You are on page 1of 16

MAKALAH

KEPEMIMPINAN EFEKTIF DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN


[Diajukan sebagai ujian akhir Mata Kuliah Manajemen dan Kepemimpinan Sekolah Efektif dan EfIsien Semester II]

Oleh

H. BENNY FITRA, B.Ed


[0805 S2 829]

Dosen Pembimbing

PROF. DR. H. SALFEN HASRI, M.Pd

PROGRAM PASCA SARJANA UIN SULTAN SYARIF KASIM (SUSKA) PEKANBARU


2009
1

KEPEMIMPINAN EFEKTIF DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN


Oleh: H. Benny Fitra, B.Ed

BAB I PENDAHULUAN Kepemimpinan dalam manajemen pendidikan merupakan faktor kunci keberhasilan suatu organisasi. Kepemimpinan merupakan inti dalam manajemen pendidikan. Maju mundurnya suatu organisasi banyak dipengaruhi oleh faktor kepemimpinannya. Kepemimpinan akan berjalan secara efektif dan efisien apabila dilaksanakan oleh seorang pemimpin yang jujur, bertanggung jawab, transparan, cerdas, memahami tugas dan kewajibannya, memahami anggotanya, mampu memotivasi, dan berbagai sifat yang baik yang terdapat dalam diri seorang pemimpin. Ia sadar bahwa pemimpin memiliki arti sebagai kemampuan untuk mempengaruhi dirinya sendiri dan orang lain melalui keteladanan, nilainilai serta prinsip yang akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Seorang yang mendapat amanah sebagai eksekutif akan menunjukkan nilai-nilai moral tersebut, sehingga mereka akan memimpin berdasarkan prinsip (principle centered leadership). Toto Tasmara (2002:196) menyatakan bahwa memimpin bukan hanya mempengaruhi agar orang lain mengikuti apa yang diinginkannya. Bagi seorang muslim, memimpin berarti memberikan arah atau visi berdasarkan nilai-nilai ruhaniah. Mereka menampilkan diri sebagai teladan dan memberikan inspirasi bagi bawahannya untuk melaksanakan tugas sebagai keterpanggilan Ilahi. Sehingga mereka memimpin berdasarkan visi atau mampu melihat dan menjangkau ke masa depan (visionary leadership). Ariani (2003;95) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan proses pemberian pengaruh yang tidak memaksa. Pemimpin mempunyai pengikut yang secara sukarela melaksanakan tugas-tugasnya dengan keahlian dan intelektualnya sebagai sumber kekuasaan. Kekuasaan tersebut digunakan untuk memelihara fleksibelitas dan memperkenalkan perubahan. Mereka cenderung menyukai perubahan dan mengangkap konflik adalah wajar, bahkan harus ada. Bagi pemimpin, kegagalan adalah hal yang biasa dan merupakan konsekuensi dari proses belajar. Apabila ia merasa gagal ia harus belajar dan berani mengakui kegagalannya. Pemimpin yang baik tidak hanya mengakui kegagalan yang ia lakukan tetapi ia berusaha keras untuk memperbaiki kegagalan yang pernah dilakukannya. Pemimpin yang berhasil ia selalu berfikir, berorientasi dan
2

mengambil keputusan untuk jangka panjang dan bertanggung jawab. Mereka tidak memerintah dan mengendalikan pengikut, melainkan mengajak untuk melakukan yang terbaik, memberikan arahan dan kebebasan berkreasi pada pengikutnnya untuk mencapai tujuan bersama.

BAB II PEMBAHASAN KEPEMIMPINAN EFEKTIF DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN Wahjosumitdjo (1987;10) menyatakan bahwa apabila seseorang ingin mempelajari dan memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan kepemimpinan, perlu lebih dahulu mengerti dan paham arti atau batasan istilah kepemimpinan. Pengertian kepemimpinan yang dikutip oleh Paul Hersey dan Blanchart (1977;83-84) dalam bukunya Management Organizational Behavior adalah sebagai berikut : 1. 2. Leadership is the activity of influencing exercised to strive willingly Leadership as interpersonal influence exercised in situation an for group objectives (George P. Terry). directed, through the communication procces, toward the attainment of a specialized goal the goals (Robert T, Irving R. Wischler, Fred Nassarik)
3.

