You are on page 1of 6

Membuat makalah tentang biodiesel/bioteknologi Proses produksi Kelebihan dan kelemahan Contoh mesin yang digunakan Nilai ekonomi

Prinsip kera mesin Kalau diaplikasikan di industru hasilnya apa?

USULAN TEKNIS PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH


Penulis : Ihwan Ulul Firdaus, Nawapanca Engineering Perkembangan teknologi sumber daya energi terbaharukan (renewable energy) terus mengalami kemajuan. Salah satu di antaranya adalah pengembangan biodiesel, yaitu bahan bakar untuk mesin diesel yang dihasilkan dari sumber daya hayati yang justru banyak terdapat di daerah tropis seperti Indonesia. Bahan baku (feed stock) biodiesel terus mengalami pengembangan melalui berbagai eksperimen di seluruh dunia. Dari awalnya berbasis tumbuhan kanola (rapeseed) kemudian dikembangkan pembuatan dari kelapa sawit, pohon jarak, sampai minyak jelantah (used vegetable oil). Maka untuk mengantisipasi makin meningkatnya harga serta permintaan akan minyak solar / ADO (Automotive Diesel Oil), penting untuk mengkaji pengembangan biodiesel berbahan baku minyak jelantah sebagai bahan bakar alternatif pengganti solar. Proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah akan melewati tahap sebagai berikut: 1. Proses pemurnian minyak jelantah dari pengotor dan water content 2. Esterifikasi dari asam lemak bebas (free fatty acids) yang terdapat di dalam minyak jelantah, 3. Trans-esterifikasi molekul trigliserida ke dalam bentuk metil ester, dan 4. Pemisahan dan pemurnian Reaksi kimia proses transesterifikasi tri glyceride menjadi methyl ester dengan alkohol sebagai senyawa pengesterifikasi, adalah sebagai berikut: CH2-O-CO-R CH-O-CO-R CH2-O-CO-R + 3CH3OH

katalis

CH2OH

CH2OH CHOH +

CH3-O-CO-R CH3-O-CO-R

CH3-O-CO-R

Tri glyceride

Methanol

Glycerol

Methyl Ester - Bio-diesel

Pada penelitian ini, pada kondisi variasi 20% volume alkohol (perbandingan mol metanol : minyak jelantah 4,95:1), di dapat konversi reaksi sebesar 93% volume minyak jelantah (kondisi optimal) Tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran potensi pengembangan biodiesel di Indonesia, dengan memanfaatkan salah satu jenis bahan bakunya yaitu minyak jelantah. Gambaran potensi tersebut dapat dilihat dari uji performansi dan sifat-sifat fisik biodiesel yang dihasilkan.

Analisis Laboratorium Sifat - sifat Biodiesel dari Minyak Jelantah Sifat fisik Unit Hasil ASTM Standar (Solar) Flash point 170 Min.100 C Viskositas (40C) Bilangan setana Cloud point Sulfur content Calorific value Density (15C) Gliserin bebas cSt. C % m/m kJ/kg Kg/l Wt.% 4,9 49 3,3 << 0.01 38.542 0,93 0,00 1,9-6,5 Min.40 0.05 max 45.343 0,84 Maks.0,02

Secara keseluruhan, parameter fisik yang ditampilkan dari hasil penelitian masih berada dalam batasan standar dari ASTM, kecuali harga Calorific Value yang sedikit lebih kecil dibandingkan harga solar. Saat membandingkan biodiesel dengan solar, hal yang perlu diperhatikan juga adalah pada tingkat emisi bahan baker. Biodiesel menghasilkan tingkat emisi hidrokarbon yang lebih kecil, sekitar 30% dibanding dengan solar; Emisi CO juga lebih rendah, -sekitar 18%-, emisi particulate molecul lebih rendah 17%; sedang untuk emisi NO x lebih tinggi sekitar 10%; sehingga secara keseluruhan, tingkat emisi biodiesel lebih rendah dibandingkan dengan solar, sehingga lebih ramah lingkungan. Mari kita tinjau dari sudut pandang ekonomis produksi biodiesel dari minyak jelantah ini. Bahan Baku yang digunakan untuk pembuatan biodiesel dari minyak jelantah adalah: - Minyak jelantah (bisa di dapat gratis dari restoran-restoran fast food) atau kita hargai dengan Rp 500,00/liter - Methanol Rp 5000,00/liter - NaOH (s) Rp 12.500,00/kg Konversi reaksi 93%, berarti setiap 1 liter minyak jelantah akan menghasilkan biodiesel sebesar 930 ml. Methanol yang digunakan setiap 1 liter minyak jelantah adalah 200 ml, sedangkan NaOH yang dipakai sebesar 5 gr setiap 1 liter minyak jelantah. Jadi biaya produksi total untuk menghasilkan 1 liter biodiesel yaitu: - Minyak jelantah = 100/93 x 500 = Rp 537,65 - Methanol = 200/1000 x 5000 x 100/93 = Rp 1075,27 - NaOH kira - kira kita hargai Rp 100,00 / liter biodiesel - Utilitas (listrik dll) kita hargai Rp 100,00 / liter biodiesel

