You are on page 1of 7

FILSAFAT PATRISTIK

A. Istilah Patristik Zaman ini disebut zaman patristic (dari kata latin pater: bapa, yang di maksud ialah para bapa gereja). Zaman ini meliputi zaman di antara para rasul abad pertama hingga kira- kira awal abad ke-8. para pemikir Kristen pada zaman patristic mengambil sikap bermacam-macam. Ada yang menolak sama sekali filsafat yunani, karena dipandang sebagai hasil pemikiran manusia semata-mata, bahkan berbahaya bagi iman kristen. Akan tetapi ada juga yang menerima filsafat yunani. Karena perkembangan pemikiran yunani itu dipandang sbagai persiapan bagi injil. Kedua macam sikap ini sebenarnya masih menggema di zaman pertengahan. Filsafat ptristik muncul dan berkembang di dua wilayah, yakni: wilayah timur (yunani) dan wilayah barat (latin). Istilah Patristik berasal dari kata latin patres yang berarti Bapak dalam lingkungan gereja. Bapak yang mengacu pada pujangga Kristen, mencari jalan menuju teologi Kristiani, melalui peletakan dasar intelektual untuk agama kristen. Didunia Barat agama Khatolik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan dunia, dan etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka menggukanakan falsafat Yunani dan memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya mengenai soal-soal yang berhubungan dengan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat Tuhan. Yang terkenal Tertulianus (160-222), Origenes (185-254), Agustinus (354430), yang sangat besar pengaruhnya (De Civitate Dei). Berdasarkan ajaran Neo-Plaonisi da Stoa, ajarannya meliputi pengetahuan, tata dalam alam. Bukti adanya Tuhan, tentang manusia, jiwa, etika, masyarakat dan sejarah. Periode ini ditandai dengan oleh Bapak-bapak Gereja (patristik) yang dimulai dengan tampilnya apologet dan para pengarang Gereja. Para Apologet memiliki tugas utama menjawabi berbagai persoalan dan keberatan mengenai ajaran-ajaran iman Gereja terhadap berbagai ajaran atau paham-paham filosofis yang mengancam ajaran keimanan yang benar. Para pengarang Gereja adalah orang-orang yang menulis buku dan karangan-karangan tentang berbagai ajaran Gereja secara menyeluruh dan mendalam dibandingkan dengan tulisan-tulisan sebelumnya. Mereka-mereka itu adalah Clemens dari Alexandria (150-219 M) dan Origenes (185-254 M). Kemudian tampil juga para pujangga Gereja (325-500 M) yang membaktikan jasa mereka bagi Gereja dan ajaran Kristen. Satu Athanasius, Gregorius dan Naziaza, Basilius, Gregorius dari Nyssa, dan Sirilus dari Alexandria adalah para pujangga Gereja dari tradisi Yunani dan menggunakan Bahasa Yunani, sedangkan Ambrosius dan Agustinus termasuk dalam tradisi Latin yang menggunakan bahasa Latin. Ajaran-ajaran mereka, terutama ajaran Agustinus, berkembang sangat luas dan sangat berpengaruh dalam diri para filosuf abad pertengahan. Masa Agustinus (354430 M) sampai ca. 1000 M dikeal dalam sejarah filsafat sebagai periode transisi, da para filsuf yang terkelompok dalam periode ini adalah Agustinus sendiri, Boethius (480-525 M) dan John Scotus Eriugena (lahir ca. 800 M). B. Filsafat Pada Zaman Patristik Filsafat pada zaman ini berlangsung pada abad pertengahan tepatnya pada tahun 100-700. Namun, pada sumber lain ada juga yang menyebutkan bahwa Filsafat Abad Pertengahan dimulai sejak Plotinus. Pada Plotinus (lahir 204 M). Karena filsafat ini berlangsung pada Abad pertengahan maka sangat erat kaitannya dengan filsafat pada abad pertengahan terutama terhadap tokoh-tokoh filsafat pada abad pertengahan yakni Tertalius (160-222), Origenes (185-254), Agustinus (354-430). Dunia Barat agama Khatolik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan dunia, beserta etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkannya maka mereka menggunakan Filsafat Yunani dan memperkembangkannya lebih lanjut, khususnya mengenai soal-soal tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat tentang Tuhan. Akal pada Abad Pertengahan ini benar-benar kalah. Hal