You are on page 1of 29

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Redoks (singkatan dari reaksi reduksi/oksidasi) adalah istilah yang menjelaskan berubahnya bilangan oksidasi (keadaan oksidasi) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia. Hal ini dapat berupa proses redoks yang sederhana seperti oksidasi karbon yang menghasilkan karbon dioksida, atau reduksi karbon oleh hidrogen menghasilkan metana(CH4), ataupun ia dapat berupa proses yang kompleks seperti oksidasi gula pada tubuh manusia melalui rentetan transfer elektron yang rumit. Istilah redoks berasal dari dua konsep, yaitu reduksi dan oksidasi. Ia dapat dijelaskan dengan mudah sebagai berikut: a. Oksidasi menjelaskan pelepasan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion. b. Reduksi menjelaskan penambahan elektron oleh sebuah molekul, atom, atau ion. Walaupun cukup tepat untuk digunakan dalam berbagai tujuan, penjelasan diatas tidaklah persis benar. Oksidasi dan reduksi tepatnya merujuk pada perubahan bilangan oksidasi karena transfer elektron yang sebenarnya tidak akan selalu terjadi. Sehingga oksidasi lebih baik didefinisikan sebagai peningkatan bilangan oksidasi, dan reduksi sebagai penurunan bilangan oksidasi. Dalam prakteknya, transfer elektron akan selalu mengubah bilangan oksidasi, namun terdapat banyak reaksi yang diklasifikasikan sebagai "redoks" walaupun tidak ada transfer elektron dalam reaksi tersebut (misalnya yang melibatkan ikatan kovalen). Dalam alpikasinya, reaksi redoks ini dapat diaplikasikan dalam pengolahan logam seperti pembuatan besi dan baja. Pada dewasa ini penggunaan
logam yang paling banyak masih didominasi oleh logam besi dan paduannya terutama di bidang permesinan. Logam aluminium dan paduannya juga mengalami penggunaan yang meningkat akhir-akir ini karena beberapa sifat-sifatnya yang disukai yang salah satunya adalah bobotnya yang ringan. Dalam penggunaannya pada bidang teknik diharuskan memilih bahan logam yang sesuai dengan keperluan aplikasi dalam hal kekuatan, kekerasan, kekuatan lelah, ketahan korosi dan

sebagainya sehingga dalam pemakaiannya akan memberikan hasil yang paling optimal. Dari itu teknik pengolahannya harus memahami reaksi yang tepat, seperti halnya penggunaan reaksi redoks tersebut dalam penanganan yang tepat.

1.2 Perumusan Masalah Masalah yang ada dalam makalah yang berjudul penerapan konsep reaksi redoks sangat banyak dan tidak mungkin untuk diteliti semuanya oleh penulis oleh karena itu penulis membatasi masalah pada : 1. Apa yang dimaksud reaksi redoks itu? 2. Aplikasi reaksi tersebut dalam industri?

1.3 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Mengetahui dan memahami konsep dasar dari reaksi redoks 2. Dapat menerapkan konsep reaksi redoks dalam industri pembuatan logam

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Reaksi Redoks Pengetahuan manusia mengenai reaksi redoks senantiasa berkembang. Perkembangan konsep reaksi redoks menghasilkan dua konsep, klasik dan modern. Awalnya, reaksi redoks dipandang sebagai hasil dari perpindahan atom oksigen dan hidrogen. Oksidasi merupakan proses terjadinya penangkapan oksigen oleh suatu zat. Sementara itu reduksi adalah proses terjadinya pelepasan oksigen oleh suatu zat. Oksidasi juga diartikan sebagai suatu proses terjadinya pelepasan hidrogen oleh suatu zat dan reduksi adalah suatu proses terjadinya penangkap hidrogen. Oleh karena itu, teori klasik mengatakan bahwa oksidasi adalah proses penangkapan oksigen dan kehilangan hidrogen. Di sisi lain, reduksi adalah proses kehilangan oksigen dan penangkapan hidrogen. Seiring

dilakukannya berbagai percobaan, konsep redoks juga mengalami perkembangan. Munculah teori yang lebih modern yang hingga saat ini masih dipakai. Dalam teori ini disebutkan bahwa: a. Oksidasi adalah proses yang menyebabkan hilangnya satu atau lebih elektron dari dalam zat. Zat yang mengalami oksidasi menjadi lebih positif. b. Reduksi adalah proses yang menyebabkan diperolehnya satu atau lebih elektron oleh suatu zat. Zat yang mengalami reduksi akan menjadi lebih negatif. Teori ini masih dipakai hingga saat ini. Jadi proses oksidasi dan reduksi tidak hanya dilihat dari penangkapan oksigen dan hidrogen, melainkan dipandang sebagai proses perpindahan elektron dari zat yang satu ke zat yang lain. Walaupun cukup tepat untuk digunakan dalam berbagai tujuan, penjelasan diatas tidaklah persis benar. Oksidasi dan reduksi tepatnya merujuk pada perubahan bilangan oksidasi karena transfer elektron yang sebenarnya tidak akan selalu terjadi. Sehingga oksidasi lebih baik didefinisikan sebagai peningkatan bilangan oksidasi, dan reduksi sebagai penurunan bilangan oksidasi. Dalam prakteknya, transfer elektron akan selalu mengubah bilangan oksidasi, namun terdapat banyak reaksi yang diklasifikasikan sebagai "redoks" walaupun tidak ada

transfer elektron dalam reaksi tersebut (misalnya yang melibatkan ikatan kovalen). Reaksi non-redoks yang tidak melibatkan perubahan muatan formal (formal charge) dikenal sebagai reaksi metatesis.