Leadership is influencing people to follow in the achievement of a

common goal (Harold Koonte and Cyril ODonnell). Menurut Hemheil and Coons (1957;7) bahwa kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktitvas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang akan dicapai bersama (shared goal). Sedangkan menurut Rauch and Behling (1984:46) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasikan kearah pencapaian tujuan. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs and Jacques, 1990:281). Lebih lanjut ditegaskan Kouzes dan Posner (1993:11) menyatakan Leadership is a relationship, one between constituent and leader that is based in mutual needs and interest. Sebagai hubungan antara anggotaanggota organisasi dan pemimpin, maka kepemimpinan berlangsung atas dasar
3

adanya saling membutuhkan dan minat yang sama dalam rangka mencapai tujuan. Wahjosumidjo (1987:11) menjelaskan bahwa bitir-butir pengertian dari berbagai kepemimpinan pada hakekatnya memberikan makna:
1.

Kepemimpinan adalah suatu yang melekat pada diri seorang yang berupa sifat-sifat tertentu seperti; kepribadian

pemimpin
2.

(personality), kemampuan (ability), dan kesanggupan (capability). Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan (activity) pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan (posisi) serta gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri. 3. Kepemimpinan adalah sbagai proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin, pengikut dan situasi. Sejalan dengan itu, kepemimpinan sebagai konsep manajemen oleh Stogdill (1974:57) dapat dirumuskan kedalam berbagai macam definisi, tergantung dari mana titik tolak pemikitannya. Ia menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah: (1) suatu seni untuk menciptakan kesesuaian paham, (2) suatu bentu persuasi dan inspirasi, (3) suatu kepribadian yang mempunyai pengaruh, (4) tindakan atau perilaku, (5) titik sentral proses kegiatan kelompok, (6) hubungan kekuatan/kekuasaan, (7) sarana pencapaian tujuan, (8) suatu hasil dari interaksi, (9) peran yang dipolakan dan, (10) sebagai inisiasi (permulaan) struktur. Ada empat bidang studi kepemimpinan, yaitu traits, behavior, situational dan power influence approach (Yuki, 1976; 26). Ada tiga pendekatan tentang studi kepemimpinan. Pertama, studi kepemimpian yang mencoba mengadakan identifikasi berbagai sifat pemimpin, yakni dalam usaha menjawab pertanyaan How one bocomes a leader. Kedua, studi kepemimpinan yang menekankan kepada berbagai perilaku pemimpin, yaitu untuk memberikan jawaban atau pertanyaan How leader behave, dan Ketiga, studi kepemimpinan kontingensi, yaitu studi kepemimpinan yang hakekatnya
4

berusaha untuk memenuhi jawaban atas pertanyaan What makes the leader effective (Wahjosumidjo, 1987;12). Lebih lanjut Feisal (1995:284) menyatakan bahwa kepemimpinan didalam islam adalah suatu hal yang inheren, serta merupakan salah satu sub system dalam system Islam yang mencakup pangaturan seluruh aspek kehidupan secara principal. Islam mengatur niat-amal-tujuan sekaligus sumber kehidupan, otak manusia, kemudian mengatur proses hidup, perilaku, dan tujuan hidup. Dalam Islam seorang pemimpin dan yang dipimpin harus mempunyai keberanian untuk menegakkan kebenaran yang dilakukan melalui prinsip kepemimpinan, yaitu melaksanakan kewajiban kepemimpinan dengan penuh tanggung jawab seorang pemimpin dan melaksanakan hak berpartisipasi bagi yang dipimpin. Quraish shihab (1996:159) menjelaskan bahwa Islam menyebutkan kepemimpinan dengan beberapa istilah diantaranya; imamah, riayah, imarah, dan wilayah, yang semuanya itu pada hakekatnya adalah amanah (tanggung jawab). Nabi SAW bersabda: Apabila amanat disia-siakan, maka nantikanlah kehancurannya. Ketika ditanya, Bagaimana menyia-nyiakannya? Beliau menjawab: Apabila wewenang pengelolaan (kepemimpinan) diserahkan kepada orang yang tidak mampu. Hendaknya sejak dini pada setiap pribadi selalu ditanamkan suatu keyakinan bahwa dirinya terlahir sebagai pemimpin, sebagai mana sabda Rasulullah: Setiap pribadi adalah pemimpin dan kelak akan dipertanyakan tentang kepemimpinannya. (HR. Muslim). Menurut Quraish Shihab (1996:163) dalam Al-Quran ada perintah menunaikan amanat kepada pemiliknya, disusul dengan perintah menetapkan tentang putusan yang adil, kemudian dilanjutkan denga perintah taat (taqwa) kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri. Memahami pengertian tentang kepemimpinan dari sudut pandang para pakar akan memberikan gambaran bahwa kepemimpinan merupakan suatu peran yang sangat penting dalam manajemen pendidikan. Berbagai pengertian, konsep, teori, dan praktek kepemimpinan dalam manajemen pendidikan bertujuan agar pendidikan dapat mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efesien. Semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan masyarakat terhadap mutu pendidikan menuntut kepemimpinan yang efektif. Tantangan bagi seorang pemimpin pendidikan adalah bagaimana ia mampu
5