itu kelihatan jelas pada Filsafat Plotinus., Agustinus, Anselmus. Pada Aquinas penghargaan terhadap akal muncul kembali, dan kerena itu filsafatnya mendapat kritikan. Sebagaimana telah dikatakan, Abad Pertengahan merupakan dominasi akal yang hamper seratus persen pada Zaman Yunani sebelumnya, terutama pada Zaman Sofis. Pemasungan akal dengan jelas terlihat pada pemikiran Plotinus. Ia mengatakan bahwa Tuhan bukan untuk dipahami melainkan untuk dirasakan. Oleh karena itu tujuan dari filsafat adalah bersatu dengan Tuhan. Jadi dalam hidup ini rasa itulah satu-satunya yang dituntun oleh Kitab Suci, pedoman hidup manusia. Filsafat rasional dan sains tidak penting; mempelajarinya merupakan usaha mubadzir, menghabiskan waktu secara sia-sia. Karena Simplicius salah seorang pemikir zaman Plotinus, telah menutup sama sekaliruang gerak filsafat rasional, iman telah menang mutlak. Karena iman harus menang mutlak orang-orang yang masiih menghidupkan filsafat (akal) harus dimusuhi. Maka pada Tahun 415 Hypatia, seorang yang terpelajar ahli filsafat pada zaman Aristoteles, dibunuh. Tahun 529 Kaisar Justianus mengeluarkan Undang-Undang yang melarang Filsafat. Agustinus mengganti akal dengan iman; potensi manusia yang diakui pada zaman Yunani diganti dengan kauasa Allah. Ia mengatakan bahwa kita tidak perlu dipimpin oleh pendapat bahwa kebenaran itu relatif. Kebenaran itu mutlak yaitu ajaran agama. Moral berpuncak pada dosa Adam, kehidupan pertapa adalah kehidupan terbaik. Hati memerlukan kehidupan demikian. Ia juga mengatakan bahwa mempelajari hukum alam adalah mubadzir, memboroskan waktu. Ia berkutat bahwa bumi adalah pusat jagat raya. Intelektualisme tidak penting, yang penting adalah cintakepada Tuhan. Tidak perlu dipikir, tanya dati Anda, siap pencipta alam ini. Untuk itu hati bersih, harus hidup. Mka kehidupan berbujang adalah kehidupan terpuji. Manusia dilarang mempelajari Astronomi. Mempelajari Anatomi memnjadikan manusia materialistis. Filsafat dan Sains jangan disentuh. Akal mati, hati menang.

Ciri khas Filsafat Abad pertengahan terletak pada rumusan terkenal yang dikemukakan oleh Saint Anselmus, yaitu Credo Ut Intelligam, yang berarti iman terlebih dfahulu setelah itu mengerti. Imanilah terlebih dahulu, misalnya, bahwa dosa warisan itu ada, setelah itu susunlah argumen utnuk memahaminya. Mungkin juga utnuk meneguhkan keimanan itu. Didalam pengertian itu tersimpalah pengertian bahwa seseoang tidak boleh mengerti atau paham terlebih dahulu, dan karena memahaminya lantas ia mengimaninya. Ini iman secara rasional. Dalam undkapan ini orang beriman bukan karena ia mengerti bahwa itu hahrus diimaninya, malainkan orang mengerti kalau ia mengimaninya. Sifat ini berlawanan dengan sifat Filsafat Rasional. Dalam Filsafat Rasioanl pengertian itulah yang didahulukan; setelah dia mengerti barulah mungkin ia diterima dan kalau mau diimani. Mengikuti inilah maka Filsafat Abad Pertengahan terletak pada ungkapan itu. Apakah kaidah ini (iman agar mengerti) dapat dianggap sebagai rumus filsafat yang dianggap umum? Jawaban yang jelas atas pertanyaan ini sulit dikemukakan. Yang dapat dikemukakan adalah bahwa kaidah ini kurang dianut, juga dalam Filsafat Islam. Contoh yang menonjol dalam Filsafat Islam adalah Al-Ghazali. Didalam perbandingan ini kita seakan menemukan keganjilan. Mengapa penerapak kaidah itu dalam Kristen menimbulkan akibat Sains dan Filsafat terhadap perkembangannya, tetapi penerapak rumus ini dalam perkembangan pemikiran Islam tidak menyebabkan tersendatnya perkembangan filsafat dan sains dalam Islam. Kelihatannya Filsafat Credo Ut Intelligem itu tidak merugikan perkembangan Filsafat dan Sains seandanya wahtu yang dijadikan andalan adalah wahyu yang tidak berlawanan dengan akal logis. Hal iini kita temukan misalnya dalam Islam. Filsafat didalam Islam berkembang amatpesat karena keyakinan Islam tidak ada yang berlawanan dengan akal logis; yang ada adalah bagian-bagaian yang