2.2 Reduktor dan Oksidator Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mengoksidasi senyawa lain dikatakan sebagai oksidatif dan dikenal sebagai oksidator atau agen oksidasi. Oksidator melepaskan elektron dari senyawa lain, sehingga dirinya sendiri tereduksi. Oleh karena ia "menerima" elektron, ia juga disebut sebagai penerima elektron. Oksidator bisanya adalah senyawa-senyawa yang memiliki unsur-unsur dengan bilangan oksidasi yang tinggi (seperti H2O2, MnO4, CrO3, Cr2O72, OsO4) atau senyawa-senyawa yang sangat elektronegatif, sehingga dapat mendapatkan satu atau dua elektron yang lebih dengan mengoksidasi sebuah senyawa (misalnya oksigen, fluorin, klorin, dan bromin). Senyawa-senyawa yang memiliki kemampuan untuk mereduksi senyawa lain dikatakan sebagai reduktif dan dikenal sebagai reduktor atau agen reduksi. Reduktor melepaskan elektronnya ke senyawa lain, sehingga ia sendiri teroksidasi. Oleh karena ia "mendonorkan" elektronnya, ia juga disebut sebagai penderma elektron. Senyawa-senyawa yang berupa reduktor sangat bervariasi. Unsur-unsur logam seperti Li, Na, Mg, Fe, Zn, dan Al dapat digunakan sebagai reduktor. Logam-logam ini akan memberikan elektronnya dengan mudah. Reduktor jenus lainnya adalah reagen transfer hidrida, misalnya NaBH4 dan LiAlH4), reagen-reagen ini digunakan dengan luas dalam kimia organik[1][2], terutama dalam reduksi senyawa-senyawa karbonil menjadi alkohol. Metode reduksi lainnya yang juga berguna melibatkan gas hidrogen (H2) dengan katalis paladium, platinum, atau nikel, Reduksi katalitik ini utamanya digunakan pada reduksi ikatan rangkap dua ata tiga karbon-karbon.

Cara yang mudah untuk melihat proses redoks adalah, reduktor mentransfer elektronnya ke oksidator. Sehingga dalam reaksi, reduktor melepaskan elektron dan teroksidasi, dan oksidator mendapatkan elektron dan tereduksi. Pasangan oksidator dan reduktor yang terlibat dalam sebuah reaksi disebut sebagai pasangan redoks.

2.3 Konsep oksidasi-reduksi Pentingnya reaksi oksidasi-reduksi dikenali sejak awal kimia. Dalam oksidasi-reduksi, suatu identitas diambil atau diberikan dari dua zat yang bereaksi. Situasinya mirip dengan reaksi asam basa. Singkatnya, reaksi oksidasi-reduksi dan asam basa merupakan pasangan sistem dalam kimia. Reaksi oksidasi reduksi dan asam basa memiliki nasib yang sama, dalam hal keduanya digunakan dalam banyak praktek kimia sebelum reaksi ini dipahami. Konsep penting secara perlahan dikembangkan: misalnya, bilangan oksidasi, oksidan (bahan

pengoksidasi), reduktan (bahan pereduksi), dan gaya gerak listrik, persamaan Nernst, hukum Faraday tentang induksi elektromegnet dan elektrolisis. Perkembangan sel elektrik juga sangat penting. Penyusunan komponen reaksi oksidasi-reduksi merupakan praktek yang penting dan memuaskan secara intelektual. Sel dan elektrolisis adalah dua contoh penting, keduanya sangat erat dengan kehidupan seharihari dan dalam industri kimia.

2.3.1

Penemuan oksigen Karena udara mengandung oksigen dalam jumlah yang besar, kombinasi

antara zat dan oksigen, yakni oksidasi, paling sering berlangsung di alam. Pembakaran dan perkaratan logam pasti telah menatik perhatian orang sejak dulu. Namun, baru di akhir abad ke- 18 kimiawan dapat memahami pembakaran dengan sebenarnya. Pembakaran dapat dipahami hanya ketika oksigen dipahami. Sampai doktrin Aristoteles bahwa udara adalah unsur dan satu-satunya gas ditolak, mekanisme oksidasi belum dipahami dengan benar. Kemungkinan adanya gas selain udara dikenali oleh Helmont sejak awal abad ke-17. Metoda untuk memisahkan gas tak terkontaminasi dengan uap menggunakan pompa pneumatik dilaporkan oleh Hales di sekitar waktu itu.

Namun, walau telah ada kemajuan ini, masih ada satu miskonsepsi yang menghambat pemahaman peran oksigen dalam pembakaran. Miskonsepsi ini adalah teori flogiston. Teori ini dinyatakan oleh dua kimiawan Jerman, Georg Ernst Stahl (1660-1734) dan Johann Joachim Becher. Menurut teori ini, pembakaran adalah proses pelepasan flogiston dari zat yang terbakar. Asap yang muncul dari kayu terbakar dianggap bukti yang baik teori ini. Massa abu setelah pembakaran lebih ringan dari massa kayu dan ini juga konsisten dengan teori flogiston. Namun, ada kelemahan utama dalam teori ini. Residu (oksida logam) setelah pembakaran logam lebih berat dari logamnya. Priestley dan Scheele, yang menemukan oksigen di akhir abad ke-18, adalah penganut teori flogiston. Jadi mereka gagal menghayati peran oksigen dalam pembakaran. Sebaliknya, Lavoiseur yang tidak terlalu mengenali teori ini, dengan benar memahami peran oksigen dan mengusulkan teori pembakaran baru yakni oksidasi atau kombinasi zat terbakar dengan oksigen. Ia mendukung teroinya dengan percobaan yang akurat dan kuantitatif yang jauh lebih baik dari standar waktu itu. Ia menyadari bahwa penting untuk memperhatikan kuantitas gas yang terlibat dalam reaksi untuk memahami reaksi kimia dengan cara kuantitatif. Jadi ia melakukan reaksinya dalam wadah tertutup. Peran oksigen dalam pembakaran dikenali Lavoiseur; oksidasi-reduksi didefinisikan sebagai berikut. Oksidasireduksi dan oksigen. Oksidasi menerima oksigen Reduksi mendonorkan oksigen Sebagai contoh, reaksi dalam ekstraksi besi dari biji besi:

Karena reduksi dan oksidasi terjadi pada saat yang bersamaan, reaksi diatas disebut reaksi redoks.

