You are on page 1of 20

STATUS RESPONSI ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing Nama Mahasiswa NIM

: dr. Moerbono Mochtar, Sp.KK : Adriani Netiasa Suary : G0006034

DERMATITIS STASIS BAB I PENDAHULUAN Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh factor eksogen dan atau endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.1 Dermatitis stasis adalalah dermatitis sekunder akibat insufisiensi vena (atau hipertensi vena) tungkai bawah. Dermatitis stasis disebut juga dermatitis gravitasional, ekzem stasis, dermatitis hipostatik, ekzem varikosa, dermatitis venosa.1 Dermatitis stasis merupakan masalah umum di usia tua, kecuali pada keadaan di mana insufisiensi vena disebabkan oleh pembedahan (surgery), trauma, atau trombosis. Dermatitis stasis dapat merupakan prekursor dari keadaan lain seperti ulkus vena tungkai atau lipodermatiosklerosis.2,3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Dermatitis stasis merupakan penyakit inflamasi kulit yang sering terjadi di ekstremitas bawah (tungkai) pada pasien dengan insufisiensi dan hipertensi vena. Penyakit ini umumnya menyerang pada usia pertengahan dan usia lanjut serta jarang terjadi sebelum dekade kelima kehidupan, kecuali pada keadaan di mana insufisiensi vena disebabkan oleh pembedahan (surgery), trauma, atau trombosis. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria, kemungkinan dikarenakan efek hormonal serta kecenderungan terjadinya thrombosis vena dan hipertensi vena pada saat kehamilan.4 Faktor resiko terjadinya penyakit ini adalah factor krturunan, umur, wanita, kegemukan, kehamilan, waktu berdiri yang lama, dan tinggi badan.5 Dermatitis stasis dapat merupakan prekursor dari keadaan lain seperti ulkus vena tungkai atau lipodermatiosklerosis.3 Insufisiensi vena merupakan suatu keadaan di mana aliran darah vena tidak cukup kuat untuk kembali ke jantung, sehingga cenderung menumpuk dan bahkan kembali ke jaringan menyebabkan perubahan pada kulit dan jaringan.6,7 Penyebabnya antara lain oleh inkompetensi katup vena oleh suatu sebab yang belum diketahui. 2 mekanisme yang mempengaruhi hipertensi vena adalah (1) adanya beban darah pada ruang atrium kanan ke vena cava dan beban darah pada vena iliaca ke vena femoral, dan (2) tekanan tinggi pada

pembuluh darah vena yang disebabkan oleh kontraksi otot-otot pada ekstremitas bawah yang menjalar ke katup vena yang inkompeten.7 Keadaan ini dapat diperparah oleh kondisi jika tubuh sedang berdiri dalam jangka waktu yang relatif lama sehingga semakin mempersulit naiknya darah dari vena di ekstremitas menuju jantung. Hal ini ditandai antara lain dengan pelebaran pembuluh vena secara abnormal, disebut sebagai varises (varicose vein). Selain oleh inkompetensi katup, insufisiensi vena bisa juga disebabkan oleh kondisi tertentu seperti kehamilan (peningkatan tekanan di daerah abdomen). Hal ini disebut juga sebagai varises vena sekunder.6 Peningkatan tekanan vena yang ditransmisikan kepada venula dan pembuluh kapiler pada kulit dan jaringan subkutan menyebabkan beberapa perubahan klinik meliputi edema, lipodermatosklerosis atau dermatitis stasis, dan peningkatan hiperpigmentasi, hyperkeratosis, atrofi, dan ulcer kronik yang tidak dapat disembuhkan.7 B. Etiopatogenesis Mekanisme terjadinya penyakit dermatitis stasis belum sepenuhnya dipahami. Terdapat beberapa teori (hipotesis) yang menerangkan proses terjadinya penyakit ini.1 Teori pertama mengatakan bahwa terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada vena sehingga terjadi kebocoran fibrinogen ke dalam dermis.1 Fibrinogen ini akan berpolimerasi membentuk selubung fibrinogen perikapiler dan interstisial disertai penurunan aktifitas fibrinolysis sehingga menghalangi difusi oksigen dan nutrisi menuju