berada didaerah Supralogis dan Suprarasional. Sains, Filsafat dan iman (rasa) sebenarnya merupakan keseluruhan pengetahuan manusia. Akan tetapi pembatasan daerah kerja (kapling)nya masih harus jelas. Sains bekerja pada objek-objek sensasi, Filsafat pada objek-objek abstrak logis, sedangkan hati (rasa) bekerja pada daerah-daerah Supralogis. Yang ini sesugguhnya telah disebut oleh Bonaventura. Menurut pendapatnya manusia memiliki tiga potensi (kmampuan): indera, akal dan kontemplasi. Hasil kerja masing-masing potensi itu tidak boleh berlawanan, tetapi boleh tidak sama. Tidak sama itu bukan berlawanan. Kekurang jelasan perbatasan daerah inilah yang sering terjadinya bentrokan antara sains, filsafat, dan iman. Kelemahan lain dalam Filsafat Kristen pada Abad Pertengahan itu adalah sifatnya yang terlaluyakin terhadap penafsiran teks kitab suci. Penafsiran sebanarnya tidak lebihberarti daripada sekedar filsafat juga. Jadi penafsiran pada dasarnya bersifat relatif kebenarannya, tidak absolut. Karena filosof pada zaman itu rata-rata menjabat sebagai orang suci (Saint), makafilsafat mereka menempati pengertian agama yang absolut dalam dirinya. Iinilah barangkali yang menjadikan tekanan-tekanan psikoloogis maupun fisis terhadap tokoh lain yang pemikirannya berbeda dengan pemikiran Filosof Gereja. Pada Abad Pertengahan itu Agama Kristen boleh dikatakan bukan lagi kitab suci, malainkan penafsiran kitab suci oleh para Saint tersebut. Berbedanya pemikiran Copernicus dengan Galileo dengan pemikira tokoh-tokoh Gerejatelah menyebabkan kedua tokoh tersebut dihukum. Sebenarnya pendapat kedua ilmuwan tersebut tidak berlawanan dengan kitab Suci, melainkan berbeda dengan pendapat Tokoh Gereja yang mengatasnamakan Kitab Suci, berarti Kitab Suci itu salah karena bukti-bukti menunjukkan bahwa kedua Ilmuwan itulah yang benar. Uraian tadi manunjukkan bahwa pada Abad Pertengahan ini, iman (hati) benar-benar telah menang melawan akal dan berhasil mendominasi jalan hidup Abad Pertengahan (diBarat). Akibat-akibatnya amat mudah dipahami; filsafat dan sains berhenti; jangankan menemukan yang baru, menjaga warisan Yunani ini saja tidak mampu. Abad Pertengahan melahirkan juga filosof yang lumayan, yaitu Thomas Aquinas. Ia lahir pada masa-masa menjelang habisnya kekuatan agama Kristen mempengaruhi jalan pemikiran. Tekanan terhadap pemikiran rasional pada waktu ia hidup telah berkurang. Oleh karena itu, ia berhasil mengumumkan Filsafat Rasionalnya. Yang terkenal adalah beberapa pembuktian adanya Tuhan yang masih dipelajari orang hinga saat ini. Tetapi filsafatnya ini tetap saja tidak disenangi oleh banyak tokoh ketika itu. C. Tokoh-Tokoh Filsafat Pada Zaman Patristik 1. Augustinus (354-430) Augustinus mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah filsafat. Mungkin penamaan Abad Agustinus (The Age of Agustine) seperti yang telah ditulis oleh Mayer dalam bukunya disebabkan oleh Augustinus telah meletakkan dasar-dasar bagi pemikiran Abad Pertengahan mengadaptasikan Platonisme dengan idea-idea Kristen. Ia memberikan formulasi yang sistematis tentang Filsafat Kristen, suatu filsafat yang dominan terhadap Khatolik dan Protestan. Stuart Hampshire dalam introduksi bukunya, The Age of Reason, menyatakan bahwa filsafat adalah suatu kegiata pikir manusia yang bersinambung. Pikiran seorang tokoh pada masa tertentu baru jelas dipahami setelah melihat hubungannya dengan pemikiran-pemikiran sebelumnya. Kalau demikian, maka beberapa pemikir sebelum Augustinus perlu dibicarakan terlebih dulu. Mungkin saja pemikir iru merupakan latar belakang pemikiran Augustinus. Augustinus lahir di Tagasta, Numidia (sekarang Algeria). Pada 13 Nopember 354. Tatkala berumur sebelas tahun ia dikirim kesekolah Madaurus. Lingkungan itu telah mempengaruhi perkembangan moral dan agamanya. Tahun 369-370 dihabiskannya dirumah sebagai penganggur, tetapi suatu bacaan tentang Cicero pada bukunya Hortensius, telah membimbingnya kefilsafat.

