Professional Documents
Culture Documents
PARTUS NORMAL
Hugh Dixon Wolcott dan Kathleen J. Balley
Dalam Manual of Obstetrics Edisi ke VII, 2007
KATA KUNCI
Persalinan merupakan proses fisiologi normal
Hanya sekitar 50% kehamilan risiko tinggi, disertai penyulit, yang dapat
diidentifikasi sebelum skrining (penapisan) dan masuk rumah sakit untuk
melahirkan. Pemeriksaan yang teliti terhadap ibu dan janin sebelum terjadinya
persalinan sangat penting.
Pemahaman terhadap prinsip-prinsip persalinan normal dan fisiologi ibu-janin
diperlukan untuk menghindari tindakan intervensi yang tidak perlu pada waktu
persalinan.
Melalui penelitian prospektif, acak, terkontrol, ternyata pemantauan janin
elektronik kontinyu (PJEK) tidak terbukti bermanfaat banyak sehingga
penggunaannya di kamar bersalin harus berdasarkan indikasi.
Permintaan pasien untuk melahirkan tanpa nyeri sudah merupakan kondisi yang
perlu dipertimbangkan untuk dipenuhi.
Episiotomi rutin tidak terbukti memperbaiki luaran janin sehingga tindakan
tersebut hanya dilakukan atas indikasi klinis yang jelas.
.
LATAR BELAKANG
Definisi
Persalinan adalah suatu proses kontraksi rahim yang teratur untuk
mengeluarkan janin dari rongga rahim.
persalinan aterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan 37 – 42 minggu
dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT.).
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum kehamilan 37 minggu.
Kehamilan posterm adalah kehamilan setelah 42 minggu dan keadaan ini
memerlukan pemantauan yang ketat.
Pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu disebut keguguran (abortus), bisa
terjadi spontan atau elektif.
Anamnesia
Ketuban Pecah
o Keadaan selaput ketuban perlu ditentukan jika hal ini tidak dilaporkan
sebagai bagian dari keadaan awal.
o Pasien dapat mengeluh hanya keluar cairan atau dapat juga disertai
kontraksi rahim. Awal terjadinya ketuban pecah merupakan hal penting
karena ketuban pecah lama meningkatkan risiko khorioamnionitis.
o Bila pasien merasakan tiba-tiba keluar cairan banyak dari vagina dan
selanjutnya terus keluar cairan, maka sangat mungkin ketubannya sudah
pecah (data ini dapat dipercaya untuk lebih dari 90% pasien).
o Kadang-kadang pasien hanya merasakan pakaian dalamnya basah
(lembab) dan ragu apakah karena urin, sekresi vagina, lendir serviks,
atau cairan ketuban.
o Diagnosis ketuban pecah dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
fisik, laboratorium, dan USG.
JJE-20080203 2
Partus Normal
Gerakan Janin
Pada awal pemeriksaan pasien inpartu harus ditanyakan mengenai gerak janin.
Kebanyakan pasien mengetahui pola dasar aktivitas gerakan janinnya.
Bila pasien melaporkan bahwa gerakan janinnya jarang atau semakin berkurang
bila dibandingkan dengan pola gerakan sehari-harinya, maka kesejahteraan
janin perlu dipastikan.
o Penilaiannya dapat memakai pemantauan kesejahteraan janin melalui uji
tanpa beban (non-stress test = NST), uji dengan beban (contraction
stress test = CST), atau profil biofisik (Lihat Bab 32).
o Panduan penghitungan gerak harian janin seringkali dipergunakan rutin
pada kehamilan trimester ketiga sebagai sarana penapisan
kesejahteraan janin.
Usia Gestasi
Penentuan usia gestasi terbaik adalah berdasarkan data dari rekam medik
antenatal.
o Semakin terlambat pasien melakukan asuhan antenatal, maka semakin
sulit menentukan berapa usia gestasi yang tepat.
JJE-20080203 3
Partus Normal
JJE-20080203 4
Partus Normal
Riwayat Medis
Semua masalah medis yang sedang terjadi saat ini harus dievaluasi ulang dan
ditentukan seberapa berat pengaruhnya terhadap kehamilan.
Stres saat persalinan dapat memperburuk kebanyakan masalah medis dan
membahayakan kesehatan ibu dan kesejahteraan janin.
Pemeriksaan Fisik
Meskipun pada fase aktif persalinan tidak memungkinkan pemeriksaan fisik
secara optimal, lakukan pemeriksaan terarah pada daerah abdomen dan pelvik
pada waktu di luar his.
Lakukan pemeriksaan dengan cermat setiap keluhan atau abnormalitas yang
berasal dari sistem organ utama.
Perhatian khusus harus diberikan pada pemeriksaan fisik bagian tubuh yang
mengalami kelainan berdasarkan riwayat pasien pribadi.
JJE-20080203 5
Partus Normal
Tanda Vital
Seluruh tanda vital segera diperiksa begitu pasien datang.
Tekanan darah harus diukur diantara dua his, bila pasien obesitas, pergunakan
manset (cuff) yang besar. Bila tekanan darah abnormal, lakukan pemeriksaan
ulang.
Febris, terutama bila disertai ketuban pecah, mungkin mengindikasikan adanya
khorioamnionitis.
Takhikardia atau takhipnoe tanpa disertai kelainan lain sering ditemukan pada
wanita sehat yang sedang inpartu fase aktif.
Kepala
Pemeriksaan kepala harus disertai funduskopi untuk menyingkirkan abnormalitas
vaskular, perdarahan, atau eksudat sebagai bagian dari tanda adanya kelainan
seperti diabetes atau hipertensi.
Konjungtiva pucat (atau kuku) dapat menunjukkan adanya anemia.
Edema muka, tangan, dan sendi kaki sering dijumpai pada pasien preeklampsia.
Palpasi kelenjar thiroid untuk menyingkirkan goiter atau massa lainnya.
Thoraks
Pemeriksaan thoraks dapat mendeteksi adanya proses pneumonia atau murmur
jantung yang jelas (dibanding murmur ejeksi sistolik fisiologis yang sering
terdapat pada kehamilan) dan merupakan data dasar bagi kasus dengan penyulit,
misalnya terjadinya edema paru.
Pelebaran vena-vena leher menunjukkan adanya gagal jantung akibat
bendungan, meskipun jarang, kelainan ini dapat menyebabkan komplikasi yang
serius saat partus, dan seharusnya dapat dideteksi sedini mungkin sehingga
tatalaksana terapi juga sudah dapat dilakukan sejak awal.
