You are on page 1of 10

ENSIKLOPEDIA ILMU FALAK & RUMUS-RUMUS HISAB FALAK (Drs. Chairul Zen S.,al-Falaky) 01.

Ilmu Falak ; Suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang pengetahuan segala benda yang terdapat di angkasa raya. 02. Falak; Orbit ; lintasan benda langit. Ilmu Falak adalah ilmu yang mempeljari tentang prilaku bendabenda langit untuk keperluan perhitungan waktu, dan posisi kedudukan benda-benda langit di ekliptika. 03. Hisab; Ilmu ; Hisab artinya menghitung; Ilmu Hisab adalah ilmu yang mmpelajari tentang selukbeluk perhitungan atau aritmatika. Termasuk di dalamnya Ilmu Faraidh yang memang tidak pernah terlepas dari pada hitung-menghitung. Dalam pengertian yang lebih khusus; Ilmu Hisab adalah membahas tentang perhitungan ijtima dan posisi hilal setiap awal bulan baru qomariah, termasuk juga waktu-waktu shalat dan perhitungan kemiringan sudut arah tepat qiblat. 04. al-Falaky; Ahli Falak, diantara ahli falak yang terkenal sejak ratusan tahun yang silam adalah khalifah al-Mamun, Ulugh Beikh, al-Batthany, Ibnu as-Syakir yang bahkan telah berhasil menyusun table-tabel penting untuk perhitungan secara tepat dan akurat. 05. Hisab Urfiy; Sistim perhitungan tanggal berdasarkan kepada peredaran umur rata-rata bulan qomariah mengelilingi bumi. Karenanya dapat diterapkan umur bulan secara rata-rata. Hisab Urfiy ini hanya dipergunakan untuk penanggalan muamalah secara internasional bukan untuk pelaksanaan ibadah secara syariy. 06. Hisab Haqiqiy; Sistim perhitungan penentuan awal dan akhir bulan qomariah berdasarkan kepada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya; oleh sebab itu lebih banyak diikuti. Menurut aliran ini, umur dalam satu bulan qomariah tidaklah beraturan antara 29 dan 30 hari, melainkan bisa saja berurutan antara 29 atau 30 hari dalam beberapa bulan qomariah. Di Indonesia, sistim hisab haqiqiy ini dapat dikelompokkan menjadi tiga macam kategori; yakni : Hisab Hqiqiy Taqribiy, Hisab Haqiqiy Tahqiqiy, dan Hisab Haqiqiy Kontemporer. 07. Hisab Haqiqiy Taqribiy; Kelompok sistim hisab ini mempergunakan data bulan dan matahari berdasarkan pada data dan table hisab Ulugh Beikh dengan proses perhitungan yang sederhana. Hisab sistim ini hanya dengan cara : tambah, kurang, kali dan bagi; tanpa menggunakan teori sistim ilmu segitiga bola. Adapun kelompok yang termasuk dalam kategori Hisab Haqiqiy Taqribiy ini adalah sebagai berikut : a. Sullamun Nayyirain oleh Muhammad Manshur ibn Abd. Hamid ibn Muhammad ad-Damiri alBatawiy, dengan lokasi markaz observasinya kota Jakarta (=lintang : -06o 10 LS, bujur : 106o 49 BT ). Dengan Jazairul Khalidat (=garis bujur bumi) sebagai bujur standard 00 adalah Ujung Timur Amerika Latin atau pada posisi bujur geografis : 350 11 BB. b. Tadzkiratul Ikhwan oleh KH. Dahlan al-Semarangy, dengan lokasi markaz observa sinya kota Semarang (=lintang : -070 00 LS, bujur : 1100 24 BT ). c. Fathurraufil Manan oleh Abu Hamdan ibn. Abd. Jalil ibn. Abd. Hamid al-Kudusy; dengan lokasi markaz observasinya kota Semarang (=lintang : -070 00 LS, bujur : 1100 24 BT ).
Page 1 of 10