2.3.2

Peran hidrogen Ternyata tidak semua reaksi oksidasi dengan senyawa organik dapat

dijelaskan dengan pemberian dan penerimaan oksigen. Misalnya, walaupun reaksi untuk mensintesis anilin dengan mereaksikan nitrobenzen dan besi dengan kehadiran HCl adalah reaksi oksidasi reduksi dalam kerangka pemberian dan penerimaan oksigen, pembentukan CH3CH3 dengan penambahan hidrogen pada CH2=CH2, tidak melibatkan pemberian dan penerimaan oksigen. Namun, penambahan hidrogen berefek sama dengan pemberian oksigen. Jadi, etena direduksi dalam reaksi ini. Dengan kata lain, juga penting mendefinisikan oksidasi-reduksi dalam kerangka pemberian dan penerimaan hidrogen. Oksidasi-reduksi dan hidrogen: Oksidasi mendonorkan hidrogen Reduksi menerima hidrogen Contoh lain yaitu etanol dapat dioksidasi menjadi etanal:

Untuk memindahkan atau mengeluarkan hidrogen dari etanol diperlukan zat pengoksidasi (oksidator). Oksidator yang umum digunakan adalah larutan kalium dikromat(IV) yang diasamkan dengan asam sulfat encer. Etanal juga dapat direduksi menjadi etanol kembali dengan menambahkan hidrogen. Reduktor yang bisa digunakan untuk reaksi reduksi ini adalah natrium tetrahidroborat, NaBH4. Secara sederhana, reaksi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

2.3.3

Peran elektron Pembakaran magnesium jelas juga reaksi oksidasi-reduksi yang jelas

melibatkan pemberian dan penerimaan oksigen. 2Mg + O2 2MgO Reaksi antara magnesium dan khlorin tidak diikuti dengan pemberian dan penerimaan oksigen. Mg + Cl2 MgCl2 Namun, mempertimbangkan valensi magnesium, merupakan hal yang logis untuk menganggap kedua reaksi dalam kategori yang sama. Memang, perubahan magnesium, Mg Mg2+ + 2e- , umum untuk kedua reaksi, dan dalam kedua reaksi magnesium dioksidasi. Dalam kerangka ini, keberlakuan yang lebih umum akan dicapai bila oksidasireduksi didefinisikan dalam kerangka pemberian dan penerimaan elektron. Oksidasi-reduksi dan elektron Oksidasi mendonorkan elektron Reduksi menerima elektron Bila kita menggunakan definisi ini, reaksi oksidasi-reduksi dapat dibagi menjadi dua, satu adalah reaksi oksidasi, dan satunya reaksi reduksi. Jadi, Mg Mg2+ + 2 e- (mendonorkan elektron dioksidasi) Cl2 + 2e- 2Cl- (menerima elektron direduksi) Masing-masing reaksi tadi disebut setengah reaksi. Akan ditunjukkan bahwa reaksi oksidasi reduksi biasanya paling mudah dinyatakan dengan setengah reaksi (satu untuk oksidan dan satu untuk reduktan). Contoh lain Reaksi redoks dalam hal transfer elektron:

Tembaga(II)oksida dan magnesium oksida keduanya bersifat ion. Sedang dalam bentuk logamnya tidak bersifat ion. Jika reaksi ini ditulis ulang sebagai persamaan reaksi ion, ternyata ion oksida merupakan ion spektator (ion penonton).

Jika anda perhatikan persamaan reaksi di atas, magnesium mereduksi iom tembaga(II) dengan memberi elektron untuk menetralkan muatan tembaga(II). Dapat dikatakan: magnesium adalah zat pereduksi (reduktor).Sebaliknya, ion tembaga(II) memindahkan elektron dari magnesium untuk menghasilkan ion magnesium. Jadi, ion tembaga(II) beraksi sebagai zat pengoksidasi (oksidator). Memang agak membingungkan untuk mempelajari oksidasi dan reduksi dalam hal transfer elektron, sekaligus mempelajari definisi zat pengoksidasi dan pereduksi dalam hal transfer elektron.

2.3.4

Oksidasi kobalt(II) menjadi kobalt(III) dengan hidrogen peroksida Jika kita menambahkan larutan amonia berlebih ke dalam larutan

mangandung

ion

kobalt(II),

kita

akan

mendapat

ion

kompleks,

ion

heksaaminkobalt(II), Co(NH3)62+. Ion ini dioksodasi dengan cepat oleh larutan hidrogen peroksida menjadi ion heksaaminkobalt(III),Co(NH3)63+. Setengah-reaksi untuk kobalt cukup mudah. Dimulai dengan menulis apa yang kita tahu dari soal.

Semua atom sudah setara, hanya muatan yang belum setara. Dengan menambah satu elektron pada sisi kanan akan menyetarakan muatan, yaitu 2+.

Setengah-reaksi hidrogen peroksida juga tidak terlalu sulit, kecuali kita belum tahu apa hasil reaksi dari hidrogen peroksida ini, jadi kita harus menebak. Persamaan akan setara jika kita buat 2 ion hidrogen pada sisi kanan.Ini adalah contoh yang baik untuk kasus dimana kita dapat jelas melihat dimana harus menempatkan ion hidroksida.

Kemudian kita hanya perlu menambah 2 elektron pada sisi kiri untuk menyetarakan muatan.

Menggabungkan setengah-reaksi untuk mendapat persamaan reaksi Yang telah kita dapat sejauh ini adalah:

Perkalian dan penjumlahan setengah reaksi:

2.3.5

Oksidasi besi(II)hidroksida oleh udara Jika kita menambah larutan natrium hidroksida ke dalam larutan senyawa

besi(II), kita akan mendapat endapan hijau besi(II)hidroksida. Endapan ini cepat dioksidasi oleh oksigen dari udara manjadi endapan jingga-coklat

besi(III)hidroksida.Setengah-reaksi untuk besi(II)hidroksida sangat sederhana.

Kita jelas perlu ion hidroksida lain pada sisi kiri. Ini bahkan lebih sederhana dan mudah dari contoh sebelumnya.

Untuk menyetarakan muatan, kita tambah satu elektron pada sisi kanan.

Setengah reaksi untuk oksigen tidak terlalu mudah. Kita tidak tahu apa hasil reaksi yang terbentuk.