Auskultasi paru untuk deteksi adanya ronkhi, crackles, dan mengi (wheezing)
sangat penting pada penderita asma atau hipertensi atau berisiko tinggi terkena
edema paru.
Abdomen
Pemeriksaan abdomen harus dilakukan meskipun sulit (terutama pada
kehamilan aterm) untuk mencari tanda-tanda nyeri atau massa pada organ
visera.
Nyrei tekan epigastrium dapat merupakan gejala dari preeklampsia atau
sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme levels, and a low platelet
count).
Ekstremitas
Pada pemeriksaan ekstremitas harus juga mencakup penilaian edema perifer.
o Edema ringan pada sendi kaki sering ditemukan pada kehamilan normal
mendekati aterm, tetapi bila ditemukan edema berat pada ekstremitas
inferior dan tangan menunjukkan kemungkinan terdapat preeklampsia.
o Pemeriksaan neurologi yang seksama harus dilakukan karena adanya
hiper-refleksi tendo bagian dalam dan klonus merupakan tanda ancaman
(impending) aktivitas kejang.
JJE-20080203 6
Partus Normal
Ukuran Uterus
Hingga pertengahan kehamilan trimester ketiga, jarak antara simfisis pubis
hingga fundus uteri (dalam sentimeter) sebanding dengan usia gestasi (dalam
minggu).
Menjelang aterm, pengukuran ini semakin tidak akurat karena adanya variasi
individual ukuran janin menjadi lebih besar dan tinggi fundus uteri juga
dipengaruhi oleh turunnya bagian terendah janin ke dalam pintu atas panggul
(PAP).
Pemeriksaan Leopold
Pemeriksaan ini sangat penting untuk menentukan posisi janin dalam uterus
didalam tatalaksana persalinan. Terdapat empat langkah pemeriksaan Leopold
(lihat Gambar 2.1), atau ada cara lain dalam menentukan posisi janin yaitu
pemeriksaan USG di kamar bersalin (bedside ultrasound).
Leopold 1 : pemeriksa menghadap ke wajah pasien, tentukan bagian janin yang
mana yang menempati fundus uteri (misalnya bokong pada presentasi kepala).
Bokong bergerak sesuai pergerakan tubuh janin (teraba menjadi satu dengan
tubuh). Kepala teraba keras, bundar, dan lebih globular dibanding bokong serta
terpisah dari tubuh janin.
Leopold 2 : lakukan palpasi bagian lateral uterus untuk mencari lokasi punggung,
ekstremitas, atau bagian kecil janin. Bagian kecil janin kurang tegas teraba
dibanding punggung, tetapi lebih sering terasa bergerak.
Leopold 3 : tentukan apa yang menjadi bagian terendah janin sambil menilai
pergerakan bagian tersebut. Bila sulit digerakkan, berarti bagian terendah janin
sudah masuk PAP.
Leopold 4 : pemeriksa menghadap ke kaki pasien. Pada janin presentasi kepala,
tonjolan dahi teraba pada sisi yang sama dengan bagian kecil janin, berarti janin
dalam posisi fleksi (presentasi belakang kepala). Ekstensi kepala (presentasi
muka) dicurigai bila tonjolan dahi terletak berlawanan dengan bagian kecil janin.
JJE-20080203 7
Partus Normal
Gambar 2.1. Pemeriksaan Leopold untuk mendiagnosa presentasi dan posisi janin. A :
Palpasi bagian kutub atas. B : Memeriksa bagian tepi uterus untuk meraba bagian kecil
janin. C : Palpasi bagian kutub bawah. Kepala teraba bebas bergerak, dan bokong
bergerak bersamaan tubuh janin. D : Bila ditemukan tonjolan pada bagian terendah janin
pada sisi yang berlawanan dengan bagian kecil janin atau pada sisi yang sama dengan
bagian kecil janin, seperti pada presentasi kepala ? ( Sumber Niswander K. Obstetric
and Gynecologic disorders : a practitioner’s guide. Flushing,NY: Medical Examination
Publishing; 1975, dengan ijin.)
Letak Janin
Letak adalah hubungan sumbu panjang janin dengan sumbu panjang ibu. Letak
memanjang terdapat pada janin dengan presentasi kepala atau bokong. Letak
transversal atau oblik terjadi pada janin letak lintang atau presentasi bahu.
Presentasi Janin
Presentasi adalah bagian terendah janin di dalam rongga panggul, bisa kepala,
bokong, atau bahu.
o Presentasi kepala paling sering ditemukan.
o Presentasi dahi atau muka merupakan variasi sementara (peralihan) dari
presentasi kepala, melalui proses defleksi kepala, presentasi dahi atau
muka pada awalnya dapat memasuki rongga panggul.
o Pada presentasi bokong bagian terendah adalah bokong dengan
beberapa variasi presentasi seperti :
• Bokong murni (frank-breech) : bokong teraba di rongga panggul
sedangkan kaki berada di atas PAP
JJE-20080203 8
Partus Normal
o Semua kelainan presentasi berisiko terjadi prolaps tali pusat, tetapi yang
paling berisiko adalah presentasi kaki
o Presentasi bahu menunjukkan adanya letak lintang
o Presentasi rangkap (misalnya kepala dan ekstremitas teraba bersama-
sama) jarang ditemukan pada kehamilan aterm.
o Posisi bagian terendah janin paling baik ditentukan melalui periksa vagina.
Pemeriksaan Panggul
Inspeksi dan palpasi perineum dan panggul sangat penting dalam penilaian
pasien inpartu.
Pemeriksaan yang dilakukan mencakup :
o Ada tidaknya lesi pada perineum, vagina, dan serviks (termasuk infeksi
virus herpes dan virus papiloma/HPV).
o Kapasitas panggul.
o Selaput ketuban.
o Derajat pendataran dan pembukaan serviks uteri.
o Seberapa jauh bagian terendah janin telah masuk rongga panggul.
Bila terjadi perdarahan pada trimester ketiga atau ketuban pecah pada
kehamilan preterm, jangan lakukan periksa dalam, kecuali atas indikasi medis
untuk melakukan pemeriksaan.
Inspeksi
Perineum harus diperiksa apakah ada lesi herpes, varises vulva yang besar,
kondiloma yang besar, dan proses penyembuhan luka perineum yang tidak baik.
Bila dicurigai ada infeksi aktif herpes genital, maka pemeriksaan vagina dan
serviks harus dilakukan dengan memakai spekulum.
