You are on page 1of 6

ANALISA PENGARUH BESAR AREA HOTSPOT DAN INTERFERENSI PADA WLAN IEEE 802.

11b
Agus Virgono1, Bambang Sumadjudin2, Arif Rosy3, Priyogo Hutomo4
1

Departemen Teknik Elektro, Institut Teknologi Telkom agv@ittelkom.ac.id , 2bsn@ittelkom.ac.id, 3ariftor@yahoo.com, 4pryg_hutomo@yahoo.com

1,2,3,4

Abstrak Teknologi WLAN 802.11 yang dirancang dengan konsep kesederhanaan sistem komunikasi data radio pada area dan sumber daya terbatas dengan penggunaan frekuensi ISM 2,4 GHz yang bebas lisensi menambah batasan kompromi teknik yang harus dilakukan. Kompromi teknik ini tentunya akan sangat mempengaruhi kinerjanya. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengukuran pengaruh interferensi antar perangkat WLAN dan pengaruh luas cakupan hotspot terhadap kinerja sistem WLAN 802.11b. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteferensi berpengaruh menurunkan performa pada delay, throughput dan luas cakupan. Kata kunci : WLAN, interferensi, luas cakupan, SIR, Throughput, Delay Abstract Wireless LAN (WLAN) technology was designed with conceptually simple radio data communication for limited area with resources that have many compromise. The use of licence free ISM frequency of 2.4 GHz adding limitation in the already compromised technical design, which inturn will affect its performances. This research is to find the correlation between interference between WLAN devices and the coverage area to the system performance. Results of the research show that interference has the effect of lowering the performance of system in terms of throughput, delay parameter and reducing the coverage. Keywords: WLAN, interference, coverage, SIR , Throughput, Delay 1. Pendahuluan kinerja yang sepadan. Dengan berkembangnya teknologi terdapat beberapa standar yang masih termasuk standar keluarga besar LAN IEEE 802.x, yaitu 802.11a, 802.11b, 802.11g, 802.11n dan masih terus dikembangkan sampai saat ini. Perbedaan yang mendasar antar standar tersebut mencakup pita frekuensi radio yang digunakan, teknologi modulasi dan kecepatan transfer yang dihasilkan. 2.1 WLAN 802.11b Standar WLAN yang paling umum digunakan pada saat adalah standar 802.11b yang menggunakan frekuensi 2,4 GHz dengan spesifikasi sebagai berikut : 1. Pita frekuensi 2.40 - 2.4835 GHz. 2. 13 kanal (ETSI) atau 11 kanal (FCC) dengan 3 kanal yang tidak saling overlap 1, 7, 13 untuk ETSI dan kanal 1, 6, dan 11 untuk FCC. 3. Lebar pita frekuensi 22 MHz dengan jarak separasi 5 MHz. 4. Data rate per kanal sesuai dengan modulasi yang digunakan dan bergantung jarak transmisi: a. 1 Mbps (DBPSK) b. 2 Mbps (DQPSK) c. 5.5 Mbps (CCK) d. 5.5 Mbps (CCK) 5. Teknik modulasi Direct-Sequence Spread Spectrum (DSSS) dengan data baseband

Wireless-LAN (WLAN) dirancang dengan tujuan agar didapatkan sistem komunikasi data menggunakan radio kecepatan tinggi sesederhana mungkin dan bebas lisensi, sehingga digunakan spektrum frekuensi pita ISM (Industry, Science, and Medical) pada frekuensi 2,4 GHz. Frekuensi ISM sebelumnya telah digunakan dalam beberapa perangkat seperti microwave oven, bluetooth, dan telemonitoring pada dunia kedokteran. Interferensi merupakan salah satu hal yang secara alami muncul dalam penggunaan medium radio. Sehingga apabila tidak dirancang dengan baik, jaringan WLAN akan menyebabkan interferensi terhadap perangkat itu sendiri (inward interference) maupun WLAN yang lain (outward interference). Interferensi ini diduga akan berpengaruh pada performansi yaitu akan mengakibatkan penurunan performansi dari jaringan WLAN. Beberapa potensi interferensi adalah tidak terkendalinya radius suatu hotspot sebagai akibat dari penggunaan EIRP yang melebihi standar. Selain itu juga penggunaan kanal yang tidak teratur tanpa memperhatikan kanal-kanal yang overlap merupakan penyebab utama terjadinya interferensi. 2. Teknologi Dasar WLAN