Tidak pasti apakah kita perlu menyetarakan oksigen dengan molekul air atau ion hidroksida pada sisi kanan. Untuk soal ini, kita akan buat seolah-olah reaksi dalam suasana asam.Pada kasus ini, kita hanya dapat menyetarakan oksigen dengan menambah molekul air pada sisi kanan.

10

Setarakan hidrogen dengan menambah ion hidrogen pada sisi kiri.

Lalu, setarakan muatan dengan menambah 4 elektron.

Sekarang kita dapat setengah reaksi yang setara. Permasalahannya kini, persamaan itu hanya jika dalam suasana asam. Reaksi yan gkita kerjakan adalah suasana basa, dengan ion hidroksida bukan ion hidrogen. Jadi, kita harus menyingkirkan ion-ion hidrogen. Tambahkan ion hidroksida secukupnya padakedua sisi persamaan sehingga dapat menetralkan semua ion hidrogen. Karena persamaan ini telah setara, kita harus menambah ion hidroksida dalam jumlah yang sama pada kedua sisi untuk mempertahankan kesetaraannya.

Ion hidrogen dan ion hidroksida pada sisi kiri akan menjadi 4 molekul air.

Akhirnya, ada molekul air pada kedua sisi persamaan. Kita dapat meniadakan molekul air pada salah satu sisi.

Jangan lupa untuk memeriksa kembali bahwa semua penyetaraan telah diselesaikan. Menggabungkan setengah-reaksi untuk mendapat persamaan reaksi Dari sini, pengerjaan selanjutnya sama dengan yang sebelumnya telah kita kerjakan berulang-ulang. Kita telah mendapat dua setengah-reaksi:

Persamaan untuk besi harus terjadi 4 kali untuk dapat menyediakan elektron yang cukup bagi oksigen.

Perhatikan bahwa ion hidroksida pada masing-masing sisi saling meniadakan.

11

2.3.6

Oksidan dan reduktan (bahan pengoksidasi dan pereduksi) Oksidasi reduksi seperti dua sisi dari selembar kertas, jadi tidak mungkin

oksidasi atau reduksi berlangsung tanpa disertai lawannya. Bila zat menerima elektron, maka harus ada yang mendonorkan elektron tersebut. Dalam oksidasi reduksi, senyawa yang menerima elektron dari lawannya disebut oksidan (bahan pengoksidasi sebab lawannya akan teroksidasi. Lawan oksidan, yang mendonorkan elektron pada oksidan, disebut dengan reduktan (bahan pereduksi) karena lawannya (oksidan tadi tereduksi. Diantara contoh diatas, magnesium, yang memberikan elektron pada khlorin, adalah reduktan, dan khlorin, yang menerima elektron dari magnesium adalah reduktan. Umumnya, unsur elektropositif seperti logam alkali dan alkali tanah adalah reduktan kuat, sementara unsur elektronegatif seperti khlorin adalah oksidan yang baik. Suatu senyawa dapat berlaku sebagai oksidan dan juga reduktan. Bila senyawa itu mudah mendonorkan elektron pada lawannya, senyawa ini dapat menjadi reduktan. Sebaliknya bila senyawa ini mudah menerima elektron, senyawa itu adalah oksidan. Tabel mendaftarkan setengah reaksi oksidan dan reduktan yang umum. Tabel Beberapa oksidan dan reduktan Oksidan I2(aq) + 2 e- 2I-(aq) Br2(aq) + 2e- 2Br-(aq) Cr2O72-(aq) + 14H+(aq) + 6e- 2Cr3+(aq) + 7H2O(l) Cl2(aq) + 2e- 2Cl-(aq) MnO4-(aq) + 8H+(aq) + 5e- Mn2+(aq) + 4H2O(l) S2O82-(aq) + 2e- 2SO42-(aq) Reduktan Zn(s) Zn2+(aq) + 2eH2(g) 2H+(aq) + 2eH2S(aq) 2H+(aq) + S(s) + 2eSn2+(aq) Sn4+(aq) + 2eFe2+(aq) Fe3+(aq) + 2e-.

12

2.4 Bilangan Oksidasi Bilangan oksidasi adalah muatan formal atom dalam suatu molekul atau dalam ion yang dialokasikan sedemikian sehingga atom yang keelektronegativannya lebih rendah mempunyai muatan positif. Karena muatan listrik tidak berbeda dalam hal molekul yang terdiri atas atom yang sama, bilangan oksidasi atom adalah kuosien muatan listrik netto dibagi jumlah atom. Dalam kasus ion atau molekul mengandung atom yang berbeda, atom dengan ke-elektronegativan lebih besar dapat dianggap anion dan yang lebih kecil dianggap kation. Misalnya, nitrogen berbilangan oksidasi 0 dalam N2; oksigen berbilangan oksidasi -1 dalam O22-; dalam NO2 nitrogen +4 dan oxygen -2; tetapi dalam NH3 nitrogen -3 dan hidrogen +1. Jadi, bilangan oksidasi dapat berbeda untuk atom yang sama yang digabungkan dengan pasangan yang berbeda dan atom dikatakan memiliki muatan formal yang sama nilainya dengan bilangan oksidasinya. Walaupun harga nilai muatan formal ini tidak mengungkapkan muatan sebenarnya, namun nilai ini sangat memudahkan untuk untuk menghitung elektron valensi dan dalam menangani reaksi redoks. Bilangan oksidasi logam dalam senyawa logam transisi dapat bervariasi dari rendah ke tinggi. Bilangan oksidasi ini dapat berubah dengan reaksi redoks. Akibat hal ini, jarak ikatan dan sudut ikatan antara logam dan unsur yang terkoordinasi, atau antar logam, berubah dan pada saat tertentu keseluruhan struktur kompleks dapat terdistorsi secara dramatik atau bahkan senyawanya dapat terdekomposisi.Reaksi senyawa logam transisi dengan berbagai bahan oksidator atau reduktor juga sangat penting dari sudut pandang sintesis. Khususnya, reaksi reduksi digunakan dalam preparasi senyawa organologam, misalnya senyawa kluster atau karbonil logam.Sementara itu, studi transfer elektron antar kompleks, khususnya reaksi redoks senyawa kompleks logam transisi telah berkembang. Taube mendapat hadiah Nobel (1983) untuk studi reaksi transfer elektron dalam kompleks logam transisi dan mengklasifikasikan reaksi ini dalam dua mekanisme. Mekanisme transfer elektron dengan ligan jembatan digunakan bersama antara dua logam disebut dengan mekanisme koordinasi dalam, dan

