You are on page 1of 42

Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Balita di Kelurahan Kebon Jeruk Terhadap Pencegahan Penyakit Diare Dengan

Metode Focus Group Discussion (FGD) Periode Juni 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi.1 Di seluruh dunia lebih dari 1 milyar penduduk mengalami satu atau lebih episode diare akut pertahun. Di USA 100 juta orang mengalami episode diare akut pertahun. Statistik populasi untuk kejadian diare kronis belum pasti, kemungkinan berkaitan dengan variasi definisi dan sistem pelaporan, tetapi frekuensinya juga cukup tinggi. Di USA prevalensinya berkisar antara 2 - 7%. Sedangkan di negara Barat, frekuensinya berkisar antara 4-5%. Pada populasi usia tua, termasuk pasien dengan gangguan motilitas, didapatkan prevalensi yang jauh lebih tinggi yaitu 7 -14%.2 Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi diare di DKI Jakarta sebesar 8 % di bandingkan dengan prevalensi nasional total keseluruhan propinsi.1 Pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia.1 Dari hasil SDKI 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare dalam waktu dua minggu sebelum survei, 3% lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 (11 persen). Prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan, diikuti umur 6-11 bulan dan umur 23-45 bulan. Dengan demikian seperti yang diprediksi, diare banyak diderita oleh kelompok umur 6-35 bulan karena anak mulai aktif bermain dan berisiko terkena infeksi.1 Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69

Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.). 1 Sumber dari Subdit Surveilans dan Respon KLB Ditjen PP dan PL dilihat berdasarkan golongan umur, kasus pada KLB diare lebih banyak terjadi pada golongan umur 1-4 tahun kemudian golongan 20-44 tahun. Hal ini merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan terutama diare yang umumnya diderita oleh balita dan menjadi penyumbang kematian pada balita. Faktor higiene dan sanitasi lingkungan, kesadaran orang tua balita untuk berperilaku hidup bersih dan sehat serta pemberian ASI menjadi faktor yang penting dalam menurunkan angka kesakitan diare pada balita. Sedangkan bila dilihat dari jenis kelamin, kasus KLB diare pada tahun 2010 tidak berbeda jauh antar laki-laki (51%) dengan perempuan (49%). Hal senada juga terjadi pada tahun 2009, tidak ada perbedaan yang signifikan kasus KLB diare antara perempuan (51%) dengan laki-laki (49%). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit diare

merupakan penyakit yang tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Berdasarkan data ini seolah mengatakan bahwa kesadaran masyarakat akan pencegahan penyakit diare masih minim. Hal tersebut dapat disebabkan oleh peran tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap pencegahan diare.1 Cara mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap pencegahan diare, kami menggunakan metode focus group discussion . Data hasil dari FGD yang di lakukan oleh Huda M. Haroun di Sudan, provinsi Gezira, terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap ibu yang memiliki balita yang umurnya di bawah 5 tahun terhadap managemen diare di rumah, dari awalnya di dapat 28 %, 13% and 29% meningkat setelah di lakukan intervensi menjadi 94 %, 92% and 93% .2

1.2.

RUMUSAN MASALAH Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia,

dengan insiden yang cenderung naik dari tahun 2000 sampai 2010. Masalah tersebut dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit diare. Pada tahun 2007, diare

merupakan urutan ketiga penyebab kematian pada semua umur akibat penyakit menular.Pada tahun 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare. Prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan, diikuti umur 6-11 bulan dan umur 23-45 bulan. Selain angka kesakitan yang masih tinggi, penyakit diare juga sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan CFR (Case Fatality Rate) yang masih tinggi. Pada kasus diare usaha pencegahan diare tentunya tergantung pada Pengetahuan, Sikap dan Perilaku masyarakat.1

1.3.

HIPOTESIS Ho tidak ada perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu mengenai pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan intervensi Focus Group Discussion. Ha ada perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu mengenai pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan intervensi Focus Group Discussion. Ho tidak ada perbedaan bermakna antara sikap ibu mengenai pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan intervensi Focus Group Discussion. Ha ada perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu mengenai pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan intervensi Focus Group Discussion. Ha tidak ada perbedaan bermakna antara perilaku ibu mengenai pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan intervensi Focus Group Discussion. Ho tidak ada perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu mengenai pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan intervensi Focus Group Discussion.

1.4.

TUJUAN

1.4.1 Tujuan umum Untuk menilai efektivitas Focus Group Discussion (FGD) dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu yang mempunyai balita terhadap pencegahan diare. 1.4.2 Tujuan khusus

1.

Diketahuinya karakteristik responden menurut umur, jumlah anak dan tingkat pendidikan terhadap pencegahan diare di kelurahan Kebon Jeruk.

2.

Diketahuinya tingkat sebaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu yang memiliki balita di kelurahan Kebon Jeruk mengenai pencegahan diare sebelum dan sesudah mengikuti Focus Group Discussion.

3.

Diketahuinya hubungan antara tingkat pengetahuan , sikap dan perilaku tentang pencegahan diare sebelum dan sesudah Focus Group Discussion terhadap ibu yang memiliki balita di kelurahan Kebon Jeruk.

1.5

MANFAAT

1.5.1 Manfaat bagi peneliti 1. 2. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan penelitian. Meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyarakat pada umumnya dan pemuka masyarakat pada khususnya. 3. 4. 5. Menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah dipelajari pada saat kuliah. Mengembangkan daya nalar, minat dan kemampuan dalam bidang penelitian. Mendapatkan masukan mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu yang memiliki balita mengenai pencegahan diare. 6. Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu yang memiliki balita mengenai pencegahan diare. 7. 8. Melatih bekerjasama dalam tim. Melatih keterampilan cara Focus Group Discussion dimana ini merupakan pengalaman pertama kami melaksanakan penelitian dan sekaligus menggunakan metode eksperimen.