berperan secara efektif dalam mendoronng dan pelopor perubahan organisasi menuju organisasi yang bermutu. Upaya memperbaiki mutu dalam suatu organisasi sangat ditentukan oleh mutu kepemimpinan dan manajemen yang efektif. Dukungan dari anggota hanya akan muncul serta berkelanjutan ketika pemimpinny benar-benar bermutu atau unggul. Dalam buku Technology in Educational Change karangan David F. Salisbury (1996;146) menyatakan Without quality leadership and skillful managent, even the ideas are never implemented. Without good management and on going support for their leaders, those lower in the organization become disillutioned in time, cease to continue the change effort. Peran kepemimpinan penting sekali dalam mengejar mutu yang diinginkan pada setiap sekolah. Sekolah akan maju apabila dipimpin oleh kepala sekolah yang visioner, memiliki keterampilan manajerial, serta integritas kepribadian dalam melaksanakan perbaikan mutu. Kepemimpinan kepala sekolah tentu menjalankan manajemen sesuai iklim organisasinya (Syafarudin, 2002;50). Kepala sekolah akan dapat memainkan perannya dengan efektif apabila memahami budaya yang berorientasi kepada mutu harus dimulai dari kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus memainkan kepemimpinan yang demikratis, transparan, jujur, bertanggung jawab, menghargai guru dan staff, bersikap adil dan terpuji yang tertanam dalam diri dan dirasakan oleh warga sekolahnya. Krpala sekolah terbuka menerima kritik ddan masukan dari guru, staf TU, para siswa dan orang tua tentang budaya yang berkembang disekolah. Budaya sekolah ini berkaitan dengan visi yang dimiliki oleh kepala sekolah tentang masa depan sekolah. Kepala sekolah yang memiliki visi untuk menghadapi tantangan sekolah dimasa depan akan lebih sukses dalam membangun budaya sekolah. Zamroni (2000:152) menegaskan bahwa untuk membangun visi sekolah ini, diperlukan kolaburasi antara kepala sekolah, guru, orang tua, staf ADM dan tenaga professional. Budaya sekolah akan baik apabila: (a) kepala sekolah dapat berperan sebagai model, (b) mampu membangun tim kerjasama, (c) belajar dari guru, staf, dan siswa, (d) memahami kebiasaan yang baik untuk terus dikembangkan.

