rational knowledge)

4. Pengetahuan empiris (empirical knowledge) 5. Pengetahuan otoritas (authoritative knowledge) b. Teori pengetahuan 1. Teori korespondensi (correspondence theory) 2. Teori koherensi (coherence theory) 3. Teori pragmatisme (pragmatism theory) 3. Aksiologi Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata aksios yang berarti nilai dan kata logis yang berarti teori. Jadi, aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Secara singkat, aksiologi adalah teori nilai. Dagobert Runes (1963: 32) mengemukakan beberapa persoalan yang berkaitan dengan nilai yang mencakup: a) Hakekat nilai, b) tipe nilai, c) kriteria nilai, dan d) status metafisika nilai. Mengenai hakekat nilai, banyak teori yagn dikemukakannya, diantaranya teori voluntarisme. Teori voluntarisme mengatakan nilai (hedonism) menyatakan, bahwa hakekat nilai adalah pleasure atau kesenangan. Semua kegiatan Menurut manusia formalisme, terarah nilai pada adalah

pencapaian

kesenangan.

kemauan yang bijaksana yang didasarkan pada akal rasional. Menurut pragmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi kebutuhan dan memiliki nilai instrumental, yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Tipe nilai dapat dibedakan antara nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai intrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan nilai instrumental adalah sebagai alat untuk mencapai nilai intrinsik. Nilai intrinsik adalah sesuatu yang memiliki harkat atau harga dalam dirinya, dan merupakan tujuan sendiri. Sebagai contoh nilai keindahan yang dipancarkan oleh suatu lukisan adalah nilai intrinsik. Yang dimaksud dengan kriteria nilai adalah sesuatu yang menjadi ukuran dari nilai tersebut, bagaimana yang dikatakan nilai hedonism menemukan ukuran nilai dalam sejumlah kesenangan (pleasure) yang dapat dicapai oelh individu atau masyarakat. a. Karakteristik nilai Ada beberapa karakteristik yang berkaitan dengan teori nilai, yaitu: 1. Nilai objektif atau subjektif 2. Nilai absolut atau berubah b. Tingkatan (hirearki) nilai c. Jenis-jenis nilai 1. Etika 2. Estetika

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Jika dilihat dari sejarah perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam, pada mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan nama / istilah filsafat. Bagi ilmu pengetahuan alam berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak terlepas dari hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat.

B. Saran Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penulis nanti dalam upaya evaluasi diri, akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidaksempurnaan penulisan dan

penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh mahasiswa-mahasiswi.

You might also like