kulit. Akan terjadi aktivasi leukosit pada selubung fibrinogen dan di sekitar ruang perivaskuler yang menyebabkan munculnya mediator inflamasi sehingga terjadi reaksi inflamasi dan fibrosis.3Akhirnya terjadi kematian sel. Tetapi terdapat data yang kurang mendukung hipotesis tersebut, antara lain (1) Derajat endapan fibrin tidak berhubungan dengan luasnya insufisiensi vena dan tekanan oksigen transkutan dan (2) selubung fibrin yang terbentuk tidak kontinu dan tidak teratur sehingga sulit berperan sebagai suatu sawar mekanik terutama untuk molekul kecil seperti oksigen dan nutrient.1 Ada teori lain yang mengatakan bahwa inflamasi pada dermatitis stasis terjadi akibat adanya hubungan antara arteri-vena, menyebabkan terjadinya hipoksia dan kekurangan bahan makanan di kulit yang mengalami gangguan.1 Hipotesis lain, yaitu hipotesis perangkap faktor pertumbuhan (growth factor trap hypothesis) mengemukakan bahwa hipertensi vena/kerusakan kapiler akan menyebabkan keluarnya molekul makro seperti fibrinogen dan 2-makroglobulin ke dalam dermis sehingga akan membentuk semacam perangkap terhadap growth factor dan substansi stimulator lain atau homeostatik. Dengan demikian jika terjadi kerusakan jaringan maka integritas dan proses penyembuhan sulit untuk terjadi.1 Selain itu, terdapat hipotesis lain yaitu karena terperangkapnya sel darah putih (white cell trapping hypothesis). Hal tersebut terjadi sebagai akibat hipertensi vena dan perbedaan tekanan antara arteri dan

vena sehingga kecepatan aliran kapiler berkurang, terjadi agregasi eritrosit dan sumbatan leukosit. Agregasi eritrosit akan menimbulkan hipoksia, sedangkan sumbatan leukosit membentuk sawar fisis dan memicu pelepasan mediator-mediator tertentu seperti transforming growth factor beta-1 yang merupakan factor penting terjadinya fibrosis, intercellular adhesion molecule1 (ICAM-1) dan vascular adhesion molecular-1 (VCAM-1) sebagai kemoatraktan yang dapat mengubah permeabilitas kapiler.3Akibatnya molekul besar seperti fibrinogen keluar menuju jaringan perikapiler.1

Gambar1. Anatomi dan hemodinamik pada otot betis pada individu normal dan pada pasien dengan insufusiensi vena yang dikarakteristikan dengan adanya refluk tekanan tinggi dari vena dalam ke vena superficial dan pembuluh kecil pada kulit5

C. Gambaran klinis Peningkatan tekanan vena akan menyebabkan pelebaran vena, varises, dan edema. Lama kelamaan kulit berwarna kehitaman dan

timbul purpura (warna kemerahan akibat ekstravasasi sel darah merah ke dalam dermis) serta hemosiderosis (peningkatan cadangan besi jaringan). Edema dan varises mudah terlihat jika penderita berdiri dalam jangka waktu yang lama. Kelainan ini dimulai dari permukaan tungkai bawah sisi medial/lateral di atas malleolus, lalu meluas hingga ke bawah lutut dan bagian dorsal kaki. Selanjutnya terjadi tanda-tanda dermatitis yaitu eritema, skuama, gatal dan terkadang ada eksudasi cairan. Apabila sudah berlangsung lama maka kulit menjadi tebal dan fibrotik meliputi sepertiga tungkai bawah, keadaan ini disebut lipodermatosklerosis.1

Dermatitis stasis bisa mengalami komplikasi berupa ulkus di atas malleolus, disebut ulkus venosum/ulkus varikosum. Dapat juga mengalami infeksi sekunder, misalnya selulitis. Dermatitis stasis dapat diperberat karena mudah teriritasi oleh bahan kontaktan, atau mengalami autosensitisasi.1