13

mekanisme reaksi yang melibatkan transfer langsung antar logam tanpa ligan jembatan disebut mekanisme koordinasi luar. 1. Mekanisme koordinasi dalam bila [CoCl(NH3)5]2+ direduksi dengan [Cr(OH2)6]2+, suatu kompleks senyawa antara, [(NH3)5Co-Cl-Cr(OH2)5]4+, terbentuk dengan atom khlor membentuk jembatan antara kobal dan khromium. Sebagai akibat transfer elektron antara khromium ke kobalmelalui khlor, terbentuk [Co(NH3)5Cl]+, dengan kobal direduksi dari trivalen menjadi divalen, dan [Cr(OH2)6]3+, dengan khromium dioksidasi dari divalen menjadi trivalen. Reaksi seperti ini adalah jenis reaksi redoks melalui mekanisme koordinasi dalam. Anion selain halogen yang cocok untuk pembentukan jembatan semacam ini adalah SCN-, N3-, CN-,dsb. 2. Mekanisme koordinasi luar. Bila [Fe(phen)3]3+ (phen adalah ortofenantrolin) direduksi dengan [Fe(CN)6]4- , tidak ada jembatan ligan antar logam dan elektron berpindah dari HOMO Fe(II) ke LUMO Fe(III) dalam waktu yang sangat singkat dan kontak langsung antar dua kompleks. Akibat transfer elektron ini, terbentuk [Fe(phen)3]2+ dan [Fe(CN)6]3-. Reaksi seperti ini adalah reaksi redoks melalui mekanisme koordinasi luar, dan karakteristik sistem kompleks yang memiliki laju substitusi ligan yang sangat lambat dibandingkan dengan laju transfer elektron, khususnya dalam sistem yang memiliki ligan yang sama tetapi bilangan oksidasi yang berbeda, [Fe(CN) 6]3dan [Fe(CN)6]4- yang memiliki laju transfer elektron yang besar. R. A. Marcus mendapatkan hadiah Nobel (1992) untuk studi mekanisme transfer elektron koordinasi luar ini.

2.5 Aplikasi Reaksi Redoks dalam Industri 2.5.1 Pendahuluan Secara umum logam bisa dibedakan atas dua yaitu : logam-logam besi (ferous) dan logam-logam bukan besi (non feorus). Sesuai dengan namanya logam-logam besi adalah logam atau paduan yang mengandung besi sebagai unsur utamanya, sedangkan logam-logam bukan besi adalah logam yang tidak atau sedikit sekali mengandung besi.

14

Logam-logam besi terdiri atas : Besi tuang (cast iron) Baja karbon (carbon steel) Baja paduan (alloy steel) Baja spesial (specialty steel) Keempat kelompok besi diatas terbagi lagi atas pengelompokan yang lebih kecil yang diperlihatkan pada tabel 1. Untuk logam bukan besi contohnya adalah logam dan paduan seperti : aluminium, tembaga, timah, emas, magnesium dsb. Dalam penggunaannya pada bidang teknik diharuskan memilih bahan logam yang sesuai dengan keperluan aplikasi dalam hal kekuatan, kekerasan, kekuatan lelah, ketahan korosi dan sebagainya sehingga dalam pemakaiannya akan memberikan hasil yang paling optimal. Sifat-sifat yang diperlukan di dalam aplikasi sangat dipengaruhi oleh struktur bahan tersebut, sedangkan struktur yang terbentuk dipengaruhi oleh komposisi kimia, teknik/proses pembuatan serta proses perlakuan panas yang diberikan kepada logam tersebut. Secara skematik hubungan antara struktur, sifat mekanik dan kualitas yang diberikan logam diperlihatkan pada gambar 1. Pada produk rekayasa, selain pengaruh faktor-faktor diatas, kualitasnya juga dipengaruhi oleh faktor desain (perencanaan) dan kondisi pengoperasian. Pada dewasa ini penggunaan logam yang paling banyak masih didominasi oleh logam besi dan paduannya terutama di bidang permesinan. Logam aluminium dan paduannya juga mengalami penggunaan yang meningkat akhirakir ini karena beberapa sifat-sifatnya yang disukai yang salah satunya adalah bobotnya yang ringan.

15

16

2.5.2

Teknologi Pengolahan Logam Proses pengolahan logam secara garis besar diperlihatkan pada gambar 2.

Dari gambar tersebut proses pengolahan logam dibagi atas 3 bagian pokok yaitu : 1. Industri hulu : industri yang mengolah bahan tambang berupa biji logam menjadi logam dasar melalui proses pemurnian dan proses reduksi/peleburan. 2. Industri antara : industri yang mengolah logam dasar baik yang berbentuk ingot primer atau masih berupa logam cair menjadi produk antara seperti billet, slab, bloom, rod atau ingot paduan untuk industri pengecoran. 3. Industri hilir : industri yang mengolah lebih lanjut produk industri antara menjadi produk setengah jadi dan selanjutnya melalui proses pabrikasi dan pengerjaan akhir menjadi produk jadi. Proses pengolahan logam pada ke tiga industri tersebut diatas akan dijelaskan berikut ini, dengan penekanan pada pembuatan besi dan baja serta pembuatan aluminium.

2.5.3

Proses Pembuatan Besi dan Baja Secara singkat proses pembuatan besi dan baja dapat dilihat pada gambar

3 dan 4. Uraian singkat mengenai tahapan proses pengolahan besi dan baja tersebut diuraikan dibawah ini.

17

Diagram alir Proses Pengolahan Logam Dalam Industri. Asyari Daryus Proses Produksi Universitas Darma Persada - Jakarta 5

Aliran Proses/Pembuatan Besi & Baja Menurut Kelompok Industri.

18

Proses Pembuatan Besi dan Baja, Mulai Dari Biji Besi Sampai Menjadi Produk Jadi Dengan Menggunakan Dapur Tinggi (Blast Furnace).