d. al-Qawaidul Falakiyah oleh Abdul Fatah as-Sayyid at-Thuhy al-Falaky; dengan markaz observasinya kota Mesir (=lintang : 300 05 LU, bujur : 310 00 BT ). e. as-Syamsu Wal Qomar (Matahari & Bulan Dengan Hisab) oleh al-Ustadz Anwar Katsir al-Malangi, 1978 M.; dengan lokasi markaz observasinya kota Surabaya (Jawa Timur; lintan : -070 25 LS, bujur : 1120 30 BT ). f. Jadawilul Falakiyah oleh KH. Qusyairi al-Pasuruaniy, dengan lokasi markaz observasinya kota Pasuruan (=lintang : -070 40 LS, bujur : 1120 55 BT ). g. Risalah Syamsul Hilal oleh KH. Noor Ahmad ibn Shadiq ibn. Saryani al-Jepara; dengan lokasi markaz observasinya kota Semarang (=lintang : -070 00 LS, bujur : 1100 24 BT ). h. Risalatul Qomarain oleh KH. Mawawi Muhammad Yunus al-Kadiriy; dengan lokasi markaz observasinya kota Kediri (=lintang : -070 49 LS, bujur : 1120 00 BT). i. Risalatul Falakiyah oleh KH. Ramli Hasan al-Gresikiy; dengan lokasi markaz observasinya kota Gresik (=lintang : -070 10 LS, bujur : 1120 40 BT ). j. Risalatul Hisabiyah oleh KH. Hasan Basri al-Gresikiy; dengan lokasi markaz observasinya kota Gresik (Jawa Timur; lintang : -070 10 LS, bujur : 1120 40 BT). 08. Hisab Haqiqiy Tahqiqiy; Kelompok sistim ini menggunakan table-tabel yang sudah dikoreksi dan menggunakan perhitungan yang relative lebih rumit dari pada kelompok aliran Hisab Haqiqiy Taqribiy serta telah memakai ilmu ukur segitiga bola. Adapun kelompok yang memakai aliran hisab falakiyah ini adalah sebagai berikut : a. al-Mathlaus Said Fi Hisabil Kawakib Ala Rusydil Jadid oleh Syeikh Husein Zaid al-Mishra; dengan lokasi markaz observasinya kota Mesir (lintang : 300 05 LU, bujur : 310 00 BT ). b. al-Manahijul Hamidiyah oleh Syeikh Abdul Hamid Mursy Ghaisul Falakiy as- Syafiiy; dengan lokasi markaz observasinya kota Mesir (=lintang : 300 05 LU, bujur : 310 00 BT ). c. Muntaha Nataijul Aqwal oleh KH. Muhammad Hasan As-Ariy al-Pasuruaniy; dengan lokasi markaz observasinya kota Makkah al-Mukarramah (=lintang : 210 25 LU, bujur : 390 50 BT ). d. al-Khulashatul Wafiyyah oleh KH. Zubeir Umar al-Jailaniy as-Salatiga; dengan lokasi markaz observasinya kota Makkah al-Mukarramah (=lintang : 210 25 LU, bujur : 390 50 BT ). e. Badiatul Mitsal oleh KH. Muhammad Mashum ibn. Ali al-Jombangi; dengan lokasi markaz observasinya kota Jombang (Jawa Timur, lintang : -070 48 LS, bujur : 1120 12 BT ). f. Hisab Haqiqiy oleh KH. Muhammad Wardan Dipaningrat al-Yogyakarta; dengan lokasi markaz observasinya kota Yogyakarta (Jawa Tengah; lintang : -070 48 LS, bujur : 1100 21 BT ). g. Nurul Anwar oleh KH. Noor Ahmad Shadiq ibn. Saryani al-Jepara; dengan lokasi markaz observasinya kota Jepara (Jawa Tengah; lintang : -060 36 LS, bujur : 1100 40 BT ).

