You are on page 1of 27

BAB XI PEMBANGUNAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN

A. UMUM Pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan telah menunjukkan kemajuan meskipun masih mengandung berbagai kelemahan. Berbagai permasalahan keamanan yang dihadapi saat ini belum dapat diatasi secara cepat dan tepat oleh pemerintah. Sementara itu kondisi perekonomian yang masih kurang menguntungkan, mengakibatkan masyarakat semakin rentan terhadap isu-isu yang berkembang, sehingga kondisi ini semakin mempermudah timbulnya konflik vertikal maupun horisontal yang berpotensi mengancam integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga memerlukan penanganan yang lebih komprehensif dengan melibatkan berbagai komponen terkait. Kegagalan diberbagai bidang pembangunan terutama di bidang ekonomi selalu menuding gagalnya pencapaian situasi keamanan yang belum mampu memberikan jaminan rasa aman pada setiap kegiatan masyarakat sebagai penyebab utama. Akumulasi permasalahan tersebut perlu dicermati agar perilaku anarki, destruktif dan tindakan otoritarianisme dikalangan masyarakat sebisa mungkin ditekan

sehingga tidak berdampak pada proses penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara. Berbagai langkah untuk menciptakan situasi keamanan secara maksimal telah dilakukan seperti penetapan kebijakan di bidang pe4mbangunan kekuatan, pembinaan kekuatan dan operasional yang searah dengan Program Pembangunan Nasional dan hasil yang dicapai dinilai cukup memadai. Namun untuk mencapai hasil yang optimal masih memerlukan berbagai tindak lanjut yang perlu didukung oleh semua pihak. Pembangunan segenap komponen pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan dengan lebih terarah dan terpadu dengan melibatkan berbagai unsur terkait. Secara sistematis dan terencana pembangunan komponen pertahanan dan keamanan negara diawali dengan penyusunan dan penyempurnaan berbagai perangkat peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran dari Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) serta Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri, Undangundang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang RI Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Selanjutnya peraturan perundang-undangan tersebut telah diikuti dengan pembenahan kelembagaan maupun personil di kedua lembaga tersebut sesuai dengan aspirasi rakyat secara konstitusional. Dalam upaya meningkatkan kekuatan dan kemampuan pertahanan dan keamanan negara, maka untuk TNI dan Polri sebagai komponen utama telah dilakukan pemantapan satuan-satuan yang belum standar dan penyesuaian organisasi sesuai kebutuhan, sedangkan untuk komponen pendukung yang mencakup spektrum yang lebih luas dititikberatkan pada upaya inventarisasi/pendataan dan penyiapan berbagai perangkat lunak. Dengan demikian pembangunan pertahanan dan keamanan telah mencakup segenap komponen kekuatan pertahanan negara maupun kekuatan keamanan negara, dengan bobot intensitasnya pada pembangunan komponen utama TNI dan Polri.

XI 2

Tantangan dalam pembangunan pertahanan yang cukup penting adalah mengubah sikap dan mental personil TNI untuk kembali pada posisinya dalam mengemban peran dan fungsinya sebagai alat pertahanan negara. Secara internal TNI perlu membangun kembali kesadaran secara terus-menerus, bahwa tugas utama TNI adalah menghadapi kemungkinan ancaman nyata terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan negara terutama yang datang dari kekuatan asing. Tantangan lain adalah penanaman nilai-nilai kebanggaan dan kecintaan terhadap peran TNI, baik bagi masyarakat sipil maupun bagi prajurit TNI serta pemenuhan kebutuhan alutsista TNI. Hal ini kiranya bisa dicapai dengan terus menerus mengembangkan kekuatan dan kemampuan TNI agar mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik. Disamping itu, diharapkan juga mampu dibangun suatu institusi TNI yang mempunyai efek penggetar atau penangkal (deterrence effect) terhadap musuh atau calon musuh, sehingga terbangun citra bahwa TNI berkemampuan tempur tinggi dengan daya pukul yang efektif. Hal ini menjadi salah satu faktor yang penting dalam mendukung keberhasilan upaya menjaga kedaulatan dan keamanan negara serta diplomasi dalam hubungan luar negeri. Disamping itu, tingkat kesadaran masyarakat atas hak-haknya dan kebebasan arus informasi yang makin tinggi di dalam era transparansi dan proses demokratisasi, membuat segala bentuk ketidakadilan, kesenjangan, dan berbagai bentuk KKN, dapat segera diketahui secara apa adanya. Apabila hukum tidak dapat ditegakkan secara adil untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, maka dapat menimbulkan ketidakpuasan dikalangan masyarakat, yang pada gilirannya akan mengakibatkan munculnya tindakan-tindakan anarkis, sehingga dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat serta keamanan dalam negeri. Oleh karena itu perlu dibangun lembaga kepolisian efektif, efisien dan akuntable untuk mengatasi persoalanpersoalan pelanggaran hukum yang terjadi, melalui berbagai metodologi, taktik, dan teknik yang berlandaskan hukum dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN

XI 3

Pembangunan pertahanan dan keamanan dilakukan melalui program pengembangan pertahanan negara, program pengembangan dukungan pertahanan, program pengembangan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta program pengembangan keamanan dalam negeri. 1. Program Pengembangan Pertahanan Negara a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan

Tujuan program ini adalah membangun kekuatan pertahanan negara secara proporsional dan bertahap dalam rangka mewujudkan postur kekuatan pertahanan negara yang profesional, efektif, efisien serta modern dengan kualitas dan mobilitas yang tinggi sehingga mampu dalam waktu yang relatif singkat diproyeksikan ke seluruh penjuru tanah air, serta dapat dengan cepat dikembangkan kekuatan dan kemampuannya dalam keadaan darurat. Sasaran program ini adalah terwujudnya TNI yang profesional sebagai komponen utama fungsi pertahanan negara yang mampu menghadapi setiap ancaman terhadap kedaulatan dan integritas bangsa sesuai dengan perkembangan lingkungan strategis. Arah kebijakan program ini adalah mempertahankan kemampuan dan kekuatan TNI serta menyempurnakan sistem pemeliharaan termasuk sistem pendukungnya guna mempertahankan kemampuan operasional alat utama sistem senjata (alutsista) yang ada sehingga dapat diwujudkan kemampuan yang utuh dan handal. b. Pelaksanaan i. Hasil yang Dicapai

