You are on page 1of 16

LAPORAN BUKU

A. Identitas Buku

Judul Buku ISBN Penulis/Editor

: Psikologi Konseling : 979-9605-01-X : Prof. DR. H. Mohamad Surya

Red. Bidang Produksi : Yani Taryani & Wiji Utami, S.E. Design/Setting Penerbit Tempat Terbit Tahun Terbit Tebal Text Ukuran : Cecep Subadra, S.H. : Pustaka Bani Quraisy : Jl. Depok XIV No. 39 Antapani Tengah Bandung : Desember 2003 (Cetakan Pertama) : ix + 189 halaman : Bahasa Indonesia : 15.5 x 23.5 cm

B. Profil Penulis Nama TTL Pendidikan : Prof. DR. Mohamad Surya : Kuningan, 8 September 1941 : SD (1954) di Citangtu Kuningan

SGB (1958) di Kuningan SGAKGA (1962) di Kuningan Sarjana Muda Pendidikan (1965) IKIP Bandung Doktor Pendidikan (1979) IKIP Bandung Program Refreshing (1987) di Ohio State University Internship (1989) di Indiana University, Amerika Pekerjaan : Guru Besar UPI (IKIP Bandung), Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Anggota KPKPN, Anggota DPD RI menwakili Jawa Barat, dll Tanda Jasa : Satya Lencana Dwidya Sistha (Departemen Hankam RI) 1989 Satya Lencana Dwidya Sistha (Departemen Hankam RI) 1990 Piagam Penghargaan (Pangdam III Siliwangi) 1991 Karya Bhakti Satya (Rektor IKIP Bandung) 1991 Satya Lencana Karya Satya 30 th (Presiden RI) 1997 Penghargaan sebagai Tokoh Pendidikan (Gubernur Jawa Barat) 2001 Karya Bhakti Satya (Rektor UPI Bandung) 2003 Medali Juang 45 (DHN Angkatan 45) 2004

C. Daftar Isi Buku Seuntai Kata dari Penerbit .................................................................... Kata Pengantar ..................................................................................... Daftar Isi ............................................................................................... 1. Konsep Dasar Konseling ................................................................ 2. Konseling Sebagai Suatu Pengalaman Baru .................................. 3. Klien dalam Konseling ................................................................... 4. Konselor dalam Konseling ............................................................. 5. Kognisi dalam Konseling ............................................................... 6. Emosi dalam Konseling ................................................................. 7. Motivasi dalam konseling .............................................................. 8. Komunikasi dalam Konseling ........................................................ iii vii ix 1 29 41 57 75 83 99 109

9. Teknik-teknik dalam Konseling ..................................................... 10. Manajemen Ruang dan Waktu untuk Konseling ........................... 11. Model-model Konseling ................................................................. 12. Wellness : Konsep Kesehatan Mental dalam Konseling ............ Sumber Rujukan ...................................................................................

127 143 151 181 187

D. Hasil Resume 1. Konsep Dasar Konseling Seperti yang telah dikemukakan dalam berbagai pustaka, konseling merupakan bagian dari bimbingan baik sebagai pelayanan mapupun sebagai teknik. Mortensen (1964:301) mendefinisikan konseling sebagai suatu proses antar-pribadi, dimana satu orang dibantu oleh satu orang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan menemukan masalahnya. Jones (1970:96) menyebutkan bahwa konseling sebagai suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan dalam konseling, berbeda dengan hubungan dalam situasi lain. Karakteristik hubungan dalam konseling menurut Shostrom dan Brammer (1960: 145-149) ditandai dengan: (1) Hubungan yang bersifat unik dan umum (2) Adanya keseimbangan obyektivitas dan subyektivitas (3) Adanya keseimbangan unsur kognitif dan konatif (4) Adanya keseimbangan antara kesama-samaran dan kejelasan (5) Adanya keseimbangan tanggung jawab Dalam pengertian yang dinyatakan oleh Cavanag (1982: 1-2), konseling mengandung tujuh unsur pokok, yaitu: Pertama, pihak yang memberi bantuan (konselor) adalah seorang yang terlatih secara profesional. Kedua, konselor berada dalam suatu interaksi dengan konseli melalui hubungan yang bersifat membantu. Ketiga, konselor profesional membutuhkan kualitas pengetahuan, keterampilan, dan kepribadia yang membantu. Keempat, konselor membantu seorang konseli untuk belajar. Kelima, dalam konseling, orang belajar untuk berhubungan dengan dirinya sendiri dan