Page 2 of 10

h. Ittifaq Dzatil Bain oleh KH. Muhammad Zuber Abd. Karim al-Gresikiy; dengan lokasi markaz observasinya kota Surabaya (Jawa Timur; lintang : -070 15 LS, bujur : 1120 45 BT ). 09. Hisab Haqiqiy Kontemporer; Kelompok aliran sistim ini dalam teoritis dan aplikasinya telah menggunakan media komputerisasi dan peralatan canggih seperti : Kompas, Theodolit, GPS, dan sebagainya. Dalam perhitungan data-data hisab nya menggunakan rumus-rumus yang sangat rumit disamping menggunakan teori ilmu ukur segitga bola , semua data hisab diprogramkan melalui perangkat komputerisasi untuk memperkecil kesalahan dalam perhitungan dan akurasi hasil perhitungan sesuai dengan kenyataannya di markaz observasi. Adapun kelompok aliran hisab ini adalah sebagai berikut : a. New Combinations (New Comb) oleh KH. Bidron Hadi al-Yogyakarta (=modifikasi sistim new comb USA); dengan lokasi markaz observasinya kota Malang (lintang: -070 59 LS, bujur : 1120 30 BT) menurut Waktu Jawa (=J M T ). b. Almanak Nautika oleh Jawatan TNI AL dinas Hidro-Oseanografi, Jakarta. Diterbitkan setiap tahun oleh Her Majestys Nautical Almanac Office, Royal Greenwich Observatory, Cambridge, London. , dengan lokasi markaz observasinya kota Green Wich-London (=lintang : 600 00 LU, bujur : 000 00 BT ). Sistim Almanak Nautika ini pertama sekali dikembangkan di Indonesia oleh H. Saadoeddin Djambek (+Ketua Badan Hisab & Rukyah Depag RI yang pertama). c. Astronomical Tables of Sun, Moon, and Planets oleh Prof.Dr. Jean Meeus, Belgia, 1982 M., dengan lokasi markaz observasinya kota Greenwich-London. d. Islamic Calender oleh Dr. H. Muhammad Ilyas, Malaysia, dengan lokasi markaz observasinya kota Greenwich-London. e. Ephemeris Hisab & Rukyat dihisab oleh Team Ahli Badan Hisab & Rukyat Depaertemen Agama RI Pusat, Jakarta, diterbitkan setiap tahun , pertama kali terbit pada tahun 1993 M. Adapun lokasi markaz observasinya adalah kota Greenwich-London. f. Inproved Lunar Astromomical & Tables oleh EW. Brown, dengan lokasi markaz observasinya kota Greenwich-London. g. Hisab Awal Bulan oleh al-Ustdz H. Saadoeddin Djambek; dengan lokasi markaz observasinya kota Greenwich-London. 10. Catatan Khusus : Istilah Ilmu Hisab Haqiqiy dan Pengelompokannya menjadi tiga macam kategori tersebut muncul pertama sekali pada acara Seminar Sehari Hisab & Rukyat Departemen Agama RI pada tanggal 27 April 1992 M. di Tugu Bogor (Jawa Barat). Pengelompokan tersebut dikemukakan oleh KH. Noor Ahmad ibn. Shadiq ibn. Saryani (pengasuh Pondok Pesantren Jepara) dan Drs. H. Taufiq SH. Adapun maksudnya untuk menunjukkan bahwa sistim kitab-kitab yang telah ada dan menggunakan kaedah-kaedah ilmu ukur segitiga bola. Pengelompokan sistim hisab tersebut didasarkan kepada data dan cara yang ditempuh oleh seluruh sistim tersebut. Kelompok aliran Hisab Haqiqiy Taqribiy menggunakan data tabel dan proses sederhana tanpa ilmu ukur segitiga bola. Kelompok aliran Hisab Haqiqiy Tahqiqiy menggunakan tabel dan proses perhitungannya lebih panjang, serta ilmu ukur segitiga bola. Kelompok aliran Hisab Haqiqiy Kontemporer menggunakan tabel dan proses lebih panjang serta ilmu ukur segitiga bola. Data pada hisab haqiqiy kontemporer tersebut dicari

Page 3 of 10

berdasarkan rumus-rumus tertentu yang cukup rumit, sehingga biasanya proses pencariannya menggunakan computer untuk memudahkan perhitungan dan memperoleh hasil data yang ter-akurat. 11. Sistim Penentuan Awal/Akhir Bulan Qomariah ; terdapat beberapa methode atau cara yang diperhitungkan , sebagai berikut : a. Hisab Urfiy dan Taqribiy; untuk memberikan perkiraan hari-hari terakhir bulan qo-mariah, seperti yang tercantum pada halaman pertama dalam kitab Badiatul Mitsal,dan pada kitab al-Khulashatul Wafiyyah. b. Hisab Haqiqiy Bittaqribiy(=hisab konvensional); adalah untuk memberikan pencarian jam-jam terakhir di bahagian akhir bulan qomariah. Contoh : seperti yang tercantum pada halaman kitab Sullamun Nayyirain, Fathurraufil Manan, al-Qawaidul Falakiyah, dan lain-lain. c. Hisab Haqiqiy Bittahqiqiy; adalah untuk memberikan perkiraan menit-menit terakhir pada suatu jam di akhir bulan qomariah. Contoh ; seperti yang tercantum dalam kitab al-Khulashatul Wafiyyah (=uraiannya di bahagian tengah kitab tersebut), Jean Meeus, dan lain-lain. d. Hisab Kontemporer ; hamper sama dengan hisab haqiqiy bittahqiqiy, akan tetapi data-data hisab yang dipakai selalu didasarkan kepada data-data yang terakhir. Contoh : seperti Almanak Ephemeris, Al-Manak Nautika, dan lain-lain. Dari penelitian yang dilakukan dari berbagai sistim yang ada, ternyata bahwa hasil hisab kontemporer lah mempunyai akurasi yang cukup tinggi. Oleh karenanya, hisab kontemporer inilah yang dijadikan sebagai standard dalam kegiatan navigasi, antariksa, rukyatul hilal, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan segala fenomena alam semesta. 12. Garis Tanggal Hijriah ; adalah garis batas antara tempat-tempat yang ke-esokan hariya sudah masuk bulan baru qomariah dengan tempat-tempat yang belum masuk. Secara Tekhnis; garis tanggal Hijriah ini merupakan batas antara tempat-tempat yang di sana hilal mungkin terlihat (=karena berada di atas garis ufuk), dan tempat-tempat yang hilal tidak mungkin terlihat (=karena masih berada di bawah garis ufuk) saat matahari terbenam. Sebagaimana matahari terbit dan terbenam di atas permukaan bumi pada saat-saat tertentu, maka bulan pun terbit dan terbenam dengan cara yang sama pula. Dengan demikian, garis batas tanggal tersebut ditentukan oleh tempat-tempat yang di sana bulan dan matahari terbenam secara bersamaan. Garis yang menghubungkan tempat-tempat tersebut menurut para Ulama Falak Indonesia (al-Ustadz Saadoeddin Djambek) dinamakan dengan istilah, Garis Batas Tanggal; sedangkan menurut Taqwim Ditbinbapera Departemen Agama RI dinamakan dengan istilah, Garis Ketinggian Hilal Nol Derjat. Garis Ijtima ini tidak membujur Utara-Selatan atau Timur-Barat, namun miring dan melengkung . Garis ini bergeser setiap bulan. 13. Mana Rukyah (=harfiyah); Melihat; yakni melihat dengan mata kepala. Dengan kata lain adalah sebagai pengamatan terhadap hilal. Rukyah untuk menentukan awal bulan qomariah dilakukan di tempat-tempat yang terbuka, utamanya di tepi pantai laut lepas. Di wilayah Indonesia terdapat 30 titik markaz observasi pengamatan rukyah hilal dari Sabang hingga Merauke. Diantaranya adalah terletak di tepi pantai; yakni sebagai berikut : a. Pelabuhan Ratu, Sukabumi di Jawa Barat. b. Parang Tritis di Jawa Barat. c. Tanjung Kodok di Jawa Timur. d. Pelabuhan Sabang di Aceh Darussalam.
Page 4 of 10