Upaya pengembangan pertahanan negara mencakup pembangunan sistem, pembangunan personil, pembangunan

XI 4

materiil dan pembangunan fasilitas yang ditempuh melalui pengembangan pertahanan Mabes TNI, pengembangan pertahanan matra darat, pengembangan pertahanan matra laut, dan pengembangan pertahanan matra udara. Pengembangan Pertahanan Mabes TNI Mabes TNI sebagai instansi pembina dan pengguna kekuatan TNI melakukan kegiatan pemantapan pola-pola operasi pertahanan dan penyiapan perangkat lunak berkaitan dengan strategi pertahanan di seluruh wilayah Indonesia. Dalam upaya penyediaan data dan informasi yang berkaitan dengan program pembangunan TNI, dilaksanakan pengembangan sistem informasi pertahanan melalui penyediaan dan pengembangan jaringan komunikasi, elektronika dan teknologi informasi yang dapat menyebarluaskan informasi yang proporsional untuk kepentingan bangsa Indonesia serta menangkal berita-berita yang tidak menguntungkan. Disamping itu, dalam rangka mewujudkan sistem komando dan pengendalian (siskodal) telah diadakan beberapa peralatan sistem Komando, Kendali, Komunikasi dan Informasi (K3I). Pengembangan sumber daya manusia TNI dilaksanakan melalui kegiatan pendidikan pertama dan pengembangan. Khusus untuk pembentukan perwira berasal dari 3 sumber meliputi: Akademi TNI, hasil didik dari perguruan tinggi (sarjana), serta pendidikan Sekolah Calon Perwira (Secapa). Jumlah kekuatan personil TNI sampai dengan triwulan kedua pada tahun 2004 mencapai 355.634 orang yang terdiri dari: 274.061 personil TNI-AD, 55.451 personil TNI-AL, dan 25.732 personil TNI-AU. Upaya pengembangan sumber daya manusia TNI yang sudah ada juga ditempuh melalui pendidikan dan pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri seperti pengiriman perwira-perwira TNI untuk program pendidikan lanjutan dan pelatihan yang

XI 5

diselenggarakan sendiri maupun atas dasar perjanjian kerja sama dengan negara-negara sahabat. Untuk mendukung kesiapan tempur TNI, telah diadakan beberapa peralatan yang dilaksanakan secara terpusat antara lain pengadaan munisi kaliber kecil dan munisi kaliber besar, pengadaan senjata ringan, pengadaan tabung pelontar/roket, serta pengadaan fasilitas seperti peralatan komunikasi, berbagai jenis kendaraan bermotor, dan perbaikan gedung kantor. Pengembangan Pertahanan Matra Darat TNI-AD sebagai inti kekuatan pertahanan di wilayah daratan nasional dikembangkan melalui upaya pembinaan kemampuan dan pembangunan kekuatan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan kesiapan operasional satuan Kostrad dan Kopassus serta satuan-satuan kewilayahan di 12 Kodam, baik pembangunan sistem, personil, materiil maupun pembangunan fasilitas serta sarana dan prasarana. Dalam rangka pembangunan sistem telah dilaksanakan penyusunan berbagai perangkat lunak yang berupa doktrin Kartika Eka Paksi, petunjuk induk, petunjuk pembinaan dan petunjuk administrasi serta petunjuk teknis. Sedangkan pembangunan personil dilakukan melalui pengadaan prajurit TNI-AD. Pada tahun 2000 jumlah personil TNI-AD adalah sebanyak 251.097 orang. Sampai dengan triwulan pertama tahun 2004 jumlah personil TNI-AD mencapai sebanyak 274.061 orang yang terdiri dari 29.963 orang perwira, 114.486 orang bintara, dan 129.612 orang tamtama. Untuk pembangunan materiil, antara lain telah dilakukan pengadaan dan pemeliharaan alutsista yang meliputi pengadaan Helikopter Serbu MI-35, alat komunikasi, Night Vision Goggles (NVG), kendaraan angkut personil serta

XI 6

pemeliharaan pesawat terbang, kendaraan tempur dan meriam. Selain itu berbagai peralatan khusus seperti Payung Udara Orang (PUO), Rompi Anti Peluru dan pisau serbaguna serta alat mountainering telah diadakan guna mendukung kesiapan operasional satuan. Guna memperpanjang usia pakai alutsista TNI-AD telah dilaksanakan retrofitting kendaraan tempur, repowering kendaraan penarik meriam dan pemeliharaan pesawat terbang. Adapun pembangunan fasilitas pangkalan telah dilaksanakan melalui pembangunan fasilitas bagi Satuan Tempur (Satpur), Bantuan Tempur (Banpur), Satuan Intel (Satintel), Komando Teritorial (Koter) dan Lembaga Pendidikan Daerah. Selanjutnya, upaya peningkatan kesejahteraan prajurit ditempuh melalui perbaikan mess prajurit serta pembangunan dan perbaikan rumah dinas yang diprioritaskan untuk satuan lembaga pendidikan. Pengembangan Pertahanan Matra Laut TNI-AL sebagai inti kekuatan pertahanan di wilayah laut nasional dikembangkan melalui upaya pembinaan kemampuan dan pembangunan kekuatan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan Marinir dengan peralatannya, kapal-kapal perang, dan pesawat udara, serta melengkapi dan memantapkan penyelenggaraan pertahanan wilayah laut, baik di kawasan Barat maupun Timur Indonesia. Upaya penyempurnaan sistem dan strategi pertahanan wilayah laut antara lain dilakukan melalui survei hidrooceanografi guna mendapatkan peta dan alur pelayaran, pengembangan sistem informasi terpadu TNI-AL serta pembangunan sistem informasi pusat komando dan pengendalian (Puskodal). Pada tahun 2000 jumlah personil TNI-AL sebanyak 52.390 orang. Dalam rangka pengembangan personil, sampai dengan triwulan pertama XI 7