WLAN adalah teknologi komunikasi data menggunakan gelombang radio yang dirancang untuk menggantikan sistem LAN kabel dengan

Analisa Pengaruh Besar Area Hotspot dan Interferensi pada WLAN IEEE 802.11b [Agus Virgono]

(PPDU) ditebar dengan PN code atau chip. Blok DSSS seperti pada Gambar 1.

2.3 Equivalent Isotropical Radiated Power (EIRP) EIRP adalah total daya yang dipancarkan oleh suatu pemancar setelah dikuatkan oleh antenna yang digunakan ekivalen apabila dipancarkan menggunakan antenna isotropik. EIRP dapat digunakan untuk estimasi area layanan bagi sebuah pemancar [1]. Untuk menghitung EIRP sebuah access point diperlukan data radius dan RSL hotspot hasil pengukuran, dengan menggunakan model Okumura [3] terlebih dahulu dihitung path loss: L=32,44+20 log (R)+20 log(f)+ AmG(hteG(hre)-GAREA (1)

Gambar 1. Blok Modulasi DSSS [1] 1. 2. 3. 4. Nominal ERP dari +10 hingga +20 dBm, dan pada umumnya 15 dBm. Jangkauan 100 meter indoor dan 300 m outdoor ( dengan +20 dBm transmitter) Menggunakan CSMA/CA sebagai Medium Access Control-nya Receiver Sensitivity adalah ambang daya terima receiver, untuk 11 Mbps yaitu -83 dBm, 5.5 Mbps yaitu -87 dBm, 2 Mbps yaitu -88 dBm, dan 1 Mbps yaitu -92 dBm. Transmit Power Level: Besarnya daya pancar untuk yang masing-masing domain terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Transmit Power Level [4]
Maximum Output Geographic Power Location 1000 mW USA 100 mW (EIRP) Europe 10 mW/MHz Japan Compliance Document FCC 15.247 ETS 300-328 MPT ordinance for Regulating Radio Equipment, Article 49-20

5.

Dengan f adalah frekuensi kerja dalam satuan MHz, G(hre) adalah gain tinnggi antenna transmit yang bernilai -12 dB untuk ketinggian 50 meter. G(hre) adalah gain tinggi antenna penerima yaitu bernilai -3 dB untuk ketinggian 1,5 meter. Dan GAREA adalah faktor gain wilayah yang diperoleh dari kurva dengan nilai 13 dB untuk daerah suburban. Sedangkan Amu adalah faktor redaman sebagai fungsi dari frekuensi dan jarak. Nilai Amu diperoleh dari kurva yang besarnya dapat berubah sesuai jarak. Nilai EIRP suatu Access Point dapat dihitung dengan persamaan berikut : EIRP (dBm) = RSL (dBm) + L (dB) 2.4 Pengaruh Interferensi Pengaruh interferensi dihitung dengan menggunakan parameter Signal-to-Interference Ratio (SIR) di suatu titik dengan jarak tertentu dari access point. SIR adalah perbanding antara kuat sinyal dengan total kuat sinyal interferensi. Nilai SIR diperoleh dari perbandingan RSL yang diterima dari access point utama (S) dengan total interferensi yang diterima pada titik pengamatan tertentu.
S ( ) 10 10 (3) SIR (dB) = 10 log I co i I adj i ( ) ( 10 ) + 10 10 10

(2)

2.2 Interferensi pada WLAN IEEE 802.11b [4] Interferensi yang umum terjadi pada WLAN 802.11b adalah: 1. Interferensi dari perangkat lain yang juga menggunakan frekuensi 2.4 GHz. 2. Interferensi dari perangkat IEEE 802.11b yang lain, dapat dibagi menjadi: a. Co-Channel Interference (CCI) b. Adjacent Channel Interference (ACI) c. Multiple Access Interference (MAI) 3. WLAN menggunakan teknik spread spectrum yang lebih tahan terhadap narrowband interference. 4. Menggunakan 3 kanal yang non overlap untuk menghindari interferensi dari perangkat IEEE 802.11b yang lain, yang beroperasi pada jarak berdekatan seperti pada Gambar 2.