Kepala sekolah dan guru harus mampu memahami lingkungan sekolah yang spesifik tersebut. Karena, akan member perspektif dan kerangka dasar untuk melihat, memahami dan memecahkan berbagai problem yang terjadi disekolah. Dengan dapat memahami permasalahan yang kompleks sebagai suatu kesatuan secara mendalam, kepala sekolah dan guru akan memiliki nilai-nilai dan sikap yang amat diperlukan dalam menjaga dan memberikan lingkungan yang kondusif bagi berlangsungnya budaya mutu di sekolah. Kepemimpinan mutu pendidikan akan mampu menggerakkan organisasi agar program dan tujuan yang telah ditetapkan bersama dapat tercapai. Demikian pula dengan gerakan mutu (quality movement) pada lembaga pendidikan atau menumbuhkembangkan budaya mutu (quality culture) harus ditopang oleh peran kepemimpinan yang bermutu. Sallis (1993:86) menyatakan bahwa Leadership is the esensial ingredient in TQM. Leader must have the vision and be able to translate it into clear policies and aspesific goals. Sebagai alat dalam menerapkan manajemen mutu terpadu, seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya harus memiliki visi dan dapat memindahkannya kedalam kebijakan-kebijakan yang jelas dan tujuan khusus organisasi. Kepemimpinan yang berhasil adalah yang mampu mempengaruhi annggotanya menuju kepada kemajuan dan sekaligus mendapat dukungan yang kuat dari anggota-anggotanya. Kouzer dan Posner (1993:94) menjelaskan There is no leadership without someone following. Hal ini berarti bahwa kepemimpinan organisasi tidak akan berjalan tanpa peran staf (anggota). Seorang pemimpin tidak terkecuali kepemimpinan manajerial dalam organisasi, untuk mencapai satu tujuan tidak bekerja sendirian. Pemimpin yang bermutu mampu membagi tugas-tugas pada anggotanya sesuai denga keahliannya, menjelaskan tujuan dan program, mempengaruhi dengan cara terbaik, memberikan keadilan, kreatif, proaktif dan memberikan keteladanan dalam bersikap dan berkata-kata. Kepemimpinan pendidikan adalah proses mempengaruhi semua personel yang mendukung pelaksanaan aktivitas belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan disekolah. (Syafaruddin, 2002:56). Dalam era persaingan global ini peranan pemimpin sangat dominan untuk dapat menjembatani masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi. Peranan pemimpin menurut hasil penelitian Henry Mintzberg (1997;84) adalah sebagai berikut :
7

a. Peranan

yang bersifat interpersonal. Dalam fungsi yang bersifat

interpersonal yang meliputi 3 macam peran yaitu: (1) figurehead yakni sebagai pemimpin suatu organisasi kadang-kadang harus tampil dalam berbagai upacara resmi dan undangan, misalnya hadir dalam upacara anggota stafnya, menghadiri beberapa upacara pelantikan dan sebagainya, (2) berperan sebagai leader (penggerak) harus mampu memberikan bimbingan sehingga bawahan dapat dibina dan dikembangkan dalam pelaksanaan tugas, (3) berperan sebagai liaison (penghubung) untuk mengembanngkan hubungan kerjasama, bukan hanya dengan bawahan melainkan dengan lingkungan kerja diluar satuannya dalam satuannya untuk saling tukar menukar informasi. b. Peranan yang bersifat informasional. Menerima dan menyampaikan informasi adalah peranan penting bagi setiap manejer, sebab dalam setiap pengambilan keputusan manajer perlu informasi. Ada tiga macam peranan yang bersifat informasional yaitu: (1) peranan sebagai pemonitor dalam arti setiap manajer harus selalu mengikuti dan memperoleh segala macam informasi seluruh proses kegiatan disatuan kerjanya, (2) peranan sebagai disseminator, seorang manajer harus selalu memberikan informasi kepada bawahannya tentang setiap hal yang berkaitan dengan satuan kerjanya. Hal ini penting agar para bawahan selalu dapat mengikuti setiap program dan perubahan yang terjadi dilingkungan kerjanya, (3) peranan sebagai juru bicara. c. Peranan sebagai pengambil keputusan. Dalam pengambilan keputusan setiap manajer dapat berperan sebagai (1) entrepreneur, (2) mampu mengatasi segala macam kesulitan (disturbances handler), (3) mampu mengatur segala macam sumber yang ada, dan (4) mampu mewakili dalam setiap hubungan kerja dengan satuan kerja lainnya. Dalam pandangan Peters dan Austin yang dikutip oleh Syaperuddin (2002:57) menyatakan bahwa kepemimpinan untuk meraih mutu dalam sekolah sangat unggul yang perlu diperhatikan oleh pemimpin pendidikan meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Vision and symbolic. Kepala sekolah harus mengkomunikasikan nilai-nilai lembaga terhadap staf, pelajar-pelajar dan masyarakat luas. 2. Management by walking about (MBWA), yaitu suatu cara bagi pemimpin untuk memahami, berkomunikasi dan mendiskusikan proses yang berkembang dalam lembaga denngan tidak hanya duduk dibelakang meja kerjanya.
8