tahun 2004 terjadi peningkatan jumlah personil TNI-AL sehingga mencapai sebanyak 55.451 orang yang terdiri dari 7.567 orang perwira, 23.356 orang bintara, dan 24.528 orang tamtama. Dalam rangka mengoptimalkan kekuatan dan kemampuan TNI-AL telah dilaksanakan pembangunan materiil berupa pengadaan kapal jenis KAL-12M, KAL28M. Upaya untuk meningkatkan kemampuan kapal atas air, dilakukan perpanjangan usia pakai (PUP) KRI. Adapun peningkatan kesiapan operasional terhadap kemampuan yang ada TNI-AL menitikberatkan pada upaya perbaikan/ pemeliharaan kapal dan pesawat terbang. Untuk itu peningkatan kemampuan angkutan logistik, patroli maritim, dan intai taktis, dilakukan dengan meningkatkan kemampuan pesawat udara yang meliputi: pemeliharaan berkala, overhaul engine, perbaikan dengan menggunakan X-Ray, serta modifikasi sistem komunikasi, dan modifikasi Center Troof Sead pesawat udara. Dengan keterbatasan alutsista, maka gelar operasi laut lebih diprioritaskan pada kawasan laut yang dinilai rawan diantaranya kawasan perairan Selat Malaka sampai Laut Natuna. Kegiatan operasi TNI AL di seluruh perairan Indonesia dilaksanakan oleh Kotama yaitu Koarmabar, Koarmatim, dan Kolinlamil, yang terdiri dari: (a) Operasi Prioritas yang meliputi: operasi pengamanan ALKI, operasi pengamanan kepulauan Natuna dan Sangihe-Talaud, dan operasi keamanan laut; (b) Operasi Terpilih yang meliputi: operasi pengamanan obyek vital, Patroli Koordinasi (Patkor) Indindo (India-Indonesia), Patkor Philindo (PhilipinaIndonesia), Patkor Malindo (Malaysia-Indonesia), Patkor Indosin (Indonesia-Singapura); (c) Operasi Preventif melalui penggelaran operasi intelijen dan operasi klandestein (d) Operasi Represif yang meliputi operasi anti terror dan satgas PPRC; (e) Operasi Dukungan Angkatan Laut Militer untuk mendukung pergeseran pasukan; (f) Operasi Bantuan Kepolisian di daerah Maluku dan Papua; dan (g) Operasi

XI 8

lain-lain yang meliputi: Operasi Survey Hidrografi, Surya Bhaskara Jaya dan Operasi Terpadu Pemberantasan Penyelundupan (Operasi Libas). Disamping itu, dalam rangka pengembangan fasilitas telah dilakukan pembangunan dan rehabilitasi fasilitas pangkalan yang meliputi pembangunan beberapa dermaga, pembangunan base operations, pembangunan Lanal, serta pembangunan Mako Lanal. Adapun upaya peningkatan kesejahteraan prajurit ditempuh melalui perbaikan mess, rumah dinas dan pembangunan balai pengobatan, serta pembangunan UGD di RSAL beserta peralatan kesehatannya. Pengembangan Pertahanan Matra Udara TNI-AU sebagai inti kekuatan pertahanan di wilayah udara nasional dikembangkan melalui upaya pembinaan kemampuan dan pembangunan kekuatan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan satuan-satuan operasi, satuan pertahanan udara dan Pasukan Khas TNI-AU dalam rangka optimalisasi Wing Paskhasau, serta memantapkan dan mengembangkan secara bertahap kemampuan satuansatuan TNI-AU yang berada dalam jajaran Komando Operasi I dan Komando Operasi II. Dalam upaya pemantapan sistem pertahanan udara nasional khususnya wilayah Indonesia Timur yaitu dalam rangka meningkatkan kemampuan pengawasan udara, identifikasi, intersepsi dan penindakan sasaran udara, telah dibangun secara bertahap Komando Sektor Hanudnas IV yang bermarkas di Biak. Disamping itu dibangun pula Satrad 25U di Lanud Eltari Kupang. Dalam rangka pembangunan personil, pada tahun 2000 jumlah personil TNI-AU adalah sebanyak 22.681 orang dan sampai dengan triwulan pertama tahun 2004 jumlah personil TNI-AU mencapai sebanyak 25.732 orang yang terdiri dari 6.548 orang perwira, 11.871 orang bintara, dan 7.313 orang tamtama. XI 9

Pembangunan materiil TNI-AU telah diupayakan melalui pengadaan peralatan dan suku cadang alutsista yang berkaitan langsung dengan pemantapan 15 Skadron Udara, 3 Skadron Pendidikan, 16 Skadron Radar, 6 Skadron Paskhasau, 7 Skadron Teknik dan 7 Skadron Depo Pemeliharaan. Dalam upaya optimalisasi kesiapan operasional pesawat, telah dilakukan penyelesaian program lanjutan pengadaan 16 pesawat Hawk 2000, pengadaan 4 pesawat Sukhoi (2 Su-30 dan 2 Su-27), pengadaan 16 pesawat NAS-332, serta melanjutkan perbaikan (Falcon Up) pesawat F-16 agar dapat dipertahankan kondisi kesiapan operasional pesawat, serta overhaul secara menyeluruh pesawat Puma SA-330. Adapun dalam upaya meningkatkan kesiapan operasional persenjataan maka dilakukan pengadaan roket FFAR. Guna meningkatkan kekuatan dan kesiapan alutsista yang ada, telah dilakukan pengadaan 3 unit pesawat CN-235 MPA. Untuk meningkatkan kualitas penerbang TNI-AU, maka dilakukan pengadaan 12 pesawat Helikopter Latih Colibri EC-120 dari Perancis dan imbal beli 7 pesawat latih KT-I dari Korea Selatan. Pesawat Colibri tersebut telah masuk jajaran TNI-AU secara bertahap mulai bulan Juli 2001. Disamping itu untuk mendukung kesiapan operasional pesawat VVIP telah dilakukan pemeliharaan dan pengadaan suku cadang pesawat VVIP diantaranya untuk pesawat Hercules C-130, pesawat Fokker 27, pesawat Fokker 28 dan pesawat Helikopter SA-330. Pembangunan fasilitas TNI-AU diprioritaskan pada pembangunan dan rehabilitasi 6 skadron Pasukan Khas TNIAU secara bertahap. Dalam rangka meningkatkan kemampuan pemukul udara strategis guna menahan laju invasi selama mungkin di luar Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) sebagai batas dalam medan penyanggah serta dapat mengatasi 2 daerah krisis, maka telah dilaksanakan pemantapan operasi Pelangi Nusantara sebagai pembinaan potensi dirgantara, serta melanjutkan pembangunan Lanud

