You are on page 1of 61

Diterbitkan oleh :

Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma

Daftar Isi :

2.

Editorial

Artikel :

Karya Sriwidodo

3. Dasar-dasar Kosmetologi Kedokteran 10. Aspek Farmakologi Beberapa Obat Yang Mempengaruhi Kecantikan 14. Efek Samping Kosmetika dan Penatalaksanannya 18. Uji Kulit Untuk Kosmetika 20. Kegunaan Kosmetika Untuk Kesehatan Kulit 23. Laporan Monitoring Efek Samping Kosmetika 26. Pengaruh Kosmetika Pada Kejiwaan 29. Penatalaksanaan Akne Vulgaris 38. Bedah Kulit Kosmetik 40. Miastenia Gravis 43. Perdarahan Intrakranial Pada Neonatus 47. Penggunaan Obat-obat di Luar DOEN Untuk Peserta BPDPK Yang Dirawat di RSU Madiun, Ponorogo & Magetan tahun 1984 51. Perkembangan: Common Cold: Ada Obatnya ? Angina dan Penyakit Esofagus 53. 56. 57. 59. 60. Hukum & Etika: Tepatkah Tindakan Saudara ? Catatan Singkat Humor Ilmu Kedokteran Ruang Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran Fokus

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis.

Banyak dokter yang bertanya, baik melalui surat maupun secara langsung per telepon : "Kok CDK lama tidak muncul-muncul ?" Masalahnya, karena satu dan lain hal, memang CDK tidak terbit untuk beberapa waktu. Untuk itu kami mohon maaf. Tapi, dengan terbitnya nomor ini, mudah-mudahan CDK akan kembali secara rutin mengunjungi dokter-dokter, di mana pun berada. Dan, mudah-mudahan pula manfaat dari CDK sebagai penyegar dan penambah pengetahuan untuk para dokter, dapat terlaksana sebaikbaiknya. Dalam nomor ini, kami sajikan sebagai tema utama : Komestika, yang pernah disimposiumkan oleh P.A.D. V.I. (Persatuan Ahli Dermato Venereologi Indonesia) Jakarta Raya, tahun lalu. Masalah kosmetik memang cukup menarik dan mengundang banyak perhatian. Sejalan dengan perkembangan jaman, kosmetika menjadi semakin beranekaragam corak dan jenisnya. Konsumen tidak lagi terbatas pada kaum wanita; kaum pria pun banyak yang mulai berpaling dan menaruh minat. Lepas dari segala itu, pemakaian kosmetika bukan tidak ada risiko efek sampingnya. Risiko itu selalu ada. Nah, untuk itulah kami sajikan : "Pemakaian kosmetika yang aman ".

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

Artikel

Dasar-dasar Kosmetologi Kedokteran


Dr. Ny. Lies Yul Achyar Bagian Kosmetologi Departemen Penyakit Kulit & Kelamin RSPAD Gatot Soebroto Jakarta

PENDAHULUAN Berkembangnya ilmu pengetahuan di segala bidang, kemajuan di bidang teknologi, perkembangan sosial budaya, telah membawa perobahan dalam sikap hidup seseorang. Kemajuan peradaban dan taraf kehidupan manusia, telah membawa manusia kearah pemenuhan kebutuhan, baik bersifat primer maupun bersifat sekunder. Pada zaman modern ini, kelainan kulit estetik telah merupakan problema yang mendapat perhatian khusus dalam kehidupan manusia. Pemakaian kosmetika merupakan hal yang sangat diperlukan oleh seseorang, sejak usia bayi- sampai usia lanjut, tidak terkecuali pria maupun wanita dengan tujuan untuk mendapatkan kulit yang sehat, wajah yang cantik, penampilan pribadi yang baik dan kepercayaan pada diri sendiri. Perhatian yang berlebihan terhadap masalah kulit estetik, meluasnya pemakaian kosmetika oleh masyarakat dengan segala dampak positif dan negatif yang diterima oleh kulit, telah membawa perkembangan pula dalam ilmu Kedokteran pada umumnya, di bidang Dermatologi pada khususnya. Dokter Ahli Kulit tidak hanya mengembangkan ilmunya dalam bidang Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, tetapi juga telah mengembangkan ilmu di bidang kulit estetik yang meliputi penyakit kulit dengan keluhan estetik, kelainan-kelainan kulit akibat penggunaan-penggunaan kosmetika, teknik perawatan kulit dan penggunaan kosmetika, mempelajari segala sesuatu tentang kosmetika, baik mengenai bentuk dan bahanbahannya, maupun absorpsi dan efeknya pada kulit dan Ilmu Bedah Kulit Estetik. Demikian pula dengan penderita yang datang kepada seorang Dokter Ahli Kulit pada saat ini, tidak hanya dengan
*) Dibawakan pada simposium Kosmetika pada tanggal 7 September 1985. Penyelenggara P.A.D. V.I. JA YA.

keluhan tentang penyakit kulit, tetapi juga dengan segala problema kulit estetik, pertanyaan-pertanyaan tentang perawatan kulit, penggunaan kosmetika dan lain-lain. Dibentuknya Sub Bagian Kosmetologi di FKUI RSCM pada tahun 1970 dan sampai saat ini telah berkembang di beberapa Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin lainnya di Indonesia, telah memegang peranan penting dalam menangani segala masalah yang menyangkut bidang kulit estetik tersebut di atas. SEJARAH KOSMETOLOGI DAN KOSMETIKA Dalam sejarah kosmetologi dan kosmetika, ilmu kedokteran telah ikut mengambil peranan sejak zaman kuno. Data-data diperoleh ,dari penyelidikan antropologi, aerkologi, dan etnologi di Mesir dan India dengan ditemukannya salep-salep aromatik, bahan-bahan pengawet mayat dan lain-lain yang dapat dianggap sebagai bentuk awal dari kosmetika. Seorang bapak ilmu kedokteran HIPPOCRATES (460 370 S.M.) dan kawan-kawan telah membuat resep-resep kosmetika dan menghubungkannya dengan ilmu kedokteran. Ilmu Kedokteran bertambah luas dan kosmetologi terus berkembang, maka diadakan pemisahan kosmetologi dari Ilmu Kedokteran (HENRI de NODEVILI 1260 1325), dikenal 2 bentuk kosmetika : 1. Kosmetika untuk merias (decoratio) 2. Kosmetika untuk pengobatan kelainan patologi kulit. GOODMAN, H. (1936), seorang dermatolog telah mempelajari secara mendalam tentang kosmetika baik mengenai sifat-sifat fisika, kimia, fisiologi dari bahan-bahannya, maupun tentang pemakaian dan akibat-akibatnya pada kulit. Penulis mengemukakan perlunya latar belakang dermatologi dalam masalah kosmetika, yang , pengetahuan yang lengkap tentang kulit dan fungsinya, pengalaman yang luas tentang penggunaan dan pemakaian remedial kosmetika pada kulit, penelitian lebih
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 3

jauh tentang berbagai efek bahan-bahan kosmetika terhadap kulit. Pada tahun 1700 1900 kosmetika dibagi menjadi : 1. Cosmetic decorative yang lebih banyak melibatkan ahli kecantikan. 2. Cosmetic treatment yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan beberapa ilmu pengetahuan lainnya seperti dermatologi, farmakologi, kesehatan gigi dan lain-lain. Pada abad modern ini kosmetologi dan kosmetika telah melibatkan banyak profesi, seperti dokter ahli kulit, ahli farmasi, ahli kimia, ahli biokimia, ahli mikrobiologi, ahli fotobiologi, ahli imunologi, ahli kecantikan dan lain-lain. PENGERTIAN KOSMETOLOGI DAN KOSMETIKA Kosmetologi Menurut JELLINEX, kosmetologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum-hukum kimia, fisika, biologi dan microbiologi tentang pembuatan, penyimpanan dan penggunaan bahan kosmetika. Kosmetika Menurut FEDERAL FOOD AND COSMETIC ACT (1958) sesuai dengan definisi dalam Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No.220/Men Kes/Per/IX/76. Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tank dan mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat. Zat tersebut tidak boleh mengganggu faal kulit atau kesehatan tubuh secara keseluruhan. Dalam definisi ini jelas dibedakan antara kosmetika dengan obat yang dapat mempengaruhi struktur dan faal tubuh. Kosmedik Dalam perkembangan kosmetika, saat ini pada beberapa produk tertentu batas antara kosmetika dan obat menjadi kabur. LUBOWE (1955) mengemukakan istilah Cosmedics disusul oleh FAUST (1975) dengan istilah Medicated Cosmetics untuk bentuk gabungan dari kosmetika dan obat. Kosmedik adalah kosmetika yang ke dalamnya ditambahkan bahan-bahan aktif tertentu seperti zat-zat anti bakteri atau jasad renik lainnya, anti jerawat, anti gatal, anti produk keringat, anti ketombe dan lain-lain dengan tujuan profilaksis, desinfektan, terapi dan lain-lain. Kosmetika hipoalergik Kosmetika hipoalergik; adalah kosmetika yang di dalamnya tidak mengandung zat-zat yang dapat menyebabkan reaksi iritasi dan reaksi sensitasi. Kosmetika jenis ini bila dapat terwujud akan merupakan kosmetika yang lebih aman untuk kesehatan kulit. Banyak bahanbahan yang sering menimbulkan reaksi iritasi dan sensitasi telah dikeluarkan dari daftar kosmetika hipoalergik seperti arsenic compounds, aluminium sulfat , aluminium klorida, balsam of peru, fenol, fern)] formaldehide, gum arabic, lanolin,
mercury compounds, paraphenylennediamin, bismuth compounds, oil of bergamot, oil of lavender, salicylic acid, resoi-

Kosmetika tradisional Kosmetika tradisional adalah kosmetika yang terdiri dari bahan-bahan yang berasal dari alam dan diolah secara tradisional. Di samping itu, terdapat kosmetika semi-tradisional, yaitu kosmetika tradisional yang pengolahannya dilakukan secara modern dengan mencampurkan zat-zat kimia sintetik ke dalamnya. Seperti bahan pengawet, pengemulsi dan lain-lain. Kegunaan kosmetika ini dalam ilmu kedokteran baik untuk pemeliharaan kesehatan kulit maupun untuk pengobatan masih memerlukan penelitian lebih lanjut. PENGGOLONGAN KOSMETIKA Banyaknya kosmetika yang beredar dengan segala macam bentuk dan nama, telah membingungkan baik para pemakai maupun pihak-pihak lain yang berperan serta di dalamnya. Untuk itu para ahli berusaha mengelompokkan kosmetika sesederhana mungkin. Tetapi penggolongan yang dibuat masing-masing ahli ternyata tidak mina satu dengan lainnya, sehingga terdapat beberapa bentuk penggolongan sebagai berikut : Penggolongan menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I. berdasarkan kegunaan dan lokalisasi pemakaian pada tubuh, kosmetika digolongkan menjadi 13 golongan. 1. Preparat untuk bayi; minyak bayi, bedak bayi, dan lainlain. 2. Preparat untuk mandi; minyak mandi, bath capsules, dan lain-lain. 3. Preparat untuk mata; maskara, eye shadow, dan lain-lain. 4. Preparat wangi-wangian; parfum, toilet water dan lainlain. 5. Preparat untuk rambut; cat rambut, hairspray, pengeriting rambut dan lain-lain. 6. Preparat pewarna rambut; cat rambut, hairbleach, dan lain-lain. 7. Preparat make up (kecuali mata); pemerah bibir, pemerah pipi, bedak muka dan lain-lain. 8. Preparat untuk kebersihan mulut; mouth washes, pasta gigi, breath freshener dan lain-lain. 9. Preparat untuk kebersihan badan; deodoran, feminim hygiene spray dan lain-lain. 10. Preparat kuku; cat kuku, krem dan lotion kuku, dan lain-lain. 11. Preparat cukur; sabun cukur, after shave lotion, dan lain-lain. 12. Preparat perawatan kulit; pembersih, pelernbab, pelindung dan lain-lain. 13. Preparat untuk suntan dan sunscreen; suntan gel, sunscreen foundation dan lain-lain. Penggolongan menurut NATER, Y.P. dan kawan-kawan berdasarkan kegunaannya. 1. Higiene tubuh : sabun, sampo, cleansing. 2. Rias : make up, hair color. 3. Wangi-wangian : deodorant, parfum, after shave. 4. Proteksi : sunscreen dan lain-lain. Pembagian yang dipakai di Bagian Kosmetologi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, berdasarkan kegunaan dan cara bekerjanya kosmetika dibagi dalam kelompok. 1. Kosmetika pemeliharaan dan perawatan kulit terdiri dari : a. Pembersih (cleansing) : pembersih dengan bahan dasar

sinol, heksaklorofen
4

dan lain-lain.

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

air (face tonic, skin freshener dan lain-lain), pembersih dengan bahan dasar minyak (cleansing cream, cleansing milk, dan lain-lain), pembersih dengan bahan dasar padat (masker). b. Pelembab (moisturizing) : cold cream, night cream, moisturizing, base make up dan lain-lain. c. Pelindung (protecting) : sunscreen, foundation cream, dan lain-lain. d. Penipis (thinning) : bubuk peeling dan lain-lain. 2. Kosmetika rias (decorated cosmetic) : kosmetika yang dipakai untuk make up seperti : pemerah pipi, pemerah bibir, eye shadow dan lain-lain. 3. Kosmetika wangi-wangian : parfum, cologne, deodoran, vaginal spray, after shave dan lain-lain. DASAR-DASAR PENGGUNAAN KOSMETIKA PADA KULIT Kulit merupakan sasaran utama yang menerima berbagai efek, haik positif maupun negatif pada penggunaan kosmetika. Karena itu, semua pihak yang tersangkut di dalamnya perlu mempunyai pengetahuan dasar tentang kulit dan kosmetika. Teori dasar absorpsi bahan melalui kulit Kulit adalah organ tubuh yang hidup berguna untuk : 1. Melindungi organ-organ dalam tubuh terhadap pengaruh luar seperti sinar matahari, trauma mekanis, bahan kimia, infeksi dan lain-lain. 2. Memelihara keseimbangan cairn tubuh dan mempertahankan suhu tubuh. 3. Menyokong penampilan dan kepribadian seseorang, kepentingan estetik, ras dan lain-lain. Faktor-faktor dalarn kulit dan di luar kulit yang dapat mempengaruhi absorpsi bahan-bahan melalui kulit telah banyak diselidiki. Kulit terdiri dari epidermis (kulit ari), dermis (kulit jangat) dan subkutis. Setiap lapisan kulit tidak sama permeabilitasnya, lapisan epidermis lebih impermeabel daripada dermis . Lapisan stratum korneum (lapisan tanduk) pada epidermis merupakan lapisan barrier dari kulit dan merupakan dasar permeabilitas yang selektif dari kulit terhadap berbagai bahan dari luar (SCHEUPLEIN, 1976). Absorpsi dan penetrasi dari bahan-bahan yang digunakan secara topikal dapat terjadi melalui 3 cara : 1. Melalui seluruh permukaan stratum korneum yang utuh yang merupakan 99,7% dari permukaan kulit (transepidermal resorption). 2. Melalui folikel rambut yang merupakan 0,2% dari permukaan kulit (transfollicular resorption). 3. Melalui saluran kelenjar keringat, merupakan 0,04% dari permukaan kulit. Sejumlah bahan-bahan dapat melewati permukaan kulit, karena kulit merupakan media difusi. Difusi melalui lapisan epidermis berlangsung secara lambat dan pasif, difusi melalui folikel rambut berlangsung cepat dan aktif, sedangkan peranan kelenjar keringat sebagai media difusi sangat kecil. Setiap bahan mempunyai keniampuan tertentu untuk berdifusi. Bahanbahan yang larut air mempunyai kemampuan berdifusi lebih kecil dibandingkan bahan-bahan yang larut lemak. Menurut YANET MARKS (1976) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi absorpsi dan penetrasi bahan-bahan melalui kulit.

1. Sifat kimia fisika dari bahan-bahan tersebut. a. esterifikasi (esterifcation) b. daya larut dalam bahan dasar c. daya larut dalam lemak d. kestabilannya (stability) 2. Sifat dasar preparat. a. konsentrasi dari bahan aktif b. susunan dan sifat kimia fisika dari bahan dasar. c. campuran dari bahan-bahan yang tidak sesuai, yang akan menghalangi penetrasi dari bahan-bahan lainnya. 3. Cara aplikasi pada kulit; pemakaian secara oklusi akan meningkatkan daya penetrasi. 4. Sifat-sifat dari kulit. a. keadaan dari stratum korneum, seperti stratum korneum yang rusak, terangkat, menebal, akan mempengaruhi daya penetrasi. b. lokalisasi dari pemakaian, di daerah fleksor, intertriginosa, penetrasi akan lebih baik. c. umur, penetrasi lebih baik pada kulit bayi daripada umur lanjut. Menurut BALSAM (1974), tingkat penetrasi dari bahan-bahan melalui kulit yang utuh tergantung pada : 1. bahan-bahan dasar yang dipakai. 2. ukuran dan bentuk molekul dari bahan-bahan. 3. daya larut bahan-bahan dalam lemak, air dan stratum korneum. 4. konsentrasi dari bahan-bahan aktif. 5. temperatur. 6. keadaan hidrasi dari stratum korneum. Bahan baru akan bermanfaat bagi kulit apabila dapat mencapai bagian terdalam kulit yaitu stratum basale. Meskipun proses resorpsi yang lengkap dan cara mana yang ditempuh oleh masing-masing bahan yang berbeda, belum diketahui dengan pasti, tetapi beberapa penulis telah membuat pengamatan secara umum mengenai penetrasi bahan-bahan melalui kulit sebagai berikut. Transepidermal resorption pada umumnya akan dilalui oleh bahan-bahan yang dapat menembus barrier kulit, yaitu : 1. Semua bentuk gas, termasuk uap air, dan larutan organik yang mudah menguap segera dapat melakukan penetrasi dengan baik. 2. Vitamin-vitamin yang larut lemak, yaitu vitamin A, D, K dan karoten dapat diabsorpsi, sedang vitamin E dan F masih diragukan, dan tidak banyak diketahui tentang absorpsi dari vitamin B dan C yang larut dalam air, kecuali panthanol suatu derivat dari "panthothenic acid yang larut dalam lemak dapat diabsorpsi. 3. Hormon-hormon seperti, testosteron, progesteron, estrogen, disoxicorticosteron dan hydrocortison acetat mudah diabsorpsi, tetapi cortison acetat sangat sukar untuk diabsorpsi. 4. Phenol dan alkaloid bebas dapat diabsorpsi, tetapi garamgaramnya yang larut dalam air dan tidak larut dalam lemak sama sekali tidak diabsorpsi. 5. Beberapa lemak esensial dapat diabsorpsi, lemak hewan lebih mudah diabsorpsi daripada lemak tumbuh-tumbuhan, tetapi bahan-bahan yang sangat hydrophobic seperti minyak mineral tidak dapat menembus barrier kulit. Minyakminyak mineral ini, juga lemak hewan dan tumbuh-tumbuhCermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 5

an lainnya lebih mudah mengadakan transfollicular resorption.

6. Bahan-bahan anorganik seperti sulfur, mercury, jodium boric acid, potasiumcuanate dan garam-garam yang larut, 2+ lemak dari Hg 2+ , Bi 3+ , Pb dan Cu e+ semua dapat melakukan penetrasi dengan baik. 7. Bahan-bahan aromatik parfum seperti oil of thyme, eucalyptus oil, linalyl geranyl acetate dan lain-lain juga diabsorpsi dengan cepat. 8. Semua garam-garam yang larut dalam air, semua zat-zat padat, gula, juga protein yang bermolekul besar tidak diabsorpsi oleh kulit. Efek Kosmetika Preparat kosmetika 95% terdiri dari bahan dasar dan hanya 5% bahan aktif, bahkan kadang-kadang tidak mengandung bahan-bahan aktif. Jadi sifat dan efek dari preparat kosmetika tidaklah ditentukan oleh bahan aktifnya, tetapi terutama oleh bahan dasarnya (JELLINEK, 1975).
Efek dari bahan dasar

4. Ikut membantu pembentukan keratin mikrofibril pada stratum korneum yang punya peranan dalam proses absorpsi dan penetrasi. Menurut LEITZ, komposisi lemak yang terdapat pada tubuh/ kulit berbeda dengan lemak yang terdapat di alam (lemak pada kosmetika). Jadi tidak mungkin secara fisiologis/biologis lemak disuplai dari luar ke dalam kulit untuk menggantikan fungsi metabolisme dari lemak kulit. Meskipun lemak dapat diabsorpsi oleh kulit, tetapi sejauh mana absorpsi dapat terjadi, dan setelah absorpsi bagaimana fungsinya di dalam tubuh, belum dapat dijelaskan dengan pasti, karena adanya pendapat yang berbeda antara para penulis. Jadi jelaslah bahwa kegunaan lemak dalam preparat kosmetika hanya diharapkan untuk membentuk lapisan pelin dung pada permukaan kulit dan memberi kesan berlemak pada kulit.
AIR

Dari golongan kosmetika ternyata bahan dasar yang terbanyak dipakai adalah lemak/minyak, selain itu dipakai pula air, alkohol dan lain-lain.
LEMAK

Pemakaian lemak pada preparat kosmetika disenangi karena lemak mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai bahan dasar dan punya efek tertentu pada kulit yaitu : a. beberapa bentuk lemak seperti : lemak hewan, lemak turnbuh-tumbuhan dan malam, mudah diabsorpsi oleh kulit, sehingga adalah merupakan bahan dasar yang baik untuk mengantarkan bahan-bahan aktif ke dalam kulit. b. lemak dapat membentuk lapisan tipis di permukaan kulit yang berfungsi sebagai lapisan pelindung (protective film) untuk menghalangi penguapan air, sehingga mencegah kekeringan pada kulit. c. mempunyai sifat pembasah (wetting effect) terhadap keratin, sehingga berguna untuk menjaga dan memeliharakan elastisitas kulit yang menyebabkan kulit menjadi lembut dan halus. d. dapat melarutkan kotoran-kotoran yang larut lemak seperti sisa-sisa make up, sehingga merupakan bahan dasar yang baik pada preparat pembersih. e. lemak hewan dan tumbuh-tumbuhan, mengandung sejumlah bahan aktif seperti vitamin, hormon, lecithin dan lainlain yang mempunyai efek tertentu pada kulit. Lemak kulit (skin surface lipid) diproduksi oleh kelenjarkelenjar sebum, sel-sel epidermis dan sedikit oleh kelenjar keringat. Lemak kulit ini berfungsi untuk : 1. Mempertahankan kondisi kulit (skin conditioner), yaitu sebagai pelumas (lubrikan) dari lapisan tanduk, sehingga dapat melembutkan atau melemaskan permukaan kulit. 2. Membentuk lapisan lemak tipis permukaan kulit (surface lipid film) yang dapat merupakan lapisan pelindung terhadap penguapan air, sehingga dapat mencegah kekeringan kulit. 3. Merupakan proteksi kimiawi terhadap mikro-organisme dari luar.
6
Cermin Dunia Kedokteran No. 41,1986

Air dapat diabsorpsi oleh kulit, tetapi air dan bahan-bahan yang larut air lebih sulit mengadakan penetrasidaripada lemak dan bahan-bahan larut lemak. Tingkat penetrasi bahan-bahan yang larut air tergantung pada jumlah (water content) dari stratum corneum. Sehingga air bukanlah bahan dasar yang baik untuk mengantarkan bahan aktif ke dalam lapisan kulit. Air sebagai bahan dasar banyak dipakai pada preparat pembersih, karena air mudah berhubungan dengan semua bagian tubuh, dapat melunakkan stratum corneum dan membesihkan kotoran yang dapat larut di dalamnya. Tetapi air tidak punya daya membasahkan kulit yang sempurna (wetting effect), dan juga bakteri dan sebagian besar kotoran tidak dapat larut dalam air. Untuk mendapatkan efek pembersih yang sempurna ke dalam bahan dasar air, perlu ditambahkan bahan dasar lainnya, seperti minyak (cleansing cream), alkohol 20 40% (skin freshener, face tonic), surfactant (sabun, detergen lainnya).
ALKOHOL

Pemakaian bahan-bahan aktif dalam pelarut organik seperti alkohol, aseton, ether, chloroform dan lain-lain tidak dianjurkan karena efek iritasinya pada kulit. Pemakaian alkohol 20 40% pada preparat pembersih bertujuan untuk mendapatkan efeknya yaitu : 1. dapat meninggikan permeabilitas kulit terhadap air. 2. mengurangi tegangan permukaan kulit sehingga daya pembasahan oleh air lebih baik. 3. memperbaiki daya larut kotoran berlemak. 4. bersifat sebagai astringen dan desinfektan.
Efek dari bahan aktif

Pemakaian preparat topikal yang mengandung bahan aktif akan bermanfaat bila : 1. bahan tersebut dapat diabsorpsi oleh kulit sekurang-kurangnya sebagian dari padanya. 2. tidak mudah teroksidasi. 3. ada khasiatnya pada kulit. 4. pemberian secara oral tidak mungkin dilakukan atau efeknya merugikan. Bahan-bahan aktif yang biasanya ditambahkan ke dalam preparat kosmetika antara lain vitamin, hormon, protein, enzim, ekstrak binatang dan tumbuh-tumbuhan.

VITAMIN

Vitamin A 1 Vitamin A pada kulit antara lain berguna untuk mempertahankan pertumbuhan normal dari sel epitel yaitu sebagai anti keratinisasi. Pemakaian vitamin A secara topikal dibenarkan karena : 1. larut dalam lemak dan mudah diabsorpsi oleh kulit. 2. punya efek lokal yang baik, yaitu melicinkan, melunakkan kulit. Dalam dermatologi derivat vitamin A1 yaitu vitamin A acid (tretinoin) dipakai sebagai anti keratinisasi pada penderita akne, penyakit - penyakit hiperkeratosis dan penyakit difisiensi vitamin A lainnya. Kesulitan penggunaan vitamin A pada kosmetika adalah karena mudah teroksidasi sehingga harus diberikan dalam bentuk ester alkohol yang lebih stabil, dan dilindungi dari cahaya matahari. Vitamin B kompleks. Defisiensi vitamin B kompleks dapat menimbulkan berbagai kelainan kulit dan rambut. Laporan tentang absorpsi dari vitamin -vitamin ini oleh kulit sangat sedikit, sehingga penambahan vitamin B kompleks pada preparat kosmetika tidak dianjurkan, meskipun vitamin ini larut dalam air dan stabil terhadap oksidasi. Beberapa bentuk vitamin B kompleks yang pernah dianjurkan untuk dipakai yaitu : panthathenic acid, nicotinic acid, pyridoxintripalmitate, yang digunakan dalam preparat - preparat rambut. Vitamin C (ascorbic acid) Vitamin C berfungsi pada pembentukan kolagen dan proses pigmentasi, vitamin C dapat diabsorpsi oleh kulit. Tetapi pemakaian vitamin C dalam preparat kosmetika tidak dianjurkan karena sangat mudah teroksidasi. Vitamin D Tidak ada indikasi untuk pemakaian vitamin D secara topikal dan tidak ada kelainan kulit yang spesifik karena defisiensi vitamin D. Vitamin E (d-tocopherol) Vitamin E antara lain berguna untuk regenerasi sel-sel epitel kulit (peremajaan kulit). Belum ada data-data mengenai efek dari pemakaian vitamin E secara topikal, efek pada kulit dengan pemberian per oral lebih menguntungkan. Dalam preparat kosmetika vitamin E dipakai sebagai bahan pelengkap yaitu sebagai antioksidan, pada preparat yang mudah teroksidasi, seperti preparat yang mengandung vitamin A.
HORMON

2. meningkatkan water holding sehingga cell content epidermis bertambah. 3. meningkatkan pembentukan serat-serat elastin sehingga elastisitas kulit bertambah. 4. meningkatkan sirkulasi darah pada kulit. 5. menyebabkan turgor kulit bertambah. Keseluruhannya memberikan gambaran luar kulit menjadi segar dan lebih muda. Efek maksimum pada kulit akan terlihat sesudah hari ke 30 sampai ke 50 setelah pemakaian topikal, berakhir setelah pengobatan dihentikan, dan kulit akan kernbali ke keadaan semula. Jadi efek hormon ini hanyalah bersifat sementara. Pemakaian topikal dari hormon ini tidak dianjurkan karena : a. efeknya pada kulit hanya bersifat sementara. b. tidak ada efeknya pada kulit yang fungsi hormon dan epidermis masih baik (usia muda) hanya berkhasiat pada kulit dengan gejala atrofi senilis (usia lanjut). c. efek topikal pada kulit didapatkan bila dosis lebih dari 15.000 i.u./ounce, dosis ini terlalu tinggi untuk preparat kosmetika yang dipakai bebas dalam jangka waktu lama.
PROTEIN

Pemakaian protein, pepton, peptida dan asam-asam amino dalam preparat kosmetika telah pernah dilaporkan. Asam amino dapat diabsorpsi oleh kulit dan beberapa di antaranya punya fungsi khusus dalam jaringan epidermis misalnya cysteine, cystine, tyrosin. Molekul-molekul protein yang besar tidak diabsorpsi oleh kulit, misalnya casein, lactic protein dan lain-lain. Tidak ada indikasi untuk pemakaian secara topikal, karena sangat tidak menguntungkan bila dibandingkan pemberian per oral dalam makanan dan juga belum ada data-data yang jelas tentang pemakaiannya dalam preparat kosmetika. Pemakaian protein dalam preparat kosmetika bukan sebagai bahan aktif, tetapi antara lain digunakan sebagai : 1. membentuk lapisan film pada protecting cream tertentu, (misalnya casein). 2. bahan pengental pada preparat-preparat masker (misalnya gelatin).
ENZIM

Umumnya terdiri dari protein, yang biasanya aktif bila ada coenzym, karena itu penggunaan sebagai preparat topikal dalam kosmetika tidak dianjurkan, meskipun mempunyai efek menarnbah daya kerja dari bahan-bahan aktif tertentu, seperti yang terdapat pada ekstrak plasenta.
KOMPLEKS BAHAN-BAHAN AKTIF (COMPLEXES OF ACTIVE INGREDIENTS)

Tujuan penambahan hormon dalam preparat kosmetika umumnya untuk memperlambat proses ketuaan, menghilangkan kerutan-kerutan, dan mencegah kekeringan pada kulit, sehingga didapat gambaran wajah yang lebih muda. Hormon - hormon yang biasa ditarnbahkan dalam preparat kosmetika adalah hormon -hormon seks terutama estrogen. Efek hormon estrogen pada kulit yaitu : 1. menyebabkan proliferasi sel-sel epidermis sehingga epidermis jadi menebal.

Ingredients complex adalah sekelompok bahan-bahan aktif alarniah yang berasal dari binatang dan tumbuh -tumbuhan. Efek kosmetika yang dihasilkannya adalah merupakan efek gabungan dari bahan-bahan aktif yang ada di dalamnya. Belum diketahui dengan pasti bentuk dan jumlah bahan-bahan aktif yang terdapat di dalamnya dan masih perlu penelitian lebih jauh mengenai efeknya yang pasti pada kulit. Beberapa bentuk ekstrak tumbuh - tumbuhan dan binatang yang sering ditambahkan ke dalam preparat kosmetika antara lain, royal jelly, ekstrak plasenta, ginseng dan lain-lain.
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 7

BAHAN AKTIF DALAM KOSMETIKA MEDIKATED

Bahan-bahan aktif yang biasanya ditambahkan ke dalam kosmetika medikated antara lain adalah : a. preparat yang mengandung sulfur, selenium dan lain-lain. Bahan ini mempunyai efek sebagai oksidator dan reduktor dan juga sebagai keratolitik. Digunakan pada preparat anti ketombe, anti akne dan lain-lain. b. preparat yang mengandung cantharidin, capsicin, pyrogallol, formic acid. Bahan-bahan ini bersifat iritrasi dan punya efek meningkatkan sirkulasi dan metabolisme pada kulit untuk merangsang pertumbuhan rambut. Digunakan pada preparat-preparat rambut. c. preparat yang mengandung phenol, resorcinol, Q napthol dan berbagai bentuk phenol lainnya. Biasanya dipakai pada preparat rambut sebagai keratolitik desinfektan dan stimulan. d. preparat yang mengandung hexachlorophen, benzolkonium chloride dan lain-lain yang bersifat anti bakteri. Terdapat pula preparat deodoran. e. preparat yang mengandung mercury yodida, tribromo solicyl anilida (TBS), bithional, benzolkonium chlorida dan lain-lain. Digunakan sebagai zat anti bakteri pada sabun-sabun medicated. KULIT PADA BERBAGAI TINGKAT UMUR DAN PERAWATAN DENGAN KOSMETIKA Kulit pada bayi dan anak-anak Kulit bayi dan anak-anak relatif tipis, tebalnya 1 mm. Lapisan epidermis terutama stratum comeum dan lapisan dermis lebih tipis, papila dermis lebih mendatar, lapisan lemak subkutan relatif lebih sedikit. Warna kulit lebih merah karena kurangnya keratohialin. Kulit lebih edema karena banyak mengandung air dan natrium. pH kulit lebih ke arah asam, bervariasi rata-rata antara 3,4 6,5. Diferensiasi apendik kulit belum sempurna, kelenjar sebasea tidak aktif sampai masa remaja sehingga produksi sebum sangat berkurang, karena hal-hal tersebut di atas kulit bayi dan anak lebih mudah mengalami iritasi oleh bahan-bahan kimia yang ditempelkan pada kulit dan mudah mendapat infeksi. Perawatan kulit pada bayi dan anak Pemeliharaan kulit pada bayi dan anak dengan menggunakan kosmetika perlu berhati-hati, mengingat sifat kulit yang mudah teriritasi. Pada penggunaan pembersih, pilih sabun yang lunak dan sedikit mengandung alkali, tidak mengandung parfum yang berat, hindari penggunaan sabun medikated yang mengandung bahan-bahan aktif tertentu seperti hexachlorophen, mercury yodida, tribromo salicyl anilida dan lain-lain. Hindari penggunaan bedak yang mengandung antiseptik seperti perubalsem, asam borat, dan lain-lain. Kurangnya produksi sebum dan kurangnya lapisan lemak kulit, tidak merupakan masalah di daerah tropis, tetapi di daerah beriklim dingin diperlukan penggunaan pelembab untuk mencegah kekeringan kulit. Pemakaian minyak bayi merupakan emolien yang efektif, tetapi bila terus-menerus dipakai dapat menimbulkan miliaria terutama di daerah tropis. Kulit pada remaja dan dewasa muda Pada usia remaja aktivitas pembentukan hormon mening8 Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

kat, kelenjar sebasea menjadi besar dan aktif, kelenjar apokrin mengadakan sekresi di tempat tertentu. Lapisan lemak kulit bertambah, kulit muka dan rambut jadi berminyak, dan produksi keringat meningkat, kondisi kulit juga terpengaruh oleh siklus menstrual, sering timbul akne 4 7 hari sebelum menstruasi. Diet yang banyak lemak juga mempengaruhi keadaan lemak kulit. Jenis kulit pada remaja kebanyakan jenis kulit berminyak, terdapat pula jenis kulit normal dan kulit kering. Dengan kondisi kulit seperti di atas pada remaja sangat diutamakan pemeliharaan kebersihan kulit. Perawatan kulit pada remaja dan dewasa muda

Kulit berminyak
Pada kulit jenis ini aktivitas kelenjar sebasea berlebihan dengan produksi lemak kulit secara berlebihan, hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain faktor hormon, faktor lingkungan yang selalu panas dan lembab yang mempergiat aktivitas kelenjar lemak, faktor heriditer dan lain-lain. Kulit muka lebih berminyak, tampak mengkilat, mudah kotor dan berjerawat. Kulit kepala dan rambut mengkilat, berlemak dan cepat berbau. Perawatan dan pembersihan jenis kulit seperti ini adalah : 1. dianjurkan untuk menggunakan pembersih beberapa kali sehari dengan air hangat dan pembersih dengan bahan dasar air, seperti sabun, cleansing lotion, cleansing milk dan lainlain. 2. perlu dilakukan penipisan dengan serbuk penggosok (peeling) untuk menghilangkan lapisan kotoran berlemak bersama sel-sel kulit yang mati atau yang terlepas dari permukaan. 3. hindari pemakaian kosmetika berlemak misalnya pemakaian berbagai jenis krem, seperti pelembab, foundation cream, pomade dan lain-lain, karena kulit jenis ini menghasilkan lebih dari cukup minyak alamiah yang dapat berfungsi sebagai pelembab, pelindung dan lain-lain.