orang lain. Keenam, konseli belajar untuk berhubungan dalam cara-cara tumbuh dan produktif. Ketujuh, Konseling merupakan hubungan antara konselor dengan konseli. Dengan membandingkan berbagai pengertian, pada akhirnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai prinsip pengertian konseling sebagai berikut: (1) Konseling merupakan alat yang paling penting dalam keseluruhan program bimbingan. (2) Dalam konseling terlibat pertalian antara konselor dan konseli, melalui serangkaian wawancara dalam serangkaian pertemuan. (3) Wawancara merupakan alat utama dalam keseluruhan kegiatan konseling. (4) Tujuan yang ingin dicapai dalam konseling adalah agar konseli memperoleh pemahaman yang lebih baik. Mengarahkan dirinya sesuai denga potensi yang dimilikinya, mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapi, mencapai aktualisasi diri denga potensi yang dimilikinya, terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan salah suai (maladjusment). (5) Konseling merupakan kegiatan profesional (6) Konseling merupakan proses belajar (7) Tanggung jawab utama dalam pengambilan keputusan berada pada tangan konseli (8) Konseli lebih menyangkut masalah sikap daripada tindakan (9) Konseling berlangsung dalam suatu situasi pertemuan yang sedemikian rupa.

2. Konseling Sebagai Suatu Pengalaman Baru


Konseling merupakan suatu hubungan yang bersifat membantu, yaitu interasksi antara konselor dan konseli merupakan suatu kondisi yang membuat konseli terbantu dalam mencapai perubahan yang lebih baik. Disamping itu dikatakan juga bahwa pada hakekatnya konseling itu bersifat psikologis. Dari hakekatnya sebagai hubungan yang bersifat membantu dan sebagai proses psikologis, konseling memberikan pengalaman belajar yang baru kepada konseli. Sekurang-kurangnya ada enam macama pengalaman baru yang dapat diperoleh oleh klien dalam proses konseling, yaitu:

(1) Menghadapi konflik-konflik internal a. Penilaian negatif terhadap diri sendiri b. Keharusan psikologi c. Konflik kebutuhan-kebutuhan (2) Menghadapi realitas a. Menghindar b. Generalisasi berlebihan c. menyalahkan (3) Mengembangkan tilikan a. Kesan palsu b. Saringan (filter) psikologis c. Kebingungan (4) Memulai suatu hubungan baru (5) Meningkatkan kebebasan psikologis (6) Memperbaiki konsepsi-konsepsi yang keliru

3. Klien dalam Konseling


Konsep Psikological Strength atau Daya Psikologis Orang yang masuk ke dalam konseling pada dasarnya karena mengalami kekurangan psychological strength atau daya psikologis, yaitu suatu kekuatan yang diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan dalam keseluruhan hidupnya termasuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya. Konsep daya psikologis mempunyai tiga dimensi yaitu: need fulfillment (pemenuhan kebutuhan), intrapersonal competencies (kompetensi intrapribadi), dan interpersonal competencies (kompetensi antarpribadi).

Pemenuhan Kebutuhan Makin banyak dicapai kebutuhan psikologis, orang akan makin kuat secara psikologis seperti halnya orang yang cukup gizi akan makin kuat fisiknya. Ada beberapa macam kebutuhan yang terkait dengan konseling yaitu sebagai berikut: (1) Memberi dan menerima ksaih sayang

(2) Kebebasan (3) Memiliki kesenangan (4) Menerima Stimulasi (rangsangan) (5) Perasaan mencapai prestasi (6) Memiliki harapan (7) Memiliki ketenangan (8) Memiliki tujuan hidup secara nyata

