You are on page 1of 21

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PENYAKIT TROPIS KUSTA

Disusun oleh : KELOMPOK VII


1. 2. 3. 4. 5.

Rafika Nurmalasari. Astrilia Diah K. Lisca Candra L. Noki Rama D. S. Bayu Rizki S. 6. Cinthya Surya N. Acintya Clarissa C. Ikhwan Supyanto

(130915010) (130915011) (130915012) (130915063) (130915064) 130915097) (130915123) (130915124) (130915125)

Nuril Khamidiyah(130915065)

7.

8.
9.

10. Abd. Holiq

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2011

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan lancar dan tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Asuhan Keperawatan Komunitas dengan Penyakit Tropis Kusta. Jadi asuhan keperawatan merupakan salah satu metode untuk membantu pasien dalam menyelesaiakan masalah yang sedang dihadapi. Dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak,diantaranya :
1. Bapak Makhfudli, S.Kep.,Ns.,M.Ked.Trop selaku Fasilitator Kelompok 7 Keperawatan

Kesehatan Komunitas II. 2. Pihak-pihak yang ikut serta dalam proses pembuatan makalah ini Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari sebagai manusia kami banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati, kami mohon pembaca berkenan memberikan kritik dan saran demi penyempurnaan pembuatan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi kelompok kami. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, 8 Oktober 2011

Penyusun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kusta merupakan penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Leprae, penyakit ini menyerang kulit, saraf tepi dan dapat pula menyerang jaringan tubuh lainnya kecuali otak. Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. (Depkes RI, 2007). Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan dan kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkan oleh kusta. Jumlah penderita lepra (kusta) di Indonesia masih tinggi. Selama kurun waktu 10 terakhir data jumlah penderita lepra di Indonesia tidak mengalami penurunan. Sekitar 17 ribu penderita lepra baru ditemukan di seluruh Indonesia. Jumlah penderita lepra di Indonesia nomor tiga di dunia setelah India dan Brazil. Jumlah penderita lepra yang masih tinggi diantaranya Jawa Timur, Papua, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus Jawa Timur merupakan wilayah dengan jumlah penyandang kusta terbanyak di Indonesia, Jawa Timur menjadi daerah endemis penyakit kusta. Penyebaran penderita dan penyakit ini berada di 12 wilayah yakni Jember, Situbondo, Bondowoso, Probolinggo, Pasuruan, Sampang, Sumenep, Bojonegoro, Bangkalan, Pamekasan, Tuban dan Lamongan. Suatu kenyataan bahwa sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi lemah. Perkembangan penyakit pada diri penderita bila tidak ditangani secara cermat dapat menimbulkan cacat dan keadaan ini menjadi halangan bagi penderita kusta dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka, juga tidak dapat berperan dalam pembangunan bangsa dan negara. Disamping cacat yang timbul, pendapat yang keliru dari masyarakat terhadap kusta, rasa takut yang berlebihan atau leprophobia akan memperkuat persoalan sosial ekonomi penderita kusta. Mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, maka di perlukan program penanggulangan secara terpadu dan menyeluruh dalam hal pemberantasan, rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial ekonomi dan permasyarakatan dari bekas penderita kusta. Dengan kemajuan teknologi di bidang promotif, pencegahan, pengobatan serta pemulihan kesehatan di bidang

penyakit kusta, maka penyakit kusta sudah dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. . 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana konsep dan penanggulangan dari penyakit tropis kusta? 1.3. Tujuan Tujuan Umum Menjelaskan konsep dan penanggulangan penyakit kusta. Tujuan Khusus 1. Menjelaskan definisi kusta.
2. Menjelaskan penyebab kusta.

3. Menjelaskan klasifikasi kusta.


4. Menjelaskan tanda gejala penyakit kusta. 5. Menjelaskan cara penularan kusta. 6. Menjelaskan pemeriksaan klinis kusta.

