You are on page 1of 5

Nama Kelas No Absen Bid.

Study

: Made Dwi Juliawan : X1 :5 : Sosiologi

Sejarah Perkembangan Sosiologi


Sosiologi termasuk ilmu sosial termuda di antara ilmu-ilmu sosial yang lain. Oleh karena itu semua ilmu pernah menjadi bagian dari filsafat yang merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan. Psikologi dan sosiologi merupakan ilmu pengetahuan baru yang muncul pada abad ke-19. Dengan begitu, muncullah sosiologi sebagai ilmu pengetahuan. Berikut ini akan dijabarkan mengenai sejarah perkembangan sosiologi, baik di Negara Barat maupun di Indonesia. 1. Perkembangan Sejarah di Negara-Negara Barat Jika kita menengok sejarah masyarakat Eropa di abad pertengahan, maka pada abad itulah terjadi berbagai perubahan besar dalam sistem dan struktur masyarakat sebagai akibat dari Revolusi Industri. Di abad ke-4 SM ketika Alexander menaklukkan Negara-negara Yunani, yang akhirnya mengubah sistem Negara kota menjadi Negara kekaisaran. Tokoh-tokoh pemikir yang dapat kita catat pada masa ini misalnya Plato, Aristoteles, Herodotus, Tucydides, Polybios, dan Ciceio. Tokoh-tokoh di abad Helenistik inilah yang kemudian mengedepankan alam pikiran Yunani. Ilmu tentang masyarakat disebut sebagai sosiologi baru dikenal pada masa Auguste Comte sehingga patokan tentang sosiologi adalah masa Aguste Comte. Namun demikian, sesungguhnya pembahasan tentang masyarakat sudah banyak dikaji oleh para cendekiawan sebelum Comte. Sehingga pembagian tahap-tahap perkembangan sosiologi dibagi menjadi tiga tahap sebagai berikut. a. Masa Sebelum Auguste Comte Sebelum Auguste Comte memberi nama sosiologi pada ilmu kemasyarakatan ada banyak tokoh yang sudah memperbincangkannya. Tokohtokoh pemikir ( filsuf ) tersebut di antaranya adalah sebagai berikut. 1) Socrates Socrates lahir tahun 470 SM dan meninggal tahun 399 SM. Ia anak dari seorang pematung yang kemudian keahlian itu juga diwarisinya. Ajaran Socrates yang penting yaitu mengenai ditekannya logika sebagai dasar bagi semua ilmu pengetahuan termasuk filsafat. Socrates menganjurkan agar kita membangun masyarakat tersebut berlandaskan/didasarkan ilmu pengetahuan ilmiah. 2) Plato Plato adalah murid Socrates, yang lahir tahun 429 SM dan meninggal tahun 347 SM. Ia berasal dari keluarga bangsawan. Setelah Socrates meninggal, Plato mengembara ke berbagai negeri seperti Mesir, Asia Minor, Sisilia, dan Italia. Pada tahun 387 SM ia kembali ke Athena dan mendirikan sekolah yang diberi nama Academia. Academia tersebut dapat disebut sebagai universitas

