You are on page 1of 7

Tabel 3 Kriteria Diagnostik Diabetes mellitus menurut ADA 2007 1.

Gejala klasik DM dengan glukosa darah sewaktu 200 mg/ dl (11.1 mmol/L). Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Gejala klasik adalah: poliuria, polidipsia dan berat badan turun tanpa sebab. 2. Kadar glukosa darah puasa 126 mg/ dl (7.0 mmol/L). Puasa adalah pasien tak mendapat kalori sedikitnya 8 jam. 3. Kadar glukosa darah 2 jam PP 200 mg/ dl (11,1 mmol/L) TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDTP tergantung dari hasil yang diperoleh : TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/L) GDPT : glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dl(5,6-6,9 mmol/L) Sumber : ADA 2007. Diagnosis Ulkus diabetika Diagnosis ulkus diabetika meliputi : a. Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang. b. Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya Patogenesis Ulkus diabetikum Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes mellitus adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu : Iskemik, Neuropati, dan Infeksi Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa

sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetika9. Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika. Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetika46. Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika12,16. Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetika. Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah. Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida

plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis. Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis9. Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem phlagositosis-bakterisid intra selluler. Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikum. Patogenesis ulkus diabetika pada penderita Diabtes mellitus pada bagan 2 Berikut:

DIABETES MELITUS Peningkatan fibrinogen dan reaktivitas Agregasi sel darah merah meningkat Makroangiopa ti Mikroangiopati Neuropati

Neuropati autonom

Neuropati sensorik Hilang sensasi

Neuropat i motorik

atheroskler osis Trombosis Keringat Insufisiens i vaskular Hipoxia/ nekrosis jaringan Kulit kering Kolaps nadi Titik tekan Ulkus diabetika

Atropi otot

Trauma mekanis, thermis dan kimia

infeksi

Patogenesis biomolekuler Molekul CD4+ berperan amat penting dalam sistem kekebalan tubuh, molekul ini paling banyak terdapat pada sel limfosit T helper, ditemukan juga di jaringan pada subset dari sel makrofag atau monosit, di timus pada sel timosit dan di otak pada sel mikroglia. Sel limfosit T helper merupakan subset sel limfosit T yang membantu sel lainnya dalam sistem pertahanan tubuh. Sel makrofag/monosit merupakan sel fagosit dan juga sebagai penyaji antigen (antigen presenting cells/APC). Pada proses pengenalan antigen eksogen (sebagai contoh mikroba, jamur, debu) yang masuk ke tubuh, antigen ini akan melalui endositosis oleh sel fagosit Antigen presenting cell seperti: makrofag, sel dendritik, dan sel B. Antigen eksogen dirombak/diproses di dalam sel APC (antigen protein eksogen dalam endosome berpotongan dengan gelembung trans Golgi berisi MHC kelas II) menjadi fragmen peptida dengan berat molekul kecil (bentuk yang dapat dikenal) kemudian siap ditayangkan ke sel lain melalui Mayor Hystocompatibility Complex (MHC) kelas II keluar dari membran sel yang dapat dikenal oleh molekul CD4+ dari sel limfosit T (Abbas, 2005; Roit, et al. 2001.) Pada penelitian ini sejumlah sel bermarkah CD4+ (warna coklat pada dinding sel), juga didapat markah MDA (warna biru pada sel), dari sel imun jaringan UKD derajat 2, 3, 4 dan 5. Ini menandakan sel imun tersebut sudah sebagai pembawa MDA di membran sel sebagai petanda kematian sel. Molekul CD4+ melekat pada membran sel, bila membran ini rusak (ditemukan MDA hampir pada seluruh sel CD4+ pada UKD derajat 4 dan 5), secara tidak langsung fungsi molekul CD4+ akan terganggu, sinyal yang ditangkap dari luar tidak dapat diteruskan ke dalam sel melalui membran sel yang telah rusak. Akibat dari zat kimia yang tinggi dari jaringan yang rusak diduga akan merusak molekul CD4+ (Gambar 3) semakin tinggi derajat UKD warna coklat di membran sel semakin memudar, diduga ikatan Ag-Ab melemah (AbMo dari mouse terhadap molekul CD4+, Ab poliklonal dari rabbit tehadap MDA). Perubahan molekuler pada CD4+ ini akan mengganggu fungsi, gangguan interaksi sel APC dengan sel T CD4+, maka dampak awal adalah terjadi gangguan fungsi proses pengenalan sistem imun. Proses pengenalan sangat penting untuk pertahanan tubuh dapatan. Tanpa proses pengenalan, imunitas dapatan, baik humoral maupun seluler tidak akan berjalan sesuai harapan. Bila membran sel bermarkah CD4+ (sel Th)