Kulit normal
Kulit normal adalah kulit dalam kondisi yang sehat, keseimbangan fungsionil terpelihara baik, sehingga kulit cukup elastis, tegang dan berwarna cerah. Sekresi kelenjar lemak cukup, tidak menimbulkan kelebihan lemak kulit yang menyumbat pori-pori, keseimbangan kadar air terpelihara baik. Perawatan pada kulit normal tidak membutuhkan hal yang khusus.

Kulit kering
Kekeringan kulit dapat terjadi pada orang tertentu yang secara genetik mempunyai kecenderungan kulit kering. Tetapi dapat pula terjadi akibat penggunaan sabun yang berlebihan, pembersih kimiawi, pengaruh hormonal dan juga pada dermatosis yang kronis atau gangguan keratinisasi. Kurangnya atau hilangnya lapisan air di kulit berkurang, kulit menjadi kering. Prinsip perawatan pada kulit kering harus mempertahankan lemak kulit yang ada, menjaga kelembaban kulit dengan sedikit mungkin menggunakan bahan-bahan iritan. Dianjurkan pakai pembersih dengan bahan dasar minyak, di samping sebagai pembersih, dapat pula berfungsi sebagai pelumas. Dianjurkan memakai pelembab atau bahan emolien lainnya untuk melindungi evaporasi air dari kulit.

Kulit pada usia lanjut Bertambahnya usia dan terjadinya proses menua, kulit pun mengalami perubahan secara bertahap. Kadar air menjadi sedikit, kolagen menjadi kurang larut, kaku dan kurang lentur dan jumlahnya menurun. Dermal protein berubah jadi amorf, sehingga kulit jadi tipis, kering dan keriput. Produksi kelenjar sebasea menurun, lemak kulit berkurang, kulit lebih mudah mengalami dehidrasi, begitu pula aktivitas pengeluaran keringat berkurang. Pengaruh hormon yang berkurang, mengakibatkan atrofi kulit dan apendiknya, juga terjadi pengurangan jumlah melanosit yang aktif dan berkurangnya kemampuan
thanning.

10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

Vaskularisasi yang berkurang dan lapisan lemak yang menipis menyebabkan pengaturan suhu terganggu, kulit mudah mengalami luka, sering terasa gatal, trauma yang ringan dapat menimbulkan kelainan kulit dan lain-lain. Perawatan kulit dengan kosmetika pada usia lanjut ditujukan terutama untuk mengatasi kekeringan. Perawatan kuratif secara medis lebih banyak diperlukan untuk mengatasi rasa gatal, gangguan sirkulasi yang menurun, mengurangi keriput dan kelainan-kelainan kulit lainnya. Mengatasi kekeringan kulit pada usia lanjut sama seperti perawatan kulit kering pada umumnya yaitu dengan menggunakan emolien, memakai pelembab, dan menghindari faktor-faktor yang menambah kekeringan kulit seperti pakai bahan pembersih yang mengandung alkohol, sabun dan detergen lainnya. RANGKUMAN 1. Masalah kulit estetik dan meningkatnya penggunaan kosmetika telah membawa perkembangan baru dalam ilmu kedokteran pada umumnya, di bidang Dermatologi pada khususnya. 2. Perlu ditingkatkan pengetahuan tentang kulit dan kosmetika untuk dapat memilih jenis/bentuk kosmetika yang sesuai, aman, dan terhindar dari bahan-bahan yang merusak kulit. 3. Penggunaan bahan-bahan kimia atau kosmetika secara topikal pada kulit perlu mempertimbangkan kondisi kulit sesuai dengan usia dan lingkungan pemakai.
KEPUSTAKAAN
1. Balsam MS and Sagarin E. Cosmetics science and technology vol. 1, 2nd ed. New York, London, Sydney, Toronto : Wiley Inter science, 1972. 2. Balsam MS and Sagarin E. Cosmetics science and technology vol. 3, 2nd ed. New York, London, Sydney, Toronto : Wiley Interscience, 1974. 3. Faust RE. The Chemistry and Manufacture of Cosmetics, vol IV 2nd ed. Orlando Flourd : Continental Press, 1975. 4. Frost P and Horwitz SN. Principles of Cosmetics for dermatologist. St Louis, Toronto, London : The CV Mosby Co, 1982. 5. Goodman H. Cosmetic Dermatology. New York, London : Mc Graw Hil Book Co, 1936. 6. Yellinex YS. Formulation and function of cosmetics 2nd ed. New York, London : Wiley Interscience, 1970. 7. Karnen B. Reaksi Kulit Terhadap Kosmetika. Rapat Konsultasi Keamanan Kosmetika. Dirjen POM Depkes RI, Jakarta 1979. 8. Leitz G. Cosmetic and the supply of fats to the skin. In : Soap, Perfumery and Cosmetic, vol XLIII 2nd ed, 1968. 9. Marks Y. Clinic 1 pharmacological consideration of general prin-

ciples of treatment. In : Avery's, Drug Treatment. United States of America, 1976. Nater YP, Groot AC and Liam Dli. Unwanted effects of cosmetics and drugs used in dermatology. Amsterdam, Oxford, Princeton Excerpta Medica, 1983. Rigelman S. Pharmacokinetic factors affecting epidermal penetration and percutaneus absorption. Pharmacokinetics 1974; 16 873 83. Sagarin E. Cosmetics science and technology. New York, London, Sydney : John Wiley & Sous lnterscience Publishers, 1975. Scheuplein RY and Roos LW. Mechanism of Percutaneus Absorption. I Invest Dermatol, 1974; 62 : 353 60. Scheuplein RY. Percutaneus absorption after twenty five years old ("Old wine in new wines skin"). I Invest Dermatol. 1979; 67 31 -9. Tranggono RIS. Kosmetika dalam dermatolog. Rapat Konsultasi Peningkatan Keamanan Kosmetika. Dir Jen POM Dep Kes RI Jakarta 1979. Tranggono RIS. Perkembangan dunia kosmetika. Seminar Penggunaan Produk Kosmetika Dalam Negeri. Jakarta 1985. Tregear RT. Physical function of skin. London, New York : Academic Press, 1966. Solomon LM, Esterly NB and Loeffel ED. Adolescent Dermatology. Philadelphia, Toronto : WB Saunders Co, 1978. Weis FW and Lubowe II. Cosmetic and the skin, 2nd ed. New York, Amsterdam, London : Reinhold Book Co, 1969. Weston WL. Practical Pediatric Dermatology. Little Brown and Co, 1979.

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

Aspek Farmakologi Beberapa Obat Yang Mempengaruhi Kecantikan


Dr. Sardjono O. Santoso
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

PENDAHULUAN Manusia telah diciptakan Tuhan Yang Maha Esa sebagai mahluk yang paling sempurna dan paling cantik. Secara naluri mahluk -mahluk lain berusaha mempertahankan dan meningkatkan kecantikan mereka untuk menimbulkan dan meningkatkan daya tarik terhadap lawan jenisnya. Manusia dengan akal kepandaiannya yang merupakan kelebihan mereka dibandingkan mahluk ciptaan Tuhan yang lain sejak dulu kala telah berusaha bagaimana mereka dapat mempertahankan dan meningkatkan kecantikan mereka untuk dapat lebih memikat pasangannya. Perbedaan yang terlihat antara manusia dan mahluk yang lain adalah umumnya pada manusia usaha meningkatkan pada jenis wanita sedangkan pada mahluk atau hewan lainnya banyak dilakukan oleh. jenis jantan. Tentu saja ada beberapa kekecualian, sebagaimana kita saksikan pada masa sekarang banyak pula pria yang berusaha untuk meningkatkan kecantikannya atau ketampanannya dengan alasan karena profesinya, untuk pergaulan atau karena alasan "emansipasi" belaka. Usaha peningkatan kecantikan ini dilakukan dengan berbagai cara dari yang tradisional (alami) sampai penggunaan zat-zat kimia secara modern sesuai dengan kemajuan teknologi. Terlepas dari apa atau cara mana yang dipergunakan, apakah cara dan zat ini benar-benar bermanfaat dan aman bagi tubuh kita. Dalam makalah ini akan ditinjau aspek farmakologi beberapa zat atau obat yang mempengaruhi kecantikan manusia. BEBERAPA UPAYA MANUSIA UNTUK MENINGKATKAN KECANTIKAN Dalam upayanya untuk memelihara dan meningkatkan kecantikan, manusia yang sudah cantik berkehendak supaya *) Dibawakan pada simposium Kosmetika pada tanggal 7 September
1985. Penyelenggara P.A.D. V.I. JA YA.

kecantikan mereka tidak pudar atau tetap bertahan. Sedangkan mereka yang merasa kurang cantik berusaha untuk meningkatkannya. Terdapat beberapa cara yang kita kenal untuk meningkatkan kecantikan ini, antara lain untuk membersihkan dan mempercantik kulit, kuku, rambut, mengurangi bau badan, mengurangi keringat yang berlebihan, membersihkan dan mengobati kulit yang terganggu dengan menggunakan antiseptik, antibiotik, antiinflamasi, kortikosteroid, anti ketombe, anti acne, menghilangkan pigmentasi dan sebagainya. Selain penggunaan obat-obat atau senyawa secara topikal, kadang- kadang digunakan pula obat atau zat secara sistemik, seperti misalnya penggunaan obat-obat pelangsing tubuh (anorexiant), jamu singset, obat penambah gairah seks (hormonal), dan sebagainya. JENIS OBAT YANG MEMPENGARUHI KECANTIKAN Dari upaya untuk meningkatkan kecantikan yang disebutkan di atas ternyata sebagian besar merupakan senyawa obatobat yang mempengaruhi kulit dan digunakan secara topikal. Pada kesempatan kali ini terutama dibicarakan mengenai aspek farmakologi preparat atau obat dermatologik. Senyawa atau obat dermatologik dikatagorikan menjadi (1) vehikulum, (2) zat-zat yang digunakan secara profilaksis dan untuk maksud pengobatan. Kita telah mengenal banyak preparat (formulasi) farmakologik dijual secara bebas (preparat OTC) dan dapat diperoleh tanpa resep dokter. Pada preparat yang diperoleh dengan resep dokter (preparat prescription = ethical drug), maka konsentrasi zat atau dosisnya, vehikulum dan ukuran pengemasnya dicantumkan, sedangkan pada obat-obat OTC (Over the Counter drugs) sebagian besar tidak dicantumkan. Vehikulum Kriteria yang akan dipertimbangkan mencakup apakah vehi-

10

Cermin Dunia Kedokteran No.41,1986

kulum bersifat sebagai pengering atau pelumas, bagaimana vehikulum menahan atau melepaskan atau membantu absorpsi zat aktif, dan kecocokannya untuk dipergunakan di daerah kulit yang diinginkan; cairan (liquids), misalnya lotions gel, shampo, spray tepat untuk tempat - tempat yang berambut; krem-krem emulsified finishing tupe digunakan untuk tempattempat yang mempunyai sela-sela seperti jari umpamanya, dan salep paling cocok untuk mencegah maserasi kulit. Konstituen utama vehikulum mencakup liquid (cairan, yakni air, tinggur hidro alkoholik atau pelarut - pelarut organik. puder minyak dasar salep (ointment bases) zat pembantu farmasetik sering terdapat sebagai aditif Liquid (cairan) mempunyai sifat-sifat yang diinginkan yang menambahkan kegunaannya sebagai vehikulum. Air bekerja sebagai suatu vehikulum dan hydrating agent pada kompres basah, lotion "baths", krem dan beberapa salep. Bilamana digunakan sebagai kompres panas atau dingin, air akan meningkatkan atau menurunkan suhu kulit dan menimbulkan maserasi lapisan permukaan kulit sehingga memperbesar penetrasi zat aktif. Alkohol merupakan pelarut dan digunakan untuk mendinginkan kulit; tergantung dari konsentrasinya maka alkohol dapat bersifat antiseptik atau astringen. Gliserin merupakan suatu pelarut dan emolien dalam lotion, krem, dan pasta, dapat dicampur dengan air dan alkohol. Propilen glikol adalah suatu pelarut yang sangat baik dan telah menggantikan tempat gliserin sebagai vehikulum dalam formulasi obat topikal, kosmetika, dan lotion tubuh dan tangan. Zat ini bersifat higroskopik dan mempunyai efek melembutkan (softening action). Pada kulit yang rusak (tidak intact) dapat menyebabkan iritasi subjektif (rasa terbakar dan tersengat) sehingga membatasi penggunaannya. Puder mempunyai sifat meningkatkan evaporasi (penguapan), mengurangi friksi dan pruritus (gatal -gatal) dan menimbulkan rasa dingin (cooling sensation). Puder ini ditaburkan di alas kulit atau merupakan komponen dalam lotion atas pasta. Berbagai contoh puder mencakup puder seng oksida, seng stearat, magnesium stearat, talk, tepung jagung (corn starch), bentonit, titanium oksida, kalsium karbonat. Seng oksida dan talk (terutama magnesium silikat hidrous): bersifat sebagai protektif dan menyerap sejumlah air bilamana digunakan dalam suatu pasta dalam petrolatum. Seng oksida dicampur dengan sedikit fern oksida mempunyai warna merah muda (pink). Campuran ini, Calamin, digunakan sebagai lotion kocok. Walaupun bentonit (hydrated aluminium silicate) tidak larut dalam air, zat ini bergabung dengan air menjadi gel, yang memperbaiki dispersi seng oksida dan belerang dalam campuran minyak dalam air. Titanium oksida adalah zat yang opak dan merupakan ingredien lotion atau pasta yang digunakan sebagai sun screen. Precipitated calsium carbonate merupakan puder halus berwarna putih yang tidak larut dalam alkohol dan air. Zat ini memberikan rasa kering dan lebih bersifat sebagai absorben dibandingkan dengan talk. Talk dapat menyebabkan reaksi granulomatous hebat bila dikenakan kepada luka-luka.

Minyak adalah lemak cair atau semisolid yang berasal dari mineral, tumbuhan atau hewan. Minyak yang berasal dari tumbuhan dan mineral banyak dipakai untuk pengobatan topikal. Minyak tumbuhan yang lazim dicampur dalam krem dan lotion adalah minyak -minyak biji kapas, jagung, kastor, zaitun dan kacang. Efek emolien minyak -minyak ini serupa, perbedaannya terletak pada baunya, stabilitas penyimpanannya dan kapasitas emulsifikasi. Minyak mineral merupakan suatu campuran hidrokarbon dengan berat molekul tinggi yang diperoleh dari petroleum. Minyak ini dapat digunakan tunggal atau merupakan ingredien dalam lotion, krem atau salep. Tidak seperti minyak tumbuhan (nabati), minyak mineral tidak berbau tengik, namun perlu ditambahkan suatu stabilizer seperti tokoferol atau butilhidroksil toluen (Farmakope Amerika Serikat mensyaratkan dituliskannya stabilizer dalam label). Penggunaan topikal minyak relatif tidak menimbulkan efek samping. Seperti minyak, base (dasar) salep sering digunakan dalam berbagai krem dan salep. Dasar salep ini mencakup lemaklemak nabati dan hewan semisolid (setengah padat), hidrokarbon petroleum, dan silikon. Zat-zat bantu farmaseutik (Pharmaceutic acid additives) banyak dipakai dalam preparat topikal. Zat-zat pendispersi dan pengemulsi memberi stabilitas dan homogenitas bila mencampur cairan yang tidak dapat tercampurkan. Gliseril monostearat, derivat polietilen glikol (polioksi 40 stearat, polisorbat 80) dan sodium lauril sulfat digunakan sebagai zat pendispersi dalam lotion, krem dan salep yang mengandung ingredien berminyak dan air. Additif lain yang banyak dipakai termasuk etilendiamin dan setilpalmitat dan ester lain yang berkaitan yang memperbaiki konsistensi dan penampakan krem. Asam stearat dan stearil alkohol, yang bekerja sebagai lubricant (pelumas), emolien atau antifoaming agent.

Metilselulose dan gum tragacanth yang merupakan zat-zat inert dipakai sebagai suspending agents dalam salep atau pasta. Paraben (metilparaben dan propilparaben), oksikinolin sulfat, senyawa kuarterner ammonium organik, heksakloroform, parakloro-metasilenol dan kloributanol sering ditambahkan sebagai preservatif antimikroba. Sebagian besar zat-zat ini tidak berbahaya pada konsentrasi rendah; walaupun demikian paraben kadang- kadang menyebabkan dermatitis kontak dan lauril sulfat menyebabkan iritasi. Banyak surface agents meningkatkan permeabilitas stratum corneum tidak saja terhadap medikamen tetapi juga terhadap zat-zat yang toksik sehingga secara tidak langsung menyebabkan iritasi. Zat-zat (obat-obat) yang digunakan secara profilaksis dan untuk maksud pengobatan Dalam upaya meningkatkan kecantikan, selain menggunakan zat-zat Vehikulum ditambahkan pula zat-zat untuk mencegah dan mengobati keadaan yang mengurangi kecantikan seseorang misalnya mengurangi bau badan, mengobati acne vulgaris, mengurangi keringat yang berlebihan, menghilangkan atau mengurangi hiperpigmentasi akibat kontrasepsi oral, kloasma gravidarum dan sebagainya. Di dalam preparat -preparat untuk maksud profilaksis dan pengobatan selain bahan vehikulum ditambahkan pula zat-zat lain yang berkhasiat (mempunyai efek farmakologik) seperti,

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

11

sulfa, antibiotik dan antiseptik. Perlu diperhatikan dalam menggunakan preparat-preparat ini kemungkinan terjadinya efek yang tak diinginkan akibat ingredien yang ditambahkan seperti iritasi, alergi dan efek toksik bagi mereka yang sensitif terhadap salah satu ingredien. Deodoran (Obat penghilang bau busuk badan) Bau busuk badan adalah sesuatu yang khas alami dan dimiliki oleh setiap mahluk termasuk manusia. Sejak dulu manusia berusaha untuk menghilangkan bau busuk badan ini, namun hasilnya belum memuaskan. Bau busuk ini bervariasi dari satu orang ke orang lain yang satu tidak terlalu bau sedangkan yang lain sangat berbau busuk. Orang-orang yang tergolong pada golongan kedua, walaupun tiap hari mandi dan membersihkan badan beberapa kali, tidak dapat menghilangkan bau busuk ini, karena keringat yang dikeluarkan akibat hawa panas mudah menjadi tengik dan mengeluarkan bau busuk. Umumnya, setelah 6 jam mandi bau busuk akan timbul kembali. Setiap hari 70 cc air dikeluarkan melalui transpirasi kulit. Pengeluaran ini sama dengan 14 liter air yang keluar dari dalam tubuh. Air dari transpirasi menguap begitu keluar dari badan, dan meninggalkan sisa-sisa lemak di atas kulit, yang cepat menjadi tengik karena adanya kuman-kuman dan mengeluarkan hawa bau busuk yang tidak enak. Dari keterangan tersebut di atas, maka obat deodoran seyogyanya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) pembunuh kuman (antiseptik), 2) dapat mengurangi bau busuk, 3) tidak merangsang (iritatif), 4) tidak toksik. Dalam pemilihan obat-obat deodoran persyaratan tersebut di atas harus dipertimbangkan dengan seksama. Konon, bagi mereka yang menggemari obat tradisional, bau badan ini dapat dikurangi dengan makan lalaban daun beluntas (Pluchea indica) dan kunyit (Curcum dormestica). Sayang belum dilakukan uji pemantapan khasiat secara luas, namun anda boleh mencobanya karena sebegitu jauh belum dilaporkan efek toksik akibat penggunaan kunyit dan beluntas. Anti-dandruff (anti ketombe) Anti ketombe banyak digunakan baik oleh pria maupun wanita. Apakah sebenarnya ketombe itu? Ketombe timbul oleh karena terjadinya peningkatan kecepatan mat urasi dan proliferasi sel-sel epidermal. Ketombe dianggap bukan suatu fenomenon patologik, dan mengenai orang yang terdapat dalam upperlimit variasi normal dalam hal kecepatan tu rn-over selsel epidermal. Pengelupasan (scaling) yang paling jelas terjadi pada kulit kepala dan tidak disertai infeksi, inflamasi, kinetik sebum, perubahan patologik atau hyperplasia epidermis. Meskipun ketombe sering dapat diatasi dengan penggunaan shampoo biasa (2 3 x seminggu), beberapa orang memerlukan preparat medicated shampoo yang dijual bebas dan mengandung belerang dan asam salisilat biasanya memberikan hasil yang baik, namun beberapa yang resisten terhadap preparat ini dapat diberikan preparat yang mengandung seng pirition atau selenium sulfid. Obat untuk hiperpigmentasi Hiperpigmentasi yang terlokalisasi di muka akibat kontraseptif oral, kloasma gravidarum, frecles, lentignes dapat diobati atau dikurangi dengan pemberian hidrokinon (Eldoquin, Eldopaque). Obat ini biasanya memberikan efek yang reversibel.
12 Cermin Donis Kedokteran No. 41, 1986

Hidrokinon bekerja dengan menghambat tyrosinase dalam melanosit, sehingga menghambat sintesis melanin. Selain itu, pergerakan butir-butir melanin dan pertumbuhan melanosit juga terhambat. Hidrokinon juga toksik terhadap melanosit. Sebegitu jauh tidak dilaporkan efek hebat yang tidak diingini akibat penggunaan obat ini. Namun terjadi rasa tersengat dan terbakar pada waktu pemakaian dan timbul eritema sesudahnya serta terjadi inflamasi pada 5% dan 32% penderita yang menggunakan obat ini dengan konsentrasi 2% dan 5%. Bila terjadi inflamasi obat ini tidak usah dihentikan namun perlu diberikan kortisol (hidrokortison) secara topikal untuk menghilangkan gejala-gejala ini. Dermatitis kontak jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengan iritasi. Preparat lain, monobenzone (Benoquine), mempunyai cara kerja dan efek samping yang serupa. Bedanya adalah, obat ini mempunyai efek depigmentasi yang ireversibel, dan digunakan hanya untuk vitiligo yang luas, yakni untuk menghilangkan warna kulit normal yang tersisa. Kejadian sensitisasi akibat obat ini lebih besar dibandingkan dengan hidrokinon. Pengelolaan terapi monobenzon sering mengalami kesulitan dan perlu tindak lanjut yang hati-hati pada penderita, pola aneh hipopigmentasi dapat terjadi jauh dari tempat yang mengalami hiperpigmentasi. Hidrokinon dengan konsentrasi yang kurang dari 5% telah disetujui oleh FDA sebagai ingredien yang aman dan efektif pada preparat yang dijual bebas untuk mengurangi kulit yang mengalami hiperpigmentasi pada daerah yang terbatas, sedangkan monobenzon hanya dapat dibeli dengan resep dokter. EFEK SAMPING OBAT DALAM UPAYA MENINGKATKAN KECANTIKAN Semua zat kimia atau obat yang dapat menimbulkan efek samping betapapun kecilnya. Karena dalam upaya meningkatkan kecantikan umumnya kita menggunakan zat kimia, maka kita harus waspada terhadap timbulnya efek samping ini. Apakah yang dimaksudkan dengan efek samping obat? Efek samping obat adalah efek yang timbul akibat penggunaan obat atau zat pada dosis terapi atau penggunaan zat sebagaimana yang dianjurkan oleh pembuat zat kosmetika/obat. Efek samping yang disebabkan oleh zat-zat vehikulum antara lain dapat berupa iritasi kulit, hiperpigmentasi, hipopigmentasi, ruam kulit (skin rash), vesikulasi kulit, sindroma Steven Johnson yakni adanya "skin rash" hebat disertai perdarahan pada mukosa hidung, mulut dan vagina. Efek samping yang terakhir biasanya diakibatkan oleh zat aktif (ingredien), untuk maksud profilaksis atau terapi dalam kosmetik. Misalnya ditambahkannya derivat sulfonamida pada terapi acne vulgaris pada suatu rangkaian perawatan kecantikan. Pernah pula dilaporkan adanya kasus yang mengalami degenerasi ganas (kanker kulit) akibat penggunaan suatu kosmetik. Penggunaan obat pelangsing amfetamin dapat menimbulkan ketergantungan 'obat dan psikosis biokimiawi. Obat pelangsing lain dapat menimbulkan gangguan-gangguan pada susunan saraf pusat seperti insomnia, agitasi, tremor, atau sebaliknya, depresi saraf pusat dan mengantuk. Penggunaan preparat hormon untuk maksud " awet muda" tidak dibenarkan atau tidak rasional karena penggunaan hormon hanya untuk penderita yang mengalami defisiensi hormon

tersebut atau mereka yang oleh nasihat dokter memerlukan dan mempunyai indikasi untuk mendapat terapi tersebut. Sebagai contoh misalnya, penggunaan hormon anabolik yang terdapat dalam obat 4-serangkai (oradexon, periactin, preparat enzym, dianabol) untuk menggemukkan badan atau "memontokkan" badan. Memang, dalam waktu kurang lebih 3 minggu mereka akan "montok" atau gemuk tetapi, kegemukan ini tidak wajar karena pada hakekatnya terjadi penimbunan air dalam tubuhnya, di samping itu wanita-wanita ini dapat timbul kumisnya atau suaranya berubah seperti suara pria. Penggunaan obat untuk Me-'rapet'-kan vagina secara topikal tidak dibenarkan karena banyak kasus yang mengalami vaginitis akibat obat atau alat-alat semacam ini. Obat atau obat tradisional semacam ini umumnya mengandung tanin dan tawas yang dapat menyerap air dari vagina dan bersifat sebagai astringen. PENUTUP Aspek farmakologi beberapa obat yang mempengaruhi kecan-

tikan telah dikemukakan secara singkat terutama dalam hal sifat-sifat obat vehikulum, beberapa obat yang digunakan sebagai profilaksis dan pengobatan serta kemungkinan efek samping atau efek yang tak diingini akibat penggunaan obat untuk peningkatan kecantikan.
KEPUSTAKAAN 1. American Medical Association Drug Evaluations, Dermatologic Preparation, 4th ed. Littleton, Massachusets : Publishing Sciences Group, Inc. 1980;p 1009 45. 2. Swinyard EA and Pathak MA. Surface Acting Drugs. In : The Pharmacological Basic of Therapeutics. Editor : Goodman & Gilman 6th ed. New York : Macmillan Publishing Co, Inc. 1980; p95163. 3. Chen AS. Vademacum Resep Obat-obat Kosmetik. Jakarta : Pradnja Paramita, 1965. 4. Musaro Muji. Resep Pusaka Tradisional Madura. Jakarta : Pustaka Karya. 5. Sardjono 0 Santoso & Hendra Utama. Efek Samping Obat Tradisional, Proceeding Simposium Aspek Medis Obat Tradisional Indonesia (SAMOTI) Mei 1980, Jakarta.

PELANTIKAN TIGA DOKTER AHLI AKUPUNTUR RS CIPTO MANGUNKUSUMO, JAKARTA

Direktur RSCM memerikan selamat pada tiga Dokter Ahli Akupuntur baru Angkatan X, 30 April 1986. Dari kiri: Dr Ratnawati Latief, Dr Dharma Kumara Widya, Dr Syartina Sofyan

"Untuk kemajuan ilmu Akupuntur, perlu dicari titik temu ilmu kedokteran yang bersendikan negara Barat dengan Akupuntur yang bersendi negara Timur", demikian ucapan Direktur RS Cipto Mangunkusumo, Prof. DR Rukmono, pada pelantikan tiga dokter ahli Akupuntur pada tanggal 30 April 1986. Ke-tiga dokter tersebut adalah Dr. Sjartina Sofyan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya tahun 1973 dan lulus ahli Akupuntur tahun 1985, Dr Dharma Kumara Widya lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1975, lulus Akupuntur tahun 1986, Dr Ratnawati Latief lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1975, lulus Akupuntur 1986.

Ketiga dokter yang baru dilantik ini merupakan angkatan ke X, dan hingga kini RSCM telah berhasil mendidik 44 orang ahli Akupuntur. Unit Akupuntur RSCM sudah ada sejak tahun 1963, dan telah dikenal oleh masyarakat hingga saat ini. Ini menandakan, masyarakat luas tidak meragukan cara pengobatan yang dahulu dikenal sebagai pengobatan tradisional, bahkan kini ilmu Akupuntur di bidang pengobatan medis sudah semakin maju. Hadir pula pada acara tersebut Bapak Dekan FK UI, Prof Dr Asri Rasad, dan para dokter ahli di bidang ilmu kedokteran lainnya.
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 13

Efek Samping Kosmetika dan Penatalaksanaannya


Dr Lily Soepardiman
Perkumpulan Ahli Dermato- Venereologi Indonesia

PENDAHULUAN Meluasnya pemakaian kosmetika oleh masyarakat pada akhir-akhir ini telah menyebabkan meningkatnya insidensi penyakit atau kelainan kulit akibat pemakaian kosmetika. Dalam definisi, dicantumkan bahwa kosmetika tidak termasuk golongan obat dan kosmetika tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi faal tubuh manusia. Karena struktur dan fungsi kulit dipengaruhi lingkungan maka dapat terjadi pengaruh kosmetika pada kulit. Pengaruh tersebut dapat berupa reaksi yang dikehendaki atau efek samping yang tidak dikehendaki. Kelainan kulit yang terjadi antara lain disebabkan cara pemakaian kosmetika yang salah atau berlebihan, pengolahan kosmetika yang kurang baik, penggunaan bahan-bahan aktif dalam kosmetika yang tidak tepat. INSIDENSI Diagnosis dan jumlah yang tepat dari kelainan kulit akibat kosmetika sulit diketahui karena faktor -faktor antara lain : Kosmetika yang dipakai biasanya beberapa jenis dan komposisi dari produk kosmetika merupakan campuran beberapa macam bahan dan di antaranya ada yang bersifat sebagai perangsang lemah sehingga bila dipakai untuk uji coba kulit memberi hasil yang sulit diartikan. Banyak pabrik atau produsen tidak mencantumkan bahanbahan yang ada dalam kosmetika yang diproduksinya. Tidak semua penderita datang ke dokter, karena penderita mengatasi sendiri dengan cara menghentikan pemakaian kosmetika tersebut. Data tentang insidensi efek samping kosmetika sangat herbeda-beda. Ditinjau dari jenis kosmetika yang sering menyebabkan efek *) Dibawakan pada simposium Kosmetika pada tanggal 7 September
1985. Penyelenggara P.A.D. V.I. JAVA.

samping ada enam, yaitu : 1. Kosmetika rambut (cat rambut dan pemucat rambut). 2. Kosmetika pemeliharaan kulit muka (pelembab dan pembersih). 3. Kosmetika rias mata 4. Deodoran antiperspiran 5. Rias wajah
6. Hair Conditioner Dari laporan beberapa negara di Eropa dan Amerika, ternyata

kosmetika yang paling sering memberi efek samping adalah rias mata, kosmetika pemeliharaan kulit baru diikuti oleh cat dan pemucat rambut serta deodoran-antiperspiran. Berbeda dengan data di atas, Direktorat Jenderal P.O.M. Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang telah mengumpulkan angka efek samping kosmetika dari beberapa daerah di Indonesia didapat hasil sebagai berikut :
Tabel 1.

Diagnosa hasil monitoring efek samping kosmetika


No.
1. 2. 3. 4.

Jenis penyakit
Dermatitis kontak

Jumlah
69 86 76 8
239

Keterangan

alergika Akne vulgaris Hiperpigmentasi Lain-lain Jumlah

28,87 Disarikan dari Dit. Jen. POM 1980 Juli 1984. 35,98 31,80 3,35 100%

Risiko kostetika sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan data insidensi efek samping. Derajat risiko (risk grading) memerlukan perhitungan risk index (jumlah unit kosmetika yang menyebabkan 1 efek samping). Dengan cara ini, didapatkan bahwa rias mata meskipun mempunyai insidensi efek samping tinggi tetapi menduduki derajat risiko sedang, tetapi bahan perontok rambut meski-

14

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

Tabel 2. Penyebab efek samping kosmetika

No. 1. 2. 3.