Diagnosis ketuban pecah kadangkala dapat ditegakkan dengan melihat cairan
ketuban yang keluar, tetapi seringkali memerlukan spekulum steril untuk melihat
keadaan selaput ketuban.
o Masukkan spekulum steril ke dalam vagina, kemudian lampu sorot
diarahkan sedemikian rupa sehingga serviks dan dinding posterior vagina
dapat ditampakkan.
o Adanya cairan yang banyak di forniks posterior hampir 100%
menunjukkan adanya ketuban pecah.
JJE-20080203 9
Partus Normal
o Bila cairan amnion disertai darah, lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
menyingkirkan adanya solusio plasentae.
o Ada tidaknya mekoneum pada cairan amnion harus dicatat :
• Kejadian cairan ketuban disertai mekoneum semakin meningkat
sesuai dengan bertambahnya usia gestasi.
• Meskipun mekoneum dikeluarkan ke dalam cairan ketuban pada
saat terjadinya stres hipoksia, tetapi hal tersebut tidak khas untuk
hipoksemia.
Gambar 2.2. Gambaran ”ferning” pada apusan cairan ketuban yang berasal dari vagina
menunjukkan kemungkinan adanya cairan ketuban dalam vagina
JJE-20080203 10
Partus Normal
Palpasi Serviks
Palpasi serviks harus dilakukan di luar his untuk memastikan ketepatan
pemeriksaan dan meminimalisasikan ketidaknyamanan pasien.
Pembukaan serviks menunjukkan seberapa besar derajat pembukaan ostium
serviks. Palpasi serviks dapat menunjukkan serviks belum membuka hingga
pembukaan lengkap (10 cm), atau pembukaan serviks antara 0 – 10 cm.
JJE-20080203 11
Partus Normal
Gambar 2.4. Estimasi penurunan kepala ke dalam rongga panggul. Didiagnosis Stasion
0 bila bagian terendah kepala janin telah mencapai spina iskhiadika ( Sumber
Niswander K. Obstetrics: essentials of clinical practice. 2nd ed. Boston: Little, Brown;
1981, dengan ijin.)
JJE-20080203 12
Partus Normal
Gambar 2.5. Variasi pada presentasi kepala. LOP, left occiput posterior (UUK kiri
belakang); LOT, left occiput transverse (UUK kiri lintang); LOA, left occiput anterior
(UUK kiri depan); ROP, right occiput posterior (UUK kanan belakang); ROT, right occiput
transverse (UUK kanan lintang); ROA, right occiput anterior (UUK kanan depan).
(Sumber Obstetrical presentation and position. Columbus, OH: Ross Laboratories; 1975,
dengan ijin)
JJE-20080203 13
Partus Normal
Gambar 2.6. Palpasi ubun-ubun besar (UUB), ubun-ubun kecil (UUK), sutura sagitalis,
dan sutura lambdoidea pada periksa dalam, janin dengan presentasi kepala. LOA, left
occiput anterior (UUK kiri depan); ROA, right occiput anterior (UUK kanan depan); LOP,
left occiput posterior (UUK kiri belakang); ROP, right occiput posterior (UUK kanan
belakang); LOT, left occiput transverse (UUK kiri lintang); ROT, right occiput transverse
(UUK kanan lintang). (Sumber Niswander K. Obstetric and gynecologic disorders: a
practitioner’s guide. Flushing, NY: Medical examination Publishing; 1975, dengan ijin.)
JJE-20080203 14
Partus Normal
Panggul ibu merupakan salah satu dari tiga faktor utama keberhasilan persalinan.
Faktor-faktor tersebut dikenal sebagai 3-P yaitu pelvis, power, dan passenger.
Partus pervaginam tidak dapat terjadi pada janin makrosomia atau kontraksi
uterus yang tidak adekuat, meskipun dengan panggu normal.
Gambar 2.7. Cara mengukur konyugata diagonalis. Masukkan jari melalui vagina untuk
meraba promontorium sakrum, kemudian beri tanda dimana bagian terbawah simfisis
pubis menyentuh tulang metakarpal jari (gambar kiri). Jarak tersebut kemudian diukur
dengan alat ukur (gambar kanan). (Sumber Niswander K. Obstetrics: essentials of
clinical practice. 2nd ed. Boston: Little, Brown; 1981, dengan ijin).
JJE-20080203 15
Partus Normal
Gambar 2.8. Palpasi spina iskhiadika untuk mengukur diameter interspinosum. (Sumber
Niswander K. Obstetrics: essentials of clinical practice. 2nd ed. Boston: Little, Brown;
1981, dengan ijin).
Pemeriksaan Laboratorium
Pada waktu pasien masuk rumah sakit, seluruh hasil pemeriksaan laboratorium prenatal
harus dipelajari kembali. Bila pasien belum pernah melakukan asuhan antenatal atau
bila pemeriksaan antenatalnya tidak memadai, maka pemeriksaan laboratorium prenatal
harus dilakukan pada waktu pasien masuk rumah sakit.
Pemeriksaan laboratorium rutin pada awal asuhan antenatal terdiri dari :
o Hematokrit atau hemoglobin
o Urinalisa, termasuk pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan untuk
deteksi bakteriuria asimptomatik
o Golongan darah dan Rhesus
o Skrining (penapisan) antibodi
JJE-20080203 16
Partus Normal
JJE-20080203 17
Partus Normal
Kala Persalinan
Kala satu : dimulai dari awal terjadinya persalinan hingga serviks mencapai
pembukaan lengkap (10 cm). Kala satu terdiri dari fase laten dan fase aktif.
o Fase laten dicirikan oleh pembukaan serviks yang lambat hingga
mencapai 4 cm atau sampai pada suatu saat dimana kecepatan
pembukaan serviks meningkat.
o Fase aktif dicirikan dengan peningkatan kecepatan pembukaan serviks
hingga dicapai pembukaan serviks 10 cm.
JJE-20080203 18
Partus Normal
ada tanda-tanda bahaya pada ibu, tindakan intervensi pada gangguan persalinan
tersebut belum ada indikasinya.
Rata-rata lama kala dua pada multipara adalah 30 menit dan 1 jam pada
primipara
o Bila tidak ada indikasi ibu atau janin, maka tindakan operatif dapat
ditunda hingga 2 jam pada primipara tanpa anesthesi epidural atau untuk
3 jam dengan anesthesi epidural; sedangkan pada multipara secara
berurutan dapat ditunda hingga 1 jam atau 2 jam (2).
o Beberapa institusi membagi kala dua atas dua fase dan pimpinan
persalinan tidak dilakukan hingga kepala betul-betul di dasar panggul dan
pasien merasa ingin meneran (pada pasien tanpa epidural). Pada
keadaan tersebut dibiarkan hingga pasien ingin meneran (Lihat Bab 10
tentang penanganan partus abnormal).