Ico-i adalah interferensi karena sinyal lain selain sinyal utama dengan kanal yang sama (Co-Channel Interference). Ico-i = EIRPco-i L (4)

Iadj-i adalah sinyal yang diterima dari access point lain yang menggunakan channel overlap dengan channel yang digunakan oleh access point utama (Adjacent-Channel Interference). Iadj-i = {EIRPadj-i + SF (dB)} L Gambar 2. Tiga Kanal Non Overlap di WLAN (5)

SF adalah persentase overlap suatu channel terhadap channel utama.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan TELEKOMUNIKASI, Juni 2009, Vol. 14, No. 1

2.5 Radius Maksimum Teoritis [6] Radius maksimum teoritis adalah jangkauan teoritis gelombang radio di ruang bebas dengan memperhitungkan sensitivitas minimum penerima. Jika RSL dianggap sebagai sensitifitas penerima dan dengan data EIRP, maka dapat dihitung path loss : L (dB) = EIRP (dBm) + 83 dBm (6)

Dengan nilai path loss tersebut dapat dihitung nilai radius maksimum suatu hotspot sebagai berikut: dmax = 10 3.
{ L - 34,44 - 20 log (f) - Amu } 20

akan diukur kinerjanya, sedangkan jaringan WLAN dengan SSID Interferer network dalam kondisi aktif secara terus-menerus dengan menggunakan software IP Traffik dalam mode packet generator. Dalam pengukuran performansi WLAN untuk kedua skenario tersebut, kondisi lingkungan dan penempatan perangkat WLAN harus dibuat sama agar pengaruh interferensi pada performansi dapat dibandingkan. Setiap perangkat WLAN digunakan dengan datarate yang dibuat tetap sebesar 11 Mbps. Parameter pengukuran lain terdapat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Parameter Perangkat

(7)

Parameter ERP Transmiter (dBm) (Access Point) Tinggi antena receiver (m) ERP Receiver (dBm) (WLAN Adapter) Tinggi antena receiver (m) Sensitivitas Penerima (BER 10-5) Frekuensi (MHz) Datarate (Mbps) Asumsi Gain antena Tx & Rx (dB)

Pengukuran dan Pengambilan Data

Pengukuran baik untuk indoor maupun outdoor diperlukan untuk dapat mengetahui pengaruh cakupan area hotspot dan interferensi terhadap kinerja baik pada saat terjadi interferensi dan saat tidak terjadi interferensi sebagai pembanding. Dalam pengukuran ini untuk kondisi outdoor dilakukan wardrive di beberapa lokasi tertentu di kota Bandung yang relatif padat hotspot-nya dan untuk pengukuran kondisi indoor dilakukan di laboratorium ITTelkom. 3.1 Skenario Pengukuran Indoor Untuk pengukuran indoor, dirancang daerah pengukuran khusus dilaboratorium dengan maksud untuk mendapatkan hasil interferensi antar perangkat yang maksimal [3], sesuai dengan Gambar 3.