Gambar2. Stasis dermatitis in CVI. Patch pada dermatitis ekzematosa akibat varikosa vena di medial ankle pada wanita 59 tahun. Tampak lesi papula, bersisik, dan gatal.8

D. Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi Sangatlah penting untuk memeriksa aliran darah arteri. Tes yang berguna adalah menghitung rasio dari tekanan sistolik pada ankle (diukur dengan menggunakan Doppler) dengan tekanan sistolik pada arteri brakialis. Pada penderita dermatitis stasis ankle/brakial index lebih besar dibandingkan dengan individu normal. Pengukuran ankle/brakial index sangat reliable kecuali jika digunakan pada individu dengan kalsifikasi pembuluh darah. Pada saat diagnosis diragukan biopsy kulit mungkin dapat membantu. Tes fungional untuk kontraksi otot betis dan katup vena menggunakan pletysmography saat ini dapat berguna. Dupleks Doppler USG dapat berguna untuk mengetahui adanya inkompetensi katup dan menilai apakah pasien dapat menjalani skleroterapi atau pembedahan.5

Gambar3. Pendekatan pasien dengan insufisiensi vena pada ekstremitas bawah 5

E. Histopatologi Biopsi kulit jarang dilakukan. Pada lesi akut mungkin terdapat infiltrate limfosit pada perivascular superficial, spongiosis epidermal, eksudat serosa, pengelupasan dan krusta. Pada lesi kronik terdapat akantosis epidermal, dengan hyperkeratosis. Dermis dikarakteristikan dengan aggregasi siderofag pada kulit bagian dalam oleh karena uptake hemosiderin dari eritrosit yang pecah. Pembuluh kapiler kulit biasanya dilatasi, dan lesi yang lama menunjukan penebalan arteriola dan venula kecil sepanjang fibrosis kulit.9 Didapatkan pula melanosit kulit yang berisi melanin dan inkontinensia dari pigmen melanin yang menunjukan bahwa pigmen melanin dari epidermis berperan dalam pigmentasi pada dermatitis stasis.10

Gambar4. stasis dermatitis. a. tampak penebalan dan vena yang bercabang-cabang pada bagian atas dan tengan dari dermis. Epidermis menebal dan akantotik. b. Pembesaran dari lokasi vena pada gambar a yang ditunjuk panah.11

F. Differential Diagnosis a. Asteatotik eczema b. Dermatitis atopik c. Sellulitis d. Dermatitis kontak e. Kutaneous T cell limfoma f. Dermatitis numular g. Myxedema pretibial h. Tinea pedis.12 Tabel 1. Diagnosis diferensial pada ulcer kaki.5

G. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang ditemukan.1 Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan

radiologi/Doppler untuk melihat adanya perubahan (dilatasi) vena yang dalam, trombosis atau gangguan katup. Pada pemeriksaan

histologis akan ditemukan adanya tanda-tanda inflamasi, agregasi hemosiderin di dermis atau penebalan arteriol/venula.9

H. Penatalaksanaan Berdasarkan pathogenesis, regimen pengobatan yang harus dilakukan adalah meringankan atau memperbaiki adanya hipertensi vena pada kaki, mengobati infeksi sekunder dan inflamasi, mencegah kejadian ulangan, mengkoreksi faktor pengganggu dan faktor predisposisi.13 Sampai saat ini terapi konservatif yang meliputi elevasi, terapi toikal, dan kompresi masih merupakan terapi utama dan menunjukan kesuksesan.7 Untuk mengatasi edema akibat varises, maka tungkai dinaikkan (elevasi) sewaktu tidur atau duduk. Bila tidur kaki diusahakan agar terangkat melebihi permukaan jantung selama 30 menit dilakukan 3-4 kali sehari untuk memperbaiki mikrosirkulasi dan menghilangkan edema. Dapat pula kaki tempat tidur disangga balok setinggi 15-20 cm (sedikit lebih tinggi dibanding letak jantung). Apabila sedang menjalankan aktivitas, memakai kaos kaki penyangga varises atau pembalut elastis. Eksudat yang ada dapat dikompres dan setelah kering diberi krim kortikosteroid potensi rendah sampai sedang. Apabila terdapat infeksi sekunder maka dapat ditangani dengan pemberian antibiotika sistemik.1 Terapi farmasi memiliki target mengobati gejala klinik spesifik pada dermatitis stasis. Diuretik dapat digunakan dalam jangka pendek untuk mengobati edema berat. Ekstrak biji Horse chestnut merupakan