Gambar 2.9. Grafik rata-rata dilatasi pada persalinan nulipara (Sumber Friedman EA.
Labor: clinical evaluation and management. 2nd ed. New York: Appleton Century Crofts;
1970, dengan ijin.)
Amniotomi
Indikasi amniotomi :
o Melihat jumlah dan adanya mekoneum atau darah
o Pemasangan elektroda untuk monitoring janin internal.
o Induksi partus atau memperbaiki kemajuan persalinan.
o Menjelang kala dua dimana penolong ingin meminimalkan risiko terkena
paparan cairan tubuh pada waktu menolong persalinan.
JJE-20080203 19
Partus Normal
JJE-20080203 20
Partus Normal
Gambar 2.10. Mekanisme persalinan pada posisi ubun-ubun kecil kiri depan. A : Fleksi
dan engagement kepala. B : Putaran paksi dalam. C : Kepala lahir dengan ekstensi. D :
Putaran paksi luar. E : Melahirkan bahu depan. F : Melahirkan bahu belakang. (Sumber
Niswander K. Obstetric and gynecologic disorders: a practitioner’s guide. Flushing, NY:
Medical examination Publishing; 1975, dengan ijin.)
Putaran paksi dalam terjadi di bidang tengah panggul. Bentuk panggul bagian
tengah berubah sehingga diameter AP lebih besar dari diameter transversalis.
Janin mengadakan penyesuaian dengan jalan lahir dengan cara memutar kepala
dari posisi melintang (UUK melintang) menjadi AP (umumnya UUK depan)
sehingga terjadi putaran paksi dalam. Penurunan kepala selanjutnya hingga
mencapai dasar panggul tetap dengan posisi AP.
JJE-20080203 21
Partus Normal
Apabila ditemukan faktor risiko saat pasien datang, atau menjadi nyata selama
proses persalinan, sebaiknya dilakukan PJEK.
Pada kebanyakan institusi, hampir semua pasien dilakukan pemantauan secara
elektronik. Karena auskultasi intermiten jarang dipergunakan, maka kebanyakan
bidan tidak memiliki pengalaman dalam memantau janin dengan cara tersebut.
Auskultasi intermiten memerlukan rasio bidan terlatih dan pasien yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pemantauan elektronik, hal inilah yang
menyebabkan penggunaannya menjadi terbatas.
JJE-20080203 22
Partus Normal
Persiapan Fisik
Persiapan fisik pada pasien inpartu dilakukan sesuai keadaan pada saat itu :
o Pasien dengan kebersihan pribadi yang buruk dan belum ada tanda-
tanda inpartu dianjurkan untuk mandi.
o Pasien dengan konstipasi atau di daerah rektum teraba tinja keras
dianjurkan untuk diberi enema (pencahar).
o Pencukuran daerah perineum tidak dilakukan rutin. Tidak didapatkan
pengaruh terhadap kejadian infeksi pada luka episiotomi dan perbaikan
laserasi dan pada kenyataannya cara ini meningkatkan morbiditas pasien.
o Kebutuhan asupan per oral pada pasien pada fase aktif diutamakan
dalam bentuk cair. Bila ditemukan tanda-tanda dehidrasi atau kekurangan
zat penghasil enerji akibat partus lama, pertimbangkan untuk
pemasangan infus intravena.
o Pemasangan kateter intravena mempermudah dalam pemberian obat,
zat anesthesi, dan transfusi darah. Sebaliknya, menunda pemasangan
sarana infus atau pemakaian heparin lock pada awal persalinan dapat
JJE-20080203 23
Partus Normal
Posisi Ibu
Posisi ibu dalam persalinan harus memperhitungkan kenyamanan ibu dan
kesejahteraan janin. Posisi tidur terlentang dengan uterus yang menekan aorta
dan vena kava inferior menyebabkan berkurangnya curah jantung (cardiac
output) dan hipoperfusi relatif plasenta.
Pasien akan lebih nyaman apabila dalam fase laten masih diberi kebebasan
untuk bergerak dan berjalan-jalan. Tidak ada risiko berbahaya bagi janin
sepanjang hasil pemeriksaan awal kesejahteraan janin janin baik (reassuring),
selaput ketuban utuh, atau posisi bagian terendah janin telah berada dalam
serviks dengan baik.
o Hasil penelitian yang membandingkan pasien bebas bergerak saat fase
aktif dengan pasien yang tiduran di tempat tidur menunjukkan percepatan
kala satu dan penurunan tindakan bedah obstetri pada kelompok yang
bebas bergerak, dan dengan hasil luaran janin yang sebanding (14).
o Pada akhir fase aktif, sulit untuk mempertahankan pasien tetap berjalan-
jalan (15).
Pasien yang bebas bergerak selama persalinan akan menemukan posisi yang
paling nyaman dan hal ini meminimalkan rasa nyeri. Kehadiran seseorang yang
memberi dukungan yaitu wanita yang sudah dididik khusus tentang pertolongan
partus dan perawatan nifas (doula), atau perawat terlatih selama proses
persalinan sangat penting dalam membantu pasien menemukan posisi yang
paling nyaman. Jika pasien diharuskan berada di tempat tidur, paling baik
dengan posisi tidur miring dan laukan pemantauan keadaan janin secara
intermiten atau kontinyu.
Satu penelitian (16) memperlihatkan bahwa pemantauan janin elektronik
kontinyu dapat dilakukan secara ambulatori mempergunakan telemetri dengan
hasil tidak terdapat perbedaan dalam luaran janin, tetapi dengan pengurangan
nyeri yang bermakna dibanding kelompok kontrol.
JJE-20080203 24
Partus Normal
Psikoprofilaksis
Dalam beberapa dekade terakhir ini telah dipopularkan cara-cara psikoprofilaksis
untuk mengurangi kebutuhan analgesia pada waktu persalinan.
Konsep utama dari cara tersebut adalah persiapan untuk melahirkan sejak
kehamilan, pentunjuk yang diberikan saat asuhan antenatal akan mengurangi
kecemasan pasien dan suaminya. Pasien yang telah benar-benar memahami
proses persalinan akan lebih mampu mengontrol dan lebih siap menghadapi
proses persalinan yang berat.
