You are on page 1of 11

Pietra Widiadi CPAD Forum Nasional FPPM Senggigi Lombok - 27-29 Januari 2005

Menerapkan Pendekatan Partisipasi, Berpura-pura atau Belajar: Kasus Kabupaten Sidaorjo1


Oleh Pietra Widiadi2 Pengantar Reformasi baru saja dikumandangkan, hiruk-pikuk bergantinya rezim orba sangat memekak-kan telinga. Nyaris pada saat yang bersamaan, terjadi pula pergantian kepala daerah di kabupaten Sidoarjo, jadi sebuah even yang sangat tepat kalau kemudian pekik reformasi ditaburkan. Gema itu ditebar dengan retorika tata pemerintahan yang baik, sebuah konsep baru tentang bernegara di negeri ini. Dan ini jadi bagian yang tidak boleh dilewatkan bagi para penguasa baru di Kabupaten, apalagi hal ini amanatkan pula dalam UU 22/1999 tentang Otonomi Daerah. Hal yang sama para Bupati dan pimpinan DPRD di Indonesia juga berikrar untuk membawa perubahan dengan mengusung 10 prinsip Good Governance3. Jadi pas sudah apa yang dicita-citakan oleh rakyat dipekikkan pula oleh sang Bupati. Dengan gelegar reformasi ini, istilah partisipasi menjadi begitu sangat terkenal, sekalipun dalam metode penelitian, pendekatan partisipatif sudah berkembang sejak akhir tahun 80an. Namun, seiring perubahan rezim itu, berubah pula cara berpikir dan pendekatan dalam pembangunan. Apalagi berkembang pula apa yang disebut dengan otonomi daerah. Hampir segala aktivitas pembangunan kemudian dilaksanakan dengan apa yang disebut dengan pendekatan partisipatif, pembanguan partisipatif dan segala macam hal disebut partisipatif. Bahkan karena sudah menjadi idola maka pendekatan yang bottom up disebut pula dengan partisipatif. Entah, latah atau bagaimana hal ini terjadi. Namun ada semangat, atau kalau boleh dikatakan eforia partisipatif, rakyat memimpin, rakyat menjadi panglima. Ada hal lain yang kemudian disebut dengan partisipatif adalah dana block grantke desa dari Pemerintah Kabupaten dyang diberikan kepada desa disebut pula dana pembangunan partisipatif. Dari sini, kami mencoba menggali, benarkah apa yang disebut dengan partisipatif memang dilaksanakan sebagai sebuah proses belajar untuk melayani rakyat (baca: publik) ataukah sebuah kepura-puraan (baca: camouflagee). Hal ini dilakukan karena pada tahun 2001 pemerintah Kabupaten Sidoarjo mulai membuat proyek yang disebut dengan dana bantuan pembangunan partisipatif. Ini menjadi pas, karena kegalauan kami, bersambut dengan polecy yang bisa dilihat langsung dari pemerintah, apakah benar mereka melaksanakan apa yang disebut dengan pembangunan partisipatif (baca juga: pembangunan dengan menggunakan pendekatan partisipatif).

Refleksi dari studi evaluasi kebijakan perencanaan Partisipatif di Kabupaten Sidoarjo, th 2002 oleh CPAD. Studi ini dilaksanakan karena CPAD tergelitik dengan proyek dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo yang disebut dengan dana bantuan pembangunan partisipatif, yang pimpinan proyeknya dipegang oleh bagian EPP (evaluasi & pengawasan pembangunan, dulu disebut juga unit penyusunan program). Jadi dengan hal seperti itu lebih mendorong kami untuk melihat sejauh apa pemerintah (kab Sidoarjo) memaknai partisipasi. 2 Participatory specialist pada CPAD Indonesia Sidoarjo. 3 Prinsip 10 Tata Pemerintahan yang baik merupakan Rekomendasi Hasil Seminar Nasional Otonomi Indonesia Asosiasi Pemerintah Kabupatan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pemerintah kabupaten/Kota & Asosiasi DPRD Kabupatan/ Kota seluruh Indonesia Tanggal 22-24 Oktober 2001.
1

