You are on page 1of 10

TUGAS MANIFESTASI RAGAM BUDAYA INDONESIA BARAT SEKATEN

Kelas Nama

: A 2010 : Redi Halim Intan Arianti Oktavia Nurmi Silvia Sri Kuswan Deby Adrina Diana Rahmawati Nuriana Sawitri Zulfahmi Awanis

1006731191 1006782021 1006730604 1006731550

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah Manifestasi Ragam Budaya Indonesia Barat ini yang berjudul Sekaten. Makalah ini kami buat dengan maksud untuk memenuhi nilai Manifestasi Ragam Budaya Indonesia Barat pada daerah Jawa. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Endang, dosen pembimbing mata kuliah ini dalam bidang daerah Jawa. Kami menyadari, bahwa makalah kami ini masih jauh dari sempurna, tetap kami tetap berharap agar makalah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, November 2010

Penyusun

SEKATEN

Upacara Sekaten merupakan upacara kerajaan yang biasa dilaksanakan oleh sebagian
besar masyarakat Yogyakarta dan Surakarta yang diselenggarakan oleh Keraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Kasunanan Surakarta bersama pemerintahan dan masyarakat setempat. Berbagai bentuk acara dan kegiatan dilangsungkan dalam perayaan Sekatenyang beraneka ragam variasi dan macamnya seiring perubahan waktumulai dari yang sifatnya ritual keagamaan hingga apresiasi seni tradisi lokal sampai pameran dan pasar malam. Kultur lokal dan kultur modern seakan melebur dalam waktu bersamaan dalam momentum sekaten. Upacara yang sudah ada sejak

jaman Kerajaan Demak (abad ke-16) ini dimulai pada hari ke-5 dari bulan Maulud (bulan ke tiga dalam tahun Jawa), dengan mengambil lokasi di pelataran atau Alun-alun Utara Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sebelum upacara Sekaten, diadakan kegiatan pasar malam terlebih dahulu selama satu bulan penuh. Upacara ini sebenarnya merupakan sebuah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad.

SEJARAH SEKATEN
Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang berdiri setelah Majapahit runtuh pada tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi. Keruntuhan Majapahit diperingati dengan candrasengkala Sirna Hilang Kertaning Bumi. Berakhirnya Kerajaan Majapahit berarti berakhir pula Kerajaan Hindu di Jawa, di bawah pemerintahan Prabu Brawijaya V. Raja Demak yang pertama adalah Raden Patah yang bergelar Sultan Bintara. Sebagai Raja Islam, Raden Patah selalu berupaya untuk memajukan tersiarnya agama Islam di seluruh kerajaan. Sultan Bintara selalu memikirkan bagaimana caranya agar agama Islam

dapat menyinari semua pelosok negeri, dan bagaimana orang-orang yang telah memeluk agama Hindu itu akan insyaf dan meyakini kebenaran ajaran Islam. Demi cita-cita itu, Raden Patah akhirnya mengadakan pertemuan dengan para wali sembilan, di antaranya adalah Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, dan Sunan Gunung Jati. Pertemuan itu membahas cara menyiarkan Islam di tanah Jawa. Sunan Kalijaga mempunyai usul tentang penyiaran agama Islam agar diterima oleh masyarakat yang sejak dahulu memeluk agama Hindu. Usul Sunan Kalijaga tersebut adalah dengan membiarkan tetap dilaksanakannya adat atau tata cara dalam agama Hindu, tetapi dimasuki pelajaran Islam, misalnya: 1) Semedi Semedi dalam agama Hindu mempunyai maksud memuja kepada dewa-dewa. Karena agama Islam tidak mengenal dewa, maka diganti dengan memuja Allah SWT dengan sholat. 2) Sesaji Sesaji menurut agama Hindu mempunyai maksud memberi makanan kepada dewa-dewa dan jin, agar sesuai dengan ajaran Islam diganti dengan zakat fitrah pada fakir miskin.