e. Merauke di Irian Barat. 14. Rukyah Bil Fili; adalah merupakan usaha untuk melihat hilal dengan mata telanjang pada saat matahari terbenam pada tanggal 29 bulan qomariah. Bila hilal dapat dilihat, maka malam itu dank eesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal satu bulan qomariah berikutnya, sedangkan bila hilal tidak berhasil dilihat, maka tanggal satu bulan qomariah tersebut ditetapkan pada malam hari berikutnya (=hari lusanya). Maka bilangan hari dari bulan yang sedang berjalan digenapkan (=di-istikmalkan) menjadi 30 hari. Sistim Rukyah Bil Fili inilah yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW. dan juga para shahabat beliau. 15. Ijtima (Konjungsi,Crescent); adalah suatu kondisi ketika bulan dalam peredaranya mengelilingi bumi berada di antara bumi dan matahari; dan posisinya paling dekat ke matahari. Kondisi ini terjadi satu kali setiap bulan qomariah. Maka jelaslah bahwa Ijtima berlaku untuk setiap tempat di permukaan bumi, permukaan bulan dan matahari. Waktu ijtima untuk suatu bulan qomariah sama di seluruh dunia. Bila pada saat ijtima tersebut matahari terbenam, maka di tempat tersebut juga bulan tepat sedang terbenam. Maksudnya , pada saat matahari terbenam, bulan (=hilal) berada pada ketinggian nol derjat; maka disebut tempat tersebut tempat ketinggian hilal nol derjat. Oleh karena bumi berputar pada sumbunya dari Barat ke Timur; maka tempat-tempat yang berada di sebelah Timur tempat ketinggian nol derjat akan melihat matahari terbenam lebih dahulu dari pada tempat-tempat ketinggian nol derjat. Jadi, pada saat ijtima terjadi, di tempat-tempat tersebut matahari sudah berada di bawah garis ufuk, demikian pula halnya bulan (=hilal) yang berada segaris pada saat ijtima. Ini berarti bahwa pada saat matahari terbenam, di tempat-tempat sebelah Timur tempat ketinggian hilal nol derjat, hilal tidak mungkin dapat dilihat atau dirukyah karena sudah terbenam (=berada di bawah garis ufuk mari). Sebaliknya, di tempat-tempat sebelah Barat tempat ketinggian hilal nol derjat, matahari terbenam lebih lambat dari pada waktu ijtima, sehingga ijtima terjadi sebelum matahari terbenam. Pada saat matahari terbenam, hilal belum terbenam karena dilihat dari tempat di permukaan bumi, bulan beredar lebih lambat dari pada matahari. Dengan demikian, ketika matahari terbenam, hilal masih berada di atas ufuk mari sehingga ada peluang untuk dapat dirukyah. Semakin jauh tenggang waktu antara ijtima dengan waktu matahari terbenam, maka semakin tinggi hilal di atas ufuk mari sehingga semakin besar pula peluang terlihat pada saat pelaksanaan rukyah. 16. Kriteria Imkan Rukyah; Arti dasar : perhitungan kemungkinan hilal terlihat. Selain memperhitungkan wujudnya hilal di atas ufuk mari , ahli hisab juga memperhitungkan berbagai faktor lain yang menentukan terlihatnya hilal bukan hanya keberadaannya di atas ufuk mari , melainkan juga ketinggiannya di atas garis ufuk mari dan posisinys yang cukup jauh dari matahari. Jadi, dalam hisab kriteria imkan rukyah; kemungkinan praktek observasi rukyah (=actual sighting) diperhitungkan dan diantisipasi. Dalam hisab kriteria imkan rukyah, selain kondisi dan posisi hilal, diperhitungkan juga kuat cahayanya (brightnes) dan batas kemampuan mata manusia. Dalam menyusun hipotesanya dipertimbangkan pula data statistic keberhasilan dan kegagalan rukyah, perhitungan teoritis dan kesepakatan di atara para ahli falak dan astronomi. Hisab kriteria imkan rukyah adalah merupakan yang paling mendekati persyaratan yang dituntut oleh fiqh dalam penentuan waktu pelaksanaan ibadah syari. 17. Makna Kemungkinan Terlihat Pada Kriteria Imkan Rukyah; Yakni bila pada saat dan setelah matahari terbenam hilal masih berada di atas garis ufuk mari, maka ada kemungkinan hilal akan terlihat. Adapun syaratnya adalah langit harus terlihat cukup cerah tidak berawan, dan kondisi alam maupun kondisi si pengamat mendukung. Oleh sebab itu, hadirnya hilal di atas ufuk mari disebutkan sebagai kemungkinan hilal dapat dilihat (=imkan rukyah). Semakin tinggi hilal berada di atas ufuk mari , maka semakin besar pula kemungkinan terlihat. Sebab, selain lebih mudah dilihat karena lebih