Pietra Widiadi CPAD Forum Nasional FPPM Senggigi Lombok - 27-29 Januari 2005

Sebuah Pendekatan Partisipatif oleh PemKab Pada tahun 2001 pemerintah Kabupaten Sidoarjo menyusun perancanaan partisipatif. Produk kebijakan ini melahirkan kebijakan pelaksana yang kemudinan dikenal dengan Block-Grant desa/kelurahan yang kemudian dikenalkan dengan nama Dana Bantuan pembangunan Partisipatif. Sesuai dengan apa yang diamanatkan pada tahun 2001 dinyatakan bahwa disediakan dana 10 milyar untuk pelaksanaan tahun 2002. dari alokasi tersebut umumnya desa menerima sekitar antara 25 50 juta tergantung kemampuan desa, namun demikian nampaknya desa mendapatkan secara rata-rata yaitu sekitar 25 juta. Alur kegiatan yang direncanakan dalam pedomen sepeti di bawah ini: ALUR PROGRAM BERDASAR PADA PEDOMAN KEBUTUHAN RAKYAT Forum Desa
PARTISIPATIF

4 B TPKD/K
3 6

PROGRAM DESA

PROYEK DESA

LKMD/BP
9

DESA

CAMAT

BUPATI VERIFIKASI & MONEV: Tim Koordinasi

7
8 CAMAT

1 Konsep

Pietra Widiadi CPAD Forum Nasional FPPM Senggigi Lombok - 27-29 Januari 2005

Alur di atas menggambarkan tahap kegiatan dilakukan sampai dengan dari kegiatan apa yang disebut dengan dana pembangunan partisipatif. Tahap-tahap pelaksanaan dapat dilihat dari nomor urut yang terdapat dalam tanda panah di alur tersebut. Nomor ini mencoba dievaluasi, apakah tahap tersebut nyata dan tepat dilaksanakan. Untuk itu kita coba lihat tahap sesuai dengan matrik di bawah ini yang itemnya terpilih dari matriks evaluasi yang dilaksanakan. Matriks Evaluasi Keadaan Tahap Kegiatan Pembentukan Tim Struktur organisasi Tim pada Evaluasi Sebagai perangkat proyek bukan membangun sistem perencanaan klaim oleh Pemda adanya keterlibatan Lembagaan kemasyarakatan, hal yang sama terjadi dengan posisi LSM yang diharapkan menjadi fasilitator ataupun apa saja fungsing namun tidak ada. Direncanakan bersama dengan perangkat masyarakat (RT/RW) tetapi kemudian yang diajukan perencanaan kepala desa dan elite desa Ada yang dibuatkan oleh kecamatan dengan membayar sekitar 300 ribu Pelaksanaan Seolah-olah terdapat dana pendamping (baca juga swadaya warga) tetapi kenyataannya hanya upaya untuk mencairkan dana tersebut dari pemda. Tidak masuk dalam perangkat perencanaan tetapi sebagai inisiatif top dwon dari Pemerintah seolah sebagai upaya partisipasi. Umumnya disebut sebagai dana pancingan. Keproyekan. Sesusia dengan alur yang ada tetapi alat monitoring mengacu pada kegiatan fisik bukan kegiatan pemberdayaan yang non fisik. Terlihat jelas dalam form-form pencairan dana. Tidak dilakukan monitoring secara partisipatif. Dilakukan PMD dengan didampingi staf kecamatan. Tidak partisipatif karena dilakukan oleh pelaksana proyek yaitu EPP dan juga kurang melibatkan BPM sebagai leading sektor.

Penyusunan perencanaan

Sifat kegiatan

Pencairan

Monitoring evaluasi

Dengan demikian, kita bisa lihat bahwa secara umum apa yang disebut dengan perencanaan partisipatif lebih dibunyikan sebagai perangkat proyek yang disebut dengan Dana Bantuan Pembangunan Partisipatif. Artinya upaya mendorong partisipatif lebih diupayan sebagai perangkat proyek bukan sebagai upaya pembelajaran menerapkan apa yang sebut dengan pembangunan partisipatif. Sekalipun dalam hal ini PemKab Sidoarjo mendifinisikan pembangunan partisipatif sebagai pembangunan yang bertumpu kepada