Kompetensi Inta-Pribadi Kekuatan psikologis, sangat ditentukan oleh seberapa jauh orang mengenal dan berhubungan dengan diri pribadi. Hubungan intra-pribadi berkenaan dengan tiga kompetensi yang saling berkaitan yaitu: (1) Pengatahuan diri (2) Pengarahan diri (3) Harga diri

Kompetensi Antar-Pribadi Kompetensi antar pribadi merupakan kecakapan yang dipelakari yang memungknkan orang berhubungan dengan orang lain dengan cara-cara saling memenuhi. Dengan demikian tujuan konselin adalah membantu kien dalam mengenal permasalahan yang berkaitan dengan cara-cara berhubungan dengan orang kain, dan belajar menemukan cara-cara baru yang dapat lebih memenuhi kebutuhan. Berikut ini dikemukakan beberapa kompetensi yang berkaitan dengan kurangnya kompetensi atar pribadi: (1) Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain (2) Ketegasan diri (assertivenes) (3) Menjadi nyaman dengan diri sendiri dan orang lain (4) Menjadi diri yang bebas (5) Harapan yang realistik terhadap diri sendiri dan orang lain (6) Perlindungan diri dalam situasi antar pribadi

4. Konselor dalam Konseling


Konselor dan peneliti sependapat bahwa kepribadian seorang konselor merupakan faktor yang paling penting dalam konseling. Kepribadian konselor merupakan titik tumpu yang berfungsi sebagai penyeimbang antara pengetahuan mengenai dinamika perilakunya dan keterampilan terapeutik.

Kualitas Konselor Karakteristik keefektifan konseling. (1) Pengetahuan mengenai diri sendiri (self-knowledge) a. Menyadari kebutuhannya b. Menyadari perasaannya c. Menyadari apa yang membuat cemas selama konseling, dan cara yang harus dilakukan untuk mengurangi kecemasan d. Menyadari kelebihan dan kekurangan diri (2) Kompetensi (Competence) (3) Kesehatan psikologis yang baik (4) Dapat dipercaya (Trustworthness) (5) Kejujuran (Honest) (6) Kekuatan atau daya (Strength) (7) Kehangatan (Warmth) (8) Pendengaran yang aktif (Active Responsiveness) (9) Kesabaran (10) (11) (12) Kepekaan (Sensitivity) Kebebasan Kesadaran holistik atau utuh kualitas kepribadian konselor yang terkait dengan

5. Kognisi dalam Konseling

Kognisi merupakan bagian intelek yang merujuk pada penerimaan, penafsiran, pemikiran, pengingat, pernghayalan atau penciptaan, pengambilan keputusan, dan penalaran. Karena kognisi merupakan faktor penting dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku, maka konselor akan terbantu apabila memahami kognisi dan dinamika dasarnya.

Asumsi-asumsi yang Salah Asumsi kognitif (hipotesis, keyakinan, konstruk dibuat oleh orang untuk mengendalikan dan membuat kesan mengenai hidupnya. Asumsi kognitif dapat benar atau salah dan dapat sesuai atau bertentangan Prosesn pembelajaran yang menyebabkan asumsi salah diperoleh melalui lima cara yaitu: a. Melalui pengalaman langsung b. Kejadian seolah-olah mengalami sendiri c. Pengakaran langsung d. Logika simbolik e. Miskontruksi hubungan sebab akibat Selain itu asumsi salah dapat ditimbulkan oleh kesalahan dalam berfikir. a. Generalisasi berlebihan b. Konsep semua atau tidak sama sekali c. Pernyataan mutlak d. Ketidak-akuratan semantik e. Akurasi waktu

Beberapa pertimbangan bagi konselor Dalam menghadapi klien dengan kasus asumsi salag, ada beberapa hal yang harus dijadikan pertimbangan oleh konselor, antara lain: (1) Kesabaran (2) Reaksi yang tidak membantu (3) Emosi

(4) Asumsi yang tidak disadari (5) Validitas (6) Berbagi Asumsi (7) Menyembunyikan asumsi (8) Menghilangkan asumsi (9) Melibatkan konselor dalam masalah (10) (11) Membuktikan asumsi salah Kenyataan yang baru