Page 5 of 10

jauh ketinggiannya dari pada matahari yang sudah terbenam, semakin panjang waktu untuk melakukan pengamatan sebelum hilal tersebut terbenam. 18. Makna Hasil Hisab; Data yang menunjukkan kapan bulan dan matahari berada dalam kedudukan ijtima, berapa derjat ketinggian (altitude) dan azimuth (=sudut kemiringan arah) bulan ketika matahari terbenam, kapan bulan terbenam, dsb. Hasilnya bias berbeda sedikit ataupun banyak antara satu dengan lainnya tergantung pada cara perhitungan hisabnya. 19. Makna Kesimpulan Hisab; Pernyataan kapan saat suatu awal bulan qomariah terjadi. 20. Ufuk Mari (Ufuk Pandangan); Garis singgung pandangan mata dengan permukaan bumi, dan batasan ini lebih nyata mendekati keadaan sebenarnya pada saat rukyah. Hisab Haqiqiy hanya memperhitungkan wujud hilal di atas ufuk pandangan atau ufuk sesungguhnya. Adapun dasar anggapannya adalah asalkan hilal ada di atas garis ufuk, maka ke-esokan harinya dapat dipastikan merupakan awal bulan baru qomariah. Seberapa tinggi hilal berada di atas garis ufuk dan seberapa jauh arah pandangannya dari arah ke matahari tidaklah dipermasalahkan. Dengan demikian, bahwa hisab kriteria haqiqiy masih kurang realistis. 21. Terhadap Ketentuan Keberadaan Adanya Hilal di Atas Ufuk Mari ; Terdapat 3 macam kategori criteria; yakni sebagai berikut : a. Hilal dianggap sudah wujud ketika ijtima terjadi sebelum matahari terbenam. b. Hilal dianggap sudah muncul bila pada saat matahari terbenam, hilal diperhitungkan telah berada di atas ufuk haqiqiy (=true horizon). c. Hilal dianggap telah muncul bila pada saat ghurub matahari menurut perhitungan berada di garis ufuk mari (=visible/ apparent horizon). 22. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terhalangnya Pandangan Ke Arah Hilal; Menurut teoritis dan aplikasi di lapangan sebagai berikut : a. Ketebalan awan; dalam kondisi berawan, mendung , awan tebal dan awan hitam. b. Partikel atau butiran kecil yang menghambat pandangan yang berasal dari pada air (hydrometeor); seperti : kabut mist (kabut tipis) dan hujan, serta partikel lainnya (litometeor) seperti : debu dan asap. Catatan : Partikel-partikel tersebut mempunai dampak terhadap pandangan; mengurangi cahaya, mengaburkan citra (bayangan) dari benda yang diamati, dan menghamburkan cahaya. Dalam hal ini, awan bias menyebabkan ketiga dampat tersebut tergantung pada ketebalan dan bahan asal awan. Hujan yang ringan akan membatasi pandangan antara 3 s/d 10 Km. Hujan yang lebat akan membatasi pandangan antara 50 Mtr s/d 500 Mtr. Dengan demikian, factor hujan menyebabkan ketidak mungkinkan dapat dilakukannya rukyah terhadap hilal yang jaraknya rata-rata 380.000 Km. Sedangkan kabut dapat juga membatasi pandangan hingga jarak sekitar 1 Km., kabut tipis tidak menghambat pandangan lebih jauh. Namun keduanya tetap tidak memungkinkan rukyah bil fili. 23. Hilal Tanggal Satu; Hilal yang terlihat pertama sekali setelah menghilang dari langit pada malam sebelumnya. Catatan : Ketika terlihat pertama sekali, hilal sangat redup (=kuat cahayanya adalah 1% dari kuat cahaya purnama), dan hilal sangat tipis (hanya sekitar 1% dari luas bulan purnama) serta hilal tidak terlalu tinggi di atas ufuk mari (sekitar kurang dari 10 derjat). Ke-esokan petang harinya, hilal sudah lebih tebal sekitar empat kali lebih terang dengan ketinggian yang bias mencapai sekitar 20 derjat. Ketentuan kepastian wujudnya hilal tanggal satu qomariah dengan tanggal lainnya adalah berdasarkan hasil perhitungan hisab.
Page 6 of 10

