You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN

Al-Quran adalah sumber hukum pertama dan utama bagi

Islam.

Keberadaannya merupakan sebuah pelita bukan hanya bagi umat Islam, tapi juga seluruh manusia. Berbicara, mengkaji dan membahas al- Quran tak akan pernah habis walaupun sampai akhir zaman, karena al-Quran bagaikan laut yang tak bertepi, penuh rahasia dan makna, semakin dikaji maka semakin banyak pula hal baru yang ditemukan. Belum lagi al-Quran mempunyai banyak makna, tergantung dari sudut pandang mana manusia mengkajinya, sehingga amat nyata bahwa al-Quran adalah Mukjizat dan bukan hasil cipta atau karya manusia. Melihat kenyataan tersebut, maka tidaklah heran kalau al-Quran mendapatkan perhatian yang besar dari umat Islam dan umat lainnya, untuk itu diperlukan alat yang mampu membawa kita memahami al-Quran secara komprehensif dan menyeluruh, dalam hal ini ilmu tafsir diakui dapat membantu memahami dan mengetahui al-Quran secara mendalam, serta mendorong kita untuk memahami hal-hal yang menunjang pemahaman al-Quran yang mulia ini. Karena penafsiran yang benar mempunyai pengaruh pada nilai-nilai pengamalan terhadap ayat-ayat al-Quran.

Dalam makalah yang sederhana ini penulis memaparkan tentang tafsir bi almatsur atau juga dikenal dengan tafsir bi al-riwayah dan tafsir bi al-manqul. Penulis memulai dengan pengertian dari tafsir bi al-matsur, kemudian jenis-jenisnya, kelebihan dan kekurangannya, pengembangannya, dan contoh-contoh dari kitab tafsir bi al-matsur.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir Bi al-Matsur Kata tafsir diambil dari kata fassara yufassiru - tafsiiran yang berarti keterangan dan uraian, al-Jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa adalah al-Kasyf wa al-Izhar yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan.1

Pada dasarnya, pengertian tafsir berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna al-Idhah (menjelaskan), al-Bayan (menerangkan), al-Kasyf (mengungkap), al-Izhar (menampakkan), dan al-Ibanah (menjelaskan).2

Adapun pengertian tafsir berdasarkan istilah, menurut al-Zarkasyi:

.
Artinya: Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad saw, serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.3

Menurut al-Kilabi dalam al-Tashil:

1 2

Al-Jurjani, at-Tarifat, (Jeddah; al-Thabaah wa al-Nasyr wa al-Tauzi), hal. 63. Rosihun Anwar, ilmu tafsir, (bandung; Pustaka Setia, 2005), hal. 141. 3 Jalaluddin al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Quran, (Cairo: Dar al-Hadits), hal. 451.


Artinya: Tafsir adalah menjelaskan al-Quran, menerangkan maknanya, dan menjelaskan apa yang dikehendaki nash, isyarat, atau tujuannya.4 Kata al-Matsur adalah isim maful dari Atsar, dimana menurut bahasa berarti sisa dari sesuatu. Sedangkan menurut istilah, ada beberapa pendapat yang berbeda, yakni:

1. Atsar sama pengertiannya dengan Hadist.

2. Atsar berbeda pengertiannya dengan Hadist. Menurut pendapat yang kedua ini, atsar berarti: Segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabiin yang terdiri atas perkataan atau perbuatan5

Dengan menggabungkan kedua pengertian di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa tafsir bil-matsur adalah menafsirkan al-Quran dengan menggunakan keterangan dari al-Quran dan atsar.

Muhammad Ali al-Shabuni, memformulasikan tafsir bi al-matsur (disebut pula dengan tafsir bi al-riwayah dan tafsir bi al-manqul) berikut macam-macamnya sebagai berikut:

T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hal. 170. 5 Mahmud al-Thahhan, Taisir Mushthalah al-Hadits, (Cairo: Maktabah al-Iman, 2005), hal. 13.

. .
Artinya : Tafsir bi al-riwayah ialah tafsir yang terdapat di dalam al-Quran, atau sunnah atau pendapat sahabat, dalam rangka menerangkan apa yang dikehendaki Allah swt tentang penafsiran alquran berdasarkan al-Sunnah al-Nabawiyah. Dengan demikian maka tafsir bil matsur adakalanya ialah menafsirkan al-Quran dengan al-Quran atau menafsirkan al-Quran dengan al-Sunnah al-Nabawiyah atau menafsirkan al-Quran dengan pendapat sahabat.6 Dapat difahami bahwa tafsir bil-matsur adalah sebuah cara menjelaskan maksud dari sebuah ayat atau lebih dengan menggunakan penjelasan ayat al-Quran lainnya atau penjelasan dari Rasulullah saw. atau dari sahabat maupun tabiin.

