You are on page 1of 29

KERAJAAN KERAJAAN HINDU BUDHA DI INDONESIA

OLIVIA RIZKI EGAWATI XI IPA 5 11 SMA N 1 YOGYAKARTA 2011/2012

Kerajaan Kutai
a. Lokasi

b.

c.

d.

e.

Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Sumber Sejarah Tujuh buah prasasti yang tertulis pada Yupa, Yupa adalah tiang/tonggak kayu yang dipergunakan untuk menambatkan binatang kurban. Prasasti ini ditulis dengan bahasa Sansekerta dan tulisan Pallawa. Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu yang pertama di Indonesia dan mulai tumbuh sekitar tahun 400 M. Politik Raja Kudungga: raja pertama yang berkuasa di Kerajaan Kutai. Akan tetapi, apabila dilihat dari nama raja yang masih menggunakan nama lokal, para ahli berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja Kudungga awalnya adalah seorang kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya menjadi raja. Raja Aswawarman: Prasasti Yupa menyatakan bahwa Raja Aswawarman merupakan seorang raja yang cakap dan kuat. Pada masa pemerintahannya, wilayah Kutai diperluas. Hal ini dibuktikan dengan pelaksanaan upacara Asmawedha. Upacara itu pernah dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta ketika ingin memperluas wilayahnya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai. Dengan kata lain, sampai dimana ditemukan tapak kaki kuda, maka sampai situlah batas Kerajaan Kutai. Raja Mulawarman: Merupakan putra Raja Aswawarman. Ia adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai Sosial Budaya Kehidupan kebudayaan masyarakat Kutai erat kaitannya dengan kepercayaan/agama yang dianut. Yupa merupakan salah satu hasil budaya masyarakat Kutai, yaitu tugu batu yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia dari zaman Megalitikum, yakni bentuk menhir. Salah satu yupa itu menyebutkan suatu tempat suci dengan nama Waprakeswara (tempat pemujaan Dewa Siwa). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kutai adalah pemeluk agama Siwa (hindu). Ekonomi

Dilihat dari letak Kerajaan Kutai pada jalur perdagangan dan pelayaran antara Barat dan Timur maka aktivitas perdagangan tampaknya menjadi mata pencaharian yang utama. Rakyat Kutai sudah aktif terlibat dalam perdagangan internasional dan tentu saja mereka berdagang pula sampai ke perairan Laut Jawa dan Indonesia Timur untuk mencari barang-barang dagangan yang laku di pasaran Internasional. Dengan demikian, Kutai telah termasuk daerah persinggahan perdagangan internasional, yaitu Selat MalakaLaut JawaSelat MakasarKutai-Cina, atau sebaliknya.

Kerajaan Tarumanegara
a. Lokasi

Letak Kerajaan Tarumanegara di wilayah Jawa Barat, dengan pusat kerajaan di sekitar daerah Bogor. Wilayah kekuasaan Tarumanegara meliputi daerah Banten, Jakarta, sampai perbatasan Cirebon. b. Sumber Sejarah Sumber Prasasti ada 7 buah prasasti yang berhuruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Tujuh prasasti tersebut adalah : Prasasti Ciaruteun, pada prasasti ini didapatkan sepasang telapak kaki raja Purnawarman. Prasasti Kebon Kopi, pada prasasti ini ditemukan pahatan gambar tapak kaki gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah Airawata. Prasasti Jambu, prasasti ini menerangkan bahwa raja Purnawarman itu gagah, pemimpin yang termashur. Prasasti Tugu, prasasti ini menerangkan tentang penggalian saluran Gomati dan sungai Candrabaga. Prasasti Pasir Awi, prasasti ini ditemukan di daerah Bogor. Prasasti Muara Cianten, ditemukan di daerah Bogor. Prasasti Lebak, menerangkan tentang keperwiraan, keagungan dan keberanian Purnawarman Sumber berita Cina Tulisan Fa Hien, seorang musafir Cina menulis bahwa di Yepoti (Jawa Dwipa) hanya sedikit orang yang beragama Budha, tetapi kaum Brahmana lebih banyak. Berita dari Dinasti Sui yang menyebutkan bahwa Tolomo (Taruma) mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 528 M, dan 535 M. Berita dari Dinasti Tang, menyebutkan bahwa pada tahun 666 M utusan Tolomo datang ke China. c. Politik Kerajaan Tarumanegara berkembang abad ke-5 M dengan raja yang sangat terkenal yaitu Purnawarman, daerah kekuasaan meliputi Banten, Jakarta, dan Bogor. Agama yang dipeluk adalah Hindu, sedang berdasarkan berita Fa Hien, di Tolomo ada 3 agama yaitu Hindu, Budha dan kepercayaan Animisme. Perkembangan kerajaan ini tidak dapat diketahui dengan jelas, dimungkinkan pada abad ke-7 dihancurkan Sriwijaya. Hal ini dibuktikan melalui : prasasti Kota Kapur (686 M) yang menyebut bahwa Sriwijaya sedang berperang dengan Bumi Jawa (Tarumanegara) karena tidak mau tunduk pada Sriwijaya dan sejak akhir abad ke-7 Cina tidak pernah menyebut adanya pedagangan dengan Tarumanegara (To-Lo-Mo) d. Sosial Budaya

Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf pada prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara maka dapat diketahui bahwa kehidupan kebudayaan masyarakat pada masa itu sudah tinggi. e. Ekonomi Kehidupan perekonomian masyarakat Tarumanegara adalah pertanian dan peternakan. Hal ini dapat diketahui dari isi Prasasti Tugu yakni tentang pembangunan atau penggalian Saluran Gomati yang panjangnya 6112 tombak (12 km) dan selesai dikerjakan dalam waktu 21 hari. Selesai penggalian, Raja Purnawarman mengadakan selamatan dengan memberikan hadiah 1.000 ekor sapi kepada para brahmana. Pembangunanitu mempunyai arti ekonomis bagi rakyat karena dapat dipergunakan sebagai sarana pengairan dan pencegahan banjir. Dengan demikian, rakyat akan hidup makmur, aman dan sejahtera. Di samping Saluran Gomati, dalam Prasasti Tugu juga disebutkan adanya penggalian Saluran Candrabhaga.

Kerajaan Sriwijaya
a. Lokasi

Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar yang terletak di Sumatra Selatan. Menurut para ahli, pusat Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang dan diperkirakan berdiri pada abad ke-7 M. b. Sumber Sejarah Sumber dalam negeri Prasasti Kedukan Bukit (683 M): menyebutkan bahwa raja Sriwijaya bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil menundukan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan Prasasti Talangtuo (684 M): berisi tentang pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang. Prasasti Karang Berahi (686 M): ditemukan di daerah pedalaman Jambi, menunjukan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu. Prasasti Ligor (775 M): menyebutkan tentang ibukota Ligor dengan tujuan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat Malaka. Prasasti Kota Kapur (682 M): berisi tentang usaha penaklukan bumi Jawa. Prasasti ini ditemukan di pulau Bangka. Prasasti Nalanda: menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan Syailendra dan menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda. Prasasti Telaga Batu (1918 M): menyebutkan tentang kutukan raja terhadap siapa saja yang tidak taat terhadap Raja Sriwijaya dan juga melakukan kejahatan. Prasasti-prasasti dari Kerajaan Sriwijaya itu sebagian besar menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Sumber berita asing Berita Arab: diketahui bahawa banyak pedagang Arab yang melakukan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya

Berita Cina: diketahui bahwa pedagang-pedagang Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan perdagangan Cina. Pedagang Cina sering singgah di Kerajaan Sriwijaya sebelum meneruskan perjalanannya ke India dan Romawi. Berita India: diketahui bahwa raja Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola di India.