2.5.4

Penambangan dan Pengolahan Biji Besi Terlihat dari gambar 3 dan 4 bahwa bahan baku awal dalam pembuatan

besi dan baja adalah biji besi (iron core). Biji besi yang didapatkan dari alam umumnya merupakan senyawa besi dengan oksigen seperti hematite (Fe2O3); magnetite (Fe3O4); limonite (Fe2O3); atau siderite (Fe2CO3). Pembentukan senyawa besi oksida tersebut sebagai proses alam yang terjadi selama beribu-ribu tahun. Kandungan senyawa besi dibumi ini mencapai 5 % dari seluruh kerak bumi ini. Penambangan biji besi tergantung keadaan dimana biji besi tersebut ditemukan. Jika biji besi ada di permukaan bumi maka penambangan dilakukan dipermukaan bumi (open-pit mining), dan jika biji besi berada didalam tanah maka penambangan dilakukan dibawah tanah (underground mining). Karena biji besi didapatkan dalam bentuk senyawa dan bercampur dengan kotoran-kotoran lainnya maka sebelum dilakukan peleburan biji besi tersebut terlebih dahulu harus dilakukan pemurnian untuk mendapatkan konsentrasi biji yang lebih tinggi (25 40%). Proses pemurnian ini dilakukan dengan metode : crushing, screening, dan

19

washing (pencucian). Untuk meningkatkan kemurnian menjadi lebih tinggi (60 65%) serta memudahkan dalam penanganan berikutnya, dilakukan proses agglomerasi dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Biji besi dihancurkan menjadi partikel-partikel halus (serbuk). 2. Partikel-partikel biji besi kemudian dipisahkan dari kotoran-kotoran dengan cara pemisahan magnet (magnetic separator) atau metode lainnya. 3. Serbuk biji besi selanjutnya dibentuk menjadi pellet berupa bola-bola kecil berdiameter antara 12,5 - 20 mm. 4. Terakhir, pellet biji besi dipanaskan melalui proses sinter/pemanasan hingga
o

temperatur 1300 C agar pellet tersebut menjadi keras dan kuat sehingga tidak mudah rontok.

2.5.5

Proses Reduksi Tujuan proses reduksi adalah untuk menghilangkan ikatan oksigen dari

biji besi. Proses reduksi ini memerlukan gas reduktor seperti hidrogen atau gas karbon monoksida (CO). Proses reduksi ini ada 2 macam yaitu proses reduksi langsung dan proses reduksi tidak langsung. a. Proses Reduksi Langsung Proses ini biasanya digunakan untuk merubah pellet menjadi besi spons (sponge iron) atau sering disebut: besi hasil reduksi langsung (direct reduced iron). Gas reduktor yang dipakai biasanya berupa gas hidrogen atau gas CO yang dapat dihasilkan melalui pemanasan gas alam cair (LNG) dengan uap air didalam suatu reaktor yaitu melalui reaksi kimia berikut : CH4 + H2O CO + 3H2 Dengan menggunakan gas CO atau hidrogen dari persamaan diatas maka proses reduksi terhadap pellet biji besi dapat dicapai melalui reaksi kimia berikut ini : Fe2O3 + 3H2 2Fe + 3H2O atau Fe2O3 + 3CO 2Fe + 3CO2

20

b. Proses Reduksi Tidak Langsung Proses ini dilakukan dengan menggunakan tungku pelebur yang disebut juga tanur tinggi (blast furnace). Sketsa tanur tinggi diperlihatkan pada gambar 5. Biji besi hasil penambangan dimasukkan ke dalam tanur tinggi tersebut dan didalam tanur tinggi dilakukan proses reduksi tidak langsung yang cara kerjanya sebagai berikut : Bahan bakar yang digunakan untuk tanur tinggi ini adalah batu bara yang telah dikeringkan (kokas). Kokas dengan kandungan karbon (C) diatas 80%, tidak hanya berfungsi sebagai bahan bakar, tetapi juga berfungis sebagai pembentuk gas CO yang berfungsi sebagai reduktor. Untuk menimbulkan proses pembakaran maka ke dalam tanur tersebut ditiupkan udara dengan menggunakan blower (gambar 5) sehingga terjadi proses oksidasi sebagai berikut : 2C + O2 2CO + Panas Gas CO yang terjadi dapat menimbulkan reaksi reduksi terhadap biji yang dimasukkan ke dalam tanur tersebut. Sedangkan panas yang ditimbulkan berguna untuk mencairkan besi yang telah tereduksi tersebut. Untuk mengurangi kotoran-kotoran (impuritas) dari logam cair, ke dalam tanur biasanya ditambahkan sejumlah batu kapur (limestone). Batu kapur tersebut akan membentuk terak (slag) dan dapat mengikat kotoran-kotoran yang ada didalam logam cair. Karena berat jenis terak lebih rendah dari berat jenis cairan besi maka terak tersebut berada dipermukaan logam cair sehingga dapat dikeluarkan melalui lubang terak (lihat gambar 5).

Gambar 5. Konstruksi sebuah tanur tinggi (Blast Furnace).

21

Besi hasil proses tanur tinggi ini disebut juga besi kasar (pig iron). Besi kasar ini merupakan bahan dasar untuk membuat besi tuang (cast iron) dan baja (steel). Komposisi kimia unsur-unsur pemadu dalam besi kasar ini terdiri dari 3-4 %C; 0,06-0,10 %S; 0,10-0,50 %P; 1-3 %Si dan sejumlah unsur-unsur lainnya, sebagai bahan impuritas. Karena kadar karbonnya tinggi, maka besi kasar mempunyai sifat yang sangat rapuh dengan kekuatan rendah serta menampakkan wujud seperti grafit. Untuk pembuatan besi tuang, besi kasar tersebut biasanya dicetak dalam bentuk lempengan-lempengan (ingot) yang kemudian di lebur kembali oleh pabrik pengecoran (foundry). Sedangkan untuk pembuatan baja, besi kasar dalam keadaan cair langsung dipindahkan dari tanur tinggi ke dalam tungku pelebur lainnya yang sering disebut: tungku oksigen basa (basic oxygen furnace, atau disingkat BOF). Dalam tungku BOF ini kadar karbon besi kasar akan diturunkan sehingga mencapai tingkat kadar karbon baja.