Pietra Widiadi CPAD Forum Nasional FPPM Senggigi Lombok - 27-29 Januari 2005

masyarakat dengan melibatkan sebesar mungkin peran masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan, monitoring dan pengembangannya. Kesimpulan Dengan definisi yang seperti itu, maka bisa dikaitkan dengan hasil evaluasi yang dilakukan oleh CPAD menemukan bahwa apa yang didiharapkan dicapai dalam perangkat konsep perencanaan partisipatif tidak dilakukan. Artinya apa yang dikonsepkan hanya sepakai sebagai perangkat proyek bukan sebagai sebuah perangkat pembelajaran partisipatif. Pada sisi lain, dapat dilihat bahwa pada tahun yang sama Bappenas dan Depdari menyusun pedoman perencanaan partisipatif yang disebut dengan musrenbang partisipatif yang tertuang dalam SEB 50/2002. dengan demikian, sekali lagi bahwa apa yang disebut perencanaan partisipatif oleh Kabupaten Sidoarjo adalah kepura-ruraan karena pada dasarnya kebijakan operasional dalam SEB juga tidak dilaksanakan dengan tepat. Salah satu indikator adalah musrenbang dilaksanakan sebagai sebuah seremoni saja. Jadi jelas lohika aneh mengembangkan prinsip partisipasi tetapi dinyatakan dalam bentuk proyek. Dalam bentuk proyek pun, ternyata juga tidak dilaksanakan dengan cukup baik. Termasuh tahap yang ke dua dilaksanakan yaitu pada tahun 2004. Dengan demikian apa yang disebut dengan Good Governance, spirit otonomi dan semangat pemberdayaan masyarakat hanya sebagai asesosi dalam menyusun konsep perencanaan tersebut, ini sebuah keanehan bagi seorang Kepala Daerah yang dikenal reformis, ternyat ahanya ahli dalam retorika saja. Dalam kenyataanya tidak didukung oleh perangkat kerja yang reform juga. Atau perangkat kerja yang tidak profesional dan tidak layak dianggap tepat sebagai perangkat daerah.

Pietra Widiadi CPAD Forum Nasional FPPM Senggigi Lombok - 27-29 Januari 2005

Lampiran: Ringkasan Evaluasi Program Bantuan Pelasanaan Pembangunan Partisipatif LATAR BELAKANG Otonomi Daerah yang tertuang dalam UU No. 22 telah mendorong munculnya kemandirian dalam pelaksanaan pembangunan pada tingkat Kabupaten. Berbagai prakarsa muncul untuk mendorong terciptanya masyarakat mandiri dan mampu mengembangkan prakarsa untuk melakukan pembangunan. Dalam bingkai yang lebih konkrit bisa kita lihat dengan telah dilaksanakan PP 108 yang merupakan kerangka pelaksanaan suatu perencanaan pelaksanaan kegiatan di tingkat Kabupaten. Untuk itu disusunlah Rencana Strategis sebagai kerangka kerja pembangunan. Dalam prakarsa pembangunan tersebut tentunya cukup memberikan dampak posistif tetapi juga dapat menimbulkan ekses negatif. Dalam mendorong adanya kemandirian masyarakat, pemerintah daerah Sidoarjo menyusun program kerja yang disebut dengan Bantuan Pelaksanaan Pembangunan Partisipatif atau disebut pula program block grant. Ini sebuah langkah maju bahwa telah didorong suatu aksi yang mengedepankan prakarsa dari tingkat desa/kelurahan. Tentu saja langkah yang cukup strategis tersebut dalam kaitannya mengembangkan kemampuan rakyat telah didasarkan pada kerangka legal yang lebih makro yang telah disahkan menjadi Perda seperti Poldas, Propeda, Restra bahkan kerangka yang cukup progresif yaitu Perencanaan Pembangunan Partisipatif. Dari latar belakang di atas memunculkan beberapa permasalahan yang nampaknya perlu mendapat perhatian, salah satunya adalah konsistensi acuan pembanguan yang musti dilaksanakan termasuk didalamnya konsep perencanaan pembangunan partisipatif yang telah dikampanyekan tetapi ternyata tidak dilakukan. Program ini sebenarnya akan menjadi sangat strategis apabila dilaksanakan dengan tepat tetapi akan menjadi sangat tragis manakala kerangka ini hanya sebagai lips service untuk menunjukkan bahwa Pemerintah Sidoarjo sudah aspiratif bahkan membangun berdasarkan kerangka kebutuhan nyata rakyatnya. Dari latarbelakang di atas CPAD lembaga non nirlaba yang didirikan 3 tahun yang lalu yang melakukan advokasi pembangunan yang berdasar pada partisipasi rakyat merasa perlu melakukan Evaluasi terhadap proses Program Bantuan Pelaksanaan Pembangunan Partisipatif. Dari sudut pandang itu CPAD akan mencoba mengkritisi pelaksanaan pembangunan yang berbingkai partisipasif. Upaya pengkritisan ini dilakukan dalam bentuk Evaluasi Eksternal. Hal ini dilakukan sebagai upaya mendorong terciptanya Good Governance dan Clena Government. Maka evaluasi ini didasari pada permasalahan seperti di bawah ini:
Permasalahan:

1. Bagaimana metode pembangunan secara partisipastif susun oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo? 2. Bagaimana proses partisipasi telah dilaksanakan dalam program pembangunan khususnya dalam Program Bantuan Pelasanaan Pembangunan Partisipatif? 3. Mengapa program Bantuan Pelasanaan Pembangunan Partisipatif ini juga disebut dengan Block Grand karena secara prinsip istilah tersebut bisa berkonotasi berlawanan? 4. Apa eskes program ini apabila tidak dilakukan secara tepat sesuai dengan konsepsi partisipasi?
TUJUAN

1. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap proses pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Sidoarjo, khususnya Program Bantuan Pelasanaan Pembangunan Partisipatif. 2. Mendorong terciptanya proses pembangunan yang berdasar pada kebutuhan rakyat. 3. Mendorong berkembangnya partisipasi dalam pembangunan di kalangan rakyat. 4. Mendorong terciptanya Good Governance dan Clean Government. 5

Pietra Widiadi CPAD Forum Nasional FPPM Senggigi Lombok - 27-29 Januari 2005

SASARAN

Sasaran dari evaluasi adalah proses pelaksanaan Program Bantuan Pelasanaan Pembangunan Partisipatif dan sekaligus ingin melihat pemahaman masyarakat terhadap terminologi pembangunan partisipatif serta hasil (dampak) dari pelaksanaan progam tersebut.
METODOLOGI Unit Analisa Evaluasi ini dilaksanakan pada saat Program Bantuan Pelasanaan Pembangunan Partisipatif dilaksanakan. Akan dilakukan evaluasi secara mendalam pada 10 desa/kelurahan yang terpilih secara acak dari 353 desa/kelurahan sebagai percontoh dari penerepan dari Program Bantuan Pelasanaan Pembangunan Partisipatif. Desa atau kelurahan tersebut adalah:

desa Larangan desa Kebonsari desa Kalitengah kelurahan Sidomukti

desa Kedung Boto desa Reno desa Kebo Guyang kelurahan Sidokare

desa Ketapang desa Mulyodadi

Key informan yang akan diminta informasi adalah Kepala desa, panitia TPKd, masyarakat penerima manfaat, kecamatan, pemimpin proyek, BPM & Bappekap.

Alur Berpikir Keseluruhan Proses

DESA

PENERAPAN HASIL

PERENCANAAN KONSEPSI KABUPATEN

Perencanaan, pelaksanaan penyelesaian & pemeliharaan

DAMPAK

MONITORING & EVALUASI

Jadual kegiatan
I II III

Agustus September
IV I II

Pietra Widiadi CPAD Forum Nasional FPPM Senggigi Lombok - 27-29 Januari 2005

S S R K J
Persiapan kegiatan Pengumpulan data Kompilasi data Analisa data Penyusunan laporan Cetak dokumen Siaran pers