1.5.2Manfaat bagi perguruan tinggi 1. Realisasi Tridarma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsi atau tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. 2. Mewujudkan kampus Universitas Kristen Krida Wacana sebagai masyarakat ilmiah dalam peran sertanya di bidang kesehatan.

3. Meningkatkan saling pengertian dan kerjasama antar mahasiswa dan staf pengajar.

1.5.3 Manfaat bagi masyarakat 1. Sebagai masukan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang diharapkan dapat menjadi umpan balik positif bagi masyarakat, Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat dalam upaya pencegahan penyakit diare 2. Sebagai bahan masukan dalam melakukan upaya promotif kesehatan untuk meningkatkan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu yang memiliki balita mengenai pencegahan diare.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Diare Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi

(buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja(menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relative terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang berkepanjangan.3 Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan enam besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Penyebab diare secara lengkap adalah sebagai berikut: 1. infeksi yang dapat disebabkan: a. bakteri, misal: Shigella, Salmonela, E. Coli,golongan vibrio, bacillus cereus, Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus, Campylobacter dan aeromonas; b. virus misal: Rotavirus, Norwalk dan adenovirus; c. parasit, misal: cacing perut,Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis huminis, protozoa Entamoeba histolitica, Giardia labila, Belantudium coli dan Crypto; 2. alergi 3. malabsorbsi, 4. keracunan yang dapat disebabkan; a. keracunan bahan kimiawi

b. keracunan oleh bahan yang dikandung dan diproduksi: jasat renik, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran, 5. Imunodefisiensi 6. sebab-sebab lain.4 Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat kelompok yaitu: a. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya kurang dari tujuh hari), b. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya, c. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara terus menerus, d. Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten)mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.3 Diare akut dapat mengakibatkan: 1. kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolic dan hipokalemia, 2. Gangguan sirkulasi darah,dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, 3. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah.3 Diare mengakibatkan terjadinya: a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, dan asidosis metabolik. b. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perfusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila tak cepat diobati penderita dapat meninggal. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah, Kadang-kadang orang tuanya menghentikan

pemberian makanan karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma.2

2.2. Gejala Diare Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit, terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit melampaui 15%.3

Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi.5

Gejala diare yang sering ditemukan mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang, tinja mungkin disertai lendir atau darah, gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah diare. Bila penderita benyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.6

Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang melebihi

pemasukannya. Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat.7

2.3. Faktor Faktor Yang Berkaitan Dengan Diare Faktor faktor yang berkaitan dengan diare pada balita baik langsung maupun tidak langsung yaitu : a. Umur Ibu Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang mendapatkan prioritas program pemberantasan karena tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita. Umur ibu sangat berpengaruh pada kejadian diare. Umur ibu yang lebih tua didapat kesimpulan jarang Pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. b. Pendidikan Ibu aspek pendidikan ibu dari sebelas penelitian, lima penelitian menunjukkan hasil yang signifikan sedangkan enam penelitian lainnya menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Aspek status kerja ibu ternyata tidak menunjukkan hasil yang signifikan dalam menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita c. Pekerjaan Ibu Dari penelitian yang menghubungkan aspek status kerja ibu dengan kejadian diare menunjukkan hanya satu penelitian yang menunjukkan hasil yang signifikan dalam menyebabkan penyakit diare pada bayi. Sedangkan tiga penelitian lainnya menunjukkan bahwa status ibu bekerja bukan merupakan faktor risiko yang signifikan dalam menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita. d. Penghasilan Keluarga Penghasilan keluarga yang rendah mempunyai hubungan erat dengan kesehatan masyarakat terutama dengan kejadian diare. Hasil penelitian didapatkan hubungan yang bermakna antara kejadian diare dengan rendahnya penghasilan keluarga.4

Selain itu ada system informasi dan Sarana Pelayanan Kesehatan yang ikut berperan : 1. Pemantauan Gizi Dilakukan dengan cara menimbang balita setiap bulan di posyandu. Apabilac dari 3 kali penimbangan ditemukan balita dengan BB ( berat badan ) tidak naik atau BGM harus dirujuk ke Puskesmas dan dilakukan pemeriksaan lanjut secara klinis. 2. Imunisasi Setiap balita berhak mendapatkan imunisasi dasar secara gratis, baik di Posyandu maupun di Puskesmas 3. PMT Penyuluhan / Pola Makan Gizi Seimbang Untuk tumbuh sehat kita membutuhkan gizi seimbang dengan mengkonsumsi aneka ragam bahan makanan. Pola makan seimbang terdiri dari makanan pokok seperti nasi, sayur mayur, buar buahan, lauk pauk nabati dan lauk pauk hewani, dan garam dan gula diberikan secukupnya,4,6 Menurut data tahun 2000 menyebutkan sekitar 3 4 juta balita menderita kekurangn gizi, yaitu sebanyak 1,5 juta diantaranya bergizi buruk, pada tahun 2003 prevalensi gizi kurang sebanyak 27,5 persen dan prevalensi gizi buruk sekitar 8,5 persen. Hal ini dapat mengakibatkan mudahnya terkena diare, infeksi dan mengalami gangguan pertumbuhan.4,5 2.4. Pencegahan Penyakit Diare Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi.8 2.4.1. Pencegahan Primer Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan

daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi. 1. Penyediaan air bersih Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit menular termasuk diare.9

Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan yang merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti hujan dan salju.10

Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit.10 Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber air dapat diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air salju, b) air tanah seperti air sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan yang meliputi sungai dan telaga. Untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan air, maka dari sumber air yang ada dapat dibangun bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa perpipaan, sumur gali, sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan air hujan, dan sumur artesis.11

Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh

penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air besih.12

2. Tempat pembuangan tinja Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare.13

Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih.12

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, dan murah.14

3. Status gizi Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh14. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Metode penilaian tersebut adalah; 1) konsumsi makanan; 2) pemeriksaan laboratorium, 3) pengukuran antropometri dan 4) pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.10 Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami. Mortalitas bayi dinegara yang jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya kecil (Canada, 28,4 permil). Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang.15