Penyebab Kosmetika untuk pemeliharaan kulit

.l umlah

Keterangan

dung asam atau basa. Pada umumnya kelainan berbatas tegas dan dapat berupa eritematodeskuamasi sampai vesikobulosa. Sebagai contoh adalah tioglikolat dengan pH 12,5 yang terdapat pada perontok rambut.
2. Reaksi alergi

207 19 13 239

(skin care)

86,6 1 Disarikan dari Ult. Jen. POM 1980 Juli 1984 7,95 5,44 100%

Bedak Cat rambut Jumlah

Reaksi ini pada umumnya berupa dermatitis eksematosa. Kelainan yang terjadi tidak selalu pada lokasi aplikasi kosmetika; hal ini terlihat pada dermatitis kelopak mata yang lebih sering disebabkan karena kosmetika rambut, muka atau kuku daripada karena rias mata sendiri.
3. Reaksi foto sensitivitas

pun insidensi efek sampingnya rendah, mempunyai derajat

risiko tinggi. Produk deodoran antiperspiran risiko dan insidensi efek samping yang tinggi. Oleh karena produk kosmetika terjadi dari bermacam campuran bahan maka bahan yang dicurigai harus dicari antara : bahan aktif, bahan pengawet, bahan anti mikroba, bahan anti oksidan, parfum, zat warna dan vehikulum. Bahan-bahan yang sering menyebabkan efek samping dapat dilihat pada lampiran. Penggunaan kosmetika akan menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan karena pengaruh faktor - faktor antara lain : 1. Intensitas/lamanya kontak dengan kulit, dengan demikian maka pelembab, dasar bedak akan lebih banyak mengakibatkan efek samping dibandingkan dengan kosmetika yang sebentar menempel di kulit misalnya shampo. 2. Lokasi pemakaian. Daerah sekitar mata kulitnya lebih tipis dan lebih sensitif, oleh karena itu tata rias mata diharapkan lebih banyak memberikan reaksi daripada kosmetika untuk daerah kulit lainnya. 3. pH kosmetika. Kosmetika dcngan pH alkali misalnya pelurus atau perontok rambut akan lebih mudah memberikan efek samping. 4. Kandungan bahan yang mudah menguap misalnya alkohol, bila bahan tersebut sudah menguap akan mempertinggi konsentrasi bahan aktif sehingga dapat menimbulkan efek samping. Meskipun kosmetika umumnya dipakai pada kulit, tidak tertutup kemungkinan efek sampingnya mengenai daerah lain, misalnya : iritasi pada mata pada pemakaian shampo dan rias mata gangguan pernafasan pada pemakaian sprai rambut efek toksik jangka panjang seperti kelainan darah dan organ tubuh, walaupun sukar dibuktikan tetapi patut mendapat perhatian. Manifestasi klinis/bentuk reaksi kulit akibat kosmetika Setiap bahan yang ditempelkan pada kulit dapat menyebabkan kelainan kulit. Bahan yang dapat memberi kelainan kulit pada aplikasi pertama disebut iritan, sedangkan bahan yang dapat menimbulkan kelainan setelah pemakaian berulang disebut
sensitizer. rasa kurang nyaman misalnya rasa pusing atau rasa mual setelah memakai kosmetik tertentu sedang pada kulit tidak

Reaksi ini terjadi oleh karena aplikasi kosmetika yang mengandung fotosensitizer dan terpapar cahaya. Kelainan dapat berupa eritem, eksematosa atau hiperpigmentasi yang biasanya disebabkan oleh parfum. Dapat bersifat foto toksik maupun foto alergik.
4. Kelainan pigmentasi

Suatu bentuk kelainan pigmentasi pada kulit dikenal sebagai Pigmented cosmetic dermatitis; kelainan ini sebenarnya merupakan akibat dermatitis kontak alergik atau foto alergik karena bahan pewangi atau zat warna yang terdapat dalam kosmetika. Manifestasi kulit berupa bercak/difus/ retikuler kecoklatan, kadang-kadang hitam atau biru hitam. Akhir-akhir ini banyak dipersoalkan tentang krem pemutih atau pearl cream yang peredarannya telah dilarang pemerintah dengan Surat Edaran No. I1320/C/XI/1983; tetapi pada kenyataannya masih beredar di pasaran. Kremkrem ini mengandung 1 4% powdered pearl, dan menurut penyelidikan mengandung merkuri amonia.
4. Akne

Lesi terutama berbentuk komedo yang ditemukan pada wanita dewasa yang terutama disebabkan oleh kosmetika krem muka. Bahan-bahan yang bersifat komedogenik antara lain: lanolin, petrolatum, butil stearat, lauril alkohol, asam oleat dan zat warna D & C Red-dyes yang terdapat dalam pemerah pipi. PENATALAKSANAAN Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penderita, pemeriksaan klinis dan dilakukan tes eliminasi atau tes tempel/ tes tempel sinar, atau kombinasi keduanya. Tes eliminasi Tes ini dilakukan dengan cara menghentikan semua kosmetika yang dipakai. Bila gejala telah mereda, dan dipakai kernbali kosmetika yang dicurigai maka gejala akan timbul kernbah. Pada tes ini perlu dipertimbangkan juga kosmetika yang telah dipakai dalam waktu lama (karena sensitisasi terlambat atau modifikasi atau kemerosotan produk kosmetik). Juga perlu dipertimbangkan alat-alat yang digunakan untuk memakai kosmetika; misalnya sikat atau aplikator karet/busa. Tes tempel
Yang paling ideal adalah melakukan tes tempel dengan semua bahan unsurnya secara terpisah, dalam vehikulum dan konsentrasi yang tepat. Tetapi hal ini sukar dilaksanakan oleh karena :
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 15

Istilah intoleransi dipakai bila pemakai kosmetika mengeluh

dijumpai kelainan.
1. Reaksi iritasi

Kelainan pada kulit : Reaksi ini dapat disebabkan oleh kosmetika yang mengan-

a. Pada banyak negara, kecuali Amerika Serikat, produsen kosmetika tidak diwajibkan mencantumkan isi kosmetikanya. b. Penderita pada umumnya memakai berbagai jenis bahan. c. Preparat kosmetika terdiri dari berbagai jenis bahan. d. Hampir semua bahan isi kosmetika tidak mempunyai data tentang konsentrasi tes tempel yang tidak iritatif, sehingga diperlukan pengenceran serial dan tes kontrol. Oleh karena hal-hal tersebut di atas, maka biasanya tes tempel menggunakan bentuk jadi kosmetika itu sendiri (as is). Open test dengan memoleskan kosmetika 2 3 kali per hari pada lengan bawah selama 2 hari berturut-turut. Untuk menanggulangi atau memperkecil efek samping kosmetika disarankan untuk memperhatikan : 1. Penggunaan bahan yang dapat menimbulkan toksisitas sebaiknya dihindari. Konsentrasi bahan yang dipakai sebaiknya tidak boleh melampaui batas aturan. 2. Pencantuman kandungan bahan, ini akan menghindarkan pemakaian produk oleh konsumen yang sensitif terhadap salah satu bahan kandungannya. 3. Kontaminasi mikroba dapat menyebabkan kerusakan produk dan memberi kelainan pada tubuh manusia pada penggunaannya, ini disebabkan karena sistem pengawetan yang tidak memenuhi syarat. 4. Tanda peringatan untuk kosmetika yang mengandung bahan yang menimbulkan efek samping misalnya PPDA. 5. Batas dalu warsa (expire date) harus dicantumkan untuk mencegah pemakaian produk kosmetika yang sudah berubah komposisinya. 6. Perlu diadakan tes sensitasi antara lain : tes pada hewan percobaan Kligman maximization test tes tempel pada sampel yang adekuat consumer test dengan mengikut sertakan ahli kulit dan ahli farmasi untuk mengontrol produk kosmetika. Penanggulangan efek samping kosmetika ialah menghentikan kosmetika penyebab dan diberi pengobatan sesuai dengan kelainan yang timbul. Dianjurkan untuk memakai kosmetika seperlunya saja dan pada waktu istirahat hendaknya babas dari kosmetika. Perlu dijelaskan, setiap kosmetika dapat bersifat aknegenik terutama bila pemakaiannya berlangsung lama. Bila sudah terdapat kelainan kulit maka pengobatan sesuai dengan kelainan klinis. bentuk dermatitis diobati seperti mengobati dermatitis, kalau perlu dengan steroid secara oral maupun topikal. bentuk akne diobati seperti akne vulgaris dengan sulfur atau resorsin secara topikal dan kalau perlu dengan antibiotik. hiperpigmentasi diobati seperti melasma dengan preparat hidrokinon secara topikal maupun dengan kombinasi vitamin C dosis tinggi dan glutathion secara oral. Perlu diingat bahwa pengobatan setiap kasus sangat individual. KESIMPULAN 1. Kelainan kulit akibat pemakaian kosmetika dapat terjadi bila ada kepekaan terhadap salah satu bahan yang terkandung dalam kosmetika tersebut dan bersifat individual. 2. Bahan-bahan dalam kosmetika dapat menimbulkan reaksi iritasi primer, reaksi alergik, reaksi fotosensitasi dan akne kosmetika. 3. Diperlukan kerja sama dari berbagai pihak (ahli kulit, ahli
16 Cermin Dunia Kedokteran No. 41,1986

kecantikan, produser kosmetika dan penderita) untuk menghindarkan kelainan kulit akibat kosmetika.
LAMPIRAN Bahan-bahan kosmetika yang sering menyebabkan efek samping : I. Bahan aktif Bahan 1. Efek samping Keterangan

vegetables coloring agents : Henna

2.

cat rambut foto alergik reaksi silang terhapurpura dap : anemia aplastik(?) azoic (nitrogen) mutagenik (?) prokain, bensokain PABA sulfomanid para amino salicylic acid dilarang di Perancis Skandinavia Jerman 3. amonium persulfat kontak alergik "hair bleach" urtikaria 4. selenium sulfid kontak iritan shampoo sistemik toksik rambut rontok sebore 5. resin polimer kontak alergi cat kuku kontak iritan 6. Nikel kontak alergi kontaminasi 7. amonium tioglikolat kontak iritan keriting rambut kontak alergi 8. merkuri amonia kontak alergi bleaching sistemik dilarang pigmentasi 9. hidrokuinon hipo/ bleaching hiperpigmentasi 10. P.A.B.A. foto alergi tabir cahaya erupsi kulit 11. asam borat intoksikasi 12. C-I 16 901 (kuning) perubahan warna kosmetika kuku 13. resin formaldehide kontak alergi pengeras iritasi reaksi di mata, leher, lubanglubang alami, generalisata 14. Monosulfiram kontak alergi sabun 15. Heksaklorofen kontak alergi diserap oleh ku- iritasi lit normal fotokontak di Perancis dan efek sistemik Amerika dilarang (neurotoksik) teratogenik karsinogenik 16. Sirkonium granuloma antiperspirant kontak alergi 17. garam aluminium hiperkeratosis antiperspirant ostium folikular . folikulitis
diamin,(PPDA) 18. 19. Balsam peru Tradisional hiperpigmentasi urtikaria bedak, salep

organic colouring agents : para venilen kontak alergi

rinitis urtikaria

cat rambut

Bahan aloe kapsikum sitrus lemon zingiber officinalis piperniqrum

Efek samping iritasi fotokontak - iritasi - dermatitis kontak alergi - dermatitis kontak alergi foto toksik
kontak alergi

Keterangan

sil positif kuat. IV. Emulsifier Bahan 1.Trietanolamin Efek samping Keterangan - dermatitis kontak alergi 2. Sodium lauril sulfat - dermatitis kontak alergi 3. Gliseril mono stearat - dermatitis kontak alergi

II.

Parfum Bahan Efek samping Keterangan - parfum dari binatang tidak menyebabkan iritasi - dermatitis kontak alergi - foto sensitisasi - pigmentasi - iritasi - parfum dari vegetables -- iritasi (bergamot sinnamon, lavender dll) atau sintetik (sesquiterpens, aldeids dan ester). KEPUSTAKAAN
1. Fisher AA. Contact Dermatitis. Philadelphia : Lea & Febiger. 1975. 2. Jellinek JS. Formulationand Fundation of Cosmetics. Translated from the German by Feniton GL. New York : Wiley Interscience, 1970. 3. Kligman AM, Milis OH. Acne Cosmetica. Arch Dermatol. 1972; 106: 843 - 50. 4. Nakayama H, Harada R, Toda M. Pigmented Cosmetic Dermatitis. Int J Dermatol. 1976; 15 : 673 - 5. 5. Nakayama H, Matsuo S, Hayakawa K, Takhasi K, Shigenatsu T, Ota S. Pigmented Cosmetic Dermatitis. Int J Dermatol. 1984; 23 : 299 - 305. 6. Nater JP, De Groot AC, Liam DH. Unwanted Effects of Cosmetics and Drugs Used In Dermatology. Amsterdam-Oxford-Princenton : Excerpta Medica, 1983. 7. Rata IGAK. Efek Samping Kosmetika. KPPIK VII, UNUD Denpasar, 1985. 8. Soebaryo RW, Rata IGAK. Penggunaan Kosmetika dan Akibatnya Bagi Kesehatan. Lokakarya Perlindungan Kesehatan Terhadap Penggunaan Kosmetika, Jakarta 1981. 9. Soebaryo RW. Pengetahuan Efek Samping Kosmetika Sebagai Penunjang Keberhasilan Produksi Dalam Negeri. Seminar Sehari Penggunaan Kosmetika Dalam Negeri. Jakarta, 17 Mei 1985. 0. Tranggono RIS. Cosmetics Dermatitis in Indonesia. The 34th annual meeting of The Mid-Japan Dermatology Society. Nagoya 1983.

1. Bensil alkohol 2. Bensil salisilat 3. Geramiol 4. Red zia 5. Minyak cendana 6. Hidroksi sitrinelal 7. Metoksi sitrinelal 8. Sinamik Alkohol 9. Minyak kenanga 10. Yasmin absolut 11. Minyak lavender 12. Minyak ylang-ylang 13. Bergamot III. Bahan pengawet : Bahan 1. Formaldehide 2. Bronopol 3. Merkuri 4. Aminium klorida 5. Paraben

anti mikrobial dan anti oksidan Efek samping - kontak alergi - kontak alergi - hipo/ hiperpigmentasi - kontak alergi - dermatitis kontak sistemik - kontak urtikaria Keterangan

- banyak dipakai pada makanan - tes tempel sering memberikan ha-

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

17

Uji Kulit Untuk Kosmetika


Dr. Retno Widowati Soebaryo
Perkumpulan Ahli Dermato-venereologi Indonesia

PENDAHULUAN Kosmetika didefinisikan sebagai bahan yang dipakai pada kulit, rambut dan atau kuku dengan maksud untuk memperbaiki dan mempercantik penampilan seseorang. Meskipun pemakaian kosmetika sangat luas bahkan sudah merupakan suatu kebutuhan, namun insidensi reaksi kulit akibat kosmetika relatif rendah. Kemungkinan hal tersebut disebabkan bahwa tidak semua penderita datang ke dokter untuk mencari pertolongan, di samping pengawasan terhadap produksi yang makin baik. Produk kosmetika tidak pernah hanya terdiri dari satu bahan saja, tetapi selalu merupakan campuran berbagai jenis bahan. Sehingga apabila suatu jenis kosmetika tersangka sebagai penyebab reaksi kulit akibat kosmetika, maka sebaiknya seluruh bahan pembentuknya harus diujikan secara terpisah pada bahan dan konsentrasi yang sesuai. Namun prosedur demikian sangat sulit pelaksanaannya berhubung antara lain : 1. di beberapa negara tidak ada keharusan untuk mencantumkan komposisi suatu kosmetika. 2. konsumen biasanya memakai beberapa jenis kosmetika secara bersamaan pada suatu waktu, sehingga menyukarkan penentuan penyebab reaksi kulit. 3. satu jenis kosmetika tidak hanya terdiri dari satu macam komponen. 4. kebanyakan dari bahan komponen kosmetika tidak diketahui dengan tepat konsentrasinya untuk melakukan uji kulit, sehingga perlu dilakukan pengenceran serta pemakaian kontrol yang akan menyulitkan prosedur penelitian.
*) Dibawakan pada simposium Kosmetika pada tanggal 7 September 1985. Penyelenggara P.A.D. V.I. JA YA.

Sukar untuk dapat mengetahui secara tepat penyebab reaksi kulit akibat kosmetika karena kosmetika terdiri dari berbagai macam komponen serta pemakaian berbagai jenis kosmetika pada saat yang sama. UJI KULIT Uji kulit merupakan salah satu cara untuk dapat menemukan penyebab reaksi kulit akibat kosmetika. Tahan uji kulit untuk kosmetika : 1) tes eliminasi, dilakukan dengan cara menghentikan pemakaian seluruh jenis kosmetika baik yang lama maupun baru. Apabila reaksinya segera menghilang setelah penghentian, maka diduga salah satu jenis kosmetika merupakan ataupun mengandung bahan penyebabnya. Setelah reaksi kulit mereda atau menghilang, dapat dicobakan kembali pemakaian kosmetika-kosmetika tersebut satu demi satu. Kosmetika terakhir yang dipakai sebelum timbulnya reaksi menjadi kosmetika tersangka. Kosmetika baru dan lama serta slat pembantu pemakaian kosmetika tanpa kecuali harus dicurigai sebagai penyebab reaksi kulit akibat kosmetika. 2) uji tempel 'patch test ', terdapat 3 cara melakukan uji tempel : a. tertutup b. terbuka c. dengan sinar. Keuntungan melakukan uji tempel terhadap tes eliminasi ialah kemungkinan ditemukannya bahan penyebab reaksi kulit akibat kosmetika dalam waktu 48 jam. Uji tempel tertutup biasanya dilakukan di punggung dengan

18

Cermin Dania Kedokteran No.41,1986

menempelkan kosmetika yang telah dioleskan pada unit uji tempel. Unit tersebut dibiarkan menempel selama 48 jam, kemudian dibuka dan ditandai daerah tertempelnya. Pembacaan dilakukan 15 - 30 menit setelah pembukaan untuk menghindari positif semu. Kosmetika tersangka sebaiknya dipisahkan tempatnya, sehingga apabila terjadi reaksi yang tidak diinginkan dapat segera dibuka tanpa mengganggu yang lain. Pembacaan uji tempel diulangi pada 72 jam dan 96 jam. Uji tempel terbuka, dilakukan dengan mengoleskan badan tanpa dilakukan penutupan. Biasanya dikerjakan di belakang telinga karena daerah tersebut tidak mudah terhapus. Cara ini dikerjakan pada bahan-bahan yang mudah menguap misalnya kosmetika kuku, tonik, kosmetika rambut. Uji tempel dengan sinar, dilakukan pada reaksi fotodermatosis. Pada dasarnya teknik pelaksanaan sama dengan uji tempel tertutup, hanya dikerjakan secara duplo dan ditutup dengan bahan yang tidak tembus cahaya. Setelah 24 jam tes dibuka dan dibaca, setelah itu disinari dengan sumber cahaya. Pembacaan dilakukan 24 jam kemudian dengan membandingkannya terhadap kontrol pada deretan yang lainnya. Pada uji tempel biasanya dipakai kosmetika sebagaimana adanya, namun terdapat beberapa kegagalan antara lain : 1) terjadi reaksi positif semu karena kebanyakan kosmetika Hal ini akan memerupakan iritan lemah pada penutupan. nyulitkan pembedaan dengan reaksi-reaksi alergi. 2) reaksi negatif semu sering ditemui karena konsentrasi sensitizer dalam kosmetika terlalu rendah untuk dapat menimbulkan rcaksi positif. Hal ini terutarna dijumpai pada bahan pengawet dan wewangian. 3) uji tempel tertutup memakai kosmetika tanpa pengenceran dapat menimbulkan sensitisasi pada konsumen meskipun jarang, misalnya cat rambut. Dengan adanya hasil positif pada uji tempel menggambarkan bahwa kosmetika dapat menyebabkan dermatitis kontak alergik. Pada hasil yang negatif apabila dilakukan uji tempel ulang di atau sekitar tempat terjadinya kelainan klinis kemungkinan akan memberikan hasil yang positif terutama pada sensitizer lemah.

hasil negatif dapat dilanjutkan dengan uji pakai. Pelaksanaannya sama dengan tes eliminasi, di man kosmetika dipakai sesuai dengan pemakaian sehari-hari, namun secara terpisah jenis demi jenis.
KESIMPULAN

Kosmetika pada saat ini sudah tidak atau sedikit sekali mengandung bahan-bahan sensitizer kuat. Istilah hipo-alergenik atau analergenik yang tertera pada etiket hanya menggambarkan bahwa kosmetika tersebut telah diuji dengan hasil tanpa atau sedikit sekali memberikan reaksi, tanpa perlindungan yang lebih daripada kosmetika biasa terhadap timbulnya reaksi kulit. Perlindungan terbaik bagi konsumen kosmetika ialah dengan menyebutkan komposisi kosmetika secara kualitatif maupun kuantitatif.
Peraturan mengenai pencantuman komposisi kosmetika di Indonesia merupakan suatu langkah untuk mempermudah penanggulangan serta penelusuran penyebab reaksi kulit akibat kosmetika dan sedapat mungkin menghindari timbulnya reaksi.
KEPUSTAKAAN
1. Cronin E. Contact Dermatitis. Edinburg: Churchill Livingstone, 1980. 2. Fisher AA. Contact Dermatitis, 2nd ed. Philadelphi: Lea & Febiger, 1975. 3. Malten KE, Nater JP, Van Ketel WG . Patch testing Guidelines. Nijmegen: Dekker & Van de Vegt, 1976. 4. Nater JP, De Groot AC Unwanted Effects of Cosmetics and Drugs Used in Dermatology. Amsterdam: Excerpta Medica, 1983. 5. Randazzo SD, Muscardin LM. Adverse Reaction to Cosmetics in Dermatology. J Appl Cometol 1983; 1:43-57.

Pada umumnya reaksi kulit akibat kosmetika akan meinberikan hasil negatif semua pada uji tempel kecuali apabila dilakukan dengan memakai bahan komponennya. 3) uji terbuka atau 'open test', apabila dijumpai hasil negatif pada uji tempel maka dapat dilakukan uji terbuka dengan mengoleskan kosmetika 2 3 kali perhari pada daerah tertentu atau sania di lengan bawah selarna 2 hari berturut -turut. Perlu diingat bahwa banyak bahan kosmetika juga dipergunakan pada preparat topikal non-kosmetika, sehingga reaksi akibat kosmetika dapat berlangsung terus meskipun sudah menghindari pemakaian kosmetika penyebabnya. Apabila hasilnya positif maka dilanjutkan dengan memakai masing- masing bahan komponen kosmetika, meskipun pelaksanaannya sukar dan nrcnrbutuhkan waktu serta kesabaran baik dari si peneliti maupun konsumen. ' 4) uji pakai atau 'usage test , apabila uji terbuka memberikan
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 19

Kegunaan Kosmetika Untuk Kesehatan Kulit


Dr. Sjarif M. Wasitaatmadja

PENDAHULUAN Kosmetika telah dikenal sejak dahulu kala. Di Mesir, 3.500 S.M. telah dipergunakan bahan-bahan kecantikan berupa minyak-minyak hewan maupun tumbuhan, rempah, tanah liat, madu, susu, arang dan lain-lainnya. Hipocrates (460 377 SM), seorang bapak ilmu kedokteran telah membuat resep-resep kosmetika dan menghubungkannya dengan ilmu kedokteran. Melalui berbagai tempat dan waktu ilmu untuk mempersolek diri meluas dan menyebar ke dalam berbagai kalangan masyarakat di dunia ini. Di Indonesia tempo doeloe, perawatan kecantikan bersumber pada pengetahuan nenek moyang yang merupakan tradisi turun-temurun menurut adat istiadat masing-masing daerah. Pada tulisan Jawa kuno kita dapat menemukan uraian tentang pembuatan jamu-jamu tradisionil baik untuk kesehatan maupun untuk kecantikan, suatu hal yang bila dikembangkan akan tak kalah artinya dengan kosmetika manapun. Meskipun demikian, pada dewasa ini di dalam lapisan masyarakat Indonesia kecenderungan untuk memakai kosmetika tradisionil masih sedikit. Sebagian terbesar lainnya baik pemakai atau salonsalon kecantikan yang bertebaran di seluruh pelosok Indonesia masih menggunakan kosmetika modern dengan cara aplikasi dan sistem yang diambil dari negara-negara maju seperti Eropa, Amerika atau Jepang. Menurut peraturan Menteri Kesehatan R.I. No. 220/Menkes/per/IX/1976, kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dioleskan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada bahan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk obat. Meskipun definisi kosme*I Dibawakan pada simposium Kosmetika pada 'tanggal 7 September 1985. Penyelenggara P.A.D. V.I. JA YA.

tika demikian jelas, ternyata faktanya antara kosmetika ditambah dengan zat-zat pembunuh bakteri atau jasad renik lain, anti jerawat, anti gatal, anti produk keringat dan lainlainnya. Beberapa penyelidik menyebutkan sebagai kosmedik. Di dalam dunia kedokteran dikenal pula placebo, obat tanpa efek tertentu kecuali efek psikis. Dewasa ini di pasaran kita menemukan berbagai macam kosmetika yang dihasilkan oleh produsen-produsen baik nasional maupun internasional. Oleh karena banyaknya kosmetika yang beredar dapat membingungkan baik konsumen maupun pihak-pihak yang berkecimpung dalamnya. Para ahli telah berusaha untuk menyederhanakan berbagai macam kosmetika dengan cara mengelompokkannya. Hal ini ternyata tidak mudah. Penggolongan yang dibuat oleh masingmasing ahli ternyata tidak sama satu dengan lainnya. Pada lampiran Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No. tersebut di atas, kosmetika telah digolongkan menjadi 13 golongan berdasarkan tujuan penggunaan dan lokasi tubuh yang dikenainya. Pembagian menurut tujuan penggunaan saja diajukan oleh Nater J.P. dkk. dan dipakai di RSCM setelah modifikasi. KESEHATAN KULIT Sehat menurut Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan ekonomis. Dalam arti kata yang sempit sehat berarti tidak sakit. Kulit yang sehat adalah kulit yang tidak menderita suatu penyakit baik dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh. Setiap organ tubuh manusia, termasuk pula kulit, mempunyai fungsi tertentu untuk kesehatan. Kulit dengan luas 1,2 m2 dan berat 15% dari berat badan terdiri dari susunan sel-sel yang membentuk lapisan-lapisan kulit epidermis, dermis dan jaringan bawah dermis. Kulit mempunyai fungsi proteksi, sekresi, termoregulasi, sensorik, ekspresi, produksi (vit. D), respirasi dan absorpsi, yang dilakukan baik oleh sel-sel kulitnya maupun oleh appendagesnya seperti otot, kelenjar lemak,

20

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

kelenjar keringat, rambut atau kuku. Gambaran kulit sehat Kulit yang sehat terlihat sebagai kulit yang optimal secara fisik maupun fisiologik. Secara fisik, kulit yang sehat terlihat dari warna, konsistensi, kelenturan, struktur bentuk dan besarnya sel-sel & jaringan kulit lain. Secara fisiologik terlihat dari keratinisasi, pigmentasi, persarafan, pembentukan keringat, pembentukan minyak kulit, pertumbuhan rambut. Ternyata gambaran (appearance) kulit sehat dari satu orang ke orang lain, dari satu suku ke suku lain, dari satu bangsa ke bangsa lain, dari satu ras ke ras lain berbeda-beda. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi hal tersebut di atas yaitu antara lain: umur, seks, ras, iklim, kelembaban, temperatur, lokalisasi kulit, kehamilan.
KEGUNAAN UNTUK KESEHATAN KULIT Dari definisi dan pembagian kosmetika, jelas bahwa tujuan pemakaian kosmetika adalah pemeliharaan/perawatan, penambahan daya tarik/rias dan menambah bau-bauan. Sebagai bagian dari tubuh, kulit mendapat porsi yang paling besar dari tujuan tersebut. Sudah barang tentu ketiga tujuan penggunaan kosmetika tidak boleh mengganggu kulit pada khususnya dan kesehatan tubuh pada umumnya. Dengan demikian pengetahuan tentang kesehatan bagi semua pihak yang tersangkut paut (involve) : baik produsen, distributor maupun konsumen, merupakan hal dasar yang mutlak dimiliki agar tujuan mulia dari kosmetika tidak salah arah. Untuk kesehatan kulit, kegunaan kosmetika terutama terletak pada kemampuan perawatan dan pemeliharaannya. Kulit harus dibersihkan, karena kulit selalu terpapar (expose) pada lingkungan luar yang penuh polusi di samping adanya kotoran dari tubuh sendiri yang keluar lewat alat-alat sekretoar (lemak, keringat dan keratinisasi). Untuk hal ini dapat dilakukan dengan berbagai bahan pembersih, air, minyak atau padat. Harus diingat bahwa derajat kebersihan dari kulit dari setiap manusia tidak sama satu sama lainnya, tergantung dari faktor endogen dan eksogen tadi. Kosmetika pembersih dengan bahan dasar air, seperti air mawar, mungkin tidak dapat melarutkan semua kotoran yang melekat di kulit kita. Oleh karena itulah dibuat orang kosmetika dengan bahan dasar air + alkohol atau air + sabun. Kosmetika pembersih dengan bahan dasar minyak seperti oil of Ulan atau minyak bayi banyak dipakai untuk melarutkan bahan-bahan kotoran yang larut dalam minyak. Bila ingin tak terlalu lengket (sesak) dapat digunakan kosmetika pembersih dengan bahan dasar minyak + air, seperti krem pembersih. Kosmetika pembersih dengan bahan dasar padat, meskipun jarang digunakan; tetapi dapat ditemui. Di samping itu, dikenal pula kosmetika pembersih untuk rambut, kuku, gigi dan mulut. Kulit yang kurang lembab/berminyak atau kering dapat diberikan kosmetika pelembab berupa minyak atau kombinasinya dengan air. Secara alamiah sebenarnya kulit membentuk skin surface lipid yang berguna untuk proteksi terhadap penguapan air dari sel-sel kulit (in sensible water loss perspiration). Pada keadaan-keadaan tertentu (tua, udara kering), minyak permukaan ini berkurang. Kosmetika pelembab dan pelindung kulit biasanya berbentuk bahan dasar minyak yang berguna untuk menambah minyak permukaan kulit yang kurang se-

perti terdapat pada moisturising cream, night cream dan sebagainya. Pada orang-orang di mana kulit masih menggambarkan kemampuannya untuk membentuk minyak permukaan kulit dengan baik atau bahkan berlebih -lebihan, kosmetika pelembab ini tentu tidak banyak gunanya. Kulit adalah pagar terluar dari tubuh yang melindungi tubuh dari berbagai pengaruh / trauma luar yang dapat merusakkannya, seperti sinar matahari, panas, tekanan, tarikan, goresan, zat-zat kimia, kuman-kuman penyakit, jamur dan sebagainya. Kosmetika pelindung terhadap sinar matahari (sunscreen) adalah kosmetika yang mengandung zat yang menahan komponen sinar matahari yang dapat merusakkan kulit yaitu U.V.B. ( : 2900 A 310 A). Tabir sinar matahari yang biasa dipakai adalah : PABA, ester salisilat, ester asam antranilat, asetofenon, tanin, fenol dan sebagainya. Perlindungan terhadap cuaca dingin maupun panas adalah sama dengan perlindungan terhadap kehilangan air dari kulit. Dengan kosmetika yang sama sekaligus dapat pula dilindungi kulit terhadap debu zat kimia yang dapat bereaksi merusakkan kulit. Sampai saat ini belum dikembangkan kosmetika yang dapat melindungi kulit terhadap sinar radioaktif. Kosmetika pelindung terhadap trauma mekanik bersifat sebagai pelumas kulit (lubricants). Kadang -kadang kulit perlu pula ditipiskan. Lapisan sel tanduk, lapisan kulit terluar, secara alamiah akan diganti lapis perlapis dalam waktu kira-kira 3 minggu. Pada keadaankeadaan tertentu, lapisan ini tetap melekat, umpamanya oleh adanya kotoran, minyak, keringat yang terlalu banyak, sehingga terlihat kesan seolah-olah kulit tersebut tebal. Adanya iritasi kronis dapat pula menebalkan kulit dengan secara setempat. Kosmetika penipis kulit (thinning) biasanya mengandung bahan-bahan serbuk dengan partikel -partikel besar yang kita gosokkan ke kulit akan bekerja sebagai sikat amplas. KEGUNAAN LAIN Kegunaan lain dari kosmetika adalah riasan, wangi - wangian dan kesenangan (enjoyment). Kosmetika rias dan kosmetika wangi - wangian bersifat mengurangi atau menutupi kekurangan (cacat) bagian tubuh (kulit) kita. Mata yang terlalu kecil atau terlalu besar, pipi terlalu luas, alis terlalu tipis atau tebal dan lain sebagainya dapat dikaburkan oleh kosmetika rias ini. Tentu diperlukan seni tersendiri karena tanpa bakat seni kosmetika rias tak akan mencapai tujuannya. Secara langsung kosmetika jenis jenis inipun ada pula gunanya untuk kesehatan
kulit.

Beberapa jenis kosmetika bertujuan untuk memberi makanan (skin food), vitamin (vitamin cream), hormon (hormonal cream) bahkan obat -obatan (medicated cosmetic). Apakah tujuan ini sampai dengan baik akan ditentukan oleh faktorfaktor absorpsi perkutan, macam bahan dasar, konsentrasi, lokalisasi kulit, keutuhan kulit, kelembaban dan sudah barang tentu peraturan/perundang-undangan. KOSMETIKA INDONESIA ? Indonesia dengan 160 juta penduduk di antaranya lebih dari setengah wanita, merupakan konsumen yang mempunyai potensi besar untuk pemasaran produk kosmetika. Penduduk sebanyak itu mendiami 3 ribu pulau yang luasnya hampir seluas Eropa dan yang paling banyak terdapat di ptIlau Jawa.
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 21

Indonesia terletak di daerah tropis dengan 2 iklim yang berganti setiap tahun, musim hujan yang panjang dan musim panas yang menyengat. Kelembaban udara di daerah ini cukup tinggi. Temperatur udara di berbagai tempat tidak persis sama 0 tetapi berkisar antara 20 30C. Letak Indonesia yang dilintasi garis khatulistiwa menyebabkan sinar matahari dengan komponen U.V. di dalanmya terpancar sepanjang tahun. Penduduk Indonesia terdiri dari berbagai suku dan ras berbagai adat istiadat dan kebudayaan, berbagai kebiasaan, kebutuhan, kepentingan dan lainnya yang terikat kuat dalam satu kesatuan bangsa, satu kesatuan bahasa dan satu kesatuan negara: Indonesia.
Suatu formulasi tentang kosmetika yang cocok atau khas Indonesia sampai saat ini belum dibuat. Untuk itu harus dipertimbangkan berbagai aspek sosial, budaya, etnis, ekologi, edukasi, pengawasan, peraturan, ekonomi dan lain -lainnya. Ini bukanlah suatu hal yang mudah sehingga memerlukan banyak pemikiran, banyak penyelidikan, banyak pengalaman dan banyak waktu. Untuk mencapai suatu kriteria kosmetika Indonesia diperlukan forum atau lembaga khusus yang lebih luas untuk menilai dan membicarakan berbagai aspek ke arah

itu memang sebaiknya dimulai.


KEPUSTAKAAN 1. Breuer MM. Cosmetica Science 1st ed. London, New York, San Fransisco : Academic Press. 1978. 2. Jellinek JS. Formulation and Function of Cosmatics 3rd ed. New York, London, Sydney, Toronto : Wilay Interscience. 1970. 3. Kligman AM and Leyden JJ. Safety and Efficacy of Topical and Cosmetics 1st ed. New York, London, Paris, San Fransisco, Sao Paulo, Sydney, Tokyo, Toronto : Grune & Stratton. 1982. 4. Nater JP, Groot AC and Liem BH. Unwanted Effects of Cosmetics and Drugs Used in Dermatology 1st ed. Amsterdam, Oxford, Princeton : Exerpta Medica. 1983. 5. Soebaryo RW dan Rata IGAK. Penggunaan Kosmetika dan Akibatnya bagi Kesehatan. Lokakarya Perlindungan Kesehatan Terhadap Kosmetika. Dep Kes RI, Jakarta 1981. 6. Tranggono RIS. Kosmetika Dalam Dermatologi. Rapat Konsultasi Peningkatan Kosmetika. Dir Jen POM Dep Kes RI. Jakarta 1979. 7. Wasitaatmadja SM. Kosmetika Untuk Kesehatan dan Kecantikan. Kursus Regular Yayasan Lembaga Konsumen. Jakarta 1981. 8. Welis FV and Lubowe II. Cosmetics and The Skin 2 nd ed. New York, Amsterdam, London : Reinhold Book Corp. 1969. 9. Wasitaatmadja SM. Masalah Kosmetika di Indonesia. Malam Klinis PAD VI JAYA, Juli 1984.

S~sialis Ko Setelah sele .

Bedah

stnefik

Sal bcdah

kosv eJik hnna ' lal ysuru9 ke khl

taryslTvt

22

Cermin Dunia Kedokteran No.41,1986

Laporan Monitoring Efek Samping Kosmetika


I Gusti Agung K. Rata* dan A. Fadilah Rival** *) Sub Bagian Kosmetik Medik, Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM.
**) Pimpinan Proyek Pengendalian dan Pengawasan Kosmetika, Dir. Jen. P.O.M. Dep. Kes. R.I., Jakarta.

PENDAHULUAN Kosmetika merupakan kebutuhan yang selalu dihubungkan dengan keinginan untuk mempercantik, memperindah, menambah daya tarik serta mempengaruhi suasana dengan baubauan menjadi demikian rupa sehingga dapat menjadi situasi yang harmoni, menyenangkan serta membahagiakan lahir dan batin. Dalam hal ini soal yang bersangkutan dengan kesehatan tidak boleh dilupakan. Kosmetika merupakan produksi yang dipakai oleh manusia sejak lahir sampai mati. Kebutuhan manusia akan kosmetika memuncak sejak menjelang dewasa - waktu ingin menarik hati lawan jenis sampai menjelang menopause - waktu ingin tetap awet muda. Dengan terpenuhinya kebutuhan sandang-pangan, maka kebutuhan akan pemakaian kosmetika cukup meningkat. Sejak berkembangnya soal memperrintik diri secara menonjol tahun 1968, maka produksi dan pemakaian kosmetika pun ikut berkembang dengan cepat dan meluas sampai ke penjuru tanah air. Pada masa sekarang P.K.K. di tingkat desapun telah diajarkan soal pemeliharaan kulit dan rambut dengan kosmetika. Oleh karena pemakaian kosmetika tidak selamanya aman maka tercatatlah kasus-kasus efek samping kosmetika yang datang ke dokter/Rumah Sakit untuk menyembuhkan kelainan kulitnya. Jenis kasus (10 - 15) tahun yang lalu berbeda dengan laporan-laporan yang ada pada tahun-tahun terakhir ini. Kasus efek samping kosmetika akan selamanya ditemukan selama manusia memakai kosmetika karena soal efek samping kosmetika terutama jenis alergi bersifat sangat individual. Akan diuraikan di bawah ini secara singkat laporan sementara efek samping kosmetika yang dikelola oleh Dir. Jen. P.O.M. meliputi hal-hal antara lain : 1. Tujuan monitoring
*) Dibawakan pada simposium Kosmetika pada tanggal 7 September 1985. Penyelenggara P.A.D. V.I. JAYA.