c. Politik Dari Prasasti Kedukan Bukit (683 M), dapat diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukan daerah Minangatamwan, Jambi. Daerah Jambi sebelumnya adalah wilayah kerajaan Melayu. Daerah itu merupakan wilayah taklukan pertama Kerajaan Sriwijaya. Dengan dikuasainya wilayah Jambi, Kerajaan Sriwijaya memulai peranannya sebagai kerajaan maritim dan perdagangan yang kuat dan berpengaruh di Selat Malaka. Ekspansi wilayah Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 menuju ke arah selatan dan meliputi daerah perdagangan Jawa di Selat Sunda. Kerajaan Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Pada masa itu, kegiatan perdagangan luar negeri ditunjang juga dengan penaklukan wilayah-wilayah sekitar. Sepanjang abad ke-8, wilayah Kerajaan Sriwijaya meluas kea rah utara dengan menguasai Semenanjung Malaya dan daerah perdagangan di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Sejarah tentang Raja Balaputradewa dimuat dalam dua prasasti, yaitu Prasasti Nalanda dan Prasasti Ligor. Raja kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman, hubungan Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Chola dari India yang semula sangat erat mulai renggang. Hal itu disebabkan oleh seranggan yang dilancarkan Kerajaan Chola di bawah pimpinan Rajendracoladewa atas wilayah Sriwijaya di semenanjung Malaya. Serangan-serangan tersebut menyebabkan kemunduran kerajaan Sriwijaya. d. Sosial Budaya Sriwijaya yang merupakan kerajaan besar penganut agama Budha. I-tsing, seorang pendeta Cina pernah menetap selama 6 tahun untuk memperdalam agama Budha. Salah satu karya yang dihasilkan, yaitu Ta Tiang si-yu-ku-fa-kao-seng-chuan yang selesai ditulis pada tahun 692 M. Peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya banyak ditemukan di daerah Palembang, Jambi, Riau, Malaysia, dan Thailand. Ini disebabkan karena Sriwijaya merupakan kerajaan maritim selalu berpindah-pindah, tidak menetap di satu tempat dalam kurun waktu yang lama. Prasasti dan situs yang ditemukan disekitar Palembang, yaitu Prasasti Boom Baru (abad 7 M), Prasasti Kedukan Bukit (682 M), Prasasti Talangtuo (684 M), Prasasti Telaga Batu (abad 7 M), Situs Candi Angsoka, Situs Kolam Pinishi, dan Situs Tanjung Rawa. Peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya lainnya yang ditemukan di Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu, yaitu Candi Kotamahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Kembar batu, Candi Astono dan Kolam Telagorajo, Situs Muarojambi. Di Lampung, prasasti yang ditemukan, yaitu Prasasti Palas Pasemah dan Prasasti Bungkuk (Jabung). Di Riau, Candi Muara Takus yang berbentuk stupa Budha. e. Ekonomi Kerajaan Sriwijaya mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim yang menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional dengan menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Setiap pelayaran dan perdagangan dari Asia Barat ke Asia Timur atau sebaliknya harus melewati wilayah Kerajaan Sriwijaya yang meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa, Semenanjung Malaysia, dan Muangthai Selatan. Keadaan ini juga yang membawa penghasilan

Kerajaan Sriwijaya terutama diperoleh dari komoditas ekspor dan bea cukai bagi kapal-kapal yang singgah di pelabuhan-pelabuhan milik Sriwijaya. Komoditas ekspor Sriwijaya antara lain kapur barus, cendana, gading gajah, buah-buahan, kapas, cula badak, dan wangi-wangian. Faktor- yang mendorong Sriwijaya muncul menjadi kerajaan besar adalah sebagai berikut: Letaknya yang sangat strategis di jalur perdagangan. Kemajuan pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara. Runtuhnya Kerajaan Funan di Indocina. Dengan runtuhnya Funan memberikan kesempatan kepada Sriwijaya untuk berkembang sebagai negara maritim menggantikan Funan. Sriwijaya mempunyai kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di perairan Asia Tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.

Kerajaan Mataram Kuno


a. Lokasi

Terletak di Jawa Tengah dengan daerah pusatnya disebut Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung MerapiMerbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo, dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur. Di Bumi Mataram diperintah oleh dua wangsa atau dinasti, yaitu Dinasti Sanjaya yang beragama Hindu (di bagian utara), dan Dinasti Syailendra yang beragama Buddha (di bagian selatan). Dalam hal pembuatan candi, kedua dinasti dapat bekerja sama, tetapi di bidang politik terjadi perebutan kekuasaan b. Dinasti Sanjaya 1) Sumber sejarah Prasasti Canggal (732 M) Dibuat pada masa pemerintahan Raja Sanjaya yang berhubungan dengan pendirian lingga yang merupakan perwujudan Dewa Siwa. Prasasti Balitung (907 M) Berupa prasasti tembaga yang dikeluarkan oleh Raja Diah Balitung berhubungan dengan pemberian hadiah tanah kepada lima orang patihnya di Mantyasih yang telah berjasa terhadap kerajaan. Di prasasti ini disebutkan nama raja yang pernah memerintah Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya Kitab Carita Parahyangan Menceritakan hal ikhwal raja-raja Sanjaya. 2) Politik Sanjaya (717 M) Bergelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Kedudukan Sanjaya sangat kuat dan berhasil menyejahterakan rakyat Kerajaan Mataram Kuno. Sanjaya menyebarkan pengaruh Hindu di pulau Jawa dengan cara mengundang pendeta-pendeta Hindu untuk mengajar di Kerajaan Mataram Kuno. Raja Sanjaya juga mulai pembangunan kuil-kuil pemujaan berbentuk candi. Setelah Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh putranya yang bernama Rakai Panangkaran. Sri Maharaja Rakai Panangkaran Banyak mendirikan candi, seperti Candi Sewu, Candi Plaosan dan Candi Kalasan. Dari bukti-bukti tersebut, diketahui bahwa Raja Rakai Panangkaran beragama Buddha. Raja Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran berturutturut adalah Rakai Warak dan Rakai Garung. Sri Maharaja Rakai Pikatan Pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti tersebut melalui pernikahan politik antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani (Putri Raja Samaratungga), dari keluarga Syailendra. Setelah Samaratungga wafat, kekuasaan beralih kepada Balaputradewa yang merupakan adik tiri dari Pramodawardhani. Menurut beberapa prasasti, seperti Prasasti Ratu Boko (856 M), menunjukkan telah terjadinya perang saudara antara Rakai Pikatan dengan Balaputradewa. Balaputradewa mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Swarnadwipa(Sumatra).

Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga pelaksana pemerintahan, yang terdiri atas lima patih dan dipimpin oleh seorang mahapatih. Rakai Kayuwangi berusaha keras memajukan bidang pertanian dan keagamaan. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang Tidak diketahui jelas tentang masa pemerintahan Rakai Watuhumalang. Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung Raja Mataram Kuno yang sangat terkenal karena berrhasil menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman perpecahan. Dimasa pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan struktur pemerintahan dengan menambah susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat penting, yaitu Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh dua pejabat lainnya. Rakryan I Halu,dan Rakryan I Sirikan Struktur tiga pejabat itu menjadi warisan yang terus digunakan oleh kerajaan-kerajaan Hindu berikutnya, seperti Kerajaan Singasari dan Majapahit. Selain struktur pemerintahan baru, Raja Balitung juga menulis Prasasti Balitung. Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih ini adalah prasasti pertama di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Setelah Raja Balitung wafat pada tahun 910, Kerajaan Mataram Kuno masih mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat kerajaan pindah ke Jawa Timur. Sri Maharaja Daksa, yang pada masa pemerintahan Raja Balitung menjabat Rakryan i Hino, tidak lama memerintah Kerajaan Mataram Kuno. Penggantinya, Sri Maharaja Tulodhong juga mengalami nasib serupa. Sri Maharaja Rakai Wawa Kerajaan Mataram Kuno dilanda kekacauan dari dalam, yang membuat kacau ibukota. Sementara itu, kekuatan ekonomi dan politik Kerajaan Sriwijaya makin mendesak kedudukan Mataram di Jawa. Pada masa itu, wilayah kerajaan juga dilanda oleh bencana letusan Gunung Merapi yang sangat membahayakan ibukota kerajaan. Seluruh masalah ini tidak dapat diselesaikan oleh Rakai Wawa. Ia wafat secara mendadak. Kedudukannya kemudian digantikan oleh Mpu Sindok yang waktu itu menjadi Rakryan i Hino. c. Dinasti Syailendra 1) Sumber Sejarah Prasasti Kalasan (778 M): tentang keluarga Syailendra yang berhasil membujuk Panangkaran untuk mendirikan bangunan suci untuk Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta. Panangkaran juga menghadiahkan Desa Kalasan kepada sanggha. Prasasti Kelurak (782 M): ditemukan di daerah Prambanan. Menyebutkan nama Raja Indra saat pembuatan arca Manjusri. Prasasti Ratu Boko (856 M): tentang kekalahan Raja Balaputra Dewa melawan Pramodhawardani Prasasti Nalanda (860 M): tentang asal usul Raja Balaputra Dewa 2) Politik Raja Indra Menjalankan politik ekspansi untuk menguasai daerah-daerah sekitar Selat Malaka. Raja Indra juga menjalankan strategi perkawinan politik dengan mengawinkan putranya yang bernama Samaratungga dengan salah seorang putri Raja Sriwijaya