Victim Interferer Network Network 15 15 0,8 0,8 17 15 0.1 0.8 - 81 2412 2412 11 11 2 2

3.2 Skenario Pengukuran Outdoor Pengukuran outdoor dilakukan untuk mendapatkan data inteferensi atau disebut Multiple Access Interference (MAI) yang sudah terjadi antar hotspot di lokasi-lokasi padat, dalam hal ini pengukuran tanpa interferensi tentu saja tidak mungkin dilakukan. Pengukuran dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan data yang konsisten. Daerah padat Wi-Fi di Bandung yang memiliki kemungkinan terjadi MAI dalam jumlah besar adalah di Jl Taman Sari dan sekitarnya. Pengukuran dilakukan di daerah itu dengan menentukan suatu titik dimana terdeteksi banyak jaringan WLAN yang menggunakan kanal saling interferensi. Pengukuran kualitas sinyal ini dilakukan pada terminal penerima menggunakan bantuan software NetStumbler 0.4.0 dan dilakukan selama sekitar 3 menit sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 4.

Sinyal sinyal MAI interferer 1

Gambar 3. Rancangan Ruang Pengukuran Dilakukan dua buah skenario pengukuran yaitu pada saat tidak terjadi interferensi dan pada saat terjadi interferensi. Pada skenario pengukuran saat tidak tejadi interferensi jaringan WLAN, SSID Victim network akan diukur kinerjanya, sedangkan jaringan WLAN dengan SSID Interferer network dalam kondisi mati. Sedangkan pada skenario pengukuran saat terjadi interferensi jaringan WLAN, SSID Victim network

interferer 2

jarak

RX
TX
interferer 3 Daerah interferensi

Gambar 4. Skema Pengukuran Outdoor/MAI

Analisa Pengaruh Besar Area Hotspot dan Interferensi pada WLAN IEEE 802.11b [Agus Virgono]

4.

Analisis Hasil Pengukuran

Analisis pengkajian sistem WLAN 802.11b dilakukan dengan mengamati: 1. Kualitas sinyal sistem 2. Perbandingan throughput dan interpacket delay pada kondisi tanpa interferensi dan dengan interferensi 3. Luas area hotspot pada kanal yang sama di daerah padat 4.1 Analisis Pengukuran Kualitas Sinyal Hasil pengukuran pada Tabel 3 menyatakan bahawa RSL yang diterima dari 3 titik pengukuran berbeda, dikarenakan perbedaan kondisi propagasi dan perbedaan pathloss yang dialami sinyal. Tabel 3. Pengukuran Kualitas Sinyal (dBm)
AP Interferer AP victim Titik Kondsi Pengukuran SNR RSL Noise SNR RSL Noise Pengukuran

dapat disimpulkan bahwa sinyal interferensi tidak berpengaruh pada SNR dan RSL AP Victim Network. 4.2 Analisis Perbandingan Throughput dan Delay Antarpaket Dari pengukuran dapat dibandingkan throughput dan delay antarpaket untuk kondisi tanpa interferensi dan ada interferensi. Pengukuran dilakukan dengan variable jarak dan ukuran file yang ditransmisikan masing-masing sebanyak 3 macam untuk melihat pengaruh masing-masing variable. Tabel 4. Kondisi Bebas Interferensi
Parameter Pengukuran Ukuran Jarak File (m) (MB) 15.2 5 50.3 109 15.2 10 50.3 109 15.2 20 50.3 109 Hasil Pengukuran Waktu (s) 36.27 121.95 264.09 37.54 127.04 273.41 70.16 234.79 522.81 Throughput (Mbps) 3.531 3.563 3.579 3.412 3.434 3.461 1.825 1.859 1.867 Delay (ms) 3.286 3.251 3.237 3.372 3.328 3.305 6.363 6.285 6.256

5m

10m

20m

AP inter-ferer aktif AP victim afktif 2 AP aktif AP inter-ferer aktif AP victim afktif 2 AP aktif AP inter-ferer aktif AP victim afktif 2 AP aktif

71 71 58 59 16 15

-29 -100 -29 -100 -42 -100 -41 -100 -84 -100 -85 -100

69 -31 -100 69 -31 -100 -

51 -49 -100 51 -49 -100 -

18 -82 -100 18 -82 -100

Tabel 5. Kondisi dengan Interferensi


Parameter Pengukuran Ukuran Jarak File (m) (MB) 15.2 5 50.3 109 15.2 10 50.3 109 15.2 20 50.3 109 Hasil Pengukuran Waktu (s) 42.02 145.88 335.97 44.95 157.08 358.88 90.24 316.32 739.95 Throughp ut (Mbps) 3.049 2.895 2.735 2.849 2.689 2.560 1.419 1.335 1.242 Delay (ms) 3.471 3.439 3.424 3.488 3.524 3.513 8.298 8.610 8.951