3) Keramaian Dalam agama Hindu keramaian mempunyai maksud menghormat kepada dewa-dewa, diganti keramaian menghormat hari-hari raya Islam. Karena orang Jawa suka gamelan, maka pada hari raya Islam yaitu hari lahirnya Nabi Muhammad SAW, sebaiknya dalam masjid juga diadakan tabuh gamelan, agar orang-orang tertarik. Jika sudah berkumpul kemudian diberi pelajaran tentang agama Islam. Dan untuk keperluan itu, para wali menciptakan seperangkat gamelan yang dinamakan Kyai Sekati. Di sela-sela pergelaran, dilakukan

khotbah dan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Bagi mereka yang bertekad untuk memeluk agama Islam, diwajibkan mengucapkan kalimat Syahadat, sebagai pernyataan taat kepada ajaran agama Islam.

ASAL-USUL ISTILAH SEKATEN


Asal usul istilah Sekaten berkembang dalam beberapa versi. Ada yang berpendapat bahwa Sekaten berasal dari kata Sekati, yaitu nama dari dua perangkat pusaka Kraton berupa gamelan yang disebut Kanjeng Kyai Sekati yang ditabuh dalam rangkaian acara peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW. Selama enam hari, mulai hari keenam sampai kesebelas bulan Mulud dalam kalender Jawa, kedua perangkat gamelan tersebut dimainkan/dibunyikan (Jw:

ditabuh) menandai perayaan sekaten. Akhirnya pada hari ketujuh upacara ditutup dengan keluarnya Gunungan Mulud. Saat ini selain Pendapat lain mengatakan bahwa Sekaten berasal dari kata suka dan ati (suka hati, senang hati) karena orang-orang menyambut hari Maulud tersebut dengan perasaan syukur dan bahagia dalam perayaan pasar malam di Alun-alun Utara. Tetapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kata Sekaten berasal dari kata syahadataini, dua kalimat dalam Syahadat Islam, yaitu syahadat taukhid (Asyhadu alla ila-hailallah) yang berarti "saya bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah" dan syahadat rasul (Waasyhadu anna Muhammadarrosululloh) yang berarti "saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad utusan Allah".

PERAYAAN SEKATEN
Sebelum upacara Sekaten dilaksanakan, diadakan dua macam persiapan, yaitu persiapan fisik dan spiritual. Persiapan fisik berupa peralatan dan perlengkapan upacara Sekaten, yaitu Gamelan Sekaten, Gendhing Sekaten, sejumlah uang logam, sejumlah bunga kanthil, busana seragam Sekaten, samir untuk niyaga, dan perlengkapan lainnya, serta naskah riwayat maulud Nabi Muhammad SAW. Di kalangan masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya, muncul keyakinan bahwa dengan ikut merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, lewat Sekaten, khususnya ketika mendengarkan set dari musik gamelan, mereka akan mendapatkan pahala dari Tuhan YME, tentang pekerjaaan mereka, kesehatan dan masa depan. Mereka juga percaya dengan merayakan Sekaten merekan akan dianugerahi awet muda. Sebagai syarat, mereka harus menguyah sirih di halaman Masjid Agung Yogyakarta, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan Sekaten. Oleh karena itu, selama perayaan, banyak orang berjualan sirih dengan ramuannya, nasi gurih beserta lauk-pauknya di halaman Kemandungan, di Alun-alun Utara atau di depan Masjid Agung Yogyakarta. Bagi para petani, dalam kesempatan ini memohon pula agar panenannya yang akan datang berhasil. Untuk memperkuat tekadnya ini, mereka membeli cambuk untuk dibawa pulang. Hari pertama upacara dimulai pada tengah malam dengan prosesi hamba kerajaan, "abdi dalem" yang berjalan dalam dua baris membawa dua set gamelan bernama Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu. Prosesi ini daun dari ruang Ponconiti. Gamelan Sekaten adalah benda pusaka Kraton yang disebut Kanjeng Kyai Sekati dalam dua rancak, yaitu Kanjeng Kyai Nogowilogo dan Kanjeng Kyai Guntur Madu. Gamelan Sekaten tersebut dibuat oleh Sunan Giri yang ahli dalam kesenian karawitan dan disebut-sebut sebagai gamelan dengan laras pelog yang pertama kali dibuat. Alat pemukulnya dibuat dari tanduk lembu atau tanduk kerbau dan untuk dapat menghasilkan bunyi pukulan yang nyaring dan bening, alat pemukul harus diangkat setinggi dahi sebelum dipuk pada masing-masing gamelan.