3. For the kids, yaitu perhatian yang sungguh-sungguh kepada semua anggota lembanganya, baik pelajar (primary customer) maupun pelanggan lain. 4. Autonomy, experimentations, and support for failure, yaitu memiliki otonomi, suka mencoba hal-hal baru, dan memberikan dukungan bagi setiap inisiatif dan inofatif untuk memperbaiki kegagalan.
5. Create a

sense of family, yaitu cara untuk menumbuhkan rasa

kekeluargaan diantara sesame guru, pelajar, karyawan dan staf kepemimpinan lainnya. 6. Sesnse of the whole, rhytme, passion, intensity and anthusias, yautu menumbuhkan rasa kebersamaan, keinginan, semangat, dan potensi diri setiap staf. Seorang pemimpin (leader) yang memiliki visi akan menentukan masa depan lembaga pendidikan. Sebagaimana ditegaskan Snyder, dkk (1984:18) bahwa To a leader, vision is a reality that has not yet come to be; it is not a dream. This vision reflects a depth and breath of understanding that enables one to detect patterns or trends as they unfold, and it guides a leadwr through the present and into the future. Berdasarkan pernyataan diatas, dapat dipahami bahwa visi memang belum menjadi kenyataan, tapi visi bukanlah mimpi. Visi menyatakan kadalaman dan keluasan pengertian yang dapat mendeteksi bentuk dan kecenderungan sebagai sesuatu yang membentangkan dan membimbing pemimpin memasuki hari ini dan masa depan. Sebagai upaya dalam melakukan perubahan budaya, terutama terhadap mutu produk dari sebuah organisasi atau bisnis, peranan kepemimpinan sangat strategis. Ditegaskan oleh Kouzaer dan Posner (1993:31) bahwa Leader makes the difference. Sebuah lembaga pendidikan akan mengalami peribahan dalam menciptakan mutu kelulusan dengan kepemimpinan pendidikan yang berhasil. Untuk mewujudkan perbaikan mutu pendidikan berkelanjutan, maka yang diperlukan adalah pemimpin yang tidak hanya berhasil (success), tetapi juga efektif (effectife). Pimpinan yang efektif dalam organisasi pendidikan adalah mereka yang memberikan pengaruhnya dan orang lain bergerak kearah tujuan secara sukarela dan senang tanpa merasa terpaksa. Pengaruh ini berkelanjutan untuk mewujudkan mutu pendidikan, sehingga kinerja sekolah dapat dirasakan para pelanggan pendidikan dari lulusan yang bermutu.
9

Berkaitan dengan kepemimpinan ini, Blanchard (1988:130) menegaskan If managers are both successful and effective, their influence tends to lead to longrun productivity and organization development. Pengembangan organisasi dan produktifitasnya dicapai dari buah kepemimpinan yang efektif. Hal ini akan melahirkan mutu secara berkelanjutan dalam lembaga pendidikan. Michigan menggambarkan kepemimpinan yang efektif, sebagaimana dikutip oleh Wahab (1987:67) menyatakan sebagai berikut: 1. Para pemimpin efektif membina hubungan dengan bawahan yang sifatnya membantu serta meningkatkan rasa harga diri pengikutnya. 2. Para pemimpin efektif lebih menekankan pada supervise dan pengambilan keputusan pada kelompok dan bukannya pada pribadi-pribadi. 3. Para pemimpin yang efektif cenderung menetapkan tujuan-tujuan yang dapat mencapai hasil yang besar. Dalam pandangan Hoy dan Miskel (1983:78) menyatakan bahwa

