You are on page 1of 7

FENOMENA HUBUNGAN DEBIT AIR DAN KADAR ZAT PENCEMAR DALAM AIR SUNGAI (STUDI KASUS: SUB DPS

CITARUM HULU )
Oleh : Eko W. Irianto*), Badruddin Machbub**) ABSTRACT
The relationship between fluctuation of river discharge and pollution level should be assessed, in order to get pollution control more realistically and appropriate with the hydrological characteristics. This research held in upper part of Citarum River has shown that there is significant affect by river discharge to the content of Total Dissolved Solids, BOD, COD, DO, detergent, Nitrogen and Phosphorous. In addition, there is a general phenomena, as predicted, that the higher discharge, until the certain value, cause reduction of the pollutant content originated from point source because of the dilution effect. However, even in the high water, the content of pollutant parameters is relatively constant, except detergent The empirical equation calculated from the relationship between discharge and pollutants content is C=(a/Q)+ b. The Flooding discharge affect to the increase of Nitrogen Parameter caused by the soil erosion. Same phenomena, predicted, also happened in the other river, which is polluted by domestics, industries, agriculture, livestock, and heavy erosion. Therefore, river discharge should be measured when the water quality monitoring is being done in order to improve its assessment. The upper part of Citarum contribute the pollutant load into Saguling Reservoir until BOD=280 tones/day, COD=360 tones/day, Nitrogen= 85 tones/day, and Phosphorous=7,7 tones/day. Those conditions initiate euthrophication process in the reservoir beside the other sources.

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah Permasalahan pencemaran air di Indonesia khususnya pada Sungai Citarum bagian hulu cenderung makin berat, sedangkan upaya pengendaliannya belum terprogramkan dengan baik, antara lain program yang penting adalah pemantauan kualitas air. Namun hasil pemantauan kualitas air tersebut tidak akan banyak manfaatnya apabila tidak disertai kajian analisis data yang akurat, agar dapat dilakukan langkah-langkah pengelolaan air dan pengendalian pencemaran air yang terpadu dan tepat sasaran. Pemantauan kualitas air pada sungai perlu disertai dengan pengukuran atau pencatatan debit air, agar analisis hubungan parameter pencemaran air debit badan air sungai dapat dikaji untuk keperluan pengendalian pencemarannya. Diharapkan dengan terungkapnya hubungan debit sungai dengan paramater-parameter pencemaran air,
___________________________________________________ * Ajun Peneliti Madya Bid. Lingkungan Keairan ** Ahli Peneliti Utama Bid. Lingkungan Keairan

maka dapat dikaji upaya pengendalian pencemaran air yang lebih realistis dengan karakteristik hidrologi dan daya tampung beban pencemarannya . 2. Tujuan Tujuan dari studi ini adalah kajian hubungan antara kuantitas dan kualitas air khususnya parameter organik dan nutrien dalam air sungai yang tercemar. Lokasi penelitian dipilih S.Citarum hulu, agar dapat memberikan masukan analisis data yang lebih baik dalam hal pengelolaan kualitas air sungai tersebut, yaitu yang lebih korelatif tentang kemampuan dan beban parameter pencemar yang memasuki Sungai Citarum. 3. Manfaat Hasil penelitian ini selanjutnya akan dapat digunakan untuk melakukan pengelolaan kualitas air sungai Citarum, khususnya penyusunan baku-mutu air yang lebih realistis sesuai dengan karakteristik sungai.

JLP. Vol. 17. No. 52, Th. 2003

4. Metodologi Penelitian ini menggunakan data kuantitas dan kualitas air pada pos Nanjung yang merupakan masukan Waduk Saguling dan sekaligus merupakan berkumpulnya pencemaran yang dihasilkan oleh sub DPS Citarum hulu (gambar 1). Data kuantitas diambil dari Data Tahunan Debit Sungai yang diterbitkan oleh Balai Hidrologi, sedangkan sumber data kualitas air adalah

Data Tahunan Kualitas Air yang diterbitkan oleh Balai Lingkungan Keairan Puslitbang Sumber Daya Air. Kedua hasil pengukuran tersebut selanjutnya dikorelasikan dalam bentuk grafik untuk dianalisis lebih lanjut. Data yang digunakan adalah periode tahun 1990 s/d 2002 yang merupakan data bulanan dan 3 bulanan, semuanya mencakup 68 data pemantauan.