XI 10

Timika dan pengembangan Lanud Operasi Supadio menjadi lanud induk. Guna mendukung kesiapan operasional di wilayah Indonesia Timur, maka telah dilakukan pengembangan Lanud Eltari menjadi Pangkalan Operasi dan membentuk Detasemen TNI-AU di Palu. Disamping itu, pembangunan fasilitas TNI-AU diwujudkan pula dengan melanjutkan pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana guna meningkatkan kesejahteraan prajurit, rehabilitasi sarana dan prasarana lembaga pendidikan guna meningkatkan kualitas personil TNI-AU. ii. Permasalahan dan Tantangan

Pada saat ini masyarakat masih belum sepenuhnya memiliki kesan positif terhadap citra Angkatan Bersenjata (TNI), sehingga berdampak pada belum disepakatinya RUU Komponen Utama (RUU TNI) maupun RUU komponen pertahanan lainnya. Belum terealisirnya peraturan pemerintah (PP) atau Keppres yang menjabarkan UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyebabkan UU tersebut belum dapat dilaksanakan secara optimal. Kemampuan dan kekuatan pertahanan negara, sejak awal Orde Baru sampai dengan era Reformasi, semakin menurun dan tidak memiliki kemampuan deterence effect jika dibandingkan dengan kualitas kemampuan/ kekuatan yang pernah dimiliki bangsa Indonesia pada awal tahun 1960-an saat menghadapi TRIKORA. Sehingga dalam beberapa tahun terakhir, wilayah kedaulatan NKRI sering dilanggar oleh Angkatan Bersenjata lain. Dengan mempertimbangkan semakin meningkatnya eskalasi ancaman faktual dalam negeri, dikaitkan dengan pola penindakan untuk mengatasi keadaan tersebut, perlu segera dirumuskan berbagai perangkat peraturan perundangundangan yang mengatur keterlibatan TNI dan Polri dalam menangani masalah keamanan nasional (national security), sehingga aparat mampu meningkatkan kinerjanya dalam XI 11

rangka ikut mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, bersih dan bertanggung jawab. Secara kuantitatif, jumlah personil TNI saat ini belum memenuhi kebutuhan standar organisasi, sedangkan pengadaan personil baru hanya mampu untuk memelihara kekuatan yang ada. Disisi lain dengan keterbatasan tersebut serta dihadapkan pula dengan banyaknya penugasanpenugasan menyebabkan upaya peningkatan profesionalitas personil melalui pendidikan dan latihan tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Di bidang persenjataan, alat utama sistem senjata (alutsista) TNI yang dioperasikan pada umumnya dalam kondisi tua dan secara teknologi sudah tidak memadai bila dihadapkan pada kemungkinan ancaman dari luar, sehingga memerlukan pemeliharaan yang intensif dan peremajaan guna menunjang tugas yang saat ini intensitas penggunaannya sangat tinggi. Embargo yang berkepanjangan terhadap impor peralatan militer sangat berpengaruh terhadap kesiapan alat utama sistem senjata TNI. Menyikapi kondisi tersebut pemerintah akan lebih memberdayakan industri strategis di dalam negeri di samping mulai memilih alternatif pengadaan peralatan militer dari negara-negara timur. Kebijakan ini perlu terus dievaluasi secara cermat ditinjau dari berbagai aspek, agar pada masa yang akan datang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pemanfaatannya bagi pertahanan negara. Disisi lain, kecilnya jumlah dukungan anggaran pertahanan dan keamanan serta melemahnya kurs rupiah terhadap dolar Amerika sangat mempengaruhi upaya pencapaian tingkat kesiapan alutsista TNI serta profesionalitas prajurit TNI.

XI 12

iii. Tindak Lanjut Dalam bidang pengembangan pertahanan negara, tindak lanjut yang diperlukan adalah melanjutkan validasi organisasi TNI dan jajarannya sesuai dengan paradigma baru melalui redefinisi, reposisi dan reaktualisasi peran dan fungsi TNI dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; meningkatkan profesionalitas prajurit TNI; mewujudkan kesiapan operasional satuan melalui pembangunan/ pemeliharaan kekuatan dan kemampuan TNI dengan menambah/ melengkapi dan memelihara alat utama sistem senjata TNI; mewujudkan kesiapan operasional satuan-satuan tempur dan bantuan tempur sesuai matra melalui pengembangan dan peningkatan kemampuan satuan pendukung. 2. a. Program Pengembangan Dukungan Pertahanan Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan

Tujuan program ini adalah menyelenggarakan manajemen modern yang profesional dan meningkatkan kemampuan pembinaan dan pendayagunaan wilayah negara, survei dan pemetaan nasional, sumber daya alam dan sumber daya buatan, sarana dan prasarana nasional, iptek dan industri strategis, pengembangan sumber daya manusia, serta kerjasama internasional di bidang pertahanan. Sasaran program ini adalah terkelolanya sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan untuk mendukung penyelenggaraan pertahanan negara. Arah kebijakan program ini adalah menyelenggarakan pembinaan warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana nasional yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.

XI 13

b.

Pelaksanaan i. Hasil yang Dicapai

Dalam program pengembangan dukungan pertahanan telah dilakukan penanaman dan pembentukan kesadaran setiap warga negara pada hak dan kewajibannya dalam usaha pertahanan dan keamanan negara melalui pembinaan kesadaran bela negara dengan pemberdayaan organisasi masyarakat yang telah dilaksanakan sejak tahun 2001 dan sampai dengan akhir tahun 2003 telah mencakup 10 propinsi dan 3 kabupaten. Guna memberi arah dan pedoman bagi penyelenggara fungsi pertahanan yang pada hakekatnya untuk menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan wilayah NKRI, dan melindungi keselamatan bangsa dari setiap ancaman baik yang datang dari luar maupun yang timbul di dalam negeri, maka telah disusun Buku Putih Pertahanan Negara yang berisi tentang hakekat ancaman yang dihadapi Indonesia, serta kepentingan nasional dan pertahanan negara yang selanjutnya dijadikan dasar dalam perumusan kebijakan pertahanan Indonesia dalam memasuki abad 21 yang meliputi kebijakan penggunaan kekuatan pertahanan, pembangunan kekuatan pertahanan dan kerjasama internasional di bidang pertahanan. Sebagaimana tertera dalam Buku Putih Pertahanan Negara, ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia diperkirakan lebih besar kemungkinan berasal dari ancaman non-tradisional, baik yang bersifat lintas negara maupun yang timbul di dalam negeri. Oleh kerana itu, kebijakan strategi pertahanan Indonesia untuk menghadapi dan mengatasi ancaman non-tradisional merupakan prioritas dan sangat mendesak dan dalam pelaksanaannya mengedepankan TNI dengan menggunakan Operasi Militer selain Perang (OMSP) bersama-sama dengan segenap komponen bangsa lain dalam suatu keterpaduan usaha sesuai tingkat eskalasi