Perhatian harus diberikan pada upaya menyederhanakan tatacara pengendalian
diri, misalnya berkonsentrasi pada sesuatu yang tidak berbahaya seperti
mengajarkan cara bernafas dibanding berkonsentrasi pada rasa nyeri akibat
kontraksi rahim. Hal ini membuat pasien dapat lebih menerima adanya rasa
nyeri saat partus.
Contoh psikoprofilaksis untuk partus yang mungkin paling popular adalah cara
Lamaze.
Obat-obatan Analgetika
Protokol pemberian anlgetika yang umum dipakai dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Analgetika yang memadai dipakai pada satu fase persalinan mungkin dapat
menjadi tidak memadai pada fase persalinan berikutnya.
Pemakaian narkotika paling baik dihindari sebelum mencapai fase aktif
( misalnya pembukaan 3 – 4 cm pada primigravida dan 5 cm pada multipara).
Harus diperhatikan bahwa pemberian narkotika parenteral akan melewati sawar
plasenta dan dapat mendepresi janin. Pengaruhnya tersering tampak sebagai
hilangnya reaktifitas (akselerasi di atas frekuensi dasar) atau variabilitas jangka
pendek pada gambaran kardiotokografi.
JJE-20080203 25
Partus Normal
Anesthesia Regional
Disamping psikoprofilaksis, kebanyakan pakar lebih menyukai anesthesi regional
dalam pertolongan partus per vaginam, Jika ada hal yang harus diperhatikan
tentang interpretasi pemantauan kesejahteraan janin, anesthesi regional lebih
disukai dari anesthesi parenteral (Tabel 2.3).
Cara yang sudah tersedia adalah epidural, spinal, kaudal, paraservikal dan blok
pudendal.
Anesthesia epidural (Gambar 2.11) merupakan cara yang paling efektif dalam
mengurangi nyeri (20).
o Dengan teknik yang benar, dengan cara ini rasa nyeri dapat dihilangkan
tanpa menghilangkan fungsi motorik sehingga pasien dapat tetap
melakukan mobilisasi pada kala satu dan meneran secara efektif pada
kala dua.
o Risiko terdiri dari hipotensi, henti nafas, reaksi toksik dari obat, dan jarang
terjadi adalah komplikasi neurologik.
JJE-20080203 26
Partus Normal
Tabel 2.3 Anesthesi lokal yang umum dipergunakan untuk blok perifer atau regional
Gambar 2.11. Anesthesi epidural. Zat anesthesi dimasukkan ke dalam rongga epidural.
(Sumber : Moore D. Regional block. 4th ed. Springfield, IL: Charles C Thomas; 1967,
dengan ijin.)
Anesthesi spinal, seringkali area penghilangan rasa nyeri pada daerah tubuh
bagian bawah berbentuk pelana (saddle block) dipakai untuk menghilangkan
nyeri persalinan.
JJE-20080203 27
Partus Normal
Blok paraservikal pernah merupakan bentuk analgesia yang telah popular karena
sederhana, dapat dipercaya, dan tampaknya sangat aman bagi pasien.
o Cara ini sudah tidak dipergunakan karena sering mengakibatkan janin
bradikardia sementara pasca pemberian blok paraservikal.
o Bradikardia terutama berkaitan dengan pemberian bupivacaine
(Marcaine) (21, 22). Oleh karena alasan tersebut bupivacaine merupakan
indikasikontra untuk blok paraservikal.
Gambar 2.12. Teknik blok pudendal. (Sumber Bonica J. Principles and practice of
obstetric analgesia and anesthesia. Philadelphia: FA Davis; 1967, dengan ijin.)
Pada pasien yang tepat (telah memenuhi kriteria), bekas seksio sesarea satu kali,
dengan insisi transperitonealis profunda (SCTPP) dapat dipertimbangkan untuk partus
percobaan (Catatan penterjemah : partus percobaab pada bekas seksio sesarea tidak
dianut di Indonesia) dan partus per vaginam. Pembahansan manajemen keadaan ini
dimasukkan dalam bab ini karena tinjauan literatur mendukung alasan partus per
vaginam pasca seksio sesarea (PVPSC) yang dilaksanakan dengan baik tidak
JJE-20080203 28
Partus Normal
menimbulkan risiko ibu atau janin yang tidak dapat diterima (diharapkan). Kriteria
penentuan cara ini terdiri dari (23) :
o Bekas SCTPP satu kali
o Secara klinis kapasitas panggul normal
o Tidak ada jaringan parut lainnya pada uterus atau tidak pernah
mengalami ruptura uteri.
o Tenaga dokter yang kompeten dan mampu melakukan seksio sesarea
emergensi tersedia pada saat fase aktif persalinan.
o Obat dan tenaga anesthesia tersedia untuk melakukan seksio sesarea
emergensi.
Risiko PVPSC
Komplikasi yang berkaitan dengan PVPSC adalah ruptura dari sayatan uterus
yang lalu, yang dapat mengakibatkan morbiditas ibu dan janin.
Pada tahun 1978, lebih dari 89% bayi dari ibu bekas seksio sesarea dilahirkan
dengan seksio sesarea ulang, terutama disebakan oleh ketakutan terjadinya
ruptura uteri. Akan tetapi, dengan kajian ulang literatur yang luas sejak tahun
1950 – 1980, Levin dkk (30) melaporkan angka ruptura uteri sebesar 0,7% dan
angka kematian perinatal 0,93%. Sejumlah penelitian mutakhir menduga angka
ruptura uteri adalah rendah dan angka keberhasilan yang tinggi pada pasien
bekas SCTPP satu kali (31 – 33).
Calon pasien PVPSC harus diberi penjelasan tentang risiko ruptura uteri sekitar
1% dan bila terjadi ruptura uteri, terdapat 10 – 25% risiko bermakna komplikasi
buruk pada janin. Seringkali dikemukanan angka kematian perinatal (AKP)
sekitar 1 dalam 1000.
Faktor-faktor yang berkaitan dengan ruptura uteri adalah hiperstimulasi oksitosin,
partus disfungsional, dan bekas seksio sesarea lebih dari satu kali.
Karena ruptura uteri dapat berakibat fatal, maka partus percobaan pada bekas
seksio sesarea hanya boleh dilakukan bila pengawasan intrapartum memadai
dan seksio sesarea emergensi mampu laksana.
Keamanan dan keberhasilan anesthesi epidural kontinyu dan augmentasi
oksitosin selama PVPSC telah dijelaskan oleh beberapa peneliti (31, 34, 35).
JJE-20080203 29
Partus Normal
tidak ada satupun penelitian yang membuktikan bahwa cara tersebut lebih baik
dari pemantauan eksternal.