6. Emosi dalam Konseling


Emosi merupakan warna afektif yang menyertai setiap prilaku individu yang berupa perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi situasi tertentu. Kata emosi berasal dari bahasa latin EMOVERE: yang artinya bergerak ke luar. Emosi dasar sangat diperlukan oleh individu untuk memperoleh kelestarian hidup karena emosi berkontribusi terhadap kestabilan seluruh kehidupannya. Karena emosi menimbulkan gerakan dan arahan, maka konselor perlu memberikan label yang tepat terhadap gejala emosi kliennya. Permasalahan emosi yang sering dijumpai dalam konseling adalah empat emosi dasar yaitu: sakit hati, takut, marah, dan rasa bersalah. (1) Sakit Hati Rasa sakit hati adalah pengalaman yang dialami seseorang ketika terluka secara psikologis yang mengakibatkan gangguan mental sehingga menimbulkan berbagai konflik dan rasa marah. Ada tiga implikasi konseling dalam hubungan dengan sakit hati, yaitu: 1) Respon awal konselor adalah membiarkan klien mencurahkan rasa sakit hatinya selengkap mungkin, 2) Membantu klien memandang sakit hati secara realistik, 3) Membantu klien dalam melakukan pembalasan terhadap perlakuan tertentu yang menyebabakn sakit hati. Jalan terbaik adalah konselor harus menunjukkan bahwa perasaan sakit hati dapat dijadikan sebagai pegangan klien untuk mencoba

memberikan reaksi yang baik dan tepat apabila menghadapi situasi yang sebenarnya. (2) Takut Rasa takut timbul dari antisipasi terhadap ancaman fisik maupun psikologis spesifik. Takut menimbulkan efek yang menyerang, sehingga bila orang memberikan respon dengan menyerang, maka relex mereka akan merasa marah. Ada empat ketakutan yang serinh dibawa klien dalam proses konseling, yaitu 1) Takut trerhadap kedekatan, 2) Taku terhadap penolakan, 3)Takut terhadap kegagalan, 4)Takut terhadap kebahagiaan. (3) Marah Banyak orang yang telah diajarkan bahwa marah itu merupakan suatu emosi negatif. Tugas konselor adalah membantu klien agar kemarahan itu menjadi lebih realistis dan mampu menyatakan marah dengan cara yang mengarah pada tindakan positif. Marah disebabkan oleh dua hal yaitu pertama terjadi saat adanya halangan dalam mencapau pemuasan suatu kebutuhan, dan kedua, terjadi ketika dalam proses pemenuhan kebutuhannya mendapat hambatan dari dirinya sendiri (4) Rasa Bersalah Rasa bersalah adalah perasaan tidak nyaman/gundah, atau malu pada saat seseorang melakukan kesalahan, keburukan atau amoral. Konselor harus memahami adanya tiga macam rasa bersalah: 1) Rasa bersalah psikologis, 2) Rasa bersalah sosial, 3) Rasa bersalah religi. Beberapa prinsip motivasi yang dapat dijadikan acuan antara lain: a. Prinsip kompetisi b. Princip Pemacu c. Prinsip Ganjaran dan Hukuman d. Kejelasan dan kedekatan tujuan e. Pemahaman Hasil f. Pengembangan minat g. Lingkungan yang kondusif

10

7. Motivasi dalam konseling


Memahami motivasi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi para konselor dalam proses konseling. Motivasi dapat diartikan sebagai suatu dorongan untuk mewujudkan prilaku tertentu yang terarah kepada suatu tujuan tertentu. Beberapa prinsip Motivasi yang dapat dijadikan acuan 1. Prinsip kompetisi 2. Prinsip pemacu 3. Prinsip ganjaran dan hukuman 4. Kejelasan dan kedekatan tujuan 5. Pemahaman hasil 6. Pengembangan minat 7. Lingkungan yang kondusif