Pada Tahun 388 ia mengabdikan seluruh dirinya kepada Tuhan dan melayani pengikut-pengikutnya, kemudian ia menjual seluruh warisan dan uang hasil penjualannya tersebut dikasihkan kepada fakir-miskin. Pada tahun 395-396 ia ditahbiskan menjadi seorang Uskup di Hippo. Tahun terakhir hidup-hidupnya adalah tahun-tahun peperangan bagi imperium Romawi. Pada bulan 28 Agustus 430 ia meninggal dunia dalam kesucian dan kemiskinan yang memang sudah lama dijalaninya. Filsafat Augustinus merupakan sumber atau reformasi yang dilakukan oleh Protestan, khususnya kepada Luther, Zwingli, dan Calvin. Kutukannya kepada seks, pujianya kepada kehidupa pertapa, pandangannya tentang dosa asal, semuanya ini merupakan faktor yang memberikan kondisi untuk wujud pandangan-pandangan Abad Pertengahan. Filsafatnya tentang sejarah berpengaruh terhadap gerakan-gerakan agama dan pada pemikiran sekular. Dalam pertarungan berbagai ideologi politik sekarang, ada kesamaan dalam keabsolutan, dalam dogmatisme, dan juga dalam fanatisme. Paham toesentris pada Augustinus menghasilkan suatu revolusi dalam pemikiran orang Barat. Anggapannya yang meremehkan kepentingan duniawi, kebenciannya terhadap teori-teori kealaman, imannya kepada Tuhan tetap merupakan bagaian peradaban modern. Sejak zaman Augustinuslah orang Barat lebih memiliki sifat introspektif. Karta Augustinus yang paling berpengaruh adalah The City of God. Karya itu muncul disebabkan oleh adanya perampasan Roma oelh pasukan Alarik. Kejadian ini memiliki konsekuensi yang besar. Banyak orang Roma menganggap bahwa perampasan itu terjadi karena ketidak patuhan orang-orang Roma kepada Dewa-dewa lama dan penerimaan mereka terhadap agama Kristen. Mereka juga ragu apakah tidak salah pilih dengan agama Kristen. Karena banyak yang meilih agama Kristen kemudian melakukan praktek kafir, sebagian lain menjadi orang yang ragu karena merasa Tuhan yang mereka semabah tidak mempunyai kekuatan atas alam semsta ini. Untuk menjawab masalah itu Augustinus menulis The City of God. Buku itu berisi tidak hanya penolakan atas keraguan yang tersebar ketika itu, tetapi juga mengetengahkan suatu sejarah filsafat yang sistematis yang menarik perhatian orang-orang pada Abad Keduapuluh sekarang. Augustinus tidak mempercayai bahwa sejarah adalah suatu siklus sejarah lebih dari itu; ia merupakan kejadian yang diatur oleh Tuhan. Jadi sebenarnya sejarah juga mempunyai suatu permulaan dan suatu akhir. Permualaannya adalah saat kejatuhan manusia, dan akhirnya adalah kemenangan Tuhan mengatasi kejahatan. Filsafat sejarah seperti ini adalah Dilsafat Sejarah dibimbing oleh Toelogi. Sejarah tidak dapat dijelaskan dengan memperhitungkan faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, sejarah dapat dipahami melaluihukum-hukum Tuhan. Buku The City of God dapat dibagi menjadi dua bagian besar. Bagian pertama yaitujilid 1-10 membicarakan tanggungjawab Kristen terhadap perpecahan Romawi, sifat-sifat imperialistis, tidak pernahnya Romawi memperhatikan masyarakat taklukannya. Bagian kedua yaitu jilid 11-12 membicarakan asal-usul manusia, dunia Tyhan dan dunia Setan. Mengenai siksa neraka Augustinus mengatakan bahwa ia bersifat kekal. Origen berpendapat bahwa orang, bagaimanapun jeleknya, tidak akan kekal dineraka, Augustinus menolak pendapat ini. Kalau pendapat Origen benar, mengapa tidak berlaku bagi Setan? Demikian kata Augustinus. http://arif-fikri.blogspot.com/2011/09/filsafat-patristik.html a. Patristik (100-700) Patristik berasal dari kata Latin Patres yang berarti bapa-bapa greja, ialah ahli agama kristen pada abad permulaan agama kristen.