pendekatan kontingensi melihat keefektifan pemimpin terletak pada kesesuaian antara karakteristik kepribadian pemimpin dengan variable situasional yang meliputi struktur tugas, posisi kekuasaan, keterampilan dan sikap bawahan. Lebih lanjut Friedler (1973:73) menegaskan bahwa menjadi seorang pemimpin tidak hanya ditentukan oleh kepribadiannya. Seseorang menjadi pemimpin karena keadaan yang bersangkutan berada pada tempat dan situasi yang tepat atau karena berbagai faktor seperi umur, pendidikan, pengalaman serta latar belakang keluarga dan kekayaan. Kajian tentang efektivitas kepemimpinan telah menarik perhatian para pakar organisasi organisasi dan para pemimpin khususnya. Para pakar ataupun peneliti mencoba melihat faktor-faktor apa yang mempengaruhi efektifitas pemimpin dalam memimpin. Reitz (1981:71) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pemimpin meliputi : (1) kepribadian (personality), pengalaman masa lalu, dan harapan (2) harapan dan pperilaku atasan, (3) karakteristik, harapan dan perilaku bawahan, (4) kebutuhan tugas, (5) iklim dan kebijaksaan organisasi, dan (6) harapan dan perilaku rekan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Pengharapan dan perilaku atasan (2)
10

Kepribadian, Pengalaman, Masa lalu, dan Harapan (1) Iklim dan Kebijakan Organisasi (5)

Efektivitas Kepemimpinan

Kebutuhan Tugas (4)

Harapan dan Perilaku Rekanan (6)

Karekteristik, Harapan, dan Perilaku bawahan (3) (Sumber: Reitz (1981), Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pemimpin, disarikan dari Nanang Fattah, 1996:99) Penggambaran tentang kepemimpinan secara komprehensif telah

dilakukan oleh Stogdill (1974) dalam (Fattah, 1999) dan mitranya dari Ohio State dengan mengajukan dua belas dimensi kepemimpinan. Kesemuanya itu dikelompokkan pada komponen-komponen yang bersifat umum disebut perilaku pada system (system iriented) dan perilaku yang berorientasi pada orang (person oriented). Sedangkan system kepemimpinan Likert dalam Stone (1996:72) menyusun mode efektivitas kepemimpinan menjadi empat tingkat yaitu: 1. System orientatif eksploitif, cirinya dalam membuat semua keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan dan memerintahkan bawahan untuk melaksanakannya.
2. System otoriytatif benevolent, cirinya masih member perintah-perintah

tetapi bawahan masih masih mempunyai kebebasan tertentu untuk mengomentari perintah. 3. System konsultatif, cirinya menetapkan tujuan dan member perintah umum setelah dibahas bersama bawahan.
4. System partisipatif, cirinya tujuan ditetapkan dan keputusan dibuat oleh

kelompok (system ideal) Menurut Covey (1997:26) dalam bukunya The Principle Centered Leadership seorang pemimpin yang efektif memiliki prinsip-prinsip dalam membangun organisasinya. Prinsip adalah bagian dari kondisi, kesadaran dan suara hati. Prinsip dapat menimbulkan kepercayaan dan merupakan kompas yang menunjukan arah, panduan yang tidak berubah. Prinsip muncul dalam bentuk ide, nilai, norma dan ajaran yang meninggikan, memuliakan, memberdayakan dan member inspirasi kepada manusia. Prinsip juga merupakan pusat atau sumber utama system penunjang
11

hidup yang ditunjukan oleh empat dimensi dasar yaitu rrasa aman, panduan, sikap bijak dan kekuatan. Dalam hal ini Covey (1997:27-37) menguraikan prinsip-prinsip seorang pemimpin yang efektif adalah sebagai berikut:
1. Selalu belajar terus-menerus. Seorang pemimpin selalu belajar dengan