S S R K J

S S R K J

S S R K J

Dalam melaksanakan kegiatan ini disadari betul bahwa CPAD memiliki beberapa kelemahan dalam melaksanakan Evaluasi ini, diantara adalah personal dan pendanaan. Untuk itu dalam melakukan Evaluasi dibatasi pada area tertentu. Pemilihan sample desa dipilih dengan secara sengaja yaitu 10 desa/kelurahan. Dasar dari pemilihan secara sengaja tersebut adalah 1. bahwa jumlah tersebut sudah dianggap mewakili karena karakteristik serta keampuan pelaksana di antara 353 desa adalah homogen. 2. Area yang diambil pun juga terbatas pada wilayah kecamatan Kota 2 kelurahan, Candi 2 desa, Tanggulangin 3 desa dan Porong serta di Wonoayu masing-masing 1 desa. Hal ini dilakukan karena kerebatasan mobilitas personal CPAD. 3. Selain itu waktu melakukan kegiatan ini sangat pendek karena mengikuti pola penjadualan proyek yang telah disusun berdasarkan Program Bantuan Pelaksanaan Pembangunan Partisipatif.

Keterbatasan

Kerangka Evaluasi Yg Direncanakan


INPUT Paham atas konsepsi Bantuan Pelaksanaan Pembangunan Partisipasi Meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam hal pendekatan, metode & teknik perencanaan pembangunan partisipatif Meningkatkan partisipasi rakyat Menghasilkan rencana program pembangunan yang dikelola olah rakyat dan diusukan ke Pemdes dan atau Pemkab Mendorong kesadaran dan tanggungjawab dlm pembangunan Apa dasar pelaksanaan? Siapa yang terlibat? Berapa lama dilaksanakan? Apa yang ingin dicapai?

Sasaran
Aparatur, Lem-des, Pemdes, Rakyat Lem-des, rakyat, Pemdes, Pemkab Rakyat Produk dokumen

Kenyataannya (HASIL)
Apa yg dipahami? Siapa yg terlibat? Dan apa yg dilakukan? Sejauh apa keterlibatannya? Seberapa jauh hal itu dicapai?

Pembuktia n
Pemeriksaan dokumen, wawancara, observasi, patisipan, diskusi secara partisipatif

OUTPUT

Rakyat

Pietra Widiadi CPAD Forum Nasional FPPM Senggigi Lombok - 27-29 Januari 2005

PROSES

melaksanakan perencanaan program pembangunan secara partisipatif. Metode penyusunan perencanaan partisipatif. Pemdes, Lem-des dan rakyat paham ttg pembangunan partisipatif

Menggapa hal itu (tidak bisa) dicapai? Bagaimana hal itu dicapai?

Pemkab, Pemdes, Rakyat, Panitia

DAMPAK

Seberapa jauh program dipahami? Sejauh apa hal tersebut dpt dirasakan?

Materi proyek, rakyat, Pemda, Pemdes, Lemdes

Bagaimana proyek dilaksanakan sebagai sarana kebutuhan rakyat desa? Bagaimana metode pelaksanaan dipakai? Siapa yang terlibat? Apa yang terjadi saat pelaksanaan proyek? Apa bentuk hasil proyek? Apa ekses dari pelaksanaan program? Apa yang dirasakan oleh rakyat?

Pemeriksaan dokumen, wawancara, observasi, patisipan, diskusi secara partisipatif

Penggalian Data 1. Wawancana kepada key informan dengan panduan wawancara 2. Observasi dan terlibat dalam pelaksanaan kegiatan pada tingkat desa dan penggalian data sekunder 3. Diskusi terbatas dengan kelompok masyarakat yang terlibat dan yang tidak terlibat untuk menebukan pendapat tentang pelaksanaan program secara partisipatif.
DAFTAR PERTANYAAN

No
1

Subyek
Tim Koordinasi (Sekkab, Bappekab, BPM & EPP) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 1. 2.

Daftar Pertanyaan
Apa tujuan utama dr program? Bagaimana proses perencanaan program? Bagaimana melakukan sosialisasi? Apa yang penekanan dlm sosialisasi? Siapa yang melakukan monitoring & evalausi? Bagaimana melakukan monev? Bagaimana cara melakukan pengawasan? Siapa Lembaga Kemasyarakatan? Siapa LSM dan apa? Apa yang dipertanggungkan dari program itu? apa yang dimonitor dan dievaluasi; gabagaimana cara melakukan Menev? apa tugas dan kewenangan camat dalam pelaksnaan program dan bagaimana melaksanakan? Apa tugas dan wewenang dan bagaimana melaksanakan? Bagaimana proses perencanaan penysusunan program? Apakah dasar dari dana yang diperoleh oleh desa? Kalau tahu, apa alasanannya? Apa saja bentuk partisipasi yang diberikan oleh rakyat? (usulan, tenaga, uang, keputusan atas proyek) Siapa yang memutuskan adanya proyek? Bagaimana cara mengambil keputusan? Bagaimana proses perencanaan proyek berlangsung? Apakah dasar dari dana yang diperoleh oleh desa? kalau tahu, apa alasanannya? Siapa yang menyusun proposal perencanaan? Apa pendapat tentang pembangunan program bantuan pelaksanaan pembangunan partisipasi? Apakah program ini perlu dilanjutkan pada tahun depan? Jika, ya bagaimana sebaiknya?