7. Menjelaskan penatalaksanaan kusta. 8. Menjelaskan masalah-masalah dalam masyarakat akibat penyakit kusta. 9. Menjelaskan program-program kesehatan untuk penderita kusta. 10. Menjelaskan peran perawat komunitas dalam menangani kusta. 1.4. Manfaat 1. Bagi Mahasiswa Menambah pengetahuan mahasiswa tentang definisi, etiologi, masalah kesehatan, serta program dan kebijakan pemerintah dalam upaya pemberantasan penyakit kusta. 2. Bagi Masyarakat Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dan turut serta dalam pemberantasan penyakit kusta.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kusta Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan biasanya mempengaruhi kulit serta saraf tepi, namun memiliki berbagai macam manifestasi klinis. (WHO, 2010). Penyakit ini ditandai dengan borok dari tulang dan kulit yang menyebabkan hilangnya sensasi, lumpuh, gangrene, dan deformasi. (The American Heritage-Dictionary of the English language). 2.2. Penyebab Kusta Penyebab penyakit kusta adalah kuman kusta, yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 18 mic, lebar 0,20,5 mic biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA). Masa belah diri kuman kusta adalah memerlukan waktu yang sangat lama dibandingkan dengan kuman lain, yaitu 12-21 hari. Hal ini merupakan salah satu penyebab masa tunas lama yaitu rata-rata 25 tahun. 2.3. Klasifikasi dan Kriteria Kusta Untuk keperluan pengobatan kombinasi atau Multidrug Therapy (MDT) yaitu menggunakan gabungan Rifampicin, Lamprene dan DDS, maka penyakit kusta di Indonesia diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu : a. Tipe PB (Pausi basiler). b. Tipe MB (Multi basiler). Dalam menentukan klasifikasi tipe PB dan MB didasarkan pada criteria seperti tabel dibawah ini. Penentuan tipe tidak boleh berpegang pada hanya salah satu dari kriteria, akan tetapi harus dipertimbangkan dari seluruh criteria.

Tabel 1.1 Kriteria untuk tipe PB dan MB (Depkes RI-Buku pedoman pemberantasan kusta, 2007) Kelainan kulit dan hasil pemeriksaan bakteriologis 1. Bercak (makula) a. Jumlah b. Ukuran c. Distribusi d. Konsistensi e. Batas f. Kehilangan rasa pada bercak g. Kehilangan kemampuan berkeringat, bulu rontok pada bercak 2. Infiltrat : a. Kulit b. Membran mukosa (hidung tersumbat perdarahan di 3. hidung) Ciri-ciri khusus central healing penyembuhan di tengah Selalu ada dan jelas PB 1-5 Kecil dan besar Unilateral atau bilateral asimetris Kering dan kasar Tegas MB Banyak Kecil-kecil Bilateral, simetris Halus, berkilat Kurang tegas Biasanya tidak jelas, jika ada, terjadi pada yang sudah usia lanjut. Bercak tidak berkeringat, ada bulu rontok pada bercak. Tidak ada Bercak masih berkeringat, bulu tidak rontok.

Ada, kadang-kadang tidak ada

Tidak pernah ada

Ada, kadang-kadang tidak ada.

1. Punched out lession **

2. Madarosis 3. Ginekomastia 4. Hidung pelana 5. Suara sengau Kadang-kadang ada Terjadi pada yang lanjut, biasanya lebih dari satu dan simetris. Terjadi pada stadium lanjut BTA positif

4. 5.

Nodulus Penebalan syaraf

Tidak ada Lebih sering terjadi dini, asimetris

6. 7.

Deformitas (cacat) Apusan

Biasanya asimetris terjadi dini BTA negatif

2.4. Tanda dan Gejala Untuk menetapkan diagnosa penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda pokok atau cardinal signs pada badan yaitu : 1. Kelainan kulit/lesi yang hypopigmentasi atau kemerahan dengan hilang/mati rasa yang jelas. 2. Kerusakan dari syaraf tepi, yang berupa hilang/mati rasa dan kelemahan otot tangan, kaki, atau muka.
3. Adanya kuman tahan asam di dalam kultur jaringan kulit (BTA positif).

Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari tandatanda pokok diatas. Bila ragu-ragu orang tersebut dianggap sebagai kasus dicurigai (suspek) dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai diagnose dapat ditegakkan kusta atau penyakit lain. 2.5. Cara Penularan Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiler (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpandapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit (Depkes RI, 2007). Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain : 1. Faktor Sumber Penularan. Sumber penularan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB ini pun tidak akan menularkan kusta, apabila berobat teratur. 2. Faktor Kuman Kusta. Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan. 3. Faktor Daya Tahan Tubuh. Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95 %). Dari hasil penelitian menunjukkan gambaran sebagai berikut : Dari 100 orang yang terpapar : 95 orang tidak menjadi sakit. 2 orang sembuh sendiri tanpa obat. 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh pengobatan.

Pemeriksaan Klinis A. Pemeriksaan kulit 1. Persiapan a. Tempat. Tempat pemeriksaan harus cukup terang, sebaiknya diluar rumah tidak boleh langsung dibawah sinar matahari. b. Waktu pemeriksaan. Pemeriksaan diadakan pada siang hari (menggunakan penerangan sinar matahari). c. Yang diperiksa : Diberikan penjelasan kepada yang akan diperiksa dan keluarganya tentang cara pemeriksaan. Anak-anak cukup memakai celana pendek, sedangkan orang dewasa (laki-laki dan wanita) memakai kain sarung tanpa baju. 2. Pelaksanaan pemeriksaan : Pelaksanaan pemeriksaan terdiri dari : a. Pemeriksaan pandang, b. Pemeriksaan rasa raba pada kelainan kulit, dan c. Pemeriksaan syaraf tepi dan fungsinya. a. Pemeriksaan Pandang. Tahap pemeriksaan. 1) Pemeriksaan dimulai dengan orang yang diperiksa behadapan dengan petugas dan dimulai kepala (muka, cuping telinga kiri, pipi-kiri, cuping telinga kakan, pipi kanan, hidung, mulut, dagu, leher bagian depan). Penderita diminta untuk memejamkan mata, mengetahui fungsi syaraf dibuka. Semua kelainan kulit diperhatikan. 2) Pundak kanan, lengan bagian belakang, tangan, jari-jari tangan (penderita diminta meluruskan tangan kedepan dengan telapak tangan menghadap kebawah, kemudian tangan diputar dengan telapak tangan menghadap keatas), telapak tangan, lengan bagian dalam, ketiak, dada dan perut ke pundak kiri, lengan kiri dan seterusnya (putarlah penderita pelan-pelan dari sisi yang satu ke sisi yang lainnya untuk melihat sampingnya pada waktu memeriksa dada dan perut).

3) Tungkai kanan bagian luar dari atas ke bawah, bagian dalam dari bawah ke atas, tungkai kiri dengan cara yang dalam dari bawah ke atas, tungkai kiri dengan cara yang sama. 4) Yang diperiksa kini diputar sehingga membelakangi petugas dan pemeriksaan dimulai lagi dari : 5) Bagian belakang telinga, bagian belakang leher,punggung, pantat tungkai bagian belakang dan telapak kaki. Perhatikan setiap bercak (makula), bintil-bintil (nodulus) jaringan parut, kulit yang keriput, dan setiap penebalan kulit. Bilamana meragukan, putarlah penderita pelan pelan dan periksa pada jarak kira-kira meter. b. Pemeriksaan Rasa Raba pada Kelainan Kulit. Sepotong kapas yang dilancipkan dipakai untuk memeriksa rasa raba. Periksalah dengan ujung dari kapas yang dilancipi secara tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai. Yang diperiksa sebaiknya duduk pada waktu pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas menerangkan bahwa bilamana merasa tersentuh bagian tubuhnya dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang disentuh dengan jari telunjuknya atau dengan menghitung sentuhan untuk bagian yang sulit dijangkau, ini dikerjakan dengan mata terbuka. Bilamana hal ini telah jelas, maka ia diminta menutup matanya, kalau perlu matanya ditutup dengan sepotong kain/karton. Kelainan-kelainan di kulit diperiksa secara bergantian dengan kulit yang normal disekitarnya untuk mengetahui ada tidaknya anaesthesi. c. Pemerksaan rasa raba syaraf tepi. Pemeriksaan syaraf : Raba dengan teliti urut syaraf tepi berikut n.auricularis magnus, n.ularis, n.radialis, n.medianus,n.peroneus, dan n.tibialis posterior. Petugas harus mencatat apakah syaraf tersebut nyeri tekan atau tidak dan menebal atau tidak. Ia harus memperhatikan raut muka penderita apakah ia kesakitan atau tidak pada waktu syaraf diraba. d. Bila hasil pemeriksaan memenuhi kriteria penyakit kusta maka catatlah kelainankelainan yang ditemukan pada kartu penderita, sesuai tandatanda, jumlahnya, besarnya, dan letaknya. 2.7 Penatalaksanaan Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari

pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insidens penyakit. Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalamjaringan. Rejimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO ( 1995) sebagai berikut: 1. Tipe PB a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas. b. DDS tablet 100 mg/hari diminum di rumah. Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan. dan setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (Release From Treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah Completion of Treatment Cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan. Tabel 1. Obat dan dosis regimen MDT-PB Obat & Dosis MDT Kusta PB Rifampisin(diawasi petugas) Dapson(Swakelola) Dewasa BB < 35 kg 450 mg/bln Anak 10-14 thn 450 mg/bln(1215 mg/kgBB/bln) 50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr) Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:

BB > 35 kg 600 mg/bln 100 mg/hr

50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)

2.

Tipe MB a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas. b. Klofazimin 300 mg/bulan diminum di depan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 mg/hari diminum di rumah. c. DDS 100 mg/hari diminum di rumah. Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Sesudah

Jenis obat dan dosis untuk orang dewasa:

selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan

pemeriksaan bakteri positif Menurut WHO ( 1998) pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT. Dosis untuk anak : Klofazimin: Umur di bawah 10 tahun : bulanan 100 mg/bulan harian 50 mg/2 kali/minggu Umur 11-14 tahun : bulanan 100 mg/bulan harian 50 mg/3 kali/minggu DDS : 1 - 2 mg/kg berat badan Rifampisin : 10-15 mg/kg berat badan Tabel 2. Obat dan dosis regimen MDT-MB Obat & Dosis MDT Kusta MB Rifampisin(diawasi petugas) Klofazimin Dewasa BB < 35 kg 450 mg/bln Anak 10-14 thn 450 mg/bln(1215 mg/kgBB/bln) 200 mg/bln (diawasi)dan dilanjutkan esok 50 mg/hr (swakelola) 50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)

BB > 35 kg 600 mg/bln

300 mg/bln (diawasi petugas)dan dilanjutkan esok 50 mg/hr (swakelola)

Dapson(Swakelola)

50 mg/hr(1-2 mg/kgBB/hr)

100 mg/hr

3.

Pengobatan MDT terbaru Metode ROM adalah pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO ( 1998), pasien

kusta tipe PB dengan lesi hanya 1 (satuj cukup diberikan dosis tunggal rifampisin 600 mg, olloksasin 400 mg, dan minosiklin I 00 mg dan pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe PB dengan 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe MB diberikan sebagai obat alternatif dan dianjurkan digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 bulan. 4. Putus Obat Pada pasien kusta tipe PB yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta tipe MB dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis dari yang seharusnya.

5.