Sedangkan Gendhing Sekaten adalah serangkaian lagu gendhing yang digunakan, yaitu Rambu pathet lima, Rangkung pathet lima, Lunggadhung pelog pathet lima, Atur-atur pathet nem, Andong-andong pathet lima, Rendheng pathet lima, Jaumi pathet lima, Gliyung pathet nem, Salatun pathet nem, Dhindhang Sabinah pathet em, Muru putih, Orang-aring pathet nem, Ngajatun pathet nem, Batem Tur pathet nem, Supiatun pathet barang, dan Srundeng gosong pelog pathet barang. Untuk persiapan spiritual, dilakukan beberapa waktu menjelang Sekaten. Para abdi dalem Kraton Yogyakarta yang nantinya terlibat di dalam penyelenggaraan upacara mempersiapkan mental dan batin untuk mengembang tugas sakral tersebut. Terlebih para abdi dalem yang bertugas memukul gamelan Sekaten, mereka mensucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas. Sekaten dimulai pada tanggal 5 Maulud (Rabiulawal) saat sore hari dengan mengeluarkan gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari tempat persemayamannya, Kanjeng Kyai Nogowilogo ditempatkan di Bangsal Trajumas dan Kanjeng Kyai Guntur Madu di Bangsal Srimanganti. Dua pasukan abdi dalem prajurit bertugas menjaga gamelan pusaka tersebut, yaitu prajurit Mantrijero dan prajurit Ketanggung. Di halaman Kemandungan atau Keben, banyak orang berjualan kinang dan nasi wuduk. Lepas waktu sholat Isya, para abdi dalem yang bertugas di bangsal, memberikan laporan kepada Sri Sultan bahwa upacara siap dimulai. Setelah ada perintah dari Sri Sultan melalui abdi dalem yang diutus, maka dimulailah upacara Sekaten dengan membunyikan gamelan Kanjeng Kyai Sekati. Yang pertama dibunyikan adalah Kanjeng Kyai Guntur Madu dengan gendhing racikan pathet gangsal, dhawah gendhing Rambu. Menyusul kemudian dibunyikan gamelan Kanjeng Kyai Nogowilogo dengan gendhing racikan pathet gangsal, dhawah gendhing Rambu. Demikianlah dibunyikan secara bergantian antara Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nogowilogo. Di tengah gendhing, Sri Sultan datang mendekat dan gendhing dibuat lembut sampai Sri Sultan meninggalkan kedua bangsal. Sebelumnya Sri Sultan (atau wakil Sri Sultan) menaburkan udhik-udhik di depan gerbang Danapertapa, bangsal Srimanganti, dan bangsal Trajumas. Tepat pada pukul 24.00 WIB, gamelan Sekaten dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta dengan dikawal kedua pasukan abdi dalem prajurit Mantrijero dan Ketanggung. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditempatkan di pagongan sebelah selatan gapuran halaman Masjid Agung dan Kanjeng Kyai Nogowilogo di pagongan sebelah utara. Di halaman masjid tersebut, gamelan Sekaten dibunyikan terus menerus siang dan malam selama enam hari berturut-turut, kecuali pada malam Jumat hingga selesai sholat Jumat siang harinya. Pada tanggal 11 Maulud (Rabiulawal), mulai pukul 20.00 WIB, Sri Sultan datang ke Masjid Agung untuk menghadiri upacara Maulud Nabi Muhammad SAW yang berupa pembacaan naskah riwayat maulud Nabi yang dibacakan oleh Kyai Pengulu. Upacara tersebut selesai pada pukul 24.00 WIB, dan setelah semua selesai, perangkat gamelan Sekaten diboyong