XI 14

ancaman yang dihadapi. Penggunaan kekuatan TNI dalam tugas OMSP tersebut diarahkan untuk kepentingan pertahanan yang bersifat mendesak, antara lain melawan terorisme, menghadapi kelompok separatis Aceh dan Papua, menghadapi gangguan kelompok radikal, mengatasi konflik komunal, mengatasi perampok dan pembajak, mengatasi imigrasi ilegal dan pencemaran laut, mengatasi penebangan kayu ilegal, mengatasi penyelundupan, membantu pemerintahan sipil dalam mengatasi dampak bencana alam, penanganan pengungsi, bantuan pencarian dan pertolongan (Search and Rescue), serta pengamanan tugas-tugas perdamaian. Selanjutnya, dalam rangka menjaga keutuhan wilayah NKRI maka telah dilakukan survei dan penegasan batas wilayah negara yang meliputi: RI-Malaysia (Kalimantan/ Sabah) sepanjang 2004 km; RI-PNG melaksanakan inventarisasi tugu-tugu batas yang hilang/ rusak; RI-RDTL (NTT-Timor Leste) melaksanakan deliniasi batas; pengkajian untuk menghasilkan peta perbatasan antarnegara; serta pembinaan wilayah pertahanan yang terdidi dari pendataan aspek kewilayahan melalui PTF (pelaksana tugas dan fungsi) Dephan (Kodam-Kodam) dan kajian wilayah dalam rangka penyusunan RUTR wilayah pertahanan. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk peningkatan kemampuan penyelenggaraan pertahanan negara dan pembangunan industri yang dapat dikonversi/ ditransformasikan untuk produksi alat peralatan pertahanan telah dilakukan dengan kegiatan Forum Komunikasi sebagai wadah koordinasi dan kerjasama TRI PARTIET NETWORK (Litbang Dephan/TNI, Industri Strategis, dan Perguruan Tinggi). Pada saat ini telah dihasilkan kendaraan tempur pengangkut dan rompi tahan peluru serta kajian tentang penanggulangan disintegrasi bangsa. Upaya koordinasi dan sinkronisasi antardepartemen dalam pembinaan sumber daya nasional secara terpadu akan XI 15

tetap dilaksanakan. Sistem pembinaan dan pendayagunaan SDA dan SDB, sarana dan prasarana nasional, iptek dan industri strategis, pengembangan SDM akan direalisasikan dalam penyusunan petunjuk yang lebih operasional dengan berpedoman kepada kepentingan pertahanan negara. Pengembangan kerjasama pertahanan juga telah dilaksanakan baik dengan negara-negara Asean, Asia Pasifik, maupun kawasan internasional lainnya dalam rangka memelihara stabilitas keamanan regional dan ketertiban dunia melalui berbagai forum. Dalam rangka pengembangan industri strategis, secara bertahap telah dapat didayagunakan dengan diproduksinya berbagai senjata standar, amunisi, berbagai jenis kapal patroli, tanker dan berbagai jenis pesawat udara ringan untuk keperluan TNI. Kemandirian industri strategis di bidang peralatan/perlengkapan pertahanan secara bertahap telah berkembang walaupun ketergantungannya terhadap bahan baku industri dari luar masih sangat besar. Sebagai upaya menyiapkan dan memantapkan kaderkader pimpinan nasional dan pemimpin bangsa yang memiliki kemampuan berpikir, bersikap, bertindak secara utuh, menyeluruh, terpadu berdasarkan wawasan dan ketahanan nasional dalam rangka penyelenggaraan serta keberhasilan pembangunan nasional, maka telah diselenggarakan pendidikan strategic yang mencakup Kursus Singkat Angkatan (KSA) dan Kursus Reguler Angkatan (KRA) yang pesertanya terdiri dari PNS, TNI, Polri, pimpinan parpol, ormas, LSM, dan tokoh masyarakat. Adapun upaya untuk mewujudkan sistem persandian negara yang profesional dan mandiri dalam rangka mendukung pembangunan nasional telah dilakukan melalui : penyelenggaraan pengamanan informasi rahasia negara; pembinaan SDM, perangkat lunak dan perangkat keras persandian, sertifikasi tenaga ahli profesional/ ahli

XI 16

standardisasi sistem sandi dan peralatan sandi serta akreditasi lembaga pendidikan persandian; pengkajian pemanfaatan teknologi informasi dalam persandian; serta koordinasi dan sinkronisasi kegiatan persandian Unit Teknis Persandian (UTP) instansi pemerintah dan non pemerintah. Dengan upaya tersebut maka telah dicapai peningkatan kuantitas dan kualitas personil sandian melalui jalur pendidikan AKSARA/PAMS, STSN, diklat teknis sandi dan diklat ilmu pendukung lainnya. Program pembangunan jaring komunikasi sandi (JKS) telah menunjukkan perkembangannya dengan telah meningkatnya kuantitas dan kualitas peralatan sandi dan sarana pendukungnya bagi keperluan gelar jaring komunikasi sandi pada jajaran VVIP, VIP, intern dan antar instansi serta pemenuhan peralatan sandi bagi tim di daerah bergolak. Meningkatnya kuantitas dan kualitas hasil penelitian dan pengembangan bidang persandian baik aspek perangkat lunak, perangkat keras dan perekayasaan dengan memanfaatkan kemajuan IPTEK merupakan upaya mengurangi ketergantungan terhadap peralatan dari luar negeri. Dalam rangka mempersiapkan dukungan bagi Presiden dalam merumuskan kebijakan di bidang pembinaan ketahanan nasional, maka telah dilakukan telaah jangka pendek, jangka sedang dan jangka panjang yang terkait dengan : (a) Kebijakan dan Strategi Nasional dalam rangka Pembinaan Ketahanan Nasional, (b) Kebijakan dan Strategi Nasional dalam rangka menjamin keselamatan bangsa dan negara dari ancaman kedaulatan, persatuan, kesatuan, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta (c) kemungkinan risiko pembangunan nasional dan merehabilitasi akibat risiko pembangunan. ii. Permasalahan dan Tantangan Program kesadaran bela negara belum mampu menjangkau keseluruhan masyarakat Indonesia, hal ini selain disebabkan oleh terbatasnya anggaran yang tersedia, juga XI 17