4. Kebiasaan mencuci tangan Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.15

Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar, setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama yang berhubungan langsung dengan makanan anak seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat keluarga membuang tinja anak. Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare. Tinja anak, terutama yang sedang menderita diare merupakan sumber penularan diare bagi penularan diare bagi orang lain. Tidak hanya anak yang sakit, anak sehatpun tinjanya juga dapat menjadi carrier asimptomatik yang sering kurang mendapat perhatian. 16

Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukakan di Turki, orang tua yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, anak mempunyai risiko lebih besar terkena diare.17

2.4.2. Pencegahan Sekunder Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk

menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter.17

2.4.3. Pencegahan Tertier Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.17

2.5 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas

perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran dan penglihatan. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu : 1. Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan. 2. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan / atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah membedakan atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.18

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Wawancara dilakukan dengan bercakap-cakap secara langsung (berhadapan muka) dengan responden atau tidak berhadapan langsung dengan responden (misalnya melalui telepon). Angket berupa formulir yang berisi pernyataan dan diajukan secara tertulis pada sekumpulan orang untuk mendapatkan keterangan.19

2.6 Sikap Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell mendefinisikan sangat sederhana, yakni: An individuals attitude is syndrome of response consistency with regard to object. Jadi jelas dikatakan bahwa sikap itu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.26 Pendapat ahli yang lainnya menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku atau tindakan (reaksi tertutup).18 Thurstone & Chave mengemukakan definisi sikap sebagai keseluruhan kecenderungan dan perasaan, curiga atau bias, asumsi-asumsi, ide-ide, ketakutanketakutan, tantangan-tantangan dan keyakinan-keyakinan manusia mengenai topik tertentu. Aiken menambahkan bahwa sikap adalah predisposisi atau kecenderungan yang dipelajari seseorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat dan atau memadai terhadap objek, situasi, konsep atau orang lain. Definisi yang dikemukakan Aiken ini sudah lebih aktif dan operasional, baik dalam hal mekanisme terjadinya maupun intensitas dari sikap itu sendiri. Predisposisi yang diarahkan terhadap objek diperoleh dari proses belajar.20

Sikap menurut Wismanto adalah suatu konsep paling penting dalam psikologi sosial. Pembahasan yang berkaitan dengan psikologi sosial hampir selalu menyertakan unsur sikap baik sikap individu maupun sikap kelompok sebagai salah satu pembahasannya. Banyak kajian

dilakukan untuk merumuskan pengertian sikap, proses terbentuknya sikap maupun proses perubahannya.21 Pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting dalam pembentukan sikap. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut: 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). 2. Menanggapi (responding) Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. 3. Menghargai (valuing) Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan bahkanmengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon. 4. Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.18

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan terhadap objek tertentu.18

2.7. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,

membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori S-O-R atau Stimulus Organisme Respon. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua: 1. Perilaku tertutup (covert behavior) Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.22

2.7.1. Klasifikasi Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan menurut adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance). Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. 2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atas sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior).

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. 3. Perilaku kesehatan lingkungan Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya22

2.8 Metode Foccus Group Discussion (FGD) FGD adalah suatu metode riset yang didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.23 Dengan perkataan lain FGD merupakan proses pengumpulan informasi bukan melalui wawancara, bukan perorangan, dan bukan diskusi bebas tanpa topik spesifik. Metode FGD termasuk metode kualitatif. Seperti metode kualitatif lainnya (direct observation, indepth interview, dsb) FGD berupaya menjawab jenis-jenis pertanyaan how-and why, bukan jenis-jenis pertanyaan what-andhow-many yang khas untuk metode kuantitatif (survei, dsb). FGD dan metode kualitatif lainnya sebenarnya lebih sesuai dibandingkan metode kuantitatif untuk suatu studi yang bertujuan to generate theories and explanations.24

Dalam FGD peneliti (moderator) hampir selalu dituntut untuk melakukan improvisasi yang sesuai dengan keadaan atau konteks yang dihadapi di lapangan. Selain itu, dalam FGD peneliti hanya bertindak sebagai moderator yang tidak mernihak dan pasif dalam arti tidak terlalu banyak bertanya tetapi lebth banyak mendengarkan. Daftar pertanyaan yang lebih rinci dan lebih operasional. Informasi kualitatif yang diharapkan terkumpul melalui FGD berkaitan dengan: A. Apa yang dirasakan oleh kelompok peserta mengenai PSP terhadap pencegahan diare dalam perspektif mereka sendiri, B. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang timbul (coping mecbanism), C. Persepsi mereka mengenai peranan PSP terhadap pencegan diare D. Aspirasi mereka mengenai PSP terhadap pencegahan diare23

Pengelompokan FGD dan pemilihan peserta untuk diikutsertakan dalam kelompok tertentu perlu dipersiapkan secara sangat cermat karena akan menentukan kelancaran proses FGD dan kredibilitas hasilnya secara keseluruhan. Pemilihan peserta jelas harus mempertimbangkan

homogenitas kemampuan peserta. Ini perlu untuk mengindari diskusi yang didominasi oleh peserta tertentu. Ada baiknya terlebih dahulu memilih asisten peneliti secara cermat. Asisten peneliti sebaiknya dipilih dari pihak ke 3, mengetahui pengetahuan luas mengenai masalah yang akan dihadapi, dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat, dan energik (masih muda). Kualifikasi terakhir ini diperlukan karena kegiatan untuk mempersiapkan penyelenggaraan FGD pada umumnya menyita waktu dan tenaga yang lumayan. Selanjutnya peneliti mendiskusikan secara cermat pembentukan kelompok FGD dan mempersiapkan segala sesuatunya berkaitan dengan penyelenggaraan FGD.24