Raja Samarotungga Membangun Candi Borobudur saat masa pemerintahannya. Namun, sebelum Candi tersebut selesai dibangun, Raja Samaratungga meninggal dunia dan digantikan putranya yaitu Balaputra Dewa. d. Sosial Budaya Dinasti Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara, hasil budayanya berupa candi-candi, seperti Gedong Sanga dan Kompleks Candi Dieng. Dinasti Syailendra beragama Bundha dengan pusat kekuasaannya di daerah selatan, hasil budayanya , seperti Candi Borobudur, Mendut, dan Pawon. Semula terjadi perebutan kekuasan, namun kemudian terjalin persatuan ketika terjadi perkawinan antara Pikatan (Sanjaya) beragama Hindu dengan Pramodhawardhani (Syailendra) beragama Buddha. Sejak itu agama Hindu dan Buddha hidup berdampingan secara damai. Hal ini menunjukkan betapa besar jiwa toleransi bangsa Indonesia. Toleransi ini merupakan salah sifat kepribadian bangsa Indonesia yang wajib kita lestarikan agar tercipta kedamaian, ketenteraman dan kesejahteraan. e. Ekonomi Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi Mataram yang tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonominan dengan pesat. Pada masa Raja Balitung aktivitas perhubungan dan perdagangan dikembangkan lewat Sungai Bengawan Solo. Pada Prasasti Wonogiri (903 M) disebutkan bahwa desa-desa yang terletak di kanan-kiri sungai dibebaskan dari pajak dengan catatan harus menjamin kelancaran lalu-lintas lewat sungai tersebut.

Kerajaan Medang Kamulan


a. Lokasi

Kerajaan Medang Kamulan terletak di muara Sungai Brantas. Ibukotanya bernama Watan Mas. Wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Mpu Sindok mencakup Nganjuk di sebelah barat, Pasuruan di sebelah timur, Surabaya di sebelah utara, dan Malang di sebelah selatan. Dalam perkembangan selanjutnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan mencakup hampir seluruh wilayah Jawa Timur. b. Sumber Sejarah Berita asing tentang keberadaan Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur dapat diketahui melalui berita dari India dan Cina. Berita dari India mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan persahabatan dengan Kerajaan Chola untuk membendung dan menghalangi kemajuan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa. Berita Cina berasal dari catatan-catatan yang ditulis pada zaman Dinasti Sung. Catatan-catatan Kerajaan Sung itu menyatakan bahwa antara kerajaan yang berada di Jawa dan Kerajaan Sriwijaya sedang terjadi permusuhan, sehingga ketika Duta Sriwijaya pulang dari Cina (tahun 990 M), terpaksa harus tinggal dulu di Campa sampai peperangan itu reda. Pada tahun 992 M, pasukan dari Jawa telah meninggalkan Sriwijaya dan Kerajaan Medang Kamulan dapat memajukan pelayaran dan perdagangan. Di samping itu, tahun 992 M tercatat pada catatan-catatan negeri Cina tentang datangnya duta persahabatan dari Jawa. Beberapa prasasti yang mengungkapkan Kerajaan Medang Kamulan antara lain: Prasasti dari Mpu Sindok, dari Desa Tangeran (daerah Jombang) tahun 933 M menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok memerintah bersama permaisurinya Sri Wardhani Pu Kbin. Prasasti Mpu Sindok dari daerah Bangil menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok memerintah pembuatan satu candi sebagai tempat pendharmaan ayahnya dari permaisurinya yang bernama Rakryan Bawang. Prasasti Mpu Sindok dari Lor (dekat Nganjuk) tahun 939 M menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok memerintah pembuatan candi yang bernama Jayamrata dan Jayastambho (tugu kemenangan) di Desa Anyok Lodang. Prasasti Calcuta, prasasti dari Raja Airlangga yang menyebutkan silsilah keturunan dari Raja Mpu Sindok. c. Politik Raja Mpu Sindok Bergelar Mpu Sindok Isyanatunggadewa. Dari gelar Mpu Sindok itulah diambil nama Dinasti Isyana. Raja Mpu Sindok termasuk keturunan dari Raja Dinasti Sabjaya (Mataram) di Jawa Tengah. Karena kondisi di Jawa Tengah tidak memungkinkan bertahtanya Dinasti Sanjaya akibat desakan Kerajaan Sriwijaya, maka Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahannya ke Jawa Timur. Bahkan dalam prasasti terakhir Mpu Sindok (947 M)

menyatakan bahwa Raja Mpu sindok adalah peletak dasar dari Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur. Dharmawangsa Dikenal sebagai salah seorang raja yang memiliki pandangan politik yang tajam. Semua politiknya ditujukan untuk mengangkat derajat kerajaan. Kebesaran Raja Dharmawangsa tampak jelas pada politik luar negerinya. Airlangga Dalam Prasasti Calcuta disebutkan bahwa Raja Airlangga (Erlangga) masih termasuk keturunan dari Raja Mpu Sindok dari pihak ibunya. Ibunya bernama Mahendradata (Gunapria Dharmapatni) yang menikah dengan Raja Udayana dari Bali. Tahun 1028-1035 M, Airlangga berjuang untuk mengembalikan kewibawaan kerajaan dan berperang melawan Kerajaan Wurawari, Kerajaan Wengker, dan Raja Futri dari selatan yang bernama Rangda Indirah. Peperangan menghadapi Rangda Indirah ini diceritakan melalui cerita yang berjudul Calon Arang. Setelah Airlangga berhasil mengalahkan musuh-musuhnya, ia mulai membangun kerajaan di segala bidang kehidupan untuk kemakmuran rakyatnya. Dalam waktu singkat Kerajaan Medang Kamulan berhasil meningkatkan kesejahteraannya, keadaan masyarakatnya stabil. Setelah tercapai kestabilan dan kesejahteraan kerajaan, pada tahun 1042 M Raja Airlangga memasuki masa kependetaan. Tahta kerajaan diserahkan kepada seorang putrinya yang terlahir dari permaisuri, tetapi putrinya telah memilih menjadi seorang pertapa dengan gelar Ratu Giri Putri, maka tahta kerajaan diserahkan kepada kedua orang putra yang terlahir dari selir Airlangga. Selanjutnya, Kerajaan Medang Kamulan terbagi dua, untuk menghindari perang saudara, yaitu Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Kediri (Panjalu). d. Sosial Budaya Pada tahun 1035 ditulis kitab Arjunawiwaha oleh Mpu Kanwa. Kitab ini menggambarkan kehidupan Airlangga sebagai titisan Dewa Wisnu. Perwujudannya dapat dilihat Arca Wisnu naik Garuda di Candi Belahan. Agama resmi Kerajaan Medang pada masa pemerintahan Sanjaya adalah Hindu aliran Siwa. Ketika Sailendrawangsa berkuasa, agama resmi kerajaan berganti menjadi Buddha aliran Mahayana. Kemudian pada saat Rakai Pikatan dari Sanjayawangsa berkuasa, agama Hindu dan Buddha tetap hidup berdampingan dengan penuh toleransi. e. Ekonomi Raja Mpu Sindok mendirikan ibukota kerajaannya di tepi Sungai Brantas, dengan tujuan menjadi pusat pelayaran dan perdagangan di daerah Jawa Timur. Bahkan pada masa pemerintahan Dharmawangsa, aktivitas perdagangan bukan saja di Jawa Timur, tetapi berkembang ke luar wilayah Indonesia Timur.