2. Cara pelaksanaan monitoring 3. Laporan sementara data yang ada (Januari s/d April 1985). Tujuan monitoring Peningkatan pemakaian kosmetika disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : a. Peningkatan taraf pendidikan masyarakat b. Daya beli masyarakat meningkat setelah kebutuhan pokok terpenuhi c. Promosi yang gencar oleh produsen kosmetika d. Produksi kosmetika dalam negeri yang telah dapat memenuhi kebutuhan secara kuantitatif maupun kualitatif (Yos. Hudiono). Tujuan keseluruhan dari mempercantik diri bukan hanya sekedar merawat kesehatan dan mempercantik diri saja, akan tetapi mempunyai arti yang pada hakekatnya sangat luas,yaitu sehingga salah satu unsur untuk membahagiakan keluarga yang selanjutnya akan ikut menentukan kesejahteraan masyarakat (W.P. Napitupulu). Dengan memperhatikan secara lebih mendalam soal tujuarpemakaian kosmetika seperti tersebut di atas sangat diperlukan kosmetika yang relatif aman bagi konsumen. Untuk menunjang keamanan ini maka diperlukan: umpan balik dari konsumen. Konsumen dengan kelainan kulit sebagai akibat efek samping kosmetika akan datang berobat, umumnya ke dokter. Dengan demikian, bila dilakukan pendataan yang memadai akan didapatkan : 1. Jumlah dan jenis kasus efek samping kosmetika. 2. Jenis kosmetika yang memberikan efek samping serta pabrik yang memproduksi. 3. Bila mungkin bahan-bahan aktif formula kosmetika yang menyebabkan efek samping. Dengan data ini, dapat diambil tindakan yang perlu terhadap produk kosmetika agar keamanan bagi konsumen dapat dipenuhi. Di samping itu perlu diperhatikan juga faktor lain untuk keamanan ini seperti: cara pemakaian kosmetika, lama
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 23

pemakaian kosmetika, pengaruh cahaya matahari terhadap pemakaian kosmetika dan saat-saat yang perlu memakai kosmetika. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kerja sama yang baik antara: pusat akademik (dokter), Dir. Jen. P.O.M., para konsumen (salon-salon kecantikan/Tiara Kusuma) dan Produsen kosmetika dapat melahirkan keamanan pemakaian kosmetika.

Cara pelaksanaan monitoring Untuk pelaksanaan monitoring dilakukan beberapa hal yang perlu : 1. Mempersiapkan status/formulir efek samping kosmetika. 2. Menunjuk 10 Rumah Sakit Propinsi sebagai koordinator monitoring daerah yang bersangkutan. 3. Menunjuk Pelaksana Evaluasi hasil monitoring. Status yang ada sekarang telah mengalami perubahan dan kiranya perlu diperbaiki lagi atas dasar pengalaman-pengalaman yang ada dalam pelaksanaan yang lalu agar dapat berdayaguna maksimal. Pelaksanaan monitoring ini tentu belum menunjukkan RINGKASAN variasi, kuantitatif yang sebenarnya di masyarakat, akan tetapi Telah dilaporkan hasil monitoring efek samping kosmetika bagaimanapun juga sudah merupakan gambaran yang mendari 10 rumah sakit Propinsi di Indonesia. dekati terhadap keadaan yang sebenarnya. Ketelitian belum Walaupun data yang diperoleh masih kasar akan tetapi sepenuhnya dapat dipenuhi oleh karena: penderita tidak sesangat berguna untuk menentukan tindak lanjut. larnanya datang ke dokter/melapor di samping tiap-tiap orang Diperlukan dana dan tenaga yang cukup besar untuk pemumumnya memakai lebih dari satu jenis kosmetika. Lebihbuktian bahan yang menyebabkan efek samping. lebih bila setiap berhias dipakai kosmetika dari yang berbedabeda merek/pabriknya keadaan akan menjadi bertambah sulit untuk dinilai. Pelaksana evaluasi tengah berjalan yang anggauta-anggautanya berasal dari semua pihak yang berkepentingan.

didikan kilat soal pemakaian kosmetika sampai ke pelosok tanah air, maka secara relatif efek sampingnyapun akan meningkat pula. Efek samping ini dapat dikurangi dengan meningkatkan pengetahuan/pendidikan masyarakat, peningkatan kualitas penata kecantikan di salon-salon kecantikan serta peningkatan mutu produksi kosmetika serta pengawasan yang lebih teliti/ketat oleh Dir. Jen. P.O.M. terhadap segala kemungkinan pemalsuan dan penyimpangannya dari peraturanperaturan yang ada terhadap kosmetika. Peranan dokter dalam hal ini memberikan umpan balik kepada pihak yang berkepentingan agar keamanan pemakaian kosmetika dapat ditingkatkan. Selama 4 bulan telah tercatat 280 kasus efek samping dari seluruh Indonesia. Nilai ini walaupun kasar dapat dipakai sebagai saringan kasar guna menentukan tindakan berupa: intensifikasi monitoring sehingga bila mungkin dapat ditemukan bahan/bahan aktif sebagai penyebab efek samping. Bila bahan aktif ini dapat ditemukan maka merupakan hal yang tak ternilai harganya bagi kepentingan konsumen.

Laporan sementara monitoring


Tabel 1. Jumlah kasus efek samping kosmetika (Januari s/d April 1985).
No.

Kota

Jumlah
77 34 30 26 25 24 21 17 14 12

Keterangan Tiap rumah sakit Propinsi bertindak sebagai koordinator terhadap R.S./dokter di sekitarnya. Khusus di RSCM Jakarta, insiden kasus efek samping sekitar (5 - 10)% dari pasien. sub kosmetik

4. Medan 5. Semarang 6. Bandung 7. Padang 8. Palembang 9. Yogyakarta 10. Denpasar Jumlah

1. Jakarta 2. Menado 3. Surabaya

280

Di antara jenis kosmetika tersebut yang banyak mengakibatkan kontak dermatitis ialah hair dyes dan Bleaching cream. Sedangkan yang terbanyak memberikan efek samping ialah dasar beda. Bentuk efek samping yang terbanyak ialah acneiform dan melasma (hyperpigmented contact dermatitis?). (Tabel 2)

DISKUSI Menurut Nater, dkk. kosmetika adalah aknegenik yang ringan. Karena pemakaian kosmetika berlangsung setiap hari sampai bertahun-tahun maka dengan sendirinya dapat memberikan akibat akne. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila hal yang sama ini ditemukan juga di Indonesia. Dengan meningkatnya pemakaian kosmetika serta tersebarnya pen24 Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

Tabel 2. Jenis kosmetika yang disangka menyebabkan efek ramping.

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

Jenis kosmetika

Merk a b 27 20 5

pabri k e 9 4 2 f 4 2 g 3 2
Dll

Jumlah

Persentase

c 19 15 9 4

d 3

Dasar bedak

Bedak "Pearl cream" "Bleaching cream" "Ploycolor cream" "Cleansing milk" "Hair dyes"
Pelembab

31 8 22 4

"Lipstick" "Masker" "Deodorant" "Eye shadow"


Sabun Dli. Jumlah

1 1 54

47

65

3 100 7 57 26 4 2 2 24 2 3 6 6 8 17 18 18 6 6 3 5 2 3 1 1 3 3 5 5 5 4 5 5 6 8 74 280 17 9

35,71 20,35 9,29 8,57 2,14 6,07 6,43 2,14 1,79 1,07 1,07 1,79 1,79 1,79 100

KEPUSTAKAAN 1. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Dep Kes RI. Laporan Formulis Monitoring Efek Samping Kosmetika yang masuk dari 1 Januari 1985 s/d 30 April 1985. 2. Himpunan Mahasiswa Farmasi : "Ars Praeparandi" ITB. Pokokpokok isi Seminar Nasional Kosmetika dan Penatalaksanaannya di

Indonesia, Bandung, 20 Maret 1981. 3. Hudiono YOS. Kosmetika Dalam Negeri sebagai Cermin Kemandirian Bangsa. Seminar tentang Penggunaan Produk Kosmetika Dalam Negeri, Jakarta 1985. 4. Nater, John P et al. Unwanted Effect of Cosmetics and Drugs Used in Dermatology. Amsterdam, Oxford, Princeton : Excepta Medica. 1983.

Cermin Dunia

Kedokteran No. 41, 1986

25

Pengaruh Kosmetika Pada Kejiwaan


Dr Suharko Kasran Ahli Syaraf dan Jiwa

PENDAHULUAN Latar belakang permasalahan Menurut Harold I Kaplan dan Benyamin J Saddock, orang melakukan tindakan yang bersifat memperindah diri, terjemahan dari istilah kosmetik, berupa langkah bermacammacam : 1) dari yang bersifat sederhana : sekedar memberi bedak pada muka meningkat memberi gincu tipis pada bibir meningkat lagi kepada pemberian bedak yang lebih tebal pada muka, termasuk menggincu tebal-tebal. 2) Tindakan yang lebih sophisticated, lotion-lotion pembersih, pemberian krim pembersih dari tidak hanya muka, tetapi sampai seluruh tubuh. Medicure, pemberian warna pada kuku. 3) melangkah lebih jauh ialah tindakan yang lebih aktif. electro caustic, terhadap berbagai kelainan kulit. operasi-operasi yang lebih berat, misalnya rhinoplasty, mammoplasty, face lift, dan lain-lain. Di negara-negara maju tindakan operatif, tidak jarang dikonsultasikan terlebih dahulu kepada psikiater akan dampak sampingan yang mungkin timbul di bidang kejiwaan. Dalam keadaan normal 4) Pada umumnya remaja tertentu kurang menyenangi penggunaan kosmetika, apalagi bila ia mempunyai identitas erat terhadap ayahnya. Tetapi dalam perkembangan lanjut, baik oleh isyarat-isyarat yang diberikan oleh ayahnya, atau oleh dorongan teman pria tertentu sedikit demi sedikit remaja gadis mulai memperhatikan dirinya. Remaja gadis demikian dikenal sebagai yang tergolong "Tom Boy Lady". Nota : Pada beberapa kasus bila didorong oleh Ibunya malah
*) Dibawakan pada simposium Kosmetika pada tanggal 7 September
1985. Penyelenggara P.A.D. V.I. JAYA.

menentang. 5) Pada gadis-gadis yang feminim, proses perhatian terhadap dirinya tampaknya lebih cepat daripada yang diduga. Sikap perilaku narcistik, sering melihat dirinya di cermin, memperhatikan masalah warna kulit, benjolan-benjolan tertentu pada badan atau muka, hiperpigmentasi sering menjadi problem yang tidak terlepas dari pemikirannya, pembicaraannya. Sikap perilaku memenangkan memberikan kesan yang sangat penting. Tindakan kosmetik ditinjau dari segi kejiwaan mempunyai maksud dan tujuan berbagai arah terutama bagi orang yang lebih dewasa : 6) Peningkatan rasa harga diri, self esteem. 7) Ketenangan, dan ketenteraman kehidupan emosional. 8) inengangkat keadaan untuk mendapatkan perhatian, baik yang bersifat wajar, sedang-sedang, ataupun untuk mendapatkan perhatian yang berlebih dari masyarakat sekelilingnya, baik pria ataupun wanita. Diperhatikan orang merupakan kebutuhan orang dalam hidup, kehidupan maupun perikehidupan. Perhatian tidak jarang merupakan dorongan bagi orang lain untuk menghargai dan menghormati. Mendapat rasa dihormati menyebabkan manusia merasa adem tenteram, asal masih dalam ukuran-ukuran yang wajar. Melebihi keadaan tersebut mungkin sudah dapat dimasukkan dalam kategori gangguan jiwa. 9) Melangkah lebih lanjut, selain apa yang telah diutarakan. Aspek-aspek di atas dapat saja dinilai agak berlainan, kasus demi kasus tergantung temperamen orang tersebut. Kemungkinan bahwa kasus menunjukkan sikap perilaku menarik perhatian seksual, yang disebut sebagai sikap perilaku seductif. Kosmetika akan sangat besar peranannya untuk membantu lebih efektif. Dari segi bau perfume sampai kepada lipstick sampai cara menggunakan dan model alis yang menantang, ditambah lagi cara memandang, cara duduk, cara berjalan dan seterusnya.

26

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

Maksud dan tujuan Maksud penulisan adalah memenuhi permintaan PADVI, untuk disajikan pada simposium KOSMETIKA, Jakarta 7 September 1985. Dengan tujuan memberikan orientasi "Pengaruh Kosmetika pada Kejiwaan Secara Timbal Balik " . PERMASALAHAN Tinjauan penggunaan Kosmetika ditinjau dari lingkungan dan orang lain Penggunaan kosmetika, khususnya untuk wanita atau yang mirip wanita ada dugaan atau praduga, bahwa seolah-olah dipergunakan untuk orang lain untuk mencapai kepuasan pribadinya. Kepuasan dilihat orang, kepuasan menunjukkan kelebihan (Adler). Walau mengeluh khawatir sanggul akan copot, rambut akan terganggu bila sudah di-set, tetap usaha mempercantik diri dipertahankan. Sepanjang bekerja di bidang Psikiatri, sangat sedikit diketemukan usaha penggunaan Kosmetika yang ditujukan kepada suami sebagaimana adanya. Usaha penggunaan kosmetika dalam kaitannya dengan suami dilakukan pada kejadian tertentu. Misalnya pada waktu tunangan, jadi akan menjadi isterinya. Pada waktu menjadi temanten. Waktu proses khususnya untuk orang Jawa, yaitu mitoni (kehamilan pertama 7 bulan), usaha-usaha yang dilakukan bukanlah semata-mata merias diri tetapi lebih banyak simbolik bagi keselamatan bayi dan ibunya. Bukan ditujukan kepada suami. Mungkin secara tidak langsung memberikan sesuatu, ketenangan bagi suami atau arti lain dari segi para psikologik. Pada kejadian-kejadian tertentu misalnya ulang tahun pernikahan, kadang-kadang seorang wanita menggunakan kosmetika ala kadarnya bagi suaminya. Tetapi ada kesan saja, bahwa penggunaan kosmetika untuk suami menjadi masalah bukan primer, bahkan mungkin tertier. Lupa bahwa kadang-kadang seorang suami membutuhkan wanita dalam hal ini isteri yang sensual. Pada saat tertentu suami mengkhayal beristerikan Tetapi pandangan-pandangan tersebut terakhir sangat tergantung kepada watak sikap perilaku pria yang bersangkutan. Ada pria yang sangat berorientasikan kepada ilmu pengetahuan, maka kecantikan isteri mungkin tidak menjadi tumpu perhatian. Tetapi keadaan dapat berubah dengan pembinaan, atau yang disebut conditioning. Ada pula pria yang kurang senang bila wanita yang dimiliki dalam hal ini istri menggunakan kosmetika, apalagi bila berlebihan. Pria dalam keadaan demikian sukar dimasukkan dalam kategori yang bagaimana. Mungkin ia seorang yang egosentrik, hanya memikir diri sendiri. Atau mungkin ia seorang yang menurut teori tertentu, ingin sekali menguasai wanita as such. Tetapi di luar ia bersikap perilaku pseudo puritan. Seolah-olah suci, tetapi celangakan, bermata hijau bila melihat perempuan

kan atas rasa takut kalau-kalau suami bertindak serong seperti dirinya sendiri. Kosmetika harapan dan kenyataan a. Sudah diutarakan bahwa maksud tujuan penggunaan kosmetika adalah peningkatan harga did, dan kesegaran dan kemantapan kehidupan emosional. b. Ternyata evaluasi terhadap klien-klien tidaklah selalu demikian. Baik pada laki-laki ataupun wanita tidak jarang menunjukkan tanda-tanda krisis identitas pribadi khususnya psikoseksual. Klien sering menggambarkan problema identitas dan devaluasi harga diri pribadinya di bidang psikoseksual. Derajat psikopatologi yang diketemukan tidaklah identik dengan cacat-cacat jasmaniah yang mengurangi kecantikan atau kebagusannya. Situasi-situasi Klinis yang perlu menjadi perhatian dan bahkan merupakan kontra indikasi untuk pemberian kosmetika, atau tindakan bedah kosmetika : a. Remaja yang selalu ditekan-tekan oleh orang tuanya untuk mempergunakan kosmetika sedangkan pribadinya masih belum tertarik. b. Seseorang yang mencari tindakan bedah kosmetik bukan karena keinginannya. Biasanya seorang wanita muda yang didesak oleh ibunya atau oleh suaminya. c. Seseorang dengan harapan-harapan yang tidak realistik terhadap hasil bedah kosmetika atau tindakan kosmetika lainnya. Orang lain sangat mengagumi hasil karya kosmetika, tetapi dirinya sendiri tidak menyenanginya. d. Seseorang yang hanya dapat melukiskan cacatnya secara kabur, tetapi tidak memperdulikan atau memperhatikan cacat orang lain yang lebih berat. e. Pasien paranoid yang menunjukkan waham somatik yang berlebihan tentang kelainan atau cacat yang terdapat pada

!.

yang merangsang dan segar.

dirinya yang sesungguhnya tidak ada.


f. Pasien depresi berumur 40 tahunan yang pada umumnya wanita yang memerlukan face lift. Kemungkinan depresi tetap terdapat pada dirinya sesudah tindakan bedah kosmetika masih besar. Psikoterapi kadang-kadang jauh lebih menguntungkan. Menerima apa adanya mungkin lebih menyenangkan daripada mengharapkan sesuatu yang belum tentu. g. Orang yang perfeksionistik, tidak pernah puas dengan segala tindakan kosmetika termasuk bedah kosmetika. Mungkin pasien tersebut tergolong golongan gangguan kepribadian, atau borderline schizophrenia. h. Perlu diketahui bahwa menurut literatur sekitar 50 persen usaha bedah rinoplasti mengalami transient dyshporia. Keluar air mata banyak, perasaan camas sering terjadi sesudah mcngalami pembedahan. Seandaikan ada gangguan jiwa yang lama sesudah pembedahan, kemungkinan besar karena sudah ada gangguan jiwa sebelum pembedahan dilakukan sebagai faktor yang melandasi. Dukungan moril dari ahli kulit atau ahli bedah yang menyertai pembedahan sering memberikan dampak yang positif. TANGGAPAN DAN PENANGGULANGAN 1) Dari semula dapat diraba rasakan dan dihayati, penggunaan kosmetika baik (apalagi) pada wanita ataupun pria merupakan
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 27

berjidat halus.
Hubungan antara kosmetika, suami dan isteri tampak erat sekali kaitannya dengan interaksi emosional antara suami dan isteri sepanjang umur pernikahan. Sedangkan bentuk akibat interaksi dan penggunaan kosmetika mempunyai variabel yang luas, disertai makna arti yang sukar ditebak. Dari sikap yang benar-benar wajar, bersikap mendua, sampai kepada bersikap curiga cemburu terhadap suami, sampai kepada cemburu terhadap suami tetapi didasar-

proses yang berjalan bertahap. Baik dalam cara pemakaian, penggunaan ataupun langkah -langkah yang diambil. Kualitas maupun kuantitas berkembang sesuai kebutuhan, umur, maksud dan tujuan. 2) Perkembangan kejiwaan, cara menuntun ke tingkat kejiwaan yang dewasa yang ses,iai sangat menentukan, kemantapan dan kesadaran penggunaan kosmetika. Kehidupan yang emosional, imatur mungkin sangat membahayakan bagi dirinya dalam cara penggunaan kosmetika. Pelanggan cara penggunaan, terburu-buru menggunakan kosmetika tertentu karena terpengaruh oleh iklan yang palsu. Mendesak-desak secara obsesif compulsif untuk merubah tata bentuk salah satu atau beberapa bagian dari tubuh merupakan aspek-aspek kejiwaan yang patut diperhatikan. Kosmetika dan masalah keluarga Kenyataan bahwa para ibu lebih banyak ribut di cermin jika akan memenuhi undanga'i adalah ironi hidup, kehidupan dan perikehidupan yang tidak atau sukar dielakkan. Kesadaran akan sifat perkembangan suami sebagai seorang laki-laki dirasakan perlu menjadi perhatian. Tidak jarang ada pertanyaan mengapa seorang laki-laki yang sudah mempunyai isteri cakap, justru masih mencari atau melakukan hal-hal yang kurang diinginkan oleh pihak isteri. Ada kasus seorang pria yang terang -terang menyatakan bahwa rasa harga dirinya tidak hanya disinggung oleh perilaku isteri yang tidak memperhatikan dirinya, tetapi oleh takdir lain bahwa wanita dapat menerima laki-laki yang bagaimanapun dari segi organoseksual. Lebih jatuh lagi harga dirinya bila isterinya cantik molek, serta mampu berdiri sendiri, tidak tergantung kepada suami. Dalam keadaan demikian kemungkinan suami mencoba menunjukkan kejantanan dalam berbagai cara, tidaklah perlu diherankan. Seorang laki-laki yang introversif, cenderung paranoid akan mengalami perubahan kejiwaan yang sangat besar bila mendapatkan pasangan yang sangat terlalu yakin akan dirinya sen-

diri, seduktif, tidak memperdulikan rasa perasaan suaminya. Kasus yang pernah dihadapi berakhir dengan perceraian, karena memang isterinya mempunyai modal untuk dapat dibawa dan menjadi kebanggaan setiap laki-laki tidak pandang suku. Kosmetika dan profesi Penggunaan kosmetika dan profesi sangat erat hubungannya. Seorang ahli kecantikan tentu harus mempergunakan, baik untuk promosi profesinya, maupun sebagai contoh kasus. Tetapi bila seorang guru menggunakan kosmetika yang terlalu menyolok, diperkirakan akan membawa dampak sampingan yang sulit ditanggulangi sendiri oleh guru tersebut. Seorang pegawai diperkirakan mungkin akan membawa kesulitan dalam membawa diri dalam pekerjaan dan jabatannya. Terkecuali di luar dinas maka penggunaan kecantikan dalam tugas merawat perlu menjadi perhatian. Kosmetika, dan wanita militer, memberikan dampak pembicaraan yang unik. Di dunia kemiliteran tidak jarang ada doktrin sampingan yang tidak tertulis yang menyangkut berbagai aspek di samping masalah penggunaan kosmetika yaitu problema keprawanan. Begitu pula wanita isteri militer sering duduk dalam persimpangan jalan petasan yang sulit. Di samping keharusan penampilan yang meyakinkan sebagai seorang isteri pejabat militer, harus pula mengetahui sifat umum apa itu pria. Sebagai seorang isteri militer kecenderungan untuk cepat lebih tua sangatlah besar mengingat cara hidup baik psikologik ataupun sosial yang penuh ketegangan. Pada umumnya memikir masalah kosmetika praktis tidaklah tersentuh, kecuali bagi kalangan-kalangan tertentu. PENUTUP Demikian telah diuraikan pengaruh kejiwaan dan kosmetika, baik secara timbal balik pengaruh psikiatris maupun psikologik serta kaitannya dengan wanita profesional.

28

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

Penatalaksanaan Akne Vulgaris


Dr. Hamma Halim dan Dr. Ny. Widowati Sambijono S.
Perkumpulan Ahli Dermato- Venereologi Indonesia, Cabang Jakarta Raya

PENDAHULUAN Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun dari unit pilosebaseus disertai penyumbatan dan penimbunan bahan keratin serta didapatkan terutama di daerah muka, leher, dada dan punggung yang ditandai adanya komedo, papel, pustul, nodulus, kista. Penyakit ini dijumpai pada hampir semua (90%) orang akil baliq yang menginjak masa pubertas pada usia 15 19 tahun, orang dewasa dan dapat juga pada orang dengan usia lanjut. Lokalisasi lesi terutama di daerah seboroik dan dijumpai baik pada laki-laki maupun perempuan. Meskipun penyebab yang mendasar dari akne vulgaris masih belum diketahui, namun dari beberapa data mengenai patogenesisnya yang dikumpulkan pada tahun-tahun terakhir ini, sudah dapat diakui, bahwa baik pengobatan rnaupun penatalaksanaan kelainan tersebut sudah lebih baik. Sampai saat ini tidak ada pengobatan tunggal yang berhasil untuk akne vulgaris. Obat pilihan yang cocok untuk tiap penderita akan berbeda dan tergantung juga dari individu sendiri. Keberhasilan pengobatan tergantung dari adanya kerjasama yang baik antara penderita dan dokter, kesungguhan penderita untuk berobat dan di pihak dokter meneliti, memilih serta mengawasi secara tepat dan hati-hati obat yang akan diberikan. Bila rencana pengobatan yang baik dan terpadu, maka hasil pengobatan tersebut mungkin akan memberikan hasil yang lebih baik, juga untuk akne yang berat seperti bentuk pustulokistik. Apalagi dengan pengetahuan dan mengenal patogenesis akne, hal tersebut lebih mempermudah berhasilnya pengobatan. Jadi untuk penatalaksanaan akne vulgaris yang lebih rasionil, kita perlu memiliki pengetahuan tentang: anatomi, fisiologi, histologi, biokimia dari kelenjar sebaseus, lemaklemak permukaan kulit, etiologi, patogenesis, morfogenesis dari akne vulgaris serta pengetahuan obat-obat/alat-alat yang
*) Dibawakan pada simposium Kosmetika pada tanggal 7 September 1985. Penyelenggara P.A.D. V.I. JAYA.

dipergunakan pada pengobatan akne vulgaris. Selanjutnya selain penatalaksanaan akan dibicarakan juga sedikit mengenai anatomi, fisiologi kelenjar sebaseus dan etiologi, patogenesis, bakteriologi serta morfogenesis akne vulgaris. KELENJAR SEBASEUS ANATOMI Kelenjar sebaseus (glandula sebaceous) terdapat pada kulit seluruh tubuh kecuali telapak tangan, telapak kaki, glans penis dan korona penis. Paling banyak dan dengan ukuran yang besar terdapat pada daerah garis tengah punggung, dahi, kulit kepala, muka, meatus akustikus eksternus dan daerah anogenital. Pada daerah kulit kepala, dahi, pipi dan dagu jumlah kelenjar per cm2 ialah 400 900 buah sedangkan pada daerah lain lebih kecil dari 100 buah kelenjar per cm 2 . Pada beberapa tempat kelenjar sebaseus bermuara langsung di permukaan kulit atau tidak melalui saluran folikel rambut yaitu seperti kelenjar Meibom yang terdapat pada kelopak mata, kelenjar Tyson pada prepusium, labia minor dan areola mamma. Infundibulum adalah bagian folikel rambut (pilary canal) yang menghubungkan muara folikel dengan duktus kelenjar sebaseus, 1/5 bagian atas disebut akroinfundibulum atau bagian epidermal dan 4/5 bagian bawah disebut infrainfundibulum atau bagian dermal. Dikenal tiga macam folikel pada daerah muka yaitu : a. folikel terminal atau beard follicle b. folikel velus c. folikel sebaseus Folikel terminal rambutnya kaku dan tebal mengisi saluran folikel, dan akne jarang terjadi pada folikel ini. Folikel velus pada daerah muka jumlahnya lima kali folikel sebaseus. Rambut serta muaranya halus dan sukar dilihat dengan mata teCermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 29

lanjang. Berperan juga dalam lemak-lemak permukaan kulit dan tidak cenderung membentuk akne. Folikel sebaseus di sini kelenjar sebaseus besar dan multilokuler dan rambut kebanyakan jenis telogen, folikel berisi sel keratin yang lepas dan jenis folikel ini merupakan sumber terbentuknya akne. FISIOLOGI Sekresi kelenjar sebaseus adalah jenis holokrin, dengan kata lain sekresinya atau sebum yang dihasilkan ialah dengan jalan desintegrasi sel-sel kelenjar. Sebum mencapai permukaan kulit melalui duktus pilosebaseus. Pada permukaan kulit sebum bercampur dengan lemak-lemak lain berasal terutama dari epidermis dan bersama-sama membentuk lemak-lemak permukaan kulit. Lemak-lemak permukaan kulit ini adalah senyawaan yang kompleks terdiri atas skualen, malam, ester, sterol, trigliserida, asam lemak bebas, mono-digliserida dan kolesterol. Skualen, ester-ester malam, trigliserida terutama asal kelenjar sebaseus, sedangkan ester sterol, kolesterol, lemaklemak polar (polar lipide) asal epidermis. ETIOLOGI Etiologi akne belum diketahui secara lengkap, tetapi yang sudah pasti adalah multifaktoral. Faktor-faktor tersebut antara lain ialah : faktor-faktor genetik a. akne kemungkinan besar penyakit genetik di man pada penderita adanya peningkatan respon unit pilosebaseus terhadap kadar normal androgen dalam darah. b. sebesar 82% orang penderita akne ditemukan pada saudarasaudaranya paling sedikit ada seorang menderita. Pada 60% orang dengan riwayat akne, penyakit tersebut juga didapatkan pada satu atau kedua orang tua. c. menurut Schleicher (1960) penderita akne yang berat mempunyai riwayat dalam keluarga yang positif. d. Vorhees dkk. (1972) Beberapa penderita dengan akne bentuk nodulokistik berat mempunyai kromosom XYY abnormal dan keadaan ini masih perlu diselidiki lebih lanjut. e. Faktor genetik dapat dipelajari lewat kembar identik dan ras. f. diduga faktor genetik berperan dalam gambaran klinik penyebaran lesi dan lamanya kemungkinan mendapat akne. faktor ras (racial) a. insidensi dan beratnya akne pada orang Jepang lebih besar daripada golongan Kaukasoid. b. menurut penyelidikan pada orang tahanan di Amerika Serikat akne yang berat terdapat 5% pada Kaukasoid umur antara 15 21 tahun dan hanya 0,5% pada orang Negro dengan umur yang sama. c. menurut Wiliams dan Vorhees (1970) akne pada orang Amerika berkulit putih lebih banyak dibandingkan dengan orang Negro. d. menurut Cunliffe (1975) belum ada penyelidikan yang memadai dalam hubungan antara ras dan akne.
30 Cennin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

faktor haid dan pil anti hamil a. pada 60 sampai 70% perempuan keadaan lesi akne lebih aktif pada satu minggu sebelum haid. b. pil anti hamil pil mini/pil maksi pil mini mengandung 0,05 mg etinilestradiol tidak begitu berpengaruh pada akne sebaliknya pil maksi dengan etinilestradiol lebih besar dari 0,05 mg mempunyai efek yang menguntungkan pada akne. faktor endokrin a. androgen memegang peranan penting, androgen asal jaringan, 5 alfa dihidrotestosteron lebih mudah dibentuk pada kulit dengan akne. b. akne tidak berkembang pada orang kebiri (castrates). c. ovarektomi sebelum dewasa dan agenesis ovarii mencegah timbulnya akne. d. ada dugaan, bahwa hormon sebotropik asal kelenjar hipofisis dapat merangsang perkembangan kelenjar sebaseus, dengan demikian memperberat keadaan akne, hormon gonadrotropin dan hormon adrenokortikostestoroid mempengaruhi secara tidak langsung masing-masing lewat testis, ovari dan kelenjar adrenal, serta hormon-hormon ini merangsang kelenjar sebaseus, dengan demikian dapat memperberat keadaan akne. Thyroid stimulating hormon dengan jalan tertentu juga dapat merangsang pertumbuhan akne. e. estrogen dalam kadar tertentu dapat menekan pertumbuhan akne, pada perempuan untuk menekan pertumbuhan akne perlu dosis melebihi kebutuhan fisiologis dan pada laki-laki dosis tersebut dapat menimbulkan feminisasi. f. menurut penyelidikan Jarrett (1957), Strauss dan Kligman (1961) tidak dapat dibuktikan adanya pengaruh hormon progesteron pada kelenjar sebaseus manusia. Pochi (1979) dalam penyelidikannya telah membuktikan bahwa kambuhnya akne sebelum haid adalah karena pengaruh progesteron. faktor makanan Menurut berbagai penyelidik, peranan makanan pada akne belum jelas. Pada umumnya para spesialis kulit menganggap berbagai makanan ada hubungan dengan akne meskipun berdasarkan data-data anamnesis belaka. a. lemak, coklat, kacang-kacang, susu, keju dan sejenisnya dapat menyebabkan kambuhnya akne. b. pada penyelidikan lain disepakati bahwa coklat tidak ada pengaruh pada akne. c. lemak dalam makanan dapat mempertinggi kadar komposisi sebum. d. belum dapat dipastikan makanan tinggi kadar karbohidrat dapat merubah keadaan akne, tetapi ada dugaan bahwa makanan tinggi kadar karbohidrat untuk berbagai orang dapat memperberat keadaan akne serta dapat dibuktikan bahwa makanan tersebut dapat mempertinggi susunan lemak-lemak permukaan kulit dan pada penyelidikan lain ternyata dapat mempertinggi produksi sebum pada orang gemuk (obesitas). faktor musim negara dengan berbagai musim, akne biasanya memburuk pada bulan-bulan dimana suhu itu dingin, namun masih ada faktor lain yang harus masih di perhitungkan.