mengalami perubahan yang semakin memburuk, sitokin yang dikeluarkan oleh sel T helper juga menurun, sehingga sitokin tersebut tidak cukup untuk mengaktivasi sel B sebagai pembentuk antibodi ataupun mengaktivasi sel T sitotoksik sebagai sel eksekutor, yang selanjutnya akan mengganggu sistem imunitas humoral maupun imunitas seluler. Sel fagosit monosit dalam perkembangannya juga memerlukan sitokin dari sel T herper, sehingga terjadi gangguan fungsi dari sel monosit makrofag dalam fungsinya sebagai sel fagositosis. Sel fagosit monosit ini sangat penting untuk sistem kekebalan, di jaringan seperti di susunan saraf disebut sel mikroglial, di paru disebut makrofag alveolar, di ginjal disebut fagosit mesangial, di limfenoid disebut resident dan circulating machrophages, di sendi disebut sel mesangial dan makrofag monosit yang ada di sirkulasi darah (Abbas and Lichtamn, 2005). Gangguan fungsi sel bermarkah CD4+ seperti sel limfosit T (helper) telah terbukti menurunkan daya pertahanan tubuh pada penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV). Pada penderita HIV yang sudah mengarah ke Acquired Immunodeficiency Disease Syndrome (AIDS), ada penurunan jumlah sel CD4+ sehingga fungsi sel imun berupa pertahanan tubuh menurun terhadap infeksi maupun sel kanker. Radikal bebas bersifat toksik terhadap dinding sel merupakan molekul oksigen yang reaktif karena memiliki elektron yang tidak berpasangan pada orbita terluarnya. Radikal ini dapat mengambil elektron dari molekul lain dan akan memicu terjadinya reaksi oksidasi pada dinding sel yang tersusun atas asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acids). Bagian dinding sel tersebut umumnya terdiri atas asam lemak dari fosfolipid dan glikolipid yang mengandung asam lemak tidak jenuh tersebut yang disebut polyunsaturated fatty acids (PUFAs) dari dinding sel bermarkah CD4+ sehingga terbentuk lipid peroksid (MDA) (Jong et al, 2004). Pemeriksaaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah a.Pemeriksaanfisik 1)Inspeksi Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat menurun, sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki/jari(-),kalus,clawtoe Ulkustergantung saat ditemukan (05) 2) Palpasi a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal b) Klusi arteri dingin,pulsasi ( ) c) Ulkus :kalus tebal dank eras.

b. Pemeriksaan fisik 1) Penting pada neuropati untuk cegah ulkus 2) Nilon monofilament 10 G 3) Nilai positif : nilon bengkok, tetapi tidak terasa 4) Positif 4 kali pada 10 tempat berbeda : spesifisitas (97%), sensitifitas (83%). c. Pemeriksaan vaskuler Tes vaskuler noninvasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle brachial index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI : tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan. d. Pemeriksaan Radiologis : gas subkutan, benda asing, osteomielitis e. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah : 1) Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. 2) Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( +++ + ). 3) Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

Daftar Pustaka

You might also like