Gambar 1. Peta situasi lokasi studi studi dan pengambilan data (sumber: Peta dasar BPLHD Jabar)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1. Korelasi Debit dengan Parameter Zat Terlarut/DHL Hasil observasi data sesuai perkiraan umumnya, yaitu debit sungai yang besar menyebabkan Daya Hantar Listrik (DHL) dan Zat terlarut lebih kecil daripada keadaannya pada debit kecil (gambar 2 dan 3). Hal ini jelas disebabkan oleh proses pengenceran. Namun kekecualian tetap terjadi pada lokasi dan waktu tertentu. Hal tersebut diduga disebabkan oleh fluktuasi kadar zat terlarut yang terdapat dalam air limbah (point source).

Hasil perhitungan korelasi menghasilkan rumus empiris yang terlihat pada gambar 2 dan 3 sebagai berikut : a. Daya Hantar Listrik DHL = (3125/Q) + 158 ...(pers.1) dengan : DHL: Daya Hantar Listrik (mho/cm) Q : Debit (m3/dt) b. Zat terlarut ZT= (4718/Q)+56 ....(pers.2) dengan : ZT : Zat terlarut (mg/L) Q : Debit (m3/dt)

JLP. Vol. 17. No. 52, Th. 2003

Debit vs DHL di Nanjung Debit vs DHL


1400 1200 1000

DHL (umho/cm)

800 600 400 200 0 0 50

DHL=(3125/Q)+158 r: 0,58 ; p:0,05

100

150

200

250

Debit (m3/dt)
DHL DHL Rata

Gambar 2. Hubungan data debit dengan Daya Hantar Listrik : rentang feomena
Debit vs Terlarut di Debit vs ZatZat Terlarut Nanjung
1200

Hasil perhitungan didapatkan rumus empiris seperti terlihat pada gambar 4 sebagai berikut : D = (10,04/Debit) .(pers.3) dengan : D : Deterjen (mg/L MBAS) Q : Debit (m3/dt) Kadar deterjen yang tinggi yang terpantau pada pos Nanjung umumnya diatas klsifikasi klas IV pada standar pengelolaan kualitas air PP 82/2001 (lebih besar dari 0,2 mg/L), menunjukkan bahwa pengendalian pencemaran air pada sub DAS Citarum Hulu masih kurang sekali. Beban deterjen yang memasuki Waduk Saguling berkisar 0,3 s/d 13,7 ton deterjen/hari, padahal jenis deterjen yang dipakai di Indonesia sebagian besar adalah berasal dari persenyawaan ABS (Alkil Benzene Sulfonate) yang sulit terurai secara alami. Senyawa ABS ini banyak dipakai sebagai deterjen untuk keperluan rumah tangga dan industri (terutama tekstil). Sebaliknya senyawa LAS (Linear alkil Sulfonate) lebih mudah terurai secara alami, sehingga di negara-negara yang melindungi kelestarian lingkungan secara ketat ABS telah dilarang dan diganti dengan LAS.
Discharge vs Detergen Debit vs Deterjen di Nanjung

1000

2.5

Zat Terlarut (mg/L)

800

Detergen (mg/L)

600

ZT=(4718/Q)+56 r: 0,64 ; p: 0,05

1.5

400

Det=(10,0384/Q) r: 0,64 ; p: 0,05


1

200

A B

0 0 50 100 150 200 250

0.5

Debit (m3/dt)
0
TDS TDS rata

50

100

150

200

250

Gambar 3. Hubungan parameter debit dengan zat terlarut : rentang fenomena 2. Korelasi Debit dengan Parameter Deterjen Berdasarkan 70 data pemantauan kualitas air di pos Nanjung (gambar 4), menunjukkan bahwa makin besar debit mengakibatkan konsentrasi detergen makin kecil, kecuali 2 titik yang diluar rentang fenomena yaitu titik A dan B. Titik A dan B tersebut diperkirakan indikator adanya peningkatan proses produksi dari industri (tekstil) yang sangat tinggi pada saat tersebut. Detergen adalah zat pencemar yang tidak terdapat dialam atau antropogenik, sehingga fenomena ini menunjukkan pencemaran berasal dari air limbah industri dan domestik dan dapat menjadi indikator pengenceran oleh peningkatan debit pada musim hujan.

