You are on page 1of 11

BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998). Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998). Perdarahan post partum: Hilangnya darah 500 ml atau lebih dari organ-organ reproduksi setelah selesainya kala 3 (eksplusi/ekstraksi plasenta dan ketuban). Normalnya, perdarahan ditempat plasenta terutama dikontrol oleh kontraksi dan retraksi anyaman serat serat otot serta agregasi trombosit fibrin didalam pembuluh darah desidua (Ben-zion Tober, M.D, 1994) HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).

Klasifikasi : Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: 1. Perdarahan Post Partum Primer (Early Postpartum Hemorrhage): Perdarahan post partum primer trjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan post partum primer adalah atenia uteri, retentio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir, terbanyak dalam 2 jam pertama 2. Perdarahan Post Partum Sekunder (Late Postpartum Hemorrhage): Terjadi setelah lebih dari 24 jam pertama seelah bayi lahir. penyebab utama perdarahan post partum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta / membran

B. Etiologi Penyebab umum perdarahan postpartum adalah: 1. Atonia Uteri


3

Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). Uterine atony adalah kegagalan kontraksi uterus disekitar arteri endometrial pada bagian plasenta yang akan menyebabkan perdarahan. Relaksasi otot uterus diikuti perdarahan yang cepat dari arteri endometrial pada bagian plasenta, perdarahan berlanjut ke kontraksi serat otot uterus hingga aliran darah berhenti Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah : a) Umur yang terlalu muda / tua b) Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara c) Partus lama dan partus terlantar d) Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar e) Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio plasenta f) Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi

Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.

2. Retensio Plasenta Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta : a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya : a) Plasenta adhesiva yaitu, plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam. b) Plasenta inkreta
4

yaitu, vili khoriallis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium. c) Plasenta akreta yaitu, vili khoriallis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa. d) Plasenta perkreta yaitu, vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.

b. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibatkesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata). Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.

3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban Plasenta atau selaput janin yang tertinggal akan menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka. 1) Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta) 2) Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)

4. Trauma jalan lahir 1) Episiotomi yang lebar 2) Rupture uteri 3) Lacerasi/robekan perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim

i. Robekan Serviks Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti,
5

meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri

ii. Robekan Vagina Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.

iii. Robekan Perineum Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika. Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.

5. Penyakit darah 1) Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia/hipofibrinogenemia 2) Tanda yang sering dijumpai : a) Perdarahan yang banyak b) Solusio plasenta c) Kematian janin yang lama dalam kandungan d) Pre eklampsia dan eklampsia. e) Infeksi, hepatitis dan syok septic

6. Hematoma Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.

7. Inversio Uterus Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah. I. Pembagian inversio uteri : a) Inversio uteri ringan Yaitu Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim. b) Inversio uteri sedang Yaitu uterus terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina. c) Inversio uteri berat yaitu Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina. II. Penyebab inversio uteri : a) Secara Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk). b) Karena Tindakan : perasat Crede yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim. Faktor yang memudahkan terjadinya inversio adalah uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya; tarikan tali pusat yang berlebihan, atau patulous kanalis servikalis.

8. Subinvolusi Uterus Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan
7

pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kirakira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, terjadi jika ada infeksi. Ibu juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.

Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan yaitu: 1. Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya: a) Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu b) Grande multipara (lebih dari empat anak). c) Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun). d) Bekas operasi Caesar e) Pernah abortus (keguguran) sebelumnya

2. Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya: a) Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep. b) Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar. c) Uterus yang kelelahan, persalinan lama. d) Uterus yang lembek akibat narkosa. e) Inversi uteri primer dan sekunder.

C. Patofisiologi Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.

Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga
8

perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.

D. Manifestasi Klinis I. Gejala Klinis umum yang terjadi adalah a) kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml) b) nadi lemah c) pucat d) lochea berwarna merah e) haus f) pusing, gelisah, letih, g) dapat terjadi syok hipovolemik h) tekanan darah rendah i) ekstremitas dingin, j) mual. II. Gejala Klinis berdasarkan penyebab: 1) Atonia Uteri Gejala yang selalu ada : Uterus membesar, tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah bayi lahir (pendarahan postpartum primer) Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain) i. Robekan jalan lahir Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.

ii.

Retensio plasenta Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, retensio uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan 10nti 7-10 hari.

iii. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta) Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang. iv. Inversio uterus Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri hebat. Pemeriksaan dalam : 1) Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam. 2) Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak. 3) Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik). Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat.