[8] Didunia barat agama katolik mulai tersebar dengan ajaranya tentang tuhan, manusia dan etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka menggunakan filsafat yunani dan memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya menganai soal soal tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat tuhan. Yang terkenal Tertulianus (160-222), origenes (185-254), Agustinus (354-430), yang sangat besar pengaruhnya (De Civitate Dei). Pratistik berasal dari kata latin prates yang berarti Bapa-Bapa Gereja, ialah ahli agama Kristen pada abad permulaan agama Kristen. Zaman ini muncul pada abad ke-2 sampai abad ke-7, dicirikan dengan usaha keras para Bapa Gereja untuk mengartikulasikan, menata, dan memperkuat isi ajaran Kristen serta membelanya dari serangan kaum kafir dan bidah kaum Gnosis. Bagi para Bapa Gereja, ajaran Kristen adalah filsafat yang sejati dan wahyu sekaligus. Sikap para Bapa Gereja terhadap filsafat yunani berkisar antara sikap menerima dan sikap penolakan. Penganiayaan keji atas umat Kristen dan karangan-karangan yang menyerang ajaran Kristen membuat para bapa gereja awal memberikan reaksi pembelaan (apologia) atas iman Kristen dengan mempelajari serta menggunakan paham-paham filosofis. Akibatnya, dalam perjalanan waktu, terjadilah reaksi timbal balik, kristenisasi helenisme dan helenisasi kristianisme. Maksudnya, untuk menjelaskan dan membela ajaran iman Kristen, para Bapa Gereja memakai filsafat Yunani sebagai sarana (helenismedi kristenkan). Namun, dengan demikian, unsur-unsur pemikran kebudayaan helenisme, terutama filsafat Yunani, bisa masuk dan berperan dalam bidang ajaran iman Kristen dan ikut membentuknya (ajaran Kristen di Yunanikan lewat gaya dan pola argumentasi filsafat yunani). Misalnya, Yustinus Martir melihat Nabi dan Martir kristus dalam diri sokrates. Sebaliknya, bagi Tertulianus (160-222), tidak ada hubungan antaraAthena (simbol filsafat) dan Yerussalem (simbol teologi ajaran kristiani). Bagi Origenes (185-253) wahyu ilahi adalah akhir dari filsafat manusiawi yang bisa salah. Menurutnya orang hanya boleh mempercayai sesuatu sebagai kebenaran bila hal itu tidak menyimpang dari trasdisi gereja dan ajaran para rasul.

Pada abad ke-5, Augustinus (354-430) tampil. Ajarannya yang kuat dipengaruhi neo-platonisme merupakan sumber inspirasi bagi para pemikir abad pertengahan sesudah dirinya selama sekitar 800 tahun. Zaman Patristik ini mengalami dua tahap:[9] 1. Permulaan agama Kristen. Setelah mengalami berbagai kesukaran terutama mengenai filsafat Yunani maka agama Kristen memantapkan diri. Keluar memperkuat gereja dan ke dalam menetapkan dogma-dogma. 2. Filsafat Augustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal pada masa patristik. Augustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu keseluruhan. Setelah berakhirnya zaman sejarah filsafat Barat Kuno dengan ditutupnya Akademia Plato pada tahun 529 oleh Kaisar Justinianus, karangan-karangan peninggalan para Bapa Gereja berhasil disimpan dan diwariskan di biara-biara yang , pada zaman itu dan berates-ratus tahun sesudahnya, praktis menjadi pusat-pusat intelektual berkat kemahiran para biarawan dalam membaca, menulis, dan menyalinnya ke dalam bahasa Latin-Yunani serta tersedianya fasilitas perpustakaan. http://khotimhanifudinnajib.blogspot.com/2011/07/sejarah-filsafat-masa-pertengahan.html A. Pendahuluan Sejarah filsafat Abad Pertengahan dimulai kira-kira pada abad ke-5 sampai awal abad ke-17. Para sejarawan umumnya menentukan tahun 476, yakni masa berakhirnya Kerajaan Romawi Barat yang berpusat di kota Roma dan munculnya Kerajaan Romawi Timur yang kelak berpusat di Konstantinopel (sekarang Istambul), sebagai data awal zaman Abad Pertengahan dan tahun 1492 (penemuan benua Amerika oleh Columbus) sebagai data akhirnya1[1]. Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada Abad Pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat Abad Pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua persoalan selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris2[2]. Adapun istilah Abad Pertengahan sendiri (yang baru muncul pada abad ke-17) sesungguhnya hanya berfungsi membantu kita untuk memahami zaman ini sebagai zaman peralihan (masa transisi) atau zaman tengah antara dua zaman penting sesudah dan sebelumnya, yakni Zaman Kuno (Yunani dan Romawi) dan Zaman Modern yang diawali dengan masa Renaissans pada abad ke-17. Dengan demikian, bentangan waktu seribu tahun sejarah filsafat Barat Kuno (Yunani dan Romawi) yang sudah kita bahas dilanjutkan dengan masa seribu tahun sejarah filsafat Abad Pertengahan yang akan kita bahas dalam makalah