Temuan tersering pada ruptura uteri adalah deselerasi DJJ yang timbul tiba-tiba
dan berat (36).
Pemberian oksitosin untuk augmentasi partus dan anesthesi epidural dilakukan
atas indikasi obstetri yang umum.
Setelah kala tiga, tidak dilakukan pemeriksaan daerah insisi uterus.
PARTUS NORMAL
Persiapan
Setelah pasien multipara mencapai pembukaan lengkap atau kepala janin pasien
nulipara sudah tampak di vulva (crowning), elektroda kepala dilepas, dilakukan
persiapan untuk pimpinan partus (bersalin). Jika kamar bersalin (delivery room)
menjadi satu dengan ruang melahirkan (labor room), peralatan dibuka dan
bahan-bahan lain yang diperlukan untuk menerima bayi telah siap.
Suatu review (kaji ulang) literatur memperlihatkan manfaat kehadiran seseorang
yang mendukung ibu selama proses persalinan dapat menurunkan tindak bedah
obstetri jika dibandingkan dengan asuhan yang tradisional (36a).
Posisi Ibu
Posisi ibu melahirkan pada kamar bersalin tradisional seringkali dibatasi pada
posisi lithotomi dorsal miring ke kiri (untuk menggeser uterus agar tidak menekan
pembuluh darah besar). Posisi ini memungkinkan penolong memperoleh ruang
yang cukup di depan perineum.
Pada kamar bersalin yang modern, pasien diijinkan meneran secara alamiah dan
memilih posisi melahirkan yang diinginkan, misalnya miring ke satu sisi, duduk,
jongkok, merangkak (on all-fours), atau posisi knee-chest.
Penelitian terkontrol yang membandingkan posisi partus masih sedikit
dipublikasikan.
o Satu penelitian (37) menyarankan posisi setengah duduk dengan
penyangga kaki dapat dipergunakan di kamar bersalin. Pasien merasa
lebih nyaman dengan posisi tersebut, lebih sedikit menjalani partus
dengan tindakan, dan dengan luaran janin yang sama dengan kelompok
kontrol.
o Peneliti lain (37a) memperlihatkan hasil penelitian posisi berdiri dibanding
posisi tidur dan posisi miring, sedikit mengurangi tindakan episiotomi dan
partus dengan tindakan, tetapi berkaitan dengan peningkatan kejadian
laserasi perineum derajat dua.
Prosedur
Perineum tidak perlu dipersiapkan sama seperti akan melakukan tindakan
operasi. Pada kenyataannya, povidone iodine (Betadine) tidak pernah
diindikasikan untuk dipergunakan pada membran mukosa. Irigasi dengan air
hangat atau larutan garam fisiologis sudah cukup untuk meminimalkan
kontaminasi feses terhadap perineum ibu.
Saat ini, anesthesia pada saat partus sudah merupakan pilihan. Banyak
persalinan tanpa pemberian anesthesi, hal ini dilakukan jika dokter dan pasien
JJE-20080203 30
Partus Normal
Melahirkan Kepala
Kepala janin dilahirkan dengan cara ekstensi. Apabila pada waktu melalui jalan
lahir hingga tampak di introitus vagina kepala tetap dalam keadaan fleksi, maka
diameter terkecil kepala (oksipito-bregmatika) yang melewati jalan lahir tersebut.
Satu penelitian (38) mendapatkan bahwa mempertahankan kepala dalam
keadaan fleksi merupakan keadaan yang paling sedikit menimbulkan kerusakan
jalan lahir pada waktu muka dan dagu mendorong perineum untuk keluar dalam
keadaan ekstensi. Tindakan melakukan ekstensi kepala dengan cara
mengangkat dagu melalui tangan di perineum yang telah dilapisi kain (perasat
Ritgen) dapat mempercepat proses persalinan, tetapi lebih traumatik terhadap
perineum. Suatu penelitian terkontrol acak multisenter menemukan tidak ada
perbedaan risiko trauma perineum saat melahirkan kepala dengan cara tangan
yang diletakkan pada perineum (”hands on”) dan tangan yang menunggu dengan
sikap tenang (”hands poised”). Setelah kepala keluar, terjadi putaran paksi luar
(rotasi eksternal) dan putaran restitusi sehingga UUK berada dalam posisi
melintang. Bersihkan lubang hidung dan orofaring dengan penghisap lendir
manual (bulb syringe). Jika terdapat mekoneum, segera lakukan penghisapan
nasofaring dan orofaring sebelum melahirkan bahu, dapat secara manual atau
dengan peralatan elektrik DeLee yang dihubungkan dengan mesin penghisap
yang terdapat dalam dinding. Tindakan ini belum jelas benar apakah secara
nyata dapat mengurangi risiko sindrom aspirasi mekoneum. Tindakan harus
dilakukan dengan hati-hati dan tidak kasar agar tidak merangsang mukosa faring
posterior, karena refleks vagal dapat menyebabkan janin bradikardia. Masukkan
jari ke daerah leher untuk menilai apakah ada lilitan tali pusat. Jika lilitannya tidak
erat, tali pusat dapat dilepaskan ke arah depan melalui kepala atau ke arah
belakang melalui tubuh bayi. Jika lilitannya erat, pasang dua buah klem pada tali
pusat kemudian potong dengan gunting secara hati-hati (tangan penolong
melindungi leher bayi), selanjutnya tubuh bayi dilahirkan. Jika terdapat banyak
lilitan tali pusat, lepaskan lilitan melalui klem yang terdekat sehingga tinggal satu
lilitan.
Melahirkan Bahu
Lahirkan bahu depan dengan cara menarik kepala secara hati-hati ke arah
bawah. Fleksi paha ibu ke arah abdomen (perasat McRobert) seringkali
mempermudah melahirkan bahu (39). Tekanan langsung suprapubis oleh
asisten penolong diperlukan untuk keberhasilan cara tersebut. Posisi merangkak
atau perasat Gaskin juga dapat dipakai untuk mengatasi distosia bahu secara
cepat, aman dan efektif (40). Jika dicurigai terjadi distosia bahu, beberapa akhli
berpendapat bahwa hal yang sangat penting adalah tetap melanjutkan proses
persalinan. Proses persalinan jangan dihentikan hanya untuk melakukan
penghisapan lendir hingga bahu depan telah dilahirkan. Peneliti lain meyakini
bahwa distosia bahu dapat dihindari dengan cara menunggu putaran restitusi
JJE-20080203 31
Partus Normal
sebelum melakukan traksi kepala. Setelah bahu depan dilahirkan, bahu posterior
dilahirkan dengan cara traksi vertikal kepala bayi ke arah atas (Gambar 2.9).