membaca, menulis, maupun melihat dan mendengar. Bahkan dari pengalaman yang baik maupun yang buruk dapat digunakan sebagai sumber belajar. Dengan kata lain pemimpin selalu mengikuuti pelatihan baru dan mengembangkan keterampilan baru. 2. Berorientasi pada pelayanan. Seorang pemimpin tidak hanya dilayani tetapi mampu melayani semua pihak. Karena prinsip pemimpin yang berprinsip bukan pada karier tujuan akhitnya tetapi pada pelayanan. Dalam melaksanakan pelayanan hatus mengacu pada prinsip pelayanan prima. 3. Memancarkan energy yang positif. Setiap orang memiliki suatu energy dan semangat. Penggunaan energy yang positif dilandasi dengan hati dan semangat mendukung keberhasilan seseorang. Untuk mencapai kepemimpinan yang baik diperlukan energy yang positif. Seorang pemimpin harus mampu dan sanggup bekerja dalam jangka panjang dan dalam waktu dan kondisi yang tidak menentu sekalipun. Oleh karena itu seorang pemimpin harus memiliki energy yang positif. 4. Mempercayai orang lain. Seorang pemimpin harus mampu memberikan kepercayaan kepada orang lain termasuk kepada bawahannya. Sehingga bawahan termotivasi untuk bekerja lebih baik. Namun dalam mempercayai orang lain perlu disertai unsure kewaspadaan.
5. Hidup seimbang. Seorang pemimpin harus mampu membuat keseimbangan

antara tugas dan berorientasi pada kemanusiaan serta keseimbangan diri antara pekerjaan dan kemampuan untuk berolahraga, istirahat dan refresing. Keseimbangan juga berartikeseimbangan hidup di dunia maupun kehidupan akhirat. 6. Melihat hidup sebagai petualangan. Kata petualangan sering menjadi konotasi negative. Petualangan dalam pengertian ini adalah mampu menikmati hidup dengan segala konsekuensinya. Karena hidup adalah suatu petualangan, maka pemimpin yang memiliki jiwa petualangan akan memiliki rasa aman yang datang dari dalam dirinya sendiri. Rasa aman terletak pada inisiatif, keterampilan, kreativitas, kemauan, keberanian, dinamika dan kecerdasan.
12

7. Sinergistik. Orang-orang berprinsip selalu sinergik dan merupakan katalis

perubahan. Dia selalu memperbaiki kelemahan-kelemahan dirinya dengan kekuatan orang lain. Sinergi adalah bekerja sama (working together) yang saling menguntungkan kedua belah pihak, atau menurut The New Broiler Webster International Directonary yang disebut dengan sinergi adalah setiap usaha kerja sama dari berbagai instansi yang berlainan yang membawa hasil lebih efektif daripada bekerja sendiri-sendiri. Seorang pemimpin harus mampu melaksanakan sinergi dengan siapa saja, baik dengan atasan, teman sejawat maupun bawahannya. 8. Selalu berlatih untuk memperbaharui diri agar mampu mencapai prestasi yang tinggi. Oleh karena itu orientasinya bukan hanya produk saja tetapi juga berorientasi pada proses. Proses ini meliputi unsur-unsur yang berkaitan dengan a. pemahaman terhadap materi, b. perluas cakrawala materi, c. mengajarkan materi pada orang lain, d. menerapkan prinsip-prinsip, e. pemantauan hasil. Untuk mencapai kepemimpinan yang berprinsip ternyata tidak mudah karena terdapat beberapa hambatan-hambatan yang berupa kebiasaan buruk diantaranya, yaitu: (1) selera dan nafsu, (2) kesombongan dan kepura-puraan, (3) aspirasi dan ambisi. Manajemen pendidikan agar berhasil mencapai tujuan yang efektif dan efisien apabila peran kepemimpinan pendidikan ini memiliki dan menerapkan berbagai prinsip dan nilai-nilai luhur kepemimpinan yang mewarnai kepribadiannya.