Dalam FGD peneliti bertindak sebagai moderator yang tugas utamanya memimpin diskusi sehingga dapat belangsung lancar. Sebagai moderator ia tidak boleh berpihak (bahkan terhadap dirinya) tetapi memperlakukan peserta secara setara (dan peserta harus memperoleh kesan ini). Dalam studi ini FGD tidak terlalu bebas dalam arti harus diarahkan untuk memperoleh informasi sesuai dengan studi. Untuk menempatkan diri sebagai moderator yang baik seorang peneliti membutuhkan keterampilan substantif maupun keterampilan proses : A. Keterampilan Substantif Keterampilan yang diperlukan moderator dalam memahami permasalahan yang didiskusikan. B. Keterampilan Proses: Keterampilan yang perlu dikuasai oleh moderator untuk mengatur proses diskusi sehingga tujuan yang ingin dicapai dengan memfokuskan diskusi pada persoalan yang hendak diteliti dapat benar-benar tercapai.23

FGD harus dipersiapkan sedemikian rupa sehingga setiap peserta mengemukakan pendapat secara bebas, terbuka dan dalam suasana santai, tanpa ada perasaan khawatir, suasana diskusi seperti itu hanya mungkin tercipta jika: A. Komposisi peserta relatif homogen B. Tempat diskusi bagi mereka tidak terlalu formal. Kecuali diskusi dengan tokoh formal, diskusi dengan kelompok lainnya disarankan untuk dilangsungkan di tempat kediaman salah seorang peserta. C. Format diskusi mencerminkan kesetaraan derajat peserta diskusi, misalnya sama-sama duduk di lantai dalarn bentuk melingkar.

D. Suasana batin peserta mendukung. Diskusi tidak dilakukan ketika sedang ada warga yang kena musibah atau hajatan, misalnya. E. Peneliti dapat menempatkan diri secara tepat bahwa dia berperan sekedar sebagai moderator yang sederhana dan berasal dari kelas sosial yang tidak terlalu berbeda dengan peserta. Penampilan dan moderator yang mengesankan eksklusivitas harus dihindari. F. Jumlah peserta tidak terlalu banyak sehingga semua peserta memiliki kesempatan waktu yang cukup untuk mengutarakan pendapat atau perasaan. Jumlah peserta untuk setiap kelompok disarankan tidak lebih dan tujuh orang. G. Waktu diskusi tidak terlalu lama (1,5 2,0 jam) dan harus dihentikan sebelum peserta merasa jenuh.24

Keseluruhan hasil FGD harus dikomunikasikan oleh peneliti kepada pembaca melalui laporan yang credible dari segi isi maupun teknik. Laporan itu sekaligus menggambarkan kinerja peneliti sebingga perlu disiapkan secara cermat. Begitu diskusi dengan suatu kelompok FGD selesai maka peneliti (dan asisten jika perlu) harus segera memeriksa kelengkapan cacatan-catatan tambahan (hampir selalu diperlukan untuk menambah penjelasan) dan mengorganisasikannya sedemikian rupa sehingga mempermudah pembuatan laporan awal. Pekerjaan-pekerjaan itu harus dilakukan segera tanpa menunggu hari esok karena ada risiko terlupakan. Laporan awal itu pada umumnya harus diedit berulang kali sebelum menjadi laporan akhir. (Idealnya laporan akhir harus dilengkapi transkripsi diskusi).25

Laporan harus mencakup penjelasan mengenai proses FGD dan temuan-temuan keseluruhan studi. Deskripsi mengenai konteks sosial-geografis dalam suatu studi kualitatif sangat penting karena temuan studi hanya dapat dipahami secara benar jika diletakkan dalam konteksnya yang tepat. Deskripsi mengenai konteks yang meyakinkan sebenarnya hanya dapat diperoleh melalui pengamatan peneliti secara langsung di lapangan. Sumber lain yang potensial dapat diperoleh dari literatur yang relevan, atau hasil penelitian sebelumnya (jika ada). Laporan FGD perlu dilengkapi penjelasan singkat mengenai proses diskusi termasuk proses pembentukan kelompok FGD (dan rasional yang melatarbelakanginya), tempat dan waktu atau durasi, suasana batin peserta, dan kelancaran diskusi. Penjelasan itu akan membantu pembaca memahami konteks

studi secara lebih baik dan bahkan dapat menambah bahan evaluasi mengenai kredibilitas FGD dan validitas temuan-temuannya.25

Bagian utama laporan FGD tentunya merupakan temuan-temuan yang diperoleh dari keseluruhan studi, tidak hanya berdasarkan FGD tetapi juga berdasarkan pengamatan, wawancara mendalam, wawancara informal-spontan, atau sumber informasi lainnya. Dalam menyajikan temuan-temuan yang penting adalah peneliti menyajikannya sedemikian rupa sehingga pembaca dapat membedakan: (1) mana yang merupakan fakta, mana yang merupakan opini subyektif peneliti, (2) mana temuan yang meyakinkan atau well-verified dan mana yang merupakan kasus khusus yang tak perlu dibesar-besarkan, (3) bagian laporan mana yang penting, bagian mana yang trivial. Hal penting lainnya mengenai temuan studi adalah kecermatan peneliti dalam melakukan verifikasi mengenai suatu informasi. Peneliti tidak boleh begitu saja mempercayai informasi yang diperoleh dari seorang informan tanpa melakukan pemeriksaan dengan membandingkannya dengan informasi dari, paling tidak, dua informan lainnya. Verifikasi seperti itu tetap diperlukan bahkan untuk informasi yang sudah sesuai atau sudah make-sense bagi peneliti.25

Termasuk temuan studi yang perlu dilaporkan adalah hal-hal yang tidak diantisipasi yang akan terjadi. Informasi mengenai latar belakang atau penjelasan di balik gejala yang tidak diantisipasi itu sangat perlu untuk dilaporkan. a. (konteks, proses FGD, temuan-temuan) b. Kombinasi fakta dan opini peneliti c. Deskriptif v.s Bahasa Evaluatif d. Verifikasi Informasi. 24

Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan. Pembahasannya meliputi: a) FGD untuk memicu arti dan baha diare

b) FGD untuk memicu rasa pentingnya cuci cara tangan yang benar c) FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan cara penyimpanan air bersih d) FGD menyangkut pentingnya jamban yang sehat25 FGD ini berlangsung ketika masyarakat sudah terpicu dan ingin berubah, namun terhambat dengan permasalahan cara melakukannya sulit. Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun cara melakukannya itu sulit, maka harus diberikan solusi dengan menimbulkan lagi petingnya pencegahan diare dan bahaya diare. Metode yang dilakukan ini bertujuan untuk memicu masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku, dengan adanya pemicuan ini target utama dapat tercapai yaitu: meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih belum melakukan pencegahan diare. Menurut penelitian yang sudah dilakukan dengan melakukan FGD sebanyak 12 sesi di Sudan, dengan total populasi 11264 orang, kriteria inkulsi semua ibu yang mempunyai minimal 1 anak yang berumur kurang dari 25 tahun dengan teknik sistematic random sampling terpilihlah 118 orang ibu. FGD dibagi 24 grup, di setiap grup disupervisi oleh 1 relawan, yang diawasi oleh pengawas. 1 Pengawas mengawasi 3 relawan. 1 Sesi setiap minggu selama 3 bulan, dengan tempat bertemu berpindah pindah setiap rumah. Diberikan pre dan post test setelah perlakuan, data diolah dengan SPSS. Dengan hasil yang didapat peningkatan dari 29 % menjadi 93% dengan hasil analisis stastistik terjadi peningkatan sangat bermakna.2 Faktor faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan FGD : A. Pemilihan anggota kelompok Diharapkan pemilihan anggota kelompok yang mempunyai pengalaman yang sesuai dengna topic penelitian, yang tertarik dengan topiknya. Pemilihan sampel dengan metode snowballing yang paling baik. Ketika mencari siapa orang yang tertarik untuk mengikuti diskusi B. Besar dari grup Paling baik sebanyak 6 12 orang. Tidak terlalu besar karena akan berkurang pratisipasi dari setiap anggota kelompok maupun terlalu kecil karena hasil yang dicapai tidak akan mencakup semua keterangan dibandingkan dengan interview secara individu. Kelompok yang kecil akan mudah untuk dipimpin sedangkan kelompok yang besar akan lebih sulit

yang dapay menyebabkan masing masing anggota kelompok frustasi. Bagaimana pun jumlah anggota kelompok kembali lagi dari objektif tujuan peneletian C. Sesi dari FGD Semakin banyak sesi akan semakin baik karena akan semakin banyak informasi yang didapat. Tetapi kembali lagi kita memperhitungkan biaya, waktu dan kesediaan dari masing masing anggota kelompok D. Komposisi FGD Tergantung dari tujuan peneletian itu sendiri. Semakin heterogen akan meningkatatkan kualitas dari diskusi tetapi bila terlalu heterogen juga akan berdampak tidak baik dan menghambat dari diskusi itu sendiri. Sedangkan kelompok yang homeogen akan membuat diskusi berjalan secara lebih bebas dalam membagikan pengalaman tetapi kita sulit mengembangkan diskusi lebih kaya karena homogenisitas itu sendiri. Yang ideal adalah gabungan dari 2 kelompok extreme di atas E. Penyusunan tempat duduk melakukan FGD Harus direncanakan secara hati hati membuat suasana yang kondusif dan nyaman. Ditempat yang tidak sulit dijangkau oleh anggota diskusi. Di tempat yang tidak ada gangguan dari luar. Diatur tempat duduknya agar bisa saling mendengar satu dengan yang lainnya F. Keterampilan moderator dan pencatat Moderator mempunyai peranan yang penting bukan hanya untuk menuntun anggota kelompok diskusi tetapi membuat diskusi menjadi dinamis bagi setiap anggota kelompok. Penulis harus dapat menulis semua nama anggota kelompok dan pendapat pendapatnya secara keseluruhan dan bisa mendapatkan informasi yang tepat dan benar G. Jalannya Diskusi Diskusi harus berjalan tidak terlalu lama dan tidak terlalu cepat kira 45 90 menit. Diusahakan tidak terlalu monoton, pertama dengan perkenalan, ice breaker, tidak ada pendapat yang salah atau benar, hanya untuk mendengarkan pendapat.25

2.6 Kerangka Teori

Usia ibu

Host

Tingkat pendidikan Ibu

Pekerjaan Ibu

Informasi

Pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap pencegahan diare

Agent Sarana Pelayanan Kesehatan

Tingkat pendapatan

Lingkungan

Sarana Air bersih

Sarana Jamban

2.7 Kerangka Konsep

Sikap

Pengetahuan

Perilaku

Pencegahan diare

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan adalah studi eksperimental quasi, mengenai peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu yang memiliki balita terhadap pencegahan diare dengan focus group discussion di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 3 minggu sejak tanggal 11 Juni 2012 sampai tanggal 31 Juni 2012 di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

3.3 Sumber Data Sumber data terdiri dari : a. Data primer diambil dari responden dengan kuesioner yang sudah diuji coba terhadap ibu yang memiliki balita di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk. b. Data sekunder diambil dari data puskesmas Kelurahan Kebon Jeruk dan Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk dan hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku diare.