ini. Periode abad pertengahan mempunyai perbedaan yang mencolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan ini terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama kristen pada permulaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan agama. Zaman pertengahan adalah zaman keemasan bagi kekristenan3[3]. Disinalah yang menjadi persoalannya, karena agama kristen itu mengajarkan bahwa wahyu tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan yunani kuno mengatakan bahwa kebanaran dapat di capai oleh kemampuan akal4[4]. Ciri Filsafat Abad Pertengahan Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan filsafat5[5]. Dilihat secara menyeluruh, filsafat Abad Pertengahan memang merupakan filsafat Kristiani. Para pemikir zaman ini hampir semuanya klerus, yakni golongan rohaniwan atau biarawan dalam Gereja Katolik (misalnya uskup, imam, pimpinan biara, rahib), minat dan perhatian mereka tercurah pada ajaran agama kristiani. Akan tetapi, orang akan sungguh-sungguh salah paham jika memandang filsafat Abad Pertengahan sematamata sebagai filsafat yang selalu berisi dogma atau anjuran resmi Gereja. Sebab, sebagaimana nanti akan kita lihat, tema yang selalu muncul dalam sejarah filsafat Abad Pertengahan adalah hubungan antara iman yang berdasarkan wahyu Allah sebagaimana termaktub dalam kitab suci dan pengetahuan yang berdasarkan kemampuan rasio manusia. Dan, dalam hal ini, tidak semua pemikir abad pertengahan mempunyai jawaban yang sama. Adanya beragai macam aliran pemikiran yang mengkaji tema tersebut menunjukkan bahwa para pemikir pada zaman itu ternyata bisa berargumentasi secara bebas dan mandiri sesuai dengan keyakinannya. Kendati tidak jarang mereka, harus berurusan dan bentrok dengan para pejabat gereja sebagai otoritas yang kokoh dan

B.

terkadang angkuh pada masa itu. Oleh karena itu, kiranya dapat dikatakan bahwa filsafat abad pertengahan adalah suatu filsafat agama dengan agama kristiani sebagai basisnya. Periode abad pertengahan mempunyai perbedaan yang menyolok dengan abad sebelumnya. Perbedaan itu terutama terletak pada dominasi agama. Timbulnya agama Kristen yang diajarkan oleh nabi isa pada permualaan abad masehi membawa perubahan besar terhadap kepercayaan keagamaan. Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pendangan yunani kuno yang mengatakan bahwa kebanaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenal adanya wahyu. Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada dua6[6]: 1. Golongan yang menolak sama sekali pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan pemikiran orang kafir karena tidak mengakui wahyu. 2. Menerima filsafat yunani yang mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan maka kebijaksanaan manusia berarti pula kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu, akal dapat dibantu oleh wahyu. 1. Periode-periode pada abad pertengahan Sejarah filsafat abad pertengahan dibagi menjadi dua zaman atau periode, yakni periode pratistik dan periode skolastik7[7]. a. Patristik (100-700) Patristik berasal dari kata Latin Patres yang berarti bapa-bapa greja, ialah ahli agama kristen pada abad permulaan agama kristen8[8]. Didunia barat agama katolik mulai tersebar dengan ajaranya tentang tuhan, manusia dan etikanya. Untuk mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka menggunakan filsafat yunani dan memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya menganai soal-soal tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat tuhan. Yang terkenal Tertulianus (160-222), origenes (185-254), Agustinus (354-430), yang sangat besar pengaruhnya (De Civitate Dei). 