belum terumuskannya sistem manajemen penyelenggaraan yang tepat, sehingga tidak mengherankan jika di era reformasi ini tumbuh subur adanya konflik horizontal dan vertikal di berbagai daerah rawan. Dalam hal perbatasan wilayah, terdapat beberapa permasalahan seperti masih terdapatnya patok/tuga yang rusak dan hilang, perbatasan antara RI dengan Timor Leste yang masih menyimpan permasalahan baik aspek budaya (hak ulayat) maupun aspek teknis, serta perlu adanya program IRM (Identification, Refixation, dan Maintenance). Belum tuntasnya penyusunan RUTR wilayah pertahanan di Kodam-Kodam merupakan permasalahan yang serius dalam pengembangan peta pertahanan negara. Upaya sinkronisasi RUTR wilayah pertahanan dengan RUTR aspek kesejahteraan perlu didukung dengan segera mewujudkan UU batas wilayah negara, RPP tata ruang wilayah pertahanan, pembangunan pulau-pulau kecil terluar di perbatasan, serta pembuatan Rencana Umum Tata Ruang Nasional (RUTRN) termasuk pembinaan ruang udara. Pengembangan industri strategis untuk mendukung bidang pertahanan sangat perlu didukung oleh kesiapan TNI dalam memanfaatkan produknya. Untuk itu, terhadap kebutuhan berbagai peralatan persenjataan yang telah mampu diproduksi oleh industri dalam negeri perlu didorong untuk memanfaatkannya. Selanjutnya perlu dipertegas adanya suatu kebijakan mengenai penggunaan peralatan persenjataan produksi dalam negeri. Dalam hal kerja sama pertahanan, bantuan pendidikan dari Amerika Serikat E-IMET (Expanded International Military Education and Training) mangalami pasang surut seiring kebijakan luar negeri AS terhadap Indonesia dikaitkan issue HAM, demokratisasi dan lingkungan hidup. AS belum mencabut embargo penjualan alat peralatan militer maupun suku cadang terhadap Indonesia, namun

XI 18

pada September 2000 AS telah memberi ijin kepada Indonesia untuk memperoleh suku cadang pesawat C-130 dan pada September 2001 AS telah mencabut embargo terhadap penjualan alat peralatan pertahanan yang tidak mematikan (non lethal weapon) seperti kendaraan militer dan peralatan pengamanan/keselamatan terbang. iii. Tindak Lanjut Dalam bidang pengembangan dukungan pertahanan, tindak lanjut yang diperlukan adalah melanjutkan penanaman, penumbuhan, pembentukan dan pemantapan konsepsi bela negara; menyusun piranti lunak tentang pembinaan potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya buatan (SDB); sosialisasi UU Pertahanan Negara dan penyusunan piranti lunak sebagai jabaran UU Pertahanan Negara dalam rangka pembinaan dan pengelolaan potensi pertahanan negara; dalam upaya mewujudkan kemandirian di bidang pertahanan negara perlu dilakukan pembinaan sarana dan prasarana pertahanan, sarana dan prasarana nasional untuk kepentingan pertahanan. 3. Program Pengembangan Pemeliharaan Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan Tujuan program ini adalah mewujudkan penyelenggaraan sistem keamanan dan ketertiban masyarakat sehingga mampu melindungi seluruh warga masyarakat Indonesia dari gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Sasaran program ini adalah terwujudnya Polri yang profesional sebagai penanggungjawab dan pelaksana inti pemelihara Kamtibmas, penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, fungsi keamanan dan ketertiban masyarakat yang mampu mendukung segenap komitmen/ XI 19

kesepakatan nasional serta mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan yang berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan strategis. Arah kebijakan program ini adalah menindaklanjuti validasi organisasi Polri, meningkatkan profesionalitas dan kesiapan Polri dalam mengungkap perkara serta pencegahan terjadinya pelanggaran dan kejahatan, memelihara dan membangun sarana dan prasarana, serta mengembangkan kekuatan dan kemampuan Polri sesuai ratio kebutuhan personil dengan jumlah penduduk. b. Pelaksanaan i. Hasil yang Dicapai

Pengembangan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat dilakukan melalui pembangunan kekuatan, pembinaan kekuatan, dan operasional kepolisian. Dalam rangka pembangunan kekuatan maka telah dilaksanakan pengembangan organisasi satuan kewilayahan sesuai dengan administrasi pemerintah daerah dan pengembangan organisasi Kepolisian di tingkat pusat sesuai dengan Keppres Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia disertai dengan upaya pengadaan materiil utamanya sarana transportasi dan komunikasi serta pembangunan fasilitas meliputi pembangunan Markas/ gedung (Polda, Polres, Polsek, dan Brimob), SPN/ Fasdik, Rumah Dinas, Barak dan fasilitas penunjang lainnya. Untuk memperlancar tugas-tugas satuan kewilayahan telah dilaksanakan penggelaran kekuatan yang diprioritaskan pada penambahan personil pada satuan kewilayahan dan fungsi operasional. Disamping itu, upaya pembangunan kekuatan dilakukan melalui peningkatan intake personil baru dan perpanjangan usia pensiun bagi personil Polri, serta meningkatkan fungsi PNS Polri sebagai komplemen yang mampu melaksanakan tugas-tugas di bidang staf. Sasaran jumlah personil Polri yaitu perbandingan jumlah personil Polri terhadap jumlah penduduk Indonesia