24. Ketinggian Minimum Hilal; Dalam hal ini para Ulama Falak dan astronom berbeda pendapat tentang ketentuan patokan ketinggian minimum hilal supaya dapat terlihat, sebagai berikut : Khusus untuk wilayah Indonesia dan juga Mabims (=Malaysia, Brunai Darussalam, Indonesia, Singapure) menetapkan bahwa ketinggian minimum hilal di atas ufuk mari adalah 2 derjat. Menurut Danjon (berdasarkan kajian ilmiah astronomi) kriterianya adalah bahwa jarak busur antara bulan dan matahari pada saat matahari terbenam minimum 7 derjat, hal ini didasarkan kepada dalil Phytagoras : ( jarak busur )2 = (tinggi hilal)2 + (beda azimuth matahari dan bulan)2 Hilal berpeluang terlihat dengan mata telanjang dengan kemungkinan 50 : 50 ; yang disusun berdasarkan kesepakatan Istambul pada Konferensi Almanak Islam pada tahun 1978 M. yakni jarak busur minimal 8.0 derjat, tinggi hilal minimal 5.0 derjat. d. Menurut Ilyas, kriterianya adalah bahwa jarak busur minimal 10.5 derjat, tinggi hilal 5.0 derjat.

25. Wilayatul Hukmi; Prinsif ini adalah salah satu dari tiga macam kategori konsepsi fiqh Islam; menurut Imam Hanafi dan Maliki penanggalan qomariah harus sama di dalam satu wilayah hokum suatu negara. Menurut Imam Hambali, kesamaan tanggal qomariah ini harus berlaku di seluruh dunia di bahagian mana malam dan siang yang sama. Sedangkan menurut Imam Syafiiy, penanggalan qomariah ini hanya berlaku di tempat-tempat yang berdekatan sejauh jarak yang dikatakan satu mathla. Inilah prinsif mathla dalam mazhab Syafiiy. Indonesia menganut prinsif wilayatul hukmi; yakni bahwa hilal terlihat di manapun dalam wilayah wawasan nusantara, maka telah dianggap berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Meskipun wilayah Indonesia dilewati oleh garis penanggalan Islam Internasionalyang secara tekhnis berarti bahwa wilayah Indonesia terbagi atas dua bahagian yang mempunyai tanggal hijrah berbeda; maka seluruh ummat Islam di Indonesia melaksanakan ibadah puasa dan berhari raya secara serentak. 26. Mathla Hilal; Hampir semua kitab fiqh yang membicarakan tentang ibadah puasa,membicarakan juga tentang beda mathla dalam rangka menjelaskan ukuran jarak antara dua tempat sehubungan dengan pengaruh rukyah. Adapun ukuran jarak antara dua tempat tersebut adalah sebagai berikut : a. Musafah Qoshar; yakni jarak dua tempat tersebut adalah 16 farsakh atau sama dengan 88.704 Km. Dimana 1 farsakh setara dengan 5.544 Km. Ini adalah merupakan pendapat Imam al-Faraniy, Imam al-Haramain, Imam al-Ghazali, al-Baghawy, al-Rafiiy, dan Imam Nawawiy dalam kitabnya Syarh Muslim. b. Berbeda Mathla Hilal; Dalam hal ini para Fuqoha yang berpendapat bahwa ukuran jauh jarak tersebut berbeda mathla; hanya menyebutkan contohnya saja tidak memberikan suatu qoedah yang pasti sehingga dapat diketahui berbedanya mathla antara tempat rukyah dengan tempat yang lain. Sehingga hal ini menimbulkan perbedaan pendapat di antara mereka tentang kriteria beda mathla antara dua tempat tersebut menjadi tiga macam versi; yakni : 1. Menurut Ibn Hajar al-Haitamiy mengutip pendapat dari Ardubili bahwa berbeda mathla itu ialah jauh antara dua tempat yang apabila nampak hilal di suatu tempat biasanya tidak tampak pada tempat yang lain. Sedangkan menurut as-Syarwaniy mengutip pendapat dari al-Kurdy bahwa berbeda antara dua tempat pada masa terbit fajar, matahari dan bintang-bintang begitu pula masa terbenamnya. Hal ini disebabkan karena berbeda pada lintang dan bujur geografisnya. Jika Bujur geografisnya sama, mesti sama pula pada masa rukyah hilal walaupun nilai lintang geografisnya sangat besar perbedaannya. AlBujairamiy juga mengutip pendapat al-Qalyubiy dengan tambahan persis sama ( ). Sedangkan Muhammad ar-Ramliy mengutip penapat dari al-Tibrizy berpendapat bahwa tidak mungkin berbeda mathla bila jauh antara dua tempat tidak sampai mencapai ukuran 24 farsakh ( 133.056 Km.). 2. Menurut Abdullah as-Syarqawiy mantan Rektor al-Azhar, Cairo-Mesir menjelaskan bahwa para Fuqoha umumnya berpendapat bila jauh antara dua tempat tersebut tidak sampai 24 farsakh (= 133.056 Km.) dari arah mana sajapun, maka antara kedua tempat tersebut bersamaan mathla dan bila lebih dari pada 24 farsakh, maka antara keduanya berbeda mathla.