Jadi total untuk menghasilkan 1 liter biodiesel dibutuhkan biaya produksi = Rp 1812,90 (Harga ini dengan asumsi bahwa harga minyak jelantah Rp 500,00, Kalau ternyata harganya bisa gratis, jadi total biaya produksi biodiesel hanya menjadi Rp 1312,90. Bandingkan dengan harga solar sekarang yang Rp 1.890,00. Cukup prospektif bukan ?) Tentang Penulis :

Penulis adalah sarjana Teknik Kimia lulusan Institut Teknologi Bandung. Saat ini penulis bekerja sebagai staf PT. Nawapanca Engineering, Bandung.

Biodiesel adalah senyawa methyl ester atau ethyl ester yang digunakan sebagai bahan baker alternative pengganti bahan baker minyak bumi. Biodiesel lebih ramah lingkungan karena biodegradable dan non toxic. Pembakaran biodiesel mampu mengurangi emisi sebesar 20%. Bahan Baku Biodiesel : Minyak sawit Minyak jarak PFAD Minyak nabati lain Minyak goreng bekas Proses Pembuatan Biodiesel : Bahan baku di reaksikan dengan alkohol umumnya metanol atau etanol bersama dengan katalis. Reaksi menggunakan itu disebut reaksi esterifikasi dan transesterifikasi menghasilkan senyawa esterbiodiesel dan gliserin sebagai hasil samping. Pemisahan dan pemurnian biodiesel dilakukan untuk mendapatkan biodiesel yang sesuai standar SNI. Gliserin dapat dimurnikan sampai pharmaceutical grade. Gliserin dapat pula diolah lebih lanjut mejadi bahan dengan nilai guna dan jual lebih tinggi. Bahan baku harus dilakukan pretreatmen terlebih dahulu untuk memastikan biodiesel yang dihasilkan sesuai standar. Parameter bahan baku : FFA content max 1% Water content max 0.1 % Unsaponifiables max 0.8% Kandungan Pospor max 10ppm Investasi Biodiesel Ada 4 komponen yang menentukan harga biodiesel layak produksi atau tidak. Harga Bahan Baku Harga Proses Biodiesel Pajak Produk Energi Harga Minyak Mentah Peralatan Proses Produksi Biodiesel Unit Pretreatmen Bahan Baku Unit Metanolat Unit Esterifikasi Unit Trasesetrifikasi Unit Metanol Separasi-Recovery Unit Separasi Gliserin Unit Washing Unit Separasi Biodiesel Proses Produksi
Minyak jelantah adalah minyak yang dihasilkan dari sisa penggorengan, baik dari minyak kelapa maupun minyak sawit. Minyak jelantah dapat menyebabkan minyak berasap atau