Pada keadaan lembab dan suhu yang tinggi di beberapa daerah tropis dapat memudahkan kambuhnya akne. Sinar matahari dapat menolong banyak penderita akne. Sinar ultra violet yang terdapat dalam sinar matahari atau sinar ultra violet buatan dapat menyebabkan pigmentasi meningkat dan pengelupasan (scaling). Keadaan tersebut mempunyai efek yang menguntungkan bagi akne, apalagi sinar ultra violet juga mempunyai efek bakterisid terhadap kuman permukaan kulit. Pada musim kemarau (summer) 60% penderita akne menyembuh, sedangkan 20% memburuk bukan disebabkan oleh sinar matahari tetapi olah karena berkeringat banyak. keaktifan kelenjar sebaseus Dibuktikan adanya faktor peningkatan produksi sebum pada penderita akne. faktor bahan kimia Perkembangan akne vulgaris dapat dipengaruhi oleh kontak dengan minyak mineral dan lain-lain bahan aknegenik. faktor kejiwaan (psikis) a. emosional stress pada umumnya memegang peranan kecil pada patogenesis akne, tetapi pada banyak kasus kambuhnya akne justru ada hubungan dengan timbulnya stress. b. hubungan psikis dan akne perlu penyelidikan lebih lanjut. infeksi bakterial Propionibacterium acnes (Corynebacterium acnes) dan Staphylococcus epidermidis biasanya ditemukan pada lesi-lesi akne. Berbagai strain Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis dapat menghidrolis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol, asam lemak bebas tersebut memungkinkan terjadinya lesi komedo. Pityrosporum ovale et orbiculare juga ditemukan, tetapi peranannya masih belum jelas. Kosmetika Menurut Kligman (1975), apa yang disebut dengan istilah akne kosmetika biasanya terdapat pada perempuan dewasa setelah pemakaian kosmetika terutama pelembab (moisturizers). faktor trauma Menurut Wills dan Kligman (1970) akne memberat setelah mendapat trauma. Keadaan tersebut dikenal sebagai akne mekanika, di mana faktor mekanik tersebut dapat berupa gesekan, tekanan, peregangan dan cubitan pada kulit. kemungkinan lain (other consideration) Kira-kira 30 40 tahun yang lalu para klinisi menekankan pada penderita akne agar memperbaiki keadaan kurang tidur, buang hajad yang teratur dan mengobati konstipasi. Akhirakhir ini sedikit atau tidak ada perhatian pada keadaan-keadaan tersebut di atas. PATOGENESIS Berdasarkan hipotesis ada empat faktor utama yang mempengaruhi terjadinya penyakit akne vulgaris : 1. penyumbatan duktus pilosebaseus 2. meningkatnya produksi sebum 3. perubahan biokimia susunan lemak-lemak permukaan kulit 4. kolonisasi kuman di dalam folikel sebaseus. penyumbatan duktus pilosebaseus oleh keratin dimulai di infundibulum. Hal ini jelas terlihat pada pertumbuhan ko-

medomikro setelah terjadi poliferasi epitel yang ada hubungannya dengan penimbunan keratin dan faktor-faktor lain yang belum jelas. Diduga hormon-hormon androgen mempengaruhi langsung terhadap perubahan susunan lemak di dalam kelenjar sebaseus. meningkatnya kegiatan produksi sebum kelenjar sebaseus dipengaruhi oleh hormon androgen, 50% pada perempuan biasanya disebabkan oleh peningkatan testosteron dalam plasma. susunan biokimia kelenjar sebaseus adalah rumit. Penyelidikan mengenai komposisi lemak-lemak pada permukaan kulit adalah sulit, karena lemak tersebut juga berasal dari kelenjar sebaseus yang sehat. Pada penderita dengan akne kadar asam lemak bebas, skualen asam sebaleik (octadeca-5, 8-dienic acid) permukaan kulit meningkat dan asam lemak bebas, skualen bersifat komedogenik serta beberapa asam lemak bebas mengadakan iritasi di bagian infrainfundibulum. Asam lemak bebas terdiri atas asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Asam lemak jenuh terdiri atas rangkaian atom karbon 7 - 22, sedangkan yang tidak jenuh terdiri atas rangkaian atom karbon 11-20. asam lemak bebas yang ada di permukaan kulit berasal dari trigliserida berbagai lemak yang merupakan hasil lipolisis kuman. Kuman yang berperan dalam hal ini ialah Propionibacterium acnes (Corynebacterium acnes). Kuman lainnya Staphylococcus epidermidis mempunyai peranan kecil dan Pityrosporum ovale et orbiculare peranannya masih belum jelas. Patogenesis akne adalah rumit dan banyak faktor yang saling berkaitan serta banyak terdapat pendapat sehingga peranan mengenai patogenesis hanya merupakan hipotesis. Peningkatan kadar androgen dalam darah menyebabkan hiperplasia dan hipertropi kelenjar sebaseus. Androgen yang berperan di sini ialah testosteron. Kelenjar sebaseus menghasilkan lemak yang dikeluarkan melalui saluran unit pilosebaseus dan Propionibacterium acnes berada di antrum duktus kelenjar sebaseus serta mengeluarkan enzim lipase. Enzim tersebut menghidrolisis trigliserida yang terdapat di dalam butir lemak menjadi komponen asam lemak bebas dan gliserol, asam lemak bebas inilah yang mempengaruhi proses keratinisasi pada duktus unit pilosebaseus yang disebut dengan istilah retention hyperkeratosis dan dengan retensi sel-sel baru tersebut dalam folikel terjadilah peregangan epitel sehingga komedomikro terbentuk dan ini merupakan ciri dari penyakit akne. Jadi faktor yang penting bagi terjadinya akne adalah adanya iritasi pada dinding duktus pilosebaseus oleh asam lemak bebas, dan disusul retention hyperkeratosis, dan terbentuklah komedomikro, selanjutnya dapat berkembang menjadi komedo tertutup (closed comedo atau white head) atau papel, yang bila meradang kemudian menjadi pustul. Dari komedo tertutup dapat berkembang menjadi komedo terbuka (open comedo atau black head). BAKTERIOLOGI Peranan kuman adalah penting dalam perkembangan akne. Dalam hal ini mikro organisme yang mungkin banyak berperan ialah Propionibacterium acnes dengan MicrQcoccaceae (Baird Parker type II Staphylococcus epidermidis) dan PityrosCermin Dania Kedokteran No. 41, 1986 31

porum ovale et orbiculare yang hanya memegang peranan kecil dalam perkembangan lesi-lesi akne. Mikro-organisme yang menonjol di dalam saluran folikuler ialah diphtheroid yaitu Propionibacterium dan dibagi dalam dua golongan ialah Propionibacterium acnes (golongan I) dan Propionibacterium granulosum (golongan II), Diphtheroid anaerob tumbuh subur di dalam komedo tertutup. Menurut Kligman (1979) peradangan pada lesi akne tergantung dari produksi Propionibacterium acnes serta mempengaruhi pecahnya komedo. Sejumlah mikroorganisme lain yang ditemukan di dalam lesi pustul ialah Staphylococcus aureus, koliform, Proteus, Klebsiella aerobacter dan mikro-organisme tersebut sebagai secondary invaders atau timbul disebabkan perubahan ekologi karena pengobatan dengan antibiotika atau bakteriostatika. MORFOGENESIS Lesi dapat berupa : komedo, terdiri atas : A. komedo primer 1. komedomikro 2. komedo tertutup atau closed comedo, white head 3. komedo terbuka atau open comedo, black head B. komedo sekunder 1. kista 2. Polyporous comedones papul pustul nodulus Komedo Komedo adalah ciri lesi primer dari akne dan terjadi oleh karena penyumbatan bahan tanduk dalam unit pilosebaseus yang terdiri terutama atas keratin, pigmen melanin, kompleks lemak (trigliserida, ester malam, skualen), rambut dan kuman. Komedo dapat berkembang sebagai berikut : A. komedo primer 1. komedomikro terjadi oleh karena adanya peregangan dini dari duktus pilosebaseus disebabkan oleh bahan tanduk. 2. komedo tertutup, merupakan lesi pertama yang tampak, dengan penampang 1 2 mm, muaranya kecil sekali dan hampir tidak tampak dan terjadi karena penyumbatan duktus pilosebaseus dengan bahan keratin. 3. komedo terbuka, dengan muara melebar akibat keluarnya masa zat tanduk berpigmen warna gelap dengan penampang 5 mm kadang-kadang lebih besar. Bagian puncak dari komedo dengan warna kehitaman adalah pigmen melanin. B. komedo sekunder terjadi oleh karena pecahnya komedo primer disertai terbentuknya pembungkus baru (rupture and reencapsulation), komedo yang sama dapat pecah berulang kali. Komedo sekunder dapat dikenal dengan bentuknya yang tidak rata dan pada umumnya berukuran lebih besar. Dikenal dua bentuk komedo sekunder, yaltu kista dan polyporous comedo. 1. kista sebenarnya bukan kista sesungguhnya karena mempunyai muara. Kista ini merupakan sebagian gambaran

klinis dari akne konglobata. Kista timbul sering di daerah punggung, sedikit di daerah muka dan biasa menonjol di permukaan kulit dengan permukaan yang licin serta dapat digerakkan. Ukuran besar biasanya dengan penampang 7 15 mm. Kista ini tidak meradang dan isinya terdiri atas bahan seperti keju atau malam (waxy material). Bahan rambut didapatkan sedikit dan dapat menghilang pada kista yang tua (old cysta). Bentuk kista kebanyakan bulat dan dapat sembuh spontan. 2. Polyporous comedo (fistulous comedo, double comedo). Seperti juga kista, polyporous comedo adalah ciri khas dari akne konglobata yang dapat sangat menonjol dan timbulnya di daerah punggung. Polyporous comedo terjadi karena adanya perpecahan setempat (localized rupture) membentuk diverticulum yang dibatasi oleh keratinizing epithelium. Folikel yang berdekatan dapat saling berhubungan dan membentuk satu kelompok komedo. Polyporous comedo selalu terbuka dengan muara yang lebar serta puncak berpigmen. Dalam pembentukan polyporous comedo memperlihatkan gambaran repeated rupture, terlihat adanya sebukan sel-sel radang, sel datia (giant cells), jaringan granulasi dan hiperplasia epitel. Papul Papul terjadi dari komedo tertutup yang pecah (collaps), epitel yang membatasinya rusak dan sel-sel neutrofil masuk jauh ke dalam jaringan. Besar penampang papel 1 4 mm. Papul dikenal dalam tiga bentuk : a. bentuk pertama: tidak meradang dan dapat berlangsung dua minggu. b. bentuk kedua: bentuk yang meradang, kulit sekitarnya eritem dan dapat sembuh spontan 1 3 minggu serta dapat berkembang menjadi pustul atau nodulus. c. bentuk ketiga: Resolving phase: berasal dari bentuk papul meradang, pustul atau nodulus dengan ukuran penampang 1 4 mm dan dapat berlangsung 1 3 minggu. Pustul Lokalisasinya pustul sering di daerah dagu, dahi, punggung. Pustul biasa mulai sebagai suatu lesi yang padat disusul oleh perlunakan dan biasanya bagian puncak dari pustul pecah serta mengeluarkan nanah dan bahan sisa komedo. Pustul yang berukuran kecil dapat sembuh sendiri. Dikenal dua macam pustul : 1. pustul superfisial Pustul superfisial terjadi akibat penyumbatan dan peradangan di bagian atas dari duktus pilosebaseus. Pada bentuk ini konsistensinya padat dan berlangsung hanya beberapa hari saja. 2. pustul letak dalam Peradangan tidak terbatas di epidermis saja, tetapi lebih dalam di lapisan dermis dan konsistensinya agak lunak. Penyembuhan pustul ini berlangsung 2 6 minggu. Nodulus Nodulus konsistensinya lunak dan kadang-kadang berkeropeng (crusted). Nodulus terjadi dari komedo tertutup. Bila nodulus

32

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

pecah bahan tanduk ada yang tetap di tempat dan sebagian masuk ke dalam jaringan dengan sebukan sel neutrofil dengan epitel yang rusak. Masa radang akut berlangsung 1 7 hari dan penyembuhan selama 6 minggu. SEKUELE Ada dua bentuk parut yang sering terjadi pada akne vulgaris. Parut tersebut terjadi oleh karena bagian dalam dermis mengalami suatu proses disebabkan adanya nodulus atau pustul. 1. Bentuk pertama: keloid hipertrofi Lokalisasinya di dada, punggung, lengan dan sangat jarang di daerah muka. Pada bentuk ini kadang-kadang ditemukan juga jembatan keloid (keloid bridging). 2. Bentuk kedua : sekuele, terdiri dari parut cekung dan superficial; serta atrofi (superficial atropic scars), disebut juga shallow pock type serta bentuk lain ice pick scars dan didapat sering di daerah dagu berasal dari papul meradang. PENATALAKSANAAN AKNE VULGARIS Dibagi menjadi : 1. Prinsip umum 2. Perawatan kulit (Skin care) 3. Nasihat makanan 4. Pengobatan, dibagi : a. secara topikal b. secara oral c. gabungan oral dan topikal d. tindakan khusus. Prinsip umum Pengobatan dapat ditujukan pada beberapa tingkat sesuai dengan patogenesisnya akne vulgaris. Menurut urutannya yang terpenting ialah : a. mencegah pembentukan komedo, di sini dapat dipakai b. mencegah pecahnya mikro komedo atau melemahkan reaksi radang yang sedang berlangsung. Pada keadaan ini dapat dipakai antibiotika. c. mempercepat resolusi lesi yang meradang Dapat dipakai cara pembekuan dengan karbon dioksida padat (solid carbon dioxide slush), sinar ultra violet, berbagai iritan seperti: resorsinol, sulfur, fenol, beta naftol dan lain-lain. Perawatan kulit (skin care) a. muka dicuci dengan air hangat dan sabun dua kali sehari. b. jangan memegang atau dipijit lesi-lesi. c. dicegah pemakaian kosmetika yang berminyak. d. menghirup udara segar (outdoor life) dan gerak badan teratur. e. jangan mencuci muka berlebihan dengan sabun (6 8 kali sehari) karena sabun bersifat komedogenik dan dapat menyebabkan akne detergen. f. sabun-sabun bakteriostatik yang biasanya mengandung bahan-bahan heksaklorofen, trikarbanilid dan chlorinated salicylanilides dapat mengurangi flora aerobik kulit tetapi tidak ada efek pada Propionibacterium acnes.
peeling agents.

Makanan Mengenai makanan timbul pendapat kontraversi a. petunjuk yang diberikan mengenai makanan tidak ada selain dianjurkan makan bebas dalam jumlah secukupnya. b. makanan tinggi kadar hidrat arang dan lemak tidak merubah produksi sebum atau susunannya. c. lemak dalam serum darah tidak melewati kelenjar sebaseus. Semua susunan lemak kelenjar sebaseus disintesa asal fragmen karbon hidrat arang seperti glukosa. Lemak-lemak asal kelenjar sebaseus tidak sejenis lemak-lemak dalam serum darah. Kelenjar sebaseus secara fisiologis berdiri sendiri atau otonom, sintesa maupun kwalitas produksinya tidak banyak dipengaruhi suasana eksternal maupun internal. d. berdasarkan pengalaman, ternyata faktor makanan sebenarnya jarang sekali terlibat. e. menurut Pochi, Downing dan Strauss (1970) tidak dapat disangkal bahwa penurunan kalori total akan menghasilkan penurunan produksi sebum secara bermakna. f. disayangkan berdasarkan kenyataan bahwa hanya ada bukti yang sangat terbatas yang mengatakan bahwa makanan memegang peranan dalam patogenesis akne vulgaris. Pengobatan Pengobatan secara topikal.
Zat-zat iritan peeling.

Zat-zat iritan mempunyai efek eritem, mengeringkan dan Zat-zat tersebut dapat dalam bentuk larutan, bedak kocok, kompres, pasta, krem dan bahan pembersih (cleansing pre-

Zat-zat iritan golongan kemikal paration).

I. Sulfur Dapat berupa unsur (elemental) sulfur atau ikatan (compound) sulfur. Menurut Mills dan Kligman (1972) unsur sulfur bersifat komedogenik. 2. Resorsin Konsentrasi resorsin 1 10%, pemakaian bahan ini berkurang setelah dikenal benzoil peroksida. 3. Asam salisilat Asam salisilat selain sebagai iritan juga mempunyai sifat keratolitik pada konsentrasi di atas 3%. 4. Sabun abrasif 5. Astringen Aluminium sulfas dalam alkohol atau akua rosari. 6. Asam vitamin A (asam retionik, tretinoin) mempunyai efek sebagai iritan dan efek lainnya ialah : a. meningkatkan pulih asal (turnover) sel di dalam duktus pilosebaseus. b. mengurangi perlekatan sel di epidermis (decreased cohesiveness).

c. mengeluarkan isi komedo d. mengurangi proses radang. e. mempertinggi penetrasi transepidermal untuk antibiotika dan benzoil peroksida. Konsentrasi 0,05 0,1%: bentuk cair 0,05% krem 0,05 0,1%, gel 0,02%. 7. Benzoil peroksida mempunyai efek sebagai iritan dan efek lain ialah :

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

33

a. deskuamasi intraepidermal. b. menekan asam lemak bebas. c. bakteriostatik terhadap Propionibacterium acnes d. mencegah hidrolisis trigliserida Konsentrasi 5 10% dalam bentuk'krem atau gel. 8. Gabungan benzoil peroksida dan tretinoin, dipakai yang satu siang hari dan yang lainnya pada malam sebelum tidur. 9. Larutan VLEMINCKX Indikasi diberikan pada lesi-lesi akne yang meradang berat. Komposisi: dilute Vleminckx (sulfurrated lime) solution Cara kerja : peeling dan mengeringkan lesi akne. Cara pemakaian: dua sendok teh larutan diencerkan dalam 50 ml air panas, dipakai secara kompres sebelum tidur selama 20 menit, dua kali seminggu.
Zat-zat iritan golongan fisikal (Vlem-Dome-liquid concentrate).

Efek samping:
Zat-zat antibakterial

a) b)

hiperpigmentasi radiodermatitis

1. Sinar ultra violet Sumber: matahari, sinar ultra violet buatan, alat sun alphine
Honovia lamp.

Cara penyinaran: jarak 1 meter, waktu 8 menit, 2 3 kali seminggu, selama 4 6 minggu dan bagian mata harus dilindungi.
2. Cryo slush

Indikasi: dipakai pada bentuk akne nodulo - kistik yang berat dan akne konglobata. Efeknya juga mempertinggi peredaran darah setempat. a. CO 2 padat (CO 2 snow) Cara pemberian dengan sedikit tekanan 3 5 detik, pada lesi noduler 25 detik tanpa tekanan. Hasilnya: resolusi lesi dalam waktu 7 10 hari. Keuntungan: hampir tidak nyeri. Efek samping: timbul bula, hiperpigmentasi dan hatihati pada penderita dengan anamnesis cold urticaria. b. N 2 0 cair(N 2 0 liquid) Cara pemberian: nitrogen spray selama 20 detik. Efek samping: seperti pada CO 2 padat. c. freon belum banyak digunakan. 3. Sinar-X superfisial a. radiasi sinar-X superfisial konvensional Sering digunakan sebelum dimulai pemakaian antibiotika. Indikasi pada penderita umur lebih dari 17 tahun. Efeknya mengecilkan kelenjar sebaseus 20 50%. Dosis total tidak boleh lebih dari 1000 R untuk tiap daerah lesi, biasanya diberikan 85 R tiap minggu sebanyak 8 kali. Pengobatan cara radiasi ini banyak dianjurkan, bila pengobatan topikal konvensional atau antibiotika secara oral gagal. Efek samping: a) hiperpigmentasi, tetapi jarang b) atrofi, telangiektasi dan radiodermatitis, juga jarang. b. sinar dengan voltase rendah Grenz-ray Untuk mengurangi radiasi yang berlebih -lebihan dipakai saringan (filter) aluminium atau sejenis dengan tebal 0.066 mm dan kekuatan 8 10 KV, dapat mengurangi intensitas radiasi 50% dan diabsorpsi pada kedalaman 0,5 mm oleh kulit normal, sedangkan pada sinar-X konvensional 4 mm atau lebih.
34 Cermin Dunia Kedokteran, No. 41, 1986

Antibiotika Pemakaian antibiotika secara topikal pada pengobatan akne dimulai pada tahun 1957. Pilihan untuk memakai antibiotika secara topikal disebabkan sensitasi pada kulit sangat kecil dan untuk mencegah pengobatan secara sistemik dalam jangka panjang dengan segala akibatnya. Yang penting ialah syarat, bahwa bahan pelarut harus dapat membawa bahan aktif (active ingredient), dalam hal ini antibiotika, ke dalam duktus pilosebaseus. Menurut Wechsler dkk (1970), losio tetrasiklin tidak mempunyai efek terhadap lesi komedo dan kistik. Bradly mengemukakan bahwa eritromisin pada pengobatan akne secara topikal biasanya efektif. Antibiotika yang digunakan ialah: eritromisin, tetrasiklin, klindamisin. Losio vane dioakai antara lain : 1) Eritromisin Eritromisin gluseptat obat suntik 500,0 mg Etil alkohol (95%) 12,5 cc Propilen glikol 12,5 cc Air suling 2,5 cc 2) Tetrasiklin Tetrasiklin hidroklorida 0,22 % 4-epit etrasiklin hidroklorida 0,28 % N-desil metil sulfoksid 0,125 % ester sukrosa 0,125 % natrium bisulfit 0,1 % etil alkohol 40 bagian air 60 bagian 3) Klindamisin Klindamisin fosfat 1 % Etil alkohol (95%) air suling sama banyak Bentuk lain Klindamisin fosfat obat suntik atau klindamisin HCI. HCI hidrat 600,0 mg propilen glikol 3,0 cc air suling 27,0 cc Isopropil atau etil alkohol (95%) 30,0 cc Klindamisin adalah suatu antibiotik terdiri atas 7-dioksi-7 kloro derivat linkomisin. Kerjanya sebagai antibakterial ialah dengan jalan mengikat ribosom, dengan demikian menghalangi pemindahan RNA (Ribo Nucleic Acid) yang berguna untuk pembentukan kompleks ribosomal/messenger-RNA dari kuman dengan akibat mikroorganisme tersebut tidak dapat membentuk protein esensial. Pertimbangan pemakaian klidamisin secara topikal pada akne vulgaris : (1) Efek samping pemberian secara oral lebihbesar, yaitu kolitis pseudomemranosa. (2) Penyerapan lewat kulit tidak berarti. (3) Ikatan dengan fosfat lebih efektif, karena adanya fosfatase kulit. (4) Khasiat secara topikal lebih baik dari eritromisin dan tetrasiklin. Jadi khasiat klindamisin pada pengobatan akne vulgaris secara topikal adalah menurunkan jumlah populasi propionibacterium acnes. Laporan pengkajian klinis terkendali mengenai klindamisin. Pada tahun 1978 Larry E. Becker dan kawan-kawan pernah

menyelidiki pada 11 lembaga dalam sebuah pengkajian klinis setiap 4 6 minggu, selanjutnya dosis disesuaikan setiap terkendali selama 8 minggu dan menilai pengobatan 358 pen4 6 minggu berikutnya. derita akne vulgaris dengan klindamisin hidroklorida 1 %, c. Demeklosiklin klindamisin fosfat 1 % dan sebuah wahana (vehicle). Dosis tinggi: 4 x 250 mg sehari, diberikan satu jam sebelum Hasil pengkajian klinis tersebut adalah : makan, selama 3 6 minggu dan dosis disesuaikan setiap 1. Penghitungan jumlah rata-rata papula baik klindamisin 3 4 minggu berikutnya. fosfat maupun klindamisin hidroklorida ternyata jauh Dosis rendah: 150 mg sehari, diberikan satu jam sebelum C lcbih rendah dari penghitungan wahana (vehicle). (a .05). makan, selama 6 minggu dan dosis berikutnya disesuaikan 2. Perubahan penghitungan/jumlah pustula, baik pada klindasetiap 6 minggu. misin fosfat maupun pada klindamisin hidroklorida dari Obat ini fototoksik dan keadaan ini berguna untuk pepermulaan jauh lebih besar dari perubahan penghitungan nyembuhan akne dengan syarat menghindarkan sinar matapada wahana (vehicle) (a .01). hari berlebih dengan pengawasan yang seksama. Obat ini Efek samping : jarang dipakai. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok-kelom- d. Minosiklin pok pengobatan dalam hubungan dengan: pengelupasan kulit, Susu serta makanan tidak mempengaruhi penyerapan. eritem, rasa papas dan gatal. Sigmoidiskopi pada penderita Dosis tinggi: 2 x 100 mg sehari, diberikan selama 3 6 yang menerima klindamisin hidroklorida tidak menunjukkan minggu, selanjutnya dosis disesuaikan setiap 3 6 minggu adanya kolitis pseudomembranosa clan diare hilang dalam tiga berikutnya. sampai empat hari. Efek samping gangguan keseimbangan pada 5% penderita 4) Hidroksikuinolin dan nausea. Kerjanya bakteriostatik Dosis rendah: 50 100 mg sehari, diberikan selama 4 6 Gabungan dengan benzoil peroksida ialah kuinoderm. minggu, selanjutnya dosis disesuaikan setiap 6 minggu. e. Doksisiklin HORMON Dosis tinggi: 2 x 200 mg sehari, diberikan selama 2 4 minggu, selanjutnya dosis disesuaikan dengan keadaan (a) Kortikosteroid berikut. Dipakai secara topikal, secara sangat terbatas dalam waktu Dosis rendah: 1 x 200 mg sehari, diberikan selama 6 8 relatif pendek. Indikasi ialah lesi meradang. minggu, selanjutnya dosis disesuaikan dengan keadaan Diberi bentuk salep misalnya preparat betametason 17 valerat penyakit. atau fluosinolon. Efek samping: fototoksik, renal diabetes insipidus synEfek samping: atrofi, telangiektasi, folikulitis dan akne stedrome. roida bila dipakai fluorinated steroide. f. Linkomisin Anjuran: pemakaian jangan lebih dari 1 bulan. Dosis tinggi tidak dianjurkan. (b) Pengobatan secara oral Dosis rendah: 2 x 250 mg sehari, diberikan selama 2 4 Antibakterial minggu dan selanjutnya dosis disesuaikan setiap 4 minggu Antibiotika sering dipakai pada pengobatan akne secara oral, berikutnya. karena mempunyai sifat: menghambat perkembangan kuman, Efek samping: diare disebabkan karena adanya kolitis mengurangi jumlah lipase, mengurangi asam lemak bebas, pseudomembranosa. mempengaruhi metabolisme enzim dan ion logam, menghag. Klindamisin langi efek kemotaksis leukosit. Dosis tinggi: 3 x 150 mg sehari atau 2 x 300 mg sehari diIndikasi: pada akne dengan lesi papul, pustul, papulo - pustul, berikan selama 4 minggu dan selanjutnya dosis disesuaikan kistik dan konglobata. setiap 4 minggu berikutnya. a. Tetrasiklin hidroklorida Dosis rendah: 2 x 75 150 mg sehari, diberikan selama Antibiotika ini yang paling banyak dipakai sedangkan 2 4 minggu dan selanjutnya dosis disesuaikan setiap 4 oksitetrasiklin dan klortetrasiklin jarang. minggu berikutnya. Dosis tinggi: 4 x 250 mg setiap hari, diberikan satu jam seEfek samping: kolitis pseudomembranosa. belum makan, selama 3 6 minggu, diteruskan dengan h. Gabungan trimetoprim -sulfametoksazol dosis dinaikkan atau diturunkan sampai 250 mg sehari seDosis: trimetoprim 80 mg + sulfametoksazol 400 mg. lama 6 8 minggu tergantung hasil pengobatan. Efek samping seperti pada sulfonamida. Belum begitu luas Dosis rendah: 250 mg sehari, diberikan satu jam sebelum dipakai disebabkan pengalaman klinik belum banyak. makan atau 2 jam setelah makan selama 4 8 minggu berikutnya. Hormon Pemberian dapat berlangsung 3 6 bulan atau lebih. a. Estrogen b. Eritromisin Kerjanya menghambat produksi endrogen, jadi secara tidak Obat ini merupakan pilihan kedua serta obat ini dapat dilangsung juga pada kelenjar sebaseus. berikan pada perempuan hamil, karena tidak mempunyai Bentuk: etinil estradiol dan mestranol. efek teratogenik pada janin. Dosis 50 mikrogram, sebaiknya 80 100 mikrogram seBentuk - bentuk yang dipakai ialah garam stearat dan etilenhari selama 2 10 minggu. suksinat sedangkan yang estolat adalah hepatotoksik. Efek samping pada perempuan: mual, berat badan meDosis tinggi: 4 x 250 mg sehari, diberikan satu jam sebelum nurun, monilial vaginitis, kloasma, hipertensi, fenomen makan, selama 2 6 minggu, selanjutnya dosis disesuaikan tromboembolik.
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 35

b.

c.

a.

b.

c.

d.

e.

f.

Pada laki-laki tidak dianjurkan karena mempunyai efek feminisasi dengan akibat ginekomastia, atrofi testis, libido menurun, pigmentasi areola. Kontra - indikasi: mastitis, kista ovarium, varises, penyakit hepar, hipertensi. Kortikosteroid Sebagai obat anti radang pada akne berat dipakai glukokortikosteroid. Dosis: prednison 30 40 mg sehari dan dosis diturunkan 5 10 mg seminggu (tapering off). Tidak dianjurkan pemakaian yang lama karena dapat menyebabkan timbulnya akne steroid. Pil antihamil Pengobatan kombinasi progesteron -estrogen. Di sini yang berperan adalah estrogen. Pil ini juga efektif terhadap akne premenstrual. Yang menjadi persoalan ialah kebanyakan pabrik obat merendahkan kadar estrogen dalam pil, sehingga efeknya tidak terlihat pada pengobatan akne. Dalam hal demikian dianjurkan dosis ganda (dua pil sekaligus). Lain-lain Vitamin A Vitamin A kerjanya diduga mempengaruhi metabolisme atau produksi androgen, karena pada pemberian 50.000 100.000 i.u. sehari dapat menurunkan ekskresi 17-ketosteroid dalam urine. Dosis 50.000 100.000 i.u. sehari, selama 6 9 bulan dan bila pengobatan dihentikan akne dapat kambuh. Untuk mencegah hiperkeratosis duktus pilosebaseus perlu digunakan dosis 400.000 700.000 i.u. sehari dan dosis ini tidak dianjurkan karena berada di dalam dosis toksis. Retinoid Bentuk 3-cis-retinoic acid paling efektif pada pengobatan akne bentuk kista konglobata. Dosis 80 240 mg sehari. Efek samping: keilitis, dermatitis fasial, serosis, perdarahan hidung. D.D.S. (dapsone, diaminodifenil sulfone) Indikasi akne bentuk kista dan konglobata. Dosis 150 mg sehari atau 300 mg seminggu selama 3 bulan. Efek samping: anemia hemolitik , methemoglobinemia. Zink Pada tukak berperan dalam penyembuhan luka (wound healing). Pada akne kerjanya belum jelas namun ada dugaan berpengaruh pada metabolisme vitamin A, aktivitas enzim, memperbaiki gangguan kemotoksis leukosit. Indikasi terutama pada lesi pustular, kistik, konglobata. Dosis: 3 x 200 mg sehari zinksulfat, selama 4 minggu. P.U.V.A. P.U.V.A.: kombinasi psoralen dan sinar ultraviolet A. Timbulnya fotosensitasi pada pemakaian P.U.V.A. diduga akan bermakna pada pengobatan akne. Dari hasil percobaan -percobaan ternyata pengobatan P.U.V.A. tidak begitu efektif terhadap lesi-lesi akne. Diuretika Diuretika diberikan pada akne premenstrual, dengan keterangan,bahwa 7 10 hari sebelum haid timbul edema epidermal dan dermal, dengan disertai juga edema keratin unit pilosebaseus sehingga terjadi penyumbatan duktus unit pilosebaseus.
Cermin Dunia Kedokteran No.41, 1986

Pada penyelidikan ternyata diuretika tidak dapat mengurangi atau menghilangkan edema keratin tersebut maka pengobatan dengan diuretika tidak dianjurkan. g. Vaksin Pernah dipakai vaksin: Staphylococcus aureus, Staphylococcus albus, Propionibacterium acnes. Sekarang tidak dipakai lagi. h. Anti-androgen Dikenal klormadinon asetat dan siproteron asetat (6-k1oro1 alfa 2 alfa-metilen-1, 6-pregnandien-17 alfa 01-1.10dione). Kerja siproteron asetat: antiandrogen (antigonadotrofik) dan progestogen. Sifat antiandrogen siproteron asetat lebih besar dari klormadinon asetat dan sering dipakai pada pengobatan akne yang berat digabung dengan etinil estradiol. Dosis gabungan: siproteron asetat 100 mg dan etinil estradiol 50 mikrogram. Cara pemberian: diberikan pada hari ke 5 sampai hari ke 24 dari suatu siklus haid, selama 3 bulan. Efek samping lesu, libido menurun. Belakangan diprodusir pil antihamil dengan gab ungan 2 mg siproteron asetat dan 50 mikrogram etinil estradiol, pil ini cukup bermakna untuk akne jenis ringan, tetapi tidak disenangi karena memberi efek samping: lesu, peningkatan berat badan, kehilangan libido, perasaan kurang enak pada payudara, nausea, sakit kepala, depresif, perdarahan uterus yang tidak teratur, gangguan tidur, tromboplebitis, kloasma, konstipasi, trombosis . (c) Gabungan pengobatan secara oral dan topikal Dipakai tetrasiklin secara oral dan asam retinoik secara topikal. Kedua obat tersebut cara bekerjanya berbeda pada akne dengan harapan hasil penyembuhan lebih baik. Tetrasiklina yang dipakai adalah demeklosiklin,kerjanya menurunkan jumlah Propionibacterium acnes,dosis 600 mg sehari selama tiga bulan diteruskan 300 mg sehari. Asam retinoik kerjanya komedolitik, mempertinggi penetrasi antibiotik lewat kulit. Dosis larutan, krem atau gel, 0,05%. tetrasiklin secara oral dan losio Kummerfeldi secara topikal, dosis tetrasiklin 3 x 250 mg sehari selama 3 6 bulan. Losio Kummerfeldi (sulfur lotio) Susunan : camphora 1,0 sol. calcii hydroxidi 45 spir. fortior ketonatus 3,0
sulfus praec 6,7 alumini et magnesii silicas colloidele 2,0 oleum rosae 1 gtt calicii oxydum colloidele 1,0 aqua ad 105

kerja losio ini peeling dan antibakterial. (d) Tindakan Khusus a. Ekstraksi komedo dipakai alat komedo ekstraktor untuk mengeluarkan komedo terbuka (black head).

36

Untuk komedo tertutup harus ditusuk dulu dan kemudian ditekan dengan komedo ekstraktor untuk mengeluarkan isinya. b. Desikasi elektro (electrodesiccation) Desikasi elektro dengan jarum ukuran kecil. Efek samping: timbul parut terutama pada desikasi kome do.

10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.

c. Insisi dan drainage Indikasi pada nodul akne konglobata dengan fluktuasi, jarang dilakukan karena timbul parut. d. Eksisi Beberapa lesi tidak menyembuh dengan pengobatan konvensional maka perlu diadakan eksisi. Indikasi: komedo poliporus (polyporous comedones) draining sinuses, kista. e. Dermabrasi Abrasi diadakan dengan menggunakan sikat logam dan penderita diberi anestesi umum pada pelaksanaannya. Indikasi pada parut akne. Efek samping: timbul milia, keloid dan parut hipertropik, pigmentasi dan lesi akneformis. f. Kortikosteroid intra-lesi Bentuk kortikosteroid yang dipakai: hidrokortison asetat, triamsinolon diasetat, triamsinolon asetonida, prednisolon diasetat, triamsinolon heksasetonida, betametason disodium fosfat. Cara kerja: mempercepat resolusi lesi meradang dengan demikian mencegah timbulnya parut. Indikasi: lesi nodul, kista, parut akne yang hipertrofi. Dosis: bila dipakai triamsinolon asetonida ialah 0,3 1 mg, pada satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 1 0 mg, dapat diulang 1 1 bulan berikutnya, biasanya satu kali sudah cukup. Efek samping: atrofi lokal yang sifatnya sementara.
KESIMPULAN

Untuk penatalaksanaan akne vulgaris yang lebih rasionil, diperlukan pengetahuan mengenai patogenesis akne vulgaris dan pengenalan, memilihkan obat yang tepat serta adanya kerja sama yang baik antara dokter dan penderita. KEPUSTAKAAN
1. Basler RSW. Potential Hazards of Clindamycin in Acne Therapy. Arch Dermatol. 1976; 112 : 33 5. 2. Becker LE et a1 Topical Clindamycin Therapy for Acne Vulgaris. A Cooperative Clinical Study. Arch DermatoL 1981; 117 : 482-5. 3. Cuncliffe WJ, Shuster S. Pathogenesis of Acne. The Lancet 5 April 1969. 4. Cuncliffe WJ, Cotterill JA, The Acnes. London : WB Saunders Co Ltd, 1975. 5. Cuncliffe WJ, Perera DH, Thackeray P, Williams M, Froster RA and Williams SM. Pilo Sebaceuous duct physiology, observation on the number and size of pilo sebaceuous ducts in acne vulgaris. But J Dermatol. 1976;95 : 153 5. 6. Cuncliffe WJ, Tan SG. Acne and The Sebaceous Glands. Int J DermatoL 1976; 15 : 337 43. 7. Danzig PI. The safety of long term clindamycin therapy for acne. Arch DermatoL 1976; 112 : 53 4. 8. Domonkos AN. Andrews diseased of the skin. Philadelphia, London, Toronto : WB Saunders Co, Igaku Shoin Ltd Tokyo. 1971; p25471. 9. Emerson GW and Strauss .IS. Acne and Acne Care. Arch Dermatol. 1972; 105 : 407 11.

Frank SB. An update on acne gulgaris, pharmacology and therapeutic. Int J DermatoL 1977; 16 : 409 12. Frank SB. Acne, update for the practitioner. New York : Yorke Medical Books, 1979. Fulton JE. Ace pathogenesis and treatment. Post graduate medicine. 1972; 52 : 85 -- 9. Fulton JE. Lipases : their questionable role in acne vulgaris. Int J DermatoL 1976; 15 : 732 7. Guin JD. Topical clindamycin : a double blind study comparing clindamycin phosphate with clindamycin hidrochloride. Int J DermatoL 1979; 18 : 164 6. Halim H. Pengobatan acne vulgaris dengan gabungan benzoil peroksida dan tretionin secara topikal. Skripsi FKUL Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 1981. Hamilton JB, Terada H. Greater tendency to acne white American than in Japanese population. J Clin Endocr. 1964; 24 : 267 72. Handojo L The combined use of topical benzoyl peroxide and tretionin in the treatment of acne vulgaris. Int J Dermatol. 1979; 18 : 489 96. Hoehn GH. Acne and diet. Cutis. 1966; 2 : 389 94. Hurwitz S. The combined effect of vitamin A acid and benzoyl peroxide in the treatment of acne. Cutis. 1976; 17 : 585 90. Hurwitz S. Acne vulgaris current concepta of pathogenesis and treatment. Am J Dis Child. 1979; 133 : 536 44. Izumi AK, Marples RR and Kligman AM. Bacteriology of acne comedones. Arch DermatoL 1970; 102 : 397 9. Kligman AM. An overview of acne. J Invest Dermatol 1974; 62 : 268 87. Kligman GPAM. Acne, morphogenesis and treatment. Berlin, Heidelberg, New York : Springer Verlag. 1975. Kligman AM, Leyden JJ and Stewart R. New Uses for Benzoyl Peroxide a broad spectrum anti microbial agent. Int J Dermatol 1977; 16 : 413 7. Lee PA. Acne and serum androgen during puberty. Arch DermatoL 1976; 1 1 2 : 482 -4. Lever WP. Histopathology of the skin 5th ed. Philadelphia, Toronto : JB Lippincott Co. 1975;p 180 1. Leyedn JJ. Pathogenesis of acne vulgaris. Int J Dermatol 1976; 15:4905. Lubowe II. How to care for acne. Proceeding book, 3rd regional conference of Dermatology. Denpasar, Bali Indonesia. 1978. Mackie BS and Mackie LE. Chocolate and acne. Aust J Dennatol 1974;15:1039. Marks R. Common facial Dermatoses. Bristol : John Wright & Sons Ltd. 1976. Rosen T, Waisman M. Topically Administered Clindamycin in the Treatment of Acne Vulgaris and Other Dermatologic Disorders. Pharmacotherapy. 1981; 1 (3) : 201 5. Soedarto, Tranggono RI. Akne vulgaris di bagian Kulit (subbagian Kosmetik/Bedah Kulit RSCM, Jakarta). Naskah Ilmiah Lengkap Kongres Nasional PADVI I, Jakarta, 1972. Strauss JS, Pochi PE and Downing DT. Acne perspectives. J Invest Dermatol 1974;62 : 321 5. Traunnell TN, Baer RL and Michaelides P. Acneform changes in areas of cobalt irradiation. Arch Dermatol 1972; 106 : 73 5. Witkowski JA and Parish LC. Zink and acne : does it work ? Internationa society of dermatology. 1979; 9 : 704 5.