B. Jenis-jenis Tafsir Bi al-Matsur

Dari defenisi di atas bisa dikemukakan bahwa tafsir bi al-matsur dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu:

1) Tafsir al-Quran bi al-Quran Yaitu penafsiran ayat-ayat al-Quran dengan ayat-ayat yang ada dalam alQuran juga. Karena al-Quran pada dasarnya saling menafsirkan ayat yang ada, ayat

Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi Ulum al-Quran, (Dimasyq: Maktabah al-Ghazali, 1401 H/1981M), hal. 63.

yang global yang terdapat dalam al-Quran ditafsirkan oleh ayat yang ada di tempat lain, dan apa yang disebut secara ringkas dalam al-Quran ditafsir secara mendetail pada ayat yang lain.

Penafsiran dengan menggunakan penjelasan dari ayat lain seperti di atas dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

Pertama adalah bahwa maksud dari sebuah ayat diuraikan pada ayat lain, seperti kata al-muttaqin pada surah al-Baqarah ayat 2, yang diuraikan pada ayat selanjutnya: Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa Kata mereka yang bertakwa kemudian diuraikan pada ayat selanjutnya: (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dan mereka yang beriman kepada Kitab (al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitabkitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat .( al-Baqarah : 3-4).7

Kedua adalah penjelasan tentang informasi tertentu yang dalam sebuah ayat hanya disebutkan secara ringkas, lalu ayat yang lainlah yang menguraikannya dengan lebih jelas, seperti kisah nabi Musa as. pada sebuah ayat hanya diceritakan dengan ringkas, lalu ayat lain memberikan uraian cerita yang lebih lengkap.

Muhammad Amin Suma, studi ilmu-ilmu al-Quran, (Jakarta: Pustaka Firdaus), hal. 51.

Ketiga adalah ayat-ayat mujmal ditafsirkan dengan ayat-ayat mubayyan, mutlaq dengan muqayyad, amm dengan khash.

Contoh: Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik . (QS al-Maidah: 5)

Ayat ini dikhususkan dengan ayat lainnya yakni: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah. (QS al-Maidah: 3)

Keempat adalah pengkompromian sebuah ayat yang pada zahirnya terlihat berbeda dengan ayat lain, maka maksud yang muncul kemudian adalah kombinasi antara kedua ayat atau lebih tersebut. 2) Tafsir al-Quran dengan Sunnah Yaitu jika tidak ditemukan penjelasan tentang suatu ayat dalam al-Quran pada al-Quran itu sendiri, maka hendaklah penjelasan atau tafsir tersebut dicari pada sesuatu yang terdapat pada sunnah atau Hadist Rasullah saw, karena fungsi dari Sunnah adalah sebagai penjelas atau penerang bagi al-Quran.

Di antara contohnya adalah Nabi saw menafsirkan kata

( zhulmun) dengan

syirik (mempersekutukan Allah) ketika menafsirkan firman Allah:8

Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarhi Shahih al-Bukhari, juz 8, (Cairo: Dar al-Hadits, 2004), hal.

601.

Artinya: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.( QS: al-Anam: 82)

Rasulullah saw menegaskan bahwa yang dimaksud dengan zhulm pada ayat diatas adalah syirik seraya beliau merujuk pada ayat 13 surat Luqman, yaitu:


Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah, karena

sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.(QS. Luqman: 13).9 3) Penafsiran ayat al-Quran dengan pendapat para sahabat.

Hadist adalah rekaman perjalanan kehidupan Rasulullah saw. yang dikumpulkan oleh para imam-imam Hadist berdasarkan riwayat dan sanad. Di antara para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan al-Quran adalah Abu Bakar ra., Umar bin Khattab ra., Ali bin Abi Thalib ra., Abdullah bin Masud ra., Ubay bin Kaab ra., Zaid bin tsabit ra., Abu Musa al-Asyari ra., Abdullah bin Zubair ra., Anas bin Malik ra., Abdullah bin Umar ra., Jabir bin Abdullah ra., Abdullah bin Amr bin Ash ra. dan Aisyah ra. Cukup banyak riwayat-riwayat yang dinisbatkan kepada mereka dan kepada beberapa sahabat lain di beberapa tempat. Kesahihan

Muhammad Amin Suma, studi , hal. 58.

riwayat yang disandarkan kepada mereka tentu saja berbeda-beda tergantung kepada kekuatan keshahihan sanadnya.