BAB III KESIMPULAN Manajemen pendidikan sebagai ilmu, seni maupun proses memiliki pengaruh yang penting dalam membangun sistem pendidikan nasional. Fungsi dan
13

prinsip manajemen pendidikan apabila diaplikasikan dalam sistem pendidikan nasional akan mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efesien (produktif). Untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang bermutu, maka peran kepemimpinan pendidikan yang efektif dengan berbagai sifat dan karakteristiknya sangat dibutuhkan dalam manajemen pendidikan di Indonesia. Kepemimpinan pendidikan memiliki peranan yang sangat esensial dalam membangun, memberdayakan dan meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu, dibutuhkan pemimpin-pemimpin pendidikan sebagaimana yang telah dikonsepsikan di atas, benar-benar menjadi suatu kenyataan dalam level makro, meso maupun mikro. Kepemimpinan yang professional didukung oleh manajemen pendidikan yang bermutu akan melahirkan institusi pendidikan yang bermutu pula.

14

DAFTAR PUSTAKA Albert, Lepawsky. (1960). Administration, the Art and Science of Organization and Management, New York: Alfred A Knopf. Covey, S. R. (1997). The 7 Habits of Highly Effective People, (terjemah): Jakarta: Gramedia. Dasuki, Dudung A, dkk. (1994). Wawasan Dasar Pendidikan dan Wawasan Dasar Pengelolaan Pendidikan, dalam Pengelolaan Pendidikan, Bandung: Jurusan Adpen. Dauglass, Hart R. (1963). Modern Administration of Secondary, Boston: Ginn & Company. Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Ditjen Dikdasmen. (1999). Panduan Manajemen Sekolah, Jakarta: Depdikbud. Etmizoni, Amitai. (1982). Organisasi-organisasi Modern, Jakarta: UI dan Pustaka Brajaguna. Fattah, Nanang. (2000). Manajemen Berbasis Sekolah: Strategi Pemberdayaan Sekolah dalam Rangka Peningkatan Mutu dan Kemandirian Sekolah, Bandung: Andira. Friedler, F.E and Chemer, M.M. (1973). Leadership and Effective Management, Gleinview: Scoot, Fooreman and Company. Gaffar, Mohammad Fakry. (2004). Membangun Pendidikan Nasional Untuk Meningkatkan Kualitas Dan Martabat Bangsa Indonesia, Bandung: UPI Press. Hack, Walter G, et.al. (1968). Educational Administration, Selected Reading, Boston: Allyn & Bacon, Inc. Koonntz Harol, Cyril ODonnel, Heinz Weihrich. (1986). Manajemen, Jakarta: Penerbit: Erlangga. Lipham, James M. and James Hoek Jr. (1974). The Principalship, Foundation and Funcion, New York: Harper and Row, Publisher. Sallis, Edward. (1993). Total Quality Management in Education, London: Cogan Page Lmt. Sarason, S. B. (1982). The Culture of School and the Problem of Change, Boston: Allyn and Bacon. Satori, Djaman dan Saefuddin, Udin S. (1994). Masalah Kontemporer Pengelolaan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, Bandung: Jurusan Apden. Sheila, M.B. (1994). Mengubah Keadaan: 12 Sifat Kepemimpinan Efektif, Jakarta: Binapura Aksara.
15

Shihab, Quraisy. (1996). Wawasan Al-Quran, Bandung: Mizan. Sutisna, Oteng. (1996). Administrasi Pendidikan: Dasar dan Teori untuk Praktik Profesional, Bandung: Angkasa. Siagian, Sondang P. (1983). Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung Agung. Stafaruddin. (2002). Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Jakarta: Grasindo. Terry, George. (1960). Principles of Management, Home-wood Illions: Richard D. Irwin. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, FIP-UPI. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, bagian II: Ilmu Pendidikan Praktis, Jakarta: Imtima. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wahab, A. A. (1987). Implementasi Konsep Pendekatan Tujuan dan Cara Belajar Siswa Aktif oleh Guru SMAN Kabupaten Bandung (Suatu Studi Administrasi Inovasi Pendidikan), (Disertasi) PPS IKIP Bandung. Wahdjosumidjo. (1993). Motivasi dan Kepemimpinan, Jakarta: Bumi Aksara. Wayne K, Hoy and Miskel, Cecil G. (1978). Educational Administration, Teory, Research, and Practice, New York: Random House. Yulk, G. (1994). Leadership in Organization, New Jersey: Practice Hall International. Inc. Zamroni. (2000). Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta; Bigraf Publishing.

16

You might also like