XI 20

adalah 1 : 750 belum dapat terpenuhi. Sampai dengan triwulan kedua tahun 2004 perbandingan tersebut baru mencapai sekitar 1 : 900. Pembangunan materiil Polri dilakukan melalui pengadaan peralatan komunikasi, peralatan khusus dan sarana transportasi. Sementara itu, peningkatan kesiapan Polri khususnya berkaitan dengan gangguan kriminalitas, kerusuhan massal, kegiatan pembangunan yang dilaksanakan baru mencukupi sebagian peralatan kepolisian seperti alat utama dan alat khusus, sarana mobilitas satuan berupa kendaraan bermotor dan kendaraan air (kapal/perahu kecil) Pesawat udara/ helicopter, berbagai ukuran untuk satuan Polisi Air, berbagai peralatan komunikasi, serta peralatan Dalmas/ PHH. Dalam upaya pembinaan kekuatan, maka telah disusun 7 konsep dasar dalam rangka menyiapkan kemandirian Polri yang meliputi: (1) Bidang Doktrin dan Etika Kepolisian; (2) Bidang Logistik Polri; (3) Bidang Personil Polri termasuk Sisdik Polri; (4) Bidang Operasional Polri; (5) Bidang Manajemen Polri; (6) Bidang Anggaran/Keuangan; (7) Bidang Hukum dan Perundang-undangan serta penyempurnaan berbagai juklak dan juknis yang ada. Sementara itu peningkatan profesionalitas Polri dilaksanakan melalui pendidikan pengembangan kejuruan baik di dalam negeri maupun pengiriman personil Polri ke luar negeri, memperketat pengawasan terhadap pelaksanaan tugas serta memberikan penghargaan dan sanksi (reward and punishment). Pembinaan kekuatan dilakukan pula melalui perbaikan/rehabilitasi beberapa fasilitas yang meliputi perbaikan rumah-rumah dinas, barak dan asrama. Guna mendukung tugas Polri, maka pengoptimalan terhadap sarana dan prasarana Polri dilakukan dengan meningkatkan upaya pemeliharaan beberapa peralatan maupun fasilitas yang relatif tua.

XI 21

Dalam rangka operasional kepolisian maka sesuai dengan Keppres Nomor 70 Tahun 2002 telah dibentuk Badan Intelijen Keamanan (BAINTELKAM) yang bertugas menangani masalah keamanan dan keselamatan negara untuk selanjutnya memberikan masukan kepada Badan Intelijen Negara (BIN) yang bertugas menangani masalah ancaman negara baik ancaman dari dalam maupun luar negeri. Telah pula dilakukan validasi dan pengembangan organisasi Korps Brimob guna meningkatkan kemampuan penanganan gangguan keamanan dalam negeri. Terkendalinya kamtibmas secara umum, walaupun masih terjadi gangguan keamanan di beberapa daerah konflik seperti NAD, Papua, Maluku, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah serta keberhasilan pengungkapan kasus-kasus peledakan bom di beberapa daerah merupakan salah satu keberhasilan Polri dalam melaksanakan fungsi Polri sebagai kekuatan fungsi keamanan dan ketertiban masyarakat. Selanjutnya dalam rangka kerja sama kepolisian internasional telah dilaksanakan kerjasama dengan beberapa negara tetangga, termasuk latihan bersama dengan Polisi Diraja Malaysia serta kerja sama dengan kepolisian Australia, Philipina, Singapura, Jepang, Belanda, Amerika Serikat, dan Inggris. Upaya penanggulangan permasalahan penyalahgunaan dan pengedaran gelap narkoba, pada tahun 2002 telah dibentuk Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan kewenangan menyusun kebijakan, strategi, dan melaksanakan program yang meliputi pencegahan, terapi rehabilitasi, penegakan hukum. Perlu diakui bahwa dalam dua tahun ini kinerja BNN belum bisa menunjukkan hasil seperti yang diharapkan dalam bentuk menurunnya jumlah penyalahguna, jumlah kasus dan tersangka tindak pidana narkoba. Melalui operasi yang dilakukan pada tahun 2004, sampai dengan Triwulan I tahun 2004 terdapat 795 kasus yang melibatkan sejumlah 1.077 orang tersangka yang terdiri dari 1.063 orang WNI dan 14 orang WNA, serta dapat disita barang bukti narkoba sebanyak 2.293.460 gram, 488 batang,

XI 22

dan 862.671,5 tablet. Namun demikian keberhasilan penanggulangan penyalahgunaann dan pengedaran gelap narkoba bukan hanya ditentukan oleh kebijakan dan programnya, tetapi juga oleh kesadaran, komitmen, dan partisipasi semua pihak yang saat ini telah menampakkan kepeduliannya terhadap masalah narkoba. ii. Permasalahan dan Tantangan

Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat adalah : (a) Upaya meningkatkan profesionalisme Kepolisian menuju Civillian Police dan Polisi yang modern sesuai paradigma baru yang belum tercapai secara optimal, (b) Meningkatnya kebutuhan materiil dan fasilitas belum diikuti dengan dukungan anggaran, (c) Out put pelaksanaan tugas Kepolisian dalam rangka pelayanan kamtibmas dan penanganan kejahatan memerlukan peningkatan dukungan anggaran serta belum tercapainya rasio antara jumlah personil Polri dengan jumlah penduduk yang dilayani (masih 1 : 900, sedangkan sasaran akhir 2004 mencapai 1 : 750). Guna menunjang peran Polri sebagai kekuatan utama penyelenggara keamanan dan ketertiban masyarakat, secara realistis kekuatan personil Polri sampai saat ini belum mampu sepenuhnya mendukung tugas-tugas Polri. Rasio jumlah personil Polri dengan jumlah penduduk saat ini baru mencapai 1 : 900 adalah sangat minim. Agar dapat menjalankan peran sesuai dengan fungsinya, rasio jumlah personil Polri dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah 1 : 750. Di lain pihak materiil dan fasilitas yang dimiliki Polri saat ini masih belum mampu sepenuhnya mendukung tugastugas operasional di lapangan khususnya sistem komunikasi dan sarana mobilitas. Demikian juga sistem dan metode Polri selama ini masih diwarnai nuansa militeristik yang berdampak pada sikap perilaku serta kinerja Polri.