Q (m/3)

Gambar 4. Hubungan debit Sungai Citarum dan deterjen (MBAS) : rentang fenomena 3. Korelasi Debit dengan Parameter Organik dan Oksigen Terlarut Parameter organik (sebagai BOD dan COD) adalah parameter umum yang sering dipakai untuk menunjukkan tingkat pencemaran organik dari suatu sumber pencemar seperti industri, domestik, lahan pertanian dan perikanan. Sedangkan parameter oksigen terlarut adalah parameter umum yang digunakan untuk menunjukkan tngkat kesegaran air sebagai akibat dari pencemaran air oleh parameter organik. gambar 5 dan 6 menunjukkan kecenderungan, bahwa makin tinggi debit maka kadar organik (sebagai

JLP. Vol. 17. No. 52, Th. 2003

BOD dan COD) akan semakin kecil yang disebabkan oleh proses pengenceran. Akan tetapi, pada debit tinggi yaitu pada Q=100-250 m3/dt terdapat fenomena kadar BOD masih relatif tinggi yaitu BOD 10-18 mg/L (standar klas IV< 12 mg/L BOD) dan COD 20-40 mg/L atau selalu berada diatas standar klas III pengelolaan kualitas air (standar klas III <50 mg/L). Hal ini menunjukkan pengenceran beban pencemaran organik secara alamiah oleh debit yang tinggi tidak mampu menurunkan beban pencemaran, karena kadarnya masih tetap tinggi. Beban BOD dan COD yang akan memasuki Waduk Saguling berfluktuasi dari 18 s/d 280 tonBOD /hari dan 31 s/d 360 ton COD/hari. Hasil perhitungan menghasilkan persamaan empiris (gambar 5 dan 6) : a. BOD BOD = (418,8/Q)+3,906 (pers.4) BOD : Kebutuhan Oksigen Biologi (mg/L) Q : Debit (m3/dt)
Discharge vs BOD at Nanjung Debit vs BOD di Nanjung
120

Debit vs CODvs COD Discharge di Nanjung


250

200

COD (mg/L)

150

COD = (979.982/Q)+ 9.1401 r: 0,64 ; p: 0,05


100

50

0 0 50 100 Q (m3/s) COD COD rata 150 200 250

Gambar 6. Hubungan debit sungai Citarum dan parameter COD : rentang fenomena
BOD vs DO di Nanjung
8 7

100
6 5

BOD (mg/L)

BOD=(418.7956/Q)+3.906 r: 0,64 ; p: 0,05


60

DO (mg/L)

80

4 3

DO =(21.67906/BOD)+0.079013 r: 0,64 ; p: 0,05

40

2 1

20
0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 0 50 100

BOD (mg/L)

Q (m3/s)
BOD

150 BOD rata

200

250

DO

DO rata

Gambar 5. Hubungan debit sungai Citarum dan parameter BOD b. COD COD = (979,98/Debit)+9,14 .. (pers.5) COD : Kebutuhan Oksigen Kimiawi (mg/L) Q : Debit (m3/dt) gambar 7 juga menunjukkan bahwa terdapat fenomena kadar oksigen terlarut akan sama atau lebih besar dari 5 mg/L, apabila kadar BOD sama atau lebih kecil dari 10 mg/L, meskipun grafik persamaan rumus empiris pada gambar 7 menunjukkan, nilai DO= 5 mg/L baru akan dapat dicapai apabila BOD sama atau lebih kecil dari 5 mg/L. Kondisi ini baru akan dapat dicapai bila pengelolaan kualitas air menerapkan standar yang ketat.