Jarak sangat mempengaruhi kuat sinyal (RSL) di lokasi pengukuran dilakukan. Jika jarak antara Tx-Rx bertambah maka akan terjadi penurunan RSL. Hal ini disebabkan karena redaman yang terjadi semakin besar, sesuai dengan rumus teoritis (2) Sinyal yang dipropagasikan dipengaruhi oleh beberapa hal : 1. Redaman/atenuasi yang dialami oleh sinyal karena sinyal ditransmisikan ke segala arah. Pada ruang bebas, redaman akan berbanding lurus dengan jarak dan dipengaruhi oleh benda penghalang seperti tembok, lantai, manusia, furnitur dan benda-benda lain dengan nilai redaman yang ditentukan oleh konduktifitas bahan. Refleksi, difraksi dan scattering juga berpengaruh terhadap sinyal dan menyebabkan multipath reception.

2.

Pada Tabel 3 dapat diamati bahwa di titik pengukuran 2 (TX-RX berjarak 10m) dan titik pengukuran 3 (TX-RX berjarak 20m) didapatkan perbedaan RSL lebih kecil 1 dB pada saat kondisi interferensi, sedangkan pada titik pengukuran 1 (jarak TX-RX 5m) kondisi RSL sama, berarti pengaruh interferensi tidak signifikan untuk ketiga kasus ini. Hal yang sama terjadi pada hasil pengukuran SNR saat interferensi dan tanpa interferensi di ketiga titik pengukuran. Sehingga

Dari data Tabel 4 dan Tabel 5 didapatkan bahwa interferensi sangat mempengaruhi performa dari sistem. Adanya interferensi untuk kondisi jarak dan ukuran file yang sama akan menyebabkan throughput dan delay dari paket-paket yang dikirimkan mengalami penurunan kualitas. Hal ini disebabkan oleh : 1. PHY dan MAC layer akan bekerja lebih banyak untuk mengatasi interferensi tersebut. 2. Kuat sinyal yang diterima juga mempengaruhi throughput, oleh karena itu nilai throughput juga akan berbeda menurut lokasi pengukuran dilakukan. Semakin kecil kuat sinyal yang diterima maka throughput juga akan semakin rendah karena BER meningkat. Nilai BER merupakan fungsi dari SNR, jika SNR kecil maka BER akan semakin besar dan sebaliknya.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan TELEKOMUNIKASI, Juni 2009, Vol. 14, No. 1

Dalam penelitian ini, sinyal yang diinginkan (S) adalah RSL dari Access Point Victim Network dan sinyal interference (I) adalah RSL dari interferer network. Didapatkan SIR untuk masing-masing titik pengukuran : a. Titik Pengukuran 1 SIR (dB) = - 31 dBm (- 29) dBm = - 2 dB b. Titik Pengukuran 2 SIR (dB) = - 49 dBm (- 40) dBm = - 9 dB c. Titik Pengukuran 3 SIR (dB) = - 82 dBm (- 85) dBm = 3 dB Hubungan antara SIR, besar file transfer dan tingkat penurunan throughput terdapat di Gambar 5.
Tingkat Penurunan Throughput 1 0.9 0.8 0.7 Mbps 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 -10 SIR ( dB ) -8 -6 -4 -2 0 2 4 15,2 Mb 50,3 Mb 109 Mb

jauh dari data rate spesifikasi WLAN yaitu 11 Mbps. Hal ini disebabkan oleh: 1. Spesifikasi teknis dari Physical Layer (PHY) dan MAC Layer yang meliputi latency/delay, overhead, system ACK, delay waktu antar transmisi. Penggunaan protokol L2 yang berbeda dari sumber sampai tujuan yaitu adanya protokol 802.3 dan protokol 802.11b yang konversinya membutuhkan waktu yang akan menyebabkan perbedaan throughput nyata pada pengguna. Protokol komunikasi yang berbeda menambah overhead dan delay proses yang akan menyebabkan penurunan throughput [7]. Digunakannya TCP-IP dalam transmisi paket ini menyebabkan overhead yang relatif besar (L3 & L4 overhead)

2.