Contoh ayat yang dijelaskan dengan perkataan sahabat adalah surah al-Baqarah ayat 158: Sesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebahagian dari syi`ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-`umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa`i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri Kebaikan lagi Maha Mengetahui . (QS al-Baqarah: 158)

Tentang ayat ini, Urwah bin al-Zubair ra. pernah bertanya kepada Aisyah ra. yang kemudian beliau jawab bahwa peniadaan dosa di sini dimaksudkan sebagai penolakan terhadap keyakinan beberapa kaum muslimin bahwa sai antara Shafa dan Marwa termasuk perbuatan jahiliyyah. Hal ini seperti yang terdapat sebuah riwayat yang berasal dari Imam Bukhari.10

C. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Bi al-Matsur

Tafsir bi al-matsur, terutama dalam bentuk tafsir al-Quran bi al-Quran dan tafsir al-Quran dengan al-Sunnah al-Nabawiyah oleh kebanyakan bahkan seluruh mufassirin dinyatakan sebagai tafsir yang paling berkualitas dan paling tinggi kedudukannya.11

Berkenaan dengan keistimewaan ini sebahagian ulama di antaranya Ibn Taymiyyah (661-728 H/1262-1327 M) dan Ibn Katsir (701-774/1301-1372 M)
10 11

Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari , hal.203. Muhammad Amin Suma, studi ..., hal. 63.

keduanya mengatakan bahwa: sekiranya ada orang yang bertanya tentang cara penafsiran al-Quran yang terbaik, maka jawabannya yang paling tepat ialah manafsirkan al-Quran dengan al-Quran. Alasannya, karena jika pada sebahagian ayat al-Quran ada yang mujmal (global), maka pada bagian yang lain seringkali dijumpai uraian yang relatif rinci. Manakala seseorang tidak menjumpai

(keterangannya) dalam al-Quran, maka hendaklah ia berpegang dengan al-Sunnah, sebab al-Sunnah berfungsi sebagai pensyarah dan penjelas bagi al-Quran. Bahkan Imam Muhammad bin Idris al-Syafii mengatakan:Setiap masalah yang ketentuannya hukumnya ditetapkan Rasulullah saw maka (pada dasarnya) itu merupakan (hasil) pemahamannya terhadap al-Quran.12 Sungguhpun tafsir bi al-riwayah /bi al-matsur memiliki kedudukan yang sangat tinggi, tapi tidak berarti kitab-kitab tafsir bi al-riwayah terlepas dari berbagai kelemahan. Sekurang-kurangnya menyangkut hal-hal tertentu terutama ketika dihubungkan dengan tafsir al-Quran yang diwarisi dari sahabat dan tabiin. ada beberapa kelemahan didalamnya, terutama:

1) Mencampuradukkan antara yang sahih dengan yang tidak sahih, seperti dapat dikenali dari informasi yang sering dinisbahkan (dihubungkan) kepada sahabat atau tabiin tanpa memiliki rangkaian sanad yang valid sehingga membuka peluang bagi kemungkinan bercampur antara yang hak dengan yang batil. 2) Dalam buku-buku tafsir bi al-riwayah sering dijumpai kisah-kisah Israiliyat yang penuh dengan khurafat, tahayul, dan bidah yang seringkali menodai akidah Islamiyah.

12

Abu Fida Ismail bin Katsir al-Dimasyqi,Tafsir al-Quran al-Azhim, jilid 1, (Dar al-Turats al-Arabi), hal. 3.