2.5.6

Proses Peleburan Besi Tuang dan Baja

Dilihat dari komposisi kimia yaitu dari unsur-unsur yang terkandung antara besi tuang dan baja karbon tidak menunjukkan perbedaan (lihat tabel 1). Tetapi perbedaannya terletak pada kadar karbon (C) dan kadar Silikon (Si) dimana kadar dari kedua elemen ini dalam besi tuang lebih timggi dari baja karbon. Karena itu dilihat dari sistem paduan, maka baja karbon termasuk sistem Fe - C, sedangkan besi tuang termasuk sistem Fe-C-Si. Karena perbedaan kadar C dan Si tersebut maka struktur dan sifat-sifat besi tuang berbeda dengan struktur dan sifat-sifat baja karbon. Struktur besi tuang pada umumnya mengandung grafit sedangkan pada baja tidak terjadi grafit. Karena adanya grafit ini maka besi tuang mempunyai sifat kurang kuat dan rapuh sedangkan baja pada umumnya mempunyai sifat kuat dan lebih ulet. Perbedaan kadar C dan Si menyebabkan titik lebur besi tuang lebih rendah dari baja, sehingga proses peleburannya berbeda. Berikut ini dijelaskan secara singkat cara peleburan besi tuang dan baja.

22

a. Proses Peleburan Besi Tuang Peleburan besi tuang biasanya dilakukan dalam tungku yang sering disebut Kupola. Bentuk dan konstruksi Kupola tersebut hampir sama dengan konstruksi tanur tinggi (blast furnace) seperti yang telah ditunjukkan dalam gambar 4. Bahan baku yang dilebur terdiri dari ingot besi kasar yang dihasilkan dari proses tanur tinggi, ditambah dengan skrap baja ataupun skrap besi tuang (return scrap). Disamping itu penambahan bahan-bahan seperti ferosilikon (FeSi) dan feromangan (FeMn) sering pula dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menaikkan kembali kadar Si dan Mn dalam besi tuang karena sebagian dari kedua unsur tersebut biasanya berkurang (hilang) akibat oksidasi pada saat peleburan. Bahan bakar yang digunbakan adalah kokas dan dimasukkan ke dalam Kupola selang seling dengan muatan logam. Proses pembakaran terjadi dengan meniupkan udara ke dalam Kupola dengan menggunakan Blower. Untuk mendapatkan proses peleburan yang baik maka perbandingan antara muatan logam, bahan bakar dan kebutuhan udara harus dijaga sebaik mungkin. Disamping membutuhkan bahan-bahan seperti yang disebutkan diatas, ke dalam Kupola juga ditambahkan sejumlah batu kapur. Bahan ini dapat membantu pembentukan terak (slag) yang dapat mengikat kotoran-kotoran sehingga memisahkannya dari besi cair. Proses peleburan besi tuang dengan Kupola biasanya terjadi secara kontinyu artinya begitu muatan logam mencair maka langsung mengalir keluar tungku. Logam cair yang keluar dari Kupola ditampung pada alat perapian depan (forehearth) yang kemudian diangkut dengan menggunakan ladel untuk dituang ke dalam cetakan. Dengan proses peleburan seperti itu maka sering kali mempersulit untuk melakukan pengaturan komposisi kimia. Hal ini dapat mengakibatkan daerah komposisi kimia yang dihasilkan menjadi lebar sehingga memberikan variasi pula terhadap kualitas produk yang dibuat. Disamping itu kekurangan lainnya pada proses peleburan dengan Kupola yaitu logam cair mudah mengalami kontaminasi oleh sulfur atau unsur-unsur lainnya yang disebabkan oleh bahan bakar kokas. Pengotoran karena sulfur ini dapat menurunkan sifat-sifat besi tuang.

23

Karena kekurangan-kekurangan di atas, maka dewasa ini banyak pabrik pengecoran menggunakan tungku listrik untuk menggantikan Kupola. Tungku listrik yang banyak digunakan adalah dari jenis tungku induksi. Bahan baku yang dilebur pada umumnya tidak menggunakan besi kasar melainkan sebagian besar berupa skrap baja atau skrap besi tuang. Peleburan dengan tungku ini dapat menghasilkan logam cair dengan komposisi kimia yang lebih konsisten dengan kadar impuritas yang lebih rendah karena bahan baku yang dilebur biasanya berupa skrap baja, maka untuk menaikkan kadar karbon agar mencapai kadar yang sesuai untuk besi tuang biasanya dilakukan dengan memasukkan sejumlah arang kayu ke dalam tungku. Dalam pemakaian di industri, ada tiga jenis besi tuang yang banyak digunakan, yaitu : besi tuang kelabu (grey cast iron), besi tuang ulet atau besi tuang nodular (nodular cast iron) dan besi tuang putih (white cast iron). Ketiga jenis besi tuang ini mempunyai komposisi kimia yang hampir sama yaitu : 2,55 3,5 %C, 1-3 %Si, Mn kurang dari 1% sedangkan S dan P dibatasi antara 0,05-0,10 % (maksimum). Walaupun komposisi kimianya hampir sama, tetapi karena prosesnya berbeda maka struktur dan sifat-sifat dari ketiga besi tuang tersebut berbeda.

b. Proses Peleburan Baja Pada gambar 3 dan 4 ditunjukkan proses peleburan baja dengan menggunakan bahan baku berupa besi kasar (pig iron) atau berupa besi spons (sponge iron). Disampin itu bahan baku lainnya yang biasanya digunakan adalah skrap baja dan bahan-bahan penambah seperti ingot ferosilikon, feromangan dan batu kapur. Proses peleburan dapat dilakukan pada tungku BOF (Basic Oxygen Furnace) atau pada tungku busur listrik (Electric Arc Furnace atau disingkat EAF). Tanpa memperhatikan tungku atau proses yang diterapkan, proses peleburan baja pada umumnya mempunyai tiga tujuan utama, yaitu : mengurangi sebanyak mungkin bahan-bahan impuritas. mengatur kadar karbon agar sesuai dengan tingkat grade/spesifikasi baja yang diinginkan. menambah elemen-elemen pemadu yang diinginkan.