3.

4.3 Analisis Luas Area Hotspot di Daerah Padat Dari hasil pengukuran hotspot di daerah padat Bandung Utara [8] dan dengan perhitungan didapatkan hasil pada Tabel 6 yang memuat jangkauan dari masing-masing hotspot. Dikhususkan pengukuran hanya pada kanal 1 agar bisa terlihat pengaruh interferensi antar hotspot. Tabel 6.a. Radius Maksimum Hotspot Kanal 1
No 1 2 3 4 5 6 7 8 SSID bandungutara Bappeda bb-oz Cyber IE2K1 1 IE2K1 2 IE2K1 3 MyNetwork EIRP (dBm) 59,93 42,21 38,63 41,55 48,23 57,09 43,65 63,62 Path Loss (dB) 142,93 125,21 121,63 124,55 131,23 140,09 126,65 146,62 dmax (km) 3,11 0,90 0,60 0,84 1,44 3,98 1,07 4,75

Gambar 5. Grafik SIR Terhadap Throughput Tingkat penurunan throughput adalah berbanding terbalik dengan nilai SIR. Semakin kecil nilai SIR maka semakin besar tingkat penurunan throughput-nya. Interferensi dapat mengakibatkan penurunan throughput karena sinyal interferensi dapat mengganggu transmisi sinyal yang diinginkan sehingga mengakibatkan sinyal tidak dapat diterima dengan benar pada sisi penerima, atau menyebabkan error pada pengiriman paket data. Nilai peluang error yaitu Bit Error Rate (BER) dipengaruhi oleh SIR. Dalam kondisi interferensi nilai SIR akan menjadi lebih kecil dan hal ini akan menyebabkan BER menjadi lebih besar dan akhirnya throughput akan mengalami penurunan. Berarti bahwa semakin kuat sinyal interferensi maka kemungkinan kerusakan paket (error packet) dari data yang ditransmisikan juga semakin besar. Perubahan besar file yang ditransmisikan berpengaruh terhadap tingkat penurunan throughput. Semakin besar file yang dikirimkan maka penurunan throughput juga semakin besar. Hal ini berhubungan dengan besarnya fragmentasi data yang ditentukan oleh MAC. Jika ukuran file semakin besar maka ukuran fragmentasi juga akan semakin besar, dan waktu yang diperlukan untuk mengirimkan satu fragment/paket data tersebut juga semakin lama. Dari hasil pengukuran, throughput nyata hanya mencapai nilai maksimal sekitar 3,6 Mbps yang

Tabel 6.b. Radius Maksimum Hotspot Kanal 1


No 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 SSID radbdg-balong radbdg-ccc radbdg-herradio radbdg-pakuan radbdg-quantum radbdg-utara1 RSHS terasnet-8 terasnet-9 teuingp2p EIRP (dBm) 40,13 36,03 57,67 55,13 37,21 55,57 55,36 63,59 50,65 43,74 Path Loss (dB) 123,13 119,03 140,67 138,13 120,21 138,57 138,36 146,59 133,65 126,74 dmax (km) 0,71 0,44 4,26 3,18 0,51 3,34 3,26 4,73 1,90 1,08

Sedangkan lokasi hotspot-hotspot tersebut dapat dilihat di Gambar 7.

Analisa Pengaruh Besar Area Hotspot dan Interferensi pada WLAN IEEE 802.11b [Agus Virgono]

5.

Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan:

1.

2.

3.