2. Tertullianus (160 - 222 ) Di antara para pembela iman Kristen adalah Tertullianus ia dilahirkan bukan dari keluarga Kristen, tetapi setelah melaksanakan pertobatan ia menjadi gigih membela Kristen secara fanatik. Ia menulak kehadiran filsafat Yunani, karna filsafat dianggap sesuatu yang tidak perlu. Baginya berpendapat, bahwa whyu tuhan sudahlah cukup, dan tidak ada hubungan antara teologi dengan filsafat, tidak ada hubungan antara Yerussalem (pusat agama) dengan Yunani (pusat fisafat), tidak ada hubungan antara gereja dengan akedemi, tidak ada hubungan antara Kristen dengan penemuan baru. Selanjutnya ia mengatakan, bahwa dibanding dengan cahaya Kristen, maka segala yang dikatakan oleh para filosof Yunani dianggap tidak penting. Karna apa yang dikatakan oleh para filosof Yunani tentang kebenaran pada hakikatnya sebagai kutipan dari kitab suci. Akan tetapi karena kebodohan para filosof, kebenaran kitab suci tersebut dipalsukan. Akan tetapi lama kelamaan, Tertullianus akhirnya menerima juga filsafat yunani sebagai cara berpikir yang rasional. Alasannya, bagaimanapun juga berpikir yang rasional diperlukan sekali. Pada saat itu, karena pemikiran filsafat yang diharapkan tidak dibakukan. Saat itu filsafat hanya mengajarkan pemikiran-pemikiran ahli pikir Yunani saja. Sehingga, akhirnya Tertullianus melihat filsafat hanya dimensi praktisnya saja, dan ia menerima filsafat sebagai cara atau metode berpikir untuk memikirkan kebenaran keberadaan Tuhan beserta sifat-sifatnya. 3. Augustinus (354-430) Sejak mudanya ia telah mempelajari bermacam-macam aliran filsafat, antara lain platonisme dan skeptisisme. Ia telah diakui keberhasilannya dalam membentuk filsafat abad pertengahan, sengga ia dijuluki sebagai guru skolastik yang sejati. Ia seorang tokoh besar di bidang teologi dan filsafat. Setelah ia mempelajari aliran Skeptisisme, ia kemudian tidak menyetujui atau menyukainya, karena di dalamnya terdapat pertentangan batiniah. Orang dapat meragukan segalanya, akan tetapi orang tidak dapat meragukan bahwa ia ragu-ragu. Seseorang yang ragu-ragu sebenarnya ia berpikir dan seseorang yang berpikir sesungguhnya ia berada (eksis). Menurut Augustinus, daya pemikiran manusia ada batasanya, tetapi pikiran manusia dapat mencapai kebenaran dan kepastian yang tidak ada batasnya, yang bersifat kekal abadi. Artinya, akal pikir manusia dapat berhubungan dengan sesuatu kenyataan yang lebih tinggi. Dan menurutnya lagi, Allah menciptakan dunia ex nihilo (konsep yang kemudian juga diikuti oleh Thomas Aquinas). Artinya dalam menciptakan dunia dan isinya, Allah tidak menggunakan bahan. Jadi, berbeda dengan konsep pencitaan yang diajarkan Plato bahwa me on merupakan dasar atau materi segala sesuatu. Dunia

diciptakan sesuai dengan ide-ide Allah. Manusia dan dunia berpatisipasi dengan ide-ide ilahi. Pada manusia partisipasi itu lebih aktif dibanding dunia materi. Akhirnya, ajaran Augustinus berhasil menguasai sepuluh abad, dan mempengaruhi pemikiran Eropa. Perlu diperhatikan bahwa para pemikir patristik itu sebagai pelopor pemikiran skolastik. Mengapa ajaran Augustinus sebagai akal dari skolastik dapat mendominasi hamper sepuluh abad, karena ajarannya lebih bersifat sebagai metode daripada suatu siste, sehingga ajarannya mampu meresap sampai masa skolastik. Filsafat patristik mengalami kemunduran sejak abad V hungga abad VIII. Di Barat dan Timur muncul tokoh-tokoh dan pemikir- pemikir baru dengan corak pemikiran yang mulai berbeda dengan masa patristik. http://muhamadiqbalmalik.blogspot.com/2012/04/filsafat-abad-pertengahan-patristik-dan.html PERMULAAN MASA PATRISTIK Nama Patristik berasal dari kata latin Patres yang menunjukkan kepada bapa bapa gereja, berarti pujangga pujangga kristen dalam abad abad pertama tarikh masehi yang meletakkan dasar intelektual untuk agama kristen. Mereka merintis jalan dalam perkembangan teologi kristiani. Secara kronologis mereka masih termasuk masa kuno, tapi dari sudut perkembangan sejarah filsafat sebaiknya mereka dipandang sebagai masa peralihan menuju pemikiran abad pertengahan . Menurut pendapat mereka, sesudah manusia berkenalan dengan wahyu Ilahi yang tampak dalam diri Yesus Kristus, filsafat sebagai kecerdikan manusiawi belaka merupakan sesuatu yang berkelebihan saja bahkan suatu bahaya yang mengancam kemurnian iman kristiani, seorang yang dengan jelasnya menganut pendirian ini adalah Tertulianus ( 160-222 ). Orang yang digelari sebagai filsuf kristen yang pertama adalah Justinus Martyr ( Abad 2 ). Ia mempelajari berbagai sistem filsafat dan sesudah masuk agama kristen ia masih tetap memakai nama Filsuf. Ia