3.4 Populasi dan sampel Populasi adalah ibu yang memiliki balita di Kelurahan Kebon Jeruk dan Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk sebanyak 16.191 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah menggunakan non-probability sampling dengan teknik accidental sampling. Responden adalah 32 orang ibu yang memiliki balita di Kelurahan Duri Kepa. 3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi a. Kriteria Inklusi adalah semua ibu yang memiliki balita yang bertempat tinggal di Kelurahan Kebon Jeruk dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. b. Kriteria Eksklusi adalah ibu yang memenuhi kriteria inklusi, namun menolak untuk mejadi sampel penelitian. 3.6 Sampel Besar Sampel yang digunakan adalah 32 orang ibu yang memiliki balita di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk. 3.7 Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini digunakan variabel perlakuan, variabel tercoba, dan variabel luar. Variabel perlakuan berupa peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu yang memiliki balita di Kelurahan Kebon Jeruk dan Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk. Variabel tercoba adalah pencegahan diare. 3.8 Cara Kerja 1. Menghubungi Lurah Kelurahan Kebon Jeruk yang menjadi daerah penelitian untuk melaporkan tujuan diadakannya penelitian di daerah tersebut 2. Menghubungi petugas dan ibu-ibu kader agar membantu kegiatan penelitian 3. Melakukan pengumpulan data dengan mengunakan instrumen penelitian berupa kuesioner di posyandu RT01/ RW 12 Kelurahan Kebon Jeruk. 4. Melakukan focus group discussion sesi pertama, dibagi 3 kelompok dengan 1 kelompok terdiri dari 10 11 orang. 5. Melakukan focus group discussion sesi kedua 4 hari setelah sesi pertama, dibagi 3 kelompok dengan 1 kelompok terdiri dari 10 11 orang. 6. Melakukan pengumpulan data setelah intervensi dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner Kelurahan Kebon Jeruk. 7. Melakukan pengolahan, analisis, dan interpretasi data

8. Penulisan laporan penelitian 9. Pelaporan penelitian 3.8.1. Pengolahan Data Terhadap data-data yang telah dikumpulkan dilakukan dikelola dengan proses editing, verifikasi, dan koding. Selanjutnya dimasukkan dan diolah dengan menggunakan komputer, yaitu program SPSS. 3.8.2. Penyajian Data Data yang didapat disajikan secara tekstular, tabular, dan chart. 3.8.3. Analisis Data Terhadap data yang telah diolah akan dilakukan analisis sesuai dengan cara uji statistik menggunakan analisis univariat dengan uji parametrik, yaitu uji t-test (dependent). 3.8.4. Interpretasi Data Data diinterpretasi secara deskriptif korelatif antar variabel-variabel yang telah ditentukan. 3.8.5. Pelaporan Data Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian yang selanjutnya akan dipresentasikan dihadapan staf pengajar Program Pendidikan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) pada hari forum pendidikan Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UKRIDA. 3.9. Definisi Operasional 3.9.1. Data Umum A. Responden Tiga puluh dua ibu di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk yang memiliki balita berusia 0-5 tahun. B. Usia Responden

Adalah usia yang diukur dari tanggal lahir pasien yang sesuai dengan yang tercantum dalam KTP atau Kartu Keluarga dikurangi tanggal saat pasien diwawancara. Jika ada kelebihan usia, kurang dari 6 bulan dibulatkan ke bawah, dan bila terdapat kelebihan usia lebih atau sama dengan 6 bulan dibulatkan ke atas. C. Pendidikan Adalah jenjang pendidikan formal dari suatu institusi tertentu yang mencakup tingkat SD atau sederajat, SMP atau sederajat, SMU atau yang sederajat dan akademi/ perguruan tinggi atau yang sederajat. Tingkat Pendidikan Rendah : Buta Huruf Tidak tamat/ tamat SD atau sederajat Tidak tamat/ tamat SMP atau sederajat Tidak tamat SMA atau sederajat

Tingkat Pendidikan Sedang Tamat SMA atau sederajat Tidak tamat akademi atau perguruan tinggi atau sederajat

Tingkat Pendidikan Tinggi Tamat akademi atau perguruan tinggi atau sederajat

Koding : Kode 1 : Tingkat Pendidikan Tinggi Kode 2 : Tingkat Pendidikan Sedang Kode 3 : Tingkat Pendidikan Rendah D. Jumlah anak Jumlah anak hidup yang dimiliki oleh responden pada saat penelitian berlangsung.

3.9.2 Data Khusus

A. Pengetahuan Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor dari luar seperti informasi. Hal yang ingin diteliti adalah pengetahuan responden mengenai diare. Koding : Kode 1 : Pengetahuan baik Kode 2 : Pengetahuan cukup Kode 3 : Pengetahuan kurang B. Sikap Sikap adalah tanggapan atau reaksi responden berdasarkan pendirian, pendapatan dan keyakinan individu tersebut. Hal yang ingin diteliti adalah bagaimana sikap responden mengenai diare. Koding : Kode 1 : Sikap baik Kode 2 : Sikap cukup Kode 3 : Sikap kurang C. Perilaku Perilaku adalah tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai dan norma kelompok yang bersangkutan serta merupakan konsekuensi yang logis (ideal dan normatif) dari eksistensi pengetahuan budaya atau pola pikir yang dimaksud. Hal yang diteliti adalah perilaku responden mengenai diare. Koding : Kode 1 : Perilaku baik

Kode 2 : Perilaku cukup Kode 3 : Perilaku kurang

3.9.2 Etika Penelitian Responden yang diwawancara untuk pengisian kuesioner pada penelitian ini diberikan jaminan kerahasiaan terhadap data-data yang diberikan dan berhak menjadi responden.

BAB III HASIL PENELITIAN

Dari 32 ibu yang mempunyai balita di Kelurahan Kebon Jeruk yang bersedia mengikuti penelitian, telah mengisi kuesioner postest yang diberikan sebelum mendapatkan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD) sebaiknya dapat dilakukan secara intensif, dengan frekuensi pertemuan yang lebih sering, dan dengan cakupan polulasi yang lebih bervariatif. Dapat pula diadakan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas mengenai tema yang berbeda, sehingga warga dapat memperoleh solusi terhadap masalah kesehatan di lingkungannya.. Kemudian mengisi kuesioner prestest setelah mendapatkan intervensi. Dari data tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 1. Karakteristik Ibu Menurut Umur Variabel Umur Minimum 19.00 Maximum 45.00 Mean 30.062 SD 5.656