Gambar 7. Hubungan parameter BOD dengan DO (Oksigen Terlarut) : rentang fenomena Pada gambar 8 menunjukkan bahwa aliran air dalam sungai mampu menyerap gas oskigen dari udara dalam bentuk oksigen terlarut. Kemampuan penyerapan oksigen oleh air adalah fungsi kecepatan aliran air (V), makin cepat aliran air makin tinggi kadar oksigen terlarut. Sebaliknya kedalaman air memberikan pengaruh yang berlawanan, makin dalam aliran air makin sulit oksigen terserap sehingga oksigen terlarut makin rendah. Mengingat kadar DO dalam air juga dikonsumi oleh biota air, khususnya biota pengurai BOD, N dan P, maka DO (oksigen terlarut) adalah fungsi hidrolik dan kualitas air yaitu DO adalah fungsi dari Kecepatan, Kedalaman, BOD, Nitrogen, Phosphor atau DO= f(V,H,BOD,N,P, algae), dimana algae merupakan fungsi (Nitrogen, Phosphor, Kekeruhan) .

JLP. Vol. 17. No. 52, Th. 2003

Debit vs DO di Nanjung
5 4.5 4 3.5 DO (m g/L) 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 50 100 150 200 250

Debit (m3/dt)
DO

Gambar 8. Hubungan parameter debit dengan DO Sedangkan debit air (Q) adalah fungsi dari kecepatan (V), kedalaman (H) dan lebar sungai (B), namun khusus pada S.Citarum di pos monitor Nanjung menunjukkan pengaruh kedalaman (H) lebih dominan, karena bentuk penampang sungainya berbentuk V bersudut tajam. Sehingga makin tinggi debit, maka kedalaman (H) adalah makin tinggi yang mengakibatkan kadar oksigen terlarut (DO) makin rendah, meskipun seharusnya debit (Q) tinggi mengakibatkan kecepatan air tinggi dan oksigen terlarut juga akan makin tinggi (gambar 8).
Debit vs Total N di Nanjung Debit vs Total di Nanjung
18 16 14 12 Total N (mg/L) 10 8 6 4 2 0 0 50 100 150 200 250

4. Korelasi Debit dengan Unsur Hara (Nutrient) Pada umumya parameter pencemar nutrien (senyawa nitrogen dan phosphor) bersumber dari point source (sumber titik) yaitu: air limbah domestik dan industri serta non point source (sumber tersebar) yaitu limbah pertanian, perikanan/pakan ikan, dan peternakan. Hubungan kadar Nitrogen dan debit menunjukkan fenomena yang unik dalam beberapa tahap proses interaksi antara debit dan kadar Nitrogen: a. Tahap awal (pada debit sampai 100 m3/dt) adalah fenomena umum, yaitu makin tinggi debit, menyebabkan konsentrasi Nitrogen makin kecil. b. Tahap kedua menggambarkan kecenderungan kadar Nitrogen relatif tetap pada debit 100-170 m3/dt, kadar Nitrogen relatif tetap 2 ppm, yang bersumber dominan dari non point sources yaitu limbah pertanian, peternakan dan perikanan. c. Tahap ketiga menunjukkan peningkatan pencemaran Nitrogen dari sumber non poin sources, karena terjadi proses erosi lahan daerah aliran sungai yang sangat drastis, bukan hanya meningkatkan proses erosi lahan dan membawa lumpur ke sungai, akan tetapi juga unsur hara Nitrogen yang terkandung tanah juga ikut terosi. Persamaan empiris korelasi kadar Nitrogen dan debit pada tahap 1 dan 2 adalah: N = (70,941/Q) + 0.1765 .... (pers.6) dengan : N : Kadar Nitrogen (mg/L) Q : Debit (m3/dt) Sedangkan persamaan empiris pada tahap 3 adalah seperti terlihat pada gambar 9: N = (0,052xQ) - 6,83 .. (pers.7) dengan : N : Kadar Nitrogen (mg/L) Q : Debit (m3/dt) Bila dibandingkan dengan standar, maka kadar Nitrogen tersebut tidak terlalu bermasalah, karena standar NO3-N adalah lebih kecil dari 10 mg/L (klas 1 dan 2) dan lebih kecil dari 20 mg/L (klas 3 dan 4), sedangkan standar NH3-N adalah lebih kecil dari 0,5 mg/L dan NO2-N lebih kecil dari 0,05 mg/L. Akan tetapi peningkatan kadar Nitrogen telah meningkatkan kadar NH4-N yang toksik bagi ikan.