Evaluasi Pengobatan Evaluasi pengobatan menurut Buku Panduan Pemberantasan Penyakit Kusta

Depkes ( 1999) adalah sebagai berikut: a.Pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT 6 dosis dalam waktu 6 sampai 9 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium. b. Pasien MB yang telah mendapat pengobatan MDT 24 dosis dalam waktu 24-36 bulan dinyatakan RFT tanpa diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium.
c. RFT dapat dilaksanakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan

laboratorium. Dikeluarkan dari register pasien dan dimasukkan dalam register pengamatan (surveillance) dan dapat dilakukan oleh petugas kusta. 6. a) b) Masa Pengamatan. Pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif : Tipe PB selama 2 tahun. Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium. Pasien PB maupun MB dinyatakan hilang bilamana dalam 1 tahun tidak mengambil obat dan dikeluarkan dari register pasien. a. 8. Relaps (kambuh) Terjadi bila lesi aktif kembali setelah pernah dinyatakan sembuh atau RFT. Komplikasi Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.

7. Hilang/Out of Control (OOC)

2.8

Masalah Kesehatan Karena pengertian masyarakat yang keliru tentang penyakit kusta, berkembang

Stigma masyarakat pendapat yang keliru tanpa pembuktian. Untuk itu kekeliruan tersebut harus diluruskan. Tidak benar bahwa kusta adalah penyakit keturunan atau karena guna-guna. Tidak benar juga disebutkan kusta terjadi karena berhubungan seks saat menstruasi atau salah makan. Harus ditegaskan pada masyarakat bahwa kusta tidak menular dan dapat disembuhkan.

Kesulitan dalam pemberantasan kusta, baik dalam pengobatan, pencegahan dan penanganan kecacatan disebabkan masih besarnya stigma masyarakat terhadap penderita kusta sehingga mereka menyembunyikan diri atau dikucilkan. Sebagian besar penderita adalah dari golongan ekonomi lemah. Dengan adanya kecacatan itu, akan memperburuk kondisi ekonominya, kehilangan lapangan pekerjaan, kehilangan kesempatan kerja, kehilangan kesempatan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. 2.9 Program Kesehatan Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan strategi global untuk terus berupaya menurunkan beban penyakit kusta dalam: Enhanced global strategy for futher reducing the disease burden due to leprosy 2011 2015; dimana target yang ditentukan adalah penurunan sebesar 35% angka cacat kusta pada akhir tahun 2015 berdasarkan data tahun 2010. Dengan demikian, tahun 2010 merupakan tonggak penentuan pencapaian target tersebut. Menkes menekankan bahwa penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan sehingga pelu penanganan dari berbagai lintas program dan lintas sektor terkait. Sektor tersebut antara lain Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Rumah Zakat, Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (Perdoski), Netherland Leprosy Relief (NLR), tim penggerak PKK Pusat, Perhimpunan Mandiri Kusta (Permata). Program pemerintah : a. Tujuan : 1. Tujuan Jangka Panjang : Eradikasi Kusta di Indonesia 2. Tujuan Jangka Menengah : Menurunkan angka kesakitan kusta. 3. Tujuan Jangka Pendek : a. Penemuan Penderita (Case Finding) Penemuan penderita sedini mungkin sehingga propinsi cacat tingkat dua diantara penderita baru dapat ditekan serendah mungkin. b. Implementasi MDT. Meningkatkan pengobatan MDT sebagai obat standar di daerah pengembangan sehingga mancakup 100% penderita terdaftar dan penderita baru. c. Pembinaan pengobatan (Case Holding).

Agar semua penderita PB yang di MDT akan selesai pengobatannya dalam batas waktu 9 bulan, dan semua penderita MB yang di MDT akan selesai pengobatannya dalam batas waktu 18 bulan. d. Mencegah cacat pada penderita yang telah terdaftaf sehingga tidak akan terjadi cacat baru. e. Penyuluhan kesehatan di bidang kusta. Melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang penyakit kusta, agar masyarakat memahami kusta yang sebenarnya dan mengurangi leprophobia. f. Pengawasan sesudah RFT. Memberikan motifasi kepada semua penderita agar dating memeriksakan dirinya setiap 3 bulan setelah selesai masa pengobatan selama 2 tahun untuk tipe PB dan 5 tahun untuk tipe MB. h. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam memenuhi kebutuhan program. b. Kebijaksanaan 1. Penderita kusta tidak boleh diisolasi. 2. Obat kusta diberikan secara cuma-cuma. 3. Regimen MDT mengikuti rekomendasi WHO. 4. Program P2 Kusta diintegrasikan kedalam sistem pelayanan kesehatan dan rujukan. c. Strategi 1. MDT dilaksanakan secara intensif dan extensif. 2. Meningkatkan peran serta organisasi swasta. 3. Meningkatkan peran serta lintassektor dan kerjasama program. 4.Meningkatkan kemampuan serta ketrampilan petugas yang bertanggung jawab.