8. Komunikasi dalam Konseling


Konseling pada dasarnya melibatkan komunikasi antara dua pihak yaitu konselor dan klien yang berlangsung dalam situasi konseling. Komunikasi merupakan landasarn bagi berlangsungnya konseling. Komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses pemindahan informasi antara dua orang manusia atau lebih dengan menggubakan simbol-simbol bersama. Untuk terlaksananya suatu komunikasi konseling yang dialogis dengan mengajak klien berpartisipasi secara aktif, selain dari memahami karakter klien adalah menguasai materi bahasan dan menguasai keterampilan berkomunikasi dialogis. Sekurang-kurangnya ada delapan kemampuan dialogis yang harus dikuasai, yaitu: (1) Keterampilan Penghampiran Keterampilan penghampiran merupakan keterampilan komunikasi melalui siayarat-isyarat verbal dan non-verbal sehingga memberikan kemungkinan para mitra memebri perhatian kepada pembicara pada tahap paling awal. (2) Keterampilan Empati

11

Empai mempunyai makna sebagai suatu kesediaan untuk memahami orang lain secara paripurna baik yang nampak maupun yang terkandung khususnya dalam aspek perasaaan, pikiran, dan keinginan. (3) Keterampilan Merangkumkan Keterampilan ini dinyatakan dalam bentuk pemberian respon dengan membuat rangkuman secara tepat terhadap semua materi yang diungkapkan (4) Keterampilan Bertanya Bertanya merupakan salah satu aspek dalam proses komunikasi konseling. Keterampilan bertanya merupakan keterampilan yang cukup penting dan strategis dalam komunikasi konseling, sebab dapat menentukan kelancaran proses konseling. (5) Keterampilan Kejujuran Dengan keterampilan ini konselor dapat menyatakan perasaan mengenai perasaan klien dengan cara yang sedemikian rupa sehingga klien dapat menerima tanpa ada rasa ketersinggungan. (6) Keterampilan Asertif Asersi adalah suatu tindakan dalam memeberikan respon kepada tindakan orang lain dalam bentuk mempertahankan hak azasi sendiri yang mendasar tanpa melanggar hak azasi orang lain yang mendasar. (7) Keterampilan Konfrontasi Keterampilan konfrontasi digunakan untuk memberikan respon terhadap pesan seseorang yang mengandung pesan ganda yang tidak sesuai atau saling bertentangan satu dengan lainnya. (8) Keterampilan Pemecahan Masalah Dalam dialog yang sifatnya memecahkan masalah, maka pihak konselor harus mampu mengembangkan suatu mekanisme komunikasi yang

memebrikankesempatan pada klien menyampaikan pendapat dan sumbangan pikirannya, menjabarkan dan memilih alternatif, mempertimbangkan nilainilai, dan membuat rencana tindakan.

9. Teknik-teknik dalam Konseling


12

Keberhasilan konseling banyak ditentukan keefektifan konselor dalam menggunakan berbagai teknik. (1) Persiapan untuk Konseling a. Kesiapan untuk konseling Kesiapan klien untuk konseling ini ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya motivasi untuk memperoleh bantuan, pengetahuna klien tentang konseling, kecakapan intelektual, tingkat tilikan terhadap masalah, harapan-harapan terhadap konselor, dan didte, pertahanan dirinya. b. Metode penyiapan konseling c. Riwayat kasus Kumpulan informasi yang sistematis tentang kehidupan klien sekarang dan masa lalu d. Psikodiagnosis Suatu klasifikasi deskriptif masalah-masalah, atau suatu prosedur menginterprestasikan data kasus e. Penggunaan tes dalam psikodiagnosis Untuk memperoleh data kepribadian klien melalui sampel prilaku dalam situasi yang terstandar sehingga diperoleh data teraputik. (2) Teknik-teknik Hubungan a. Teknik rapport b. Refleksi perasaan c. Teknik-teknik penerimaan d. Teknik menstruktur e. Diam sebagai suatu teknik f. Teknik-teknik memimpin g. Memberikan jaminan h. Keterampilan mnegakhiri (3) Masalah-masalah Khusus tentang Hubungan a. Pemindahan b. Pemindahan balik c. Resistensi atau penolakan

13

(4) Teknik-teknik Interpretasi a. Refleksi perasaan b. Klarifikasi c. Refleksi d. Konfrontasi e. Interpretasi (5) Penggunaan Nasihat, Informasi dan Tes Nasihat merupakan bentuk psikoterapi dan konseling yang paling tua, dan tujuannya untuk mengalihkan sikap dan prilaku klien. Salah satu ktitikan terhadap penggunaan nasihat, bahwa dalam pemberian nasihat tanggung jawab pemecahan masalah dipindahkan ke tangan konselor dan membatasi konseli untuk mengubah sendiri sikap penilaian diri yang fundamental Ada tiga fungsi oengunaan tes dalam konsleing yaitu sebagai alat diagnostik, menemukan minat dan nilai, dan membuat prediksi tingkah laku.