N=(70,941/Q)+0.1765 r:0,64; p:0,05 N=(0.052.Q)-6.83 r:0,94; p:0,05

Q (m3/dt)
T-N T-N rata

Gambar 9. Hubungan debit S.Citarum dan Parameter Total N : rentang fenomena

JLP. Vol. 17. No. 52, Th. 2003

Debit vs Total P di Nanjung Discharge vs T-P at Nanjung


3

2.5

2 Total (mg/L) T-P P (mg/L)

1.5

P = (12.1214/Q)+0.002 r: 0,64; p:0,05

0.5

0 0 50 100 150 200 250

Q (m3/s)
T-P T-P rata

Gambar 10. Hubungan debit S.Citarum dan parameter Total P : prediksi sebaran nilai pengukuran

Mengingat pos Nanjung adalah lokasi masukan Sungai Citarum ke Waduk Saguling, serta terdapat kecenderungan kadar nitrogen meningkat pada debit tinggi, maka mengakibatkan beban pencemaran nitrogen yang masuk ke Waduk Saguling meningkat sangat besar. Beban yang tinggi tersebut telah menimbulkan masalah eutrofikasi pada waduk tersebut. Beban Total Nitrogen yang memasuki Waduk Saguling berfluktuasi pada rentang 0,4 s/d 85 ton N/hari. Hal yang sama juga terjadi pada senyawa phosphor, meskipun kadar dan beban phosphor yang masuk ke dalam waduk lebih rendah daripada senyawa nitrogen, namun senyawa phosphor adalah unsur kunci pemicu terjadinya eutrofikasi waduk. Rentang fluktuasi beban Total Phosphor yang kemungkinan memasuki Waduk Saguling adalah 0,25 s/d 7,7 ton P/hari.

Tabel 1. Resume korelasi debit dengan BOD,COD dan DO di Pos Nanjung 1990 2002 (jumlah data= 68) Uraian Rentang Ukur Persamaan Rata-rata Koef.Korelasi Std Deviasi Q (mg/L) 4,4-212 BOD (mg/L) 3,0-81 419/Q+3,91 0,64 18,63

(mg/L) 13-232 980/Q+9,1 0,64 43,58

COD

DO (mg/L) 21,97/BOD+0,08 0,67 10,83

0-4,5

Tabel 2. Resume korelasi debit dengan unsur hara, zat terlarut dan Deterjen di Pos Nanjung 1990 2002 (jumlah data=68 )
U raian R entang U kur P ers am aan R ata-rata K oef .K orelas i S td D evias i T o tal N (m g /L ) 0,46-13 70,94/Q + 0,18 0,64 3,15 T o tal P (m g /L ) 0,026-2,3 12,12/Q 0,64 0,54 DHL (m g /L ) 110-1220 3125/Q + 158 0,58 172,3 Z at T erlaru t (m g /L ) 80-964 4718/Q +56 0,64 195 D eterj en (m g /L ) 0-2,25 10,04/Q 0,64 0,45

KESIMPULAN
1. Kesimpulan a. Terdapat korelasi yang signifikan antara perubahan kadar parameter BOD, COD, DO, Nitrogen, Phosphor, deterjen dan zat terlarut dengan debit air sungai. Rumus umum korelasi antara debit air sungai dan kadar parameter pencemar adalah C=(a/Q)+ b

b.

Pencemaran organik sebagai BOD dan COD di Sungai Citarum bagian hulu terjadi sepanjang musim, karena tidak tertolong oleh pengenceran secara alami dengan debit tinggi. Walaupun debit air tinggi, ternyata kadar BOD masih melebihi standar kualitas air (standar kelas II < 12 mg/L), sedangkan kadar COD masih dapat tergolong klas III (standar < 50 mg/L). Oleh karena itu upaya pengendalian pencemaran BOD dan COD air harus