pertama di Eropa. Karya Plato yang terkenal berjudul The Republic (Negara) dan The Law (Hukum). Dalam tulisannya The Republic, Plato menyuguhkan kepada kita karya yang pertama dan terbesar yang bersifat sosiologis. Ajaran Plato tentang masyarakat menerangkan bahwa pada dasarnya masyarakat itu merupakan bentuk perluasan dari individu. Dengan kata lain, Individu itu pararel dengan masyarakat (Pemikiran demikian dikenal sebagai pemikiran dari mazhab atau aliran organis atau biologis. Plato bertindak sebagai pelopornya). Karena individu menurut Plato memiliki tiga sifat, maka masyarakat pun memiliki tiga sifat. Tiga sifat atau elemen itu adalah nafsu atau perasaan-perasaan, semangat atau kehendak, dan kecerdasan atau akal. Berdasarkan ketiga elemen tersebut, Plato membedakan adanya tiga lapisan atau kelas sosial masyarakat sebagai berikut : a) Bagi yang mengabdikan hidupnya untuk memenuhi nafsu dan perasaannya seperti halnya memelihara tubuh manusia, maka dengan demikian juga akan memelihara nafsu dan perasaan masyarakat. Mereka itulah kelas pekerja tangan seperti buruh dan budak. b) Karena semangat atau kehendak berfungsi melindungi tubuh manusia, yang berarti harus pula melindungi masyarakat, maka yang bias melaksanakan hal itu adalah militer. c) Karena mereka mengembangkan akal dan kecerdasan untuk membimbing tubuh manusia, maka mereka juga bertugas mengembangkan akal guna memerintah dan memimpin masyarakat. Mereka ini masuk dalam kelas penguasa. Lebih jauh Plato juga menunjukkan bahwa kehidupan yang baik tergantung pada dapat tidaknya pikiran dan kehendak manusia itu berkembang. Sedangkan pikiran dan kehendak manusia hanya dapat berkembang jika dalam masyarakat itu terdapat keadilan. Keadilan dapat tercapai hanya melalui tat tertib sosial. Jadi, kehidupan yang baik adalah tujuan dari keadilan dan keadilan adalah tujuan dari organisasi sosial (yang bias menciptakan tertib sosial). 3) Aristoteles Aristoteles lahir tahun 384 SM di Macedonia dan meninggal tahun 322 SM. Ibunya merupakan ahli kesehatan Raja Amyntas II (kakek Alexander Agung). Aristoteles adalah murid Plato. Pada akhirnya, Aristoteles menjadi guru Alexander Agung, raja Mcedonia itu. Berkat bantuan Alexander Agung itu pula, Aristoteles mendirikan perpustakaan dan museum yang pertama kali di Yunani. Karyanya yang terkenal adalah The Politics dan The Nicomachean Ethics. Dalam menganalisis keadaan masyarakat, Aristoteles menggunakan metode induktif, yaitu menarik kesimpulan umum dari fakta-fakta yang bersifat khusus. Ajaran Aristoteles tentang masyarakat terdapat dalam bukunya The Politics. Dikatakannya bahwa kelompok manusia yang dasar dan esensial adalah : a) Pengelompokkan (Asosiasi) antara pria dan wanita untuk memperoleh keturunan, dan b) asosiasi antara penguasa dengan yang dikuasai. Kedua bentuk asosiasi ini bersifat alamiah, tidak disengaja. Keduanya akan terlihat dalam hubungan antara suami-istri, orang tua-anak, serta antara tuan dan budak atau pembantu di dalam keluarga.

Menurut Aristoteles manusia pada dasarnya adalah mahluk sosial. Karena mahluk sosial, maka manusia sekaligus adalah mahluk yang bermasyarakat. Aristoteles menyatakan Negara yang baik adalah Negara yang dikelola oleh pemerintah yang ada pembagian funsi leglislatif, eksekutif, dan yudikatif. Aristoteles memberi tiga macam bentuk pemerintahan dilihat dari segi jumlah pemegang kekuasaan itu. a) Pemerintahan oleh seseorang.Jika seorang penguasa itu baik, maka ia disebut monarki, dan jika ia memerintah dengan buruk, maka ia disebut tirani. b) Pemerintahan oleh sejumlah kecil orang disebut aristokrasi jika baik, dan jika buruk akan disebut oligarki. c) Pemerintahan oleh banyak orang, untuk yang baik atau yang buruk akan disebut demokrasi. Masih ada banyak tokoh lain yang mengemukakan tentang ilmu kemasyarakatan sebelum Comte yang tidak dapat diuraikan di sini satu per satu di antaranya adalah Ibnu Khaldun, Thomas More dan N. Machiavelli, Hobbes, John Locke, dan J.J. Rousseau dll. b. Masa Auguste Comte Auguste Comte melihat bahwasanya perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat saat itu tidak saja bersifat positif, namun juga memberikan adanya dampak negatif. Salah satu contohnya adalah terjadi konflik antarkelas sosial dalam masyarakat dikarenakan hilangnya norma atau pegangan bagi masyarakat untuk bertindak (yang dalam bahasa sosiologi disebut dengan anomie) Menurut analisis Comte, konflik tersebut terjadi karena masyarakat tidak mengetahui cara mengatasi perubahan akibat revolusi yang berlangsung dan hokum-hukum apa ynag bias dipakai untuk mengatur tatanan sosial masyarakat yang baru. Comte menyarankan agar penelitian mengenai masyarakat lebih ditingkatkan dan menjadi ilmu yang berdiri sendiri. Namun ia belum berhasil mengembangkan hukum-hukum sosial tersebut menjadi sebuah ilmu. Walaupun demikian Comte berhasil memberi istilah untuk ilmu yang hendak lahir tersebut dengan nama sosiologi. Sosiologi berkembang menjadi sebuah ilmu yang berdiri sendiri setelah Emile Durkheim mengembangkan suatu teknologi sosiologi yang ia kemukakan melalui bukunya yang berjudul The Rules of Sociological Method. Auguste Comte tetap disebut sebagai Bapak Sosiologi untuk menghormati jasanya terhadap lahirnya sosiologi. Walaupun Comte yang melahirkan istilah sosiologi, namun istilah tersebut dipopulerkan oleh Herbert Spencer dalam bukunya yang berjudul Principles of Sociology. Dalam pengertian tradisional, metode positif yang digunakan oleh Comte selalu disebut sebagai pendekatan ilmu alam. Bahkan menurut Comte, sosiologi memang merupakan ilmu fisikasosial. Latar belakang Comte menggunakan pendekatan ilmu alam dan menyebut sosiologi sebagai fisika sosial adalah dalam rangka menciptakan sosiologi sebagai ilmu mandiri dan lepas dari campur baur filsafat (sosial) dan psikologi (sosial) pada zamannya. c. Masa Setelah Auguste Comte Perkembangan sosiologi dari abad XIX ke abad XX sangat pesat. Pada kurun waktu ini, perkembangan ditandai oleh munculnya berbagai aliran