Kerajaan Kediri
a. Lokasi

b.

c.

Kerajaan Kediri terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang. Sumber Sejarah Prasasti Sirah Keting (1140 M) tentang pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh Jayawarsa. Prasasti yang ditemukan di Tulung Agung Kertosono, berisi masalah keagamaan (Raja Bameswara 117 1130 M) Prasasti Ngantang (1135 M) tentang Raja Jayabaya memberi hadiah rakyat desa Ngantang sebidang tanah bebas pajak. Prasasti Jaring (1181 M) tentang Raja Gandra yang memuat sejumlah nama-nama hewan seperti Kebo Waruga dan Tikus Janata. Prasasti Kamulan (1194 M) tentang raja Kertajaya yang menyatakan bahwa Kediri berhasil mengalahkan musuh di Katang-katang. Buku Cina yang berjudul Chu Fan Chai karangan Chu Ju Kua (1220 M) yang mengambil cerita dari buku Ling Wai Taita (1778 M) karangan Chu Ik Fei tentang kerajaan Kediri pada abad ke12 dan 13 M. Politik Raja Jayawarsa (1140 M) Pada masa pemerintahannya, Raja Jayaswara memberikan hadiah kepada rakyat desa sebagai penghargaan karena telah berjasa kepada raja. Dari Prasasti Sirah Keting diketahui bahwa Raja Jayawarsa sangat besar perhatiannya terhadap rakyat dan berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup rakyatnya. Raja Bameswara (117 1130 M) Pada masa pemerintahannya, Raja Bameswara banyak meninggalkan prasasti seperti yang ditemukan di daerah Tulungagung dan Kertosono, yang berisi masalah keagamaan. Raja Jayabaya (1135 1157 M) Raja Jayabaya menggunakan lencana kerajaan berupa lencana Narasingha. Kemenangannya atas peperangan melawan Jenggala diperingatinya dengan memerintahkan Mpu Sedah menggubah kakawin Bharatayudha. Karena Mpu Sedah tidak sanggup menyelesaikan kakawin tersebut, Mpu Panuluh melanjutkan dan menyelesaikannya pada tahun 1157 M. Pada masa pemerintahannya ini, Kediri mencapai puncak kejayaan. Raja Sarweswara dan Raja Aryeswara Tidak dapat diketahui pasti tentang masa pemerintahan kedua raja ini. Raja Gandra (1181 M)

d.

e.

Masa pemerintahan Raja Gandra dapat diketahui dari Prasasti Jaring tentang penggunaan nama hewan dalam kepangkatan seperti nama gajah, kebo, dan tikus. Nama-nama tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam istana. Raja Kameswara (1182-1185 M) Pada masa pemerintahannya ini ditulis kitab Kakawin Smaradahana oleh Mpu Darmaja yang berisi pemujaan terhadap raja, serta kitab Lubdaka dan Wretasancaya yang ditulis oleh Mpu Tan Alung yang bercerita tentang seorang pemburu yang akhirnya masuk surga dan Wretasancaya berisi petunjuk mempelajari tembang Jawa Kuno. Raja Kertajaya (1190 1222 M) Pada masa pemerintahan Kertajaya, terjadi pertentangan antara para brahmana dan Raja Kertajaya. Hal ini terjadi karena para brahmana menolak menyembah raja yang menganggap dirinya sebagai dewa. Para brahmana lalu meminta perlindungan pada Ken Arok. Kesempatan ini digunakan Ken Arok untuk memberontak terhadap Kertajaya. Pada tahun 1222 M terjadi pertempuran hebat di Ganter dan Ken Arok berhasil mengalahkan Kertajaya. Sosial Budaya Kehidupan sosial kemasyarakatan pada zaman Kerajaan Kediri dapat dilihat dalam kitab Ling-WaiTai-Ta yang disusun oleh Chou Ku-Fei pada tahun 1178 M. Kitab tersebut menyatakan bahwa masyarakat Kediri memakai kain sampai bawah lutut dan rambutnya diurai. Rumah-rumahnya sangat bersih dan rapi. Lantainya dibuat dari ubin yang berwarna kuning dan hijau. Golongangolongan dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga berdasarkan kedudukan dalam pemerintahan kerajaan: Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya. Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah thani (daerah). Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintah secara resmi atau masyarakat wiraswasta. Kediri memiliki 300 lebih pejabat yang bertugas mengurus dan mencatat semua penghasilan kerajaan. Di samping itu, ada 1.000 pegawai rendahan yang bertugas mengurusi benteng dan parit kota, perbendaharaan kerajaan, dan gedung persediaan makanan. Abad ke-12 M memiliki arti sangat penting dalam masa selanjutnya. Kerajaan Kediri banyak meninggalkan pelajaran untuk mengembangkan kerajaan diantaranya: suatu negara bisa maju jika kondisi ekonomi stabil, keadaan politik harus stabil agar kekuatan bangsa tidak kurang, dan kehidupan kebudayaan harus diperluas, untuk menambah kejayaan bangsa. Hasil karya sastra: Krisnayana, dari jaman pemerintahan Raja Jayawarsa; Bharatayuda, karangan Empu Sedah dan Empu Panuluh; Arjuna Wiwaha karangan Empu Kanwa; Hariwangsa karangan Empu Pamuluh; Bhamakarya pengarangnya tidak jelas Ekonomi Kehidupan perekonomian rakyat Kediri menurut catatan para pedagang Cina yang dikumpulkan jadi kronik-kronik kerajaan yang disebutkan bahwa: Kediri banyak menghasilkan beras; barang dagangan yang laku di pasaran pada masa itu adalah emas, perak, gading, kayu cendana, dsb; letak kerajaan Kediri sangat strategis dalam pelayaran perdagangan antara Indonesia Timur dengan Indonesia Barat.

Kerajaan Singasari
a. Lokasi

b.

c.

Pusat Kerajaan Singosari terletak di Malang, Jawa Timur Sumber Sejarah Kitab Pararaton, tentang raja-raja Singasari Kitab Negarakertagama, berisi silsilah raja-raja Majapahit yang memiliki hubungan erat dengan raja-raja Singasari. Berita asing (Cina) tentang Kaisar Khubilai Khan (Cina) mengirim pasukannya untuk menyerang Singasari. Peninggalan-peninggalan berupa bangunan candi yang dijadikan makam dari Raja Singasari seperti Candi Kidal, Candi Jago, Candi Singasari, dsb. Politik Ken Arok Pertemputan di dekat Ganter tahun 1222 M, membawa nama Ken Arok semakin baik. Dan akhirnya Ken Arok memutuskan untuk membentuk dinasti baru yaitu dinasti Rajasa dan membangun kerajaan baru yaitu Singasari. Ken Arok menjadi raja pertama Singasari dan berhasil memperistri Ken Dedes, istri Tunggul Ametung. Ken Arok bergelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Pada tahun 1227 Ken Arok dibunuh oleh Anusapati (anak dari Tunggul Ametung). Anusapati Setelah Ken Arok dibunuh Anusapati, tahta kerajaan Singasari dipegang Anusapati (12271248 M). Walaupun pemerintahannya berlangsung lama tapi ternyata kematian Ken Arok pun pada akhirnya tercium oleh Tohjaya (anak Ken Arok dan Ken Umang) yang akhirnya dengan keris yang sama (keris Mpu Gandring) dia membunuh Anusapati. Tohjaya Pemerintahan Tohjaya berlangsung singkat (1248 M) karena kematian Anusapati akhirnya diketahui oleh Raggawuni (putra Anusapati) dan dia menuntut hak atas tahta Singasari. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan Lembu Ampel akhirnya Ranggawuni berhasil merebut tahta kerjaan dengan gelar Wisnuwardhana. Wisnuwardhana Dengan dibantu Mahesa Cempaka yang bergelar Narasinghamurti Wisnuwardhana memerintah Singasari dari tahun 1248 1268 M. Pada tahun 1254 M Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuvaraja (raja muda) dan Wisnuwardhana merupakan satu-satunya yang tidak terbunuh. Kertanegara

d.

e.