Secara umum, proses traksi harus sesuai dengan sumbu panjang tubuh dan
bersamaan dengan keluarnya tubuh, hal ini untuk menghindari peregangan
pleksus brakhialis yang berlebihan. Korpus perineum harus dijaga untuk
mencegah perluasan episiotomi atau laserasi. Jika kedua bahu telah lahir, pada
sebagian besar pasien bagian tubuh lainnya akan lahir dengan sedikit bantuan.
Tahap Akhir
Penolong melahirkan bayi dengan cara satu tangan memegang bagian belakang
leher bayi dan tangan lainnya menelusuri dari introitus vagina hingga bokong
bayi. Harus diingat jangan menekan pembuluh darah yang ada di daerah leher
dan tetap mempertahankan kepala bayi ke arah bawah agar mempermudah
drainase sekresi nasofaring. Seringkali neonatus dapat dipegang dengan satu
tangan penolong dan dipeluk didekatkan ke perut penolong dan membiarkan
tangan lainnya untuk bebas melakukan tahapan pertolongan persalinan
berikutnya. Sekresi dari hidung dan orofaring harus kembali dihisap, dan
umbilikus dijepit pada dua tempat kemudian dipotong dan disisakan sepanjang 2
– 3 cm.
Bila neonatus tampak sehat dan stabil, setelah tali pusat dijepit dan dipotong,
serahkan bayi kepada ibunya untuk dipegang dan diletakkan di atas perut ibu.
Menunda penjepitan dan pemotongan tali pusat hingga berhenti berdenyut
memungkinkan berlangsungnya transfusi plasental kepada neonatus. Tidak
terbukti apakah cara segera atau menunda penjepitan tali pusat lebih baik (41).
Pemeriksaan ujung proksimal umbilikus dapat mencegah terjepitnya omfalokel
atau hernia umbilikalis.
Jika neonatus belum diserahkan kepada ibu, letakkan bayi tersebut di perut ibu
untuk penyusuan dini. Semua upaya harus dilakukan agar pasca persalinan ibu
dan bayinya dapat selalu bersama dalam jangka waktu lama (rawat gabung).
Penyusuan dini harus sudah dimulai sejak periode ini dan dianjurkan pada
semua pasien. Sebagian besar perawatan neonatus dapat dilakukan saat bayi
berada di atas perut ibunya. Jika diperlukan tindakan resusitasi, maka neonatos
akan diletakkan pada tempat yang semestinya.
Episiotomi
Indikasi
Salah satu indikasi episiotomi adalah untuk mempermudah persalinan apabila
janin dalam keadaan tidak sejahtera (non reassuring). Keadaan tersebut paling
sering terjadi pada pasien dengan anesthesia epidural dan timbulnya gambaran
DJJ dengan deselerasi variabel sedang hingga berat beberapa saat sebelum
JJE-20080203 32
Partus Normal
Komplikasi
Sama seperti semua tindakan operasi, risiko episiotomi harus dibandingkan
dengan keuntungannya.
Menunda melakukan episiotomi secara rutin pada beberapa pasien
menyebabkan peningkatan kejadian laserasi vagina dan periurethra derajat satu
dan derajat dua.
Meskipun lebih mudah melakukan reparasi jahitan episiotomi dibanding laserasi
spontan, tetapi episiotomi berkaitan dengan tingginya kejadian ruptura perineum
derajat tiga dan empat. Meskipun telah dikenali dan dilakukan penjahitan yang
sesuai, masih terdapat dampak jangka panjang dalam kehidupan selanjutnya,
paling bermakna adalah terjadinya inkontinensia flatus dan alvi (45, 46).
Nyeri dan edema jaringan merupakan temuan yang paling sering terdapat pasca
episiotomi. Keadaan ini seringkali hilang dalam beberapa hari, terutama apabila
tindakan sitz baths dapat dilakukan beberapa kali dalam sehari segera setelah
pasca persalinan.
Pada beberapa wanita mungkin dapat terjadi dispareunia hingga tiga bulan
postpartum.
Salah satu komplikasi episiotomi paling serius adalah infeksi, menyebabkan
morbiditas yang tinggi tetapi jarang menyebabkan mortalitas (44).
Metoda
Jika ada indikasi, episiotomi dilakukan pada saat kontraksi dan kepala janin
tampak di vulva dengan diameter 3 – 4 cm. Bila episiotomi dilakukan terlalu
cepat, dapat terjadi perdarahan banyak. Jika terlambat dilakukan, terjadi
regangan berlebihan pada perineum dan vagina.
Dengan anesthesi lokal, pudendal atau regional yang memadai, ungkit perineum
dari kepala janin dan lakukan episiotomi medial dengan cara melakukan insisi
pada daerah perineum yang berbentuk segitiga ke arah anus dan vagina. Insisi
yang adekuat harus dibuat agar tindakan episiotomi tersebut mempunyai nilai.
Hati-hati jangan sampai menyayat muskulus sphinkter ani atau rektum, kecuali
tindakan tersebut memang diperlukan. Jika perineum pendek atau kemungkinan
akan terjadi ruptura perineum derajat tiga atau empat, lakukan episiotomi
mediolateral (43, 47).
Proses melahirkan bayi harus dilakukan dengan hati-hati oleh penolong
persalinan untuk mencegah perluasan luka episiotomi, dengan cara menahan
bagian atas perineum dengan tangan yang memakai sarung tangan dan kain
bersih.
Bagian paling kritis dari pertolongan persalinan adalah saat mengambil
keputusan untuk melakukan episiotomi. Kebanyakan persalinan dapat dilakukan
tanpa episiotomi, dan usulan bahwa episiotomi lebih menguntungkan belum
pernah terbukti.
JJE-20080203 33
Partus Normal
Melahirkan Plasenta
Upaya melahirkan plasenta dapat dilakukan dengan cara menunggu atau melakukan
manajemen aktif kala tiga.
Manajemen Pasif
Secara normal, plasenta akan lepas secara spontan dari dinding uterus dalam
waktu sekitar 5 menit, tetapi dapat hingga 20 – 30 menit. Tidak perlu melakukan
tindakan untuk menarik plasenta sebelum plasenta lepas dari tempat
implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta :
o Fundus uteri berubah bentuk menjadi lebih globular
o Konsistensi fundus uteri berubah menjadi lebih keras
o Tiba-tiba keluar darah banyak dari vagina
o Umbilikus bertambah panjang.