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 37

Bedah Kulit Kosmetik


Dr. Marwali Harahap
Bagian Penyakit Kulit Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RS Dr. Pirngadi, Medan.

Dalam praktek sehari-hari ahli penyakit kulit tidak jarang menjumpai kasus-kasus kelainan kulit yang memerlukan pembedahan untuk kepentingan pengobatan dan/atau kosmetik. NEVUS (TAHI LALAT) Tiap-tiap orang mempunyai sekurang-kurangnya beberapa nevus pada berbagai tempat di tubuh. Namun, tidaklah praktis dan tidaklah dianjurkan untuk membuang semua nevus tersebut. Tidak-jarang penderita meminta agar nevusnya dibuang karena alasan kosmetik. Sesungguhnya, belum ada kriteria yang benar-benar mutlak mengenai pembuangan nevus. Nevus pada anak-anak tidak perlu dikhawatirkan menjadi kanker ganas. Nevus pada orang dewasa dianjurkan untuk dibuang (eksisi) dan dilakukan pemeriksaan histopatologik, bila : 1. Terdapat perobahan warna 2. Terbentuknya lingkaran pigmen di sekitar dasar nevus. 3. Nevus berkoreng (ulserasi) 4. Nevus berdarah 5. Nevus berkeropeng (krusta) 6. Nevus rontok rambutnya dan menjadi lebih licin permukaannya. Untuk nevus pada tempat tertentu di badan yang sering mengalami trauma, seperti di leher, sepanjang pinggir BH, di pinggang, di tapak tangan dan kaki ada baiknya dibuang (eksisi) sebagai tindakan preventif 1. Cara eksisi merupakan cara terbaik untuk membuang nevus. Berapa luas eksisi dilakukan dari pinggir nevus, belum ada kesatuan pendapat, tiga atau empat mm dinilai sudah cukup. Pada lesi yang secara klinik sangat dicurigai kemungkin-

an kanker ganas (melanokarsinoma), eksisi sebaiknya dilakukan 1,5 cm dari pinggir lesi dan dalamnya sampai subkutan. 2.3 Untuk nevus yang tidak lebar yang pada pemeriksaan klinik jelas jinak dan tidak menimbulkan kecurigaan, sedang pembuangannya semata-mata bertujuan kosmetik, maka nevus tersebut disayat secara horizontal kemudian diperiksa secara histopatologik.. Sayatan yang tepat menghasilkan spesimen yang batas dermo-epidermal junction dapat diperiksa secara mikroskopik. Hasil cara ini sangat memuaskan. HEMANGIOMA Hemangioma kulit ada 3 jenis 1. nevus flammeus (portwine stain), 2. angioma tidak dewasa (nevus vasculosus, strawberry mark), dan 3. angioma dewasa (angioma cavernosum). Hemangioma tidak jarang ditemui pada anak-anak. Sebagian besar menghilang atau mengecil dengan sendirinya. Pada jenis tertentu, hemangioma tidak berinvolusi. Hal ini menimbulkan masalah kosmetik, terutama bila terdapat di daerah kulit yang terbuka. Untuk jenis hemangioma yang menetap dan menimbulkan masalah kosmetik dapat dihilangkan dengan cara eksisi. 4 XANTHELASMA Xanthelasma palpebrarum yang terdapat dikelopak mata merupakan jenis xanthoma yang paling sering ditemui. Terdapat dikelopak mata atas berupa tonjolan berwarna kuning, lunak, lonjong. Tidak jarang simetrik, berukuran antara 2 sampai 30 mm. Biasa terdapat pada orang dewasa berusia menengah ke atas, terutama pada wanita. Kelainan kulit ini karena terletak di muka menimbulkan masalah kosmetik.

*) Dibawakan pada simposium Kosmetika pada tanggal 7 September 1985. Penyelenggara P.A.D. V.I. JA YA.

38

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

Cara pengobatan yang terbaik adalah eksisi. Ruam tersebut dan kulit sekitarnya terlebih dulu dianestesi secara lokal. Kemudian ruam tersebut dijepit dengan pinset, lalu digunting. Pinggir kulit yang luka dibebaskan dari jaringan bawahnya, kemudian dijahit dengan benang sutera halus. 5 PARUT SIKATRIKS Parut dimuka dan leher, apalagi bila mencekung menimbulkan pandangan yang kurang menarik. Sebabnya macam - macam, karena penyakit kulit, infeksi, rudapaksa atau hal-hal lain. Sering gangguan kosmetik ini menyebabkan penderita mengeluh kepada dokter agar diperbaiki. Dengan anestesi lokal, kulit yang mencekung dapat diisi dengan jaringan disekitarnya sehingga cekungan menghilang dan parut yang lebar diperhalus sehingga hampir tidak kelihatan lagi.6,7 ALIS MATA HILANG Adakalanya karena sesuatu penyakit, bulu pada alis mata hilang semua. Muka tanpa alismata kelihatan kosong sama seperti halaman rumah tanpa tumbuh -tumbuhan. Dapat digunakan bahan kosmetik atau tattoo untuk memperbaiki ini, tetapi ini tidak asli. Oleh karena itu, dapat diperbaiki dengan memindahkan rambut dari kepala dan menanamnya di daerah alis mata. Mula-mula rambut yang ditanam tersebut rontok dulu, setelah 3 bulan rambut baru tumbuh hingga alis mata menjadi lebat. 5 LUBANG ANTING-ANTING DI TELINGA PUTUS Sering terjadi lobang anting -anting ditelinga robek. Ini disebabkan oleh anting - anting terlalu berat atau anting -anting tiba-tiba ditarik atau karena rudapaksa lain. Ada berbagai tehnik operasi dapat dilakukan untuk menyambung kembali cuping telinga yang robek tersebut. Cara yang baik yaitu menjahit kembali pinggir robekan cuping telinga tersebut

dengan rapi dan halus. 8 VARISES (PEMBULUH DARAH VENA MENONJOL) Pada orang dewasa, terutama pada wanita yang agak gemuk atau karena sering melahirkan, pada tungkai bawah terlihat pembuluh darah menonjol. Kadang - kadang sangat jelas kelihatan berkelok-kelok. Ini dirasakan mengganggu pandangan kosmetik, apalagi tungkai di samping muka, leher dan tangan merupakan bagian badan yang terlihat sehingga memerlukan penampilan yang sedap dipandang mata. Untuk keperluan kosmetik pembuluh darah vena tersebut dapat dibuang hingga tidak terlihat lagi. 9 Dengan anestesi lokal dilakukan sayatan kecil pada kulit diatas vena tersebut, lalu vena tersebut secara perlahan-lahan ditarik, sehingga semua vena-vena yang menonjol dan kelihatan membayang di kulit menjadi tidak terlihat lagi.
KEPUSTAKAAN 1. Harahap M. The management of pigmented nevi. Modern Medicine of Asia 1979;15 : 39 40. 2. Digman RO, Watanabe MJ. and Izenberg PH. Scalpel and scissor surgery as seen by the plastic surgeon. In : Epstein E and E. Jr (Eds.) : Skin Surgery. Fifth edition. Springfield: Charles C. Thomas. 1982; pp. 230 244. 3. Harahap M. Surgical removal of nevi Sixth International Congress of DermatologieSurgery. Rome, October 6 9, 1985. 4. Harahap M. Surgical correction of deformities on upper lip and lower lids. Dermatol Surg Oncol 1981, 7 : 149. 5. Harahap M. The Orbital region. In : Harahap M. (Ed.) : Skin Surgery St. Louis: Warren Green, 1985; pp. 253 298. 6. Borges AF. Principles of scar camouflage. Facial Plastic Surgery 1984,1 : 181 190. 7. Harahap M. Revision of a depressed scar. Dermatol Surg Oncol. 1984; 10 : 206 209. 8. Harahap M. Repair of Split Earlobes. A review and a new technique. Dermatol Surg Oncol. 1982;8 : 187 191. 9. Harahap M. International Dermatosurgery. Cosmetic Varicectomy. Dermatol Surg Oncol. 1985; 11 :873 878.

Cerinin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

39

Miastenia Gravis

Dr. Endang D Thamrin dan Dr. P. Nara


Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang

PENDAHULUAN Miastenia gravis (MG) dengan nama-nama lain seperti asthenic bulbar palsy, myasthenia gravis pseudoparalytica atau Goldflam's disease ialah suatu penyakit kronik dengan dasar imunologik, ditandai oleh kelemahan otot serat lintang, berpredileksi otot-otot mata dan otot-otot lain yang disarafi saraf kranial1 . Miastenia gravis terhitung penyakit neromuskuler dengan lokasi kelainan pada neuromuscular junction Gejala klinik akibat kelemahan otot, sering timbul atau bertambah setelah kegiatan yang cenderung membaik atau berkurang sesudah istirahat2 '. Yang diserang umumnya otot-otot gerak mata, kelopak mata, pengunyah, gerakan menelan, otot-otot mimik. Walaupun jarang, juga otot-otot pernapasan leher, badan dan anggota gerak. Otot jantung dan otot polos tidak diserang2 ' 4 . Kelainan primer MG dihubungkan dengan gangguan transrnisi pada neuromuscular junction. Penyebab pasti belum diketahui, tetapi teori terakhir mengatakan bahwa MG merupakan kelainan imunologik3, 4 . MG lebih sering terdapat pada orang dewasa, dapat juga pada anak dan bisa timbul segera setelah lahir atau sesudah umur 10 tahun2.5 . MG perlu diobati meskipun kadang - kadang dapat terjadi remisi spontan. Makalah ini membahas secara singkat MG pada anak mengenai insidensi, etiologi, patofisiologi, patologi, gambaran klinik, diagnosis, pengobatan & prognosis. INSIDENSI Prevalensi MG 33/1,000,000 penduduk, 11% pada anak 6 . Kira-kira 1020% timbul pada bayi baru lahir dari ibu yang menderita MG2,3. Sie Pek Giok di Jakarta, antara Januari 1959 Mei 1960 menemukan 6 kasus MG, 3 di antaranya 7 anak yang berumur 36 tahun . Meskipun pernah dilaporkan kasus familier, namun tidak terdapat bukti bahwa faktor
40 Cermin Dunia Kedokteran NO.41, 1986

herediter memegang peranan. Pada tipe neonatal, insidensi antara kedua jenis kelamin sama; pada tipe juvenile, lebih sering 26x pada anak perempuan daripada anak laki-laki1.5 . ETIOLOGI Kelainan primer pada MG dihubungkan dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor

neuron terdapat partikel - partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot 8 . Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada MG tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada MG terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan1,2 .

PATOFISIOLOGI Sebelum tahun 1973, kelainan transmisi neuromuskuler pada MG dianggap karena kekurangan ACh. Dengan ditemukan antibodi terhadap AChR (anti - AChR), baru diketahui, gangguan tersebut adalah suatu proses imunologik yang menyebabkan jumlah AChR pada membran postsinaptik berkurang 3.9 . Anti-AChR ditemukan pada 8090% penderita. Adanya proses imunologik pada MG sudah diduga oleh Simpson dan Nastuk pada tahun 1960 3 . Selain itu, dalam serum penderita MG juga dijumpai antibodi terhadap jaringan otot serat lintang 3040% dan antibodi antinuklear 25% 3.9 . Kadar anti-AChR pada MG bervariasi antara 21000 nMol/L, dan kadar ini berbeda secara individu. Anti-AChR ini akan mempercepat penghancuran AChR, tetapi tidak menghambat pembentukan AChR baru 3 . Sebagai akibat proses imunologik, membran postsinaptik mengalami perubahan sehingga jarak antara ujung saraf dan membran post sinaptik bertambah lebar & dengan demikian kolinesterase mendaaat kesempatan lebih banyak untuk menghancurkan ACh3,8 . Gejala klinik MG akan timbul bila 75% AChR tidak berfungsi3 , atau jumlahnya berkurang 1/3 dari normal9 . PATOLOGI Perubahan patologik terbatas pada otot serat lintang yang diserang & kelenjar timus l . Mikroskopik terdapat pada serat otot "lymphorrhage", yaitu kumpulan limfosit kecil yang dikelilingi pembuluh darah. Kelenjar timus sering abnormal, . Di dapat berupa proliferasi limfositik atau timoma l,2,3 samping itu ditemukan sel-sel miod yang menyerupai sel otot serat lintang dalam timus yang juga mengandung AChR; 91-6% MG disertai timoma, & sebaliknya 1/3 penderita timoma disertai MG3 . GAMBARAN KLINIK Gejala klinik MG diakibatkan oleh kelemahan otot dengan sifat karakteristik yaitu bertambah berat sesudah aktivitas, dan berkurang atau menghilang setelah istirahat; siang hari lebih berat daripada pagi hari4 10 . Umumnya gejala pertama berupa kelemahan otot mata yang menyebabkan diplopia dan ptosis l 3 . Dengan gejala ini, 5060% MG datang ke dokter 3 . Sedangkan 20% penderita menunjukkan gangguan otot-otot yang dipersarafi oleh saraf kranial yang menimbulkan disartri, gangguan mengunyah, gangguan menelan, perubahan mimik, perubahan otot mulut, kesukaran menegakkan kepala. Kelemahan otot ekstremitas jarang, bila diserang terutama otot-otot bahu dan ekstensor jari. Kelemahan otototot pernapasan dapat menimbulkan apnoe bila batuk, kelemahan otot-otot tungkai sangat jarang. Pada pemeriksaan neurologik tidak ditemukan kelainan. Gejala kelemahan otot dapat diprovokasi oleh aktivitas, stres, nervositas, demam dan obat-obat tertentu seperti B blocker, derivat kinine, aminoglikosida dan lain-lain 3.4 9 Dulu diduga MG tidak timbul sebelum pubertas, akan tetapi dengan uji prostigmin dapat dibuktikan pada anak umur 18 bulan10 tahun 10 Millichap dan Dodge 4 membagi MG pada anak dalam 3 tipe: 1. Neonatal transient MG. 2. Neonatal persistent MG (congenital MG). 3. Juvenile MG.

Neonatal transient MG Tipe ini terdapat pada 10 20% bayi baru lahir dari ibuibu yang menderita MG. Beratnya gejala tidak berkaitan dengan beratnya penyakit pada ibu 2.4 . Segera atau beberapa jam setelah lahir, bayi menjadi lemah, nabgis dan gerakan berkurang, tidak dapat mengisap, sukar menelan, pernapasan 4 melemah. Gejala ini berlangsung tidak lebih dari 1 bulan ' 9 dan bayi berangsur - angsur kembali normal karena masuknya antiAChR dari ibu secara transplasenter ke dalam tubuh bayi4,5.9 Neonatal persistent MG (congenital MG) Gejala timbul pada waktu lahir, tetapi ibunya tidak sakit MG2,4 . Gejala hampir sama dengan tipe neonatal transient MG, bersifat ringan, berlangsung lama, makin lama makin buruk5 . Relatif resisten terhadap pengobatan dan remisi komplit jarang2.4 Juvenile MG Tipe ini timbul pada umur 2 tahun sampai remaja 4 . Keluhan dan gejala sama seperti pada orang dewasa dan gejala pertama biasanya diplopia dan ptosis atau gejala THT seperti gangguan mengunyah, menelan atau suara sengau 5 . DIAGNOSIS Diagnosis MG dapat ditegakkan berdasarkan: 1. Adanya riwayat penyakit dan gejala kelemahan otot serat lintang yang dimulai pada otot-otot mata dan otot-otot bulber. 2. Adanya riwayat remisi dan eksaserbasi. 3. Kelemahan otot bertambah jelas pada sore hari dan sesudah kegiatan. 4. Dengan uji prostigmin/tensilon atau provokasi dengan kurare terjadi perbaikan secara dramatik. Uji prostigmin: Disuntik prostigmin (neostigmin bromida) 0,02 mg/kg BB subkutan dan gejala berkurang atau menghilang; dipakai pada bayi-bayi kecil. Uji tensilon: Dengan tensilon (edroponium klorida) 0,11 ml IV,terjadi perbaikan dalam 2 menit; biasanya dipakai pada anak yang lebih besar. Uji kurare. Jarang dikerjakan; untuk provokasi timbulnya gejala MG. Hanya digunakan pada kasus-kasus yang sukar didiagnosis. Uji ini sering berbahaya karena dapat menimbulkan krisis miastenia, yaitu tiba-tiba terjadi kelemahan yang hebat dan kesukaran bernapas yang berat 1,4 5. Pada biopsi otot serat lintang ditemukan lymphorrhage dan proliferasi limfositik dan sel-sel mioid pada timus. 6. Pemeriksaan serologik menunjukkan anti-AChR dan antibodi terhadap jaringan otot serat lintang. 7. Pemeriksaan elektromiografi yang pada prinsip rangsangan pada saraf motorik akan menimbulkan kontraksi otot dengan amplitudo yang makin lama makin turun secara progresif. DIAGNOSIS BANDING Tipe neonatal dibedakan dengan floppy infant syndrome, congenital ptosis dan ocular myopathy; sedangkan tipe juvenil dibedakan dengan polineuropati, polimiositis dan miopati lain 5 . Perbaikan dramatik setelah uji prostigmin dan gambaran
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 41

elektromiografi yang khas merupakan upaya untuk membedakan MG dari kelainan-kelainan tersebut di atas. PENGOBATAN Secara garis besar, pengobatan MG berdasarkan 3 prinsip. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler. Mempengaruhi proses imunologik. Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler: 1) Istirahat: Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan r angsangan saraf akan bertambah sehingga serat-serat otot yang kekurangan AChR di bawah ambang rangsang dapat berkontraksi 3 . 2) Memblokir pemecahan ACh: Dengan anti kolinesterase, seperti prostigmin, piridostigmin, edroponium atau ambenonium diberikan sesuai toleransi penderita, biasanya dimulai dosis kecil sampai dicapai dosis optimal 4, 11 . Pada bayi dapat dimulai dengan dosis 10 mg piridostigmin per os dan pada anak besar 30 mg4 , kelebihan dosis dapat menyebabkan krisis kolinergik. Mempengaruhi proses imunologik: 1) Timektomi dianjurkan pada MG tanpa timoma yang telah berlangsung 3 5 tahun. Dengan timektomi, setelah 3 tahun 25% penderita akan mengalami remisi klinik dan 40 50% mengalami perbaikan 3 . 2) Kortikosteroid: Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegah efek samping. Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan-lahan sampai dicapai dosis yang diinginkan. Kerja kortikosteroid untuk mencegah kerusakan jaringan oleh pengaruh imunologik atau bekerja langsung pada transmisi neromuskuler. 3) Imunosupresif: Biasanya digunakan azathioprin (imuran) dengan dosis 2 mg/kg BB. Perbaikan lambat sesudah 3 12 bulan3 . Kombinasi azathioprin dan kortikosteroid lebih efektif yang dianjurkan terutama pada kasus-kasus berat 9 . 4) Plasma exhange: Berguna untuk mengurangi kadar anti AChR; bila kadar dapat diturunkan sampai 50% akan terjadi perbaikan klinik. Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot: Tujuannya agar penderita dapat menyesuaikan kelemahan otot dengan. 1) Memberikan penjelasan mengenai penyakitnya untuk mencegah problem psikis. 2) Alat bantuan non medikamentosa: Pada MG dengan ptosis diberikan kaca mata khusus yang dilengkapi dengan pengkait kelopak mata. Bila otot-otot leher yang kena, diberikan penegak leher. Juga dianjurkan untuk menghindari panas matahari, mandi sauna, makanan yang merangsang, menekan emosi dan jangan minum obat-obatan yang mengganggu transmisi neuromuskuler seperti B-blocker, derivat kinine, phenintoin, benzodiazepin, antibiotika seperti aminoglikosida, tetrasiklin dan d-penisilamin, juga obat-obat yang menyerupai kurare 3 '9 .
PROGNOSIS Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih

baik dari pada orang dewasa. Dalam perjalanan penyakit, semua otot serat lintang dapat diserang, terutama otot-otot tubuh bagian atas, 10% MG tetap terbatas pada otot-otot mata, 20% mengalami insufisiensi pernapasan yang dapat 3 fatal, 10%,cepat atau lambat akan mengalami atrofi otot . Progresi penyakit lambat, mencapai puncak sesudah 3 - 5 tahun, kemudian berangsur-angsur baik dalam 1520 tahun dan 20% antaranya mengalami remisi. Remisi spontan pada awal penyakit terjadi pada 10% MG. RINGKASAN Miastenia gravis pada anak jarang. Gangguan MG berlokasi pada neuromuscular junction. Penyebab gangguan transmisi neuromuskuler merupakan suatu kelainan imunologik yang menyebabkan berkurangnya AChR pada membran postsinaptik. Klinik MG pada anak mempunyai 3 tipe: 1). neonatal transient MG, 2). neonatal persistent MG (congenital MG) dan 3). juvenile MG. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik, uji prostigmin serta pemeriksaan elektromiografi. Prinsip pengobatan ialah 1). mempengaruhi transmisi neromuskuler, 2). mempengaruhi proses imunologik dan 3). penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot. Prognosis pada anak sangat bervariasi, dan umumnya lebih baik daripada orang dewasa.

K E P U S T A K A AN

1.Rowland LP. Disease of Muscle and Neuromuscular Junction. In: Testbook of Medicine 13th ed. Eds. Beeson PP and Dermot WM. PhiladelphiaLondonToronto; WB Saunders Co. 1971; pp 350354. 2.Barnet HL and Einhorn AH. Pediatrics 15th ed. New York: AppletonCentury Crofts. 1972; pp 10369. 3.Oosterhius HJGH. Myasthenia Gravis: Klinisch Beeld, Pathofysiologie en Behandeling. Ned T Geneesk. 1983, 127: 176571. 4.Farmer TW; Pediatric Neurology 2nd ed. Maryland, New York, Evanston, San Francisco, London: Harper & Row, Publisher Hagerstown. 1975; pp 4926. 5.Kempe CH, Silver HK and O'Brien D. Current Pediatric Diagnosis and Treatment 4th ed. Los Altos, California: Lange Medical Publications. 1976, pp 5815. 6.Snead III OC, Benton JW, Dwyer D, Morley BJ, Kemp GE, Brodley RJ and Oh SJ. Juvenile Myasthenia Gravis. Neurology 1980; 30: 7329. 7.Sie Pek Giok. Myasthenia Gravis. Majalah Kedokteran Indonesia. 1961; 11 : 1726. 8.Mahar Mardjono dan Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar cetakan keempat. Jakarta PT Dian Rakyat. 1981, hal 134. 9.Newson DJ. Myasthenia Gravis. International Medicine. 1983; 1 : 176571. 10.Ford FR. Diseases of The Nervous System in Infancy, Childhood and Adolescence 5th ed.. Springfield, Illinois, USA: Charles C Thomas Publisher. 1966, pp 12609. 11.Gellis SS and Kagan BM. Current Pediatric Therapy. Philadelphia LondonToronto: WB Saunders Co. 1973, 4525. 12.Seybold ME and Lindstrom JM. Myasthenia Gravis in Infancy. Neurology. 1981, 31 ; 47680.

42

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

Perdarahan Intrakranial Pada Neonatus

Dr. Jonggu L. Tarau dan Dr. P. Nara Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang

PENDAHULUAN Perdarahan intrakranial pada neonatus (PIN) tidak jarang dijumpai. PIN mempunyai arti penting karena dapat menyebabkan kematian atau cacat jasmani dan mental1 . PIN ialah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. Sebabnya PIN banyak. Sering PIN tak dikenal/dipikirkan karena gejala -gejalanya tidak khas. PIN meliputi perdarahan epidural, subdural, subaraknoid, intraserebral/parenkim dan intraventrikuler 2 . Penatalaksanaan dan penanggulangan PIN masih kurang memuaskan. Untuk menurunkan angka kejadian PIN, usaha yang lebih penting ialah profilaksis seperti perawatan prenatal, pertolongan persalinan dan perawatan postnatal yang sebaik-baiknya. Pada umumnya prognosis PIN tidak terlalu menggembirakan. Makalah ini membahas sekedar insidensi, etiologi, patogenesis, gambaran klinik, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis dan pencegahan PIN yang berkaitan dengan persalinan. INSIDENSI Dilaporkan angka berbeda-beda tentang insidensi PIN. Holt 3 menemukan pada otopsi bayi-bayi lahir mati dan yang meninggal dalam 2 minggu pertama, 30% PI. Menurut Saxena 4 13,1% kematian perinatal oleh PI. Angka kematian PI pada bayi prematur 5x lebih tinggi daripada bayi cukup bulan (BCB). Laki-laki : perempuan = 5 : 2,7 (Saxena), 1,9 : 1 (Banerjee)4, 6 ETIOLOGI Trauma kelahiran 1. partus biasa. pemutaran/penarikan kepala yang berlebihan. disproporsi antara kepala anak dan jalan lahir sehingga terjadi mulase 6 . 2. partus buatan (ekstraksi vakum, cunam). 3. partus presipitatus. Bukan trauma kelahiran: umumnya ditemukan pada bayi

kurang bulan (BKB). Faktor dasar ialah prematuritas dan yang lain merupakan faktor pencetus PIN seperti hipoksia dan iskemia otak yang dapat timbul pada syok, infeksi intrauterin, asfiksia, kejang -kejang, kelainan jantung bawaan, hipotermi, juga hiperosmolaritas/hipernatremia1,5,7 Ada pula PIN yang disebabkan oleh penyakit perdarahan/gangguan pembekuan darah. PATOGENESIS Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/ robekan pembuluh-pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena trauma kelahiran, faktor dasar ialah prematuritas; pada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan pada beberapa tempat tertentu jalannya berkelok - kelok, kadang - kadang membentuk huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor -faktor pencetus (hipoksia/iskemia). Keadaan ini terutama terjadi pada perdarahan intraventrikuler/periventrikuler. Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis PIN yang banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena kortikal yang menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada duramater. Perdarahan subdural lebih sering pada BCB daripada BKB sebab pada BKB vena-vena superfisial belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi 6 . Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan dan membentuk hematoma subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler. Gejala-gejala dapat ti mbul segera dapat sampai berminggu-minggu, memberikan gejala-gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun.
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 43

Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yang biasanya ditemukan pada persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan dengan fungsi likuor. Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat hebat (kecelakaan)8 . Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang gabungkan bersama perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan periventrikuler7. Dari semua jenis PIN, perdarahan periventrikuler memegang peranan penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 7590% perdarahan peri ventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral. Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan perdarahan intraventrikuler1 Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat meninggikan tekanan darah otak yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah. GAMBARAN KLINIK Gejala-gejala PIN tidak khas, dan umumnya sukar didiagnosis jika tidak didukung, oleh riwayat persalinan yang jelas. Gejala-gejala berikut dapat ditemukan : Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekanan intrakranial, misalnya pada perdarahan subaraknoid. Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable, twitching, opistotonus. Gejala-gejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan menunjukkan adanya perdarahan subdural , kadang-kadang juga perdarahan subaraknoid oleh robekan tentorium yang luas. Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif. Kadang-kadang ada perdarahan retina, nistagmus dan eksoftalmus. Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajat perdarahan dan kerusakan susunan saraf pusat. Apnea dapat berupa serangan diselingi pernapasan normal/takipnea dan sianosis intermiten. Cephalic cry (menangis merintih). Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular (snake like flicking of the tongue) menunjukkan perdarahan yang luas dengan kerusakan pada korteks 9 . Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan kematian bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak berlangsung lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila perdarahan berlangsung lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis yang menetap. Kelumpuhan lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otot-otot pergerakan mata, otot-otot muka/anggota gerak (monoplegi/hemiplegi) menunjukkan perdarahan subdural/ parenkim.
44 Cermin Dunia Kedokteean No. 41, 1986

Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan ialah gangguan kesadaran (apati, somnolen, sopor atau koma), tidak mau minum, menangis lemah, nadi lambat/cepat, kadang-kadang ada hipotermi yang menetap. Apabila gejala-gejala tersebut di atas ditemukan pada bayi prematur yang 2448 jam sebelumnya menderita asfiksia, maka PI dapat dipikirkan. Berdasarkan perjalanan klinik, PIN dapat dibedakan 2 sindrom7 : 1. saltatory syndrome: gejala klinik dapat berlangsung berjamjam/berhari-hari yang kemudian berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh sempurna tetapi biasanya dengan gejala sisa. 2. catastrophic syndrome. gejala klinik makin lama makin berat, berlangsung beberapa menit sampai berjam-jam dan akhirnya meninggal. LABORATORIUM pemeriksaan likuor terutama untuk perdarahan subaraknoid dan intraventrikuler/periventrikuler. Tujuan fungsi lumbal pada PIN untuk diagnostik, sebagai pengobatan (mengurangi tekanan intrakranial) dan untuk mencegah komplikasi hidrosefalus (fungsi lumbal berulang-ulang). Pada pemeriksaan likuor dapat dijumpai tekanan yang meninggi, warna merah/santokrom, kadar protein meninggi, kadar glukose menurun. Bila cairan likuor berdarah, dianjurkan CT Scan untuk mengetahui lokalisasi dan luasnya perdarahan. pada pemeriksaan darah dapat ditemukan: tanda-tanda anemi posthemoragik analisa gas darah (0 2 dan CO 2 ) gangguan pembekuan darah terutama pada PIN yang non traumatik. Mc Donald dkk mendapat kadar rendah fibrinogen, trombosit, antitrombin III & faktor VIII 10 . Faktor-faktor ini menjadi normal bila keadaan bayi membaik. Foto kepala tidak dapat menunjukkan adanya perdarahan, hanya fraktur yang sukar dibedakan dengan sutura, lipatanlipatan kulit kepala dan mulase. Pemeriksaan ultrasonografi banyak digunakan. Berdasarkan USG, Burstein dkk menentukan derajat perdarahan intraventrikuler sebagai berikut l1 derajat 0 : tidak ada perdarahan intrakranial. derajat I : perdarahan hanya terbatas pada daerah subependimal. derajat II : perdarahan intraventrikuler. derajat III : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel. derajat IV : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel dengan perluasan ke parenkim otak. Derajat I & II umumnya ringan, pada pemeriksaan ulangan 34 minggu kemudian biasanya tidak ditemukan kelainan lagi. Derajat III & IV umumnya berprognosis buruk, bila tidak meninggal akan disertai komplikasi berat seperti hidrosefalus. Dengan computerized tomography (CT Scan) semua jenis PIN dapat diketahui 12 . Cara ini tidak secara rutin karena biayanya sangat mahal. DIAGNOSIS Diagnosis PIN sangat sukar, terutama bila tidak ada hubungan dengan trauma kelahiran karena gejala-gejalanya tidak khas. Khusus pada neonatus/BKB, sekitar 20% kasus dengan gejalagejala yang diduga PIN, ternyata bukan. Oleh karena itu, PIN harus didiagnosis banding dengan beberapa penyakit

Karena kemajuan obstetri, PIN oleh trauma kelahiran sudah sangat berkurang. Mortalitas PIN non traumatik 5070% 7 . Prognosis PIN bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan, umur kehamilan, cepatnya didiagnosis dan pertolongan. Pada perdarahan epidural terjadi penekanan pada jaringan otak ke arah sisi yang berlawanan, dapat terjadi herniasi unkus dan kerusakan batang otak. Keadaan ini dapat fatal bila tidak mendapat pertolongan segera. Pada penderita yang tidak meninggal, dapat disertai spastisiPENATALAKSANAAN tas, gangguan bicara atau strabismus. Kalau ada gangguan Diusahakan tindakan dibatasi untuk mencegah terjadinya serebelum dapat terjadi ataksi serebeler. Perdarahan yang meliputi batang otak pada bagian formasi retikuler, memberikan kerusakan/kelainan yang lebih parah14 . Bayi dirawat dalam inkubator yang memudahkan observasi sindrom hiperaktivitet. kontinu dan pemberian O 2 . Perlu diobservasi secara cermat: Pada perdarahan subdural akibat trauma, menurut Rabe suhu tubuh, derajat kesadaran, besarnya dan reaksi pupil, dkk, hanya 40% dapat sembuh sempurna setelah dilakukan aktivitas motorik, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung fungsi subdural berulang-ulang atau tindakan bedah 16 . Per(bradikardi/takikardi), denyut nadi dan diuresis. Diuresis darahan subdural dengan hilangnya kesadaran yang lama, kurang dari 1 ml/kgBB/jam berarti perfusi ke ginjal berkurang, nadi cepat, pernapasan tidak teratur dan demam tinggi, memdiuresis lebih dari 1 ml/kgBB/jam menunjukkan fungsi ginjal punyai prognosis jelek. baik 15 Pada perdarahan intraventrikuler, mortalitas bergantung Menjaga jalan napas tetap bebas, apalagi kalau penderita pada derajat perdarahan17. Pada derajat 12 (ringan-sedang), dalam koma diberikan 0 2 . Bayi letak dalam posisi miring angka kematian 1025%, sebagian besar sembuh sempurna, untuk mencegah aspirasi serta penyumbatan larings oleh lidah sebagian kecil dengan sekuele ringan. Pada derajat 34 (sedangdan kepala agak ditinggikan untuk mengurangi tekanan vena berat), mortalitas 5070% dan sekitar 30% sembuh dengan serebral. sekuele berat. Sekuele dapat berupa cerebral palsy, gangguan Pemberian vitamin K serta transfusi darah dapat dipertim- bicara, epilepsi, retardasi mental dan hidrosefalus. Hidrosefalus bangkan. merupakan komplikasi paling sering (44%) dari perdarahan Infus untuk pemberian elektrolit dan nutrisi yang adekuat periventrikuler7 .
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 45

pada neonatus yang memberikan gejala -gejala yang hampir sama, misalnya Infeksi pada bayi baru lahir/neonatus yang dapat memberikan gejala- gejala kesukaran bernapas (apnea, takipnea, sianosis), lemah (letargi), kejang -kejang, muntah dan lain-lain. Untuk membedakan dengan PIN yaitu riwayat persalinan seperti ketuban pecah dini, infeksi perinatal pada ibu, ketuban keruh/berbau. Yang agak khas pada infeksi ialah hepatosplenomegali, ikterus, pneumoni 13 . Selain itu lekositosis. Tetanus neonatorum dengan kejang -kejang, dibedakan dengan PIN karena partus tetanus neonatorum umumnya oleh dukun. TN hampir selalu terjadi pada akhir minggu pertama, bayi mula-mula minum baik dan tiba-tiba sukar minum karena trismus dan gejala lain. Penyakit metabolisme (hipoglikemi) yang dapat memberikan kejang & letargi. Ibunya penderita DM dan perlu pemeriksaan kadar glukosa darah bayi. Kecanduan obat dari ibu, antara lain bayi kejang -kejang akibat ketergantungan vitamin B 6 karena ibunya sebelumnya mendapat pengobatan vitamin B 6 dosis tinggi. Dibedakan dengan PIN berdasarkan anamnesis dan pengobatan ex juvantibus pada bayi. Kelainan kongetinal saraf pusat memberikan gejala kejang dan letargi. Biasanya disertai kelainan kongenital lain, fungsi lumbal pada PIN kadang-kadang ada perdarahan. Respiratory distress of the newborn dengan apnea, sianosis, retraksi sternum dan kosta, merintih (expiratory grunting), bradikardi, hipotermi, kejang -kejang, hipotoni. Dibedakan dengan PIN yaitu gejala gangguan pernapasan dan riwayat persalinan (ibu toksemia, seksio sesar, perdarahan antepartum dan lain-lain). Lebih jelas, diagnosis PIN ditegakkan berdasarkan : anamnesis: riwayat kehamilan, persalinan, prematuritas, keadaan bayi sesudah lahir dan gejala - gejala yang mencurigakan. pemeriksaan fisik: adanya tanda-tanda PI, gejala - gejala nerologik, fraktur tulang kepala dan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial. pemeriksaan laboratorium: likuor dan darah. pemeriksaan penunjang: CT Scan USG dan foto kepala.