menulis dua karangan untuk membela hak agama kristen. Sekarang tahun 165 ia mati syahid di Roma. Tokoh tokoh terpenting ialah Klemenes Dari Alexandria ( ca. tahun 150-251 ) dan Origenes ( 185-254 ), Seorang sarjana yang luar biasa besarnya. Pemikiran mazhab Alexandria terlebih Origenes tidak sesuai dengan ajaran gereja yang resmi. Mungkin karena dipengaruhi oleh plato, Origenes misalnya beranggapan setelah mengalami beberapa perpindahan jiwa semua makhluk (termasuk juga setan) akan diselamatkan. Tetapi pada umum nya dapat dikatakan bahwa mereka sangat berjasa dalam membuka jalan untuk teologi kristen. Sedangkan filsafat abad pertengahan ( 476-1492 M ) dapat dikatakan sebagai abad gelap, pendapat ini didasarkan pada pendekatan sejarah gereja. Asal istilah abad kegelapan adalah penggunaan untuk menunjukan periode pemikiran pada tahun 1000 - an, asal pokok menyebutnya dengan istilah abad kegelapan ialah begitu sedikitnya dokumentasi yang dapat memberitahukan kepada kita tentang suasana abad itu . Memang pada saat itu tindakan gereja sangat membelenggu manusia, sehingga manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Juga para ahli fikir pada saat itu tidak memiliki kebebasan berfikir apabila terdapat pemikiran pemikiran yang bertentangan dengan agama ajaran gereja oarang yang mengemukakan akan mendapat hukuman berat pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu kajian terhadap agama ( teologi ) yang tidak berdasarkan ketentuan gereja akan mendapatkan larangan yang ketat. Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Walaupun demikian, ada juga yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran ( inkuisisi ). Sedangkan ciri ciri pemikiran filsafat pada abad pertengahan adalah : Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja Bersifat didalam lingkungan ajaran Aristoteles Bersifat dengan pertolongan Agustinus dan lain lain. Masa abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masalah yang penuh dengan upaya mengiringi manusia kedalam kehidupan sistem kepercayaan yang picik dan panatik, dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu perkembangan ilmu pengetehuan terhebat. Masa ini penuh dengan dominasi gereja yang tujuannya untuk membimbing umat kearah hidup yang saleh. Tetapi disini lain dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, fikiran, keinginan dan cita cita untuk memenuhi keinginan masa depannya sendiri. Filsafat abad pertengahan lazim disebut dengan filsafat scholastik diambil dari kata schuler berarti ajaran atau sekolahan. Pada kemudiannya kata scholastik menjadi istilah bagi filsafat pada abad 9-15 yang mempunyai corak khusus yaitu filsafat yng mempengaruhi agama. Secara garis besar filsafat abad pertengahan dapat dibagi dua peroide yaitu: periode scholastik Islam dan periode scholastik kristen. Zaman Keemasan Patristik Yunani dalam abad pertama, gereja kristen mengalami penganiayaan terus menerus dari pihak penguasa penguasa romawi. Keadaanini berubah secara radikal. Ketika pada tahun 313 kaisar Constantinus Agung mengeluarkan pernyataan yang biasany adisebut Edik Melano dimana kebebasan beragama untuk semua orang kristen terjamin sesudah kejadian itu agana kristen berkembang pesat dalam semua propinsi kekaisaran romawi. Jumlah pengarang kristen bertambah pula. Sejak saat itu mulai lah zaman keemasan patristik, baik dalam wilayah yang berbahasa yunani maupun dalam wilayah yang berbahasa latin. Masa patristik yunani berakhir dengan Johannes Damascenus ( Awal abad 8 ). Ia

mengarang suatu karya yang berjudul sumber pengetahuan dimana dengan cara sistematis diuraikan seluruh patristik yunani karya ini terdiri dari tiga jilid pertama peningkatkan logika dan metafisika Aristoteles. DAFTAR PUSTAKA Syadali, Ahmad. Filsafat Umum 1997. Pustaka Setia: Bandung Prof. K.Bertenes.Ringkasan Sejarah Filsafat.1988.Kasinius:yogyakarta H.ttp//.www.Google.com(filsafat Abad Pertengahan) Prof. Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum.2005.PT. Remaja rosdakarya http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/permulaan-masa-patristik.html

You might also like