Raja Kertanegara (1268 1292 M) merupakan raja terakhir di Singasari dan dia berhasil melangkah ke luar wilayah Jawa Timur untuk mewujudkan cita-cita persatuan Nusantara dibawah panji kerajaan Singasari. Dan berikut adalah usaha Kertanegara guna mencapai tujuan politiknya : Politik Dalam Negeri Mengadakan pergeseran pembantu-pembantunya seperti Mahapatih Raganata digantikan oleh Aragani. Raganata diangkat menjadi Adhyaksa di Tumapel, juga banyak Wide yang berasal dari rakyat biasa diangkat menjadi Bupati Sumenep (Madura) Berbudi baik pada lawan politiknya dengan mengangkat putra Jayakatwang (Raja Kediri) yang bernama Ardharaja menjadi menantunya dan Raden Wijaya (cucu Mahesa Cempaka) sebagai menantunya. Memperkuat angkatan perang Politik Luar Negeri Melaksanakan ekspedisi Pamalayu (1275 dan 1286 M) untuk menguasai Kerajaan Melayu serta melemahkan posisi kerajaan Sriwijaya di Selat Malaka. Menguasai Bali (1289 M) Menguasai Pahang (Malaya) dan Tanjung pura (Kalimantan) Sosial Budaya Kehidupan kebudayaan masyarakat Singasari dapat diketahui dari peninggalan candi-candi dan patung-patung yang berhasil dibangunnya. Candi hasil peninggalan Singasari, di antaranya adalah Candi Kidal, Candi Jago, dan Candi Singasari. Adapun arca atau patung hasil peninggalan Kerajaan Singasari, antara lain Patung Ken Dedes sebagai perwujudan dari Prajnyaparamita lambang kesempurnaan ilmu dan Patung Kertanegara dalam wujud Patung Joko Dolog. Ketika Ken Arok menjadi Akuwu di Tumapel, berusaha meningkatkan kehidupan masyarakatnya. Banyak daerah daerah yang bergabung dengan Tumapel. Namun pada masa pemerintahan Anusapati, kehidupan kehidupan sosial masyarakat kurang mendapat perhatian, karena ia larut dalam kegemarannya menyabung ayam. Pada masa Wisnuwardhana kehidupan sosial masyarakatnya mulai diatur rapi. Dan pada masa Kertanegara, ia meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya. Ekonomi Keadaan perekonomian Kerajaan Singasari yaitu ikut ambil bagian dalam dunia pelayaran. Keadaan ini juga didukung oleh hasil hasil bumi.

Kerajaan Majapahit
a. Lokasi

Kerajaan Majapahit berada di sekitar Delta sungai Brantas, Mojokerto tepatnya di Tarik (Trowulan sekarang). b. Sumber sejarah Prasasti Butak (1294 M) dikeluarkan R. Wijaya setelah ia naik tahta yang memuat peristiwa keruntuhan kerajaan Singasari dan perjuangan Raden Wijaya untuk mendirikan kerajaan. Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrema menceritakan R. Wijaya ketika menghadapi musuh dari kediri dan tahun awal perkembangan Majapahit. Kitab Pararaton menceritakan tentang pemerintahan raja-raja Singasari dan Majapahit. Kitab Negarakertagama menceritakan tentang perjalanan raja Hayam Wuruk ke Jawa Timur. c. Politik Raden Wijaya (Kertarajasa) (1293-1309 M) Memperistri empat putri Kertanegara yaitu: Dyah Sri Tribhuaneswari, dijadikan permaisuri dan putranya Jayanegara dijadikan putra mahkota. Dyah Dewi Gayatri dijadikan Rajapatni dan memiliki dua putri, Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani diangkat menjadi Bhre Kahuripan dan Rajadewi Maharajasa diangkat menjadi Bhre Daha. Dan dua istri lainnya yang tidak mempunyai anak adalah Dyah Dewi Narendraduhita dan Dyah Dewi Prajnaparamita. Wafat tahun 1309 dan dimakamkan di Sumping (Blitar) sebagai Syiwa dan di Antahpura sebagai Buddha. Jayanegara Masa pemerintahan Jayanegara penuh pemberontakan akibat kepemimpinannya yang kurang berwibawa dan kurang bijaksana. Pemberontakan-pemberontakan tersebut yaitu: Pemberontakan Ranggalawe (1231-1311 M), Lembu Sora (1311 M), Juru Demung (1313 M), Gajah Biru (1314 M), Nambi (1316 M) dan Kuti (1319 M). Pemberontakan Kuti adalah yang paling besar dan berbahaya. Kuti berhasil menduduki ibukota kerajaan sehingga Jayanegara terpaksa melarikan diri ke daerah Bedander. Jayanegara kemudian dilindungi oleh pasukan Bhayangkari pimpinan Gajah Mada. Berkat kepemimpinan Gajah Mada, Pemberontakan Kuti dapat dipadamkan. Meskipun berbagai pemberontakan berhasil dipadamkan, Jayanegara justru meninggal dibunuh oleh salah seorang tabibnya yang bernama Tanca. Ia lalu dimakamkan di candi Singgapura di Kapopongan. Tribhuwanatunggadewi (1328 1350 M) Karena Jayanegara tidak berputra, dan Gayatri sebagai Rajapatni telah menjadi biksuni, takhta Kerajaan Majapahit diserahkan kepada Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhana yang menjalankan pemerintahan dibantu suaminya, Kertawardhana. Masa pemerintahan Tribhuwanatunggadewi diwarnai masalah dalam negeri, yakni meletusnya Pemberontakan Sadeng. Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Gajah Mada yang pada saat itu baru saja diangkat menjadi Patih Daha.