Pinpro BPM Kecamatan 2 Kepala Desa

Panitia

Pietra Widiadi CPAD Forum Nasional FPPM Senggigi Lombok - 27-29 Januari 2005

Warga

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Apakah anda mengerti bagaimana proses pembangunan dilaksanakan? Apa pendapat anda tentang program ini? Perlu tidak program semacam ini dilanjutkan? Mengapa? Apa yang telah anda lakukan untuk pelaksanaan proyek ini? Apakah ada masalah atau keberatan dari warga saatproyek dilaksanakan? Siapa yang akan merasakan manfaat proyek ini?

Catatan-catatan Penting dari Lapangan KONSEPTUALISASI PROGRAM 1. Kerancuan penamaan program antara Block Grant dengan Dana Bantuan Partisipatif, tidak ada konsistensi penamaan dengan demikian tidak ada pijakan yang dijadikan pedoman secara baku. Karena dua istilah tersebut memiliki penertian yang sama sekali berbeda. 2. Pengajuan proposal untuk mendapatkan dana tidak dapat dicerminkan sebagai pola pendanaan yang berbasis pada pengertian block grant 3. Pola pengajuan dana juga tidak bisa dikategorikan partisipatif karena hal tersebut dapat diatur dalam perencanaan pembangunan dengan mengikuti alur cycle plan. 4. Tahapan pelaksanaan tidak menunjukkan prinsip partisipasi karena Tidak ada panduan pelaksanaan yang dapat dipakai sebagai peganggan menerapakan metode partisipasi Tidak dilakukan pelaksanaan monitoring yang partisipastif Tidak ada penekanan keterlibatan masyarakat Tidak menyentuh prinsip pemerataan dan keadilan Tidak ada parameter kinerja yang mengarah pada prinsip partisipasi Tidak ada keterlibatan kelompok masyarakat sipili yang dilibatankan dalam pengawasan Tidak ada penjelasan lembaga kemasyarakatan atau LSM yang dilibatkan Tidak berorientasi kepada pemberdayaan yang utuh baik secara konsepsiaonal, pembelajaran pelaksanaan maupun pengawasannya Lebih mengedepankan pelaksanakaan pembuatan bangunan fisik dibandingkan proses belajar tentang pembangunan partisipatif Tidak ada upaya yang jelas untuk mendorong masyarakat mengerti makna dari pembangunan partisipatif sehingga pengertian partisipasi hanya dipahami sebatas sumbangan dana, tenaga dan atau barang terhadap pelaksanaan proyek 5. Tidak ada indikator yang pasti tentang alokasi dana yang diberikan kepada desa/kelurahan 6. Tidak ada kreteria verifikasi untuk menentukan besaran dana yang diterima oleh setiap desa/kelurahan 7. Tidak ada penjelasan yang sama antara tiap instansi (kecamatan, BPM dan EPP) yang terkait tentang alokasi dana yang diberikan kepada desa /kelurahan. 8. Dokumen pedoman pelaksanaan tidak memuat penjelasan program secara detail sehingga memunculkan keputusan-keputusan baru yang mengakibatkan penertian yang berbeda-beda atas informasi yang diberikan. Hal seperti itu nampak pada keputusan pengenaan pajak. Apalagi informasi yang diberikan mengandung unsur spekulatif seperti permohonan Bupati kepada instansi pajak untuk mendapatkan penghapusan maupun keringanan pajak. Padahal hal tersebut masih dalam upaya negosiasi. Selain itu juga tidak dimuat kebutuhan asistensi untuk penegasan konsultasi apabila ada masalah sehingga karena kebiasaan bahwa pihak kecamatan akan menangani ternyata juga tidak dipersiapkan. REALISASI PROGRAM