kembali dari halaman Masjid Agung menuju ke Kraton. Pemindahan ini merupakan tanda bahwa upacara Sekaten telah berakhir. Puncak dari upacara Sekaten disebut Garebeg Maulud, yang diadakan pada 12 dari bulan Maulud Jawa. Festival ini dimulai dengan sebuah parade dari sepuluh unit penjaga Istana yang terdiri, yaitu; Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo, Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijero, Surokarso, dan Bugis mengenakan seragam khusus mereka. Parade dimulai dari halaman dari Kemandungan utara istana, menyeberangi Sitihinggil dan Pagelaran ke alun-alun utara. The Gunungan, terbuat dari makanan seperti sayuran, kacang tanah, paprika merah, telur, dan beberapa makanan lezat dari beras ketan. Ini adalah gunung dibentuk dan melambangkan kemakmuran dan kekayaan tanah Mataram. Perayaan sekaten yang diadakan oleh kerajaan Mataram, selain bertujuan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW juga untuk menunjukkan bahwa raja yang berkuasa masih ada hubungan dengan Nabi Muhammad, utusan Allah. Sekaten juga mempunyai peran politis dan ekonomis. Karena dengan sekaten, para bupati harus sowan memberi upeti dan kehadirannya di upacara sekaten sebagai tanda kesetiaan kepada raja yang memerintah. Dengan perkembangan zaman, sekaten juga dimanfaatkan dalam sektor perdagangan. Perayaan sekaten sebagai ladang masyarakat untuk berdagang dan semakin membuat marak perayaan sekaten. Selain untuk mendengarkan gamelan, para pengunjung dapat membeli berbagai makanan khas sekaten, juga mainan anak-anak.

KERAMAIAN SEKATEN
Sekaten Tahun Jimawal 1941/ 2008 Masehi yang merupakan pesta rakyat tradisional dan dimanfaatkan sebagai media informasi dan komunikasi timbal balik ini, hakekatnya dapat dipilahkan menjadi 3 (tiga) keramaian sebagai berikut:

A. KERAMAIAN ADAT
1. Sekaten Sepisan a . D i b u n y i k a n d u a p e r a n g k a t gamelan Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu untuk pertama kalinya, pada tanggal 5 Maulud Jimawal 1941/ 13 Maret 2008 M a s e h i d i K a g u n g a n D a l e m Bangsal Ponconiti pada jam 19.30 WIB. b . Pemberian sedekah Ngarsa Dalem S a m p e y a n D a l e m I n g k a n g Sinuwun Kanjeng Sultan berupa Udhik-udhik oleh Gusti Bandara P a n g e r a n u t u s a n D a l e m d i K a g u n g a n D a l e m B a n g s a l Ponconiti padajam 20.00WIB.

c . Diangkatnya dua perangkat g a m e l a n K a n j e n g K y a i Nogowilogo dan Kanjeng Kyai Guntur Madu menuju Kagungan Dalem Masjid Agung Yogyakarta, clikawal oleh Pasukan Abdi Dalem P raju rit me la l u i Sit i Hin gg il , P a g e la r a n , A l u m - al u n Ut a r a sebelum Ringin Sengkeran membelok ke barat menuju Masjid Agung, ditempatkan di Pagongan Selatan dan Utara, pada jam 22.00 WIB. 2. Sekaten Dibunyikan dua perangkat gamelan Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur M a d u t e r u s m e n e r u s s e c a r a bergantian selama 7 (tujuh) hari kecuali Kamis malam sampai Jumat Siang, mulai tanggal 5 Maulud Jimawal 1941/ 13 Maret 2008 Masehi pada pukul 08.00-12.00 WIB, 14.00-17.00 WlB dan 20.00-24.00 WIB. 3. Malam Garebeg a. Pada tanggal 11 Maulud Jimawal 1941/ 19 Maret 2008 mulai jam 20.00 WIB. Upacara peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, dengan diawali keberangkatan Ngarsa Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan menuju Masjid Ageng yang didahului 4 pasukan Abdi Dalem Prajurit dan Abdi Dalem Sipat Bupati b. Pemberian sedekah Ngarsa Dalem S a m p e y a n D a l e m I n g k a n g Sinuwun Kanjeng Sultan berupa Udhik-udhik di Pagongan Selatan clan Utara dilanjutkan di dalam Masjid Ageng. c. P e m b a c a a n r i w a y a t N a b i Muhammad SAW oleh Abdi Dalem Penghulu Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat di hadapan Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan, para kerabat, pe jab at clan rakyat, be rte mpat di S er amb i M asjid Ageng. d. Jengkar Dalem kembali ke Kraton Yogyakarta melalui Regol Masjid Ageng. e. Diangkatnya 2 perangkat gamelan Kyai Nogowilogo clan Kyai Guntur Madu kembali ke Kraton melalui Alun-alun Utara, Pagelaran, Siti Hinggil, Bangsal Ponconiti pada jam 23.00 WIB 4. Upacara Garebeg a. Pada tanggal 12 Maulud Jimawal 1941/ 20 Maret 2008 Masehi p e n y e l e n g g a r a a n u p a c a r a Garebeg diawali dengan Defile Abdi Dalem Prajurit sebanyak 8 pasukan, mempersiapkan diri di Alun-alun Utara untuk memberi p e ngh o rmata n ke p ad a Hajad Dalem Gunungan. b. D i a n g k a t n y a H a j a d D a l e m G u n u n g a n y a n g t e l a h di persiapkan Bangsal Ponconiti menuju Masjid Ageng melalui Siti Hinggil, Pagelaran, Alun alun Utara, sebelah Selatan Ringin Sengkeran ke barat menuju Masjid Ageng, pada saat melewati Jajaran Abdi Dalem Prajurit mendapat penghormatan dengan salvo tiga kali.