JLP. Vol. 17. No. 52, Th. 2003

ditingkatkan, baik terhadap point source maupun non point sources c. Terdapat fenomena yang unik pada hubungan debit dengan parameter Nitrogen. Grafik gambar 9 menunjukkan sumber pencemaran dari point source, kadar Nitrogen menurun oleh pengenceran debit air, setelah itu terjadi pencemaran oleh non point sources yaitu pelarutan (leaching) pupuk Nitrogen dari persawahan, sehingga kadar Nitrogen relatif tetap pada debit tinggi. Setelah itu terjadi proses erosi lahan yang membawa unsur Nitrogen dari tanah, dimana peningkatan debit sungai menyebabkan peningkatan erosi dan kadar Nitrogen. Detergen dalam air tidak berasal dari alam karena murni hasil limbah aktifitas manusia (kegiatan industri maupun domestik) atau antropogenik. Oleh karena itu parameter ini adalah parameter yang juga penting diperhatikan sebagai indikator pencemaran selain dari parameter organik (sebagai BOD dan COD), terutama bagi daerah pengaliran sungai yang banyak terdapat aktifitas industri tekstil maupun kegiatan domestik. Peningkatan kadar deterjen menunjukkan rendahnya upaya pengendalian pencemaran air. Limbah deterjen berasal dari point source, yang terencerkan oleh peningkatan debit air sungai. Beban BOD, COD dan unsur hara (Nitrogen dan Phosphor) yang masuk ke Waduk Saguling dari sub DPS Citarum Hulu masing-masing adalah dalam rentang 18-280 ton BOD/hari, 31-360 ton COD/hari, 0,4-85 ton N/hari dan 0,25-7,7 ton P/hari.

c.

Mengingat Sungai Citarum bagian hulu adalah merupakan input bagi waduk-waduk di DPS Citarum, maka stream standards dan efluent standards terhadap parameter nutrient (senyawa Nitrogen dan Phosphor) untuk semua jenis industri perlu diberlakukan juga. Limbah nutrient tidak hanya dihasilkan oleh suatu proses industri, namun juga dapat ditimbulkan oleh aktifitas MCK dan IPAL dengan proses pengolahan biologi. Rumus-rumus empiris yang dihasilkan bukan persamaan korelasi untuk perhitungan kadar parameter, akan tetapi korelasi kualitatif, karena banyak faktor lain yang berpengaruh. Selain hubungan antara berbagai parameter dengan debit air, terdapat juga hubungan antara parameter Oksigen terlarut dengan BOD, COD, N, P dan phitoplankton. Sebaiknya dilakukan kajian multivariate analysis agar dapat diketahui fenomenanya, mengingat Oksigen terlarut (Dissolved Oxigen) adalah parameter kunci indikator pelestarian air. Hubungan antara debit air dan Oksigen terlarut (gambar 8) perlu diteliti lebih lanjut dengan metoda multivariate analysis karena banyak faktor antara lain : Debit, BOD, Nitrogen, Phosphor, algae dan turbidity.

d.

d.

e.

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. 3. Annonimous. 1999. Data Debit Tahunan Indonesia tahun 1988-1998. Pusat Litbang Pengairan. Departemen PU. Bandung. Annonimous. 1997. Data Tahunan Kualitas Air 1990-1996 . Pusat Litbang Sumber Daya Air. Bonnier, A. 1981. Statistical and Probability Analysis of Hydroogical Data. Directorat General of Water Resources Development, Ministry of Public Works, Jakarta. Iskandar.2001. Laporan akhir: Perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air dengan Pemodelan Kualitas Air. Bapedalda JabarPuslitbang SDA, Bandung. James, A. 1993. An Introduction to Water Quality Modelling. John Wiley and Sons. New York. Soewarno. 1995. Hidrologi Jilid 1. Penerbit Nova. Bandung.

2. Saran-saran a. Pemantauan kualitas air sungai hendaknya disertai dengan pengukuran atau pencatatan data debit air sungai, untuk menentukan fluktuasi beban pencemaran air Baku-mutu efluent terhadap parameter deterjen perlu diberlakukan untuk semua jenis industri, karena limbah deterjen tidak hanya dihasilkan oleh suatu proses industri, namun juga dapat ditimbulkan oleh aktifitas MCK karyawan yang bertugas pada industri tersebut.

4.

b.

5. 6.

JLP. Vol. 17. No. 52, Th. 2003

You might also like