Pietra Widiadi CPAD Forum Nasional FPPM Senggigi Lombok - 27-29 Januari 2005

1. Pelaksana monitoring tidak dibekali dengan kemampuan melakukan monitoring secara partisipatif sehingga pada saat monitoring hanya melakukan pemeriksaan fisik dan penggunaan dana sub-sidi. tidak mendapat dana operasional padahal pada setiap kali kunjungan lapangan ada 4-5 orang yang melaksanakan. Pemerintah desa bersama TPKd memberi uang saku kepada pelaksana monitoring (untuk wilayah Candi sebesar Rp 100.000,00 perdesa perkunjungan. 2. Proyek yang diajukan umumnya tidak tepat sasaran karena perencanaan tidak partisipatif 3. Ada anggapan bahwa proyek (dana yang dibagian) dapat dialokasikan BOP atau biaya administrasi dan kesekretariatan sehingga dapat disempulkan bahwa TPKd dan kepala desa tidak memahami prinsip program bahwa dana yang dimaksud adalah dana stimulan bukan dana pokok 4. Tidak ada verifikasi dari pengelola program terhadap proyek yang diajukan oleh TPKd 5. Orientasi monitoring dan evaluasi tidak pada proses partisipasi tetapi pada hasil (out put) saja 6. Tidak ada pengertian yang sama antara pelasana proyek dari pemerintah kabupaten terutama dari jajaran EPP dan BPM. 7. Pembuatan gambar teknik atau gambar kerja untuk menentukan mengukur perkiraan pembiayaan bangunan yang dibiayai sebagian dibuatkan oleh pihak kecamatan dengan ketentuan yang bervariasi dari Rp 30.000,00 sampai dengan Rp 300.000,00. Namun alikasi dana ini tidak nampak pada Rencana Aanggaran Belanja maupun pada laporan keuangan Belanja. Dengan demikian ada indikasi manipulasi pada terhadap pelapran penggunaan anggaran yang disusun. 8. Sosialisasi program yang dilakukan tidak sistematika dan terus menerus kepada masyarakat, hal ini mengakibatkan: Tidak ada pengertian yang jelas dan sama tentang program Partisipasi yang ada sebagai partisipasi perwakilan karena keterlibatan masyarakat tidak langsung hanya sebatas pada RT dan atau RW Dana yang disediakan oleh Desa tidak selalu upaya partisipasi masyarakat, umumnya telah disediakan oleh desa Dana partisiaspi yang disebutkan di proposal pada umumnya adalah fiktif (kamuflase) dan sebagai upaya untuk mendapatkan dana dari program. Sebagian besar dana yang ingin diambil dari program adalah hampir 95% dana yang dibutuhkan. Program dianggap semacam program JPS dan atau inpress yang lebih mengutamakan formalitas Pengertian block grant dan dana bantuan partisipatif yang tidak jelas dan dianggap hal yang sama Umumnya pengajuan proyek tidak langsung dari kebutuhan rakyat tetapi atas inisiatif kepala desa atau tokoh 9. Informasi tentang program sulit diakses oleh rakyat. Pihak-pihak yang terlibat seperti kecamatan, BPM dan juga EPP tidak secara langsung memberikan, ada kecenderungan defensif dan khawatir salah (tidak PD) 10. Infomasi tentaNg pengenaan pajak proyek tidak jelas sehingga mendorong upaya manipulasi terhadap pengelolaan keuangan 11. Ada kecenderungan di tingkat desa/kelurahan melakukan bagi-bagi dana yang diperoleh karena tidak ada kesepakatan tentang proyek yang akan dilakukan diantara pengurus RT/RW. DAMPAK 1. Legalisasi manipulasi dalam proses pembangan oleh Pemerintah Kabupaten 2. Langgengnya proses suap yang berpretensi pada ketidakadaan dana 3. Pemanfaatan kekewangan dari aparatur 10

Pietra Widiadi CPAD Forum Nasional FPPM Senggigi Lombok - 27-29 Januari 2005

4. Pembodohan pada rakyat 5. Ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintah

11

You might also like