15.6% 37,5%

46.9% Mean 1.7812 SD : 0.70639

Grafik 1. Karakteristik ibu menurut tingkat pendidikan

Tabel 2. Karakteristik Ibu Menurut Jumlah Anak Variabel Jumlah Anak Minimum 1.00 Maximum 4.00 Mean 1.75 SD 0.762

Tabel 3. Perbandingan Rata-Rata Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pretest dan Postest Variabel Pengetahuan Pretest Post test Sikap Pretest Post test Perilaku Pretest Post test Mean 24.8 29.9 37.766 39.3 25.833 26.533 SD 3.889 3.915 3.52 3.12 1.641 1.431

Tabel 4. Analisis Statistik Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Sebelum dan Setelah Mendapatkan Intervensi Mean SD 95% Confidence Interval of the Difference Pengetahuan Pretest-Post test Sikap Pretest-Post test Perilaku Pretest-Post test -0.7 1.643 -1.313 -0.086 -2.333 29 0.027 -1.533 3.963 -3.013 -0.053 -2.119 29 0.043 -5.1 4.105 -6.632 -3.567 -6.805 29 0.000 T df Sig (2-tailed)

BAB V PEMBAHASAN

Berdasarkan data, rata-rata umur ibu adalah 30 tahun. Pada usia ini seorang ibu sudah cukup matang untuk dapat mengikuti Focus Group Discussion (FGD) dengan serius dan dapat mengemukakan pendapat dengan baik. Hasil data tingkat pendidikan ibu yang ikut serta dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi dan sedang menempati 62,5% atau sebanyak 20 orang. Seseorang yang telah mempunyai dasar pendidikan yang cukup, dapat lebih cepat menangkap dan memahami suatu pengetahuan yang baru. Dengan metode FGD ini dituntut keatifan dari setiap peserta dalam mengemukakan pendapat dan membahas solusi, diharapkan dengan tingkat pendidikan yang cukup proses FGD dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil analitik diperoleh rata rata ibu yang memiliki jumlah anak sebanyak 2 orang. Dengan maksimum jumlah anak sebanyak 4 orang, dan jumlah minimum sebanyak 1 orang anak. Semakin banyak jumlah anak maka perhatian ibu terhadap pencegahan diare akan semakin berkurang. Dengan rata rata jumlah anak sebanyak 2, diharapkan perhatian ibu tentang pengetahuan sikap dan perilaku ibu mengenai pencegahan diare setelah diadakan FGD dapat diterapkan pada kehidupan sehari hari. Secara statistik, terdapat perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu mengenai pencegahan diare sebelum dilakukan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD) dengan pengetahuan ibu setelah dilakukan intervensi (Confidence Interval = -3.567- -6.805 ,Sig twotailed=0.000). Pada penelitian ini digunakan Significance two-tailed, dengan Ho = tidak ada perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu mengenai pencegahan diare sebelum dilakukan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD) dengan pengetahuan ibu setelah dilakukan intervensi. Pada hasil statistik sikap ibu terhadap pencegahan diare sebelum dan sesudah dilakukan intervensi didapatkan Confidence Interval = -3.013- -0.053,Sig two-tailed=0.043. Dengan Ho= tidak ada perbedaan bermakna antara sikap ibu mengenai pencegahan diare

sebelum dilakukan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD) dengan sikap ibu setelah dilakukan intervensi. Sesuai dengan hasil analisis T-test, didapatkan Ho ditolak, dimana terdapat perbedaan bermakna antara sikap ibu mengenai pencegahan diare sebelum dilakukan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD) dengan sikap ibu setelah dilakukan intervensi.

Terdapat perbedaan bermakna pula antara perilaku ibu mengenai pencegahan diare sebelum dilakukan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD) dengan perilaku ibu setelah dilakukan intervensi (Confidence Interval =-1.313- -0.086, Sig two-tailed=0.027). Berdasarkan hasil analisa T-test data pengetahuan, sikap, dan perilaku tersebut, ketiganya mempunyai hasil perbedaan bermakna sebelum dan sesudah dilakukan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD), dengan menolak Ho. Menunjukkan bahwa metode Focus Group Discussion (FGD) dapat digunakan sebagai media diskusi yang baik sehingga setiap peserta dapat memperoleh tambahan pengetahuan dan diharapkan dapat memperbaiki sikap dan perilaku seseorang. Seorang ibu yang telah memiliki pengetahuan yang baik mengenai diare, cara penularan diare, dan pencegahan diare, diharapkan pula dapat menjadi dasar bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Perilaku ibu terhadap pencegahan diare pada balita antara lain dipengaruhi oleh sikap dan pengetahuan ibu, usia ibu, jumlah anak, tingkat pendidikan, sosial budaya, informasi yang tersedia, tingkat pendapatan keluarga, sosial ekonomi lingkungan, sarana air bersih, dan sarana jamban yang tersedia. Faktor- faktor tersebut tidak seluruhnya dibahas pada penelitian ini dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya yang ada (waktu, dana, tenaga, dan alat ukur yang tepat untuk meneliti). Pada penelitian ini, Focus Group Discussion (FGD) dibagi dalam 3 kelompok yang masing masing kelompok terdiri dari 10 11 orang. Hal ini sesuai dengan teori bahwa FGD sebaiknya dilakukan dalam kelompok kecil yang terdiri dari 6 12. Sesi Focus Group Discussion (FGD) pada penelitian ini hanya dilakukan sebanyak 2 kali dikarenakan adanya keterbatasan waktu dan tempat penelitian, sehingga hasil yang didapatkan kurang optimal dibandingkan dengan hasil penelitian dilakukan di Sudan dengan menggunakan teknik Focus Group Discussion (FGD) sebanyak 12 kali. Kompisi peserta FGD pada penelitian ini adalah heterogen dengan adanya perbedaan faktor usia dan tingkat pendidikan, hal ini memiliki keuntungan diperolehnya pendapat yang luas dan bervariasi dibandingkan dengan kelompok yang homogen, tetapi terdapat kelemahan sepeti : sulitnya memimpin jalannya Focus Group Discussion (FGD) yang teratur dan dinamis. Penyusunan tempat duduk yang baik dimana peserta dapat mendengar pendapat dari masing masing peserta dengan jelas tanpa ada gangguan dari luar. Namun keterbasan tempat dan situasi (banyaknya anak balita yang dibawa oleh ibu) sehingga Focus Group Discussion (FGD) tidak dapat berjalan dengan optimal.