10. Manajemen Ruang dan Waktu untuk Konseling


Manajemen ruang mencakup pengelolaan tiga jenis ruang yaitu fisik, ruang pribadi, dan ruang waktu. (1) Ruang Fisik Unsur-unsur ruang fisik yang perlu dikelola efektif adalah: a. Tata letak b. Iluminasi (penerangan) c. Atmosfir d. Warna e. Suara f. Kebersihan dan estetika g. Kesesakan dan kepadatan (2) Ruang Pribadi/Sosial a. Terirorialitas b. Privacy c. Zona Pribadi

14

(3) Ruang Waktu

11. Model-model Konseling Tiga contoh model konseling yang berbasis pada terori dan pendekatan tertentu. (1) Rancangan Klasifikasi Diagnostik Ekologi (RKDE) Secara ringkas RKDE dapat dikatakan sebagai alat yang digunakan oleh konselor untuk memperluan konseptualisasi masalah yang dihadapi klien baik individual maupun antar-pribadi dengan memasukkan unsur lingkungan dan interaksi individu dengan lingkungan ke dalam proses signostik, sehingga dapat dilakukan diagnosis lebih cermat dan dapat dikembangkan langkahlangkah intervensi secara lebih terarah dan sistematis. (2) Eklektik Sistematis Pendekatan Eklektik Sistematis berasumsi bahwa penilaian klinis, intervensi dan evaluasi merupakan lingkaran proses yang berkesinambungan. Asumsi lainnya dalah bahwa proses konseling dikembangkan berdasarkan masalahmasalah dan kaitannya dengan unsur-unsur sistem lingkungan baik internal maupun eksternal (3) Penggunaan Silogisme dalam Terapi Rasional-Emotif RET dapat ditingkatkan dengan memperbaiki pemahaman hubungan antara kejadian, keyakinan, dan emosi. Pemahaman baru ini melibatkan keterpaduan konsep dasar logika ke dalam praktek RET, terutama silogisme praktis.

12.Wellness : Konsep Kesehatan Mental dalam Konseling


Bab ini merupakan saduran bebas dari tuliasan J Melvin Witmer dan Thomas J. Sweeney, A Holostic Model for Wellness and Prevention Over Life Span, dalam jurnal of Counseling and Developmenr, vol 71, number 2 November/December 1992. Dalam perkembangan mutakhir ini para pakar telah menggunakan istilah wellness untuk menggambarkan suatu keadaan sehat secara lebih konprehensif. Istilah ini mempunyai makna yang luas mencakup mental helath sekaligus 15

mental hygiene dan dikembangkan secara holistik untuk mendeskripsikan konsep keutuhan internal dan eksternal dari kepribadian yang sehat. Nicholas dan Goble (1989) mengemukakan sistem model wellness yang multidimensional menekankan empat prinsip yaitu: 1. Sehat itu multidimensional 2. Sehat itu variabel/ dinamis dan tidak statis 3. Sehat itu mengatur diri sendiri dalam setiap dimensi kehidupan 4. Sehat itu mengatur sendiri antara dimensi kehidupan Peristiwa-peristiwa global baik alam maupun manusia mempunyai pengaruh timbal balik dengan tantangan-tantangan hidup dan tugas-tugas hidup. Spiritualitas, merupakan tugas hidup pertama dan yang paling inti dan sentral dalam kebulatam wellness. Tugas hidup yang kedua adalah regulasi diri. Tugas hidup ketiga adalah pekerjaan. Tugas hidup yang keempat adalah persahabatan. Selanjutnya wellness dikembangkan dengan tugs hidup yang kelima yaitu cinta.

16

You might also like