Gambar 7. Lokasi Hotspot Dipilih satu hotspot untuk pengukuran kualitas sinyal terhadap jarak dari hotspot dari 8 lokasi disekitarnya yang digambarkan di Gambar 7, yaitu untuk AP radbdg-herradio untuk mendapatkan SIR yang hasilnya dituliskan di Tabel 7. Daerah-daerah pengamatan ditandari dengan nomor 1 untuk arah Barat, 2 untuk Barat Laut dan seterusnya sampai 8 untuk daerah Barat Daya. 4.

Untuk pengukuran indoor, sinyal interferensi tidak berpengaruh pada SNR dan RSL AP Victim Network. Interferensi berpengaruh terhadap performansi WLAN. Interferensi ini menyebabkan penurunan performansi sistem yang meliputi penurunan throughput, dan penurunan kapasitas. Penurunan throughput dipengaruhi oleh SIR. Untuk SIR -9 dB penurunan throughput ratarata sebesar 0,735 Mbps. Untuk nilai SIR -2 dB penurunan throughput rata-rata adalah sebesar 0,667 Mbps dan pada nilai SIR 3 dB penurunan throughput rata-rata adalah 0,510 Mbps. Ketidakteraturan dan ketidakpatuhan penggunaan WLAN di daerah padat, terutama radius dan penggunaan kanal, menyebabkan interferensi yang akhirnya membatasi jangkauan dan kualitas sinyal.

Daftar Pustaka [1] Andren, Carl, 1997, A Comparison of FHSS and DSSS Modulation for IEEE 802.11 Aplication at 2.4 GHz, Harris Semiconductor, Palm Bay Florida. [2] Hammalainen, Matti., 2002, Ultra Wide Band Signal Impact on IEEE 802.11b and Bluetooth Performance. University of Qulu, Finlandia. [3] Henry, B., 2001, Throughput Measurements and Empirical Prediction Models for IEEE 802.11b WLAN installations, Virginia. [4] IEEE, 1998, IEEE Std. 802.11b Higher Speed Physical Layer Extension in The 2,4 GHz Band, IEEE Inc., New York. [5] IEEE, 2000, IEEE Std. 100 The Authoritative Dictionary of IEEE Standard Teems, 7th Edition, The Institute of Electrical and Electronic Engineers, New York, page 391 [6] Paldro, Javier., 2001, Link Adaption Strategy for IEEE 802.11b WLAN via Received Signal Strength Measurement, Philips Research, New York. [7] Polyzos, George.,, 2002, TCP Performances Issues over Wireless Links, Athens University, Greece. [8] Rappaport, T.S, 1996, Wireless Communications : Principle & Practice, Prentice Hall, New Jersey. [9] Rosy, Arif., 2005, Analisa Pemetaan Wireless LAN Hotspotdi Kota Bandung, Tugas Akhir, STT Telkom, Bandung.

Gambar 7. Daerah Pengamatan AP Radbdgherradio Tabel 7. Pengamatan SIR Radbdg-herradio


No 1 2 3 4 5 6 7 8 d (km) 0,08 0,05 0,08 0,08 0,08 0,06 0,05 0,04 S (dBm) -27,46 -28,40 -32,45 -32,27 -32,48 -29,47 -28,40 -27,43 I (dBm) -35,87 -36,58 -40,25 -40,34 -40,88 -37,97 -36,58 -35,90 SIR (dB) 8,41 8,18 7,80 8,07 8,40 8,50 8,18 8,47

Dari pengamatan Tabel 7 terlihat AP radbdgherradio jangkauannya tidak merata dengan radius maksimum untuk mendapat data rate 11 Mbps sekitar 40 sampai 80 meter. Hal ini disebabkan oleh interferensi yang kuat dari AP-AP di sekitarnya baik pada kanal yang sama (kanal 1) ataupun oleh kanalkanal lain, terutama kanal yang langsung menginterferensi kanal 1 tersebut (kanal 2 s.d. kanal 5), terutama di daerah barat laut dan selatan dari AP sesuai peta inteferensi pada Gambar 7.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan TELEKOMUNIKASI, Juni 2009, Vol. 14, No. 1

You might also like