24

2.5.7

Proses Peleburan Baja Dengan BOF

Proses ini termasuk proses yang paling baru dalm industri pembuatan baja. Gambar sketsa dari tungku ini ditunjukkan dalam gambar 7. Terlihat bahwa dalam gambar tersebut bahwa konstruksi BOF relatif sederhana, bagian luarnya dibuat dari pelat baja sedangkan dinding bagian dalamnya dibuat dari bata tahan api (firebrick). Kapasitas BOF ini biasanya bervariasi antara 35 ton sampai dengan 200 ton. Bahan-bahan utama yang digunakan dalam proses peleburan dengan BOF adalah: besi kasar cair (65-85%), skrap baja (15-35%), batu kapur dan gas oksigen (kemurnian 99,5%). Keunggulan proses BOF dibandingkan proses pembuatan baja lainnya adalah dari segi waktu peleburannya yang relatif singkat yaitu hanya berkisar sekitar 60 menit untuk setiap proses peleburan. Tingkat efisiensi yang demikian tinggi dari BOF ini disebabkan oleh pemakaian gas oksigen dengan kemurnian yang tinggi sebagai gas oksidator utama untuk memurnikan baja. Gas oksigen dialirkan ke dalam tungku melalui pipa pengalir (oxygen lance) dan bereaksi dengan cairan logam di dalam tungku. Gas oksigen akan mengikat karbon dari besi kasar berangsur-angsur turun sampai mencapai tingkat baja yang dibuat. Disamping itu, selama proses oksidasi berlangsung terjadi panas yang tinggi sehingga dapat menaikkan temperatur
o

logam cair sampai diatas 1650 C. Pada saat oksidasi berlangsung, ke dalam tungku ditambahkan batu kapur. Batu kapur tersebut kemudian mencair dan bercampur dengan bahan-bahan impuritas (termasuk bahan-bahan yang teroksidasi) membentuk terak yang terapung diatas baja cair. Bila proses oksidasi selesai maka aliran oksigen dihentikan dan pipa pengalir oksigen diangkat/dikeluarkan dari tungku. Tungku BOF kemudian dimiringkan dan benda uji dari baja cair diambil untuk dilakukan analisa komposisi kimia. Bila komposisi kimia telah tercapai maka dilakukan penuangan (tapping). Penuangan tersebut dilakukan ketika temperatur baja cair sekitar 1600 oC. Penuangan dilakukan dengan memiringkan perlahan-lahan sehingga cairan baja akan tertuang masuk kedalam ladel. Di dalam ladel biasanya dilakukan skimming

25

untuk membersihkan terak dari permukaan baja cair dan proses perlakuan logam cair (metal treatment). Metal treatment tersebut terdiri dari proses pengurangan impuritas dan penambahan elemen-elemen pemadu atau lainnya dengan maksud untuk memperbaiki kualitas baja cair sebelum dituang ke dalam cetakan.

2.5.8

Proses Peleburan Baja Dengan EAF Proses peleburan dalam EAF ini menggunakan energi listrik. Konstruksi

tungku ini ditunjukkan dalam gambar 8. Panas dihasilkan dari busur listrik yang terjadi pada ujung bawah dari elektroda. Energi panas yang terjadi sangat tergantung pada jarak antara elektroda dengan muatan logam di dalam tungku. Bahan elektroda biasanya dibuat dari karbon atau grafit. Kapasitas tungku EAF ini dapat berkisar antara 2 - 200 ton dengan waktu peleburannya berkisar antara 3 - 6 jam. Bahan baku yang dilebur biasanya berupa besi spons (sponge iron) yang dicampur dengan skrap baja. Penggunaan besi spons dimaksudkan untuk menghasilkan kualitas baja yang lebih baik. Tetapi dalam banyak hal (terutama untuk pertimbangan biaya) bahan baku yang dilebur seluruhnya berupa skrap baja, karena skrap baja lebih murah dibandingkan dengan besi spons.

Gambar 7. Gambar sketsa sebuah tungku BOF.

26

Disamping bahan baku diatas, seperti halnya pada proses BOF, bahanbahan lainnya yang ditambahkan pada EAF adalah batu kapur, ferosilikon, feromangan, dan lain-lain dengan maksud yang sama pula. Proses basa dan asam dapat diterapkan dalam EAF. Untuk pembuatan baja berupa produk cor maka biasanya digunakan proses asam, sedangkan untuk pembuatan baja spesial biasanya digunakan proses basa. Peleburan baja dengan EAF ini dapat menghasilkan kualitas baja yang lebih baik karena tidak terjadi kontaminasi oleh bahan bakar atau gas yang digunakan untuk proses pemanasannya.

27

BAB III KESIMPULAN

Dari makalah tersebut dapat disimpulkan bahwa: 1. Redoks (singkatan dari reaksi reduksi/oksidasi) adalah istilah yang menjelaskan berubahnya bilangan oksidasi (keadaan oksidasi) atom-atom dalam sebuah reaksi kimia. 2. Oksidasi adalah proses yang menyebabkan hilangnya satu atau lebih elektron dari dalam zat. Zat yang mengalami oksidasi menjadi lebih positif. 3. Reduksi adalah proses yang menyebabkan diperolehnya satu atau lebih elektron oleh suatu zat. Zat yang mengalami reduksi akan menjadi lebih negatif. 4. Aplikasi redoks ini dalam industri pembuatan baja adalah bertujuan untuk menghilangkan ikatan oksigen dari biji besi. Proses reduksi ini memerlukan gas reduktor seperti hidrogen atau gas karbon monoksida (CO).

28

DAFTAR PUSTAKA

Daryus, A., 2008, Diktat Kuliah Proses Produksi, Universitas Darma Persada, Jakarta Diaz, R., 2012, Penerapan Konsep Reaksi Redoks Dalam Kehidupan Sehari-Hari, Fajar, E., Rahayu, S., dkk, 2010, Pengenalan Reaksi Redoks, Universitas Indonesia Press, Jakarta

29

You might also like