berbusa pada saat penggorengan, meninggalkan warna coklat, serta menimbulkan rasa yang tidak disukai dari makanan yang digoreng. Dengan meningkatnya produksi dan konsumsi minyak goreng, ketersediaan minyak jelantah kian hari kian melimpah. Sampai saat ini, minyak jelantah belum dimanfaatkan dengan baik dan hanya dibuang sebagai limbah rumah tangga ataupun industri. Meningkatnya produksi dan onsumsi nasional minyak goreng, akan berkorelasi dengan ketersediaan minyak jelantah yang semakin meningkat pula. Padahal kalau kita cermat melihat pasar dengan berbagai isu tentang semakin mahalnya harga minyak mentah dunia ketersediaan minyak jelantah ini memiliki prospek yang sangat cerah sebagai bahan baku biodiesel (bahan bakar pengganti bahan bakar fosil). Oleh karena itu, pemanfaatan minyak goreng bekas sebagai bahan baku biodiesel akan memberkan nilai tambah bagi minyak jelantah yang dinilai sebagaian orang limbah yang tidak bermanfaat. Peneliti-peneliti dari Jepang berhasil menemukan bahwa gula dapat dipergunakan sebagai katalisator dalam proses produksi biodiesel. Dalam penelitian tersebut terlebih dahulu dilakukan pirolisa gula pada suhu di atas 300 derajat Celsius untuk membentuk struktur karbonasi yang tidak sempurna, kemudian ditambahkan gugus sulfonat, dan akhirnya terbentuk struktur lembar karbon polisiklis aromatik berisikan gugus sulfonat. Senyawa inilah yang dijadikan katalis dalam produksi biodiesel. Dengan penemuan ini produksi biodiesel melalui proses transesterifikasi menjadi relatif lebih hemat biaya produksi. Proses Transesterifikasi dan Produksi Biodiesel Produksi biodiesel dari tumbuhan yang umum dilaksanakan yaitu melalui proses yang disebut dengan transesterifikasi. Transesterifikasi yaitu proses kimiawi yang mempertukarkan grup alkoksi pada senyawa ester dengan alkohol. Untuk mempercepat reaksi ini diperlukan bantuan katalisator berupa asam atau basa. Asam mengkatalisis reaksi dengan mendonorkan proton yang dimilikinya kepada grup alkoksi sehingga lebih reaktif. Pada tanaman penghasil minyak, cukup banyak terkandung asam lemak. Secara kimiawi, asam lemak ini merupakan senyawa gliserida. Pada proses transesterifikasi senyawa gliserida ini dipecah menjadi monomer senyawa ester dan gliserol, dengan penambahan alkohol dalam jumlah yang banyak dan bantuan katalisator. Senyawa ester, pada tingkat (grade) tertentu inilah yang menjadi biodiesel. Dalam proses transesterifikasi untuk produksi biodiesel dari tumbuhan, biasanya digunakan asam sulfat (H2SO4) sebagai katalisator reaksi kimianya. Selain proses transesterifikasi, dalam produksi biodiesel juga melalui tahapan : pengempaan jaringan tanaman (misalnya biji) menghasilkan minyak mentah ; pemisahan (separator) fase ester dan gliserin ; serta pemurnian / pencucian senyawa ester untuk menghasilkan grade bahan bakar (biodiesel). Gula, sebagai Katalisator Produksi Biodiesel, manfaat bagi Indonesia. Meskipun berbagai jenis bahan kimia dianggap cukup berhasil dipergunakan sebagai katalisator dalam proses transesterifikasi untuk produksi biodiesel, akan tetapi bahan-bahan seperti ini dianggap cukup mahal untuk dipergunakan dalam suatu proses produksi berskala besar. Di samping itu, limbah bahan-bahan kimia ini tentunya akan menjadi masalah lingkungan tersendiri. Penggunaan gula yang telah diubah bentuknya cukup prospektif untuk dipergunakan sebagai katalisator proses transesterifikasi ini. Gula sebagaimana kita ketahui, merupakan senyawa organik yang limbahnya dapat didaur ulang. Selain itu, gula dianggap relatif lebih murah untuk dipergunakan untuk sebuah proses produksi berskala besar, dibandingkan bahan kimia asam sulfat atau asam dan basa lainnya.

Berita hasil penelitian ini tentunya cukup bermanfaat bagi Indonesia. Indonesia melalui koordinasi Menko Kesejahteraan Rakyat, saat ini sedang giat-giatnya mengkampanyekan pengembangan energi terbarukan 'biodiesel', terutama dari tanaman jarak pagar (Jatropha curcas). Salah satu BUMN yang cukup mendukung pengembangan biodiesel ini adalah PT. RNI (Rajawali Nusantara Indonesia). Sebagai badan usaha yang mempunyai bidang usaha utama (core business) pada manajemen pabrik gula nasional, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam meningkatkan efisiensi produksi biodiesel, yaitu dengan menggunakan gula sebagai katalisator produksinya.

You might also like