d. Kegiatan Pemberantasan Kusta 1. Penemuan penderita. a. Penemuan penderita secara pasif (sukarela) Penemuan penderita yang dilakukan terhadap orang yang belum pernah berobat kusta yang datang sendiri atau atas saran orang lain ke Puskesmas/ sarana kesehatan lainnya. Penderita ini biasanya sudah dalam stadium lanjut.

Faktor-faktor yang menyebabkan penderita terlambat datang berobat ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya : 1. Tidak mengerti tanda dini kusta. 2. Malu datang ke Puskesmas. 3. Adanya Puskesmas yang belum siap. 4. Tidak tahu bahwa ada obat tersedian cuma-cuma di Puskesmas. 5. Jarak penderita ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya terlalu jauh. b. Penemuan penderita secara aktif Penemuan penderita secara aktif dapat dilaksanakan dalam beberapa kegiatan: 1. Pemeriksaan kontak serumah (survai kontak). a. Tujuan : 1). Mencari penderita baru yang mungkin sudah lama ada dan belum berobat (index case). 2). Mencari penderita baru yang mungkin ada. b. Sasaran : Pemeriksaan ditujukan pada semua anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita. c. Frekwensi pemeriksaan : Pemeriksaan dilaksanakan minimal 1 tahun sekali dimulai pada saat anggota keluarga dinyatakan sakit Kusta pertama kali dan perhatian khusus ditujukan pada kontak tipe MB. d. Pelaksanaan : 1). Membawa kartu kuning (kartu penderita), dari penderita yang sudah dicatat dan membawa kartu penderita kosong,alat-alat untuk pemeriksaan serta obat MDT. 2). Mendatangi rumah penderita dan memeriksa semua anggota keluarga penderita yang tercatat dalam kolom yang tersedia pada kartu kuning. 3). Bila ditemukan penderita baru dari pemeriksaan itu maka dibutlah kartu baru dan dicatat sebagai penderita baru, kemudian diberikan obat MDT dosis pertama. 4). Memberikan penyuluhan kepada penderita dan semua anggota keluarga. 5). Hasil pemeriksaan kontak dicatat pada Pencatatan Hasil Penemuan Penderita

2. Pemeriksaan anak sekolah SD/Taman Kanak-kanak atau sederajat disebut survei sekolah. a. Tujuan : 1). Mendapatkan kasus baru secara dini. 2). Memberikan penyuluhan kepada murid dan guru. b. Sasaran : 1). Semua anak SD dan sederajat. 2). Taman Kanak-kanak. c. Frekuensi pemeriksaan Pemeriksaan anak sekolah dilaksanakan 2 tahun 1 kali. d. Pelaksanaan Pemeriksaan Untuk melakukan survei sekolah ini perlu dibina kerjasama dengan UKS dan guru-guru sekolah. Perlu diberikan penyuluhan kesehatan terlebih dahulu kepada murid-murid bertempat di lapangan upacara atau didalam suatu ruangan yang cukup besar bila mungkin.Sesudah pemeriksaan murid-murud kelas demi kelas, mulai dari kelas 1 danakhirnya kelas 6, maka diadakan penyuluhan kesehatan kepada guru-guru bertempat di Kantor guru atau ruangan lainnya. Pada pemeriksaan murid tersebut, bila ada yang dicurigai kusta, dirujuk ke Puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Jumlah anak yang diperiksa dan penderita baru diketemukan dicatat pada buku Pencatatan Harian Penemuan Penderita 3. Chase Survey Maksud dari survei ini adalah mencari penderta baru dalam suatu lingkup kecil misalnya Desa atau kelurahan sambil membina partisipasi masyarakat. a. Tujuan : 1). Mencari penderita baru dalam lingkup kecil. 2). Membina partisipasi masyarakat. b. Sasaran : Desa/Kelurahan, atau unit yang lebih kecil seperti dusun. c. Frekwensi : 1 x setahun. d. Pelaksanaan : 1). Persiapan.