XI 23

iii. Tindak Lanjut Dalam bidang pengembangan pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, tindak lanjut yang diperlukan adalah : (1) Melanjutkan pembangunan kekuatan keamanan negara, diantaranya: (a) melanjutkan program pengembangan organisasi pada tingkat satuan kewilayahan yang merupakan penjabaran validasi organisasi Polri dan diusahakan serasi dengan administrasi pemerintahan daerah, (b) meningkatkan intake personel Polri guna mencapai target ratio jumlah personil Polri dengan jumlah penduduk 1 : 750, (c) melanjutkan program peningkatan pengadaan sarana dan prasarana kepolisian; (2) Melanjutkan pembinaan kekuatan keamanan negara, diantaranya: (a) melanjutkan penyusunan pokok-pokok penyelenggaraan keamanan dalam negeri, sistem hukum dan perundang-undangan serta buku petunjuk, (b) melanjutkan program peningkatan kesejahteraan personil, (c) melanjutkan program peningkatan kemampuan profesionalitas Polri dan pemahaman tentang HAM, (d) melanjutkan program reformasi Polri terutama aspek kultural guna mewujudkan sikap dan perilaku operasional sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat; (3) Melanjutkan pengembangan operasional keamanan negara, diantaranya: (a) melanjutkan program peningkatan dan pengembangan fungsi pre-emtif, fungsi preventif, fungsi penegakan hukum, (b) melaksanakan operasi pemulihan keamanan dan penegakan hukum di NAD dan Maluku dalam rangka langkah-langkah komprehensif penanganan masalah Aceh dan operasi-operasi kepolisian (penegakan hukum) guna mengatasi konflik horizontal di Maluku, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah dan Papua (c) penanggulangan 4 jenis kejahatan yaitu konvensional, transnasional, terhadap kekayaan negara dan yang berimplikasi kontijensi, (d) melanjutkan program peningkatan kesiapan Polri dalam menanggulangi gangguan keamanan dalam negeri (latihan perorangan, latihan satuan).

XI 24

4.

Program Pengembangan Keamanan Dalam Negeri a. Tujuan, Sasaran, dan Arah Kebijakan ini adalah meningkatkan kemampuan hukum nasional serta penanggulangan dalam negeri, dengan mendayagunakan terpadu segenap komponen kekuatan

Tujuan program pengamanan wilayah gangguan keamanan secara optimal dan keamanan negara.

Sasaran program ini adalah terwujudnya kerjasama dan saling membantu antara Polri dan TNI/ Instansi terkait sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing dalam hal menghadapi gangguan keamanan telah mencapai intensitas yang membahayakan persatuan bangsa dan integritas wilayah. Arah kebijakan program ini adalah mewujudkan sistem kerjasama dan saling membantu antara Polri dan TNI/ Instansi terkait sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing dalam hal gangguan keamanan telah mencapai intensitas yang membahayakan persatuan bangsa dan integritas wilayah. b. Pelaksanaan i. Hasil yang Dicapai

Dalam rangka mengatasi gangguan keamanan dalam negeri, Polri sebagai inti kekuatan keamanan negara senantiasa dibantu TNI sesuai peraturan perundanganundangan yang berlaku. Guna mengatur bantuan TNI dalam menangani masalah keamanan dalam negeri, maka sesuai dengan UU Kepolisian khususnya berkaitan dengan keamanan dalam negeri, disusun/disempurnakan peraturan perundangan-undangan yang mengatur peranan Polri dan komponen keamanan lainnya dalam menghadapi gangguan keamanan dalam negeri, serta disusun peraturan perundangundangan yang mengatur bantuan TNI kepada Polri dalam menangani masalah keamanan dalam negeri. XI 25

Langkah-langkah yang dilakukan pada program ini adalah menegakan hukum dan menindak tegas pelaku kerusuhan. Keberhasilan Polri dalam mengungkap peledakan bom di beberapa kota besar seperti di Kuta Bali dan Hotel JW Marriot tidak terlepas karena telah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak. Hal ini mengundang kekaguman negara-negara asing terhadap kecepatan dan ketepatan Polri dalam mengungkap peristiwa dan pelaku terorisme, dan selanjutnya membuka peluang seluas-seluasnya kepada seluruh komponen bangsa untuk bersatu, bahu membahu dalam sebuah gerakan bersama melawan terorisme. Dalam upaya menyelesaikan berbagai ancaman disintegrasi bangsa maupun konflik horizontal secara menyeluruh, serta menghadapi gejolak yang terjadi di tengah masyarakat, beberapa latihan operasi Kepolisian terpusat telah dilaksanakan diantaranya dalam rangka penumpasan Gerakan Separatis Bersenjata Disamping itu, dalam upaya menciptakan rasa aman bagi masyarakat telah dilaksanakan operasi kepolisian terpadu yang meliputi: pengamanan terpadu kegiatan bersifat hari besar nasional seperti Natal, Idul Fitri, Imlek, Nyepi dan Tahun Baru; pengamanan terpadu dalam penanggulangan bencana alam dan dampak sosial; penanggulangan terpadu terhadap kasus tindak pidana yang membahayakan keselamatan negara; dan kegiatan terpadu dalam rangka pelayanan dan bimbingan masyarakat. ii. Permasalahan dan Tantangan

Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan keamanan dalam negeri adalah : (a) Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap kinerja Kepolisian, khususnya dalam rangka pelayanan Kepolisian dan penanganan gangguan keamanan, (b) Semakin kritisnya masyarakat terhadap perlindungan HAM.

XI 26

iii. Tindak Lanjut Dalam bidang pengembangan keamanan dalam negeri, tindak lanjut yang diperlukan adalah: (a) Melanjutkan penyusunan peraturan kerundangan yang mengatur hubungan kerjasama antara Polri dengan TNI/ Instansi terkait, (b) Terwujudnya sinkronisasi kerjasama keamanan sesuai peran dan fungsinya masing-masing, (c) Terselenggaranya pengamanan wilayah konflik guna mempertahankan NKRI, (d) Meningkatkan upaya penegakan hukum dan menindak tegas setiap pelaku tindak perdana, terutama yang mengakibatkan timbulnya kerusuhan massal, konflik sosial yang mengarah kepada disintegrasi bangsa, dan (e) melengkapi sarana dan prasarana untuk mewujudkan pengamanan di pulau terluar, terpencil dan perbatasan negara reciprocal dengan negara tetangga.

XI 27

You might also like