Bila plasenta telah lepas, dengan bantuan pemijatan fundus yang memadai dan
tarikan umbilikus terkendali kadang-kadang dapat melahirkan plasenta secara
cepat.
Pada perasat Brandt-Andrew, lakukan penekanan pada segmen bawah uterus
kearah atas bersamaan dengan penarikan umbilikus (Gambar 2.13). Tangan
yang terletak di perut ibu mencegah terjadinya inversio uteri.
Keuntungan dari cara menunggu pada kala tiga adalah tidak mengganggu
proses persalinan normal dan tidak memerlukan obat atau peralatan khusus.
Kerugian dari cara ini adalah kala tiga lebih lama dan meningkatkan risiko
perdarahan post partum dibanding manajemen aktif kala tiga (48).
JJE-20080203 34
Partus Normal
Manajemen Aktif
Setelah bahu depan lahir, atau segera setelah neonatus lahir, beri oksitosin
untuk merangsang kontraksi uterus.
Jepit dan potong umbilikus.
Tunggu hingga kontraksi uterus kuat kemudian lakukan traksi umbilikus secara
terkendali bersamaan dengan melakukan pendorongan dari suprasimfisis ke
arah atas berlawanan dengan arah peregangan umbilikus.
Bila plasenta belum lahir, tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya.
Keuntungan dari manajemen aktif kala tiga adalah memperpendek waktu kala
tiga, mengurangi kehilangan darah ibu, menurunkan risiko perdarahan dan
anemia post partum dan mengurangi kebutuhan transfusi.
Kerugian dari cara ini adalah meningkatkan kejadian mual, muntah dan sakit
kepala. Kejadian hipertensi juga meningkat apabila diberi ergometrin (48).
Ekstraksi Manual
Jika plasenta belum lahir setelah 30 menit atau pelepasan plasenta tanpa
disertai keluarnya plasenta, lakukan pengeluaran plasenta secara manual untuk
mencegah terjadinya perdarahan banyak. Injeksi oksitosin kedalam vena
umbilikalis merupakan cara yang aman dan pada beberapa wanita dapat
mencegah dilakukannya tindakan pelepasan plasenta secara manual (49).
Secara teoritis, terdapat risiko kontaminasi bakteri pada waktu dilakukan manual
plasenta, tetapi komplikasi ini jarang terjadi.
Cara melakukan : berikan anesthesi yang memadai (adekuat). Satu tangan
menggenggam fundus dan mempertahankan tetap kearah bawah. Dokter
penolong harus menghindari terkontaminasi dengan cara memakai sarung
tangan panjang dan pelindung tangan. Dengan satu tangan dibagian luar, tangan
yang satu masuk ke kavum uteri dengan menysuri umbilikus kemudian
melepaskan plasenta dari tempat implantasinya secara hati-hati, perlahan, dan
melingkar sehingga seluruh plasenta lepas. Sekarang plasenta dapat
dikeluarkan. Pemijatan fundus uteri secara aktif dapat mengurangi terjadinya
perdarahan.
Pemeriksaan Plasenta
Plasenta harus diperiksa untuk mencari kotiledon yang hilang atau bukti-bukti
adanya jaringan lain yang belum dilahirkan.
Periksa selaput ketuban untuk melihat apakah ada pembuluh darah yang
berjalan di atasnya dan terputus pada tepi robekan, bila ada, kemungkinan
terdapat plasenta suksenturiata yang belum dilahirkan.
Potongan umbilikus harus diperiksa untuk melihat adanya dua arteri dan satu
vena. Bila ditemukan arteri umbilikalis tunggal, kemungkinan terdapat kelainan
kongenital pada neonatus.
Bila dicurigai terdapat abnormalitas plasenta, lakukan pemeriksaan patologi
anatomi.
JJE-20080203 35
Partus Normal
Episiotomi
Penjahitan luka episiotomi memakai benang yang dapat diserap berukuran 2-0
atau 3-0. Jahitan satu-satu mungkin diperlukan untuk menjahit lapisan dalam
korpus perineum. Jahitan jelujur saling mengunci dipergunakan untuk menjahit
mukosa vagina, perhatikan jangan sampai puncak vagina tidak terjahit. Perineum
didekatkan dengan jahitan jelujur subkutaneus dan subkutikular dengan
memperhatikan tanda-tanda petunjuk seperti cincin himen.
Perluasan robekan hingga sphinkter ani (Ruptur derajat tiga) harus dijahit secara
satu-satu, bersama lapisan fasia otot sebagai penguat. Cara penjahitan
JJE-20080203 36
Partus Normal
tumpang-tindih tidak terbukti lebih efektif dari cara akhir ke akhir (end-to-end
technique).
Jika robekan mengenai mukosa rektum (ruptura derajat empat), penjahitan harus
dilakukan satu-satu dalam dua lapis, antar jahitan berjarak 5 mm dan diperkuat
dengan jaringan fasia yang dijahit jelujur. Perhatikan jangan sampai benang jahit
menembus mukosa rektum sehingga benang berada dalam lumen rektum.
Diingatkan tentang cara penjahitan ini secara rutin. Penjahitan ruptur derajat
empat di kamar operasi dengan pencahayaan yang baik dan dibantu asisten
perlu dipertimbangkan karena lapang pandang operasi akan lebih baik.
Pemberian cairan garam isotonik yang cukup untuk irigasi saat penjahitan dapat
mempermudah proses penyembuhan.
PENDIDIKAN PASIEN
Pendidikan pasien untuk partus sudah dimulai saat asuhan antenatal dan juga
termasuk siapa yang diinginkan ibu sebagai pendamping saat melahirkan.
Pasien harus sangat dianjurkan untuk mengikuti kelas perinatal sebagai
persiapan persalinan.
Tenaga kesehatan harus menjelaskan sedemikian rupa bahwa kehamilan dan
persalinan merupakan proses fisiologis normal.
Pendidikan pasien dapat dilakukan oleh dokter dan atau perawat terdaftar yang
bertanggung jawab terhadap penanganannya.
Informasi yang diinginkan pasien terdiri dari :
o Keluhan dan tanda partus
o Bagaimana dan kapan menghubungi kamar bersalian
o Hal rutin apa yang dilakukan di kamar bersalin
o Pilihan analgesia dan anesthesia
o Dukungan inisiasi dini untuk menyusui dilakukan segera setelah
persalinan
Kepustakaan
JJE-20080203 37