Pimpinan Puskesmas chusus survey dengan Kepala Desa atau memberitahukan dengan mengirim surat melalui Camat untuk menentukan tanggal pelaksanaannya, sebaiknya diadakan bersama dengan pertemuan bulanan desa, atau kegiatan lain. 2). Pelaksanaan. Pertemuan (Penyuluhan Kesehatan) diadakan sesuai dengan tanggal yang telah ditetapkan dan dipimpin oleh Kepala Desa. Sesudah beberapa hari kemudian, sesuai dengan waktu yang ditetapkan maka diadakan pemeriksaan terhadap suspek. Bila ditemukan penderita baru dibuatkan kartu dan diberi pengobatan serta penyuluhan kesehatan yang lebih dalam terhadap penyakitnya. Kartu penderita diisi dengan lengkap. Bilamana dari suspek yang tercatat belum dapat diperiksa, maka nama suspek tersebut dicatat oleh petugas kesehatan dan direncanakan akan diperiksa Puskesmas. 4. Survai Khusus. a. Survai Fokus : Dilakukan pada suatu lingkup kecil misalnya suatu RT, dimana proporsi penderita baru MB minimal 60% dan dijumpai penderita usia muda cukup tinggi. Caranya : Terlebih dahulu didaftarkan nama penduduk RT menurut keluarga mulai dari kepala keluarga dan kemudian diperiksa rumah demi rumah yang alpa dicari untuk diperiksa. Survai Fokus ini dilakukan satu kali saja kalau perlu diulang di tahun-tahun kemudian. b. Random Sample Survay (Survay Prevalensi). Survai ini dilakukan sesuai perancanaan danpetunjuk dari Pusat sesudah diadakan set-up secara statistik oleh ahli statistik WHO atau yang ditunjuk Depkes. Survei ini dilaksanakan dengan timyang tetap dan dipimpin oleh seorang yang telah berpengalaman di bidang kusta. 2.10 Peran Perawat 1. Care Giver Peran perawat sebagai care giver dilakukan dengan memberikan pelayanan kepada penderita kusta dan keluarga dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif. Salah satu bentuk kegiatannya adalah dengan mencegah terjadinya kecacatan akibat penyakit kusta dan mengadakan penyuluhan-penyuluhan untuk menekan endemis penyakit kusta. 2. Advokat Peran perawat sebagai advokat adalah dengan memberikan perlindungan kepada penderita kusta dan keluarga. Contoh pelaksanaan peran advokat adalah memastikan bahwa penderita kusta mendapatkan obat sesuai dengan jadwal dan jenis pengobatannya. 3. Edukator Perawat memainkan peran sebagai pemberi health education dalam bentuk penyuluhan yang berisi tentang pemahaman instruksi pengobatan pada penderita kusta. Karena selama ini fenomena yang ditemukan di masyarakat adalah banyaknya penderita kusta yang putus pengobatan atau drop out dengan alasan bahwa obat-obatan yang dikonsumsi terlalu banyak dan lamanya pengobatan. Para penderita kusta harus mengkonsumsi 6 dosis obat untuk penderita tipe Pausi Basiller (PB) dan12 dosis multi basiller (MB), dalam kurun waktu untuk PB 6-9 bulan dan untuk MB 12-18 bulan (Dit Jen PPM & PL, 2002). Kebanyakan dari mereka berpendidikan rendah, selain itu kualitas interaksi dengan perawat juga belum terjalin dengan baik, mereka cenderung takut untuk bertanya. Dari kurangnya pengetahuan, kualitas interaksi yang belum terjalin dengan baik maka motivasi penderita kusta untuk melakukan pengobatan kurang bahkan memilih untuk drop out dari pengobatan. Sehingga diharapkan peran perawat lebih dimaksimalkan, salah satunya adalah dengan memotivasi penderita untuk terus melakukan pengobatan sampai tuntas serta mengarahkan keluarga pasien untuk selalu memantau dalam hal peraturan mengkonsumsi obat.

BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tumbuh lainnya.Penyebab penyakit kusta adalah kuman kusta, yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 18 mic, lebar 0,20,5 mic biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA). Penyakit kusta diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tipe pausi basiler (PB), dan multi basiler (MB). Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah tergantung dari beberapa faktor antara lain faktor sumber penularan, faktor kuman kusta, dan faktor daya tahan tubuh. Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat kelainan kulit/lesi yang hypopigmentasi atau kemerahan dengan hilang/mati rasa yang jelas, kerusakan dari syaraf

tepi, yang berupa hilang/mati rasa dan kelemahan otot tangan, kaki, atau muka, dan adanya kuman tahan asam di dalam kultur jaringan kulit (BTA positif). Pemerintah Indonesia telah membuat program dan kebijakan untuk mengatasi penyebaran kusta dimasyarakat. Program-program tersebut terdiri dari berbagai kegiatan, kegiatan tersebut diantaranya adalah penemuan penderita, pemberian obat, pembinaan pengobatan, penyuluhan kesehatan serta pencatatan dan pelaporan 4.2 Saran 1. Makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu masukan dalam rangka meningkatkan program pemerintah dalam usaha pemberantasan penderita kusta sehingga penyakit kusta dapat dibasmi secara tuntas. 2. Makalah ini dapat digunakan sebagai masukan untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya pemberantasan penyakit kusta. 3. Perawat semakin memaksimalkan perannya untuk membantu upaya pemberantasan penyakit kusta.

Daftar Pustaka Depkes, 1998, Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta, Cetakan ke-XII, Depkes Jakarta Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III, media Aeuscualpius, Jakarta. http://mukrinasution.blogspot.com/2010/09/penyakit-kusta.html Arief Mansjoer dkk., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI, Jakarta.

_____, http://www.kabarmadura.com/jumlah-penderita-kusta-di-jatim-tertinggi.html. diakses tanggal 21 oktober 2011 pukul 19.42

_____, http://us.surabaya.detik.com/read/2011/02/02/102259/1558723/466/30-persenpenderita-kusta-didominasi-warga-jatim?881104465. diakses tanggal 21 oktober 2011 pukul 19.25 _____,http://hanyaberita.com/penderita-lepra-di-indonesia-terbesar-ke-3-di-dunia/1936/. diakses tanggal 21 oktober 2011 pukul 20.02 _____,http://koran.republika.co.id/berita/35129/Jumlah_Penderita_Kusta_di_Indonesia_Cender ung_Naik. Diakses tanggal 21 Oktober 2011 pukul 19.00 _____,http://us.health.detik.com/read/2011/04/07/171659/1611158/763/penderita-lepra-diindonesia-nomer-tiga-di-dunia?ld991103763. Diakses tanggal 21 Oktober 2011 pukul 19.00 Anonim.2009. Penatalaksanaan kusta di Indonesia. Disitasi dari https://pramareola14.wordpress.com/2009/12/09/penatalaksanaan-kusta-di-indonesia/. Diakses pada 23 Oktober 2011 jam 13.40 Yayan, M. 2011. Askep Klien dengan Pnyakit Kusta. Disitasi dari http://yayannerz.blogspot.com/2011/03/askep-klien-dengan-penyakit-kusta.html. Diakses pada 23 Oktober 2011 jam 14.05

You might also like