3) Sebahagian orang kafir zindiq yang nota bene memusuhi Islam, acapkali menyisipkan (kecercayaannya) melalui sahabat dan tabiin sebagaimana halnya mereka juga berusaha menyisipkannya melalui Rasul saw di dalam Hadits-hadits Nabawiyah. Yang demikian itu mereka lakukan untuk menghancurkan Islam dari dalam.13

Memperhatikan beberapa kelebihan tafsir bi al-riwayah, dan selakigus kelemahannya, maka mudahlah dimengerti jika tafsir bi al-riwayah dibedakan ke dalam dua kelompok besar, yakni tafsir bi al-riwayah yang sahih dan tafsir bi alriwayah yang tidak sahih. tafsir bi al-riwayah yang sahih ialah tafsir yang didasarkan kapada periwayatan yang sanad maupun matannya dapat dipertanggungjawabkan ilmu Hadits. sedangkan tafsir bi al-riwayah yang tidak sahih ialah tafsir yang didasarkan kepada riwayat-riwayat yang tidak benar. Termasuk dalam kelompok tafsir bi al-riwayah yang tidak sahih ialah kisah-kisah Israiliyyat yang relatif cukup banyak dijumpai dalam berbagai kitab tafsir terutama kitab-kitab tafsir bi al-matsur.14

D. Kemungkinan Pengembangan Tafsir bi al-Matsur Tidak jarang sebahagian orang menganggap tafsir bi al-matsur yang lebih banyak berorientasi kepada teks-teks wahyu atau riwayat itu sulit untuk dikembangkan. Asumsi seperti ini mungkin tidak terlalu salah jika riwayat dan teks yang ada semata-mata difahami secara literalis atau tekstual. Namun realitanya akan menjadi lain ketika tafsir bi al-matsur difahami secara tekstual dan kontekstual sekaligus. Sebab, sungguh aneh rasanya bila ada pemahaman tekstual tanpa kontekstual atau pemahaman kontekstual tanpa tekstual.

13 14

Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan, hlm. 78-79. Muhammad Amin Suma, Studi , hal. 66.

10

Sungguh tidak masuk akal jika Nabi Muhammad saw selaku perintis ilmu tafsir dan pendidik mufassirin memberikan dasar-dasar ilmu tafsir yang jumud (statis). Jangkauan ajaran Nabi dan pendidikannya termasuk dalam bidang tafsir alquran pasti mengiringi irama al-Quran itu sendiri yang akan terus eksis dan dinamis.

Contoh sederhana bahwa tafsir bi al-matsur bisa dikembangkan, firman Allah:


Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka (musuh) kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (dengan persiapan itu) kamu menggertakan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka. (QS: alAnfal:60).

Nabi menafsirkan kata quwwah pada ayat diatas dengan panah (al-ramyu). Mengapa dengan panah? Karena untuk zaman itu satu-satunya senjata yang paling jauh jangkauannya untuk menyerang musuh adalah panah. Kala itu belum dikenal jenis senjata seperti pistol, senjata mesin, granat, tank, dan lain-lain.

Atas dasar ini, maka tidaklah salah jika kata quwwah diatas penafsirannya tidak dengan panah meskipun Nabi menafsirkan demikian akan tetapi umat islam diingatkan Allah supaya selalu siap siaga dan waspada dalam menghadapi berbagai kemungkinan serangan musuh. Kewaspadaan itu harus tetap diiringi dengan segenap daya kekuatan yang dimiliki, termasuk didalamnya senjata-senjata berat yang canggih.

Berdasarkan uraian diatas berikut contohnya, dapat disimpulkan bahwa tafsir bi al-matsur masih tetap bisa dan bahkan perlu dikembangkan. Caranya dengan
11

memahami konteks ayat-ayat dan hadits-hadits itu sendiri di samping tetap memperhatikan teks-teks apa adanya. Dengan kata lain, harus memperhatikan ruh (semangat) penafsiran Rasulullah saw itu sendiri dibalik teks-teks formal yang beliau sampaikan.15

E. Beberapa Contoh Kitab Tafsir bi al-Matsur

1) Tafsir At-Thabari Nama asli tafsir ini adalah Jami Al-bayan fi Tafsir Al-Quran, penulisnya adalah Imam Ibnu Jarir At-Thabari.panggilannya Abu Jafar. Ia dilahirkan pada tahun 224 H dan wafat 310 H. Kitab beliau termasuk kitab tafsir bi al-matsur yang paling agung16, paling benar dan paling banyak mencakup pandapat sahabat dan tabiin serta dianggap sebagai pedoman pertama bagi para mufassir.

2) Tafsir As-Samarqandy

Ditulis oleh Imam Nasr bin Muhammad As-Samarqandy, dikenal dengan Abu Laits (Wafat 373 H). Kitab tafsir ini berjudul Bahrul Ulum dan tergolong sebagai tafsir bil matsur. Dalam menulis tafsir ini, Al-Imam menempuh jalan penafsiran para sahabat dan tabiin. Beliau banyak mengutip komentar mereka tetapi tidak menyebut sanad-sanadnya.