Hayam Wuruk Tribhuwanatunggadewi terpaksa turun takhta pada tahun 1350 sebab Rajapatni Dyah Dewi Gayatri wafat. Penggantinya adalah putranya yang bernama Hayam Wuruk. Hayam Wuruk naik takhta pada usia 16 tahun dengan gelar Rajasanegara. Dalam menjalankan pemerintahan, ia didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada. Dalam kitab Negarakertagama disebutkan bahwa pada zaman Hayam Wuruk, Kerajaan Majapahit mengalami masa kejayaan dan memiliki wilayah yang sangat luas. Luas kekuasaan Majapahit pada saat itu hampir sama dengan luas Negara Indonesia sekarang. Namun, sepeninggal Gajah Mada yang wafat pada tahun 1364, Hayam Wuruk tidak berhasil mendapatkan penggantinya yang setara. Kerajaan Majapahit pun mulai mengalami kemunduran. Kondisi Majapahit berada di ambang kehancuran ketika Hayam Wuruk juga wafat pada tahun 1389. Wikrama Wardhana Hayam Wuruk tidak memiliki putra mahkota. Tahta kerajaan Majapahit diberikan pada menantunya yang bernama Wikramawardhana (suami dari putri mahkota Kusumawardhani). Hayam Wuruk sebenarnya memiliki putra yang bernama Bhre Wirabhumi. Namun, dia bukan anak dari permaisuri sehingga tidak berhak mewarisi tahta Kerajaan Majapahit. Meskipun demikian, Wirabhumi tetap diberi kekuasaan di wilayah kekuasaan di wilayah Kerajaan sebelah Timur, yaitu Blambangan. Dengan cara tersebut, perpecahan antara Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana berhasil diredam. Masalah kembali timbul ketika tahta Kerajaan Majapahit kembali kosong setelah Kusumawardhani meninggal dunia pada tahun 1400. Wikramawardhana berniat untuk menjadi pendeta dan menunjuk putrinya, Suhita, menjadi ratu Kerajaan Majapahit. Pada tahun 1401, pecah perang antara keluarga Wikramawardhana dan Wirabhumi yang dikenal sebagai Perang Paregreg. Perang Paregreg baru berakhir pada tahun 1406 dengan terbunuhnya Bhre Wirabhumi. Parang saudara ini semakin melemahkan Kerajaan Majapahit. Satu demi satu daerah kekuasaannya melepaskan diri. Tidak ada lagi raja yang kuat dan mampu memerintah kerajaan yang demikian luas. Pada tahun 1526, Kerajaan Majapahit runtuh setelah diserbu oleh pasukan Islam dari Demak di bawah pimpinan Raden Patah. d. Sosial Budaya Zaman Majapahit menghasilkan banyak karya sastra. Periodisasi sastra masa Majapahit dibedakan menjadi dua, yaitu sastra zaman Majapahit awal dan sastra zaman Majapahit akhir. Karya sastra zaman Majapahit awal adalah Kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca (1365), kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular, kitab Arjuna Wiwaha karangan Mpu Tantular, kitab Kunjarakama (anonim), dan kitab Parthayajna (anonim). Karya sastra zaman Majapahit akhir ditulis dengan bahasa Jawa dalam bentuk tembang (kidung) dan gancaran (prosa). Karyakarya sastra pada zaman ini adalah kitab Pararaton yang berisi tentang riwayat raja-raja Majapahit, kitab Sundayana berisi tentang Peristiwa Bubat, kitab Surandaka menceritakan tentang Pemberontakan Sora di Lumajang, kitab Ranggalawe tentang Pemberontaan Ranggalawe dari Tuban, kitab Panji Wijayakrama berisi tentang riwayat Raden Wijaya, kitab Vsana Jawa menceritakan tentang penaklukkan Bali oleh Gajah Mada, kitab Usana Bali mengisahkan tentang kekacauan Bali akibat keganasan Maya Danawa, kitab Pamancangah, kitab Panggelaran, kitab Calon Arang, dan kitab Korawasrama.

Jenis peninggalan kebudayaan yang lain dari Kerajaan Majapahit adalah candi. Candi-candi peninggalan Majapahit, antara lain, Candi Sumberjati, Candi Sanggapura, Candi Panataran, dan Candi Pari di dekat Porong. e. Ekonomi Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke8 pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu dikumpulkan dari berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu (1358 M) menyebutkan sebanyak 78 titik perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di dalam negeri (mandala Jawa). Prasasti dari masa Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan mulai dari pengrajin emas dan perak, penjual minuman, dan jagal atau tukang daging. Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone, biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321, menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata. Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor pertama: lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi. Pada masa jayanya Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi, sebagian dengan dukungan pemerintah. Faktor kedua: pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah Maluku. Pajak yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan sumber pemasukan penting bagi Majapahit.

Kerajaan Melayu
a. Lokasi Kerajaan Melayu terletak di tengah pelayaran antara Sriwijaya dan Kedah. Hampir semua ahli sejarah sepakat bahwa negeri Melayu berlokasi di hulu sungai Batang Hari, sebab pada alas arca Amoghapasa yang ditemukan di Padangroco terdapat prasasti bertarikh 1208 Saka (1286 M) yang menyebutkan bahwa arca itu merupakan hadiah raja Kertanagara (Singhasari) kepada raja Melayu. Prof. Slamet Muljana berpendapat, istilah Malayu berasal dari kata Malaya yang dalam bahasa Sansekerta bermakna bukit. Nama sebuah kerajaan biasanya merujuk pada nama ibu kotanya. Menurutnya, pelabuhan Malayu memang terletak di Kota Jambi, tetapi istananya terletak di pedalaman yang tanahnya agak tinggi. Dan menurut prasasti Tanjore yang dikeluarkan oleh Rajendra Chola I, menyebutkan bahwa ibu kota kerajaan Malayu dilindungi oleh benteng-benteng, dan terletak di atas bukit. b. Sumber sejarah Berita tentang kerajaan Melayu antara lain diketahui dari dua buah buku karya Pendeta I Tsing (634-713 M), yang termasyhur yaitu Nan-hai Chi-kuei Nei-fa Chuan (Catatan Ajaran Buddha yang dikirimkan dari Laut Selatan) serta Ta-Tang Hsi-yu Chiu-fa Kao-seng Chuan (Catatan Pendeta-pendeta yang menuntut ilmu di India zaman Dinasti Tang) dalam pelayarannya dari Cina ke India tahun 671 M, singgah di Sriwijaya enam bulan lamanya untuk mempelajari Sabdawidya, dan menerjemahkan naskah-naskah Buddha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Menurut catatan I Tsing, Sriwijaya menganut agama Buddha aliran Hinayana, kecuali Mala-yu. Berita lain mengenai kerajaan Melayu berasal dari T'ang-Hui-Yao yang disusun oleh Wang p'u (961 M), kerajaan Melayu mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 645 M untuk pertama kalinya, namun setelah munculnya Sriwijaya sekitar 670 M, kerajaan Melayu tidak ada lagi mengirimkan utusan ke Cina. c. Politik Beberapa raja di Kerajaan Melayu: Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa Dharmasraya Membuat Prasasti Grahi tahun 1183 di selatan Thailand, perintah kepada bupati Grahi yang bernama Mahasenapati Galanai supaya membuat arca Buddha seberat 1 bhara 2 tula dengan nilai emas 10 tamlin. Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa Dharmasraya Membuat Prasasti Padang Roco tahun 1286 di Siguntur (Kabupaten Dharmasraya sekarang) Akarendrawarman Dharmasraya atau Suruaso Membuat Prasasti Suruaso (Kab. Tanah Datar sekarang). Srimat Sri Udayadityawarman Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa Suruaso atau Pagaruyung Membuat Arca Amoghapasa, (1347) di Kab. Dharmasraya (sekarang). Pengiriman utusan ke Cina sebanyak 6 kali dalam rentang waktu 1371-1377 M pada masa Dinasti Ming.

Ananggawarman Pagaruyung Membuat Prasasti Batusangkar (Kab. Tanah Datar sekarang). d. Sosial Budaya Beberapa benda arkeologis yang ditemukan di daerah Jambi menunjukkan bahwa, di daerah ini telah berlangsung suatu aktifitas ekonomi yang berpusat di daerah Sungai Batang Hari. Temuan benda-benda keramik juga membuktikan bahwa, di daerah ini, penduduknya telah hidup dengan tingkat budaya yang tinggi. Temuan arca-arca Budha dan candi juga menunjukkan bahwa, orangorang Jambi merupakan masyarakat yang religius. Ini hanyalah sedikit gambaran mengenai kehidupan di Jambi. Bagaimana sisi sosial budaya masyarakat secara keseluruhan? Sangat sulit untuk menggambarkan secara detil, bagaimana kehidupan sosial budaya ini berlangsung, mengingat data arkeologis yang sangat minim. e. Ekonomi Kerajaan ini berada di pulau Swarnadwipa atau Swarnabumi yang oleh para pendatang disebut sebagai pulau emas yang memiliki tambang emas, dan pada awalnya mempunyai kemampuan dalam mengontrol perdagangan di Selat Melaka sebelum direbut oleh Kerajaan Sriwijaya pada tahun 682.