Keterampilan moderator dan pencatat dalam memimpin Focus Group Discussion (FGD) sangat mempengaruhi keberhasilan Focus Group Discussion (FGD). Pada penelitian ini, kami memiliki keterbatasan dengan kurangnya pengalaman moderator dan pencatat dalam memimpin Focus Group Discussion (FGD) karena memimpin Focus Group Discussion (FGD) salah satu dari bagian pembelajaran kami dalam penelitian ini. Untuk dapat lebih meningkatkan hasil dari pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD), diharapkan Focus Group Discussion (FGD) dapat dilakukan secara intensif, dengan frekuensi pertemuan yang lebih sering, dan dengan cakupan polulasi yang lebih bervariatif. Karena sulitnya mengubah sikap dan perilaku seseorang dalam waktu singkat. Dapat pula diadakan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas mengenai tema yang berbeda, sehingga warga dapat memperoleh solusi terhadap masalah kesehatan di lingkungannya. Dibandingkan dengan hasil penelitian yang terdahulu yang dilakukan di Sudan terjadi peningkatan sangat bermakna mungkin dikarenakan dengan teknik FGD yang dilakukan oleh tenaga professional dari WHO dan dengan intensitas pertemuan sebanyak 12 kali dibandingkan dengan penelitian kami yang hanya 2 kali.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan Metode Focus Group Discussion (FGD) cukup berhasil dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku seseorang. yang dibuktikan dari hasil analisa data eksperimen terhadap 32 ibu yang mempunyai balita di wilayah Kelurahan Kebon Jeruk selama periode Juni 2012.

6.2 Saran Agar teknik Focus Group Discussion lebih dikembangkan lagi dan dipopulerkan dalam proses promosi kesehatan yang baru sebagai suatu metode yang baru sehingga proses promosi lebih menghasilkan peningkatan yang bermakna. Diperlukan adanya peningkatan frekuensi Focus Group Discussion agar dapat memperoleh hasil yang optimal. Kelurahan Kebon Jeruk dapat pula menggunakan tehnik Focus Group Discussion untuk memmbahas berbagai masalah kesehatan yang terjadi sehingga masyakaratpun dapat lebih memahami dan berperan serta dalam mengatasi masalah kesehatan yang terjadi di lingkungan. Diharapkan peneletian selanjutnya dapat mengungkapkan lagi seberapa besar efektifitas dan efisiensi dengan metopde Focus Group Discussion dibandingkan dengan metode promosi kesehatan lainnya.. Diharapkan agar hasil penelitian ini digunakan sebagai masukan dan dapat menjadi umpan balik positif bagi ibu yang mempunyai balita Kelurahan Kebon Jeruk dan Puskesmas Kelurahan Kebon Jeruk dalam upaya pencegahan penyakit diare balita. Ibu dapat lebih mengetahui tentang penyebab terjadinya diare dan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya diare pada balita sehingga dapat meningkatkan perilaku ibu mengenai pencegahan diare balita. Puskesmas juga dapat bergerak tanggap terhadap masalah diare pada balita yang terjadi di lingkungan kerjanya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Situasi Diare di Indonesia. Pusat Penelitian Departemen Kesehatan RI. 2011 2. J Family Community Med. 2010. Experimental studies in Sudan. 17(3): 141146. 3. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Edisi ke-5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007 4. Widaya W. Permasalahan dan Kebijakan Pemerintah untuk Penanggulangan Diare, disampaikan dalam Seminar Nasional Diare Perkembangan Terkini dan

Permasalahannya. Yogyakarta. 2004 5. Amiruddin R. Current Issue Kematian Anak (Penyakit Diare). Universitas Hasanuddin. Makassar. 2007 6. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Penerbit Erlangga, Jakarta. 2005 7. Suharyono. Diare Akut. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. 1986 8. Nasry N. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. 1997 9. Sanropie D, Ristanto B. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih APK-TS. Pusdiklat Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 1983: 1-347 10. Soemirat J. Kesehatan Lingkungan. Balai penerbit Yogyakarta. 1996 11. Sumini, Margono, Purwanto. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih. Pusdiklat Depkes RI, Jakarta. 1983 12. Andrianto P. Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare Akut. Penerbit EGC, Jakarta. 1995. 13. Haryoto K. Kesehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 1983 14. Notoatmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit EGC, Jakarta. 1996 15. Suharyono. Diare Akut. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. 1986 Universitas Gajah Mada,

16. Howard G, Bartram J. Domestic Water Quantity, Service Level and Health. 2003. Diunduh dari http://www.who.int/water sanitation_health 17. Fahrial SA. Pengobatan Diare yang Tepat. 2006. Diunduh dari http://www. Medicastore.Com 18. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. 2005: 50-6. 19. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S. Pendidikan kesehatan gigi. Penerbit EGC, Jakarta. 2001: 92-3. 20. Ramdhani N. Sikap dan beberapa definisi untuk memahaminya. 2010. Diunduh dari http://neila.staff.ugm.ac.id 21. Wismanto YB. Pengaruh sikap terhadap perilaku kajian meta analisis korelasi. Diunduh dari http://www.unika.ac.id 22. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit Renika Cipta, Jakarta. 2003 23. Irwanto. Focus Group Discussion. Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat. 1998 24. Morgan DL, Kruger. When to Use Focus Group and Why. Morgan Successful Focus Groups. 1993 25. Knodel. The Design and Analysis of Focus Goup Studies, A Practical Approach. Morgan Successful Focus Groups. 1993

You might also like