Page 7 of 10

3. Pendapat Sayyid Utsman al-Alawiy menjelaskan bahwa yang menjadi pegangan Ulama Mutaakhkhirin; seperti : al-Bujairamy dan Abu Makhramah tentang mathla hilal adalah bila selisih bujur geografis antara dua tempat lebih besar dari 8 derjat (= 00j 32m 000 ) maka antara keduanya berbeda mathla. Para Ulama yang mengutip pendapat ini diantaranya adalah Sayyid Abdurrah man Balawiy, Muhammad Arsyad al-Banjariy, Zubeir Umar al-Jailany dan Sayyid Muhammad as-Syaliy. 27. Garis Tanggal Internasional/Date Line International; Garis khayal yang kurang lebih mengikuti bujur 1800 dan dijadikan tempat pergantian tanggal; dalam praktiknya garis tersebut melintasi Selat Bering membelok kea rah Barat Daya sampai ke Pulau Attu lalu membelok kea rah Tenggara menyusuri bujur 1800 sampai ke Kepulauan Allice lalu membelok lagi ke arah Tenggara sampai ke Kepulauan Sanva, kemudian menyusuri 1740 Bujur Barat terus sampai kea rah Selatan. 28. Inklinasi; Penyimpangan kedudukan sumbu bumi terdapat bidang datar sebesar 23.50 dan membentuk bidang ekliptika akibat dari pada inklinasi tersebut terjadi empat macam musim di permukaan bumi (=musim panas, dingin,semi, dan gugur) di daerah yang beriklim sedang. 29. Lingkaran Ekliptika; Lingkaran perjalanan gerak semu matahari sepanjang tahun di bola langit. Lingkaran ini berpotongan dengan equator di titik Aries atau Vernalekuinox dan Libra atau Autummalekuinox dan membentuk sudut sebesar 23.50 dengan equator. Titik Aries ini juga disebut dengan istilah titik semi di mana matahari mulai memasuki bola langit di bahagian Utara dalam pergerakan tahunannya. Titik Semi juga beredar di bola langit karena rotasi bumi, dan letaknya terhadap bintang-bintang dapat dikatakan tetap. 30. Tinggi Suatu Benda Langit; ialah jarak busur pada lingkaran vertical yang melalui benda langit di atas horizon. 31. Bujur Matahari (Longitude of Sun); ialah besar sudut busur antara lingkaran matahari dari Vernalequinox diukur kea rah Timur sepanjang garis ekliptika. 32. Deklinasi Matahari (Declination of Sun); ialah besar busur dari sudut khatulistiwa langit terhadap bahagian Utara dan bahagian Selatan bumi.