berupa larutan glukosa (510%) dan NaCl 0,9% 4:1 atau glukosa 510%dan Nabik 1,5% 4:1. Pemberian obat -obatan : valium/luminal bila ada kejang-kejang. dosis valium 0,30,5 mg/kgBB, tunggu 15 menit, kalau belum berhenti diulangi dosis yang sama; kalau berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan umum seterusnya. kortikosteroid berupa deksametason 0,51 mg/kgBB/24 jam yang mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak. antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama bila ada manipulasi yang berlebihan. Fungsi lumbal untuk menurunkan tekanan intrakranial, mengeluarkan darah, mencegah terjadinya obstruksi aliran likuor dan mengurangi efek iritasi pada permukaan korteks. Tindakan bedah darurat: Bila perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan explorative burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi, evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat 8 . Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhole dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik. Pada perdarahan intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran likuor, dilakukan shunt antara ventrikel lateral dan atrium kanan. PROGNOSIS

PENCEGAHAN Untuk mengurangi terjadinya PIN, yang paling penting ialah pencegahan, yang meliputi pemeriksaan ibu-ibu hamil secara teratur, memberikan pertolongan dan perawatan yang sebaik -baiknya, baik waktu persalinan maupun sesudah anak lahir. Perhatian khusus harus diberikan kepada bayi-bayi prematur (BKB) yaitu mencegah episode asfiksia sebelum dan sesudah persalinan. Dalam hal ini perlu monitoring keadaan bayi intrapartum, resusitasi segera sesudah lahir dan mencegah kemungkinan hipoksia oleh sebab-sebab lain 18 . Pemberian koagulans sebagai usaha untuk mencegah timbulnya PIN sampai saat ini belum ada persesuaian paham, tetapi pemberian vitamin K secara rutin pada BKB dapat dianjurkan. RINGKASAN Telah dilaporkan tinjauan kepustakaan perdarahan intrakranial pada neonatus yang berkaitan dengan persalinan. Menurut etiologi dapat dibedakan PIN yang traumatik/trauma kelahiran dan non-traumatik. Berkat kemajuan obstetri, PIN oleh trauma kelahiran sudah sangat berkurang. PIN non-traumatik yang ditemukan pada BKB merupakan masalah pediatrik, baik menyangkut diagnosis maupun penatalaksanaan dan pencegahannya.
KEPUSTAKAAN 1. Roberton NRC and Howart P. Hypernatremia as a Cause of Intracranial Haemorrhage. Arch Dis Child. 1975; 50: 938-41. 2. Menkes JH. Textbook of Child Neurology, 2nd ed. Philadelphia: Lea & Febiger. 1980; pp 421-8. 3. Holt LE, Mc Intosh R and Barnett HL. Paediatrics. 13th ed,

Appleton-Century-Crofts, Inc. 1962; pp 1034-8. 4. Saxena HMK, Mithilesh C, Santos KB and Gosh S. Intracranial Haemorrhage, A Cause of Perinatal Mortality. Indian Ped. 1978; 15: 403. 5. Banerjee CK, Narang A and Bhakov ON. Cerebral Intraventricular Haemorrhage and Autopsy. Indian Ped. 1977; 14: 115-6. 6. Behrman RE and Driscoll JM. Neonatology. St Louis: CV Mosby Co. 1973; pp 527-9. 7. Volpe JJ. Neonatal Periventricular Haemorrhage: Past, Present and Future. J Paed. 1978; 92: 693-5. 8. Leksmono PR, Hafid A dan Sajid DM. Cedera Otak dan Dasardasar Pengelolaannya. Cermin Dunia Kedokteran. 1984; 34: 32-4. 9. Schaffer and Avery. Intracranial Haemorrhage, Disease of Newborn. 3rd ed. Philadelphia-London-Toronto: WB Saunders Co. 1971; pp 601-5. 10. Mc Donald MM, Johnson ML, Rumack CM, Koops BL, Guggenheim MA and Hathaway WE. Role of Coagulopathy in Newborn Intracranial Haemorrhage. Pediatrics. 1984;74: 26-7. 11. Mc Donald MM, Koops BL, Johnson ML, Guggenheim MA and Hathaway WE. Timing and Antecedent of Intracranial Haemorrhage in The Newborn Pediatrics. 1984; 74: 32. 12. Susworo. Peranan Radiologik Pada Kelainan Otak. Cermin Dunia Kedokteran. 1984; 34: 28-9. 13. Purnomo Suryantoro, Moch Bachtiar dan Achmad Suryono. Penanganan Infeksi Pada Bayi Baru Lahir. Kumpulan Naskah Ilmiah Simposium dan Seminar Neonatologi, Jakarta 1977. 14. Nelson. Texbook of Pediatrics. 10th ed. Tokyo: Igaku Shoin Ltd. 1975. 15. Arhan Arief. Renjatan Pada Neonatus. BIKA I'KUI. 1983; hal 36-40. 16. Mealy J. Infantile Subdural Hematomas. The Ped Clinics North Am. 1975; 22: 433-5. 17. Volpe JJ. Intracranial Hemorrhage in The Newborn: Current Understanding and Dilemmas. Neurol. 1979; 29: 32-4. 18. Cole VA, Durbin GM, 011afson A, Reynolds EO, Rivers RP and Smith 1F. Pathogenesis. of Intraventicular Haemorrhage in Newborn Infants. Arch Dis Child. 1974;49: 722-3.

46

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

Penggunaan Obat-obat di luar DOEN Untuk Peserta BPDPK Yang Dirawat di RSU Madiun, Ponorogo & Magetan tahun 1984
Subagyo Martodipuro *), Rochjat Soetarmo **), Wahyu Hidayat *), Wasis Budiarto *) *) Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan **) Kantor BPDPK Jawa Timur

PENDAHULUAN Dalam pengelolaan suatu asuransi kesehatan, selalu ada ketentuan dan pembatasan dalam bentuk dan jenis pelayanan yang dapat diperolch peserta. Hal ini perlu untuk dapat mengontrol pengeluaran, sehingga ada keseimbangan antara premi yang dibayar oleh peserta dan santunan yang diperolehnya, bahkan ada kelebihan saldo yang diperlukan untuk investasi kapital. Untuk perawatan tinggal peserta BPDPK juga ada ketentuan, antara lain obat-obat yang diberkan di RSU Pemerintah sebaiknya berasal dari daftar obat esensial nasional (DOEN) sehingga peserta tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk beli obat sendiri. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahas, apakah obat non DOEN yang digunakan untuk peserta BPDPK sebenarnya dapat diatasi oleh obat yang tercantum dalam DOEN atau tidak. Apabila dapat, berarti akan meringankan beban peserta BPDPK. Dalam studi analisa biaya rawat tinggal peserta BPDPK di RSU Madiun, Ponorogo & Magetan 1984, telah disoroti 30 macam penyakit yang terbanyak diderita peserta, ditinjau dari biayanya. Berikut akan dibahas sebelas penyakit lain, yang ditinjau dari macam obatnya. METODIK 30 macam penyakit yang terbanyak diderita peserta BPDPK yang dirawat tinggal di RSU Madiun, Ponorogo dan Magetan telah disisihkan untuk dianalisa biaya. Dari sisanya penyakit yang diderita oleh 3 7 orang, ternyata terdapat sebelas macam penyakit seperti tersebut dalam tabel 1. Obat-obat yang digunakan yang tidak terdapat dalam DOEN dicatat dan ditinjau apakah dalam DOEN memang ada yang sejenis atau dapat disubstitusikan. HASIL Seluruhnya terdapat 46 kasus, yang terdiri atas struma, abses, hematokel, kombusio, hemoroid, artritis, neuritis,

tetanus, epilepsi, meningitis, morbili (lihat tabel 1). Obat-obat yang digunakan untuk penyakit -penyakit tersebut di atas tetapi tak tercantum dalam DOEN tercantum dalam lampiran I.
Tabel 1 : Penyakit dan obat-obatan non DOEN yang digunakan untuk penderita peserta BPDPK di RSU Madiun, Ponorogo dan Magetan

Macam penyakit 1. Struma 2. Abses, selulitis 3. Hematokel 4. Kombusio 5. Hemoroid 6. Artritis 7. Neuritis 8. Tetanus 9. Epilepsi 10. Morbili 11. Meningitis, ensefalitis

RSU Madiun RSU Ponorogo RSU Magetan Total 5 4 4 2 3 1 1 3 3 26 2 1 1 1 1 1 7 1 1 1 2 2 2 2 2 13 6 7 4 3 6 4 2 4 5 3 46

Total

Untuk penyakit - penyakit tersebut di atas, obat-obat yang dipakai yang tidak tercantum dalam DOEN golongan analgesik adalah Ponstan, Unagen, Xylomidon, Neonovapon, Alpara, Neuropiron; penenang Valium 5, Lexotan, Ativan. Untuk obat kardiovaskuler: Norpace, Coritrat, Vasodistal; golongan anti inflamasi: Danzen, Papase, Chymomed, Pehazon dan Flosint; Golongan antasid: Camalox, Polycrol; untuk saluran cerna: Dulcolax, Diarent; dan anti kolik: Baralgin, Spasmocibalgin. Untuk kortikosteroid oradexon. Golongan antibiotika Ampipen, Sanpiccillin, Kalpicillin 500, Binotal, Viccillin 1000, Viccillin S, Amoflox, Daniclox, Lincocin, Penstrep 10: 1h, Erysanbe, Kemicyclin, Kemicetin, Urfamycin, Pentrexyl, Neobiotic, Pyogenta, Bioplacenton dan Kemoterapika, Bactrim, Flagyl 500, Urosulfin. Ekspektoran
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 47

Silomat dan Plausitin. Golongan vitamin dan mineral: Neurobion, Ultravita, Kalysmon, Alinamin F, Ardivit, Hemafort Sangobion, Fercee, Theragran, Neurofort, Fenovit dan Tathion. Lain-lain Efortil, Betadine. Kandungan obat-obat tersebut di atas serta obat yang sejenis dalam DOEN dapat dilihat dalam lapiran II. DISKUSI Ada beberapa kemungkinan mengapa obat yang dipilih tidak dapat diperoleh dari rumah sakit secara bebas (untuk peserta BPDPK), 1) obat tersebut memang tidak tercantum dalam daftar obat esensial nasional (DOEN), 2) obat tersebut semula ada dalam DOEN 1981, tetapi dalam revisi tahun 1984, obat tersebut dikeluarkan dari daftar, 3) obat tersebut tercantum dalam DOEN, tetapi yang dituliskan adalah nama generik dan bukannya nama pabriknya, 4) obat tersebut ada dalam DOEN tetapi persediaannya sudah habis, 5) panitia DOEN memang belum memutuskan untuk mencantumkannya dalam daftar. Mengenai obat yang tidak dianggap perlu masuk dalam DOEN dapat dibagi dalam golongan obat yang dikategorikan sebagai pemborosan, seperti vitamin dan mineral dalam dosis tinggi, misalnya Neurobion, Ultravita, Kalysmon, Alinamin F, Ardivit, Hemafort, Sangobion, Fercee, Theragran, Neurofort dan Fenovit. Dapat juga karena sebenarnya kegunaannya masih diragukan, seperti obat enzim anti radang, misalnya obat yang mengandung tripsin, kimotripsin,serasio peptidase prolase 300. Sebagai usaha tubuh untuk melokalisir infeksi, terjadi membran abses. Anti inflamasi enzimatik mengadakan lisis proteolitik sehingga anti biotika dapat menembus membran tersebut dan membunuh kuman yang ada dalam kantung abses. Tetapi kalau anti inflamasi enzimatik tersebut diberikan tanpa antibiotika, lisis proteolitik membran abses tersebut dimanfaatkan oleh kuman untuk menembus membran dan menyebar ke luar. Mengenai analgesika non narkotik dalam DOEN dibatasi dengan metampiron, asetosal dan paracetamol; asam mefenamat, glafenina tidak ada dalam DOEN, begitu pula analgesik campuran seperti metampiron dengan klordiasepoksid tidak masuk dalam daftar. Sekiranya diperlukan pemakai dapat mengkombinasikannya sendiri sebab komponennya sudah ada. Yang penting pemakai .harus yakin, obat apa yang sebenarnya diinginkan dan mana yang tidak dunginkan. Contoh obat yang semula ada dalam DOEN 1981, kemudian dikeluarkan dari DOEN 1984 antara lain asam askorbat suntik dan piridoksin hidroklorida suntik, tetapi dalam bentuk tablet masih ada. Yodium povidon 1% tidak ada lagi, tetapi dalam larutan 10% ada. Emetine hidroklorida suntik, tidak ada lagi dalam daftar, tetapi dihidroemetina masih ada. Mengenai pencantuman obat dalam DOEN sudah ditegaskan bahwa obat tersebut ditulis dalam nama generik. Hal ini mengharuskan pemakai untuk mempelajari kembali namanama generik. Pada awalnya hal ini tampaknya ganjil, tetapi dengan sedikit kemasan, nama generikpun dapat diingat dengan mudah, walaupun kalau perlu menggunakan catatan khusus di meja tulis atau di dinding ruang kerja. Hal ini akan mengingatkan kita untuk bekerja secara konsisten, misalnya apabila kita beranggapan bahwa metampiron terlalu toksis untuk digunakan pada penderita, jangan sampai
48 Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

menggunakan obat tersebut walaupun menggunakan nama lain. Dengan nama pabrik mungkin lebih jelas, tidak mau memakai antalgin, tetapi masih mau menggunakan xylomidon yang isinya tidak lain adalah metampiron juga. Mengenai persediaan obat habis, walaupun obat tersebut tercantum dalam DOEN, merupakan masalah kronis yang seharusnya dapat dipecahkan. Biasanya tidak semua obat akan habis persediaannya, tetapi ada obat lain yang bertumpuk karena jarang dipakai. Jadi perlu dijaga keseimbangan stok obat, dengan memesan obat sesuai dengan penggunaannya. Dalam DOEN 1984 untuk obat vasodilatator koroner perifer memang belum ditetapkan obat-obat pilihannya. Dalam hal ini ada keleluasaan untuk menentukan macam obatnya sendiri. Dengan menyadari hal-hal tersebut di atas, dokter dapat membatasi dirinya untuk menggunakan obat yang tercantum dalam DOEN apabila ia harus merawat penderita peserta BPDPK atau penderita umum yang tergolong ekonomi lemah. Untuk penderita yang mampu membayar sendiri atau yang dibayarian oleh fihak ketiga dan tidak ada restriksi, dapat saja diberi resep obat yang mahal asal pemberiannya rasional. Melihat daftar obat yang digunakan untuk penderita peserta BPDPK, dapat dilakukan penggolongan, 1) analgesik anti inflamasi, 2) antibiotika kemoterapika, 3) obat kardio vaskuler, 4) antasid 5) sedativa, 6) kortikosteroid, 7) ekspektoran dan 8) vitamin & mineral. Dalam DOEN telah dicantumkan berbagai analgesik yang dapat dipilih, a.l. asetosal, metampiron dan paracetamol. Kalau dianggap kurang poten, dapat diperkuat dengan analgesik narkotik, atau dengan penenang, yang juga ada dalam DOEN. Asam mefenamat tidak banyak keunggulannya terhadap analgesik yang ada, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa untuk analgesik dapat diatasi oleh obat dalam DOEN. Mengenai penggunaan antibiotika untuk kasus-kasus di atas, sebagian saja yang tercantum dalam DOEN, yakni ampisilin tunggal, tetapi karena yang tertulis adalah nama pabrik, dapat saja dianggap obat tersebut (ampipen, sanpicillin, kalpicillin, binotal, vissillin) tidak ada dalam daftar. Dengan perkataan lain, kalau dikehendaki untuk mendapatkan obat dari rumah sakit, perlu digunakan nama generik. Tetapi obat campuran, ampisilin dengan kloksasilin, amoksilin dengan flukloksasilin, ampisilin dengan dikloksasilin, memang tidak ada dalam DOEN. Begitu pula campuran kloramfenikol dengan tetrasiklin dan penstrep 10 : 12 dan 6 : . Untuk dua campuran terakhir masing-masing komponennya dicantumkan dalam DOEN. Sedangkan levo kloramfenikol juga, tidak ada dalam daftar. Eritrosin dan linkomisin ada dalam daftar, asal disebutkan nama generiknya. Obat kardiovaskuler yang digunakan kesemuanya tidak ada dalam DOEN (Norpace, Coritrat, Vasodistal, Effortil). Pada umumnya obat yang tercantum dalam DOEN itu obat tunggal dengan jumlah pilihan cukup banyak (antiangina, anti aritmia, antihipertensi, glikosida jantung dan vasodilatator koroner). Antasid yang tercantum dalam DOEN adalah kombinasi antara aluminium hidroksida dengan magensium hidroksida saja. Obat yang dipilih (Camalox dan Polycrol) adalah obat kombinasi yang lebih kompleks, jadi tidak ada dalam DOEN. Dari sedativa yang ditulis (bromazepam, lorazepam, valium), hanya diazepam yang tercantum dalam DOEN, yang lainnya tidak. Mengenai kortikosteroid (oradexon) ada dalam DOEN sebagai deksametason, jadi bukan masalah.

Ekspektoran yang ditulis (Silomat dan Plausitin) keduanya tidak ada dalam DOEN, karena keduanya adalah kombinasi obat yang kompleks. Yang tersedia dalam DOEN adalah dekstrometorfan, sirup timi, bromheksin dan gliseril guayakolat, OBP/OBH, kodein. Dokter dipersilahkan membuat kombinasinya sendiri, kalau apotekernya bersedia. Tentang vitamin dan mineral dosis tinggi tidak disediakan dalam DOEN. Alasannya dapat diterima, bahwa vitamin hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit saja dalam keadaan seharihari, dan kelebihannya akan terbuang bersama air seni. Dalam hal kekurangan vitamin, maka bukan semua vitamin yang dibutuhkan, melainkan hanya vitamin tertentu saja. Dan yang terakhir ini yang dicantumkan dalam DOEN, yakni asam askorbat, piridoksi, retinol, tiamina dan vitamin B kompleks. Di samping itu ditambah dengan asam folat, zat besi dan sianokobalamin. KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, analgesik yang tersedia dalam DOEN dapat mencukupi, anti inflamasi dapat dipertimbangkan apabila dianggap bahwa antibiotika yang diberikan akan tidak efektif. Antibiotika yang terdapat dalam DOEN cukup variasinya asal digunakan nama generik. Obat kardiovaskuler cukup banyak macamnya, sebaliknya dengan antasid dalam DOEN hanya didapatkan kombinasi yang sangat terbatas. Tetapi bila diinginkan dapat ditambahkan sedativa sendiri. Kortikosteroid dalam DOEN cukup banyak, asal digunakan nama generik. Ekspektoran dalam DOEN merupakan obat-obat tunggal, tetapi macamnya cukup. Mengenai vitamin dan mineral dalam dosis tinggi, memang tidak diperlukan, karena sebagian besar toh , akan dikeluarkan melalui air seni. Lampiran I Obat-obat yang tidak tercantum dalam DOEN saja yang disebutkan di sini. Di samping itu, perlu diingat bahwa yang dicantumkan dalam DOEN adalah nama generik, sehingga ada kemungkinan jenis obat yang ingin digunakan itu ada, namun karena nama pabrik yang disebutkan, dianggap tidak ada dan penderita harus membelinya di apotek luar. Di samping itu masalahnya kadang - kadang karena kemasannya.
Struma : Valium 5 Neuritis Ponstan Danzen Xylomidon Penstrep 10 : 12 Viccillin S Kalpicillin 500 mg Tetanus Sangobion Fercee : Danzen Epilepsi Ponstan Vasodistal Coritrat Norpace Meningitis Lincocin Penstrep 10 : 12 Viccillin S Theragran Neurofort : Bioplacenton Morbili Penstrep 6 : 12 : Tathion Neurobion Ultravita Camalox Sanpiccillin 500 : Efortil Betadin : Penstrep 6 : 12 Diarent Plausitin Neurobion Neuropyron Lexotan Alinamin F Dibecasin Valium 2.5 Pentrexyl

Hematokel, sistokel

Binotal Ponstan : Hesna Ativan Urosulfin Penstrep 10 : Chymomed Kemicyciin Kemicetin Alinamin Sangobion Fenovit : Unagen . Ponstan Danzen Papase Dulcolax Diarent Evisol Spasmocibalgin Valium 5 Ketalar Ampipen Viccillin 1000

Bactrim Artritis : Neonovapon Penstrep 125 mg Oradexon Silomat Polycrol Baralgin Veronax Flosint Alpara Flagyl 500 Kalysmon Erysanbe

Hemoroid

Lampiran II
Pengelompokan obat : analgesik, penenang, anti inflamasi, vasodilatator, antasid, obat anestesi, antibiotika, vitamin, dll.

Obat
Ponstan (asam mefenamat)

DOEN

Catatan
Kurang efektif dibanding aspirin, tapi lebih toksis. Tak boleh digunakan lebih dari satu minggu. Dapat menyebabkan agranulositosis. Reaksi bersifat alergik, tidak tergantung pada dosis.

Unagen (mengandung mempiron, klordiasepoksida) Xylomidon (metampiron, aminofenagon, xilokain) Neovapon (asetoaminofen, tipetidina hibenzat, fenilpropanolamina, klorfeniramina, etoksibenzamida, kofeina) Alpara (parasetamol) Neurop yron (metampiron, klordiazepoksid, diazepam) Baralgin (metampiron, pipazetat HCI, fenpipramid) Spasmocibalgin (Propifenazon, dialilbarbiturat) Amfipen (ampisilin) Sampicitlin (ampisilin) Kalpicillin 500 (ampisilin)

Antalgin (metampiron) Metampiron (Antalgin) Parasetamol (asetoaminofen)

"

Abses

Ampisilin " "

Kombusio

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

49

Binotal " (ampisilin) Viccillin 1000 " (ampisilin) Viecillin S (ainpisilin + kloksasilin) Amoflox (amoksilin + fluklosalin) Danicdox Natrium (ampisilin + dikloksasilin) dikloksasilin Lincocin Linkomisina (linkosina) Penicilin 10 juta Penstrep 10 : , 6 : Streptomisin 1 gram Eritromisina Erysanbe stearat Eritromisina etil suksinat Kloramfenikol Kemicyclin Tetrasiklina (kloramfenikol + stetrasiklin HCI Hidroklorida Kemicetin (levo kloramfenikol) Urfamycin (tiamfenikol) Pentrexyl Neobiotic (neomisina) Bactrim (sulfametoksazol + trimeprim) Flagyl 500 (metronidazol) Pyogenta Bioplacenton (ekstrak plasenta + neomisina) Dulcolax (bisakodil) Diarent (kliokinol) Oradexon (deksmetason) Urosulfin (sulfametizol, fenazopiridina HCI) Camalox (magnesium hidoksida, aluminium hidroksida, kalsium karbonat) Polycrol (metilpolisiloksan, magnesium hidroksida, aluminium hidroksida) Pehazon (aminofenazon, fenilbutazbn) Flozint (indoprofen) Ampisilin Kotrimoksazol

Danzen (serasiopeptidase)

Mempercepat penyembuhan jaringan, mengeluarkan nanah dan eksudat dari daerah peradangan.

Papase (prolase- 300) Lexo tan (bromazepan) Valium 5 Ativan (lorazepam) Efortil (etilfenilefrin) Norpace (disopiramida) Coritrat (prokainamida, ajmalina, kinidina, fenobarbital, teofilina, meprobramate) Vasodistal (sinepazida maleat) Neurobion

Diazepam Hipotensi ortostatik Antiaritmia Ekstrasistol supraventri kuler, takhikardia paraksismal, fibrilasi atrial Arteritis anggota bawah

Asam askorbat 50 mg Piridoksin Hidroklorida 10 mg Retinol 50.000 IU Tiamina Hidroklorida 50 mg Vitamin B kompleks Asam folat 1 mg Besi sulfat 7 H 2O 300 mg Sianokobalamin 500 mcg Dekstrometorfan Kodeina Sir. Timi Bromheksin HCI OB H/OB P Yodium povidon -

Ultravita

Kalysmon Metronidazol Gentamisin Dexametason Aluminium hidroksida Magnesium hidroksida ,, Alinamin F Ardivit Hemafort

Sangobion Ferree Theragran Neurofort Fenovit Tathion (glutation) Silomat (klobutinol HCI, orsiprenalina-SO4) Plausitin (morklofon, gliserilguaiakolat, ekstrak balsam Tolu) Betadine (poviden iodida) Chymomed (tripsin + kimotrip sin)

50

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

PERKEMBANGAN
COMMOND COLD : Ada Obatnya ?
Sejauh ini, common cold atau sering kita sebut "flu", meski bukan influensa yang sebenarnya tetap tegas bertahan terhadap kemajuan pengobatan modern. Seakan-akan tiada yang dapat kita lakukan untuk mencegah kedatangannya yang rutin itu, atau mengobati gejala-gejalanya. Diperkirakan pasaran obat "flu" dan sejenisnya di Indonesia mencapai ratusan juta rupiah. Dan, seperti sering diamati oleh para medikus praktikus, gejala -gejala common cold ini akan hilang dalam 1 minggu bila diobati secara intensif dengan antibiotika dan lain-lain; sebaliknya,bila dibiarkan, ia akan lenyap dalam 7 hari. Meski belum ada kemajuan berarti dalam 30 tahun terakhir ini, ada beberapa hal yang patut kita catat. Misalnya, kepastian bahwa ia disebabkan oleh virus. Lebih dari 200 jenis virus (yang secara serologik berbeda) dapat menyebabkan gejala ini. Banyak di antaranya termasuk golongan miksovirus, paramiksovirus, adenovirus, koronavirus, dan pikornavirus. Dari berbagai golongan itu, yang terpenting ialah rinovirus, yang ditemukan pada sekitar 30 50 persen penderita. Penyebab penyakit ini tampaknya berubah-ubah, tergantung dari iklirn, usia pasien, epidemiologinya, dan beberapa faktor lainnya; pada beberapa keadaan, kita dapat ramalkan jenis virus tersebut. Tapi, karena begitu banyak penyebabnya, dapat dipahami mengapa serangan penyakit ini tampak rutin, dan sejauh ini, kita gagal membuat vaksinnya. Banyak mitos tentang common cold ini. Karena begitu seringnya ia ditemui , dan hampir semua orang pernah mengalaminya. Nama common cold, atau di Indonesia "masuk angin", memperkirakan adanya hubungan penyakit dengan hawa dingin. Tapi, telah dibuktikan bahwa hawa dingin, atau berendam di air dingin, tidak mengurangi imunitas kita terhadap virus ini atau mengaktifkan infeksi laten, sekurangkurangnya untuk common cold ini. Hubungan dengan hawa dingin itu mungkin akibat banyaknya virus tersebut di musim tertentu. Kemajuan lain yang dicapai dalam dekade terakhir ini ialah, bertambahnya pengetahuan kita tentang mekanisme penularannya. Beberapa virus memang dapat ditularkan lewat udara (aerosol) dalam jarak jauh. Tapi common cold tampaknya hanya dapat ditularkan lewat kontak yang erat saja. Penularan virus itu konon terjadi lewat tangan si penderita, ke tangan orang yang rentan, yang kemudian menginokulasi sendiri konjungtiva mata atau mukosa hidungnya dengan tangannya. Yang mengherankan ialah, konon rongga mulut kita bukan tempat yang ideal untuk inokulasi virus tadi. Mengingat kemajuan - kemajuan ini, tampaknya ada be berapa cara untuk mencegah penyakit ini. Banyak infeksi virus yang dapat ditanggulangi dengan vaksin. Susahnya, vaksin rinovirus tidak cukup dapat meningkatkan jumlah antibodi IgA hidung. Selain itu, kekebalannya tidak berlangsung seumur hidup. Maka pendekatan kedua, pencegahan transmisi, tampak lebih inenarik. Sering mencuci tangan, atau pemakaian krim antivirus di tangan, dan penggunaan kertas tissue yang telah diberi zat antivirus, mungkin dapat mengurangi penularan. Tapi, cara-cara itu tidak praktis. Yang dapat dilakukan cuma anjuran mencuci tangan setelah kontak dengan penderita penyakit ini. Dari zat-zat antivirus yang tersedia, ternyata zat yang in-vitro ampuh sekali terhadap rinovirus, seperti enviroksim, tidak terbukti berguna dalam percobaan klinik. Zat yang paling menarik perhatian ialah interferon, zat antivirus broadspektrum yang sekurang-kurangnya diharapkan efektif untuk beberapa jenis virus common cold. Tapi, penelitian awal menunjukkan bahwa diperlukan jumlah interferon yang besar sekali, sehingga pendekatan ini menjadi tak praktis. Zat penginduksi interferon konon juga tak banyak berguna. Dengan munculnya teknis pengutak - atikan DNA, inter feron dapat dibuat dalam jumlah yang cukup banyak. Belakangan konon dibuktikan bahwa interferon alfa dapat mencegah common cold eksperimental di laboratorium. Tapi, untuk membuktikan manfaat kliniknya, diperlukan sejumlah besar orang percobaan. Dan ini belum dapat dilakukan, karena ternyata interferon punya toksisitas terhadap hidung: menyebabkan ulserasi dan pendarahan. Sehingga profilaksis jangka panjang belum berani dicoba. Bulan lalu, majalah New England Journal of Medicine memuat laporan tentang dua penelitian terpisah yang menunjukkan hasil hampir sama. Yang satu penelitian di Australia, sedang lainnya penelitian di Amerika Serikat. Keduanya memakai interferon alfa dalam 'bentuk spray, untuk pencegahan jangka pendek bila ada anggota keluarga yang terkena common cold. Keduanya, secara meyakinkan, menunjukkan bahwa semprotan di hidung itu memang dapat mengurangi frekuensi serangan penyakit pada keadaan di mana keuntungan dianggap melebihi kerugian, yakni 10% risiko perdarahan hidung. Keadaan yang dimaksud ialah pada saat seorang anggota keluarga terserang common cold. Yang sangat mengherankan ialah, dua penelitian, yang di lakukan di dua benua yang terpisah jauh itu, ternyata memberi hasil hampir serupa. Maka, kita boleh cukup yakin akan data hasil penelitan itu. Sayang, semua efek yang dilihat itu adalah pada infeksi rinovirus; dan tidak terlihat keefektifannya pada common cold yang diakibatkan virus lain. Jadi, meski rinovirus dapat dicegah sebesar 78 79 persen, hanya 39 41 persen common cold yang dapat dicegah. Maka, agar mencapai hasil maksimal, semprotan itu sebaiknya diberikan hanya pada kasus-kasus yang diperkirakan disebabkan oleh rinovirus. Ini, kalau mau, dapat banyak membantu
Cermin Dunia Kedokteran, No. 41, 1986 51

dengan laporan-laporan epidemiologik. Bagaimana pun, common cold masih merupakan tantangan bagi dunia kedokteran.

Angina dan Penyakit Esofagus


Telah lama diketahui bahwa angina pektoris dapat berkaitan dengan penyakit - penyakit lain. Maka timbul istilah anginaterkait (linked angina), di mana faktor -faktor gastrointestinal, bilier, dan skeletal mencetuskan serangan angina sejati pada pasien yang positif menderita penyakit jantung koroner. Mekanismenya tak jelas berkaitan dengan peningkatan kerja jantung. Dulu ia merupakan konsep umum, tapi kini tak banyak klinisi yang memperhatikannya bila ia menangani pasien penyakit jantung koroner. Rasa nyeri yang khas timbul bila pasien membungkuk; bisa juga terjadi sesudah makan atau ketika gejala refluks esofagus meningkat. Salah satu contoh yang nyata ialah pasien Morris (1963) yang berusia 50 tahun dan menderita hiatus hernia plus angina. Nyeri dada dan perubahan EKG akan muncul bila pasien berolahraga, berbaring segera setelah makan, atau bila hernianya digembungkan dengan larutan barium. Pembedahan terhadap hernia tersebut menyebabkan serangan angina dan perubahan EKG hilang bila pasien makan; tapi gejala tak berubah bila dia berolahraga. Pasien dengan angina -terkait ini mendapat nyeri yang khas dan menunjukkan perubahan EKG yang jelas bila esofagus dirangsang dengan meneteskan asam, cairan garam faali, atau dikembungkan dengan balon. Pada kebanyakan kasus, pencetus iskemia tadi bukannya kontraksi esofagus yang terlalu hebat, tapi refluks asam lambung ke esofagus. Diduga, respons simpatik terhadap nyeri esofagus itu meningkatkan kebutuhan oksigen melewati batas kritisnya. Suatu kemungkinan lain ialah, stimulasi esofagus mungkin memulai angina dengan mengurangi suplai oksigen miokardium. Pada anjing, terbukti bahwa refleks vagal viserokardiak dapat mengerutkan arteri koroner bila bagian bawah esofagus dikembungkan dengan balon. Efek ini dapat dihilangkan oleh atropin atau vagotomi. Namun, refleks semacam ini belum terbukti ada pada manusia. Pengetahuan tentang pengaruh esofagus ini kini makin mudah diselidiki berkat 2 perkembangan terakhir; makin canggihnya tes-tes untuk mendiagnosis penyakit jantung koroner, dan kemajuan pengetahuan tentang kelainan -kelainan motilitas yang menyebabkan nyeri mirip-angina. Sebelum arteriografi koroner banyak dipakai, penyakit jantung koroner sering dianggap ada bila riwayat penyakitnya menyokong angina, meskipun EKG normal. Kini, angiografi menunjukkan bahwa arteri koroner adalah normal pada seperempat pasien yang diduga angina. Pada pasien - pasien inilah antara 17 100% ditemukan adanya penyakit sofagus (Besarnya variasi prevalensi tadi disebabkan karena perbedaan kriteria para peneliti tersebut). Juga, tes-tes standar yang kini ada, yakni endoskopi dan pemeriksaan radiografi dengan barium, ternyata amat tidak sensitif dibanding dengan manometri, penelitian transit dengan radionuklid, dan penelitian pH. Hubungan antara nyeri kardiak dan nyeri esofagus itu menjadi makin rumit karena pada pasien - pasien nyeri esofagus,
52 Cerrnin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

banyak sekali ditemukan kelainan EKG. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa nyeri semacam ini dapat juga dicetuskan bila pasien diminta hiperventilasi. Dengan ditegakkannya sindroma ini, masalah nyeri dada menjadi makin ruwet. Tapi, patut diingat bahwa nyeri akibat spasme koroner itu jauh lebih jarang daripada nyeri spasme esofagus. Pada penelitian Dart, dari 98 pasien nyeri angina yang arteri koronernya normal, ditemukan gejala ini pada 17 pasien, dan hanya pada 1 pasien ditemukan spasine koroner. Nyeri esofagus tadi dapat juga dicetuskan pada pasienpasien yang jelas-jelas menderita kelainan arteri koroner. Pada pasien -pasien tadi, pengembungan esofagus sering mencetuskan nyeri angina, dan segera hilang bila balon dikempiskan. Anehnya, nyeri tadi tak disertai kelainan EKG pada pasienpasien tersebut. Mengingat semua ini, diagnosis angina harus dilakukan dengan amat berhati-hati, untuk mencegah pasien menjadi penderita "penyakit jantung palsu". Tapi, pasien - pasien koroner yang juga menunjukkan nyeri esofagus, hendaklah diperingatkan agar berhati-hati. Karena ada petunjuk bahwa pasien demikian cenderung mengalami infark jantung. Mungkin karena sindroma ini menunjukkan bahwa kelainan koroner telah meluas. Mengingat bahwa cara mendiagnosis nyeri esofagus itu cukup mudah, yakni dengan instilasi asam ke esofagus, ada baiknya pada pasien -pasien yang dicurigai, tes ini dilakukan.
Lancet 1986; i : 191-2

SURAT KETERANGAN SAKIT DAN SEHAT Belakangan ini, masalah Surat Keterangan Sakit banyak dibicarakan dalam surat kabar. Terutama dalam kaitan dengan perkara Drs N.U. yang dikabarkan berulang kali tak hadir di pengadilan dengan bekal surat keterangan sakit. Memang dengan makin majunya taraf pendidikan bangsa kita, makin banyak pihak yang memerlukan surat keterangan dokter. Bila dulu Surat Keterangan Sehat hanya diperlukan oleh mereka yang melamar pekerjaan atau menjadi pegawai negeri, kini beberapa Sekolah Taman Kanak-kanak juga ikut mensaratkan adanya surat keterangan tersebut untuk dapat diterima. Apalagi mereka yang akan mengambil Surat Izin Mengemudi, masuk ke Universitas, atau masuk asuransi kesehatan/asuransi jiwa. Bagi kita, pihak korps kedokteran, tentu ini ada baiknya. Sedikit-sedikit dapat memberi kita tambahan penghasilan, selain tambahan kekuasaan dalam masyarakat. Namun, tak jarang ini disertai dengan masalah-masalah hukum dan etika. Ambil contoh saja, surat keterangan sehat yang diperlukan untuk mengambil SIM. Tentunya, yang diperlukan ialah keterangan dokter, bahwa calon pengemudi itu kesehatan badannya cukup baik untuk mengemudi sehingga tak membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Yang menjadi masalah, adalah kriteria "cukup sehat" tadi. Kecuali buat mereka yang benar-benar secara fisik tak mampu naik kendaraannya, setiap dokter boleh dikata dapat memberikan surat keterangan sehat tersebut bagi setiap orang. Bila seorang penderita epilepsi kita periksa, dan fisiknya waktu itu cukup sehat. Bukankah ia berhak mendapat surat keterangan sehat? Pada hal di kemudian hari ia dapat membahayakan dirinya atau menabrak orang lain. Hal yang sama terjadi dengan surat keterangan sakit. Seperti kita ketahui, banyak negara di dunia termasuk Indonesia mengakui bahwa kesehatan itu bukan hanya sehat fisiknya saja, tapi juga sosial emosional. Seorang sejawat pernah berkata : "Semua orang yang meminta surat keterangan sakit, baik karena sakit sebenarnya atau hanya ingin libur dapat saya beri surat sakit. Dan ini selalu dapat dipertanggungjawabkan. Bukankah mereka ingin lari dari tugasnya dalam pekerjaan itu dapat disebut 'sakit' secara sosial atau emosional? Apalagi mereka yang mangkir karena terpaksa merawat anak yang sakit." Bagaimana tanggapan sejawat?