3)g Tafsir Al-Baghawi Pengarang tafsir ini adalah Imam Husain bin Masud Al-Farra Al-Baghawi. Beliau juga seorang faqih lagi muhaddist, bergelar Muhyi As-sunnah (yang

15 16

Muhammad Amin Suma, studi , hal. 67-70. Jalaluddin al-Suyuthi, al-Itqan , hal. 486.

12

menghidupkan sunnah). Beliau wafat tahun 510 H. Beliau memberi nama tafsirnya dengan Maalim At-Tanzil. 4) Tafsir Ibnu Athiyyah

Al-Muharrar Al-Wajiz fi Tafsir Al-Kitab Al-Aziz ialah nama asli tafsir ini. Penulisnya adalah Imam Abu Muhammad Abdul Haq bin ghalib bin Athiyyah AlAndalusy. Beliau adalah seorang Qodhi yang adil, cerdas dan terkenal faqih. Ahli dalam hukum, hadis dan tafsir. Ibnu Khaldun menilai tafsir ini paling tinggi validitasnya.

5) Tafsir Ibnu Katsir

Kitab tafsir buah karya Al-Hafizh Imaduddin Ismail bin Amr bin Katsir (700774 H) ini adalah kitab yang paling masyhur dalam bidangnya. Kedudukannya berada pada posisi kedua setelah Tafsir Ibnu Jarir At-Thobari. Nama aslinya adalah Tafsir AlQuran Al-Adzim. Tafsir yang diterima di khalayak ramai umat Islam.

6) Tafsir As-Suyuthi

Kitab yang bernama Ad-Dur Al-Mantsur fi Tafsir bi Al-Matsur ini ditulis oleh Imam Jalaluddin As-Suyuthy, ulama produktif yang memiliki ratusan karya cemerlang. Beliau lahir tahun 749 H dan wafat tahun 911 H.17

17

St. Amanah, Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, (Semarang: al-Syifa, 1994), hal. 348-353.

13

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa:

1.

Tafsir bi al-matsur adalah sebuah cara menjelaskan maksud dari sebuah ayat atau lebih dengan menggunakan penjelasan ayat al-Quran lainnya atau penjelasan dari Rasulullah saw. atau dari sahabat maupun tabiin.

2.

Tafsir bi al-matsur dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu: 1) Tafsir al-Quran bi al-Quran. 2) Tafsir al-Quran dengan Sunnah. 3) Penafsiran ayat al-Quran dengan pendapat para sahabat dan tabiin.

3.

Tafsir bi al-matsur dibedakan ke dalam dua kelompok besar, yakni tafsir bi alriwayah yang sahih dan tafsir bi al-riwayah yang tidak sahih.

4.

Tafsir bi al-matsur masih tetap bisa dan bahkan perlu dikembangkan. Caranya dengan memahami konteks ayat-ayat dan hadits-hadits itu sendiri di samping tetap memperhatikan teks-teks apa adanya. Dengan kata lain, harus

memperhatikan ruh (semangat) penafsiran Rasulullah saw itu sendiri dibalik teks-teks formal yang beliau sampaikan.

14

DAFTAR PUSTAKA

Abu al-Fida Ismail bin Katsir al-Dimasyqi, Tafsir al-Quran al-Azhim, jilid 1, (Dar al-Turats al-Arabi). Al-Jurjani, at-Tarifat, (Jeddah; al-Thabaah wa al-Nasyr wa al-Tauzi). Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarhi Shahih al-Bukhari, juz 8, (Cairo: Dar al-Hadits, 2004). Jalaluddin al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Quran, (Cairo: Dar al-Hadits). Mahmud al-Thahhan, Taisir Mushthalah al-Hadits, (Cairo: Maktabah al-Iman, 2005). Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi Ulum al-Quran, (Dimasyq: Maktabah al-Ghazali, 1401 H/1981M). Muhammad Amin Suma, studi ilmu-ilmu al-Quran, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001). Rosihun Anwar, ilmu tafsir, (bandung; Pustaka Setia, 2005). St. Amanah, Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, (Semarang: al-Syifa, 1994). T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Quran dan Tafsir, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000).

15

You might also like