Kerajaan Holing (Kaliangga)


a. Lokasi Berita Cina berasal dari Dinasti Tang yang menyebutkan bahwa letak Kerajaan Holing berbatasan dengan Laut Sebelah Selatan, Ta-Hen-La (Kamboja) di sebelah utara, Po-Li (Bali) sebelah Timur dan To-Po-Teng di sebelah Barat. Nama lain dari Holing adalah Cho-Po (Jawa), sehingga berdasarkan berita tersebut dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Holing terletak di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah. Diperkirakan pusat kerajaan ini suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang. J.L. Moens dalam menentukan letak Kerajaan Holing meninjau dari segi perekonomian, yaitu pelayaran dan perdagangan. Menurutnya, Kerajaan Holing selayaknya terletak di tepi Selat Malaka, yaitu di Semenanjung Malaya. Alasannya, Selat Malaka merupakan selat yang sangat ramai dalam aktifitas pelayaran perdagangan saat itu. Pendapat J.L. Moens itu diperkuat dengan ditemukannya sebuah daerah di Semenajung Malaya yang bernama daerah Keling. Sumber sejarah Salah satu pendeta dari Cina, I-Tsing menyebutkan bahwa seorang temannya bernama Hui-Ning dengan pembantunya bernama Yunki pergi ke Holing tahun 664/665 M untuk mempelajari ajaran agama Budha. Ia juga menerjemahkan kitab suci agama Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Dalam menerjemahkan kitab itu, ia dibantu oleh pendeta agama Budha dari Holing yang bernama Jnanabhadra. Menurut keterangan dari Dinasti Sung, kitab yang diterjemahkan oleh Hui-Ning adalah bagian terakhir kitab Parinirvana yang mengisahkan tentang pembukaan jenazah Sang Budha. Politik Berdasarkan berita Cina disebutkan bahwa Kerajaan Holing diperintah oleh seorang raja putri yang bernama Ratu Sima (674 M). Pemerintahan Ratu Sima sangat keras, namun adil dan bijaksana. Rakyat tunduk dan taat terhadap segala perintah Ratu Sima. Bahkan tidak seorang pun rakyat atau pejabat kerajaan yang berani melanggar segala perintahnya. Sosial Budaya Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Holing sudah teratur rapi. Hal ini disebabkan karena sistem pemerintahan yang keras dari Ratu Sima. Di samping ini juga sangat adil dan bijaksana dalam memutuskan suatu masalah. Rakyat sangat menghormati dan mentaati segala keputusan Ratu Sima. Rakyat Ho-ling menganut agama Budha. Hal itu dapat diketahui dari berita Cina yang ditulis ITshing, yang menjelaskan bahwa Hwi-Ning seorang pendeta budha dari Cina datang ke Ho-ling dan menetap selama 3 tahun. Hwi-Ning menterjemahkan salah satu kitab suci agama Budha Hinayana yang berbahasa Sanksekerta ke dalam bahasa Cina. Dalam usahanya Hwi-Ning dibantu oleh seorang pendeta kerajaan Ho-ling yang bernama Jnanabhadra Ekonomi Kehidupan perekonomian masyarakat Kerajaan Holing berkembang pesat. Masyarakat Kerajaan Holing telah mengenal hubungan perdagangan. Mereka menjalin hubungan perdagangan pada suatu tempat yang disebut dengan pasar. Pada pasar itu, mereka mengadakan hubungan

b.

c.

d.

e.

perdagangan dengan teratur. Kegiatan ekonomi masyarakat lainnya adalah bercocok tanam,menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading. Di Holing ada sumber air asin yang dimanfaatkan untuk membuat garam. Hidup rakyat Holing tenteram, karena tidak ada kejahatan dan kebohongan. Berkat kondisi itu rakyat Ho-ling sangat memperhatikan pendidikan.Buktinya rakyat Ho-ling sudah mengenal tulisan, selain tulisan masyarakat Ho-ling juga telah mengenal ilmu perbintangan yang dimanfaatkan dalam bercocok tanam.

Kerajaan Pajajaran
a. Lokasi

Pajajaran adalah nama kerajaan yang lokasinya di pulau Jawa bagian barat, disebut Jawa Kulwan atau Jawa Kulon (Jawa Barat sekarang). b. Sumber sejarah Prasasti Rakryan Juru Pangambat (923 M): ditemukan di Bogor, berbahasa Jawa Kuno bercampur bahasa Melayu. Berisi pengembalian kekuasaan Raja Pajajaran (diduga Kerajaan Pajajaran pernah dikuasai oleh kerajaan di Jawa Timur atau Sriwijaya). Prasasti Horen: berasal dari Kerajaan Majapahit. Disebutkan bahwa penduduk kampung Horen merasa tidak aman karena gangguan musuh dari barat (Kerajaan Pajajaran). Prasasti Citasih (1030 M): merupakan tanda terima kasih dari raja Maharaja Jayabhupati terhadap pasukan Pajajaran yang memenangkan perang atas pasukan Swarnabhumi. Prasasti Astanagede: ditemukan di Kawali, Ciamis. Berisi perpindahan pusat pemerintahan dari Pakwan (Pakuan) Pajajaran ke Kawali. Kitab Carita Kidung Sundayana: menceritakan kekalahan pasukan Pajajaran dalam perang di Bubat (Majapahit) dan tewasnya Raja Sri Baduga dan putrinya. Kitab Cerita Parahyangan: menceritakan bahwa pengganti Raja Sri Baduga setelah Perang Bubat adalah Hyang Wuni Sora. c. Politik Maharaja Jayabhupati: memeluk agama Hindu beraliran Waisnawa. Pusat pemerintahan berada di daerah Pakuan Pajajaran kemudian pindah ke Kawali. Rahyang Niskala Wastu Kencana: pusat pemerintahan di Kawali dan istananya bernama Surawisesa Rahyang Dewa Niskala Sri Baduga Maharaja: bertahta di Pakuan Pajajaran. Terjadi Perang Bubat tahun 1357 M yang membuat Raja Sri Baduga, putrid, dan semua pasukannya tewas. Hyang Wuni Sora Ratu Samian atau Prabu Surawisesa: pada tahun 1512 M dan 1521 M, ia berkunjung ke Malaka untuk meminta bantuan Portugis dalam menghadapi Kerajaan Demak. Namun, bantuan yang diberikan ternyata sia-sia karena pelabuhan terbesar Kerajaan Pajajaran, yaitu Sunda Kelapa sudah dikuasai pasukan Kerjaan Demak di bawah pimpinan Fatahilah yang mengakibatkan putusnya hubungan Pajajaran dengan dunia luar.

Prabu Ratu Dewata: pada masa pemerintahannya terjadi serangan-serangan dari Kerajaan Banten yang dipimpin Maulana Hasanuddin dibantu anaknya Maulan Yusuf (1579 M), peristiwa ini mengakibatkan runtuhnya Kerajaan Pajajaran. d. Sosial Budaya Kehidupan masyarakat Pajajaran digolongkan menjadi : golongan seniman, golongan petani, golongan pedagang, dan golongan yang dianggap jahat, yaitu tukang copet, tukang tampus, begal, maling, dsb. Pengaruh agama Hindu rakyat Sunda Jawa Barat dapat diketahui dari : Arca-arca Wisnu di daerah Ci Buaya dan arca-arca Rajarsi. Kitab carita Parahyangan dan kitab Sanghyang Siksakandra. Cerita-cerita dalam sastra Sunda Kuno bercorak Hindu. e. Ekonomi Kehidupan ekonomi di Kerajaan Pajajaran didominasi oleh perdagangan di darat dan di laut, hal ini dibuktikan dengan adanya pelabuhan terbesar Kerajaan Pajajaran yaitu Sunda Kelapa