Komentar
TANGGAPAN DARI SEGI ETIKA KEDOKTERAN
Masalah surat keterangan sehat dan sakit, bila diteliti dari segi etik, memang cukup rawan dan sangat mudah kita tergelincir

ke arah kekurang-jujuran. Sikap mana hanya dapat di "rasa" kan dan sulit untuk diukur secara lugas. Batasan "keadaan sehat" belum disusun secara cermat untuk kategori pekerjaan. Yang ada sekarang ini nampaknya masih bersifat umum. Contoh yang "paling lucu" ialah untuk mendapat SIP Perseorangan Semata-mata, harus dilampirkan surat keterangan "berbadan sehat". Apakah seorang dokter yang pada waktu mengajukan SIP sedang dapat bronkhitis atau sakit lain yang bisa disembuhkan dalam jangka pendek, harus ditolak? Mestinya harus ditegaskan penyakit apa saja yang tidak boleh diderita oleh dokter yang akan berpraktek. Secara tegas mungkin yang bisa dinilai "cacad" ialah skizofrenia, buta total, tuli, atau kelumpuhan kedua tungkai dan lengan. Kita belum lama ini diperkenalkan pada seorang neurologist top dari Jepang yang menderita paraplegia. Sekiranya sejawat yang paraplegia tersebut minta SIP di Indonesia, apa kira-kira akan dapat diberi surat keterangan "sehat"? Batasan "sehat" untuk berbagai kategori pekerjaan, kiranya dapat disusun oleh IDI dengan MKEK-nya atau dibantu oleh MDA, kemudian diusulkan kepada Dep. Kes. Sepintas lalu hal ini bisa dianggap remeh, karena kita umumnya dapat "menenggang rasa". Bila segala sesuatu perbuatan dokter di kemudian hari harus disesuaikan dengan hukum, maka mungkin waktu itu sikap tenggang rasa akan terpaksa ditinggalkan. Sebaliknya, ketidaksediaan kita mengobral surat keterangan sehat, bisa pula berakibat mematikan masa depan seseorang. Apa kriteria "sehat" untuk masuk TK, SD, SMP, SMA, PT dengan berbagai jurusan? Begitupun kriteria sehat untuk yang akan bekerja sebagai pilot, supir, pegawai kantor, guru dan sebagainya? Belum dirumuskan secara konkrit. Hal yang lebih mudah adalah soal surat keterangan sakit yang memerlukan istirahat. Kiranya dokter dapat menghindarkan diri dari permainan kata-kata atau istilah popnya main pokrol-pokrolan. Memang kriteria sakit ialah sakit rohani, jasmani dan sosial emosionil. Namun di antara penyakit-penyakit atau keadaan sakit yang betul-betul mcmerlukan istirahat, tentu cukup jelas bagi semua dokter! Orang yang ingin bolos, lantas dinilai ada gangguan emosionil, yakni tidak ingin kerja, dus dinilai "sakit" dan diberi "istirahat", mungkin secara pokrol-pokrolan bisa, tapi seyogyanya dalam keterangan supaya disebutkan : "gangguan emosionil", sedang malas kerja; Jadi masalahnya cukup fair. Dalam hal demikian kiranya lebih Etis bila menyebutkan diagnosa si sakit pada atasannya, dari pada merahasiakannya sebagai rahasia jabatan dokter. Sakit malas/tidak ingin kerja tersebut harus diobati, dengan cara yang tepat, yakni dengan disiplin kerja dan berbagai aspek kepegawaian & penggajian dan sebagainya yang dapat diberikan atasannya. Jadi sang atasan yang akan " mengobati", perlu diberitahu tentang diagnosa "sakit khas"; ini dan bila dokter tidak memberitahu dan juga tidak mengobati, berarti
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

53

dokter menelantarkan pasiennya yang sakit malas/ingin bolos. Dan secara Etis kesalahan ini lebih merugikan si pasien maupun orang lain. Mungkin kesalahan itu tidak seberat kesalahan menyembunyikan/tidak melaporkan penderita berpenyakit menular yang wajib lapor! Akan tetapi secara jujur, harus diakui dalam praktek sehari-hari banyak di antara kita yang terlalu "toleran" terhadap pasien yang minta surat sakit sekadar untuk tidak masuk kerja dengan berbagai motif! Kesalahan atau penyimpangan Etis lebih mudah dirasakan dengan hati nurani daripada dengan ketentuan & patokan tertulis! KESIMPULAN 1. Untuk keterangan sehat, kiranya perlu dipikirkan untuk menguraikan untuk berbagai kategori pendidikan, pekerjaan dan profesi. 2. Untuk keterangan sakit, perlu batasan yang jelas, sakit yang mutlak memerlukan istirahat. Sakit "sosial" yang tidak bisa diobati dokter, sebaiknya tidak langsung diberi "istirahat sakit", lebih baik dirujuk kepada yang bisa menyembuhkan, yang barangkali bukan dokter, tapi atasan atau Bagian Personalia kantor yang bersangkutan. 3. Rasa hormat pada sejawat yang lebih ahli, apalagi yang bekerja dalam tim Resmi, perlu dipupuk dan dikembangkan, biarpun menurut undang - undang, kita kebetulan lebih berhak menentukan tentang sakit/tidaknya seseorang! Dengan menghormati Sejawat yang lebih ahli, berarti secara implisit kita telah menghormati profesi kita sendiri atau telah membela martabat dokter, yang syukur masih banyak yang menganggap tinggi!. Akankah kita para dokter sendiri yang akan menjatuhkan martabat tersebut?
Dr. H. Masri Rustam Direktorat Transfusi Darah PMI Ketua IDI Cabang Jakarta Pusat

TANGGAPAN DARI SEGI HUKUM KEDOKTERAN Dalam Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUH Pidana) kita terdapat pasal yang mengatur tindak pidana yang berhubungan masalah di atas, yaitu Pasal 267 yang berbunyi : (1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keteranean oalsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan. (3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. Dalam pasal ini dicantumkan unsur "sengaja", sehingga dokter yang membuat kesalahan karena kebodohan atau ketidak cakapan (onbekwaamheid), tidak dapat dituntut, menurut pasal ini. Baiklah kita tinjau dulu persoalan "Surat Keterangan Sakit" yang akhir-akhir ini mendapat sorotan yang cukup tajam. Dalam "Surat Keterangan Sakit" ini lazimnya dipergunakan
54 Cermin Dania Kedokteran No. 41, 1986

kalimat : "karena sakitnya, perlu istirahat ........................ hari". Dengan demikian sebenarnya dokter menyatakan dua hal sekaligus : 1. adanya suatu penyakit pada orang itu; 2. orang itu tidak dapat melakukan pekerjaan atau tugasnya. Tentang "adanya penyakit" kiranya dua contoh di bawah ini dapat menjelaskan persoalannya : 1) Seorang "pasien" datang pada dokter dan dengan terus terang mengatakan, bahwa ia tidak sakit, tapi ingin pulang kampung lebih cepat untuk merayakan hari raya. Untuk tujuan ini ia minta dibuatkan "Surat Keterangan Sakit", agar ia tidak dicatat sebagai "membolos" oleh atasannya. Jika dokter memberikan surat keterangan itu, maka ia dapat dituntut menurut K.U.H.Pidana pasal 267 itu. Ia jelas-jelas tabu bahwa orang itu tidak sakit, tapi dengan sengaja ia nyatakan sakit. 2) Seorang "pasien" datang pada dokter dan menceritakan bahwa ia sudah buang air besar lebih dari sepuluh kali dan yang keluar adalah lendir dengan sedikit darah. Pada waktu diperiksa ia "nyengir kesakitan" setiap kali perutnya diraba/dipegang. Ia menolak untuk disuntik dan minta obat saja yang "ces pleng". Kemudian ia minta "Surat Keterangan Sakit" untuk tidak masuk kerja selama tiga hari dan dokter memberikannya. Ternyata tiga hari ini ia pergunakan untuk berpergian dengan pacarnya dan hal ini kemudian diketahui oleh atasannya. Dalam hal ini tidak terdapat unsur "sengaja" dari fihak dokter dan dokter itu hanya "kebobolan" saja, sehingga ia juga tidak dapat dituntut menurut K.U.H.Pidana pasal 267 itu. Tentang pernyataan bahwa seseorang "tidak dapat melakukan pekerjaan atau tugasnya" tidak diatur dalam K.U.H.Pidana pasal 267 itu. Tidak semua penyakit berakibat si penderita penyakit itu berhalangan melakukan pekerjaan atau tugasnya, misalnya penyakit panu pada umumnya. Jika ada penyakit, tapi seharusnya si penderita masih dapat melakukan pekerjaan atau tugasnya dan dokter memberi "istirahat", dapatkah dokter itu dituntut sebagai melakukan "pemalsuan surat" (valschheid in geschriften)? Pasal yang berkaitan dengan ini, yaitu K.U.H.Pidana pasal 263 ayat (1) berbunyi :
Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lanta enam tahun.

Kiranya pasal ini juga tidak cocok, karena "Surat Keterangan Sakit" itu asli. Tidak palsu dan juga tidak dipalsu. Tentang kata-kata "seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu", dapat saya katakan, bahwa paling sedikit ada dua faktor yang ikut menentukan seseorang berhalangan melakukan pekerjaan atau tugasnya : a. jenis tugas/pekerjaan yang akan dilakukan; b. kemauan orangnya. Jika seorang menderita penyakit cantengan pada ibu jari kakinya, maka ia masih dapat bekerja bilamana ia seorang karyawan administrasi di suatu kantor, tapi tidak demikian hainya jika ia .seorang prajurit yang sedang melakukan latihan perang-perangan. Oleh karena itu dalam "Surat Keterangan Sakit" biasanya dipergunakan kata-kata yang netral, yaitu "perlu istirahat" dan tidak diberi spesifikasi tugasnya, misal-

nya : tidak dapat ikut ujian, tidak dapat duduk lama; tidak dapat baris-berbaris; tidak dapat hadir di sidang pengadilan dan lain sebagainya. Bahwa "kemauan orangnya" juga memegang peranan dalam hal ini, dapat dibuktikan dengan adanya orang-orang yang masih tetap bekerja (berat), walaupun sudah dilarang oleh dokter. Sebagian tidak mendapat gangguan apa-apa dan luput dari perhatian kita. Sebagian kecil meninggal di tempat pekerjaan/tugas dan menjadi berita besar. Oleh karena pemberian istirahat ini dikaitkan dengan adanya suatu penyakit, maka dengan sendirinya dokter tidak dapat seenaknya memberikan istirahat itu. Memang untuk "kesehatan " diberikan definisi yang sangat luas oleh W.H.O., yaitu "Health is a state of organic, mental and social well being", tapi janganlah diputar balik seenaknya untuk membuat definisi "penyakit". Apa yang dinamakan "penyakit" harus tercantum dalam buku "Klasifikasi Penyakit-penyakit" yang juga dikeluarkan oleh W.H.O. Tentang "Surat Keterangan Sehat" berlaku prinsip yang sama dengan "Surat Keterangan Sakit" tadi. Jika seorang pasien berobat pada dokter A dan ditemukan tekanan darah yang tinggi, tapi dokter A bersedia memberi "Surat Keterangan Sehat", maka dokter A ini dapat dituntut menurut K.U.H. Pidana pasal 267 tadi. Kalau pasien ini hanya berobat pada dokter A untuk tekanan darah tingginya dan setelah tekanan darahnya turun minta "Surat Keterangan Sehat" kepada dokter B, maka dokter B tidak salah, kalau ia memberikan

surat keterangan itu. Kejadian yang kebalikannya dengan kasus Drs. N.U. juga terjadi dalam kurun waktu yang sama. Seorang terdakwa yang telah dirawat di rumah sakit (karena jatuh pingsan sewaktu membacakan pembelaannya), diijinkan menghadiri sidang pengadilan dan di sini ia berak dalam celananya. Dapatkah dokter yang mengijinkan ia hadir di sidang pengadilan itu dituntut karena kejadian tadi? Kiranya dokter itu juga tidak dapat dituntut, karena mungkin saja dalam beberapa jam keadaan si terdakwa itu sudah berubah. Kita sendiri mungkin juga pernah mengalami keadaan demikian, yaitu berangkat ke tempat kerja dalam keadaan sehat, tapi sampai di sini merasa mules dan buang air sampai berkali-kali. Ditinjau dari sudut Hukum Perdata, persoalannya memang agak "lebih berbaliaya" bagi dokter, karena K.U.H.Perdata pasal 1365 berbunyi :
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut

sedangkan K.U.H.Perdata pasal 1366 berbunyi :


Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya.

Di sini tidak diperlukan unsur "sengaja", jadi adanya kesalahan (yang tidak disengaja), bahkan kelalaian atau kurang hatihati sudah cukup untuk menggugat dokternya, asalkan dapat dibuktikan timbulnya kerugian bagi si penggugat. Dr. Handoko Tjondroputranto
Lembaga Kriminologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Cermin Dunia Kedokteran No. 41,1986

55

Catatan Singkat
Kebiasaan makan ikan mentah di Jepang, yang juga menjalar ke Amerika Serikat dan tempat-tempat lainnya termasuk Indonesia, dapat menyebabkan seseorang terkena infeksi berbagai jenis parasit. Karena, hampir semua ikan mengandung parasit dalam tubuhnya. Membekukan ikan tadi pada suhu 20C selama 24 jam, dapat membunuh, atau paling tidak menginaktivasi larva-larva yang berbahaya. Tapi, bagaimana dengan rasa ikan itu sendiri?
Food Technology, Maret 1985, 70-75

Ibu-ibu yang sedang menyusui bayinya, kadangkadang merasakan nyeri hebat pada daerah sekitar puting susunya, dan tampak daerah tersebut berwarna pucat. Keadaan ini tampaknya akibat reaksi iskemik karena penghisapan oleh bayi. Terbukti, dengan pengobatan apa pun tidak sembuh, tapi dapat disembuhkan dengan menyusui bayinya itu sambil berendam dalam bak mandi.
Brit Med J1984; 188:869

Musim dingin yang terjadi selama beberapa tahun terakhir di Amerika, dirasakan orang berbeda dari biasanya. Ini juga ditegaskan oleh pusat peneliti cuaca di Washington DC. Menurut mereka, tiga dari delapan musim dingin terakhir itu lebih dingin dari normal, sedangkan tiga musim dingin lainnya lebih panas dari normal. Enam musim dingm yang abnormal selama 8 tahun terakhir ini, diduga, tidak akan terulang lagi selama lebih kurang 1000 tahun.
Science 1985, 227:506

Akhir-akhir ini, serangan penyakit rematoid artritis menjadi lebih ringan baik pada laki-laki maupun wanita. Penderita penyakit tersebut jarang sampai mengalami keadaan-keadaan seperti: seropositif, erosi tulang, atau nodul-nodul subkutan. Apa sebabnya? Tidak seorang pun yang mengetahui.
J Chronic Dis 1983; 36:891-7

Menurut penyelidikan yang dilakukan baru-baru ini, anak-anak dengan Down's syndrome dapat belajar lebih banyak bila di dirangsang. Juga pada anak-anak autistik, dikatakan, dapat berubah lebih baik keadaannya bila ditangani secara serius. Tanpa pertolongan apa-apa, mereka akan mengalami kegagalan demi kegagalan yang akhirnya memperburuk keadaan, dan menyebabkan suatu sindroma "learned helplessness". Tentunya, dengan strategi dan penanganan yang tepat keadaan di atas dapat diperbaiki.
J Child Psycho & Psvchiat 1985; 26:185-91

Ada satu lagi manfaat dari sinar laser. Beberapa penelitian pendahuluan di Boston, menduga, deposit kalsium pada katup aorta itu dapat dihancurkan dengan sinar laser. Penemuan ini sekaligus menghindari perlunya operasi penggantian katup tersebut.
American Heart J 1985, 448-52

Uji coba klinik yang dilakukan secara double blind terhadap 26 pasien rematoid artritis, yang dipilih secara acak, menunjukkan perbaikan penyakit dengan radiasi pada sistem limfatik. Perbaikan ini meliputi aktivitas persendian, seperti : kekakuan di pagi hari, nyeri, dan gangguan pergerakan. Jumlah pasien yang sedikit itu belum merupakan ukuran keberhasilan pengobatan, ataupun bebas dari efek samping. Untuk menilainya, perlu follo up yang w lama, sekitar 5 sampai 10 tahun, dengan jumlah pasien yang lebih banyak.
Annals Intern Med. 1985; 102:44-9

Gangguan ginjal yang berat pada bayi, dapat disembuhkan dengan transplantasi ginjal yang diperoleh dari salah satu orang tuanya. 10 dari 12 bayi demikian yang dioperasi malahan ada yang berat badannya hanya 5400 gram , dapat hidup 18 bulan sampai 9 tahun kemudian. Hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan donor ginjalnya dari anak yang telah meninggal.
J Pa ed 1982: 100:6 75-80

Satu dari setiap lima orang Amerika, paling tidak, mempunyai gejala-gejala gangguan mental. Ini menurut Institut Kesehatan Jiwa Nasional di sana. Kaum lakilakinya banyak yang berkepribadian antisocial, atau adiksi obat dan alkohol; kaum wanitanya, kebanyakan menderita depresi dan fobia.
Science 1984; 226:324

56

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

TUMPANG TINDIH Pada suatu hari saya memberi kuliah dan menggunakan istilah "turnpang tindih" serta saya jelaskan bahwa istilah tersebut sebagai ganti "overlapping". Tetapi saya heran karena seorang mahasiswa yang duduk paling depan tersenyum. Karena sebagai dosen harus cepat tanggap, maka saya pun ikut tersenyum. Rupanya mahasiswa tersebut mempunyai asosiasi yang lain. Segera saya bertanya : "Ingat kumpul kebo ya?" yang segera disambut tawa riuh oleh para mahasiswa.
Bagian Kulit dan Kelamin FKUI

DR. Adhi Djuanda

PAK DOKTER PORNO (?) Suatu ketika, saya bersama seorang teman mendapat tugas selaku ko-asisten di bangsal Bagian Penyakit Dalam RSUP. Seperti biasanya, setiap pasien dalam satu ruangan di sal dievaluasi oleh ko-asisten secara bergilir. Tatkala akan pergantian tugas, saya minta pada teman saya itu untuk menjelaskan diagnosis pasien - pasien yang sudah dia evaluasi sebelumnya. Dengan lancar dan bersemangat dia menerangkan diagnosis setiap pasien di ruangan itu dan saya membuntutinya sambil manggut-manggut. Semua pasien dapat dijelaskan dengan baik serta menyebutkan diagnosis seperti dekompensasi kordis, nefrotik sindrom, dsb, dsb .... dan sampai pada pasien yang kesepuluh atau yang terakhir, dia mengatakan: "Nab, ini diagnosanya adalah ANGINA PEKTORIS " . Tanpa diduga, tiba-tiba saja para penjenguk pasien tertawa cekikikan, dan beberapa orang gadis tampak mesem-mesem , seorang pemuda dengan suara agak berbisik menyeletuk: "Wah, dokternya kok porno sekali". Sejenak saya dan teman saya cuma bisa bengong dan penasaran, ......... kemudian dengan muka bersemu merah kami cepat-cepat meninggalkan ruangan itu. Setelah agak lama merenung, barulah saya mengerti, apa sebetulnya yang menyebabkan teman saya ditertawakan tadi. Saya teringat kata PEKTORIS yang tadi diucapkan oleh teman saya. Sebab kata PEK TORIS (dalam bahasa Bali) bisa berarti lain (PEK = Kemaluan Wanita, TORIS = Turis = Wisatawan). Jadi, PEK TORIS (bahasa Bali) jelas artinya............................ Dr. Ketut Ngurah Lab Parasitologi, FK Unud Denpasar GAJAH KAPOK Dokter Tono, yang bertugas di desa, mempunyai seekor gajah. Karena biaya perawatannya besar, ia mencari akal untuk meng"karya"kan gajah tersebut agar dapat uang. la pernah melihat gajah di sirkus mengangkat satu kakinya, dua kakinya, bahkan k-e tiga kakinya sekaligus hingga berdiri hanya pada satu kaki. Akhirnya ia dapat ide. Dipasang pengumuman, barang siapa yang dapat membuat gajahnya berdiri dengan ke empat kakinya di udara, akan dapat hadiah 1 juta rupiah. Syaratnya? Yang ingin mencoba harus membayar seribu rupiah. Orang pun berdatangan untuk mencoba, mulai dari merayu sampai menghipnotis, tapi tidak satu pun yang berhasil. Suatu hari, sebuah mobil sport berhenti di rumah dokter Tono dan keluar seorang laki-laki kecil. "Saya akan mencoba". katanya sambil menyerahkan seribu rupiah pada dokter Tono. la kembali ke mobil sebentar untuk mengambil palu besi, kemudian menghampiri gajah sambil menatap matanya. Setelah itu ia berjalan ke belakang gajah, dan dengan sekuat tenaga memukulkan palu besi itu ke " biji" sang gajah. Sambil berteriak kesakitan, gajah itu .... melompat ke udara dengan ke empat kakinya tidak menyentuh tanah! Mr "J"
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 57

HARAPAN SEORANG PASIEN Sekitar jam 11.00 malam datang seorang laki-laki bersama anaknya ke tempat praktek dokter spesialis. Saat itu sudah sepi, hanya ada pembantunya yang akan mengunci pintu pagar, sedangkan dokternya baru saja masuk ke dalam rumah yang terletak di sebelah tempat prakteknya. "Dokter, saya sengaja datang tengah malam begini. Tadi sore sebetulnya saya sudah kemari tapi ditolak oleh pak mantri yang mendaftar pasien. Saya percaya kalau dokter tidak mungkin akan menolak saya." kata pasien itu sambil terengah-engah. "Ada apa pak?" , tanya dokter. "Anak saya ini sudah dua minggu perutnya kembung dan sebentarsebentar muntah," kata pasien. Dengan tersenyum dokter itu berkata: "Saya bukan ahli penyakit anak melainkan ahli penyakit dalam. Seharusnya bapak membawanya ke dokter spesialis anak." Laki-laki itu dengan gugup berkata: "Ini memang masih anak-anak, tapi yang sakit itu dalamnya. Saya mohon dokter mau memeriksa anak saya." Dokter : ??? Ny. Bambang S. TANDA TANGAN Seorang perawat menyodorkan Surat Perjanjian operasi kepada pak Bejo, yang baru lulus Kejar Paket A, berhubung besok pagi isterinya akan dioperasi. Oleh perawat tersebut diterangkan mengenai cara mengisinya dan ternpat dimana harus ditandatangani. Setelah selesai, surat itu dikembalikan kepada sang perawat. Semuanya sudah betul, kecuali satu yaitu bagian bawah surat yang harusnya berisi tanda tangan pak Bejo. Di situ tak terlihat tanda tangan, cuma ada tulisan : TAPAKASMO! (yang berarti "tanda tangan" dalam bahasa Jawa.) Dr. Adhi P
Semarang

SURAT BUAT ISTIRAHAT Seorang Komandan Tekab bernama Kapten Seriosa (bukan nama sesungguhnya) menugasi anak buahnya yang bernama Sersan Doglo (bukan nama sesungguhnya) untuk memberantas pemutaran Blue Film di suatu desa. Sang Komandan dengan serius memberi perintah agar Sang Sersan dapat menangkap biang keladi penyebar film yang bisa merusak moral generasi muda di desa itu. Kemudian, dengan sikap yang meyakinkan Sersan Doglo berangkat ke desa itu menunaikan tugasnya. Namun sekembalinya dari bertugas, dia diterima oleh komandannya dengan rasa kecewa bercampur heran. Betapa tidak demikian, sebab Sersan Doglo kembali hanya membawa seorang bocah cilik dan sebatang pohon talas (keladi) yang besar. Meskipun demikian, sebagai seorang komandan yang bijaksana Kapten Seriosa tidak marah, tetapi dengan sikap berwibawa menanyakan hasil kerja anak buahnya yang belakangan ini prestasinya memang rada merosot. Kapten S : "Sersan, kenapa kau bawa bocah ingusan ini, dan untuk apa pula pohon talas ini?" Sersan D : "Begini, Kapt. Sewaktu saya menggerebek pertunjukan Blue Film di desa itu, penontonnya semua pada lari blingsatan kecuali bocah ini masih asyik menonton. Itulah sebabnya saya menciduk bocah ini untuk nanti dihadapkan sebagai saksi hidup . . . dan ... . Kapten S : "Stop, stop! Bukan itu yang kumaksud. Aku menyuruh kau supaya menangkap biang keladinya. Kenapa tidak kau lakukan?" Sersan D : "Sudah saya laksanakan, Kapt. Buktinya, di desa itu ada kebun talas dan di antara talas-talas itu, talas (keladi) inilah yang paling besar. Jadi, jelas ini merupakan biang keladinya!" Kapten S : "Baguss! Kau memang pantas mendapat surat........... Sersan D : "Surat penghargaan?!" Kapten S "Bukan! Kau perlu mendapat surat buat istirahat beberapa lama di Rumah Sakit Jiwa. Selain itu, kau juga dibebastugaskan selama kau belum dibolehkan pulang oleh dokter di RSJ itu!" Dr. Ketut Ngurah TAKUT DIRINYA AKAN MEMBATU Pada suatu hari seorang pemuda A melihat temannya B, seorang laki-laki berusia sekitar 11 tahun datang dengan wajah yang menunjukkan rasa takut sekali : A : Ada apa sih, kok kelihatan takut benar! B : Memang saya takut sekali sebab saya sedang mendapat hukuman Tuhan Allah. A : Eh, masa? Coba ceritakan apayang membuat kau takut? B : Kau kan ingat cerita dalam Kitab Perjanjian Lama: istri Lot kan menjadi batu sebagai hukuman Tuhan Allah oleh karena melanggar perintah: tidak boleh menengok ke belakang untuk melihat sesuatu yang terlarang!. Nah, saya baru saja melakukan sesuatu yang terlarang, yaitu saya mengintip seorang gadis yang sedang mandi. Dan sekarang ini saya merasakan hukuman Tuhan Allah sudah mulai bekerja, sebab saya sudah memulai membatu! B terus berlari pergi sambil kedua tangannya memegang bagian bawah perutnya. A : ???????? OLH TERTINGGAL DI PRAKTEK DOKTER GIGI Pada suatu hari seorang dokter mendapat tilpon dari seorang pasiennya, seorang wanita yang genit dan cantik, yang menanyakan : "Dokter, saya nyonya Polan. Tadi pagi saya kan datang periksa pada dokter. Minta tolong dokter periksa di kamar praktek apakah celana dalam saya tertinggal di situ??? Dokter yang memang sedang sibuk menjawab: "Saya sedang sibuk sekarang dengan pasien. Nanti coba tilpon setengah jam lagi!" Kurang lebih 10 menit nyonya Polan menilpon si dokter lagi dan menyatakan : "Maaf ya dok, celana dalam saya sudah ketemu. Ternyata tertinggal di praktek dokter gigi.Memang setelah periksa dari dokter tadi saya berobat sama dokter gigi! Dokter: ?????????? OLH

58

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

1.

Suatu bahan yang dioleskan pada kulit, baru akan bermanfaat bagi kulit apabila telah mencapai: a) stratum korneum b) stratum lucidum c) stratum granulosum d) stratum basale Pada pemakaian kosmetik, si pemakai dapat mengeluh rasa kurang nyaman, misalnya rasa pusing atau mual setelah memakai kosmetik tertentu, sedangkan pada kulit tidak dijumpai kelainan. Keadaan ini disebut: a) alergi b) iritasi c) intoleransi d) fotosensitivitas e) bukan salah satu di atas Pada Pemakaian suatu bahan secara topical: a) pemakaian secara oklusi akan menurunkan daya penetrasi b) Pada usia lanjut, penetrasi lebih baik daripada kulit bayi c) Bahan-bahan yang larut air mempunyai kemampuan berdifusi lebih kecil dibandingkan bahan-bahan yang larut lemak. d) Setiap bagian tubuh pada satu orang mempunyai daya penetrasi yang sama e) difusi hanya terjadi melalui folikel rambut Berat kulit dapat diperkirakan dari berat badan, yaitu: a) 5 % b) 7% c) 10% d) 15% e) 17% Sedangkan luas permukaan kulit adalah: a) l m 2 b) 1,2 m 2 c) 1,5 m 2 d) 1,7 m 2 e) 2 m2 Hemangioma adalah sejenis tumor pada kulit: a) sering ditemui pada anak-anak

b) c) d) e)
7.

dapat mengecil/menghilang dengan sendirinya bianyanya menyebabkan gangguan kosmetik saja terapinya dengan mengeksisi tumor tersebut semua benar

2.

Antibiotika sering dipakai pada pengobatan akne secara oral, karena: a) memberikan efek sugesti terhadap pasien b) akne disebabkan oleh kuman c) antibiotika dapat mengurangi asam lemak bebas d) a dan b benar e) b dan c benar Pada miastenia gravis, otot-otot yang diserang pada umumnya otot-otot seperti berikut, kecuali: a) otot-otot gerak mata b) otot-otot mimik c) otot-otot jantung d) otot-otot pengunyah e) otot-otot pernapasan leher, badan dan anggota gerak Absorbsi dan penetrasi yang berlangsung secara cepat dan aktif dari bahan-bahan yang digunakan secara topikal itu melalui: a) stratum korneum yang utuh b) folikel rambut c) saluran kelenjar keringat d) tergantung bahan yang digunakan e) tidak ada perbedaan absorbsi

8.

3.

9.

4.

5.

10. Istilah angina terkait (linked angina) adalah angina pektoris yang berkaitan dengan penyakit-penyakit lain, seperti: a) Gastro intestinal b) bilier c) skeletal d) semua benar

6.

Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

59

Fokus
PRINSIP PENGOBATAN HIPERTENSI
Gross F et al, mengemukakan 10 aturan pengobatan hipertensi, seperti yang dimuat dalam buku petunjuk untuk dokter dan tenaga kesehatan terbitan WHO tahun 1984. 1) Tekanan darah harus diturunkan perlahanlahan. 2) Pengobatan bersifat individual, tergantung beratnya penyakit, derajat gangguan hemodinamik, dan lain-lain. 3) Pemilihan obat berdasarkan tahap-tahap terapi hipertensi. Dimulai dengan obat tunggal, kecuali pada kasus-kasus hipertensi berat. 4) Pengobatan kombinasi lebih baik daripada obat tunggal dengan dosis yang tinggi. Karena, dengan kombinasi obat, dosis masing-masing obat menjadi lebih kecil, sekaligus efek sampingnya berkurang. 5) Hindari pemberian dosis yang tidak adekuat untuk segala macam obat. 6) Jangan hentikan pengobatan secara tiba-tiba. 7) Kuasailah hanya beberapa obat tertentu dengan baik. Obat yang terbaru belum tentu yang terbaik. 8) Obat-obat yang tidak mempengaruhi afek dan mood lebih disukai, karena tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. 9) Pada kebanyakan pasien, pengobatan harus terus-menerus. Jangan mengganti obat bila tidak benar-benar perlu. Pemberian obat harus sederhana; jika mungkin, satu tablet sehari. 10)Bersikaplah tenang dalam menghadapi pasien, dan ajari juga pasien anda untuk senantiasa bersikap tenang. USG DAN KEHAMILAN USG hampir dilakukan secara rutin pada wanita hamil di Jerman Barat. Timbul pertanyaan: Apakah memang benar-benar perlu dilakukan? Dan, bagaimana segi keamanannya? Mencoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, berikut adalah pernyataanpernyataan dari "The Royal College of Gynecologist", mengenai indikasi kegunaan USG pada wanita hamil : Rasa nyeri dan perdarahan pada kehamilan muda (untuk mendiagnosis kehamilan ektopik, mencari sumber perdarahan, dan memeriksa viabilitas fetus). Muntah-muntah yang berat pada hamil muda (menyingkirkan kemungkinan mola hidatid dan kehamilan ganda). Bila hamil setelah minum obat-obat penyubur (sangat mungkin terjadi kehamilan ganda).
60 Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986

Menetapkan umur janin, bila ibu tidak past dengan hari terakhir menstruasinya. Memeriksa anatomi fetus, pada keluarga dengan riwayat kelainan kongenital. Bila diperlukan prosedur-prosedur diagnosis yang invasif. Menduga berat fetus terhadap usia kehamilannya. Memonitor pertumbuhan fetus pada wanita
diabetes.

Menyelidiki sebab-sebab perdarahan anteparturn, dan melokalisir letak plasenta. Menetapkan presentasi dan letak fetus.
Update, 1985; 31:101

KABAR BAIK BAGI PENDERITA DEFISIENSI HORMON PERTUMBUHAN Ribuan anak yang menderita defisiensi hormon pertumbuhan, akan mempunyai kesempatan pertumbuhan yang normal, atau mendekati normal, dengan menggunakan hormon pertumbuhan manusia yang diproduksi secara rekayasa genetik. Somatren, merupakan produik biosintetik yang diproduksi oleh para ilmuwan Genetech Inc, dan telah mendapat persetujuan dari FDA pada bulan Oktober 1985. Produk ini dipasarkan dengan nama dagang Protropin. Dalam suatu uji klinik, kelompok kelola yang terdiri dari anak-anak penderita defisiensi hormon pertumbuhan yang tidak diobati, setelah dewasa hanya mempunyai tinggi badan 5 kaki 2 inci bagi prianya, dan hanya 4 kaki bagi wanitanya. Kelompok diobati, yaitu anak-anak yang mendapat suntikan somatren 3 kali seminggu secara teratur, ternyata kecepatan perturnbuhannya meningkat sampai 3 kali dibanding sebelum pemberian obat. Produk biosintetik ini diharapkan akan dipakai sebagai pengganti hormon yang selama ini diperoleh dari kelenjar hipofisis mayat. Dikabarkan, distribusi hormon yang diperoleh dari mayat ini akan dihentikan, karena dapat menyebabkan infeksi yang fatal akibat kontaminasi virus. Somatren merupakan produk rekayasa genetik kedua yang berhasil dipasarkan. Yang pertama yaitu insulin, yang diproduksi dan dipasarkan oleh Eli Lilly pada tahun 1982.
FDA Consumer, February 1986

(VSR)

You might also like