terapi herbal yang aman dan efektif digunakan dalam jangka pendek untuk mengatasi nyeri dan pembengkakan. Aspirin dan pentoxifylline dapat meningkatkan kesembuhan pada ulcer vena kronik. Steroid topical dan emolien merupakan pemecahan bagi dermatitis stasis.5 Menurut Godoy et al, aminaphtone yang merupakan nama umum dari 2-hydroxy-p-aminobenzoate merupakan pilihan terapi jangka panjang terbaru pada dermatitis stasis jika terjadi fragilitas pada kapiler.14 Tabel 2. pengobatan insufisiensi vena kronik.5

I. Komplikasi

Rekuren ulserasi sering terjadi. Luka yang terbuka merupakan jalan masuk bagi bakteri dan selulitis dapat terjadi Semua pasien dengan penyakit vena lanjut memiliku kelainan pada system limfatik yang dapat menyebabkan perubahan verukosa dan hipertrofi kutaneus, elephantiasis nostras.5 Pengolesan obat tertentu pada dermatitis stasis kadang memperberat kelainan.4 Sekitar setengah dari pasien dengan ulcer dan dermatitis stasis memiliki alergi terhadap salah satu atau lebih pengobatan topical. Reaksi terhadap neomycin, lanolin dan paraben sering dijumpai pada penderita dermatitis stasis.15 Pengobatan dengan skleroterapi dan teknik pembedahan khususnya ablasi endovena dapat memicu terjadinya vena ulser pada sebagian kasus.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Sularsito SA. Dermatitis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 150-1. 2. Draper R. Varicose Eczema. [online]. 2011 Jul 6 [cited 2012 Jan 13]. Available from: URL:http://patient.co.uk/doctor/Varocose-Eczema 3. Flugman SL, Clark RA. Stasis Dermatitis. [Online]. 2009 Mar 23 [cited 2012 Jan 13]; Available from:

URL:http://emedicine.medscape.com/article/1084813-overview 4. Ardhie AM. Dermatitis dan peran steroid dalam penanganannya. Dexa media. 2004;vol 17:157-163 5. Burton CS, Burkhart CN, Goldsmith LA. Cutaneus Changes in Venous and Lymphatic Insufficiency. Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Lffell DJ, penyunting. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill Companies;2008.h.1679-84 6. Weiss Robert, Elston DM. Venous Insufficiency. [Online]. 2011 May 7 [cited 2012 Jan 13]. Available from:

URL:http://emedicine.medscape.com/article/1085412-overview 7. Whiddon LL. The treatment of venous ulcers of lower extremities. Proc (Bayl Univ Med Cent).2007;20(4):363366 8. Wolff K, Johnson RA. Skin Signs Of Vascular

Insufficiency. Dalam: Fitzpatricks Color Atlas end

Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi ke-6. New York: McGraw Hill Companies;2009.h.465-71 9. Flugman SL, Clark RA. Stasis Dermatitis. [Online]. 2009 Mar 23 [cited 2012 Jan 13]; Available from:

URL:http://emedicine.medscape.com/article/1084813-workup 10. Kim D, Kang WH. Role of dermal melanocytes in cutaneous pigmentation of stasis dermatitis: a histopathologycal study of 20 cases. J Korean Med sci. 2002; 17:648-54 11. Brehmer E, Andersson. Dermatitis. Dalam : Dermatopathology. 2006;h.155-162 12. Flugman SL, Clark RA. Stasis Dermatitis. [Online]. 2009 Mar 23 [cited 2012 Jan 13]; Available from:

URL:http://emedicine.medscape.com/article/1084813-differential 13. Klassen W. Office Management of Stasis Ulcer and Stasis Dermatitis. Can Fam Physician. 1983;vol 29:279-282 14. Godoy JM. Treatment of stasis dermatitis using

aminaphtone:a case series. Journal of Medical Case Report.2010;4:295 15. Hogan DJ. Widespread dermatitis after topical treatment of chronic leg ulcers and stasis dermatitis. CMAJ. 1988;vol 138:336-338

STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis kelamin Agama Alamat Sragen Pekerjaan Tanggal pemeriksaan No CM II. ANAMNESIS A. Keluhan Utama : Gatal pada kedua kaki B. Riwayat Penyakit Sekarang : 2 bulan sebelum pasien datang ke poli pasien mengeluh gatalgatal pada kedua kaki. Pada awalnya gatal timbul pada daerah mata kaki kanan, kemudian gatal juga timbul pada betis kanan dan betis kiri. Gatal dirasakan sepanjang hari, rasa panas (+), perih (+), tidak bertambah gatal jika berkeringat. Pasien sering menggaruk dan mengompres dengan air dingin untuk mengurangi rasa gatalnya. Pada awalnya di bagian yang gatal hanya kemerahan, kemudian timbul plenting-plenting kecil berair, semakin lama gatal semakin hebat, kulit semakin tebal dan menghitam. Pasien telah berobat ke dokter umum akan tetapi gatal hanya berkurang sesaat dan timbul lagi jika obat tersebut habis. Pasien merupakan seorang petani yang masih bekerja disawah sebelum kakinya sakit. 20 th yang lalu pasien merasa terdapat varises pada kaki yang semakin lama semakin tampak, bengkak pada : Petani : 9 Januari 2012 : 01106379 : Ny. K : 64 Tahun : Perempuan : Islam : Tempel RT 23/7 Pendem, Sumber Lawang,

kaki sering dialami oleh pasien jika kerja terlalu berat, akan tetapi hilang dengan sendirinya. C. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat penyakit serupa Riwayat alergi makanan Riwayat alergi obat Riwayat atopi Riwayat diabetes mellitus Riwayat hipertensi : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

D. III.

Riwayat Penyakit Keluarga : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat penyakit serupa Riwayat alergi makanan Riwayat alergi obat Riwayat atopi

Riwayat tekanan darah tinggi Riwayat Diabetes Mellitus

PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis : Baik, compos mentis, gizi kesan cukup : Tekanan darah Nadi Suhu Kepala Wajah Leher Telinga : tidak diukur : 80x/menit : afebril Respiration rate : 20x/menit Keadaan Umum Tanda Vital

: dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal

Thorax Abdomen Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah B. -

: dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : Lihat status dermatologis

Status Dermatologis Regio cruris 1/3 distal et dorsum pedis dekstra tampak plakat hiperpigmentasi multiple konfluens nodularis dengan sebagian erosi Regio cruris 2/3 proksimal medial dekstra et sinistra tampak

varises disertai papul, plakat hiperpigmentasi multiple diskret. Foto Klinis :

IV.

DIAGNOSIS BANDING

Neurodermatitis Dermatitis numular Tinea pedis

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan mikroskopis dengan menggunakan KOH : tidak ditemukan hifa dan spora. Pemeriksaan mikroskopis gram : coccus gram (+) 5 10 / LPB PMN 0 1 / LPB

VI.

DIAGNOSIS Dermatitis stasis

VII. TERAPI R/ Betamethasone cream gr. 10 Fuson cream gr. 5 Mfla da in pot No. I 2 dd ue R/ Interhistin tab No. XV 2 dd I tab R/ Elastic Verband cokelat 6 cm No. II imm Pro : Ny. K (64 tahun) VIII. PROGNOSIS Ad vitam Ad sanam Ad fungsionam Ad kosmetikam : bonam : dubia ad bonam : bonam : dubia ad bonam

You might also like