Kerajaan Bali
a. Lokasi

Kerajaan Bali terletak di pulau kecil tidak jauh dari Jawa Timur. b. Sumber sejarah Prasasti Sanur: berasal dari tahun 835 Saka atau 913 M yang dibuat oleh Raja Sri Kesariwarmadewa, raja pertama di Bali dari Dinasti Warmadewa. Prasasti Calcuta, India: ditemukan tahun 1042 M, berisi tentang asal usul Raja Airlangga, yaitu dari keturunan raja-raja Bali, Dinasti Warmadewa hasil pernikahan antara Raja Udayana dengan Mahendradata. Kompleks Candi Kawi (Tampak Siring): merupakan pendharmaan dari raja-raja Bali yang dibangun pada masa pemerintahan Raja Anak Wungsu. c. Kehidupan politik Pengaruh Hindu di Bali berasal dari Jawa Timur, ketika Bali berada di bawah kekuasaan Majapahit. Ketika Majapahit runtuh, ada sebagian penduduk yang melarikan diri ke Bali, sehingga banyak penduduk Bali sekarang yang menganggap dirinya keturunan dari Majapahit. Prasasti yang menceritakan raja yang berkuasa di Bali ditemukan di desa Blanjong, dekat Sanur. Dalam prasasti ini disebutkan bahwa raja yang bernama Khesari Warmadewa, istananya terletak di Sanghadwala. Prasasti ini ditulis dengan huruf Nagari (India) dan sebagian lagi berhuruf Bali Kuno, tetapi berbahasa Sanskerta. Prasasti ini berangka tahun 914 M (836 saka), dalam Candrasengkala berbunyi Khecara-wahni-murti. Raja selanjutnya yang berkuasa adalah adalah Ugrasena pada tahun 915 M. Ugrasena digantikan oleh Tabanendra Warmadewa (955967 M). Tabanendra kemudian digantikan oleh Jayasingha Warmadewa, ia membangun dua buah pemandian di desa Manukraya. Pemandian ini merupakan sumber air yang dianggap suci. Jayasingha kemudian digantikan oleh Jayasadhu Warmadewa yang memerintah dari tahun 975983 M. Tidak banyak berita yang menceritakan masa kekuasaannya. Jayasadhu digantikan oleh adiknya Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi, seorang raja perempuan. Ia kemudian digantikan oleh Dharmodayana yang terkenal dengan nama Udayana yang naik takhta pada tahun 989 M. Dharmodayana memerintah bersama permaisurinya bernama Gunapriyadharmapadmi, anak dari raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Gunapriyadharmapadmi meninggal pada tahun 1001 M dan dicandikan di Burwan. Udayana memerintah sampai tahun 1011 M. Pada tahun itu, ia meninggal dan dicandikan di Banu Weka. Pernikahannya dengan Gunapriya menghasilkan tiga orang putra yaitu, Airlangga yang menikah dengan putri Dharmawangsa (raja Jawa Timur), Marakata, dan Anak Wungsu. Airlangga tidak memerintah di Bali, ia menjadi raja di Jawa Timur. Anak Udayana yang memerintah di Bali, yaitu Marakata memerintah dari tahun 1011-1022, ia bergelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttuganggadewa. Masa pemerintahan Marakata bersamaan dengan masa

pemerintahan Airlangga di Jawa Timur. Marakata adalah raja yang sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya, sehingga ia dicintai dan dihormati oleh rakyatnya. Untuk kepentingan peribadatan, ia membangun prasada atau bangunan suci di Gunung Kawi daerah Tampak Siring, Bali. Marakata digantikan oleh adiknya Anak Wungsu, yang memerintah dari tahun 1049-1077. Pada masa pemerintahannya, keadaan negeri sangat aman dan tenteram. Rakyat hidup dengan bercocok tanam, seperti padi gaga, kelapa, enau, pinang, bambu, dan kemiri. Selain itu, rakyat juga memelihara binatang seperti kerbau, kambing, lembu, babi, bebek, kuda, ayam, dan anjing. Anak Wungsu tidak memiliki anak dari permaisurinya. Ia meninggal pada tahun 1077 M dan didharmakan di gunung Kawi dekat Tampak Siring. Beberapa raja yang memerintah Kerajaan Bali setelah Anak Wungsu, diantaranya Sri Maharaja Sri Walaprahu, Sri Maharaja Sri Sakalendukirana, Sri Suradhipa, Sri Jayasakti, Ragajaya, dan yang lain sampai pada Paduka Bhatara Sri Asta Asura Ratna sebagai raja terakhir Bali. Pada tahun 1430 M, Bali ditaklukkan oleh Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit. Sejak Bali ditaklukkan oleh Majapahit, kerajaan di Bali diperintah oleh raja-raja yang berasal dari keturunan Jawa (Jawa Timur). Oleh karena itu, raja-raja yang memerintah selanjutnya menganggap dirinya sebagai Wong Majapahit artinya keturunan Majapahit. d. Kehidupan ekonomi Dari beberapa prasasti yang dikeluarkan oleh raja-raja Bali dapat diketahui mengenai kehidupan dan mata pencaharian masyarakat Bali yang umumnya hidup dari bercocok tanam. Dalam prasasti Songan Tambahan salah sebuah prasasti dari raja Marakata disebutkan istilahistilah yang berhubungan dengan cara mengolah sawah dan menanam padi yaitu : amabaki, atanem, amantum, ahani, anutu. Pada masa pemerintahan Raja Marakata, bahkan mungkin pada masa sebelumnya, pertanian khususnya pengolahan tanah di Bali telah maju. Hidup berkebun juga telah umum pada masa itu. Macam-macam tanaman yang merupakan hasil perkebunan antara lain adalah nyu (kepala), kelapa kering (kopra), hano (enau), kamiri (kemiri), kapulaga, kasumbha (kesumba), bawang bang (bawang merah), pipakan (jahe), mula phala (wortel dan umbi-umbian lainnya), pucang (pinang), durryan (durian), jeruk, hartak (kacang hijau), lunak atau camalagi (asam), cabya (nurica), pisang atau byu, sarwaphala (buah-buahan), sarwa wija atau sarwabija (padi-padian), kapas, kapir (kapuk randu), damar (damar). e. Kehidupan sosial budaya Struktur masyarakat Bali dibagi ke dalam empat kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Tetapi pembagian kasta ini tidak seketat seperti di India. Begitu pula dalam pemberian nama awal pada anak-anak di lingkungan masyarakat Bali memiliki cara yang khas, yaitu: Wayan untuk anak pertama; Made untuk anak kedua; Nyoman untuk anak ketiga; dan Ketut untuk anak keempat. Tetapi ada juga nama Putu untuk panggilan anak pertama dari kasta Brahmana dan Ksatria. Kesustraan: hasil-hasil kesusastraan yang diciptakan di Bali baru mulai bermunculan pada waktu pemerintahan Dalem Waturenggong (1460-1550). Lebih-lebih setelah pustakaan Majapahit banyak dibawa ke Bali. Pada zaman itulah datang ke Bali Danghyang Nirartha (Pedanda Sakti Wau Rauh) yang mengarang banyak kitab-kitab kesusastraan. Seni pahat dan lukis: Kesenian lain yang dikenal ialah kesenian yang disebut Culpika (pemahat patung) dan Citakara (pelukis. Istilah-istilah tersebut memberikan suatu gambaran bahwa masyarakat Bali kuno sudah ada yang mempunyai keahlian di bidang seni pahat dan seni lukis. Hanya saja data-data mengenai hal ini tidak banyak ditemukan dalam sumbersumber tertulis seperti prasasti pada umumnya.

Seni bangunan: jenis bangunan yang merupakan peninggalan dari zaman kuno antara lain: Prasada di Pura Magening (Tampaksiring), kompleks percandian Gunung Kawi, Goa Gajah, Wihara-wihara/pertapaan-pertapaan di sepanjang sungai Pakerisan dan Kerobokan dan lain sebagainya. Dari bangunan-bangunan tersebut dapat diketahui bahwa ada unsur keindahan yang mewarnai gaya bangunan atau arsitektur. Seni bangunan atau arsitektur yang terlihat pada bangunan-bangunan meliputi : bentuk bangunan, tata letak dan penentuan atau pemilihan lokasi. Kepercayaan: masyarakat Bali banyak mendapat pengaruh dari kebudayaan India, terutama Hindu. Sampai sekarang, masyarakat Bali masih banyak yang menganut agama Hindu. Namun demikian, agama Hindu yang mereka anut telah bercampur dengan budaya masyarakat asli Bali sebelum Hindu. Masyarakat Bali sebelum Hindu merupakan kelompok masyarakat yang terikat oleh hubungan keluarga dan memuja roh-roh nenek moyang yang mereka anggap dapat menolong dan melindungi kehidupan keluarga yang masih hidup. Melalui proses sinkretisme ini, lahirlah agama Hindu Bali yang bernama Hindu Dharma.

You might also like