c. D i halaman Kagungan Dalem M a s j i d A g e n g , H a j a d D a l e m Gunungan dikabulkan dengan doa oleh Abdi Dalem Penghulu Kraton Yogyakarta dan selanjutnya dibagikan kepada masyarakat.

B. KERAMAIAN PENUNJANG
Keramaian penunjang adalah keramaian rakyat tradisional yang menyertai Upacara tradisional keagamaan Islam, Sekaten. Beberapa bentuk keramaian penunjang antara lain: 1. Para penjaja makanan tradisional seperti nasi gurih / wudhuk, telor merah, sirih dan lain-lain. 2. Para penjaja mainan tradisional seperti gangsingan, pecut, gerabah dll. 3. Kesenian rakyat tradisional seperti jathilan, led e k mun yu k ( top en g monyet) dll.

C. KERAMAIAN PENDUKUNG
Keramaian pendukung yang diadakan clan clikelola oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dalam rangka memanfaatkan Se k a t e n t e n t an g u p a y a d a n h a si l p e m b a n g u n a n N a s i o n a l a n t a r a Pemerintah dan masyarakat. Beberapa bentukkeramaian pendukung antara lain: 1 . P a m e r a n p e m b a n g u n a n y a n g diadakan oleh Pemerintah Daerah maupun Instansi Sektoral dan Vertikal. 2. Pameran dan promosi sebagai upaya memasyarakatkan produksi dalam negeri dan meningkatkan barang ekspor non migas. 3. P a m e r a n k e b u d a y a a n s e p e r t i Pameran Kraton, Puro Pakualaman dll. Keramaian pendukung lainnya seperti arena permainan anak-anak, rumah makan, cindera mata dll.

Kesimpulan
Dari sini, kami dapat simpulkan bahwa memandang Sekaten janganlah hanya dalam bingkai perspektif agama an atau dalam kacamata budaya lokalbudaya Jawa-belaka. Cara pandang yang demikian akan mengakibatkan distorsi yang cenderung memunculkan perdebatan yang tak kunjung berakhir. Perdebatan tersebut akan bermuara pada masalah tafsir terhadap agama- dimensi normatif dan historis , serta berujung pada perpecahan dan perselisihan pendapat bila perbedaan tersebut tidak dibingkai dalam upaya untuk memperoleh dan memperkuat jalinan ukhuwah Islamiyah, Wathoniyah, dan Basyariah

DAFTAR PUSTAKA
http://www.indo.com/budgetyogya/sekaten.html http://www.solocityview.com/wisata-solo/upacara-adat.html http://www.wahana-budayaindonesia.com/index.php?option=com_content&view=article&id=378%3Aupacara-sekatensolo&catid=130%3Aadat-istiadat-budaya&Itemid=53&lang=id

http://gudeg.net/id/directory/72/345/Sekaten-Kraton-Ngayogyakarta-Hadiningrat.html

taq/dari berbagai sumber

You might also like