Page 8 of 10

Ini Uraian Mengapa Penetapan 1 Ramadan Selalu Berbeda


TRIBUNnews.com 14 jam yang lalu Laporan Wartawan Tribun Timur, Thamzil Thahir SEMENANJUNG Arab adalah bentang daratan beralam kejam di siang hari. Tandus dan kering. Namun di malam hari. Arab adalah "surga" bagi para astronom. Langit Arab di malam hari, selalu indah. Seperti China, sebagai bangsa dan peradaban tua, sastrawan Arab banyak menyanjung langit di malam hari. Malam adalah inspirasi keindahan, sedangkan siang diibaratkan "kekerasan." Tak mengherankan jika khasanah intelektual dunia soal astronomi banyak lahir di tanah Arab. Gugusan bintang-bintang banyak lahir dari istilah Arab awal. Rasi bintang Orion awalnya dikenal dengan AlJabbar, Taurus (Ath-Thawr), Canis Major (Al-Kalb Al-Akbar), Canis Minor (Al-Kalb Al-Asghar), Leo (Al-Asad), Gemini (At-Tawa'man), Scorpius (Al-'Aqrab), dan beberapa lainnya. Inilah yang menjelaskan, kenapa di banyak negara-negara Islam di Semenanjung Arab, seperti Mesir, Syira, atau Yaman dalam memutuskan 1 Ramadan, selalu merujuk ke Arab. Ke Tanah Haram, Mekkah. Bahkan Malaysia dan Jepang, yang jauh di tenggara Asia, pun senantiasa berkiblat pada penentuan 1 Ramadan atau Syawal di Mekkah. Langit Mekkah dan Jeddah, selalu lebih terang. Rasi bintang di malam hari selalu terlihat lebih jelas. Dan, memang perbedaan 1 Syawal dan 1 Ramadan hanya soal cara sistem penghitungan belaka, dan kondisi langit atau ufuk saat rukyah hilal. Ingatkah kita, di Indonesia, hampir 3 dekade di masa pemerintah Soeharto begitu kuat perbedaan "cara" itu nyaris tak pernah ada. Itu karena pemerintah kuat, dan masih punya otoritas dan kepercayaan. Sementara Indonesia umumnya menentukan sendiri, melalui pertemuan antara pemeritah dan ormasormas Islam. Dalam perhitungan 1 Ramadan dan 1 Syawal, ada yang memakai Hisab dengan perhitungan astronomi yang rumit, ada pula yang memakai Ru'yah atau melihat bulan/hilal. Ada pun yang memakai sistem Hisab berpendapat mereka melihat bulan dengan memakai ilmu kalendering. Inilah yang selama ini jadi rujukan ormas Muhammadiyah. Dengan rujukan ini, 1 Ramadan 1455, atau di 22 tahun akan datang (tahun 2034) mendatang, sudah bisa diketahui, atau disesuaikan dengan kalender masehi. Yang kedua, dengan rukyah, jika bulan terlihat, itulah saat mulai berpuasa atau berbuka puasa (Idulfitri). Inilah yang dipakai oleh pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kemenag dan Ormas Nahdlatul Ulama (NU).

Page 9 of 10

Pada Ru'yah lokal, tiap penduduk melihat bulan sendiri-sendiri, sehingga tiap kota atau tiap negara merayakan hari Idulfitri sendiri-sendiri bisa berbeda satu negara dengan negara yang lain bahkan satu kota dengan kota yang lain. Ada pun yang memakai Ru'yah Global begitu ada minimal 2 orang saksi yang dipercaya melihat bulan, maka itulah awal Ramadan atau awal Syawal. Rujukan yang terakhir ini biasanya http://moonsighting.com/ Umumnya Tim Ru'yah di Indonesia gagal melihat hilal (bulan muda) bukan karena mereka "bodoh" atau minimnya peralatan. Ini lebih disebabkan karena memang langit lagi berawan, atau banyak partikel cahaya dari bumi. Inilah yang menyebabkan bulan muda sering tertutup awan. Selain itu, Jawa yang merupakan pulau terpadat di dunia begitu terang oleh cahaya lampu-lampu gedung dan rumah-rumah sehingga langit juga terlihat lebih terang termasuk di Boscha. Akibatnya sinar-sinar bintang dan bulan terganggu dan terlihat kecil dan redup. Di Arab sebaliknya. Langit tidak berawan. Dengan luas darat yang lebih besar daripada Indonesia (2,4 juta km2) sementara jumlah penduduk cuma 1/5 pulau Jawa, banyak daerah tak bertuan yang tidak berlampu. Galap gulita. Itulah, kenapa langit dan rasi bintang di Arab pada malam hari selalu lebih indah. Sehingga langit begitu hitam kelam, sementara bintang-bintang dan bulan jadi tampak lebih besar (sekitar 4-6x lipat daripada di Indonesia) dan lebih terang. Oleh karena itu, Hilal lebih mudah terlihat di sana. Deputi Bidang Sains, Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin mengungkapkan setelah mengamati posisi bulan menyimpulkan jika nantinya akan ada potensi perbedaan dalam penetapan 1 Ramadan. Dari perjalanan bulan, diketahui bahwa pada maghrib akhir Sya'ban atau 19 Juli 2012 nanti bulan telah wujud atau tampak di Indonesia. Akan tetapi ketinggiannya kurang dari imkan rukyat. Ketentuan Imkan rukyat menggunakan kriteria yang disepakati ketinggian bulan minimal 2 derajat. Nah, karena pada 19 Juli 2012 bulan sudah wujud tetapi kurang dari 2 derajat, maka pengguna hisab wujudul hilal akan menetapkan awal Ramadan jatuh pada 20 Juli. Pengguna hisab wujudul hilal ini di antaranya adalah Muhammadiyah. Sedangkan ormas yang menggunakan hisab imkan rukyat akan menetapkan 1 Ramadan pada 21 Juli. Sementara itu, posisi hilal yang rendah tadi (antara 0-2 derajat) tidak mungkin akan berhasil di-rukyat pada 19 Juli. Maka pengguna rukyat kemungkinan besar menetapkan 1 Ramadan jatuh pada 21 Juli. Pengguna rukyat ini di antaranya adalah pemerintah dan NU (Nahdlatul Ulama).

Page 10 of 10

You might also like