E. Pemeriksaan Penunjang 1) Golongan darah menentukan Rh, ABO dan percocokan silang 2) Jumlah darah lengkap menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. Saat hamil 5.000-15.000) 3) Kultur uterus dan vagina
10

mengesampingkan infeksi pasca partum 4) Urinalisis memastikan kerusakan kandung kemih 5) Profil koagulasi peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID 6) Sonografi menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

F. Penatalaksanaan 1. Penanganan umum Perbaikan keadaa umum dengan: 1) Pemasangan infus 2) Transfusi darah 3) Pemberian antibiotik 4) Pemberian uterotonik Pada keadaan gawat dilakukan rujukan ke rumah sakit. 2. Pada robekan serviks, vagina dan perineum pendarahan diatasi dengan jala menjahit. 3. Penanganan khusus 1) Atonia uteri 2) Retensio plasenta 3) Inversio uteri 4) Rupture uteri

I. Penanganan pendarahan pada Atonia uteri Tergantung pada banyaknya pendarahan dan derajat atonia uteri. i. Menimbulkan kontraksi otot uterus a. Pemberian uterotonika: a) Oksitosi langsung IV/IM, menimbulkan kontraksi cepat b) Meterghin IV/IM, mempertahankann kontrkasi c) Prostaglandin b. Kompresi bimanual
11

a) Tangan kanan dimasukkan ke dalam vagina, membuat tinju kea rah dinding depan uterus. Tangan kiri melipat fundus uteri sehingga uterus terlipat, dengan tujuan menghentikan pendarahan. b) Tangan kanan dimasukkan ke dalam vagina, selanjutnya menjepit serviks sehingga tertutup. Tangan kiri di luar melakukan masase sehingga timbul kontraksi otot uterus. ii. Melakukan uterovaginal tampon Penghentian pendarahan dengan tampon tidak banyak dikerjakan lagi dan bila tampo basah, tidak boleh diulagi lagi karena darah dalam tampon cukup banyak yang menandakan pendarahan belum berhenti. Bila dengan uterotonik kontraksi otot uterus tidak terjadi, uterovagiinal tampon tidak perlu dipasang. Nilai tampon lebih rendah dari uterotonik. iii. Penjepitan parametrium cara Henkel Tujuannya untuk menjepit arteri uterin sehingga pendarahan berhenti. iv. Ligasi arteri hipogastrik Operasi untuk menghentika pendarahan dengan melakukan ligasi arteri hipogastrika, cukup sulit karena ada kemungkinan ikut terikatnya ureter dan minimbulkan komplikasi pada ginjal. v. Histerektomi supravaginal Bila pendarahan tidak dapat diatasi, untuk meyelamatkan jiwa penderita dilakukan histerektomi supravaginal.

II. Penanganan pendarahan pada Retensio Plasenta Setelah memberikan infuse profilaksis, antibiotik dan uterotonik tetapi plasenta belum lahir dalam setengah sampai satu jam setelah bayi lahir, maka yang dapat dilakukan adalah: i. Coba 1-2 kali dengan perasat Crede ii. Keluarkan plasenta dengan tangan (manual plasenta) iii. Bila masih ada sisa-sisa plasenta, maka akan dilakukan kuretase dan diperiksakan ke PA

III. Penanganan pendarahan pada Inversio Uteri i. Pencegahan:

12

Hati-hati dalam memimpin persalinan, jagan terlalu mendorong rahim atau melakukan perasat Crede berulang-ulang dan hati-hatilah dalam menarik tali pusat serta melakukan pengeluaran plasenta dengan tangan. ii. Bila telah terjadi maka terapinya adalah: a. Pasang infuse rangkap, mempersiapkan darah yang cukup b. Berikan tokolitik: ritrodine, magnesium sulfat c. Hilangkan rasa nyeri dengan petidine atau morfin d. Lakukan reposisi a) Anestesi general b) Reposisi pervaginal plasenta manual, mesase, uterotoik, oksitosin, dan metargin e. Bila gagal reposisi, lakukan tindakan operasi: a) Transabdominal menurut Haultein b) Transvaginal menurut Spinelli

IV. Penanganan pendarahan pada Ruptura Uteri Dengan tindakan: i. ii. iii. iv. Histerektomi Histeroterapi Cuci kavum abdomen dan irigasi dengan antibiotika Pemasangan drainase

G. Komplikasi Komplikasi kehilangan darah yang banyak adalah syok hipovolemik disertai dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat , anemia, sindrom Sheehan

13

You might also like