1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)

berpikir (school of thought) yang sangat bervariasi. Aliran-aliran itu di antaranya sebagai berikut : Ekologisme, tokohnya Amos H. Hawley, O. Dudley Duncan, dan Leo F. Schnore. Demografisme, tokohnya N.B. Ryder. Psikologisme dan materialisme, tokohnya George C. Homans. Teknologisme, tokohnya William Fielding Ogburn. Strukturalisme fungsional, tokohnya Robert K. Merton, Talcott Parsons. Strukturalisme pertukaran, tokohnya Peter M. Blau. Strukturalisme konflik, tokohnya Ralf Dahrendorf, Pierre L. Van den Berghe, Lewis Coser. Interaksionisme simbolik, tokohnya George Hebert Mead. Atomisme sosial, tokohnya John Finley Scott. Selain yang tersebut di atas, masih banyak lagi tokoh-tokoh yang tidak tersebutkan dan mereka juga memiliki ciri khas atau warna (kalau tidak boleh disebut aliran) yang spesifik dalam mendekati dan menganalisis manusia dan masyarakat.

2.

Perkembangan Sosiologi di Indonesia Sosiologi sebagai suatu ilmu yang mandiri masih berusia relative muda dan secara formal baru diperkenalkan di Indonesia oleh Prof. Dr. B. Ccrieke, seorang guru besar sosiologi dari Belanda sebagai alat Bantu pendidikan hokum di Sekolah Tinggi Hukum (Rechtsshogeschool) yang didirikan di Jakarta tahun 1924. Asumsi yang berkembang pada saat itu adalah bahwa yang perlu diketahui dalam ilmu hukum adalah perumusan peraturan dan sistem-sistem untuk menafsirkannya, sedangkan penyebab terjadinya serta tujuan sebuah peraturan dianggap tidak begitu penting untuk diketahui. Baru setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, sosiologi mengalami perkembangan yang cukup signifikan di negeri ini. Tokoh yang pertama kali mengajarkan sosiologi dalam bahasa Indonesia adalah Soenario Kolopaking pada tahun 1948 di Akademi Ilmu Politik Jogjakarta (pada saat ini menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM). Dengan semakin terbukanya kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk belajar di luar negeri sejak tahun 1950, banyak pelajar Indonesia yang mendalami ilmu sosiologi dan kemudian mengajarkan ilmu tersebut ke Indonesia. Adapun buku tentang sosiologi dalam bahasa Indonesia diterbitkan pertama kali oleh Djody Gondokusuma dengan judul Sosiologi Indonesia. Buku tersebut berisi tentang beberapa pengertian mendasar dari sosiologi. Setelah kelahiran buku pertama tersebut, muncul berbagai buku sosiologi baik yang ditulis oleh orang-orang Indonesia ataupun terjemahan dari bahasa asing. Selain itu muncul berbagai fakultas ilmu sosial dan politik di universitas-universitas dalam negeri. Hal tersebut semakin mempercepat dan memperluas perkembangan sosiologi di Indoneia. Beberapa tokoh sosiologi Indonesia yang termasuk dalam generasi tua adalah Prof. Dr. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, S.H., M.A. dan Soenario Kolopaking. Selain mereka dikenal pula beberapa sosiolog lain seperti Soerjono Soekanto, Prof. H.W. Bachtiar, Dr. Arief Budiman, Dr. Loekman Soetrisno, Dr. Nasikun, Veeger, Dll.

You might also like